Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH AJARAN SOSIAL GEREJA

DISUSUN OLEH:
PAULINA IRMALA
XI IPA 1
SMA NEGRI 2 SINTANG TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

• Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala berkat
danrahmat-Nya yang memberikan kesehatan dan nikmat kepada tim
penyusunsehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai
dengan waktu yangdirencanakan Makalah berjudul “Ajaran Sosial
Gereja” disusun untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan
Agama Katolik.
• Tim Penyusun telah berupaya dengan semaksima dalam mungkin
penyelesaian
 penyelesaian makalah ini, namun penulis menyadari masih
banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasanya.
Untuk itu tim penyusun mengharapkankritik dan saran yang bersifat
membangun dari pembaca demi sempurnanyamakalah ini. Kiranya isi
makalah ini bermanfaat dalam memperkaya khasanahilmu pendidikan.
DAFTAR ISI:

• Kata Pengantar.....................................................................................
• 2Daftar Isi..............................................................................................
• BAB Pendahuluan.............................................................................
• 1.1Latar Belakang.........................................................................
• 1.2Tujuan...................................................................................
• 1.3Rumusan Masalah....................................................................
• BAB II Pembahasan.............................................................................
• 2.1Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja.............................
• 2.2Bentuk-bentuk Ajaran Sosial Gereja.........................................
• 2.3Prinsip dan Pokok Ajaran Sosial Gereja...................................
• BAB III Penutup..................................................................................
3.1Kesimpulan..............................................................................
• 3.2Saran........................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang Dalam seluruh bentangan sejarahnya, dan khususnya selama 100 tahun
belakangan ini, Gereja tidak pernah lalai, mengutip kata-kata Paus Leo XIII, untuk mengangkat
bicara sebagaimana "patut" baginya berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan menyangkut
kehidupan di tengah masyarakat. Dengan tujuan melanjutkan pembabaran serta
pemutakhiran warisan kaya ajaran sosial Gereja, Yohanes Paulus II dari pihaknya telah
menerbitkan tiga Ensiklik akbar – Laborem Exercens, Sollicitudo Rei Socialis dan Centesimus
Annus – yang menyajikan tahap-tahap fundamental pemikiran Katolik dalam bidang ini.
Sejumlah uskup di setiap penjuru dunia ini, dari pihaknya masing-masing, telah memberi andil
selama tahun-tahun belakangan ini bagi suatu pemahaman yang lebih mendalam tentang
ajaran sosial Gereja. Sejumlah cendekiawan pada setiap benua juga telah melakukan hal yang
serupa. Gereja adalah pakar perihal kemanusiaan dan, seraya berharap dengan keyakinan dan
dengan keterlibatan yang aktif, ia senantiasa menantikan "langit baru" dan "bumi baru" (2
Ptr.3:13), yang ia tunjukkan kepada setiap orang agar membantu mereka menghayati
kehidupan mereka dalam matra makna yang sejati. "Gloria Dei vivens homo": pribadi manusia
yang menghayati sepenuhnya martabatnya memberi kemuliaan bagi Allah yang telah
mengaruniakan martabat ini kepada manusia. Warta keselamatan Kristus melalui kehadiran
Gereja menuntut terjadinya perubahan nyata tatanan dunia sesuai dengan yang dikehendaki
Kristus. Cinta kasih Kristus, yang menjadi perintah utama dan syarat utama sebagai
murid.Tuhan (Yoh 13:35), harus diterapkan kepada sesama dalam relasi seharihari.
Perwujudan cinta kasih itu bukan sekedar menyapa orang lain, memberi senyum, dan
membantu dengan mengulurkan tangan. Perintah kasih diwujudkan dalam konteks membuat
dunia ini menjadi tempat yang sesuai dengan kehendak Allah dan membangun KerajaanNya.
keadilan sosial, menebarkan perdamaian, mengutamakan kepentingan mereka yang paling
membutuhkan, mempromosikan hormat terhadap martabat manusia merupakan bentuk nyata
dari aplikasi perintah kasih. Ajaran Sosial Gereja berkaitan langsung dengan bagaimana hukum
cinta kasih Kristus dilaksanakan oleh Gereja dalam hidup sehari-hari di tengah masyarakat dan
dunia

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Ajaran Sosial Gereja (ASG) dan tujuannya?
2. Apa saja bentuk-bentuk ASG?
3. Apa saja yang termasuk dalam prinsip-prinsip ASG?
C. Tujuan Penulisan
1. Menambah wawasan pembaca tentang ASG.
2. Mengetahui perjuangan atau tanggapan-tanggapan gereja terhadap masalahmasalah
sosial yang ada di masyarakat.
BAB II
AJARAN SOSIAL GEREJA

A. Pengertian dan Tujuan Ajaran Sosial Gereja Ajaran Sosial Gereja atau ASG berisikan ajaran
Gereja tentang permasalahan keadilan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut
ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-
persoalan sosial. Dokumen-dokumen tersebut antara lain Rerum Novarum (tentang kondisi
buruh, dikeluarkan oleh Paus Leo XIII tahun 1891), Quadragessimo Anno (tentang
pembaharuan tatanan sosial oleh Paus Pius XI tahun 1931), Mater et Magistra (tentang umat
kristiani dan persoalanpersoalan sosial di dunia oleh Paus Yohanes XXIII tahun 1961), hingga
yang terakhir untuk sementara ini, yakni Centesimus Annus (1991). Ensiklik terakhir ini berisi
penegasan Paus Yohanes Paulus II bahwa Ajaran Sosial Gereja termasuk dalam ajaran resmi
iman dan tergolong dalam antropologi teologis. Antropologi teologis dimengerti sebagai
teologi tentang manusia yang telah ditebus dan dirahmati oleh Kristus. Ajaran sosial Gereja
sebenarnya adalah ajaran Gereja yang diperuntukkan bagi kebaikan bersama (common
good) dalam masyarakat, untuk mengarahkan masyarakat kepada kebahagiaan. Banyak
orang menghubungkan surat ensiklik Bapa Paus Leo XIII, Rerum Novarum, tahun 1891,
sebagai tanggapan Gereja Katolik yang nyata terhadap keadaan krisis sosial dunia. Namun
sebenarnya, keberadaan ajaran sosial Gereja telah ada sejak lama, bahkan sejak jaman
Perjanjian Lama.
B. Ensiklik-Ensiklik Magisterium Gereja
Secara sempit ASG dimengerti sebagai kumpulan aneka dokumen (umumnya disebut
ensiklik) yang dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-
persoalan sosial. Berikut ini ulasan dokumen-dokumen Gereja Katolik yang mengajarkan
tentang ajaran sosial gereja. 1. Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891) Rerum Novarum (RN –
Tentang Kondisi Pekerja) merupakan ensiklik pertama ajaran sosial gereja. Menaruh fokus
keprihatinan pada kondisi kerja pada waktu itu, dan tentu saja juga nasib para buruhnya.
Tampilnya masyarakat terindustrialisasi mengubah pola lama hidup bersama, pertanian.
Tetapi, para buruh mendapat perlakuan buruk. Mereka diperas. Jatuh dalam kemiskinan
struktural yang luar biasa. Dan tidak mendapat keadilan dalam upah dan perlakuan. 9
Ensiklik ini merupakan ensiklik yang menanggapi masalah sosial akhir abad 19 yaitu masalah
kaum buruh. Masalah yang dibicarakan adalah semacam tanggapan terhadap pandangan
dan gerakan sosialisme-marxisme dari satu pihak dan lain pihak pandangan liberalisme yang
menguasai dunia ekonomi. Ensiklik ini tidak langsung dialamatkan kepada kaum buruh,
tetapi menguraikan masalah-masalah kaum buruh kepada para pemimpin Gereja dan
masyarakat. Kaum buruh dan para pengusaha yang dimaksudkan ensiklik ini pada prinsipnya
adalah orang-orang Katolik, oleh karena itu masalah sosial menjadi masalah Gereja juga
2. Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931) Quadragesimo Anno (QA)
memiliki maksud “Rekonstruksi Keteraturan Sosial.” Nama Ensiklik ini (40 tahun) dimaksudkan
untuk memperingati Ensiklik Rerum Novarum. Tetapi pada zaman ini memang ada kebutuhan
sangat hebat untuk menata kehidupan sosial bangsa manusia. Diperkenalkan dan ditekankan
terminologi yang sangat penting dalam Ajaran Sosial Gereja, yaitu “subsidiaritas” (maksudnya,
apa yang bisa dikerjakan oleh tingkat bawah, otoritas di atasnya tidak perlu ikut campur).
Dalam banyak hal Quadragesimo Anno masih melanjutkan Rerum Novarun mengenai soalsoal
“dialog”-nya dengan perkembangan masyarakat. Menolak solusi komunisme yang
menghilangkan hak-hak pribadi. Tetapi juga sekaligus mengkritik persaingan kapitalisme
sebagai yang akan menghancurkan dirinya sendiri. Fungsi dari penguasa Negara adalah untuk
mengawasi masyarakat dan bagian-bagiannya, tetapi dalam melindungi individuindividu
pribadi di hak-hak mereka, pertimbangan utama harus diberikan kepada yang lemah dan
miskin
Quadragesimo Anno bermaksud menggugat kebijakan-kebijakan ekonomi zaman itu;
membeberkan akar-akar kekacauannya sekaligus 10 menawarkan solusi pembenahan tata
sosial hidup bersama, sambil mengenang Ensklik Rerum Novarum; soal hak-hak pribadi dan
kepemilikan bersama; soal modal dan kerja; prinsip-prinsip bagi hasil yang adil; upah adil;
prinsip-prinsip pemulihan ekonomi dan tatanan sosial; pembahasan sosialisme dan tentu saja
kapitalisme; langkah-langkah Gereja dalam mengatasi kemiskinan struktural. 3. Mater et
Magistra (Paus Yohanes XX
3. Mater et Magistra (Paus Yohanes XXIII, 1961)
Masalah-masalah sosial yang diprihatinkan oleh Ensiklik ini khas pada zaman ini. Soal jurang
kaya miskin tidak hanya disimak dari sekedar urusan pengusaha dan pekerja, atau pemilik
modal dan kaum buruh, melainkan sudah menyentuh masalah internasional. Untuk pertama
kalinya isu “internasional” dalam hal keadilan menjadi tema ajaran sosial Gereja. Ada jurang
sangat hebat antara negara-negara kaya dan negara-negara miskin. Kemiskinan di Asia, Afrika,
dan Latin Amerika adalah produk dari sistem tata dunia yang tidak adil. Di lain pihak,
persoalan menjadi makin rumit menyusul perlombaan senjata nuklir, persaingan eksplorasi
ruang angkasa, bangkitnya ideologi-ideologi. Dalam Ensiklik ini diajukan pula “jalan pikiran”
Ajaran Sosial Gereja: see, judge, and act. Gereja Katolik didesak untuk berpartisipasi secara
aktif dalam memajukan tata dunia yang adil. Ensiklik ini masih berkaitan dengan peringatan
RN, maka pada bagian awal Mater et Magistra diingat sekali lagi semangat RN dan QA.
Disadari isu-isu baru dalam perkembangan terakhir di bidang sosial, politik dan ekonomi;
peranan negara dalam kemajuan ekonomi; partisipasi kaum buruh; soal kaum petani;
bagaimana ekonomi ditata seimbang; kerjasama antarnegara; bantuan internasional; soal
pertambahan penduduk; kerjasama internasional; ajaran sosial Gereja dan kepentingannya
4. Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963)
Pacem in Terris (Damai di Bumi) menggagas perdamaian, yang menjadi isu sentral pada
dekade enam puluhan. Perdamaian terjadi bila ada rincian tatanan yang adil dengan
mengedepankan hak-hak manusiawi dan keluhuran martabatnya. Yang dimaksudkan dengan
tatanan hidup ialah tatanan relasi 11 (1) antarmasyarakat, (2) antara masyarakat dan negara,
(3) antarnegara, (4) antara masyarakat dan negara-negara dalam level komunitas dunia.
Ensiklik menyerukan dihentikannya perang dan perlombaan senjata serta pentingnya
memperkokoh hubungan internasional lewat lembaga yang sudah dibentuk: PBB. Ensiklik ini
memiliki muatan ajaran yang ditujukan tidak hanya bagi kalangan Gereja Katolik tetapi
seluruh bangsa manusia pada umumnya. Tentang Menegakkan Perdamaian yang Universal
berdasarkan Kebenaran, Keadilan, Kemurahan, dan Kebebasan adalah sebuah ensiklik
kepausan yang dikeluarkan oleh Paus Yohanes XXIII pada 11 April 1963. Ensiklik ini hingga
kini tetap merupakan ensiklik yang paling terkenal dari abad ke-20 dan menetapkan prinsip-
prinsip yang kelak muncul dalam sejumlah dokumen dari Konsili Vatikan II dan paus-paus
yang kemudian. Ini adalah ensiklik terakhir yang dirancang oleh Yohanes XXIII.
5. Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965)
Konsili Vatikan II merupakan tonggak pembaharuan hidup Gereja Katolik secara menyeluruh.
Gaudium et Spes (GS – Gereja di Dunia Modern) menaruh keprihatinan secara luas pada tema
hubungan Gereja dan Dunia modern. Ada kesadaran kokoh dalam Gereja untuk berubah seiring
dengan perubahan kehidupan manusia modern. Soal-soal yang disentuh oleh GS dengan
demikian berkisar tentang kemajuan manusia di dunia modern. Di lain pihak tetap diangkat ke
permukaan soal jurang yang tetap lebar antara si kaya dan si miskin. Relasi antara Gereja dan
sejarah perkembangan manusia di dunia modern dibahas dalam suatu cara yang lebih
gamblang, menyentuh nilai perkawinan, keluarga, dan tata hidup masyarakat pada umumnya.
Judul dokumen ini mengatakan suatu “perubahan eksternal” dari kebijakan hidup Gereja:
Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia-manusia zaman ini, terutama kaum
miskin dan yang menderita, adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid
Kristus juga. Kardinal Joseph Suenens dari Belgia berkata bahwa pembaharuan Konsili Vatikan II
tidak hanya mencakup bidang liturgis saja, melainkan juga hidup Gereja di dunia modern secara
kurang lebih menyeluruh.
6. Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971) Arti “Octogesima” adalah yang ke-80;
maksudnya: surat apostolik ini dimaksudkan untuk manandai usia Rerum Novarum yang ke-80
tahun. Paus Paulus VI menyerukan kepada segenap anggota Gereja dan bangsa manusia untuk
bertindak memerangi kemiskinan. Soal-soal yang berkaitan dengan urbanisasi dipandang
menjadi salah satu sebab lahirnya “kemiskinan baru”, seperti orang tua, cacat, kelompok
masyarakat yang tinggal di pinggiran kota, dst. Diajukan ke permukaan pula masalah-masalah
diskriminasi warna kulit, asal usul, budaya, sex, agama. Gereja mendorong umatnya untuk 13
bertindak ambil bagian secara aktif dalam masalah-masalah politik dan mendesak untuk
memperjuangkan nilai-nilai atau semangat injili dan memperjuangkan keadilan sosial.
7. Populorum Progressio (Paus Paulus VI, 1967) Populorum progressio adalah sebuah ensiklik
yang ditulis oleh Paus Paulus VI tentang "perkembangan bangsa-bangsa" dan bahwa ekonomi
dunia seharusnya melayani semua umat manusia dan tidak hanya sebagian kecil saja. Ensiklik
ini dikeluarkan pada tanggal 26 Maret 1967. Dokumen ini menyinggung berbagai prinsip
"Ajaran Sosial Katolik": hak akan upah yang adil; hak akan keamanan pekerjaan; hak akan
kondisi kerja yang cukup baik dan wajar; hak akan bergabung dengan serikat pekerja dan
melakukan unjuk rasa sebagai jalan terakhir; dan tujuan universal dari kekayaan dan harta
benda
8. Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971) Dokumen ini banyak
diinspirasikan oleh seruan keadilan dari GerejaGereja di Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Secara
khusus pengaruh pembahasan tema “Liberation” oleh para uskup Amerika Latin di Medellin
(Kolumbia). Keadilan merupakan dimensi konstitutif pewartaan Injil. Dalam menghadapi situasi
sekarang, seperti yang ditandai oleh dosa besar ketidakadilan, kita menyadari baik tanggung
jawab kita dan ketidakmampuan kita untuk mengatasinya dengan kekuatan kita sendiri. Situasi
seperti ini mendorong kita untuk mendengarkan dengan hati yang rendah hati dan terbuka
untuk Firman Allah, karena Ia menunjukkan kita jalan baru terhadap tindakan di jalan keadilan
di dunia. Para anggota Gereja, sebagai anggota masyarakat, memiliki hak yang sama dan tugas
untuk mempromosikan baik seperti warga umum lainnya. Seorang Kristen harus memenuhi
kewajiban duniawi mereka dengan kesetiaan dan kompetensi. Mereka harus bertindak sebagai
ragi di dunia, dalam, kehidupan keluarga mereka profesional, sosial, budaya dan politik.
Mereka harus menerima tanggung jawab mereka di wilayah ini di bawah pengaruh Injil dan
ajaran Gereja. Dengan cara ini mereka bersaksi kepada kuasa Roh Kudus melalui tindakan
mereka dalam pelayanan orang dalam hal-hal yang menentukan bagi eksistensi dan masa
depan kemanusiaan. Sementara di kegiatan seperti mereka umumnya bertindak atas
inisiatif sendiri tanpa melibatkan tanggung jawab hirarki gerejawi, dalam arti mereka
lakukan melibatkan tanggung jawab Gereja yang anggotanya mereka
9. Laborem Exercens (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981) Laborem Exercens adalah sebuah
ensiklik yang ditulis oleh Paus Yohanes Paulus II di tahun 1981 mengenai pekerjaan
manusiawi. Ensiklik ini merupakan bagian dari sebuah kumpulan tulisan yang dikenal dengan
14 nama "Ajaran Sosial Katolik", yang asal-usulnya bisa ditelusuri pada dokumen Rerum
Novarum yang dikeluarkan oleh Paus Leo XIII di tahun 1891. Di dalamnya ia mengembangkan
konsep martabat manusia dalam pekerjaan, penataan dalam empat poin: subordinasi bekerja
untuk manusia; keunggulan pekerja atas seluruh instrumen dan pengkondisian yang secara
historis merupakan dunia kerja, hak-hak manusia orang sebagai faktor penentu dari semua
proses sosial-ekonomi, teknologi dan produktif, yang harus diakui, dan beberapa elemen yang
dapat membantu semua orang mengidentifikasi dengan Kristus melalui pekerjaan mereka
sendiri.
10. Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991) Centesimus Annus (bahasa Latin
yang berarti "seratus tahun") adalah sebuah ensiklik yang ditulis Paus Yohanes Paulus II pada
1991, pada saat perayaan ke-100 dari Rerum Novarum. Ensiklik ini merupakan bagian dari
tulisan mengenai Ajaran sosial Katolik, yang bermula dari Rerum Novarum, yang dikeluarkan
oleh Paus Leo XIII pada 1891, dan terutama Perjanjian Baru. Menandai ulang tahun Rerum
Novarum yang ke-100. Dokumen ini memiliki jalan pikiran yang kurang lebih sama,
paradigma yang ditampilkan dalam Rerum Novarum untuk menyimak dunia saat ini.
Perkembangan baru berupa jatuhnya komunisme dan sosialisme-marxisme di wilayah Timur
(Eropa Timur) menandai suatu periode baru yang harus disimak secara lebih teliti. Jatuhnya
sosialisme-marxisme tidak berarti kapitalisme dan liberalisme menemukan pembenarannya.
Kesalahan fundamental dari sosialisme ialah tiadanya dasar yang lebih manusiawi atas
perkembangan. Martabat dan tanggung jawab pribadi manusia seakan-akan disepelekan. Di
lain pihak, kapitalisme bukanlah pilihan yang tepat pula.
11. Caritatis in Veritate (Paus Benediktus XVI, 2009)
Caritas in Veritate adalah sebuah ensiklik sosial, seperti banyak ensiklikensiklik sosial yang lain
sebelumnya, mulai dari Rerum Novarum dari Paus Leo XIII (1891) [2]. Di dalamnya, pandangan
teologi, filsafat, ekonomi, ekologi dan politik dikemas secara serempak dan kompak guna
mengartikulasikan suatu ajaran sosial yang menempatkan pribadi manusia pengembangan
dirinya secara utuh dan dengan demikian juga kesehatannya yang konkret pada pusat segala
sistem dunia yang membahas pemikiran dan kegiatan manusia. Penyelamatan setiap manusia
itu juga yang menjadi pusat dari perutusan dan pelayanan Yesus Kristus, yakni sebagai
pewahyuan cinta-kasih Bapa (Yoh. 3:16) dan kebenaran dari penciptaan manusia sebagai
gambaran citra Allah serta panggilannya yang transenden kepada kekudusan dan kebahagiaan
bersama Allah. Inilah tatanan terpadu dari kedua gagasan kasih dan kebenaran [3], yang menjadi
ilham dari ensiklik ini. Kasih dan kebenaran bukan saja menjadi dasar dari jantung perutusan dan
pelayanan Yesus; tetapi juga berpadanan dengan sifat hakiki dan kegiatan hidup manusia di
dunia ini. Pribadi manusia adalah suatu “anugerah dan kasih dari Allah” yang dipanggil oleh
Allah juga, untuk “menjadi suatu anugerah dan kasih” sendiri pula. Dinamika kasih yang diterima
sebagai anugerah inilah yang telah melahirkan Ajaran Sosial Gereja, yang adalah juga Kasih
dalam Kebenaran dalam masalah-masalah sosial”
C. Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja
Yang dimaksudkan dengan prinsip-prinsip dasar ASG adalah sejumlah konsep atau gagasan
pokok yang menjadi dasar dan acuan bagi upaya penataan system dan struktur serta pola-laku
sosial manusia dalam suatu masyarakat sehingga yang dihasilkannya adalah suatu system,
struktur dan pola-laku yang menyokong serta memudahkan terwujudnya kesejahteraan umum.
Prinsip-prinsip ini menegaskan kebenaran tentang suatu masyarakat yang menantang setiap
pribadi, setiap suara hati, untuk peduli dan terlibat dalam 16 tanggungjawab yang menyangkut
kesejahteraan dan kebaikan semua orang. Manusia sebenarnya tidak dapat menghindar dari hal
itu mengingat manusia adlaah makhluk moral dan makhluk sosial. Sehingga tuntutan moral dari
prinsip-prinsip itu sungguh mengena pada perilaku pribadi dan perilaku sosial manusia.
1. KESEJAHTERAAN UMUM
1.1. Makna dan Implikasi GS 26 : kesejahteraan umum adalah “keseluruhan kondisi
masyarakat yang memungkinkan baik kelompok-kelompok maupun anggota-anggota
perorangan untuk secara lebih penuh dan pebih lancer mencapai kesempurnaan mereka
sendiri”. Implikasi : kesejahteraan umum bukan jumlah dari keksejahteraan setiap pribadi atau
kelompok-kelompok. Tetapi kesejahteraan baik pribadi maupun masayrakat secara
keseluruhan yang diperoleh, ditingkatkan dan dilestarikan secara bersama-sama.
Kesejahteraan umum adalah dimensi sosial dan komunal dari kebaikan moral.
1.2. Tanggungjawab demi kesejahteraan umum. Perwujudan keksejahteraan umum erat
kaitannya dengan komitmen pada perdamaian, manajemen kekuasaan Negara, system peradilan
dan hukum, leingkungan hidup, sarana dan infrastruktur public, sandang-panganpapan,
kesehatan, pendidikan, kebudayaan dan kebebasan (beragama) (GS 26). Selain itu amat penting
juga kerja sama dan solidaritas antar angsa (MM 421). Kesejahteraan umum harus mengena
pada semua anggota masyarakat tanpa kecuali baik dalam partisipasi sesuai dengan kemampuan
dan talentanya maupun dalam menikmati buah-buah usaha pembangunan dan kemajuan
bersama (MM 417, OA 46, KGK, 1913). Setiap orang berhak menikmati kondisi-kondisi
kehidupan sosial yang dihasilkan oleh pencarian akan kesejahteraan umum, sebagaimana
dikatakan Pius XI: “Pemertaan harta benda tercipta yang, seperti setiap orang bernalar tahu,
dewasa ini mengalami situasi yang buruk sekali akibat perbedaan amat besar antara kelompok
kecil yang kaya raya dan mereka yang serba tak 17 punya dan tak terbilang jumlahnya, harus
dikembalikan kepada kesesuaian dengan norma-norma kesejahteraan umum, yakni keadilan
sosial” (QA 197)
1.3. Tugas mewujudkan kesejahteraan umum Selain tugas masing-masing pribadi, perwujudan
kesejahteraan umum adalah tugas Negara, karena Negara ada untuk mewujudkan kesejahteraan
umum (KGK 1910). Negara berkewajiban menjamin sinerji, kesatuan dan penataan masyarakat
sipil karena masyarakat warga terlibat wujud nyatanya dalam Negara sehingga setiap pribadi
dapat lebih mudah berpartisipasi mewujudkan kesejahteraan umum itu (GS 74; RH 17). Dalam
mewujudkan kesejahteraan umum maka pemerintah harus menyelaraskan kepentingan setiap
sektor yang berbeda-beda demi trcapainya keadilan (KGK 1908). Dalam suatu Negara demokrasi
panduan penyelerasan itu tidak boleh hanya berdasarkan keinginan mayoritas, tetapi
kesejahteraan efektif setiap pribadi termasuk kelompok minoritas.
2. TUJUAN SOSIAL-UNIVERSAL HARTA BENDA 2.1. Makna GS 69 : “Allah menghendaki, supaya
bumi beserta segala isinya digunakan oleh semua orang dan sekalian bangsa, sehingga harta
benda yang tercipta dengan cara yang wajar ahrus mencapai semua orang, berpedoman pada
keadilan, diiringi dengan cinta kasih” – bdk. Kej. 1:28- 29. Bumi adalah karunia Allah yang
pertama untuk menjadi sumber hidup bagi semua manusia (CA 31). Manusia tak dapat hidup
tanpa sumbersumber hidup yang diperolehnya dari bumi.Inilah yang dimaksud dengan “tujuan
universal” harta benda. Setiap orang memiliki akses yang sama pada sumber-sumber hidup dari
bumi untuk kesejahteraan hidupnya (pribadi dan bersama). Inilah prinsip utama etika sosial:
bahwa semua orang berhak atas harta benda yang bersumber dari dumi (LE 19); hal ini juga
merupakan asas yang khas dalam ajaran sosial Kristen (SRS 42). Ciri universal harta benda ini
tidak berarti bahwa semua orang harus 18 mempunyai hal yang sama dan bahwa segala sesuatu
harus tersedia bagi semua. Perlu pengaturan dan intervensi dasar dari institusi yang legitim dan
sah secara public, serta diatur secara yuridis sehingga perwujudan hak dasar itu tidak saling
meniadakan hak satu sama lain. Pada level tatanan ekonomi, ciri universal harta milik
sebenarnya merupakan prinsip moral agar pengelolaan dan penataan ekonomi harus bermuara
pada kebaikan dan kesejahteraan untuk semua, sehingga tercipta dunia yang adil dan solider.
Prinsip ini juga seklaigus merupakan suatu imperative untuk suatu partisipasi bagi semua
pengembangan dan pembangunan ekonomi berkeadilan di mana setiap orang memiiliki andil
bagi kesejahteraan bersama. “Di mana setiap individu bisa member dan menerima, dan di mana
kemajuan dari beberapa kalangan tidak akan lagi menjadi kendala bagi perkembangan kalangan
lain, bukan pula sebuah dalih bagi perbidakan mereka” (Liberatatis Conscientia, 90). Prinsip ini
mengajarkan kita untuk mengatasi godaan-godaan sebagaimana ditemumukan dalam Injil
(Mt.1:12-13; 4:1-11:Lk 4:1-13).
2.2. Milik Pribadi CA 33 : “Begitulah manusia menjadikan miliknya sebagian bumi yang
diperolehnya dengan bekerja. Itulah asal mula milik perorangan”. Milik pribadi, “member setiap
orang ruang yg perlu untuk mengembangkan otonomi pribadi maupun keluarganya, dan harus
dipandang bagaikan perluasan kebebasan manusiawi … ikut mendorong pelaksanaan tugas
kewajiban yang merupakan suatu syarat bagi kebebasan warga masyarakat” (GS 71). ASG (CA 6)
mengajarkan bahwa harta milik harus bisa dijangkau secara merata bagi semua orang. Tetapi
Gereja mengajarkan bahwa hak milik pribadi itu tidak mutlak. RN mengajarkan bahwa hak milik
pribadi itu sekunder terhadap hak atas penggunaan bersama (RN 11). Hal itu didasarkan pada KS
yang menegaskan bahwa segala sesuatu adalah milik Allah diciptakan dan disediakan untuk
semua manusia agar mereka hidup baik. Milik pribadi bahkan merupakan prasyarat bagi
terpenuhinya tujuan universal harta benda (PP 22-23). 19 Setiap milik pribadi memiliki fungsi
sosial yang terarah kepada pemenuhan kesejahteraan umum. GS 69 mengingatkan bahwa setiap
orang harus memandang bahwa harta yg dimilikinya tidak saja mesti erguna bagi dirinya tetapi
juga bagi sesamanya. Setiap orang tidak boleh mendewakan harta miliknya (Mt 6:24; 19:21;
Lk.16:13).
2.3. Harta Milik dan pilihan mengutamakan orang miskin Prinsip tentang tujuan universal harta
milik menuntut bahwa mereka yang miskin dan tak beruntung harus mendapatkan atau diberi
perhatian khusus. Pilihan mengutamakan orang miskin adalah bagian utuh dari tanggungjawab
sosial kita berkaitan dengan harta miliki kita (SRS 42). Kondisi kemiskinan dan kelaparan
memperlihatkan kondisi kerapuhan kodrati manusia serta kebutuhannya akan keselamatan (KGK
2448). Kepedulian pada orang miskin adalah mandat atau kepercayaan yang diberikan Kristus
kepada kita, karena jika kita tidak peduli maka kita akan agal sebagai pengikut Kristus.
Kepedulian kita pada orang miskin diilahmi oleh Sabda Bahagia (Mt.5:1-11); perhatian Yesus
sendiri kepada orang miskin. Mesti dipahami bahwa kemiskinan juga mencakup kemiskinan baik
material maupun spiritual (religious dan budaya)
3. SUBSIDIARITAS Prinsip subsidiaritas merupakan prinsip yg klasik dalam ASG. Dimaksudkan
untuk melindungi orang dari penyalahgunaan kekuasaan oleh kekuasaan atau otoritas yg lebih
tinggi; sebaiknya harus membantu individu dan kelompok agar mereka dapat melaksanakan
kewajiban mereka. Prinsip ini bertentangan dengan sentralisasi dan birokratisasasi. 20 Prinsip
subsidiaritas berarti bahwa suatu lembaga dalam tatanan yang lebih tinggi harus memberikan
pertolongan “subsidium”, untuk mendukung, memajukan dan mengembangkan apa yang
dilakukan dan diprakarsai kelompok yang lebih rendah. Konrketnya, prinsip subsidiaritas,
dipahami sebagai bantuan ekonomi, kelembagaan atau hukum yang ditawarkan kepada
kesatuan-kesatuan sosial yang lebih rendah, sehingga bantuan itu menignkatkan dan
memajukan apa yang sudah dimulai, dikerjakan atau diprakarsai kelompok lebih rendah, tanpa
mengambil-alihnya. Tentang subsidiaritas QA menuliskan: “kelirulah merebut dari orang
perorangan dan mempercayakan kepada masyarakat apa yang dapat dilaksanakan daya upaya
dan usaha swasta, begitu pula tidak adillah, suatu yang berat dan gangguan tata tertib yang
wajar, bisa suatu perserikatan yang lebih luas dan lebih tinggi mengakukan dirinya bagi fungsi-
fungsi yang dapat dijalankan secara efisien organisasi-organisasi yang tidak sebesar itu dan
bersifat bawahan. Sebab setiap kegiatan sosial pada hakikatnya harus menyelenggarakan
bantuan bagi pera anggota lembaga sosial, dan jangan pernah menghancurkan dan menyerap
mereka” (QA; CA 48)
4. PARTISIPASI Pada level antar bangsa, partisipasi bangsa-bangsa tetap merupakan sesuatu yang
niscaya bagi perwujudan kesejahteraan umum atau keadilan atas dasar solidaritas. Partisipasi
warga bukan saja merupakan hal penting demi tanggungjawab bersama untuk kesejahteraan
umum, partisipasi adalah juga basis bagi suatu tatanan masyarakat demokratis dan penjamin
kelestarian demokrasi. Demokrasi mesti bercorak partisipatif (CA 46) di mana masyarakat sipil
dilibatkan dan diberitahu tentang pelbagai macam kebijaksanaan yang menyangkut kehidupan
mereka secara keseluruhan. Partisipasi menjamin baik pribadi maupun masyarakat untuk
bersama-sama peduli dan terlibat memberikan kontribusinya yang beragam bagi pemenuhan
kesejahteraan umum. Partisipasi memperlihatkan keberadaan manusia sebagai 21 makhluk
pribadi dan sosial. Dalam partisipasi pribadi tidak hilang dalam kebersamaan; dan kebersamaan
tidak tunduk pada individu. Partisipasi adalah sintesa antara invidualisme dan sosialisme.
Partisipasi merupakan basis masyarakat komunitarian.
5. SOLIDARITAS Solidaritas menegaskan sejumlah cirri dasar manusia sebagai makhluk sosial,
setara dalam hak dan martabat. Solidaritas membawa pribadi, masyarakat atau Negara kepada
kesatuan yg teguh. Dunia masa kini ditandai ketergantungan yang membuahkan ketidakadilan,
ketimpangan, eksploitasi, penindasan dan pelbagai macam penyakit sosial lainnya. Kondisi yang
negative seperti ini menuntut adanya suatu etika sosial yang mendorong terciptanya kesadaran
etis untuk menata ulang relasi antar bangsa atau kelompok, sehingga mencegah terus
berkembangnya hal-hal negative di atas. Solidaritas mengandung dua unsur utama: prinsip sosial
dan kewajiban moral. Solidaritas sebagai suatu prinsip sosial harus menjadi suatu kewajiban
moral yang membantu masyarakat warga menata struktur-strukturnya dengan semangat
solidaritas. Kalau struktur yang menciptakan ketergantungan merupakan struktur-struktur dosa,
maka struktur berdasarkan solidaritas adalah struktur yang memerdekakan.
D. Nilai-Nilai Moral Dasar Dalam ASG
1. Cinta kasih
Cinta kasih tampak dalam Rerum Novarumsebagai dasar dan mesin utama pendorong
kepedulian Gereja bagi hidup bermasyarakat. Gejala ini mencerminkan kesetiaan Gereja dalam
tugas panggilannya yang harus menolong kaum tak berdaya, kecil dan tertindas untuk meraih
kesejahteraan mereka. Kehidupan murid-murid pertama pada zaman Gereja Purba, memberikan
contoh bagi hidup persaudaraan sejati atas dasar saling bantu dan mereka hidup saling serasi
diantara sesame Kristiani. “Tidak ada seorangpun yang kekurangan diantara mereka” (Kis. 4:34).
Seraya menjabarkan kasih ini kedalam kehidupan nyata, Gereja menjadi ibu bagi semua orang
miskin dan kayya. Sebagai ibu, Gereja memperhatikan semua orang, semua golongan dan semua
pihak dalam hidup sosial. Gereja diilhami dan disemangati oleh kepahlawanan kasih yang tidak
menyingkirkan korban kekerasan dan ketidakadilan tanpa memberikan pertolongan. Dalam
Rerum Novarum, Paus Leo XIII mengatakan bahwa cinta kasih pertama-tama ditandai oleh
kemurahan hati seseorang dan kesediaannya berkorban bagi orang-orang lain. Kasih tetap tegar
melawan semua bentu kebanggaan dan egoism di dunia. Cinta kasih tidak mementingkan diri
sendiri dan tidak mengingat-ingat kesalahan orang lain. Dalam dirinya cinta kasih merupakan
intisari Kabar Baik. Cinta kasih mendatangkan keselamatan yang merangkul seluruh dunia dan
segenap kandungan didalamnya. Paus Yohanes XXIII dalam Mater et magistra menyatakan
bahwa kasih akan Allah menjadi sumber cinta kasih Kristiani. Pentingnya makna cinta kasih ini
dapat dinilai dari sikap seseorang terhadap Allah, sebab cinta kasih 23 berasal dari Dia. Yang
sungguh-sungguh mencintai Allah dengan sendirinya, akan mencintai sesame manusia sebagai
amkhluk ciptaan-Nya. Mencintai ciptaan-Nya berarti mencintai Sang Pencipta.
2. Keadilan Sosial Gagasan tentang keadilan dalam hubungan sosial dengan
kepentingankepentingan manusia yang pada hakikatnya saling terkait dan berdasarkan martabat
manusia. Nilai moral menuntun manusia untuk saling menghormati martabat dan hak-hak
manusia dalam setiap bidang hidup. Seorang manusia selalu butuh dipandang sebagai manusia.
Keadilan sejati menuntut agar setiap orang dilihat dan dihargai sebagai makhluk Allah. Semua
manusia termasuk hamba dan pekerja, dalam keadaan apapun hendaknya tidak diperbudak.
Mereka adalah manusia dan makhluk ciptaan Allah yang memiliki kekudusan dalam dirinya.
Keadilan merupakan kaidah dasar hubungan sosial dalammenghapus dan mencegah aneka
bentuk kerenggangan sosial. Keadilan yang sama juga ditekankan pada semua tingkat hubungan
sosial antar umat manusia. Bila azas keadilan diterapkan pada situasi sosial konkrit, semua
kegiatan usaha dalam kelompok sosial meningkat baik. Dewasa ini keadilan lebih dituntut dalam
sector-sektor konflik kepentingan daripada disektor-sektor lain. Keadilan dalam ASG adalah
suatu kebajikan yang melampaui kebajikan perorangan. Menurut Paus Paulus VI, keadilan
merupakan nilai moral yang membangun semua hubungan hidup bersama dalam setiap bidang
kehidupan: ekonomi, sosial, politik, budaya, dan agama. Nilai ini secara halus mengharuskan
semua orang, keluarga, dan kelompok sosial dalam proses mencapai kesejahteraan bersama,
yang berbeda dengan kesejahteraan perorangan. Dimensi sosial mendapat penekanan dalam
keadilan dan itu berasal dari gagasan akan perdamaian. Dalam pengantar Rerum Novarum, Paus
Leo XIII mengemukakan gagasan tentang keadilan dan kesetaraan sebagai prinsip-prinsip dasar
dalam memecahkan dan megatasi masalah-masalah sosial pada akhir abad ke XIX. Keadilan
harus terdapat diantara kaum kaya dan kaum miskin. Sesuai etika, 24 hendaknya keadilan
diterapkan dalam sector distribusi dan menjadi sarana pembela martabat manusia. Sebagai
pengganti Paus Leo XIII, Paus Pius XI mengikuti alur pikir yang sama seperti pendahulunya.
Hubungan antara pemimpin dan karyawan harus berdasarkan keadilan. Hubungan inilah ynag
menentukan upah bagi para karyawan.
3. Bebas Merdeka Lahirnya gagasan ini sangat terkait dengan dimensi hakiki perutusan Gereja,
yaitu mengembangkan martabat dan kemerdekaan manusia sebagai bagian nilai-nilai Injili. Oleh
karena itu untuk mendapatkan pengertian yang cukup mengenai gagasan kebebasan dalam ASG,
perlu dipelajari dua dari ensiklik oleh Paus Leo XIII, yang diterbitkan sebelum Rerum Novarum,
yaitu: Immortale Dei (Negara menurut Konstitusi Kristiani, 1 November 1885) dan Libertas
(Kodrat kebebasan manusia, 20 Juni 1888). Kedua ensiklik ini secara khusus dipilih karena
dengan jelas dan tegas Paus Leo XIII menyebut kebebasan dengan merujuk pada Rerum
Novarum dank arena ensiklik-ensiklik itu diterbitkan demi kebaikan Gereja dan untuk keselamatn
bersama umat manusia. Merujuk ajaran kebebasan Paus Leo XIII sekurang-kurangya terdapat
tiga tafsiran utama: Pertama Andrea Oddone, penulis “Budaya Katolik”, melukiskan Gereja
Katolik sebagai “penjaga” kebebasan sejati para warganya ketika gereja berjuang menentang
tindakan sewenang-wenang Negara. Dia menulis,Paus Leo XIIIdalam Ensikliknya “Libertas”
menegaskan bahwa kelihatan semakin besar pengaruh Gereja dalam memelihara dan
melindungi kebebasan sipil dan politik bangsa-bangsa, baik dengan menghapus perbudakan,
baik dengan memulihkan keluarga, baik dengan menentag 25 kesewang-wenangan pemerintah
dan melindngi orang tak bersalah dan orang lemah terhadap tindakan kekerasan oleh orang
kuat, maupun dengan mengalahkan sedemikian banyak peraturan politik yang menggangu
dinegaranegara dengan persamaan derajat yang disukai oleh warga dan disegani oleh kekuatan
asing
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ajaran Sosial Gereja merupakan mpulan aneka dokumen (umumnya disebut ensiklik) yang
dikeluarkan oleh Magisterium Gereja dan berbicara tentang persoalan-persoalan sosial. Ajaran
sosial Gereja sebenarnya adalah ajaran Gereja yang diperuntukkan bagi kebaikan bersama
(common good) dalam masyarakat, untuk mengarahkan masyarakat kepada kebahagiaan.
2. Bentuk-bentuk ajaran sosial gereja adalah Rerum Novarum (Paus Leo XIII, 1891),
Quadragesimo Anno (Paus Pius XI, 1931), Mater et Magistra (Paus Yohanes XXIII, 1961),
Pacem in Terris (Paus Yohanes XXIII, 1963), Gaudium et Spes (Konsili Vatikan II, 1965),
Populorum Progressio (Paus Paulus VI, 1967), Octogesima Adveniens (Paus Paulus VI, 1971),
Convenientes ex Universo atau Justicia in Mundo (Sinode Uskup, 1971), Laborem Exercens
(Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1981), Centesimus Annus (Paus Sto. Yohanes Paulus II, 1991) dan
Caritatis in Veritate (Paus Benediktus XVI, 2009).
3. Yang termasuk dalam Prinsip Ajaran Sosial Gereja adalah kesejahteraan umum, tujuan
sosial- universal harta benda, subsidiaritas, partisipasi dan solidaritas.
B. Saran
Sebagai umat katolik sudah sewajibnya kita menerapkan semua ajaran sosial gereja di dalam
kehidupan kita sehari-hari dengan mewujudkannya berdasarkan prinsip dasar ajaran sosial
gereja.
DAFTAR PUSTAKA
Kompendium Ajaran Sosial Gereja. http://www.vatican.va/roman_curia. Diakses pada 19
Oktober 2017.
Listiati, Ingrid. 2008. Apakah Itu Ajaran Sosial Gereja http://www.katolisitas.org diakses pada 19
Oktober 2017.
Ordo Fratum Capucinorum Medan Province. 2016. Prinsip-Prinsip Dasar Ajaran Sosial Gereja.
http://jpickapusinmedan.or.id/ diakses pada 19 Oktober 2017
. Surat Kardinal Angelo Sodano, Sekretaris Negara Vatikan kepada Kardinal Renato Raffaele
Martino, Ketua Komisi Kepausan Untuk Keadilan dan Perdamaian, 2004, dalam
http://www.vatican.va/roman_curia.
Yolando, A.P., dkk, 2015, Makalah Ajaran Sosial Gereja. Universitas Negeri Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai