Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

SISTEM EKONOMI BERBASIS KETUHANAN

DISUSUN OLEH :

ARYA ADINATHA (223200029)

DWI ANANDA (223200022)

DEVIYANI (223200031)

PRODI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PAREPARE

2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas berkat rahmat dan
hidayahnya, kami menghadirkan makalah ini yang berjudul "Sistem Ekonomi
Berbasis Ketuhanan". Makalah ini adalah hasil refleksi mendalam atas peran dan
relevansi nilai-nilai ketuhanan dalam konteks ekonomi yang terus berubah dan
berkembang.

Di tengah arus globalisasi dan dinamika ekonomi yang kompleks, penting


bagi kita untuk mengingat bahwa prinsip-prinsip ketuhanan dapat menjadi pijakan
yang kokoh dalam merumuskan sistem ekonomi yang adil dan berkelanjutan.
Ketuhanan sebagai sumber nilai moral dan etis telah memberikan landasan bagi
banyak sistem kepercayaan dan budaya di seluruh dunia.

Dalam makalah ini, kami akan mengeksplorasi konsep-konsep kunci yang


mendasari sistem ekonomi berbasis ketuhanan, serta implikasi praktisnya dalam
kehidupan sehari-hari. Kami juga akan membahas bagaimana prinsip-prinsip
ketuhanan dapat mengarah pada pemberdayaan masyarakat, pembangunan ekonomi
yang inklusif, dan pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Kami menyadari bahwa topik ini melibatkan beragam sudut pandang dan
interpretasi. Oleh karena itu, makalah ini diharapkan dapat menjadi kontribusi yang
berharga dalam menyemarakkan dialog dan diskusi mengenai peran ketuhanan dalam
konteks ekonomi modern.

Kami berharap makalah ini dapat memberikan wawasan yang bermanfaat bagi
pembaca dan menginspirasi untuk terus menjaga keselarasan antara nilai-nilai
ketuhanan dan dinamika ekonomi global.

Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan dukungan dan bimbingan dalam penulisan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat menjadi sumber inspirasi bagi mereka yang tertarik dalam
memperdalam pemahaman tentang hubungan antara ketuhanan dan sistem ekonomi.

Parepare, 20 Maret 2024

i
Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................3

C. Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................4

A. Konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan dapat diintegrasikan ke dalam sistem


ekonomi yang ada...............................................................................................6

B. Implikasi penerapan sistem ekonomi berbasis ketuhanan terhadap distribusi


kekayaan dan kesenjangan sosial.....................................................................10

C. Sistem Ekonomi Berbasis Ketuhanan Dapat Mempromosikan Keberlanjutan


Lingkungan Dan Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif.................................12

BAB III PENUTUP.....................................................................................................15

A. Kesimpulan.......................................................................................................15

B. Saran.................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Problematika yang sering dihadapi umat manusia dewasa ini adalah
munculnya perspektif yang memposisikan aspek material yang bebas dari dimensi
nilai pada posisi yang dominan. Pandangan hidup yang berpijak pada ideologi
materialisme inilah yang kemudian mendorong perilaku manusia menjadi pelaku
ekonomi yang hedonistik dan sekularistik serta materialistik. Sementara itu sistem
ekonomi yang eksis, baik kapitalis maupun sosialis, ternyata berdampak pada way of
life manusia yang membawa malapetaka bahkan bencana serius pada kehidupan
sosial masyarakat semisal eksploitasi dan perusakan lingkungan hidup, kesenjangan
pendapatan, patologi sosial, serta timbulnya revolusi sosial anarkhis yang
menghawatirkan.1

Islam merupakan agama yang universal dan komperhensif. Universal


bermakna bahwa Islam diperuntukkan bagi seluruh umat manusia di muka bumi dan
dapat diterapkan dalam setiap ruang dan waktu sampai akhir zaman. Komprehensif
berarti bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna (kâffah).
Kesempurnaan ajaran Islam dikarenakan Islam mengatur seluruh sendi kehidupan
manusia, tidak saja aspek ibadah ritual semata, tetapi juga aspek mu’amalah yang
meliputi sosial, politik, budaya, hukum, ekonomi, dan sebagainya. 2 Islam menurut
Nurul Huda bukan sekedar menawarkan pedoman-pedoman moral teoritis guna
membangun sistem ekonomi, namun juga mengemukakan suatu metodologi yang
layak untuk menerapkan pedoman-pedoman dengan keabsahan cara dan juga
legitimasi tujuan dengan landasan atas pertimbangan etika yang jelas dan dapat
bemakna dalam keseluruhan kerangka tatanan sosial, dengan pendekatan terhadap

1
sistem ekonomi ini sangat relevan dan amat mendesak untuk di alamatkan pada
syari’ah dengan sistem ekonomi Islam.3 Filsafat ekonomi menurut Yusuf Qardhawi
merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang dibangun.Berdasarkan filsafat
ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan yang hendak dicapai4. Misalnya
tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi, distribusi, pembangunan ekonomi,
kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan sebagainya. Filsafat ekonomi syariah
didasarkan pada tiga konsep dasar yakni filsafat Tuhan, manusia (kosmis) dan alam
(kosmos). Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia dengan Tuhan,
manusia dengan alam dan manusia dengan manusia lainnya. Dimensi filsafat
ekonomi Islam inilah yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi
lainnya5.

Manusia dapat berhubungan langsung dengan Allah. Ekonomi Islam adalah


ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan
akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah 6.
Pemikiran adalah sebuah proses kemanusiaan, namun ajaran Al Qur’an dan sunnah
bukanlah pemikiran manusia. Yang menjadi objek kajian dalam pemikiran ekonomi
Islam bukanlah ajaran Al-Qur’an dan sunnah tentang ekonomi tetapi pemikiran para
ilmuwan Islamtentang ekonomi dalam sejarah atau bagaimana mereka memahami
ajaran Al-Qur’an dan Sunnah tentang ekonomi7.

Masyarakat semakin menyadari bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan sejati


tidak selalu dapat ditemukan melalui akumulasi materi. Ada kebutuhan yang
mendesak untuk mengintegrasikan dimensi spiritual dan nilai-nilai keagamaan dalam
pemahaman tentang keberhasilan ekonomi dan tujuan hidup manusia. Dalam konteks
3

5
6

2
krisis moral, sosial, dan ekologis ini, nilai-nilai ketuhanan menawarkan pandangan
yang berbeda tentang sifat dan tujuan ekonomi. Nilai-nilai seperti keadilan,
kepedulian, kebersamaan, dan keberlanjutan menjadi landasan bagi pembangunan
sistem ekonomi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Dengan mempertimbangkan latar belakang ini, perumusan sistem ekonomi


berbasis ketuhanan menjadi penting sebagai upaya untuk mengatasi tantangan-
tantangan kompleks yang dihadapi oleh masyarakat modern. Integrasi nilai-nilai
ketuhanan dalam paradigma ekonomi dapat membantu menciptakan masyarakat yang
lebih adil, harmonis, dan berkelanjutan secara ekonomis, sosial, dan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan dapat diintegrasikan ke dalam
sistem ekonomi yang ada?

2. Apa implikasi dari penerapan sistem ekonomi berbasis ketuhanan terhadap


distribusi kekayaan dan kesenjangan sosial?

3. Bagaimana sistem ekonomi berbasis ketuhanan dapat mempromosikan


keberlanjutan lingkungan dan pembangunan ekonomi yang inklusif?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan dapat diintegrasikan
ke dalam sistem ekonomi yang ada.

2. Untuk mengetahui implikasi dari penerapan sistem ekonomi berbasis


ketuhanan terhadap distribusi kekayaan dan kesenjangan sosial.

3. Untuk mengetahui sistem ekonomi berbasis ketuhanan dapat mempromosikan


keberlanjutan lingkungan dan pembangunan ekonomi yang inklusif.

3
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Bonnie Soeherman dan Marion Pinontoan sistem merupakan
serangkaian komponen-konponen yang saling berinteraksi dan bekerjasama untuk
mencapai tujuan tertentu8. Sedangkan menurut Jogiyanto sistem adalah kumpulan
dari elemen-elemen yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan- tujuan9. Sistem
merupakan suatu kesatuan yang dijadikan landasan untuk melakukan sesuatu. Sistem
seringkali juga disebut cara melakukan sesuatu. Sistem pula yang membedakan apa
yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Sedangkan ekonomi Islam adalah
ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang di ilhami
oleh nilai-nilai Islam10. Jadi sistem ekonomi Islam merupakan ilmu ekonomi yang
dilaksanakan dalam praktek (penerapan ilmu ekonomi) sehari-harinya bagi individu,
keluarga, kelompok masyarakat, maupun pemerintah/penguasa dalam rangka
mengorganisasi faktor produksi, distribusi, dan pemanfaatan barang dan jasa yang
dihasilkan tunduk dalam peraturan/perundang- undangan Islam (sunnatullah).

Ekonomi Islam sebagaimana sudah kami jelaskan berbeda dibandingkan


dengan system ekonomi manapun. Dia memiliki beberapa keunikan yaitu
ekonomi ilahiah, ekonomi kemanusian, ekonomi akhlakPertama, Ekonomi Islam
adalah ekonomi Ilahiyah karena titik tolaknya adalah dari Allah, tujuannya
adalah mencari ridha Allah, serta cara-caranya tidak bertentangan dengan
syari’at-Nya. Maka kegiatan ekonomi yang meliputi produksi, konsumsi, penukaran
dan distribusi terikat dengan prinsip ilahiah dan pada tujuan ilahi. Oleh karena itu
ketika seorang muslim berproduksi maka pada hakekatnya dia memenuhi perintah
Allah, sebagaimana Allah firmankan:

Dialah yang menjadikan bumi ini mudah bagi kalian, maka berjalanlah di
segala penjurunya, dan makanlah dari sebagian rezeki-Nya. Dan hanya
kepada-Nyalah kalian kembali setelah dibangkitkan(QS. Al Mulk : 1-5).

Karena itu seorang muslim ketika ia menanam, ketika ia bekerja ataupun


berdagang, maka ia pada hakekatnya dengan semua amalnya tersebut
bertujuan beribadah kepada Allah. Dan ketika ia tengah mengkonsumi
8

10

4
maupun memakan sebaik-baik rezeki maka pada dasarnya dia juga sedang
menjalankan perintah Allah11. Dalam ini kita temukan penjelasannya dalam
firman-Nya :

Wahai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di
bumi... ( QS. Al Baqarah : 168)

Oleh karena itu ketika seorang muslim menikmati berbagai kenikmatan tersebut maka
ia menikmatinya dalam batas kewajaran dan kesahajaan sebagai bukti
ketundukkannya kepada perintah Allah12. Dalam hal ini Allah berfirman :

Wahai anak Adam..! Pakailah pakaian yang indah setiap kalian memasuki
masjid, dan makan serta minumlah tetapi janganlah berlebih-lebihan.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.
Katakanlah : Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah
dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan siapa pulakah yang
mengharamkan rezeki yang baik.(QS. Al A’raf : 31-32).

Juga firman-Nya :

“Dan janganlah kalian menjadikan tangan kalian terbelenggu pada leher


kalian dan janganlah kalian terlalu menjulurkannya, karena itu kalian
menjadi tercela dan menyesal.” (QS. Al Isra : 29)

Dan ketika mengkonsumsi dan menikmati berbagai harta yang baik, ia


menyadari itu semua merupakan rezeki dari Allah dan nikmat dari-Nya yang wajib
disyukuri13. Hal itu tergambar dengan jelas ketika Allah menjelaskan keadaan
kaum Saba dalam firman-Nya :

"Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman
mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada
mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan)
Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik
(nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”(QS.
Saba : 15).

11

12

13

5
A. Konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan dapat diintegrasikan ke dalam sistem
ekonomi yang ada
Implikasi dari filsafat dan keyakinan di atas tentu akan melahirkan sejumlah
nilai dasar yang akan mempengaruhi bentuk dan substansi dari organisasi pemilikan
dan tingkah laku dari para pelaku ekonomi itu sendiri. Ada beberapa nilai dasar yang
dapat diturunkan dari keyakinan dan pandangan filosofis di atas. Pertama, nilai dasar
kepemilikan. Konsep kepemilikan dalam Islam tidak sama dengan konsep
kepemilikan dalam faham liberalisme seperti yang dikemukakan John Lock. Bagi
John Lock, setiap manusia adalah tuan serta penguasa penuh atas kepribadiannya,
atas tubuhnya, dan atas tenaga kerja yang berasal dari tubuhnya 14. Ini berarti
kepemilikan yang ada pada seseorang adalah bersifat absolut. Oleh karena itu, untuk
apa dan bagaimana dia menggunakan hartanya sepenuhnya adalah tergantung kepada
dirinya. Ini tidak disetujui oleh Karl Marx. Pandangan tersebut, menurut dia, sangat
berbahaya karena akan membawa kepada kehidupan yang eksploitatif dan penuh
konflik. Untuk itu, agar tercipta suatu kehidupan yang baik (tidak ada konflik antar
kelas) kata Marx, kepemilikan individual terutama kepemilikan terhadap alat-alat
produksi harus dihapus karena inilah yang menjadi biang dan membuat kaum proletar
atau buruh menderita selama ini.Berbeda dengan dua pandangan di atas, Islam
mengakui kepemilikan individual. Bahkan di samping itu, Islam juga mengakui akan
adanya kepemilikan oleh masyarakat dan oleh negara. Tetapi kepemilikan tersebut
sifatnya tidaklah absolut, tetapi relatif. Apa artinya? Kepemilikan yang ada pada
seseorang atau masyarakat atau negara tersebut bukanlah sepenuhnya milik dan hasil
usaha mereka, tetapi itu adalah amanat dan kepercayaan dari Tuhan kepada mereka
(Q.s. al-Ra’d [13]: 28, al-Fajr [89]: 16) yang harus dijaga, dipelihara, dan
dipergunakan dengan sebaik-baiknya (Q.s. al-Mâ’idah [5]: 7). Oleh karena itu,
seseorang tidak boleh menghambur-hamburkan hartanya (Q.s. al-Isrâ’ [17]: 26-27)
dan atau mendiamkan hartanya (Q.s. Muhammad [47]: 38). Karena hal itu akan
kehilangan fungsi sosialnya dan akan kehilangan multiplier effect dan maslahat dari
kehadiran hartanya tersebut.

Kedua, nilai dasar kebebasan. Dalam ekonomi kapitalisme, individu diberi


kebebasan yang seluas-luasnya untuk memanfaatkan atau tidak memanfaalkan harta
yang dimilikinya. Juga untuk masuk atau tidak masuk ke dalam pasar baik sebagai
produsen, distributor atau konsumen. Dalam bahasa yang lebih ekstrem tidak ada
yang bisa membatasi kebebasan seorang individu kecuali dirinya sendiri. Hal ini tidak
dapat diterima oleh faham sosialisme-komunisme. Mereka melihat kebebasan yang
14

6
seperti itu akan membawa kepada anarkisme. Oleh karena itu, kebebasan tersebut
harus ditundukkan untuk kepentingan bersama. Di dalam Islam kebebasan manusia
sangat dihormati. Namun, kebebasan tersebut bukanlah tidak ada batasnya. Hal-hal
tersebut direstriksi oleh ahkâm alSyarî‘ah atau hukum-hukum dan ketentuan-
ketentuan agama15. Jika hal itu dilanggar maka menjadi kewajiban bagi negara untuk
ikut campur. Ketiga, nilai dasar keadilan. Keadilan yaitu memberikan setiap hak
kepada para pemiliknya masing-masing tanpa melebihkan dan mengurangi 16.
Persoalannya sekarang, siapakah yang berkompeten untuk menentukan hal tersebut?
Dalam sistem sosialisme dan komunisme, hal itu menjadi otoritas negara, dalam
sistem kapitalisme menjadi otoritas individu. Sedangkan dalam sistem ekonomi
Islam, hal itu menjadi otoritas dan kewenangan Tuhan (Qs. 42; 17). Konsekuensi
konsep ini dalam kehidupan tentu akan menimbulkan perbedaan. Misalnya dalam
sistem sosialisme-komunisme yang menjadikan kebersamaan dan kesamarataan
sebagai nilai utama, maka kebutuhan dijadikan dasar untuk menentukan sesuatu itu
adil atau tidak. mereka berpendapat bahwa suatu masyarakat akan dikatakan adil jika
kebutuhan semua warganya terpenuhi, seperti kebutuhan akan sandang, pangan, (dan)
papan. Jika hal itu tidak terjadi maka berarti telah terjadi praktik kezaliman. Dalam
kapitalisme liberal, konsep keadilan tidaklah didasarkan kepada kebutuhan tetapi
kepada kebebasan itu sendiri. Menurut konsep ini, adilnya suatu perolehan itu
haruslah dibagi menurut usaha-usaha bebas dari individuindividu bersangkutan. Yang
tidak berusaha tidak mempunyai hak pula untukmemperoleh sesuatu. Oleh karena itu,
di dalam teori keadilan liberalis ini, membantu orang yang miskin atau dalam
kesulitan sebagai sesuatu yang sangat tidak etis karena mereka mendapatkan sesuatu
tanpa mengeluarkan air keringat sendiri. Sementara dalam Islam keadilan dilihat dari
sisi kesesuaian dan ketidaksesuaiannya dengan ajaran agama seperti yang telah
digariskan di dalam Al-quran dan Sunah. Oleh karena itu, kepedulian kepada orang
yang miskin dan tertindas dalam Islam akan dilihat sebagai sebuah praktik keadilan
karena hal demikian diperintahkan oleh agama (Q.s. al-Tawbah [9]: 61). Sementara
mengabaikan hal itu merupakan sebuah praktik kezaliman (Q.s. al-Mâ‘ûn [107]:1-3).
Keempat, nilai dasar keseimbangan. Sistem ekonomi kapitalisme lebih
mementingkan individu dari masyarakat sehingga orang merasakan harga diri dan
eksistensinya. Orang diberi kesempatan untuk mengembangkan segala potensi dan
kepribadiannya, akan tetapi pada umumnya, individu tersebut terkenal penyakit
egoistis, materialistis, pragmatis, dan rakus untuk memiliki segala sesuatu. Hal itu

15

16

7
didorong oleh pandangan dan pola hidupnya yang individualistis dan berorientasi
kepada profit motive. Sementara sistem sosialis lebih mementingkan masyarakat dari
individu. Roh sistem ini sangat berprasangka buruk terhadap individu. Oleh karena
itu, pemasungan terhadap naluri ingin memiliki dan menjadi kaya harus dilakukan.
Akibat dari kedua sistem ini terjadilah ketegangan, disharmoni, dan
ketidakseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Dalam
Islam, masalah keseimbangan ini sangat mendapat tekanan dan perhatian. Tidak
hanya keseimbangan antara kepentingan orang perorang dengan kepentingan
bersama, antara kepentingan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani, akal dan rohani,
idealisme dan fakta, tetapi juga keseimbangan dalam modal dan aktivitas, produksi
dan konsumsi serta sirkulasi kekayaan. Oleh karena itu, Islam melarang dan
mencegah terjadinya akumulasi dan sirkulasi kekayaan hanya pada segelintir orang,
seperti terkandung dalam makna surah al-Hasyr [59]: 7) yang artinya supaya harta itu
jangan hanya beredar di antara orangorang kaya saja di antara kamu. Bila terjadi
kesenjangan kepemilikan yang tajam antar individu kaitannya dengan pemenuhan
kebutuhan-kebutuhannya, maka berarti telah terjadi praktik kezaliman. Untuk itu,
negara harus turun melakukan intervensi agar keseimbangan ekenomi di tengah-
tengah masyarakat dapat terwujud kembali. Begitu juga dalam hal pembelanjaan dan
pengeluaran, Islam mendorong umat kepada berperilaku moderat, yaitu tidak isyrâf
(boros) tetapi juga tidak bakhîl (pelit), dalam orientasi pembangunan, kebijakan yang
diambil tidak boleh hanya menekankan kepada pertumbuhan (growth) tetapi juga
kepada pemerataan (equity) agar tercipta keamanan dan ketentraman di tengah-tengah
masyarakat (stability).

Kelima, nilai dasar persaudaraan dan kebersamaan. Dalam paham sosialisme-


komunisme, persaudaraan dan kebersamaan merupakan nilai yang utama dan
pertama. Untuk itu, agar nilai-nilai tersebut tidak rusak dan tidak terganggu maka
kepemilikan individual yang menjadi penyebab terjadinya perselisihan dan
persengketaan harus dihapuskan dan digantikan oleh negara. Negara yang mengatur
produksi, distribusi, dan konsumsi masyarakat sehinga dengan demikian secara
teoretis tidak akan ada kesenjangan sosial ekonomi dan permusuhan. Di dalam paham
kapitalisme liberalisme hal ini tidak terlalu menjadi perhatian. Bagi mereka
persaudaraan akan dapat terjadi seolah-olah secara otomatis di luar maksud para
pelaku ekonomi itu sendiri, karena perekat dari persaudaraan itu bagi mereka adalah
kepentingan. Hal ini berbeda dengan ajaran Islam. Kebersamaan dalam Islam
merupakan indikator dari keberimanan seseorang (Q.s. al-Hujurât [49]: 10). Nilai-
nilai persaudaraan dan kebersamaan ini merupakan konsekuensi logis dari

8
penunjukan manusia sebagai khalifah karena penunjukan tersebut bukan hanya untuk
orang-orang tertentu saja tetapi adalah untuk semua orang (Q.s. al-Baqarah [2]: 30).
Dengan demikian, seluruh manusia secara potensial di mata Allah dan memiliki
status, kedudukan, dan martabat yang sama. Oleh karena itu, perbedaan ras, etnik,
dan bahasa bukanlah menjadi variabel pembeda di mata Tuhan. Yang menjadi
pembeda bagi Allah adalah keimanan dan ketakwaannya (Q.s. al-Hujurât [49]: 13).17

Integrasi konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan ke dalam sistem ekonomi yang


ada merupakan langkah penting untuk memperbaiki ketidakseimbangan yang ada dan
memastikan bahwa kegiatan ekonomi mencerminkan nilai-nilai yang lebih luas
daripada sekadar pencapaian materi. Berikut adalah beberapa cara konsep-konsep
nilai-nilai ketuhanan dapat diintegrasikan ke dalam sistem ekonomi yang ada:

1. : Nilai-nilai ketuhanan sering kali menekankan pentingnya keadilan dan


kesetaraan dalam berbagi sumber daya dan kesempatan. Oleh karena itu,
sistem ekonomi dapat direformasi untuk memastikan distribusi yang lebih adil
dari kekayaan dan manfaat ekonomi, termasuk melalui kebijakan pajak yang
progresif, perlindungan hak-hak pekerja, dan peningkatan akses terhadap
pendidikan dan layanan kesehatan.18

2. Kepedulian Terhadap Sesama: Konsep solidaritas dan kepedulian terhadap


sesama adalah nilai penting dalam ajaran agama dan spiritualitas. Dalam
sistem ekonomi, hal ini dapat diwujudkan melalui pengembangan program-
program sosial yang memperhatikan kebutuhan masyarakat yang kurang
mampu, seperti program bantuan sosial, jaringan pengaman sosial, dan akses
yang lebih baik terhadap layanan dasar.19

3. Keterlibatan Komunitas: Nilai-nilai ketuhanan sering kali menekankan


pentingnya keterlibatan komunitas dalam pengambilan keputusan dan
pembangunan. Sistem ekonomi dapat didesain untuk mempromosikan
partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan dan implementasi kebijakan
ekonomi, termasuk melalui pembentukan koperasi dan organisasi ekonomi
berbasis masyarakat.

17

18

19

9
4. Kepedulian Lingkungan: Agama-agama sering menekankan pentingnya
menjaga alam dan keberlanjutan lingkungan sebagai bagian dari tanggung
jawab manusia kepada Tuhan. Oleh karena itu, sistem ekonomi dapat
dimodifikasi untuk memasukkan pertimbangan lingkungan yang lebih besar,
seperti peningkatan regulasi lingkungan, insentif untuk teknologi ramah
lingkungan, dan promosi gaya hidup berkelanjutan.

5. Etika Bisnis: Nilai-nilai ketuhanan dapat menginspirasi praktik bisnis yang


lebih etis dan bertanggung jawab. Ini termasuk mempromosikan transparansi,
integritas, dan pertanggungjawaban dalam kegiatan bisnis, serta menghindari
praktik-praktik yang merugikan, seperti eksploitasi pekerja atau penggunaan
sumber daya alam secara berlebihan.

Integrasi
konsep-
konsep
nilai-nilai
ketuhanan ke
dalam sistem ekonomi memerlukan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta,
masyarakat sipil, dan lembaga keagamaan. Ini membutuhkan perubahan kebijakan,
praktik bisnis, dan sikap individu dalam memandang peran ekonomi dalam
menciptakan kesejahteraan yang lebih luas bagi masyarakat.

B. Implikasi penerapan sistem ekonomi berbasis ketuhanan terhadap distribusi


kekayaan dan kesenjangan sosial.
Penerapan sistem ekonomi berbasis ketuhanan dapat memiliki beberapa implikasi
yang signifikan terhadap distribusi kekayaan dan kesenjangan sosial:

1. Distribusi Kekayaan yang Lebih Adil: Sistem ekonomi berbasis ketuhanan


cenderung memperhatikan keadilan dalam distribusi kekayaan. Prinsip-prinsip
moral dan etis yang diperjuangkan dalam nilai-nilai ketuhanan dapat
mendorong kebijakan yang mengurangi ketimpangan dalam kepemilikan
kekayaan, misalnya, melalui pajak yang lebih progresif, redistribusi
pendapatan, atau program-program bantuan sosial yang lebih luas.20

Dalam Al – Qur’an Surah Qs. Al-Maidah : 8

20

10
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan
adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum,
membuatmu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

Berdasarkan penjelasan dari tafsir Al-Quran Kementerian Agama (Kemenag),


ayat di atas merupakan salah satu perintah Allah SWT kepada para orang mukmin
supaya hendak melaksanakan segala urusannya dengan cermat, jujur dan juga
ikhlas.

2. Pemberdayaan Masyarakat Marginal: Konsep solidaritas dan kepedulian


terhadap sesama yang ditekankan dalam nilai-nilai ketuhanan dapat
mendorong pemberdayaan masyarakat yang kurang mampu. Dengan adanya
sistem ekonomi yang lebih inklusif, masyarakat yang sebelumnya
terpinggirkan dapat memiliki akses yang lebih besar terhadap kesempatan
ekonomi, pendidikan, layanan kesehatan, dan sumber daya lainnya.

3. Partisipasi Komunitas dalam Pengambilan Keputusan: Implementasi


sistem ekonomi berbasis ketuhanan dapat memperkuat partisipasi masyarakat
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Melalui keterlibatan komunitas
dalam perencanaan dan implementasi kebijakan ekonomi, kepentingan
masyarakat yang lebih luas dapat dipertimbangkan dengan lebih baik,
sehingga mengurangi kesenjangan antara kelompok-kelompok yang
berbeda.21

4. Penguatan Etika Bisnis: Nilai-nilai ketuhanan seperti integritas, kejujuran,


dan pertanggungjawaban sosial dapat mempengaruhi praktik bisnis untuk
menjadi lebih etis dan bertanggung jawab. Dengan demikian, praktik bisnis
yang merugikan seperti eksploitasi pekerja, penyalahgunaan lingkungan, atau
praktik monopoli dapat diminimalkan, sehingga memberikan kontribusi
positif terhadap distribusi kekayaan yang lebih adil.22

5. Keterhubungan Kesejahteraan Individual dengan Kesejahteraan


Bersama: Sistem ekonomi berbasis ketuhanan mungkin lebih menekankan

21

22

11
pada konsep kesejahteraan bersama daripada sekadar akumulasi kekayaan
individual. Hal ini dapat merangsang pembentukan komunitas yang lebih
solidaritas dan kerjasama dalam menciptakan lingkungan yang lebih berdaya,
sehingga mengurangi kesenjangan sosial yang merugikan.23

Penerapan sistem ekonomi berbasis ketuhanan tidak hanya berpotensi untuk


mengurangi kesenjangan sosial dan distribusi kekayaan yang tidak merata, tetapi juga
untuk membangun masyarakat yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan secara
ekonomi dan sosial. Namun, hal ini juga memerlukan komitmen bersama dari
berbagai pihak untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan nilai-
nilai ketuhanan dan menjaga keseimbangan antara kepentingan individu dan
kepentingan bersama.

C. Sistem Ekonomi Berbasis Ketuhanan Dapat Mempromosikan Keberlanjutan


Lingkungan Dan Pembangunan Ekonomi Yang Inklusif
Kesejahteraan menurut Imam al-Ghazali adalah tercapainya kemaslahatan.
Kemaslahatan sendiri merupakan terpeliharanya tujuan syara’ (al-maqa>sid
As-syari>’ah). Manusia tidak dapat merasakan kebahagiaan dan kedamaian
batin melainkan setelah tercapainya kesejahteraan yang sebenarnya dari seluruh
umat manusia di dunia melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan ruhani dan materi.
Untuk mencapai tujuan syara’ agar dapat terealisasinya kemaslahatan, beliau
menjabarkan tentang sumber-sumber kesejahteraan, yakni: terpeliharanya
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta24.

Sistem ekonomi berbasis ketuhanan memiliki potensi besar untuk


mempromosikan keberlanjutan lingkungan dan pembangunan ekonomi yang inklusif
melalui berbagai cara berikut:

1. Pertimbangan Lingkungan dalam Pengambilan Keputusan: Konsep-konsep


nilai-nilai ketuhanan sering kali menekankan pentingnya menjaga alam
sebagai amanah Tuhan. Oleh karena itu, sistem ekonomi berbasis ketuhanan
akan cenderung memasukkan pertimbangan lingkungan yang lebih besar
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Ini bisa tercermin dalam kebijakan
lingkungan yang lebih ketat, insentif untuk praktik ramah lingkungan, dan
pemantauan yang lebih ketat terhadap dampak ekonomi terhadap alam.25

23

24

12
2. Pengembangan Ekonomi Berkelanjutan: Sistem ekonomi berbasis ketuhanan
mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, yang berarti
memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi
mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Hal ini melibatkan
pengembangan model bisnis yang mempertimbangkan aspek lingkungan,
sosial, dan ekonomi secara seimbang, serta investasi jangka panjang dalam
teknologi dan praktik yang berkelanjutan.26

3. Pemberdayaan Komunitas Lokal: Nilai-nilai ketuhanan sering


kalimenekankan pentingnya memelihara hubungan yang baik dengan alam
dan menghargai keberagaman ekosistem. Sistem ekonomi berbasis ketuhanan
dapat mempromosikan pemberdayaan komunitas lokal dalam pengelolaan
sumber daya alam secara berkelanjutan, seperti melalui praktik pertanian
0rganik, ekowisata, atau pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Ekonomi
Islam dianggap mampu untuk menjadi sistem ekonomi alternatif serta dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan ummat dibandingkan dengan
sistem ekonomi dunia yaitu kapitalis dan sosialis yang saat ini terbukti belum
mampu untuk mensejahterakan masyarakat27

4. Keadilan dan Inklusivitas: Sistem ekonomi berbasis ketuhanan mendorong


keadilan dan inklusivitas dalam pembangunan ekonomi. Ini berarti
memastikan bahwa seluruh lapisan masyarakat memiliki akses yang sama
terhadap kesempatan ekonomi, pendidikan, dan layanan kesehatan, serta
mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan28.

5. Pendidikan dan Kesadaran Lingkungan: Konsep-konsep nilai-nilai ketuhanan


sering kali mempromosikan kesadaran akan tanggung jawab kita sebagai
manusia untuk menjaga alam. Oleh karena itu, sistem ekonomi berbasis
ketuhanan dapat menekankan pentingnya pendidikan dan kesadaran
lingkungan dalam membentuk perilaku konsumen, pengusaha, dan pembuat
kebijakan yang lebih ramah lingkungan.29
25

26

27

28

29

13
Melalui integrasi nilai-nilai ketuhanan ke dalam sistem ekonomi, kita dapat
membangun fondasi yang lebih kokoh untuk pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan dan inklusif. Hal ini tidak hanya menguntungkan masyarakat saat ini,
tetapi juga memastikan warisan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.30

30

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan yang telah di jelaskan diatas yaitu
Relevansi Nilai-Nilai Ketuhanan yang dimana Konsep sistem ekonomi berbasis
ketuhanan memberikan relevansi yang signifikan dalam mengatasi tantangan
ekonomi, sosial, dan lingkungan yang dihadapi oleh masyarakat modern. Nilai-nilai
ketuhanan seperti keadilan, kepedulian, keberlanjutan, dan solidaritas dapat menjadi
panduan yang kuat dalam membentuk sistem ekonomi yang lebih adil, inklusif, dan
berkelanjutan.

Integrasi Nilai-Nilai Ketuhanan, integrasi nilai-nilai ketuhanan ke dalam


sistem ekonomi membutuhkan kerjasama antara pemerintah, sektor swasta,
masyarakat sipil, dan lembaga keagamaan. Hal ini memerlukan pembentukan
kebijakan yang sesuai, praktik bisnis yang bertanggung jawab, serta pendidikan dan
kesadaran masyarakat yang lebih baik terhadap nilai-nilai ketuhanan.

Pentingnya Keseimbangan dalam merancang sistem ekonomi berbasis


ketuhanan, penting untuk mencapai keseimbangan antara kepentingan ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Membangun ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan
memerlukan perhatian yang seimbang terhadap kebutuhan manusia, keadilan sosial,
serta pelestarian lingkungan.

B. Saran
Diperlukan kerjasama yang erat antara pemerintah, sektor swasta, masyarakat
sipil, dan lembaga keagamaan untuk menerapkan konsep sistem ekonomi berbasis
ketuhanan secara efektif. Ini membutuhkan dialog terbuka, kolaborasi, dan komitmen
bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Anwar. “Sistem Ekonomi Islam: Suatu Pendekatan Filsafat, Nilai-Nilai Dasar,
Dan Instrumental.” Al-Iqtishad: Journal of Islamic Economics 4, no. 1 (2016).
https://doi.org/10.15408/aiq.v4i1.2542.
Effendi, Syamsul, Universitas Islam, dan Sumatera Utara. “Perbandingan Sistem
Ekonomi Islam Dengan Sistem Ekonomi Sosialis dan Kapitalis.” Jurnal Riset
Akuntansi Multiparadigma 6, no. 2 (2019): 147–58.
Fadilah, Nur. “Konsep Kesejahteraan Sosial dalam Perspektif Ekonomi Islam” 1, no.
1 (2020).
Husni, Indra Sholeh. “Konsep Keadilan Ekonomi Islam Dalam Sistem Ekonomi:
Sebuah Kajian Konsepsional” 6, no. 1 (n.d.): 57–74.
Mentor, Katarina Podlogar. “TRANSFORMASI EKONOMI ISLAM DALAM
SISTEM EKONOMI KERAKYATAN” 6, no. 1 (n.d.).
Nurrohman, Mugni Muhit, Darsono Muhamad Maulana, dan Syarif. “Interkoneksi
Nilai Filsafat Syariah Dan Filsafat Ekonomi Syariah.” Suparyanto dan Rosad
(2015 5, no. 3 (2020): 61–88.
Pekalongan, K H Abdurrahman Wahid. “DAMPAK IMPLEMENTASI ETIKA
BISNIS ISLAM,” 2023.
Rahmiyanti, Desi, dan Siti Achiria. “Implementasi Keadilan dalam Pembangunan
Ekonomi Islam,” no. 2015 (2018): 53–68.
Religiusitas, Pengaruh, Kualitas Layanan, D A N Promosi, Terhadap Minat,
Menabung Di, dan Bank Syariah. “Perbanas journal 0f islamic economics &
business.” Perbanas journal 0f islamic economics & business, 2022, 167–77.
Abd. Shomad, 2010. Hukum Islam, Jakarta: Kencana
Arif Hoetoro, 2007. Missing Link Dalam Sejarah Pemikiran Ekonomi, Unibraw:
BPFE
Asad Zaman, Islam’s Gift : An Economy of Spiritual Development, in The Amecican
Journal Of Economics And Sociology, First published: 20 March 2019.
Bertens, K. Pengantar Etika Bisnis, Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2000.
Bonnie Suherman dan Marin Pinontoan, 2008, Designing Information System,
Jakarta: Elex Media Komputindo

16
Chapra, M. Umer. The Future of Economics (Islamic Economics), Kube Publishing
Ltd, Year: 2016.
Desi Rahmiyanti dan Siti Achiria, “Implementasi Keadilan dalam Pembangunan
Ekonomi Islam,” no. 2015 (2018): 53–68.
Hamzah, Supian Suri Muhammad Ali. Filsafat Ekonomi Islam: Basis Epitemologi
Ekonomi Islam Muhammad Baqir Sadr, (Sulawesi: Unimal Press, 2018.
Huda, Nurul. 2007. Ekonomi Makro Islam Pendekatan Teoritis. Jakarta: Kencana.
Jogiyanto, Analisis dan Desain Sistem Informasi, (Yogyakarta: Andi, 2005), 2.
Kholid Ratib, “Daurul Qiyam Al-Imaniyah Fi At-Tanmiyyah Al Iqtishodiyah Fi Al-
Islam”, dalam Jurnal Alukah.net, 2009
MA. Mannan, 2002, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, alih bahasa M. Nastangin,
Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Mughits, Abdul, “Epistimologi Ilmu Ekonomi Islam (Kajian atas Pemikiran M.
Abdul Mannan),” Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islami (EKBISI) Volume.1, No.2,
Juni 2007
Nasution, Hasyimsyah. 2002. Filsafat Islam. Jakarta: Gaya Media Pratama
Qaradhawi, Yusut, Peran dan Nilai Moral dalam Perekonomian, Jakarta: Robbani
Press, 1995.
Qardhawi, M. Yusuf. 1987. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Jakarta: Gema Insani
Press
Rohman, Abdur,Ekonomi Al-Ghazali, Menelusuri Konsep Ekonomi Islam dalam
Ihya’ Ulum al-Din, Surabaya: Bina Ilmu, 2010
Quthb, Sayyid. Keadilan Sosial Dalam Islam, terj. Afif Mohammad. Bandung:
Pustaka, 1984.
Nur Rianto Al-Arif, Dasar-Dasar Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Era Adicitra
Intermedia, 2011), hlm. 6.
Turkmânî, al-, ‘Adnân Khâlid, al-Madzhab al-Iqtishâdî al-Islâmî, Riyâdh: Maktabah
al-Sawâdî, Jâmi‘ah al-Imâm Muhammad ibn Su‘ûd al-Islâmiyyah, t.th..
Ulum, Fahrul. “Konstruksi Sistem Ekonomi Islam Menuju Kesejahteraan yang
Merata,” Tsaqafah Jurnal Peradaban Islam 11, no. 1 (2015).
Yusuf Al-Qardhawy, “Daurul Qiyam Wal Akhlaq Fi Al-IqtishodAl-Islamy”, (Cairo :
17
Maktabah Wahbah, 1995)

18

Anda mungkin juga menyukai