Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH AKUNTANSI SOSIAL DAN LINGKUNGAN

(AKUNTANSI UNTUK MANFAAT DAN BIAYA SOSIAL DALAM PELAPORAN


KINERJA SOSIAL)

OLEH :

VENANTINUS RENALDI HANA (1810020102)

MARIA NATALIA DHIGO (1910020016)

ANGGITA PRATAMI (1910020025)

STEVANIA ANITA SENDA (1910020028)

PROGRAM STUDI AKUNNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur pensulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkatNya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “ Akuntansi Untuk Manfaat
dan Biaya Sosial dalam Pelaporan Kinerja Sosial”.Makalah disusun dengan mendapatkan
dukungan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu
penulis tetap mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya membangun demi perbaikan
selanjutnya.

Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat menambah wawasan dan sumber acuan
informasi bagi penulis, pembaca, dan bagi instansi terkait.

Kupang, November 2021

Penulis

DAFTAR ISI
COVER.................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR........................................................................................................... ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang………………………………………………………………………….. ..1

1.2 Rumusan masalah……………………………………………………………………........1

1.3 Tujuan………………………………………………………………………………….….2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Akuntansi Sosial……………………………………………………...……….6

2.2 Akuntansi Untuk Manfaat dan Biaya Sosial……………………………………..….…….7

2.3 Pelaporan Kinerja Sosial…………………………………………………………….……10

2.4 Motivasi Pelaporan Kinerja Sosial …...............................…………………………….…11

2.5 Pengukuran dan Pengakuan Biaya dan Manfaat Sosial ……………...……………….…13

2.6 Analisa Biaya dan Manfaat Sosial atas BUMN Sektor Pertambangan ……………..…...18

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..……21

3.2 Saran………………………………………………………………………………....…21

DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Akuntansi Sosial sering juga disebut Akuntansi Lingkungan ataupun Akuntansi Sosial
Ekonomi, oleh Belkoui (2000), yang diterjemahkan Ramanathan, didefinisikan sebagai
proses seleksi variabel-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur
pengukuran yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Biaya dan manfaat
sosial merupakn bagian dari akuntansi sosial dimana melakukan analisis mengenai proyek
yang dijalankan perusahaan tersebut juga tidak merugikan masyarakat sekitar. Dalam analisa
manfaat dan biaya tidak hanya mengukur kelayakan dari aspek komersial saja, tetapi juga
mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial. Dalam ekonomi konvesional analisa
manfaat biaya hanya memperhitungkan input dan output yang nilainya ada di pasar.

Oleh karena itu,analisis manfaat sosial dan biaya sosial dituangkan dalam kienrja
sosial. Kinerja sosial ini sendiri terkait pelaporan perusahaan terkait manfaat sosial dan biaya
sosial yang terkait dengan perusahaan. Karena perusahaan harus juga harus memperhatikan
lingkungan di luar perusahaan seperti masyarakat juga perlu diperhatikan dalam
kelangsungan perusahaan.

1.2. Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu Akuntansi sosial ?

1.2.2 Bagaimana Akuntansi untuk Manfaat sosial dan Biaya sosial?

1.2.3 Bagaimana Pelaporan Kinerja Sosial?

1.2.4 Bagaimana Pengukuran dan Pengakuan Manfaat Sosial dan Biaya Sosial?

1.2.5 Bagaimana Motivasi Pelaporan Kinerja?

1.2.6 Bagaimana Contoh Analisis Manfaat dan Biaya Sosial di BUMN?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1 Untuk menjelasakan Akuntansi Sosial

1.3.2 Untuk menjelaskan Akuntansi untuk manfaat sosial dan biaya sosial

1.3.3 Untuk menjelaskan pelaporan kinerja sosial

1.3.4 Untuk menjelaskan pengukuran dan pengakuan manfaat dan biaya sosial

1.3.5 Untuk menjelaskan motivasi pelaporan kinerja

1.3.6 Untuk menjelaskan analisis manfaat dan biaya sosial di BUMN sektor pertambangan

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Akuntansi Sosial

Akuntansi Sosial sering juga disebut Akuntansi Lingkungan ataupun Akuntansi Sosial
Ekonomi, oleh Belkoui (2000), yang diterjemahkan Ramanathan, didefinisikan sebagai
proses seleksi variabel-variabel kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran dan prosedur
pengukuran; yang secara sistematis mengembangkan informasi yang bermanfaat untuk
mengevaluasi kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada
kelompok sosial yang tertarik, baik di dalam maupun di luar perusahaan. Harahap
(1999;184), dalam bukunya menggunakan istilah Socio Economic Accounting (SEA) yang
menyatakan akuntansi sosial merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba
mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost
yang ditimbulkan oleh lembaga atau perusahaan.

Menurut Sahid (2002), ada beberapa pengertian akuntansi lingkungan atau akuntansi
sosial, ada pengertian yang luas dan ada pula pengertian yang sempit.Dalam pengertian yang
luas dalam himpunan istilah lingkungan untuk manajemen (Handry Satriago), akuntansi
lingkungan merupakan proses akunting yang:

1. Mengenali, mencari, dan kemudian mengurangi efek-efek lingkungan negatif dari


pelaksanaan praktik laporan yang konvensional
2. Mengenali secara terpisah biaya-biaya dan penghasilan yang berhubungan dengan
lingkungan dalam sistem laporan yang konvensional;
3. Mengambil langkah-langkah aktif untuk menyusun inisiatif-inisiatif untuk
memperbaiki efek-efek lingkungan yang timbul dari praktik-praktik pelaporan
konvensional
4. Merencanakan bentuk-bentuk baru sistem laporan finansial dan non finansial, sistem
informasi dan sistem pengawasan untuk lebih mendukung keputusan manajemen yang
secara lingkungan tidak berbahaya

Jadi secara umum akuntansi sosial didefinisikan sebagai penyusunan, pengukuran,


dan analisis terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial dan ekonomi dari perilaku yang
berkaitan dengan pemerintah dan wirausahawan.Dari definisi-definisi tersebut dapat dilihat
bahwa akuntansi sosial memberikan gambaran mengenai interaksi dari aktivitas perusahaan
terhadap lingkungan sosialnya. Akuntansi sosial juga memberikan informasi yang dapat
digunakan untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja sosial dari perusahaan.

2.2.Akuntansi untuk Manfaat dan Biaya Sosial

Dasar bagi kebanyakan teori akuntansi sosial datang dari analisis yang dilakukan oleh
A.C. Pigou terhadap biaya dan manfaat sosial. A.C. Pigou adalah seorang ekonom neo-klasik
yang memperkenalkan pemikiran mengenai biaya dan manfaat sosial kedalam ekonomi
mikro pada tahun 1920. Titik pentingnya adalah bahwa optimalitas Pareto (titik dalam
ekonomi kesejahteraan dimana adalah mungkin untuk meningkatkan kesejahteraan seseorang
tanpa mengurangi kesejahteraan dari orang lain) tidak dapat dicapai selama produk sosial
neto dan produk pribadi neto tidak merata. Tetapi, mungkin bahwa masyarakat sebagai satu-
kesatuan menerima manfaat dari produk tersebut yang bahkan lebih besar lagi. Pigou
menyebut seluruh manfaat dari produksi suatu poduk tanpa memedulikan siapa yang
menerimanya adalah manfaat sosial. Perbedaaan antara manfaat sosial dengan manfaat
pribadi (manfaat sosial yang tidak dibagi) dapat dibagi menjadi ekonomi eksternal dan
elemen surplus konsumen.

Suatu analisis yang serupa dapat dibuat dalam hal biaya. Bagi Pigou, biaya sosial
terdiri atas seluruh biaya untuk menghasilkan suatu produk, tanpa mempedulikan siapa yang
membayarnya. Biaya yang di bayarkan oleh produsen disebut sebagai biaya pribadi. Selisih
antara biaya sosial dan biaya pribadi (disebut sebagai “biaya sosial yang tidak
dikompensasikan”) dan disebabkan oleh banyak faktor. Suatu perusahaan yang menimbulkan
polusi mengenakan biaya kepada masyarakat, tetapi perusahaan tersebut tidak membayar
biaya tersebut kepada masyarakat. Hal ini disebut dengan non-ekonomi eksternal. Suatu
situasi dimana seorang pekerja menderita sakit akibat pekerjaannya dan tidak memperoleh
kompensasi penuh dapat dianggap sebagai suatu eksploitasi terhadap faktor
produksi.Menurut Pigou, optimalitas Pareto hanya dapat dicapai jika manfaat sosial marginal
sama dengan biaya sosial marginal.

Perbedaan antara Pigou dengan model ekonomi tradisional dimana pendapatan


marginal setara dengan biaya marginal berasal dari perbedaan antara manfaat sosial dan
pribadi dengan biaya sosial dan pribadi. Jika perbedaan neto antara kedua kelompok biaya
dan manfaat tersebut adalah nol, maka tidak ada perbedaan antara teori Pigou dan teori
ekonomi tradisional. Dengan demikian, ketika akuntan mengukur manfaat pribadi
(pendapatan) dan biaya pribadi (beban) serta mengabaikan yang lainnya, mereka bersikap
konsisten dengan teori ekonomi tradisional. Gerakan kearah akuntansi sosial, sebagian besar
terdiri dari usaha-usaha untuk memasukkan biaya pribadi dan biaya sosial yang tidak terbagi
kedalam model akuntansi.

A.Teori Akuntansi Sosial

Berdasarkan analisis Pigou dan gagasan mengenai suatu “kontrak sosial”,


K.V.Ramanathan (1976) mengembangkan suatu kerangka kerja teoritis untuk
akuntansi atas biaya dan manfaat sosial. Perusahaan memiliki sutau kontrak tidak
tertulis untuk enyediakan manfaat neto untuk masyarakat. Manfaat neto adalah selisih
antara kontribusi suatu perusahaan tersebut kepada masyarakat dengan kerugian yang
ditimbulkan oleh perusahaan tersebut terhadap masyarakat.Terdapat dua masalah
utama dengan pendekatan Ramanathan. Pertama, untuk menentukan kontribusi neto
kepada masyarakat, beberapa jenis sistem nilai harus ditentukan. Bagaimana entitas
tersebut menentukan apa yang merupakan kontribusi atau apa yang merupakan
kerugian bagi masyarakat?. Beberapa kerugian seperti polusi secara universal dibenci
dan memasukkannya dalam suatu laporan akuntansi dan dibenarkan dengan relatif
mudah. Akan tetapi, evaluasi pos-pos lain dapat bergantung pada keyakinan
manajemen.Masalah utama kedua berkaitan dengan pengukuran. Adalah teramat sulit
untuk menguantifikasi jumlah pos yang akan dimasukkan dalam laporan kontribusi
neto kepada masyarakat.

B.Menetukan Biaya dan Manfaat Sosial

Cara untuk mengidentifikasi asal dari biaya dan manfaat sosial adalah dengan
memeriksa proses distribusi dan produksi perusahaan individual guna
mengidentifikassi bagaimana kerugian dan kontribusi serta menentukan bagaimana
hal itu terjadi. Jika satu bagian dari proses produksi dan distribusi diperiksa –
mungkin ditemukan produk sampingan yang negative diciptakan bersama-sama
dengan produk yang berguna.

C.Kuantifikasi terhadap Biaya dan Manfaat

Ketika aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan dari
kerugian serta kontribusi tertentu diidentifikasikan, maka dampak pada manusia dapat
dihitung. Untuk mengukur suatu kerugian dibutuhkan informasi mengenai variabel-
variabel utama, yaitu waktu dan dampak.

1)Waktu

Beberapa peristiwa yang menghasilkan biaya sosial membutuhkan


waktu beberapa tahun untuk menimbulkan suatu akibat. Dalam hal
pengukuran, adalah penting untuk menentukan lamanya waktu tersebut.
dampak jangka panjang sebaiknya diberikan bobot yang berbeda dengan
dampak jangka pendek.

2)Dampak

Orang-orang dapat dipengaruhi secara ekonomi, fisik, psikologis, dan


sosial oleh berbagai kerugian. Untuk mengukur biaya sosial tersebut adalah
perlu untuk mengidentifikasikan kerugian-kerugian tersebut dan
menguantifikasikannya.

Biaya-biaya tersebut dapat diklasifikasikan sebagai kerugian ekonomi, fisik, psikologis, atau
sosial.

•Kerugian ekonomi

Biaya-biaya ini meliputi tagihan pengobatan dan rumah sakit yang tidak
dikompensasi, hilangnya produktivitas, dan hilangnya pendapatan yang diderita oleh
pekerja. Jelaslah, perhitungan ganda atas hilangnya pendapatan dan produktivitas
harus duhindari.

•Kerugian fisik

Menghitung nilai dari kehidupan atau kesehatan manusia adalah hal yang sulit
untuk dilakukan, tetapi seringkali dicoba dalam analisis biaya-manfaat yang
tradisional.

•Kerugian psikologis

Kerugian-kerugian ini juga sulit untuk dikuantifikasi dan harus didiskontokan


pada tingkat bunga yang sesuai.

•Kerugian sosial
Dalam keluarga pekerja, perubahan peran dapat terjadi sebagai akibat dari
penyakit tersebut. keluarga tersebut dapat menjadi begitu trauma sehingga terjadi
perpecahan. Nilai sekarang dari seluruh dampak ini bagaimanapun juga harus
dihitung

2.3. Pelaporan Kinerja Sosial

Kerangka kerja akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan terdapat
masalah pengukuran yang serius mengenai biaya dan manfaat. Meskipun demikian, sejumlah
penulis telah menyarankan agar perusahaan melaporkan kinerja akuntansi sosialnya baik
secara internal maupun secara eksternal. Pendekatan-pendekatan pelaporan akuntansi sosial
tersebut meliputi :

1. Audit Sosial

Audit sosial yaitu mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan
lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dan operasi perusahaan
yang mengikuti peraturan. Mulanya, manajer perusahaan diminta membuat daftar
aktivitas dengan konsekuensi sosial. Setelah daftar tersebut dihasilkan, auditor sosial
kemudian menilai dan mengukur dampak-dampak dari kegiatan sosial perusahaan.
Audit sosial dilaksanakan secara rutin oleh kelompok konsultan internal maupun
eksternal, sebagai bagian dari pemeriksaan internal sehingga manajer mengetahui
konsekuensi sosial dari tindakan mereka. Selain itu, audit sosial juga bermanfaat agar
manajer bisa memperbaiki kinerja mereka dalam bidang-bidang sosial.

Audit sosial serupa dengan audit keuangan dalam hal bahwa audit sosial
mencoba untuk secara independen menganalisis suatu perusahaan dan menilai kinerja.
Tetapi terdapat perbedaan utama mengenai apa yang dianalisis. Dalam audit sosial,
auditor memeriksa operasi untuk menilai kinerja sosial dari suatu perusahaan dan
bukan memeriksa kinerja keuangannya.

2. Laporan-Laporan Sosial

Laporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan perusahaan


dengan komunitasnya, dikembangkan salah satunya oleh David Linowes. Ia membagi
laporannya dalam tiga kategori: hubungan dengan manusia, hubungan dengan
lingkungan, dan hubungan dengan produk. Pada setiap kategori, ia membuat daftar
mengenai konstribusi sukarela perusahaan dan kemudian mengurangkannya dengan
kerugian yang disebabkan oleh aktivitas perusahaan itu. Linowes memoneterisasi
segala sesuatunya dalam laporan tersebut, sampai pada saldo akhir, yang disebutnya
sebagai tindakan sosio-ekonomi netto untuk tahun tersebut.

Dalam laporan Linowes, seluruh kontribusi dan kerugian harus dihitung secara
moneter. Selain Linowes, Ralph Estes juga mengembangkan suatu model pelaporan
mengenai manfaat dan biaya sosial. Ia menghitung manfaat sosial sebagai seluruh
kontribusi kepada masyarakat yang berasal dari operasi perusahaan (misalnya,
lapangan kerja yang disediakan, sumbangan, pajak, perbaikan lingkungan).
Sedangkan biaya sosial, meliputi seluruh biaya operasi perusahaan (bahan baku yang
dibeli, utang kerusakan lingkungan, luka-luka dan penyakit yang berkaitan dengan
pekerjaan). Manfaat sosial dikurangkan dengan biaya social untuk memperoleh
manfaat atau biaya netto.

3.Pengungkapan dalam Laporan Tahunan

Beberapa perusahaan menerbitkan laporan tahunan kepada pemegang saham


disertai beberapa informasi sosial yang dilakukan. Namun, melalui informasi yang
dicantumkan dalam laporan tahunan tersebut, belum dapat dinilai kinerja sosial
perusahaan secara komprehensif, karena kebanyakan informasi yang diungkapkan
dalam laporan tahunan bersifat sukarela dan selektif. Dalam artian, bisa jadi
perusahaan hanya menyoroti kontribusi positifnya dan mengabaikan dampak negatif
yang ditimbulkan dari aktivitas usahanya.

2.4. Motivasi Pelaporan Kinerja Sosial

A.Motivasi Mempertahankan Legitimasi Operasi Perusahaan

Menurut Teori Legitimasi, organisasi/perusahaan melakukan aktivitas tertentu


termasuk dalam hal pengungkapan informasi, karena dalam rangka untuk memperoleh
legitimasi dari masyarakat sekitar di mana organisasi/perusahaan tersebut beroperasi.
Teori Legitimasi menjelaskan bahwa kebijakan di dalam pengungkapan informasi
akuntansi kepada publik digunakan oleh perusahaan bersangkutan sebagai strategi
untuk menjaga hubungan baik antara perusahaan tersebut dengan pihak-pihak luar
(terutama stakeholders). Sebuah perusahaan dipandang sebagai sebuah bagian dari
sistem sosial yang lebih luas di mana kelangsungan hidupnya dan kesuksesannya
tergantung kepada kesesuaian aktivitas perusahaan dengan harapan masyarakat.
Kegagalan sebuah perusahaan di dalam memenuhi harapan masyarakat,akan
mengakibatkan perusahaan tersebut mendapat sanksi dari masyarakat, berupa
pembatasan terhadap legalitas operasi organisasi/perusahaan, pembatasan terhadap
akses sumber daya seperti modal keuangan dan tenaga kerja, dan pengurangan
konsumsi oleh masyarakat terhadap produk dari organisasi/perusahaan tersebut.

B. Motivasi Mengelola Hubungan dengan Kelompok Stakeholder Tertentu

Dalam legitimasi teori, pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi


pertanggungjawaban sebuah perusahaan didefinisikan sebagai komunitas. Pandangan
tersebut hampir sama dengan perspektif dalam Teori Stakeholder. Dalam Teori
Stakeholder, sebuah perusahaan juga dianggap sebagai bagian dari sebuah sistem
sosial yang lebih luas, tetapi teori ini secara spesifik membedakan kelompok-
kelompok stakeholder yang ada dalam masyarakat. Teori Stakeholder
mempertimbangkan adanya ekspektasi yang berbeda-beda dari setiap kelompok
stakeholder yang akan berpengaruh terhadap operasi dan kebijakan pengungkapan
informasi perusahaan bersangkutan. Sebuah perusahaan tidak akan memberikan
tanggapan yang sama kepada setiap stakeholder, tetapi dalam perspektif praktis
perusahaan tersebut akan memberikan perhatian yang lebih besar kepada para
stakeholder yang berpengaruh kuat. Kekuatan stakeholder, seperti pemilik, kreditor
atau lembaga regulator (biasanya pihak pemerintah) dalam mempengaruhi
manajemen, dipandang dari kekuatan dan kemampuannya dalam mengendalikan
sumbersumber yang diperlukan oleh perusahaan tersebut. Semakin kuat posisi
stakeholder dalam menentukan kelangsungan hidup dan kesuksesan perusahaan, maka
akan semakin mendapat perhatian dari manajemen. Sebuah organisasi/perusahaan
akan sukses jika mampu memuaskan bermacam-macam keinginan dari kelompok
stakeholder yang berpengaruh kuat. Kekuatan stakeholder dapat diukur berdasarkan
hal-hal berikut:

• kekuasaan terhadap sumber daya terbatas (keuangan, tenaga kerja);

• akses terhadap media masa yang berpengaruh;


•kemampuan dalam melakukan perlawanan hukum terhadap perusahaan
bersangkutan

C. Motivasi Keyakinan Sebagai Akuntanbilitas Organisasi/Perusahaan

Pengungkapan informasi kinerja tanggung jawab sosial dan lingkungan bisa


didorong oleh karena manajer percaya bahwa berbagai kelompok stakeholder berhak
untuk mengetahui mengenai implikasi operasi perusahaan terhadap kualitas sosial dan
lingkungan. Sudut pandang bahwa manajer yakin mempunyai akuntabilitas terhadap
kinerja sosial dan lingkungan perusahaan yang dipimpinnya, dapat kita bandingkan
dengan sudut pandang dalam Teori Akuntansi positif, bahwa para manajer melakukan
aktivitasnya karena semata-mata didorong oleh kepentingan pribadi.

D. Motivasi Menghalangi Usaha Pembuatan Regulasi yang Lebih Memberatkan

Masih berkaitan dengan motivasi-motivasi sebelumnya, sangat dimungkinkan


manajer sebuah perusahaan, dan organisasi/asosiasi industri melakukan
pengungkapan informasi kinerja sosial dan lingkungan dalam rangka untuk
menghalangi pemerintah menekan industri bersangkutan, yang sangat mungkin akan
merepotkan karena terlalu banyak persyaratan pelaporan. Sebagaimana kita ketahui
bersama, sekarang ini masih sangat minim regulasi dari pemerintah yang mengatur
tentang pelaporan kinerja sosial dan lingkungan. Oleh karenanya asosiasi industri
mengambil ide untuk mengatur sendiri sebelum hal tersebut diambil alih oleh
pemerintah.

2.5 Pengukuran dan Pengakuan Biaya Dan Manfaat Sosial

Ekternalities merupakan dampak kegiatan perusahaan pada masyarakat atau dampak


luar perusahaan (Harahap, 1999). Externalities terdiri dari external economies dan exernal
diseconomies. Exernal economies terjadi bila aktivitas-aktivitas perusahaan menyebabkan
kenaikan sumber daya sosial dan dianggap sebagai exernal benefit atau social benefit yang
merupakan kontribusi perusahaan kepada masyarakat. Sedangkan exernal diseconomies
terjadi bila aktivitas perusahaan menyebabkan penurunan sumber daya sosial dan dianggap
sebagai exernal cost atau social cost yang merupakan kerusakan yang diakibatkan oleh
perusahaan.
Akuntansi sosial timbul karena adanya respon terhadap harapan masyarakat, yang
kemudian timbul adanya “perjanjian sosial” antara masyarakat dengan lembaga masyarakat
(perusahaan). Konsekuensi “perjanjian” tersebut adalah, perusahaan berkewajiban
menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi masyarakat baik manfaat ekonomi
maupun manfaat sosial. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa antara masyarakat dengan
perusahaan saling mengadakan transaksi. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam rangka
pengembangan akuntansi sosial berhubungan dengan pengukuran social benefit dan social
cost. Social benefit dan social cost merupakan externalities perusahaan sebagai akibat
adanya “transaksi sosial” antara perusahaan dengan lingkungannya termasuk masyarakat.
Ramanathan (Yudiani, 1998) mendefinisikan transaksi sosial sebagai pelaksanaan aktivitas
perusahaan yang mempengaruhi kepentingan berbagai kelompok sosial dan tidak diproses
melalui pasar. Karena prosesnya tidak melalui pasar, maka tidak ada harga yang pasti untuk
menggambarkan nilai pertukaran tersebut. Sehingga, transaksi akuntansi sosial tersebut
sangat sulit untuk diidentifikasi dan diukur.

 Identifikasi social benefit dan social cost

Proses pertama pengukuran transaksi akuntansi sosial adalah menentukan apa


yang merupakan social benefit dan social cost. Selama ini belum ada pembakuan
mengenai apa saja yang dapat diklasifikasikan sebagai social benefit dan social cost.
Dalam praktek, identifikasi mengenai social benefit dan social cost sangat tergantung
pada persepsi perusahaan dengan mengacu konsep-konsep yang diberikan oleh para
ahli akuntansi. Freedman (1989) memberikan cara untuk mengidentifikasi social
benefit dan social cost yaitu dengan menggunakan proses produksi dan distribusi
perusahaan sebagai dasar pengidentifikasian. Dengan dasar tersebut, perusahaan akan
dapat menentukan efek samping dari produknya dan menterjemahkannya dalam item-
item yang relevan. Laporan yang dihasilkan oleh akuntansi sosial merupakan bentuk
pertanggungjawaban sosial perusahaan yang meliputi social benefit dan socialcost.
Menurut Purwono (2000) suatu aktivitas yang berdampak pada lingkungan akan
diklasifikasikan sebagai social benefit apabila aktivitas tersebut: (1) memperbaiki
keadaan lingkungan, (2) mengurangi kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
Sedangkan suatu aktivitas yang berdampak pada lingkungan akan diklasifikasikan
sebagai social cost apabila aktivitas tersebut: (1) menimbulkan kerusakan lingkungan
(2) menambah kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
 Pengukuran item-item yang relevan (social benefit dan social cost)

Setelah social benefit dan social cost perusahaan dapat diidentifikasi, maka
proses selanjutnya adalah mengukur item-item yang relevan. Menurut Standar
Akuntansi Keuangan (SAK), pengukuran didefinisikan sebagai proses penetapan
jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam
neraca dan rugi laba yang menyangkut dasar pengukuran tertentu. Kesulitan
pengukuran social benefit dan social cost yang merupakan externalities, terjadi karena
interaksi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tidak melalui pasar.
Sehingga penetapan jumlah uang sulit dilakukan. Untuk mengatasi kesulitan
mengenai pengukuran social benefit dan social cost (externalities), maka ada
beberapa pendekatan pengukuran yang dapat digunakan. Harahap (1999)
memberikan beberapa pendekatan dalam pengukuran externalities, yaitu sebagai
berikut.

a.Menggunakan nilai pengganti

Nilai pengganti ini digunakan karena externalities tidak dapat


ditentukan secara langsung. Nilai pengganti adalah nilai dari sesuatu yang
diperkirakan mempunyai manfaat sama atau pengorbanan sama dengan
sesuatu yang diukur, yaitu dengan cara menghitung perubahan yang terjadi
dalam produktivitas karena adanya perubahan kualitas kehidupan. Misalnya:
Pencemaran air dapat menimbulkan penurunan produktifitas manusia karena
terganggu kesehatannya. Penurunan produktivitas akan menurunkan tingkat
produksi, maka akan menjadi social cost. Tetapi jika perusahaan dapat
melakukan tindakan pencegahan pencemaran, maka akan menjadi social
benefit.

b.Menggunakan tehnik survai

Pendekatan ini dilakukan dengan cara mencari informasi dari


masyarakat yang menderita kerugian atau menerima manfaat karena aktivitas
perusahaan. Kalau menggunakan pendekatan survai,perusahaan harus hati-hati
dalam melakukan pengukuran. Karena tidak setiap individu dalam masyarakat
tahu dengan jelas dampak aktivitas perusahaan atas dirinya. Di samping itu
tidak setiap individu juga mampu menilai dampak tersebut dengan unit
moneter. Contoh pendekatan survai adalah, mewawancarai penduduk yang
terkena pencemaran perusahaan yaitu dengan menanyakan berapa jumlah
kerugian yang diderita dan berapa jumlah kompensasi yang harus dibayar
perusahaan atas kerugian tersebut.

c.Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga

Dengan menggunakan pendekatan ini, pengukuran tidak dilakukan


oleh perusahaan tetapi dilakukan oleh pihak luar (pihak ketiga) yang
independen. Misalnya putusan pengadilan berupa denda yang harus dibayar
oleh perusahaan karena pengaduan masyarakat atas kerusakan lingkungan
yang diakibatkan aktivitas perusahaan.

Pengukuran externalities dapat juga dilakukan dengan menggunakan akuntansi biaya


penuh (full cost accounting). Akuntansi biaya penuh dapat digunakan untuk menentukan
biaya internal dan eksternal yang terkait dengan dampak dan aspek lingkungan entitas bisnis,
produk, atau proses untuk mencapai tujuan dan kebijakan lingkungan (Willis, 1997). Karena
sampai sekarang belum ada kesepakatan bagaimana externalities yang meliputi social benefit
dan social cost dapat diidentifikasi dan diukur dalam praktek akuntansi keuangan, maka
perusahaan dapat memilih pendekatan tersebut sesuai persepsi masing-masing. Sehingga
mereka dapat melaporkan pertanggungjawaban sosial mereka sebagai bukti kepeduliannya
terhadap lingkungan sosial. Pengukuran dalam satuan uang untuk externalities (social benefit
dan social cost) biasanya menggunakan nilai moneter atau unit mata uang di mana
perusahaan tersebut berdiri. Pengukuran dengan satuan uang ini penting, untuk dapat
memberikan persepsi yang sama pada tiap-tiap orang. Karena nilai moneter adalah bahasa
umum dalam akuntansi tetapi dalam akuntansi sosial pemberian nilai moneter sulit dilakukan
sehingga hasilnya tidak terlalu memuaskan.

Misalnya dalam kasus pencemaran, social cost dapat ditentukan dari jumlah unit uang
yang dikeluarkan untuk membayar ganti rugi kepada masyarakat. Sedangkan social benefit
ditentukan dari meningkatnya produktifitas masyarakat jika perusahaan menanggulangi
pencemaran tersebut. Pengukuran produktivitas merupakan masalah yang kompleks karena
menyangkut berbagai hal terutama masyarakat itu sendiri dan lamanya waktu yang tidak
dapat ditentukan.Adanya kesulitan dalam pemberian nilai moneter seperti yang disebutkan
diatas, tidak menutup kemungkinan untuk tetap dilakukan kuantifikasi atau pengukuran
dampak aktivitas perusahaan dengan menggunakan unit moneter.

 Pelaporan Eksternalities

Laporan yang dihasilkan dari akuntansi sosial akan menyajikan masalah esternalities
yang meliputi social benefit dan social cost. Selama ini belum ada bentuk baku untuk
melaporkan aktivitas sosial perusahaan. Hal ini terjadi karena belum ada kesepakatan
mengenai isi dan bentuknya. Pada dasarnya, laporan tersebut bersifat sama, yaitu menyajikan
informasi tentang data social benefit dan social cost perusahaan. Di berbagai negara,
sejumlah perusahaan telah melaporkan prestasi sosialnya. Cakupan aspek sosial yang
dilaporkan masih sangat bervariasi. Ada yang melaporkan pertanggungjawaban sosialnya
dalam laporan tahunan, dan ada yang mempublikasikan informasi tersebut dalam laporan
yang terpisah dari laporan tahunan. Guthrie dan Parker (Yudiani, 1998)melakukan penelitian
terhadap laporan tahunan perusahaan di Australia, Amerika Serikat dan Inggris antara tahun
1988 sampai dengan 1993 menunjukkan bahwa, sebagian besar (diatas 50%) dari 50 laporan
tahunan tersebut mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial. Di Australia sebesar
50%, Amerika Serikat 85% dan di Inggris sebesar 98%. Informasi yang diungkapkan yaitu
sumber daya manusia, komunitas dan lingkungan.

Guthrie dan Parker juga mengungkap cara pelaporan dampak sosial yang dilakukan
oleh masing-masing perusahaan. Di Amerika Serikat, laporan atas dampak sosial cenderung
mengambil bentuk diskripsi singkat pada laporan tahunan dengan mengkuantifikasi dalam
bentuk unit meneter (untuk social cost) dan non moneter. Di Inggris cara pengungkapan
dampak sosial sama dengan di Amerika Serikat. Sedangkan di Australia pengungkapannya
cenderung bersifat non moneter.Variasi-variasi tersebut merupakan bukti bahwa belum
adanya pembakuan dalam pelaporan informasi dampak sosial perusahaan menyebabkan
ketidakseragaman dalam pelaporannya.

Perbedaan materi yang diungkap antara negara satu dengan negara lainnnya diduga
karena ketentuan undang-undang yang berbeda sebagai pencerminan kehendak rakyat. Model
alternatif pelaporan keuangan sehubungan dengan dampak sosial yang disebabkan oleh
aktivitas perusahaan oleh Parker, Ferris dan Otley (Purwono,2000) dibagi ke dalam beberapa
kategori. Dan perusahaan dapat memilih salah satu model pelaporan tersebut dengan
mempertimbangkan kondisi masing-masing perusahaan.
Di Indonesia, tanggung jawab sosial belum membudaya jika dibandingkan dengan
negara-negara maju (Yudiani, 1998). Hal tersebut disebabkan kurangnya kesadaran para
pengusaha untuk memenuhi tanggung jawab sosialnya. Upaya perusahaan untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitar masih relatif rendah. Masih
banyak perusahaan beroperasi semata-mata untuk mengejar maksimalisasi laba tanpa
menghiraukan akibat yang ditimbulkan karena aktivitas mengejar laba tersebut. Polusi,
kebakaran hutan, kerusakan lingkungan masih menjadi isu yang harus dipecahkan, termasuk
juga masalah-masalah yang menyangkut karyawan maupun masyarakat sekitar.Namun
demikian, prospek penerapannya cukup cerah. Hal ini ditandai dengan munculnya undang-
undang dan berbagai macam peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah, seperti UU
mengenai pengelolaaan lingkungan hidup dan UU tentang ketenaga kerjaan, yang semuanya
bertujuan agar perusahaan mau melaksanakan tanggung jawab sebagai wujud kepedulian
perusahaan terhadap lingkungan sosialnya.

Di samping itu reaksi masyarakat yang selalu kritis menilai lingkungan juga semakin
meningkat. Kepedulian masyarakat ini juga akan dapat membuat perusahaan menyadari
tanggung jawab sosialnya. Untuk dapat diterapkan, selain dibutuhkan kesadaran yang tinggi
oleh perusahaan dengan didukung UU dan peraturan serta peran masyarakat secara aktif,
juga diperlukan standar yang dapat dipakai sebagai pedoman untuk mengakui, mengukur dan
melaporkan pertanggungjawaban sosial perusahaan dalam laporan keuangan.

Meskipun Standar Akuntansi Keuangan yang selama ini berlaku di Indonesia belum
mencakup kepentingan masyarakat dan lingkungan (Yuniarti, 1989). Dan ini seharusnya
menjadi tantangan bagi akuntan di Indonesia. Untuk itu diperlukan kerja yang terus menerus
baik oleh team penyusun standar (IAI), para akuntan dan peneliti untuk melakukan penelitian
dan pengembangan bidang ilmu akuntansi yang tidak hanya sekedar berfokus pada lingkup
akuntansi konvensional saja. Sehingga, dari hasil kerja mereka akan tersusun kerangka kerja
teoritis yang dapat dijadikan standar untuk pembuatan laporan yang berorientasi sosial.

2.6. Analisa Biaya dan Manfaat Sosial atas BUMN Sektor Pertambangan

Penelitian ini mengambil topik Sustainability Reporting, untuk mewujudkan


Implementari Triple Bottom Line. Target penelitian ini untuk membangkitkan kesadaran
perusahaan, untuk bertanggung jawab terhadap aspek ekonomi, social, dan lingkungan,
termasuk mengurangi hasil limbah produksi, serta mengolah kembali menjadi limbah yang
aman bagi lingkungan. Objek penelitian ini adalah BUMN sektor Pertambangan. Metode
yang dipakai pada penelitian ini adalah deskriptif kualitatif, dengan mengambil data
sekunder dari Bursa Efek Indonesia. Data yang diperoleh tersebut dianalisa Cost and
Benefitnya, sehingga mengetahui manfaat kepedulian lingkungan atau dikenal Corporate
Social Responsibility (CSR). Penelitian ini menunjukkan bahwa biaya dan manfaat dari
Program CSR sudah berjalan dengan efektif. Peningkatan biaya tersebut meningkatkan
kepercayaan masyarakat terutama dalam melestarikan lingkungan, serta meningkatkan taraf
hidup masyarakat, melalui program pendidikan yang dibiayai oleh perusahaan BUMN
sektor pertambangan tersebut. Sumber data diambil dari Annual Report BUMN Sektor
Pertambangan yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia, yaitu PT. Bukit Asam, PT. Aneka
Tambang, dan PT. Timah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun hasil pengolahan data untuk biaya dan manfaat terkait PT. Bukit Asam,
PT. Aneka Tambang, dan PT. Timah tampak pada tabel 1 di bawah ini:

Tabel 1 Perbandingan Dana CSR PT. Bukit Asam, TBK. (Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun Program Bina Bina Jumlah Biaya Pembanding


Kemitraan Lingkungan Wilayah dengan
2016 53,000 58,700 43,942 155,642 Pendapatan
111%
2017 50,000 79,410 196,848 326,258 168%
2018 49,000 114,249 135,424 298,673 141%
Pada tabel 1 menunjukkan bahwa PT. Bukit Asam lebih memperhatikan program
Bina Lingkungan. Adapun kegiatan yang dilakukan melalui pengembangan kualitas hidup
masyarakat, serta pentingnya menumbuh kembangkan kesadaran tentang pendidikan,
interaksi sosial, dan kelestarian lingkungan. PT. Bukit Asam di tahun 2017 meningkat
109,6% dibanding tahun 2016, karena adanya pembangunan infrastruktur di Tingkat
Kabupaten dan Provinsi. Pada tahun 2017 juga terdapat program Community Develoment
dalam menunjang Tanjung Enim sebagai Kota Tujuan Wisata. Tentunya manfaat tidak
hanya pada peningkatan pendapatan di tahun 2017 yaitu sebesar 168%, tetapi juga
meningkatkan pendapatan daerah disebabkan fasilitas pariwisata pada kota Tanjung Enim.

Tahun 2018 dana untuk bina wilayah mengalami penurunan karena fokus pada
pengembangan holtikutura rembun yang dapat meningkatkan penjualan sebesar 45%.
Penurunan alokasi dana CSR tersebut disebabkan karena masyarakat yang dibina sudah
mampu meningkatkan omset penjualan mereka, dengan adanya usaha handmade berupa
kopi “Depati” yang dapat menyerap tenaga kerja dari 8 orang meningkat menjadi 12 orang.
Adapun pendapatan dapat meningkat sebanyak 30% per bulan, dengan segmen pasar yang
lebih luas, meliputi Pagar Alam, Muara Enim, Palembang, Baturaja, Bengkulu, Banten,
bahkan sampai ke Jakarta. Bagi PT. Bukit Asam, sekalipun mengalami penurunan secara
persentase pendapatan tahun 2018, hal ini terutama adanya peningkatan dana berkaitan
dengan bina lingkungan yaitu sebesar 44 % dibandingkan dengan tahun2017.

Tabel 2. Perbandingan Dana CSR PT. Aneka Tambang, TBK. (Dalam Jutaan
Rupiah)

Tahun Program Bina Bina Jumlah Biaya Pembanding


Kemitraan Lingkungan Wilayah dengan
Pendapatan
2016 70,350 19,130 57,070 146,550 161%
2017 17,930 22,700 108,090 148,720 118%
2018 22,610 27,160 114,850 164,620 76%
Tahun 2016, Aneka Tambang lebih menitikberatkan pada program kemitraan, yang
difokuskan pada pengembangan kluster usaha, meliputi efisiensi pengawasan, kemudahan
dalam berkoordinasi, serta komunikasi dengan mitra binaan. Sedangkan pada tahun 2017,
PT. Aneka Tambang lebih menekankan pada Program Bina Wilayah, terkait reklamasi
dan revegetasi, pengelolaan limbah serta pengendalian erosi dan sedimentasi. Tujuannya
adalah untuk memulihkan kondisi lahan agar kembali seperti semula. Peningkatan dana
tersebut juga dipakai untuk melakukan penelitian serta bekerja sama di bidang lingkungan,
termasuk aktivitas pemantauan lingkungan. Komposisi dana terbesar di tahun 2018 adalah
untuk pengelolaan limbah, pengendalian erosi, sedimentasi, serta reklamasi. Aktivitas yang
dilakukan juga masih sama meliputi pemantauan lingkungan serta membiayai penelitian.
Manfaat pendapatan bagi PT. Aneka Tambang memang mengalami penurunan secara
persentase, karena adanya peningkatan dana yang dialokasikan untuk Program CSR
tersebut.

Tabel 3 Perbandingan Dana CSR PT. Timah, TBK. (Dalam Jutaan Rupiah)

Tahun Program Bina Bina Wilayah Jumlah Biaya Pembanding dengan


Kemitraan Lingkungan Pendapatan
2016 10,000 8,000 7,500 25,500 37%
2017 10,000 8,750 12,156 30,906 34%
2018 30,050 11,875 11,639 53,563 48%
PT. Timah memberi perhatian pada Program Kemitraan agar mendapat kepuasan dari
masyarakat, sehingga dapat mendukung kegiatan operasional PT. Timah. Pada tahun 2017
PT. Timah membuka peluang usaha dan bekerja bagi masyarakat, sehingga masyarakat
dapat mendukung kegiatan operasional PT. Timah. Peningkatan tajam di tahun 2018, bagi
PT. Timah khusus di program Kemitraan dengan tujuan memberdayakan masyarakat sekitar
khususnya pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) serta masyarakat yang
dikategorikan ekonomi kurang mampu. Manfaat yang dirasakan oleh PT. Timah dapat
dilihat pada peningkatan pendapatan terutama di tahun 2018 sebesar 48% dibandingkan
tahun sebelumnya.

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Dalam analisa manfaat dan biaya tidak hanya mengukur kelayakan dari aspek
komersial saja, tetapi juga mengukur kelayakan dari aspek kelayakan sosial. Dalam ekonomi
konvesional analisa manfaat biaya hanya memperhitungkan input dan output yang nilainya
ada di pasar. Tapi dalam hal ini ,analisa manfaat biaya memasukkan biaya input dan ouput
yang tidak ada di pasar. Intinya adalah mengukur, memasukkan, dan membandingkan semua
manfaat dan biaya dari proyek publik atau program yang berkaitan dengan studi. Analisis
manfaat dan biaya menjabarkan nilai-nilai keuntungan dan kerugian pada periode-periode
tertentu dalam suatu rentang waktu dan menghitung perbandingan antara keuntungan dan
kerugian.

Oleh karena itu, perusahaan atau organisasi saat menjalankan usahanya peru
memperhatikan keadaan masyarakat sekitar sehingga perusahaan dan amsyarakat juga saling
menguntungkan. Manfaat sosial adalah manfaat yang diperoleh oleh peursahaan dalam
menjalakan usahanya sedangkan biaya sosial biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan kepada
masyarakat. Maka, hal ini memicu adanya pelaporan kinerja sosial.

3.2. Saran
Diharapakan makalah ini dapat memberikan wawasan bagi pembaca dan kita semua
yang membaca makalah ini. Dan diharapkan adanya kritikan mengenai materi dan penulisan
maklaha ini yang dapat membangun bagi kami penulis dalam menulis makalah selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

Sprioyo, R.A., 2018. Akuntansi Keperilakuan, Jogyakarta: Gadja Mada University Pers.

https://www.academia.edu/19984835/KEL_11_Akuntansi_Sosial

Ikhsan, Arfan; Ishak, Muhammad. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta : Salemba Empat

Adiputra, Eka. 2019. "Akuntansi Sosial",


https://iputuekaadiputra.blogspot.com/2015/12/akuntansi-sosial.html?m=1, Diakses
pada 24 November 2021

Murni, Sri. 2011. Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan Mengenai Pengakuan, Pengukuran, dan
Pelaporan Externalities dalam Laporan Keuangan. Jurnal Akuntansi Investasi Vol 2
No 1 Hal 27-44

Suwaldiman. 2013. Motivasi Pelaporan Kinerja Sosial/Lingkungan (Tripple-bottom-line-


Reporting):Tinjauan Teoritik. EKBISI Vol VIII No 1

Akrina, Finna Okta dkk. 2014. Analisis Manfaat dan Biaya Sosial Terhadap Pengelolaan
Hasil Hutan di Provinsi Aceh. Jurnal Ilmu Ekonomi Vol 2 No 4 Hal 37-44

Anda mungkin juga menyukai