Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SOCIETAL ACCOUNTING

DISUSUN OLEH :

GEORGE VALERY DASE A062212035


LA ODE MUHAMMAD SAUM FASIHU A062212024

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI

PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga saya dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Societal Accounting.

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas sebagai dosen mata kuliah
Akuntansi Lingkungan & Sosial. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
Soceietal Accounting bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr. Nadhirah Nagu, SE., M.Si.Ak., CA selaku dosen
Akuntansi Lingkungan & Sosial yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah ilmu dan
wawasan sesuai bidang studi yang kita geluti. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah berbagi sebagian ilmunya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 14 Maret 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang................................................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................................................6
2.1 Akuntansi Sosial, Lingkungan dan Audit Sosial...................................................................................6
2.2 Akuntansi dan Pembangunan Sustainable (Berkelanjutan)..................................................................8
2.3 Pertumbuhan Akuntansi Sosial dan Lingkungan dalam Riset...............................................................9
2.4 Externalities..................................................................................................................................10
2.5 Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Externalities.......................................................................11
2.6 Identifikasi Social Benefit dan Social Cost........................................................................................13
2.7 Prospek Penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia............................................................................14
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..................................................................................................................................16
3.2 Saran...........................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................17

3
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan berkembangnya konsep manajemen modern, orientasi perusahaan dalam mencapai laba yang
maksimal perlu dikaitkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan yang seimbang antara tuntutan pemilik
perusahaan, kebutuhan karyawan, pelanggan, pemasok, lingkungan dan juga masyarakat umum. Hal ini karena
berdasarkan sudut pandang manajemen modern, dalam menjalankan seluruh kegiatan operasionalnya,
perusahaan harus senantiasa berinteraksi dengan lingkungan sosialnya serta sumber daya ekonomi yang
digunakan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat melihat apa yang diinginkan oleh lingkungan sosialnya,
sehingga entitas bisnis dan entitas sosial dapat saling berinteraksi dan berkomunikasi demi kepentingan dan
kesejahteraan bersama.

Selain itu, dengan konsep manajemen yang terus berkembang, akuntan juga berbicara tentang
mengadaptasi masalah tanggung jawab sosial ini ke dalam ruang lingkup akuntansi, sehingga tujuan utama
pelaporan keuangan yang dapat memberikan informasi kepada pemegang saham dan kreditur bergeser ke arah
kecenderungan bahwa perlunya pelaporan yang berasal dari luar organisasi perusahaan dalam rangka
memberikan informasi kepada beberapa kelompok pihak luar yang berkepentingan dengan perusahaan.
Sehingga dapat dipahami bahwa kebutuhan akan akuntansi sosial didasari oleh tuntutan tanggung jawab
perusahaan yang semakin meluas.

Untuk waktu yang lama, masalah Externalities ini telah menjadi isu penting di kalangan profesi
akuntansi. Beberapa penulis telah memaparkan beberapa contoh hal yang dapat dianggap sebagai Externalities,
seperti pelaporan jumlah pegawai, jaminan kesehatan, informasi upaya pencegahan pencemaran lingkungan,
standar mutu, pengemasan produk ramah lingkungan, penyaluran beasiswa pendidikan, kesempatan magang ,
pelatihan kerja bagi mahasiswa, dan kepedulian sosial kepada masyarakat sekitar industri. Dari contoh-contoh
tersebut, perusahaan dapat menerapkan akuntansi sosial dalam menjalankan aktivitasnya guna mendapatkan
dukungan dari pihak-pihak yang berkepentingan demi terciptanya kehidupan bersama yang sejahtera.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa deskripsi Akuntansi Sosial, Lingkungan dan Audit?
2. Bagaimana dengan Akuntansi dan Pembangunan Berkelanjutan?
3. Bagaimana Pertumbuhan Akuntansi Sosial dan Lingkungan dalam Penelitian?
4. Apa itu Externalities?
5. Bagaimana Externalities Diukur dan Dilaporkan?
6. Bagaimana mengidentifikasi Manfaat Sosial dan Biaya Sosial?
7. Bagaimana prospek penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui gambaran Akuntansi Sosial, Lingkungan dan Audit.
2. Mengetahui tentang Akuntansi dan Pembangunan Berkelanjutan.
3. Untuk mengetahui Pertumbuhan Akuntansi Sosial dan Lingkungan dalam Penelitian.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Externalities.
5. Mengetahui Pengukuran dan Pelaporan Externalities.
6. Untuk mengetahui identifikasi Social Benefit dan Social Cost.
7. Untuk mengetahui prospek penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia.

5
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Akuntansi Sosial, Lingkungan dan Audit Sosial
A. Akuntansi Sosial

Seidler dan Seidler (1975) dalam Grafikin menyarankan bahwa” akuntansi sosial adalah modifikasi atau
aplikasi, oleh akuntan, skill, teknik dan disiplin dari akuntansi konvensional (manajerial dan keuangan), untuk
analisis dan solusi persoalan bersifat sosial. Sedangkan Abt Asosicate dalam laporan tahunan 1972 mengatakan
bahwa : ” Memelopori audit sosialnya dalam laporan tahunan tahun 1971. sebuah neraca keseimbangan sosial
dan laporan pendapatan sosial dipersiapkan yang mentabulasikan efek dari perusahaan pada masyarakat,
didefinisikan sebagai staff, komunitas lokal, klien dan publik umum”.

CSR dihidupkan kembali pada 1980-an dan 1990-an sebagian besar karena meningkatnya minat
terhadap masalah lingkungan. Dibuktikan dengan pernyataan Abt Associate Inc. Operasi Sosial dan Laporan
Laba Rugi termasuk sub-judul untuk lingkungan dan pada tahun 1992, sebuah makalah lingkungan berjudul
pelaporan hijau, diedit oleh David Owen, diterbitkan disebut akuntansi sosial dan lingkungan.

Menurut Elkington (1997, hal. 87) dalam Deegan ”Akuntansi sosial bertujuan untuk menilai dampak
suatu organisasi atau perusahaan pada masyarakat baik dari dalam maupun dari luar. Isu yang kerap kali
tercakup adalah hubungan komunitas, keamanan produk, inisiatif pendidikan dan pelatihan, sponsorship,
lembaga amal, dan pekerjaan untuk kelompok yang kurang beruntung”. Sedangkan Ramanathan menyatakan
bahwa tujuan akuntansi sosial adalah untuk membantu mengevaluasi seberapa baik sebuah Perusahaan
memenuhi kontrak sosialnya. Akuntansi sosial merupakan pengidentifikasian, pengukuran, dan analisis
konsekuensi ekonomi dan sosial antara perusahaan dengan lingkungannya (Freedman, 1989). Menurut Mathew
dan Perrera (1996), akuntansi sosial digunakan untuk menggambarkan bentuk komprehensif akuntansi yang
memasukkan externalities ke dalam rekening perusahaan seperti informasi tentang tenaga kerja, produk dan
pencegahan atau pengurangan polusi. Masalah utama akuntansi sosial adalah bagaimana eksternalitas
(manfaat sosial dan biaya sosial) dapat diukur dan dilaporkan dalam laporan keuangan sehingga dapat
dikomunikasikan kepada pengguna laporan. Sedangkan tujuan akuntansi sosial menurut Ramanathan (Yudiani,
1998) adalah: (1) mengidentifikasi dan mengukur kontribusi sosial perusahaan; (2) membantu perusahaan untuk
menentukan apakah strategi dan praktik perusahaan sejalan dengan kepentingan sosial; dan (3) menghasilkan
informasi yang relevan mengenai tujuan, kebijakan, program, kinerja dan kontribusi perusahaan kepada
masyarakat.

Dengan melihat definisi dan tujuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa karakteristik akuntansi sosial
meliputi: (1) identifikasi dan pengukuran dampak sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan; (2)
pelaporan tanggung jawab sosial yang dibebankan kepada perusahaan; (3) mengevaluasi pencapaian sosial

6
perusahaan; dan (4) memberikan informasi yang memungkinkan penilaian yang komprehensif dari semua
sumber daya dan konsekuensi sosial-ekonomi.

Jika kita melihat karakteristik akuntansi sosial, tidak mudah bagi perusahaan untuk mengukur dan
melaporkan dampak dari kegiatan yang telah dilakukan (eksternalitas). Akuntansi konvensional tidak mampu
mengakomodir masalah eksternalitas, karena semuanya diukur dengan nilai ekonomi perusahaan dan bukan
nilai ekonomi masyarakat. Untuk itu diperlukan suatu standar akuntansi yang dapat digunakan untuk membantu
menyelesaikan permasalahan tersebut. Setidaknya harus ada tindakan untuk mengembangkan konsep dan
standar oleh penyusun standar akuntansi dan pakar akuntansi untuk dapat mengakomodir permasalahan
akuntansi sosial. Sehingga akuntansi dapat digunakan untuk merumuskan kebijakan terkait tanggung jawab
sosial yang dilakukan oleh perusahaan.

Pada 1996 Social Accouts APSO dinyatakan: “Prinsip utama metodologi akuntansi sosial adalah
masukan dari seluruh kategori stakeholder ke dalam proses identifikasi kriteria terhadap kinerj aorganisasi yang
diukur. Pada akhir tahun 1999 the Institute of Social and Ethical Accountability (ISEA) yang menerbitkan
standard AA1000, yang fokus pada proses terkait pengaturan dan pelaksanaan akuntansi sosial dan yang layak
dan sistem audit. AA1000 juga menawarkan pedoman dalam mengembangkan program untuk melatih akuntan
serta auditor sosial beretika, yang mungkin mengandalkan asal usul sebuah subset profesi akuntansi yang baru.

Berdasarkan Rekan Senior KPMG (Inggris), Mike Rake: ”Di tahun-tahun belakangan ini, telah menjadi
bukti secara meningkat bahwa sebuah jarak yang luas memimpin perusahaan mengakui bahwa performa
keuangan bukan hanya merupakan meteran yang mana ketahanan mereka seharusnya diukur ... KPMG
berusaha menjadi penemu baru di bidang ini dengan membentuk persekutuan strategis ini dengan mengakui
pemimpin dalam laporan ketahanan kita akan dapat menawarkan sebuah pelayanan yang unik untuk klien kita”.

B. Akuntansi Sosial dan Lingkungan

Berdasarkan teori yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, akuntansi sosial dan lingkungan
telah menjadi perhatian perusahaan karena perusahaan berusaha memenuhi harapan pihak-pihak terkait dalam
upaya memperoleh legitimasi. Teori pemangku kepentingan menjelaskan bahwa perusahaan akan memenuhi
harapan para pemangku kepentingan perusahaan sehingga perusahaan akan berusaha untuk menyampaikan
laporan yang memberikan informasi tentang upaya perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan
lingkungan. Akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal selama ini berbentuk corporate social responsibility
(CSR) dan sustainability reporting (SR). Selain itu, akuntansi sosial dan lingkungan juga dapat diterapkan dalam
bidang akuntansi manajemen dan auditing. Akuntansi Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Akuntansi
tanggung jawab sosial dan lingkungan berada dalam koridor akuntansi keuangan. Bentuk-bentuk akuntansi
tanggung jawab sosial dikenal sebagai tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan pelaporan keberlanjutan
(SR).

7
Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau sebagai
laporan terpisah dari annual report. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian perusahaan sesuai dengan teori
legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya
mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi
variable-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis
mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan
mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar
perusahaan (Angraini, 2006: 5). SR merupakan isu baru yang kemudian berkembang terkait dengan
pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi
kebutuhan dunia sekarang tanpa mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi
kebutuhannya. Hal ini terkait dengan kebutuhan untuk memproteksi lingkungan (Gaffikin, 2008 : 206). SR tidak
sekadar melaporkan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan limbah, dampak sosial atas
operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program dan kinerja perusahaan atas pengembangan
masyarakat (community development) terutama di daerah operasi perusahaan (Laily, 2005). Menurut Gaffikin
(2008 : 201), ide pertanggungjawaban sosial perusahaan bisnis sudah ada pada zaman Yunani Klasik.
Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan standar yang tinggi mengenai moralitas dalam perdagangan.
Pada zaman pertengahan di Eropa, Gereja mewajibkan industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai
dengan kode moral Gereja. Isu ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada tahun
2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai bagian dari program lingkungan
Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi,
lingkungan, dan sosial yang selanjutnya direvisi pada tahun 2002 (Satyo, 2005).

C. Audit Sosial

Audit Sosial Salah satu bagian dari akuntansi sosial adalah audit sosial. Tujuan audit sosial adalah
untuk menilai kinerja perusahaan dalam hubungannya dengan harapan dan kebutuhan masyarakat (Deegan,
2004:322). Hasil audit sosial digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi perusahaan untuk mengungkapkan
kegiatan sosial perusahaan dan sebagai dasar kegiatan dialog dengan masyarakat.

2.2 Akuntansi dan Pembangunan Sustainable (Berkelanjutan)


Sejak tahun 1970-an telah banyak diskusi di berbagai forum tentang implikasi pembangunan
berkelanjutan bagi lingkungan, dan bagi kemanusiaan. Pada tahun 1987, di bawah bantuan PBB, Komisi Dunia
untuk Lingkungan dan Pembangunan, di bawah kepemimpinan GH Brundhland, menerbitkan sebuah laporan
berjudul "masa depan kita bersama" yang secara luas dikutip pada KTT Bumi 1992 di Rio de Janeiro yang
mendefinisikan pembangunan berkelanjutan sebagai:

”Pembangunan yang memenuhi kebutuhan dunia saat ini tanpa mengkompromikan pada kemampuan
generasi masa datang untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri”.

8
Pada tahun 1992 Uni Eropa menerbitkan sebuah dokumen berjudul Towards Sustainability sebagai
bagian dari Program Aksi Kelimanya. Salah satu arahan program tersebut adalah agar profesi akuntansi
menjalankan tugas atau perannya dalam menerapkan sistem pembiayaan yang menginternalisasi berbagai
biaya lingkungan. Pada tahun 2000, Minerals Council of Australia (MCA) menerbitkan Kode Manajemen
Lingkungan, menerbitkan Kerangka Kerja Mineral Australia untuk Pembangunan Berkelanjutan, yang dirancang
untuk mendorong perusahaan berkomitmen untuk menegakkan hak asasi manusia dan menghormati budaya,
adat istiadat dan nilai-nilai dalam berurusan dengan pekerja dan orang lain yang terpengaruh oleh aktivitas
mereka.

Kemudian di tahun 2000 Environment Australia menerbitkan Kerangka Untuk Pelaporan Lingkungan
Publik: sebuah pendekatan Australia: sebuah pedoman untuk pelaporan terhadap indikator lingkungan.

Australian Corporation Act 2001 meminta perusahaan – perusahaan untuk melaporkan kinerja
lingkungan dalam laporan tahunan mereka. Lamberton (2005) menelusuri sejarah akuntansi sustainabilitas dan
atribut dengan Gray much dari perkembangan konseptualnya. Dia mengatakan bahwa Gray mengidentifikasi tiga
metode sustainabilitas yang berbeda dari akunting.

a) Biaya sustainable
b) Akuntansi inventaris modal alam
c) Analisis input – output

2.3 Pertumbuhan Akuntansi Sosial dan Lingkungan dalam Riset


Banyak dari penelitian ini bertentangan dengan apa yang terjadi sampai awal 1990-an, ketika penelitian
yang dipublikasikan di area tersebut jauh lebih sedikit (dan ketika diterbitkan biasanya berasal dari sejumlah kecil
orang yang telah melawan "tren" dan merangkul isu-isu yang berkaitan dengan akuntabilitas sosial dan
lingkungan). Perlu juga dicatat bahwa banyak dari apa yang disebut "universitas terkemuka" di bidang akuntansi
tidak melakukan penelitian di bidang yang berkaitan dengan akuntabilitas sosial dan lingkungan. Hal ini
berimplikasi pada masuknya "bakat baru". Pendukung awal beberapa penelitian sosial dan lingkungan (dan
peneliti awal pada 1970-an dan 1980-an biasanya memasukkan "lingkungan" dalam istilah yang lebih luas
"sosial") yang bisa dibilang dipandang oleh banyak orang sebagai cukup radikal pada saat itu - sesuatu yang
teori kritis hari ini (mungkin diinformasikan oleh Marxis, feminis atau filsafat deep green) dapat menemukan
cukup lucu.Seperti Mathews (1997, hal 488.) Menyatakan:

“Penelitan yang mereka teliti berhubungan dengan pengungkapan non- tradisional atau menulis dalam
mendukung pengungkapan sosial terkait dianggap baik sebagai radikal dan kritis, karena mereka
secara eksplisit maupun implisit mengkritik struktur saat ini dari disiplin: laporan akuntansi keuangan
historis bagi pemegang saham dan kreditur. Ini kemudian bahwa beberapa penulis itu sendiri dikritik
karena sedang dipersiapkan untuk memodifikasi dan bukan menggantikan sistem di mana akuntansi itu
terletak”
Pekerjaan para ahli teori kritis (seperti yang ditampilkan dalam jurnal seperti AAAJ dan Perspektif Kritis
tentang Akuntansi), kritik sangat dibutuhkan dan komentar tentang berbagai resep pelaporan sosial. Mereka

9
sering kritis terhadap para pendukung akuntansi sosial dan lingkungan karena pendekatan yang diusulkan itu
dianggap melakukan sedikit, atau apa-apa, untuk mengubah Pendahuluan cara bisnis dilakukan operasi (Tinker
dkk, 1991). Namun Gray (2002) memperingatkan, akuntansi sosial adalah "topic hangat" pada tahun 1970an dan
awal 1980-an dengan berbagai organisasi dan pemerintah merangkul masalah ini, namun sepertinya hampir
menghilang dari radar selama lebih dari satu dekade. Seperti yang terjadi saat itu, pelaporan sosial dan
lingkungan umumnya merupakan praktik sukarela yang dibayangkan; jika tidak ada peraturan, itu bisa hilang lagi
- tetapi dengan upaya yang didedikasikan untuk daerah kali ini, ini tampaknya tidak mungkin. Sejak
perkembangan praktek akuntansi dan akuntabilitas sosial dan lingkungan masih dalam masa pertumbuhan
(misalnya, dibandingkan dengan praktek sejarah panjang pelaporan keuangan), masih banyak perdebatan
tentang berbagai isu.

2.4 Externalities
Ekternalities merupakan dampak kegiatan perusahaan pada masyarakat atau dampak luar perusahaan
(Harahap, 1999). Eksternalitas terdiri dari external economies dan external diseconomies. Ekonomi eksternal
terjadi ketika kegiatan perusahaan menyebabkan peningkatan sumber daya sosial dan dianggap sebagai
manfaat eksternal atau manfaat sosial yang merupakan kontribusi perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan
external diseconomies terjadi ketika aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan sumber daya sosial dan
dianggap sebagai biaya eksternal atau biaya sosial yang merupakan kerugian yang ditimbulkan oleh
perusahaan. Eksternalitas ini membedakan akuntansi konvensional dari akuntansi sosial.

Selama ini perusahaan dianggap sebagai institusi yang dapat memberikan banyak manfaat bagi
masyarakat. Ia dapat memberikan kesempatan kerja, menyediakan barang-barang yang dibutuhkan masyarakat
untuk konsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan, dan sebagainya. Oleh karena itu, perusahaan
memiliki legitimasi untuk bergerak bebas dalam menjalankan aktivitasnya. Namun seiring berjalannya waktu,
semakin disadari bahwa dampaknya terhadap masyarakat juga cukup besar dan semakin sulit dikendalikan,
seperti pencemaran, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan, kesewenang-wenangan, dan produksi
makanan haram. Dampak eksternal inilah yang disebut Externalities.

Karena besarnya dampak eksternalitas terhadap kehidupan masyarakat, masyarakat juga


menginginkan agar dampak ini dapat dikendalikan agar dampak negatif eksternalitas atau biaya sosial yang
ditimbulkannya tidak semakin besar. Dari sinilah berkembang ilmu akuntansi yang selama ini diketahui hanya
memberikan informasi tentang kegiatan perusahaan dengan pihak ketiga, sehingga dengan tuntutan tersebut,
akuntansi tidak hanya merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga, tetapi juga
dengan lingkungannya. Hubungan perusahaan dengan lingkungannya bersifat non-reciprocal, artinya transaksi
tersebut tidak mengarah pada pencapaian timbal balik dari pihak-pihak yang terkait. Ilmu akuntansi yang
mencatat, mengukur, melaporkan eksternalitas ini disebut Societal Accounting.

Eksternalitas terjadi ketika kegiatan perusahaan menyebabkan peningkatan sumber daya sosial dan
dianggap sebagai manfaat eksternal atau manfaat sosial yang merupakan kontribusi perusahaan kepada

10
masyarakat. Sedangkan external diseconomies terjadi ketika aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan
sumber daya sosial dan dianggap sebagai biaya eksternal atau biaya sosial yang merupakan kerugian yang
ditimbulkan oleh perusahaan. Eksternalitas ini membedakan akuntansi konvensional dari akuntansi sosial.

Permasalahannya, eksternalitas memiliki ciri-ciri yang menyebabkan keberadaannya kurang


diperhatikan, yaitu:

1) Biaya dan manfaat sosial sukar diperkirakan sebelumnya;


2) Identifikasi dampak externalities sulit dilakukan sebelum dampak tersebut benar-benar terjadi; dan
3) Externalities tidak mempunyai harga pasar. Sehingga masalah yang harus dipecahkan adalah
bagaimana perusahaan mempertanggungjawabkan social benefit dan social cost dan bagaimana
pengakuan, pengukuran, dan pelaporannya.

2.5 Pengakuan, Pengukuran, dan Pelaporan Externalities


Pengakuan dan Pengukuran Eksternalitas Akuntansi sosial muncul karena adanya respon terhadap
harapan masyarakat, yang kemudian timbul suatu “kesepakatan sosial” antara masyarakat dengan lembaga
masyarakat (perusahaan). Akibat dari “perjanjian” tersebut perusahaan berkewajiban untuk menghasilkan
barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat, baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa masyarakat dan perusahaan saling melakukan transaksi.

Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam pengembangan akuntansi sosial terkait dengan pengukuran
social benefit dan social cost. Manfaat sosial dan biaya sosial merupakan eksternalitas perusahaan sebagai
akibat dari “transaksi sosial” antara perusahaan dengan lingkungannya, termasuk masyarakat. (Ramanathan,
1981) mendefinisikan transaksi sosial sebagai pelaksanaan aktivitas perusahaan yang mempengaruhi
kepentingan berbagai kelompok sosial dan tidak diproses melalui pasar. American Accounting Association dalam
laporan Committee on Social Cost (Mathews dan Ferera, 1996) menyatakan, ada tiga tingkatan pengukuran
yang berkaitan dengan perkembangan akuntansi sosial, yaitu: (1) Tingkat pertama, mengidentifikasikan dan
mendiskripsikan aktivitas; (2) Tingkat kedua, pengukuran aktivitas dengan menggunakan unit nonmoneter; dan
(3) Tingkat ketiga, penilaian aktivitas dengan taksiran financial. Sejalan dengan itu ,Freedman (1989)
mengusulkan langkah-langkah untuk mengakui dan mengukur transaksi akuntansi sosial adalah dengan cara:
(1) menentukan social benefit dan social cost ; (2) mengukur item-item yang relevan; dan (3) mengukur dalam
satuan uang (nilai moneter). Karena prosesnya tidak melalui pasar, maka tidak ada harga yang pasti untuk
menggambarkan nilai pertukaran tersebut. Sehingga, transaksi akuntansi sosial tersebut sangat sulit untuk
diidentifikasi dan diukur. Kesulitan ini mungkin juga merupakan salah satu sebab mengapa perusahaan
mengabaikan masalah akuntansi sosial (selain masalah biaya).

Sulitnya mengukur social benefit dan social cost yang bersifat eksternalitas terjadi karena interaksi antara
perusahaan dengan lingkungan sosialnya tidak melalui pasar. Sehingga sulit untuk menentukan jumlah uangnya.
Untuk mengatasi kesulitan mengenai pengukuran social benefit dan social cost (externalities), maka ada
beberapa pendekatan pengukuran yang dapat digunakan yaitu sebagai berikut :

11
a) Menggunakan nilai pengganti

Nilai pengganti ini digunakan karena eksternalitas tidak dapat ditentukan secara langsung. Nilai
pengganti adalah nilai sesuatu yang diperkirakan mempunyai manfaat atau pengorbanan yang sama
dengan sesuatu yang diukur, yaitu dengan menghitung perubahan yang terjadi dalam produktivitas akibat
perubahan kualitas hidup. Contoh: Pencemaran air dapat menyebabkan penurunan produktivitas manusia
karena gangguan kesehatan. Penurunan produktivitas akan menurunkan tingkat produksi, itu akan menjadi
biaya sosial. Tetapi jika perusahaan dapat mengambil tindakan pencegahan polusi, maka akan menjadi
social benefit.

b) Menggunakan teknik survei

Pendekatan ini dilakukan dengan mencari informasi dari orang-orang yang menderita kerugian atau
menerima manfaat akibat kegiatan perusahaan. Jika menggunakan pendekatan survey, perusahaan harus
berhati-hati dalam melakukan pengukuran. Karena tidak setiap individu dalam masyarakat mengetahui
dengan jelas dampak kegiatan perusahaan terhadap dirinya. Selain itu, tidak setiap individu juga mampu
menilai dampaknya dengan satuan moneter. Contoh pendekatan survei adalah dengan mewawancarai
warga yang terkena dampak pencemaran perusahaan dengan menanyakan berapa kerugian yang diderita
dan berapa kompensasi yang harus dibayarkan perusahaan atas kerugian tersebut.

c) Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga

Dengan menggunakan pendekatan ini, pengukuran tidak dilakukan oleh perusahaan tetapi oleh pihak
eksternal yang independen (pihak ketiga). Misalnya putusan pengadilan berupa denda yang harus dibayar
oleh perusahaan akibat adanya pengaduan masyarakat atas kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
kegiatan perusahaan.

Pengukuran externalities dapat juga dilakukan dengan menggunakan akuntansi biaya penuh (full cost
accounting). Akuntansi biaya penuh dapat digunakan untuk menentukan biaya internal dan eksternal yang
terkait dengan dampak dan aspek lingkungan entitas bisnis, produk, atau proses untuk mencapai tujuan dan
kebijakan lingkungan (Willis, 1997). Akuntansi biaya penuh memerlukan identifikasi dan pengukuran
dampak dan pengaruh lingkungan yang terkait dengan ekosistem. Dampak dan pengaruh lingkungan ini
berkaitan dengan penggunaan sumber daya alam, degradasi dan perbaikannya. Penggunaan pendekatan
tersebut merupakan upaya untuk mengatasi masalah pengukuran. Karena sampai saat ini belum ada
kesepakatan tentang bagaimana externalities yang meliputi manfaat sosial dan biaya sosial dapat
diidentifikasi dan diukur dalam praktik akuntansi keuangan, perusahaan dapat memilih pendekatan ini
sesuai dengan persepsi masing-masing. Sehingga mereka dapat melaporkan tanggung jawab sosialnya
sebagai bukti kepedulian mereka terhadap lingkungan sosial.

Pengukuran dalam satuan uang Pengukuran dalam satuan uang untuk externalities (social benefit dan
social cost) biasanya menggunakan nilai moneter atau unit mata uang di mana perusahaan didirikan.

12
Pengukuran dengan satuan uang ini penting, agar bisa memberikan persepsi yang sama kepada semua
orang. Karena nilai moneter adalah bahasa umum dalam akuntansi. Tetapi dalam akuntansi sosial sulit
untuk menetapkan nilai moneter, sehingga hasilnya tidak terlalu memuaskan. Untuk sebagian besar, input
(cost) yang dihasilkan lebih mudah didefinisikan dalam satuan moneter. Karena besarnya sama dengan
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan. Di sisi lain, jumlah output dalam bentuk manfaat sulit ditentukan,
karena tidak berwujud. Misalnya, dalam kasus pencemaran, biaya sosial dapat ditentukan dari jumlah unit
uang yang dikeluarkan untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat. Sedangkan manfaat sosial
ditentukan dengan meningkatnya produktivitas masyarakat jika perusahaan mengatasi pencemaran
tersebut. Pengukuran produktivitas merupakan masalah yang kompleks karena menyangkut berbagai hal
terutama masyarakat itu sendiri dan lamanya waktu yang tidak dapat ditentukan. Adanya kesulitan dalam
menetapkan nilai moneter sebagaimana tersebut di atas, tidak menutup kemungkinan masih dapat
dikuantifikasi atau diukur dampak kegiatan perusahaan dengan menggunakan satuan moneter. Menurut
Edward and Black (Yudiani, 1998) umumnya ukuran input (cost) lebih bisa dipraktekkan dan lebih
memuaskan daripada ukuran output (benefit). Di samping itu, dalam mengkuantifikasi eksternalitas dapat
dilakukan dengan menggunakan ukuran moneter dan non moneter seperti yang disarankan oleh Fredman
(1989).

Pelaporan Eksternalitas Laporan yang dihasilkan dari akuntansi sosial akan menyajikan masalah
eksternalitas yang meliputi manfaat sosial dan biaya sosial. Sejauh ini, belum ada bentuk standar pelaporan
kegiatan sosial perusahaan. Hal ini terjadi karena tidak adanya kesepakatan tentang isi dan bentuk. Pada
dasarnya laporan-laporan tersebut bersifat sama yaitu memberikan informasi mengenai manfaat sosial
perusahaan dan data biaya sosial. Di berbagai negara, sejumlah perusahaan telah melaporkan pencapaian
sosial mereka. Cakupan aspek sosial yang dilaporkan masih sangat bervariasi. Beberapa melaporkan
tanggung jawab sosial mereka dalam laporan tahunan, dan beberapa mempublikasikan informasi dalam
laporan terpisah dari laporan tahunan. Guthrie dan Parker (Yudiani, 1998) melakukan penelitian terhadap
laporan tahunan perusahaan di Australia, Amerika Serikat dan Inggris antara tahun 1988 sampai dengan
1993 menunjukkan bahwa, sebagian besar (diatas 50%) dari 50 laporan tahunan tersebut mengungkapkan
informasi mengenai dampak sosial. Di Australia sebesar 50%, Amerika Serikat 85% dan di Inggris sebesar
98%. Informasi yang diungkapkan yaitu sumber daya manusia, komunitas dan lingkungan. Guthrie dan
Parker juga mengungkap cara pelaporan dampak sosial yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan. Di
Amerika Serikat, laporan atas dampak sosial cenderung mengambil bentuk diskripsi singkat pada laporan
tahunan dengan mengkuantifikasi dalam bentuk unit meneter (untuk social cost) dan non moneter. Di Inggris
cara pengungkapan dampak sosial sama dengan di Amerika Serikat. Sedangkan di Australia
pengungkapannya cenderung bersifat non moneter. Variasi-variasi tersebut merupakan bukti bahwa belum
adanya pembakuan dalam pelaporan informasi dampak sosial perusahaan menyebabkan
ketidakseragaman dalam pelaporannya. Perbedaan materi yang diungkap antara negara satu dengan

13
negara lainnnya diduga karena ketentuan undang-undang yang berbeda sebagai pencerminan kehendak
rakyat.

2.6 Identifikasi Social Benefit dan Social Cost


Proses pertama pengukuran transaksi akuntansi sosial adalah menentukan apa yang merupakan social
benefit dan social cost. Selama ini belum ada pembakuan mengenai apa saja yang dapat diklasifikasikan
sebagai social benefit dan social cost. Dalam praktek, identifikasi mengenai social benefit dan social cost sangat
tergantung pada persepsi perusahaan dengan mengacu konsep-konsep yang diberikan oleh para ahli akuntansi.
Freedman (1989) memberikan cara untuk mengidentifikasi social benefit dan social cost yaitu dengan
menggunakan proses produksi dan distribusi perusahaan sebagai dasar pengidentifikasian. Dengan dasar
tersebut, perusahaan akan dapat menentukan efek samping dari produknya dan menterjemahkannya dalam
item-item yang relevan.

Model alternatif pelaporan keuangan sehubungan dengan dampak sosial yang disebabkan oleh aktivitas
perusahaan menurut Parker, Ferris dan Otley (2000) dibagi menjadi beberapa kategori. Dan perusahaan dapat
memilih salah satu model pelaporan tersebut dengan mempertimbangkan kondisi masing-masing perusahaan.

1) Inventory Approach

Dampak-dampak sosial, baik positif maupun negatif diungkap dalam bentuk diskripsi. Pengungkapan
dalam satuan moneter dilakukan bila data tersedia.

2) Outlay Cost Approach

Pendekatan ini melihat dari sudut pandang perusahaan, yaitu dengan cara mengungkapkan berapa
cost yang dikeluarkan oleh perusahaan sehubungan dengan pertanggungjawaban sosial yang dilakukannya
dengan membagi ke dalam kategori-kategori tertentu. Para pengguna laporan keuangan dapat melakukan
perbandingan dengan tahun sebelunya. Pendekatan ini tidak berorientasi pada constituents perusahaan,
sehingga tidak mengungkapkan berapa social cost dan benefit cost yang timbul bagi mereka.

3) Cost Benefit Approach

Unsur-unsur yang dilaporkan adalah social cost dan social benefit. Pendekatan ini dipandang lebih
memadai dari kedua pendekatan sebelumnya, karena memungkinkan untuk dibandingkan antara social cost
dan social benefit.

4) Program Management Approach

Pendekatan ini mencoba menggambarkan upaya yang dilakukan dan hasil yang dicapai dari program
sosial perusahaan. Laporan menyajikan outlay cost dari kategori dampak sosial tertentu, sasaran program,
dan mengevaluasi apakah hasil yang dicapai telah sesuai dengan sasaran yang diharapkan. Hasil yang
dicapai disajikan secara naratif dan kuantitatif.

14
5) Goal Accounting Approach

Model ini merupakan variasi model program management approach yang mengasumsikan bahwa
organisasi menyusun tujuan operasional, financial dan tujuan sosial.

2.7 Prospek Penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia


Di Indonesia, tanggung jawab sosial belum membudaya jika dibandingkan dengan negara-negara maju
(Yudiani,1998). Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran pengusaha untuk memenuhi tanggung jawab
sosialnya. Upaya perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar masih
tergolong rendah. Masih banyak perusahaan yang beroperasi semata-mata untuk mengejar keuntungan
sebesar-besarnya tanpa menghiraukan akibat yang ditimbulkan dari kegiatan mengejar keuntungan
tersebut. Pencemaran, kebakaran hutan, kerusakan lingkungan masih menjadi masalah yang harus
diselesaikan, termasuk masalah yang melibatkan karyawan dan masyarakat sekitar.

Meski demikian, prospek penerapannya cukup cerah. Hal ini ditandai dengan munculnya undang-
undang dan berbagai macam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti undang-undang tentang
pengelolaan lingkungan dan undang-undang tentang ketenagakerjaan, yang kesemuanya bertujuan agar
perusahaan mau menjalankan tanggung jawabnya sebagai bentuk kepedulian perusahaan. untuk
lingkungan sosial mereka. Selain itu, reaksi masyarakat yang selalu kritis terhadap lingkungan juga semakin
meningkat. Kepedulian masyarakat ini juga akan mampu mewujudkan tanggung jawab sosial perusahaan.
Untuk dapat diimplementasikan, selain diperlukan kesadaran yang tinggi oleh perusahaan yang didukung
oleh peraturan perundang-undangan serta peran aktif masyarakat, juga diperlukan standar yang dapat
digunakan sebagai pedoman untuk mengenali, mengukur dan melaporkan tanggung jawab sosial
perusahaan dalam laporan keuangan. Meskipun Standar Akuntansi Keuangan yang selama ini berlaku di
Indonesia belum mencakup kepentingan masyarakat dan lingkungan (Yuniarti, 1989). Dan ini seharusnya
menjadi tantangan bagi akuntan di Indonesia. Untuk itu diperlukan kerja berkesinambungan baik oleh tim
penyusun standar (IAI), akuntan maupun peneliti untuk melakukan penelitian dan pengembangan di bidang
akuntansi yang tidak hanya fokus pada lingkup akuntansi konvensional. Maka dari karya mereka akan
dikembangkan kerangka teori yang dapat digunakan sebagai standar pembuatan laporan yang berorientasi
sosial.

15
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1) Akuntansi sosial merupakan pengidentifikasian, pengukuran, dan analisis konsekuensi ekonomi
dan sosial antara perusahaan dengan lingkungannya (Freedman, 1989).
2) Australian Corporation Act 2001 meminta perusahaan – perusahaan untuk melaporkan kinerja
lingkungan dalam laporan tahunan mereka. Lamberton (2005) menelusuri sejarah akuntansi
sustainabilitas dan atribut dengan Gray much dari perkembangan konseptualnya. Dia mengatakan
bahwa Gray mengidentifikasi tiga metode sustainabilitas yang berbeda dari akunting yaitu Biaya
sustainable, Akuntansi inventaris modal alam, dan Analisis input – output.
3) Karena perkembangan praktek akuntansi dan akuntabilitas sosial dan lingkungan masih dalam
masa pertumbuhan (misalnya, dibandingkan dengan praktek sejarah yang panjang dari pelaporan
keuangan), masih ada banyak perdebatan mengenai berbagai isu.
4) Ekternalities merupakan dampak kegiatan perusahaan pada masyarakat atau dampak luar
perusahaan (Harahap, 1999).
5) Beberapa pendekatan pengukuran yang dapat digunakan yaitu menggunakan nilai pengganti,
menggunakan teknik, survey, dan menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga.
6) Perusahaan dapat memilih salah satu model pelaporan tersebut dengan mempertimbangkan
kondisi masing-masing perusahaan yaitu Inventory Approach, Outlay Cost Approach, Cost Benefit
Approach, Program Management Approach, Goal Accounting Approach.
7) Prospek penerapan Akuntansi Sosial di Indonesia cukup cerah. Hal ini ditandai dengan munculnya
undang-undang dan berbagai macam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti UU
mengenai pengelolaaan lingkungan hidup dan UU tentang ketenaga kerjaan, yang semuanya
bertujuan agar perusahaan mau melaksanakan tanggung jawab sebagai wujud kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan sosialnya. Di samping itu reaksi masyarakat yang selalu kritis

16
menilai lingkungan juga semakin meningkat. Kepedulian masyarakat ini juga akan dapat membuat
perusahaan menyadari tanggung jawab sosialnya.

3.2 Saran
Semoga makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca tentang konsep laba dan modal sehingga
dapat memahami ketika bekerja di dunia kerja maupun sebagai pelaku usaha. Jika ada peneliti atau penulis lain
yang ingin menulis tentang Societal Accounting, dapat menambahkan apa saja yang masih kurang dari makalah
kami, sehingga dapat dijadikan referensi yang lebih lengkap bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Angraini. 2006. ”Pengungkapan Informasi Sosial Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan
Informasi Sosial Dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris Pada Perusahaan-Perusahaan
Yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta)”. Disampaikan Di Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Deegan, Craig. 2004. Financial Accounting Theory. Australia: Mcgraw-Hill

Gaffikin, Michael. 2008. Accounting Theory Research, Regulation And Accounting Practice. N.S.W.: Pearson
Education.

Kholis, Azizul. 2002. “Tinjauan Teoritis Akuntansi Sosial (Social Accounting) dan Penerapannyan di Indonesia”.
Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi Vol.2, No. 2 Agustus 2002 : 27-43.

Lily. 2005. “Indonesia Sustainability Reporting Award”. Akuntansi. Edisi 47. Tahun XII, Juli 2005. Hal. 17.

Satyo. 2005. “Perlu Political Will Yang Kuat”. Akuntansi. Edisi 47. Tahun XII, Juli 2005. Hal. 10—11.

Sugiono, Agus. 2013. “Akuntansi Sosial dan Lingkungan, Perlu atau Tidak? (Tinjauan Konsep dan
Implementasinya Pada Perusahaan-Perusahaan di Indonesia)”. Jurnal Pemikiran Penelitian Ekonomi,
Vol.1, No.1 Desember 2013.

17

Anda mungkin juga menyukai