Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

HUBUNGAN AGAMA DENGAN PERILAKU INDIVIDU DI BIDANG


EKONOMI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Ekonomi

Dosen Pengampu: Siti Aminah Caniago, M.Si.

Disusun Oleh:

1. Anizul Dzikronah (4221089)


2. Iqomatul Faizah (4221100)
3. Destia Eka Puspita (4221137)

KELAS : C

PRODI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UIN K.H.

ABDURRAHMAN WAHID PEKALONGAN

TAHUN 2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat karunia-Nya
sehingga kita dapat menyusun makalah yang berjudul “Definisi Dan Ruang Lingkup Serta
Perkembangan Sosiologi Ekonomi” Ini dapat diselesaikan. Makalah ini dibuat guna
memenuhi tugas mata kuliah Sosiologi Ekonomi, Kami mengucapkan terima kasih kepada
semua Pihak yang telah ikut dalam penyusunan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini, tidak lupa kami ucapkan Terima kasih Kepada Dosen
pengampu Mata Kuliah Sosiologi Ekonomi yaitu Ibu Siti Aminah Caniago, M.Si. yang
telah membimbing kami dan mempercayai kami dalam Penulisan makalah ini. Dan terima
kasih Kepada anggota kelompok atas Kerja samanya dalam penulisan makalah ini.

Dalam menyusun makalah Ini kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah Ini
belum sempurna, baik dari Segi penulisan kalimat maupun tata bahasanya, serta
Pengetahuan penulis yang Masih terbatas. Harapan kami, semoga makalah yang Telah
kami buat ini dapat Memberikan pengetahuan yang bermanfaat bagi para Pembaca.

Pekalongan, 5 Maret 2024

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
BAB I......................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan Masalah ............................................................................................ 2
BAB II ....................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN........................................................................................................ 2
A. Agama Sebagai Agen Perubahan Sosial....................................................................... 2
B. Agama Sebagai Pembentuk Perilaku Ekonomi ............................................................ 6
C. Agama, Kapitalisme, Westermisme Dan Globalisasi Dalam Perilaku Ekonomi........ 8
D. Agama, Ancaman, Atau Daya Ungkit Bagi Ekonomi ..............................................10
BAB III ...................................................................................................................... 13
PENUTUP ................................................................................................................. 13
Kesimpulan ................................................................................................................ 13
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
E. Latar Belakang
Salah satu topik yang banyak dibicarakan dalam masalah ekonomi adalah
tentang Keterlibatan Agama. Apakah agama perlu diundang dan diikutsertakan dalam
menguras dan menata masa kehidupan ekonomi atau tidak. Apabila ditanyakan pengikut
sekularisme tentu sudah jelas mereka akan tidak setuju dengan keterlibatan agama dalam
kehidupan ekonomi. Agama bagi mereka hanya diperlukan dalam urusan Tuhannya Dan
tidak diperlukan dalam hal yang berkaitan dengan lainnya seperti mengatur masalah
ekonomi.
Para ekonomi konvensional tidak menyukai adanya campur tangan agama
dalam pengambilan berbagai kebijakan ekonomi dalam upaya menyejahterakan umat.
Mereka memisahkan antara ekonomi dan agama hal ini sebagai dampak oleh Barat pada
masa kegelapan (dark ages). Pada masa itu penguasa dan gereja sangat mendominasi
kehidupan ekonomi sehingga memberikan kemudahan yang luar biasa kepada
masyarakat. Hal tersebut menimbulkan pemikiran bahwa dominasi gereja harus
dipinggirkan dan menjunjung tinggi (rasionalitas ekonomi).
Oleh karena itu perlu adanya hubungan agama dan seluruh kehidupan umat
Islam termasuk ekonomi. Makalah ini membahas hubungan agama dan perilaku ekonomi.
F. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Agama Sebagai Agen Perubahan Sosial?
2. Bagaimana Agama Sebagai Pembentuk Perilaku Ekonomi?
3. Bagaimana Agama, Kapitalisme, Westermisme Dan Globalisasi Dalam Perilaku
Ekonomi?
4. Bagaimana Agama, Ancaman, Atau Daya Ungkit Bagi Ekonomi?
G. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui Bagaimana Agama Sebagai Agen Perubahan Sosial?
2. Untuk Mengetahui Bagaimana Agama Sebagai Pembentuk Perilaku Ekonomi?
3. Untuk Mengetahui Bagaimana Agama, Kapitalisme, Westermisme Dan Globalisasi
Dalam Perilaku Ekonomi?
4. Untuk Mengetahui Bagaimana Agama, Ancaman, Atau Daya Ungkit Bagi Ekonomi?

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Agama Sebagai Agen Perubahan Sosial

Perubahan sosial (social change) menjadi tema kajian uta- ma yang hadir pada
setiap pembahasan masalah sosial di banyak negara berkembang. Seperti suatu
keyakinan, bahwa peradaban manusia menuju kepada perbaikan, kesempurnaan dan
semua teori sosial terakumulasi untuk membahasnya dengan obse- si dan harapan.
Perubahan sosial sebetulnya merupakan suatu realitas yang majemuk, bukan realitas
tunggal yang diakibatkan oleh dinamika masyarakat tertentu. Perubahan sosial adalah
suatu bentuk peradaban umat manusia akibat adanya eskalasi perubahan alam, biologis,
fisik yang terjadi sepanjang kehidupan manusia. Menurut Laur (1982), perubahan sosial
adalah:

“Variasi dari waktu ke waktu dalam hubungan antar individu, kelompok, budaya, dan
masyarakat. Perubahan sosial menyebar luas; seluruh kehidupan sosial terus berubah.”

Dengan demikian, perubahan sosial memiliki teba (scope) kejadian dari yang
sederhana, misalnya dalam lingkungan kelu- arga, sampai pada kejadian yang paling
lengkap mencakup tarik- an kekuatan kelembagaan dalam masyarakat. Dari pengamatan
secara ketat terhadap penggunaan konsep kebudayaan, maka perubahan sosial memiliki
tiga kelompok teori yang bersifat me- lingkar (cyclic theory):

1. Kelompok teori yang didominasi oleh perkembangan ma- terial dalam setiap
pandangannya tentang realitas (sensate culture);

2. Kelompok teori yang didominasi oleh pandangan nonmate rial dalam setiap
pandangannya tentang realitas (ideational culture); dan

3. Kelompok teori yang didominasi perpaduan wawasan antara material dan


nonmaterial dalam setiap pandangannya ten- tang realitas (idealistic culture)

Berkaitan dengan perubahan sosial, salah satu objek kajian sosiologi agama yaitu
hendak melihat bekerjanya agama dalam kehidupan sosial, termasuk melihat fungsi
agama dalam ikut serta menciptakan perubahan sosial. Dalam hal ini agama dipo- sisikan
membawa perubahan sosial. Semakin kuat komitmen se- seorang terhadap agamanya,
maka akan semakin kuat pula ter- jadinya perubahan di dalam dirinya. Pada bentuk

2
persaudaraan yang dihasilkan agama, maka dengan sendirinya perubahan itu menjadi
gejala yang kuat pada setiap warga masyarakat. Bahkan perubahan itu dapat berkembang
menjadi suatu ideologi. Hal ini disebabkan karena setiap agamawan menginginkan
terjadinya perubahan yang signifikan dalam lingkungan kehidupannya. Ini- lah antara
lain yang menjadi dasar pembentukan pribadi setiap Muslim, yaitu "manusia yang baik
adalah yang paling memberi manfaat bagi manusia lainnya" (khair al-nas man anfa uhum
li al-nas).

Dalam pandangan Weber, antara agama dan masyarakat terjadi saling


memengaruhi. Contoh yang paling jelas tentang hal ini yakni kapitalisme di Eropa. Tidak
seperti Marx yang me- lihat sedikit sekali sumbangan agama bagi lahirnya institusi ini,
Weber melihat bahwa institusi agama sangat besar peranannya dalam membentuk sistem
perekonomian di Eropa. Tegasnya agama ialah penyebab, sedang sistem ekonomi efek
dari penga- ruh agama itu. Weber (1958) menjelaskan argumennya dalam bukunya yang
terkenal The Protestant Ethic and the Spirit of Ca- pitalism. Teologi Calvin, sebagai
bagian dari Kristen Protestan, besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan
kapitalisme. Dalam denominasi ini, Tuhan dilukiskan sebagai pemilik segala hal, dan
dengan demikian la pemelihara kontrol total terhadap alam semesta. Eksistensi manusia
semata-mata adalah anugerah dari kemahakuasaan Tuhan, dan manusia tidak bisa
memperta- nyakan keputusan Tuhan, mereka cukup menerima saja hal itu dalam iman.
Setiap manusia Kristiani tidak dianjurkan untuk hidup dalam asketis, akan tetapi harus
bekerja keras dan mena- nam modal atas simpanan mereka sebelumnya agar
kehidupanmereka menjadi sejahtera. Kesejahteraan itu pada dasarnya ti- dak memiliki
nilai, akan tetapi akumulasi kesejahteraan berarti manusia telah memenuhi panggilan
dari Tuhan yang Mahakuasa dan kemudian tentunya mereka memperoleh keselamatan.

Dalam ajaran Islam, seseorang didorong untuk memberikan sumbangsih bagi


kehidupan umat manusia. Hal ini dapat terca pai apabila manusia memiliki komitmen
dalam dirinya untuk selalu menuju kepada kebaikan (al-shalah) dan yang terbaik (al-
ashlah) serta meninggalkan kerusakan (al-fasad). Sebagai sara- na untuk menuju kepada
kebaikan itu, maka Islam menegaskan bahwa ruang gerak beribadah itu begitu luas,
seluas kehidupan itu sendiri. Oleh karena itu, maka pengertian ibadah mencakup dua hal,
yaitu pengertian khusus yaitu yang secara bentuk lahiri- ahnya menjadi ibadah. Adapun
yang merupakan ibadah umum yaitu seluruh bagian kehidupan manusia yang dimuati
oleh mo tivasi untuk selalu mendekatkan diri kepada Tuhan (taqarrub ila Allah),

3
Suksesnya Islam yang menghasilkan terwujudnya per- adaban paripurna selama lebih
kurang enam abad, berakar dari tradisi berkeadaban. Tradisi keadaban itu bukan saja
melahirkan keilmuan, melainkan juga menghasilkan berbagai perubahan untuk kejayaan
umat manusia. Sumbangan pemikiran itu tidak saja dinikmati oleh umat Islam, akan
tetapi juga umat lain yang berbeda iman.

Masyarakat tradisional yang relatif homogen memandang agama sebagai dasar


pengembangan semangat kolektif. Agama, selain memuat fungsi ritualisme juga dapat
dijadikan sebagai Demerkuat solidaritas sosial. Karena itu, tidak aneh manakala dengan
agama seseorang mengidentifikasikan dirinya. Dalam kaitan inilah identitas suatu negeri
juga kerap dikaitkan dengan identitas agamanya. Masyarakat yang berada di Timur
Tengah dikenal identitasnya sebagai penganut Islam, masyarakat Barat sebagai penganut
Kristen, India sebagai Hindu. Apabila difo- kuskan ke Indonesia, maka negeri ini
identitasnya Islam, sela in karena alasan perkembangan kesejarahan, pengaruh budaya
juga dilihat dari sudut populasinya. Adanya kesan di masyarakat bahwa terjadi
kecenderungan penggeseran identitas ini, maka ti- dak heran manakala warga
masyarakat menaruh kekhawatiran terhadap tema-tema kerukunan yang sering
menimbulkan ber- bagai prasangka. Persoalannya, pada pandangan yang melihat sangat
sulit untuk mewujudkan kesadaran kolektif pada masya- rakat yang terjembatani
perbedaan teologi. Alasan inilah yang tetap menjadi faktor dominan mengapa gagasan
pengembangan kerukunan umat beragama masih menjadi ganjalan pada sebagi an
daerah. Di samping tentunya kelompok-kelompok umat ber- agama lain yang dominan
pada wilayah-wilayah tertentu masih menunjukkan sikap yang kurang kooperatif. Sikap
yang menarik garis lurus antara identitas suatu negeri dan agama menjadi satu kesatuan
menjadi ciri pada masyarakat yang belum maju. Se- mentara pada masyarakat yang maju
maka kesadaran itu bukan terletak pada semangat kooperatifnya akan tetapi pada
individu- nya. Apalagi, apabila tradisi yang berkembang pada masyarakat maju bahwa
agama adalah urusan pribadi. Akan tetapi dalam ke- nyataannya juga, masyarakat maju
tidak selamanya toleran me- lihat perbedaan apalagi manakala agama itu dirasakan
mereka sebagai ancaman terhadap hegemoni yang sudah mereka alami selama ini. Kasus
yang berkembang tentang ketakutan terhadap Islam (islam phobia) merupakan contoh
masih rendahnya kesa daran kolektif itu.

Masyarakat primitif pada umumnya mendasarkan pandang- annya pada simbol-


simbol religius atau dunia dongeng yang penuh idealisme yang patut menjadi acuan

4
dalam kehidupan. Simbol simbol yang penuh idealisme itu diturunkan sejak para nenek
moyang untuk disosialisasikan kepada masyarakat. Pro- ses sosialisasi itu biasanya
digambarkan secara indrawi dan langsung dialami oleh manusia seperti tabboo dan
sebagainya. Sosialisasi tentang simbol idealisme itu tentu saja tidak mencukupi. Oleh
karena itu, maka dalam sistem sosial diperlukan alat kontrol sosial seperti berbagai
legenda kesengsaraan hidup yang dialami oleh orang-orang yang melanggar norma dan
aturan sosial. Legenda Sampuraga maila marina (Sampuraga yang malu beribu) ialah
contoh legenda yang penuh dengan pesan-pesan moral untuk mengendalikan sosial.
Demikian juga kisah Syekh Siti Jenar di Jawa yang menggambarkan pertarungan antara
yang buruk dan yang baik dan dimenangkan yang baik menjadi contoh betapa
masyarakat memerlukan simbol idealisme yang berangkat dari realitas pengalaman
sehari-hari. Apabila keampuhan kontrol sosial ini mengalami kemunduran, maka
masyarakat tersebut relatif akan mudah mengalami disintegrasi karena hilangnya tokoh
pemimpin yang memerankan diri sebagai referensi sosial yang berperan sebagai manusia
model. Maka untuk memperkuat wibawa seorang pemimpin sosial, maka ia tidak cukup
hanya melengkapi dirinya dengan alasan-alasan pragmatis akan tetapi juga dengan
simbol-simbol kekuasaan magis pada masa lalu. Clifford Geertz menggambarkan
terdapat kesamaan antara Alla Alfasi pemimpin Maroko dan Sukarno pemimpin
Indonesia yang sama-sama melengkapi identitas dirinya dengan tokoh legendaris masa
lalu guna memperkuat legitimasi kekuasaannya. Sukarno misalnya selain mengaitkan
perwatakan pribadinya yang lahir pada bulan Juni yang dalam dunia perbintangan
disebut Gemini. Hal ini dipandang merupakan konsekuensi dari kemampuan untuk
melakukan kontrol sosial yang perlu dibangun.

Kelas elite karena kemampuannya mengontrol kekuatan ekonomi juga politik


pada akhirnya juga mengontrol kekuasaan keagamaan, karena dengan keagamaanlah ia
memperoleh kekuatan legalitas. Sebutan pamungka huta atau parbonabulu ada- lah
julukan kepada kelompok elite awal yang merintis wilayah pemukiman pada masyarakat
Batak, sehingga mereka sebagai pemegang privelese terhadap sumber daya di
sekitarnya. Dan, kemudian fungsi mereka melebar kepada kekuasaan keagama- an,
karena mereka memiliki hak sebagai penafsir berbagai keja dian mikrokosmos dalam
kaitannya dengan makrokosmos.

Dalam pendekatan struktural-fungsional selalu ditemukan sistem nilai yang


menjadi kesepakatan bersama (collective cons ciousness). Setiap orang yang menjadi

5
anggota masyarakat terse but berupaya mempolakan perilaku sesuai dengan kaidah
sosial yang telah menjadi kesepakatan bersama tanpa perlu memperta nyakan (self
enforcing). Dalam kaitan inilah suatu sistem sosial berfungsi integratif yang meliputi
believe system, system of exp- ressive symbolism, dan system of value orientation
standards. Kesamaan sikap dan ide dalam merespons orang lain dalam sua- tu sistem
sosial disebut W. 1. Thomas dengan common definition of the situation, yaitu definisi
bersama oleh sistem sosial tentang situasi tertentu. Bila kaidah agama kemudian menjadi
sistem ni- lai, maka persoalan yang perlu didiskusikan berikutnya, apakah agama sebagai
sistem nilai dapat berubah menjadi sistem sosi- al untuk menggantikan sistem atau
ideologi nonagama, seperti kapitalisme, Marxisme, dan sosialisme. Pandangan tentang
hal ini dapat muncul paling tidak dalam dua bentuk. Pertama, pen- dapat yang
menyatakan bahwa agama dapat berfungsi sebagai sistem sosial karena agama
menjadikan sistem nilai tergantung kepadanya. Konsekuensi dari pandangan ini adalah
bahwa aga- ma menyatu dalam sistem dan urusan penyelenggaraan negara. Apabila
agama menyatu dengan negara maka negara yang bersangkutan memilih tipe ekklesia
bukan denominasi sebagai or- ganisasi keagamaannya. Perbedaan ekklesia dengan
denominasi yaitu bahwa ekklesia adalah adanya yang disebut agama resmi atau agama
negara sebagaimana yang berlaku di Gereja Katolik Roma dan Gereja Ortodoks Rusia
pada abad ke-19.5 Atau Iran yang menyebut dirinya dengan Republik Islam Iran yang
diben- tuk pada 1990 melalui revolusi Islam.

Pandangan lainnya, agama tidak bisa menggantikan sistem sosial yang ada
karena agama adalah sistem nilai yang bersifat normatif dan karena itu agama tidak
memiliki panduan praktis dalam pengelolaan suatu masyarakat. Agama berurusan
dengan pedoman hidup untuk menuju kepada kebahagiaan dunia dan akhirat. Agama
tidak memiliki konsep tentang pengaturan kehi- dupan kecuali menjelaskan tentang
nilai-nilai sebagai landasan yang mengatur kehidupan itu.

B. Agama Sebagai Pembentuk Perilaku Ekonomi

Hubungan agama dengan ekonomi bukanlah hubungan kualitas melalaikan


hubungan timbal balik. Hubungan agama dari ekonomi memang sangat erat sekali pada
agama karena terdapat landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik agama tempat
mengantisipasi terjadinya kecurangan di dalam ekonomi yang sangat banyak sekali saat
ternyata di dunia yang nyata.

Agama harus menjadi alasan yang kuat bagi ekonomi maka dari itu ajaran agama
6
tersebut menganjurkan agar selalu bekerja keras tahan cobaan dan hidup hemat, dan juga
selalu berusaha tiada henti dan putus asa dan ekonomi dapat dicangkok oleh agama,
sebab ia merupakan salah satu bentuk perilaku kehidupan manusia sebagai kebutuhan
karena itu ekonomi tidak mungkin dapat dipisahkan dari yang digali dari Alquran dan
hadis Nabi Muhammad Saw.

Agama dapat membentuk manusia yang ekonomi yang produktif dan ekonomis
dalam pemanfaatan uang maupun sumber daya lainnya. Melalui keluarga dapat dibentuk
sikap yang diperlukan agar anak selalu mereka dewasa dan menjadi kepala keluarga
memiliki ekonomi yang efektif dan efisien.

Dalam sistem ini, ajaran agama merupakan sumber nilai utama apalagi bagi umat
Islam Alquran dan Sunnah merupakan pedoman dan petunjuk bagi semua pelaku
ekonomi dalam berpikir dan bertindak. Semua pihak baik produsen distributor
konsumen serta pemerintah harus tunduk dan patuh kepada nilai dan norma yang telah
ditentukan oleh agama dalam usaha mencari nafkah itu kita harus Memegang teguh
norma-norma moral yang tinggi kaum muslimin tidak boleh mencuri, menipu, memaksa
secara kasar atau halus menyalahgunakan amanah dan lain-lain sebagainya untuk
memperoleh keuntungan. Untuk itu dalam mencari nafkah seseorang harus
memperhatikan hal-hal atau tidak halalnya sumber pendapatan atau mata pencaharian
nya.

Sumber-sumber mata pencaharian yang halal ada tiga macam yaitu

1. Pertama, usaha dan kerja sendiri dengan cara yang direstui Allah Subhanahu Wa
Ta'ala

2. Kedua, dagang yaitu pertukaran barang atau jasa yang harus dilakukan berdasarkan
Suka Sama Suka, tidak boleh ada di dalamnya unsur jurang atau paksaan kegiatan
itu harus bersih dari unsur-unsur curang atau batil dan paksaan atau riba juga
spekulasi yang bersifat judi Terlarang

3. Ketiga, pemberian yang diberikan dengan sukarela tetapi kita harus tahu bahwa
menurut ajaran Islam tangan di atas adalah lebih baik daripada tangan di bawah.

Maka dari itu kita disuruh mencari nafkah yang tujuan atau motivasinya bukan
memuaskan dan menurutkan hawa nafsu yang mencari kekayaan sebesar-besarnya tetapi
berbuat baik sebanyak-banyaknya tanpa melupakan diri sendiri tetapi juga tanpa melalui

7
batas.

C. Agama, kapitalisme, wetermisme dan globalisasi dalam perilaku ekonomi

Dalam konteks agama, prinsip ekonomi ini tidak bertentangan satu sama lain,
selagi itu bisa mendatangkan kebaikan bagi masyarakatnya, dan juga memenuhi apa
yang menjadi batas batas ajaran agama. Bahwa dalam ajaran islam, perintah untuk
mencari nafkah dan mengumpulkan harta sebanyak banyaknya itu tidak dilarang.
Namun semua itu juga tidak terlepas dari ajaran untuk senantiasa mengingat hal hal yang
bersifat akhirat ataupun duniawi. Jadi, manusia selain melaksanakan kehidupan yang
bersifat akhirat, juga tidak boleh untuk melupakan urusan keduniawian, termasuk dalam
hal ekonomi. Selain dari itu, dalam islam diajarkan bahwa saat kita lelah memiliki harta
berlebih, kita dianjurkan untuk mensucikan harta itu, yakni dengan cara bersadaqah
dengan sesama, sebagai wujud cinta kasih kita pada mereka yang kekurangan.

Bahwasanya seringkali terjadi dalam kehidupan sehari hari kita, banyak orang
miskin yang tidak memiliki sepersepun harta yang bisa digunakannya untuk memenuhi
kebutuhannya, ia akan melakukan sebuah tindakan yang criminal yang itu bertentangan
dengan ajaran agama yang selalu mengajak kepada kebaikan. Sehingga bagi mereka atau
kita yang memiliki harta lebih untuk senantiasa meringankan beban mereka yang
kekurangan, demi mencegah hal hal negative yang bisa terjadi akibat permasalahan
ekonomi. Dalam kehidupan beragama, manusia harus senantiasa berbuat baik kepada
orang lain. Kebahagiaan dan kesuksesan tidak untuk dirasakan dan dinikmati sendiri,
akan lebih baik jika orang orang disekitar kita pun turut merasakannya.

Westernisasi adalah proses masuknya budaya barat dan diadopsi olch masyarakat
tanpa disating terlebih dahulu. Westernisasi telah menyebabkan terciptanya model dunia
global dari perspektif Barat. Westernisasi juga bermanfaat dalam mengglobalisasi
ekonomi dan menciptakan cara yang lebih efisien untuk memproduksi barang dan jasa
Westernisasi juga menjadi permulaan pembangunan ekonomi jangka panjang di tingkat
lokal. Pengaruh westernisasi mungkin lebih terasa pada tatanan sosial dalam sebuah
masyarakat, tetapi karena bisnis atau kegiatan ekonomi pada umumnya merupakan
bagian dari tatanan tersebut, tak sedikit pula pengaruh yang diberikan westernisasi
terhadap proses operasional suatu bisnis.

Kapitalisme adalah ideologi yang didasarkan pada nilai-nilai kapital atau


permodalan. Karl Marx mengungkapkan bahwa kapitalisme adalah sistem ckonomi

8
yang bebas, yaitu bebas dari pembatasan oleh penguasa dan bebas dari pembatasan
produksi. Hal serupa dikatakan oleh Ayn Rand bahwa kapitalisme adalah suatu sistem
sosial yang berbasiskan pada pengakuan atas hak-hak individu, termasuk hak milik di
mana semua pemilikan adalah milik privat. Kapitalisme dapat dilihat dari lembaga dan
mekanismenya, yaitu ekonomi pasar, adanya hak pemilikan, adanya usaha swasta,
persaingan bebas, dan adanya kebebasan Mengutip Kapitalisme: Sebuah Pengantar
Singkat, perkembangan kapitalisme berasal dari struktur politik multi-bangsa yang ada
di Eropa. Kapitalisme berasal dari kata dasar "kapital" yang berarti modal.

Dasar pemikiran sistem kapitalis berasal dari Adam Simth yang menurutnya
kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, yang bertindak
sebagai tenaga pendorong yang membimbing mamusia mengerjakan apasaja asal
masyarakat mau membayar. Dalam sistem ekonomi kapitalis manusia berusaha mencari
keuntungan sebanyak-banyaknya dan menghindari kerugian. Kapitalis sangat erat
dengan hubungannya dengan pengejaran kepentingan individu. Kapitalis juga disebut
dengan sistem persaingan bebas, Siapa yang mampu memiliki dan mampu menggunakan
kekuatan modal secara efektif dan efisien akan dapat memenangkan pertarungan dalam
bisnis. Paham yang mengagungkan kekuatan modal sebagai syarat memenangkan
pertarungan ekonomi disebut sebagai kapitalisme. "

Sistem ekonomi kapitalis di pengaruhi semangat mendapatkan keuntungan


semaksimal mungkin dengan sumber daya yang terbatas. Prinsip dasar sistem ekonomi
kapitalis dintaranya adalah, kebebasan memiliki harta secara perseorangan, kebebasan
ekonomi dan persaingan bebas dan ketimpangan ekonomi. Sedangkan kebaikan sistem
ekonomi kapitalis diantaranya adalah kebebasan, meningkatkan produksi dan profit
motif Sedangkan kecenderungan kelemahan sistem kapitalis adalah tidak merata tidak
selaras, maksimal profit. krisis modal, materialis dan mengesampingkan kesejahteraan.

Globalisasi sebagai proses masuknya ke ruang lingkup dunia. Dalam bahasa


yang lebih singkat, serapan dari kosakata Bahasa Inggris globalization ini dapat pula
diartikan sebagai mendunia. Globalisasi memiliki ciri khas, yaitu, adanya perubahan
dalam bentuk perkembangan dan kemajuan teknologi, munculnya ketergantungan antar
negara terkait produksi ekonomi dan pasar, masalah bersama negara-negara di dunia
meningkat, serta terjadinya pertukaran budaya dan interaksi antarwarga dunia.
Globalisasi saat ini telah terjadi di semua bidang kehidupan, ekonomi salah satunya,
sehingga muncullah konsep globalisasi ckonomi. Sektor ekonomi memang merupakan
9
bidang yang mudah dan cepat diterpa arus globalisasi. Hal ini karena kebutuhan
perekonomian di seluruh dunia yang cenderung sama dan seragam. Globalisasi di sektor
ekonomi kekinian muncul karena cepatnya perkembangan informasi pada semua
aktivitas yang bersifat produksi, pemasaran, serta sains dan teknologi.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, globalisasi ekonomi menempatkan dunia


menjadi suatu kesatuan, tujuannya adalah untuk membangun sebuah kawasan
perniagaan yang luas dan melewati batasan negara. Globalisasi ekonomi juga berkaitan
crat dengan fenomena perdagangan bebas yang berupaya menghapus beragam hambatan
pada proses perdagangan di kancah internasional. Serangkaian hambatan itu biasanya
disebabkan oleh tarif ekspor dan atau impor yang terlampau tinggi sehingga
menyebabkan harga barang tak lagi bersaing dengan sehat. Hambatan lainnya dapat pula
berwujud politik dalam perdagangan yang dianut olch suatu negara. Tujuan politik
tersebut tak lain tak bukan adalah untuk melakukan proteksi terhadap proses produksi di
dalam negara itu. Berdasarkan teori, perdagangan bebas menolak beragam hambatan
tersebut.

D. Agama, ancaman, atau daya ungkit bagi ekonomi

Ancaman Agama bagi Ekonomi

Salah satu aspek yang harus kita perhatikan adalah fundamentalisme agama dan konflik
sosial. Ketika agama diperankan secara ekstrem, fundamentalisme agama dapat
menyebabkan konflik sosial yang berdampak buruk pada stabilitas ekonomi suatu
negara. Konflik antara kelompok-kelompok agama yang berbeda dapat menghambat
investasi asing, merusak infrastruktur, dan mengganggu aktivitas ekonomi secara
keseluruhan. Selain itu, beberapa agama juga memiliki larangan terhadap praktik
keuangan tertentu, seperti bunga dalam sistem keuangan konvensional. Hal ini dapat
membatasi pertumbuhan dan inovasi ekonomi, serta menghambat akses ke lembaga
keuangan bagi sebagian masyarakat. Diskriminasi ekonomi berdasarkan agama juga
merupakan ancaman bagi pertumbuhan ekonomi. Kelompok agama tertentu mungkin
mengalami perlakuan yang tidak adil dalam hal akses ke pekerjaan, pendidikan, atau
peluang ekonomi lainnya. Ini dapat menghambat kemajuan ekonomi masyarakat secara
keseluruhan. Ancaman Agama bagi Ekonomi:

1. Konflik Sosial: Ketika agama dieksploitasi secara ekstrem atau digunakan


sebagai alat politik, konflik sosial yang berbasis agama dapat muncul. Konflik

10
ini dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu negara atau wilayah. Konflik
antara kelompok agama yang berbeda dapat menghambat investasi asing dan
merusak infrastruktur, yang pada gilirannya akan menghambat pertumbuhan
ekonomi. Selain itu, konflik sosial juga dapat mengganggu aktivitas bisnis dan
perdagangan, mengurangi kepercayaan investor, dan meningkatkan risiko bisnis.

2. Restriksi Agama: Beberapa agama memiliki aturan dan larangan tertentu terkait
praktik keuangan, seperti bunga dalam sistem keuangan konvensional. Misalnya,
dalam Islam, riba (bunga) dianggap haram. Restriksi semacam ini dapat
membatasi pertumbuhan dan inovasi ekonomi. Misalnya, larangan terhadap
bunga dapat menghambat perkembangan industri perbankan dan keuangan
konvensional di suatu negara. Selain itu, akses ke lembaga keuangan dan
pembiayaan juga dapat menjadi terbatas bagi individu atau kelompok yang
mematuhi prinsip-prinsip agama tertentu.

3. Diskriminasi Ekonomi: Diskriminasi ekonomi berdasarkan agama dapat menjadi


ancaman bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Kelompok agama tertentu
mungkin mengalami perlakuan yang tidak adil dalam hal akses ke pekerjaan,
pendidikan, peluang usaha, atau pembiayaan. Diskriminasi semacam ini dapat
menghambat perkembangan individu dan kelompok tersebut serta menyebabkan
ketidakstabilan sosial dan ekonomi. Dalam kasus yang ekstrem, diskriminasi
agama juga dapat memicu konflik dan kerusuhan sosial yang merugikan
perekonomian.

Daya Ungkit Agama bagi Ekonomi:

Di sisi lain, agama juga dapat menjadi daya ungkit bagi ekonomi dalam beberapa
cara. Etika kerja yang ditekankan dalam agama seringkali mendorong kedisiplinan,
tanggung jawab, dan dedikasi. Etika kerja ini dapat mendorong produktivitas yang tinggi
dalam berusaha, sehingga berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
agama juga membentuk institusi ekonomi alternatif, seperti koperasi berbasis agama dan
bank syariah. Institusi-institusi ini menawarkan model ekonomi yang adil dan inklusif,
dengan prinsip-prinsip yang berlandaskan keadilan, transparansi, dan keberlanjutan.
Agama juga mendorong tanggung jawab sosial perusahaan. Nilai-nilai agama dapat
mempengaruhi perilaku bisnis, seperti penggunaan praktik bisnis yang bertanggung
jawab secara sosial dan lingkungan, serta kontribusi terhadap masyarakat melalui
program-program sosial dan kemanusiaan. Selain itu, agama juga memiliki program-
11
program zakat dan sedekah yang mendorong umatnya untuk memberikan kontribusi
dalam bentuk sumbangan kepada mereka yang membutuhkan. Program-program ini
dapat memberikan kontribusi signifikan dalam pengentasan kemiskinan, pemberdayaan
ekonomi, dan redistribusi kekayaan yang lebih merata. Daya Ungkit Agama bagi
Ekonomi:

1. Etika Kerja: Agama seringkali mendorong etika kerja yang kuat. Nilai-nilai
seperti disiplin, tanggung jawab, kejujuran, dan dedikasi yang ditekankan dalam
agama dapat mempengaruhi perilaku kerja dan produktivitas. Etika kerja yang
kuat ini dapat mendorong kinerja yang tinggi, inovasi, dan pertumbuhan
ekonomi. Contohnya, konsep "Protestanisme Etika" yang dijelaskan oleh Max
Weber mengaitkan perkembangan kapitalisme modern dengan pengaruh nilai-
nilai Protestan.

2. Institusi Ekonomi Alternatif: Agama sering memunculkan institusi ekonomi


alternatif, seperti koperasi berbasis agama dan bank syariah. Institusi-institusi ini
menawarkan model ekonomi yang adil dan berlandaskan prinsip-prinsip agama.
Koperasi berbasis agama, misalnya, dapat mendorong kolaborasi dan persatuan
antara anggotanya serta memberikan akses ke sumber daya ekonomi yang
sebelumnya tidak tersedia. Bank syariah, di sisi lain, mengikuti prinsip-prinsip
keuangan Islam yang melarang riba dan melibatkan pembagian risiko dan
keuntungan yang lebih adil.

3. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan: Agama dapat mempengaruhi perilaku dan


tanggung jawab sosial perusahaan. Beberapa agama mendorong perusahaan
untuk beroperasi secara etis, bertanggung jawab secara sosial, dan menjalankan
praktik bisnis yang berkelanjutan. Perusahaan dapat mengadopsi kebijakan
lingkungan yang bertanggung jawab, memperhatikan hak asasi manusia, dan
berkontribusi pada pembangunan masyarakat melalui program-program sosial
dan kemanusiaan. Tanggung jawab sosial perusahaan yang berbasis agama dapat
meningkatkan citra perusahaan, memperkuat hubungan dengan pemangku
kepentingan, dan menciptakan dampak positif bagi maat ini.

12
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Hubungan agama dengan ekonomi bukanlah hubungan kuasalitas melainkan


hubungan timbal balik. Hubungan agama dan ekonomi memang sangat erat sekali pada
agma karena terdapat landasan untuk melakukan ekonomi dengan baik. Agama dapat
membentuk manusia yang ekonomi(homo ekonomycus) yang produktif dan ekonomis
dalam memanfaatkan uang maupun sumber daya lainnya. Melalui keluarga yang dapat
dibentuk sikap yang diperlukan agar anak kelas setelah mereka dewasa dan menjadi
kepala keluarga memmiliki ekonomi yang efektif dan efesien.

Semua pihak baik produsen, distributor, konsumen, serta pemerintah harus


tunduk dan patuh kepada nilai dan norma yang telah ditentukan oleh agama dalam usaha
mencari nafkah itu kita harus memperhatikan dan memegang teguh norma norma moral
yang tinggi. Kaum muslimin tidak boleh mencuri, menipu, memaksa secara kasar atau
halus, menyalahgunakan amanah dan lain lain sebagainya untuk memperoleh
keuntungan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Thomas F.O’Dea, sosiologi Agama terj. Yasogama, jakarta : Rajawali, 1992, hal.
2185Soerjono soekanto, sosiologi suatu pengantar (Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2007) hlm. 190

Dadang Kahmad, sosiologi agama, bandung : remaja rosdakarya, 2002. Hal. 54

Erwin febrian safra, kapitalisme ekonomi syariah, lihat www.eramuslim.com‘

Gita danupranata, ekonomi islam, (jogjakarta: UPFE-UMY, 2006), hlm. 6.

Adiwarman karim, ekonomi islam suatu kajian kontemporer, (jakarta: GIP, 2001), hlm.
46.

Smith, A. (2003). Kekayaan Bangsa-Bangsa. Random House LLC.

New York: Random House LLC. 2. Weber, M. (2002). Etika Protestan dan Semangat
Kapitalisme. Routledge.

Iversen, T., & Soskice, D. (2019). Demokrasi dan Kemakmuran: Menemukan Kembali
Kapitalisme melalui Abad yang Bergejolak. Princeton University Press.

Anwar, K. (2018). Agama dan Pembangunan Ekonomi: Mengeksplorasi Keterkaitan.


Palgrave Macmillan.

14

Anda mungkin juga menyukai