Anda di halaman 1dari 9

Tugas Akutansi keperilakuan

JURNAL ILMIAH

Dikerjakan Oleh :

Nela Arista 1610426206

Puspita Wati 1610426203

Tri Handa Yani Rahayu 1610426191

Turyati 1610426220

UNIVERSITAS PANCA BHAKTI

JURUSAN EKONOMI

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


AKUNTANSI SOSIAL
Nama jurnal : Jurnal Akuntansi sosial

Tahun Penerbitan : Januari 2001

Nama Penerbit : SRI MURNI

A. PENDAHULUAN
Perusahaan adalah bentuk organisasi yang melakukan aktivitas dengan
menggunakan sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Perusahaan yang berorientasi pada laba akan berusaha menggunakan
sumber daya yang dimiliki semaksimal mungkin untuk memperoleh laba demi
kelangsungan hidupnya. Akibatnya, disadari atau tidak akan berdampak pada
lingkungan, baik positif maupun negatif yang disebut externalities (Harahap, 1999).
Perusahaaan dalam mencapai tujuan akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya.
Perusahaan membutuhkan investor atau kreditor untuk memenuhi dana yang
dibutuhkan, pemerintah untuk legalitas usaha, masyarakat sebagai konsumen. Sehingga
dalam melakukan aktivitas usahanya, perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya
kepada pemilik modal (stockholders), tetapi juga memiliki tanggung jawab kepada pihak
lain selain stockholders, yaitu kepada karyawan, supplier, pelanggan, lembaga
pemerintah, lembaga-lembaga lainnya, yang semua itu disebut (stakeholder).

B. Abstraksi
Ide dasar yang melandasi perlunya dikembangkan akuntansi sosial (sosial
Accounting) adalah tuntutan terhadap perluasan tanggung jawab perusahaan.
Akuntansi sosial mengisyaratkan bahwa suatu entitas bisnis tidak dapat dipisahkan
dengan lingkungan sosial dimana entitas tersebut berada, sehingga interaksi antara
keduanya perlu diakomodasi dalam teknik dan metode akuntansi. Makalah ini
membahas secara teoritis tentang akuntansi sosial dan penerapannya di Indonesia
dengan satu kesimpulan bahwa penerapan akuntansi sosial di Indonesia masih sangat
rendah dan peran akuntansi sosial menjadi relevan sebagai solusi bagi permasalahan
sosial yang dihadapi oleh perusahan di Indoensia.
1. Rumusan Masalah

Pergeseran filosofis pengelolaan organisasi entitas bisnis yang mengalami


perubahan dari pandangan manajemen klasik ke manajemen moderen khususnya di
beberapa negara industri seperti Amerika dan Eropa telah melahirkan sebuah orientasi
baru tentang tanggung jawab perusahaan. Pandangan Manajemen klasik tentang
tanggung jawab perusahaan yang hanya beorientasi kepada pemilik modal dan kreditur
dengan mencapai tingkat laba maksimum telah bergeser dengan adanya konsep
Manajemen modern, dimana orientasi perusahaan dalam mencapai laba maksimum
perlu dihubungkan dengan tanggung jawab sosial perusahaan kearah keseimbangan
antara tuntutan para pemilik perusahaan, kebutuhan para pegawai, pelanggan,
pemasok, lingkungan dan juga masyarakat umum, karena menurut pandangan
Manajemen modern perusahaan dalam menjalankan operasionalnya harus berinteraksi
dengan lingkungan sosialnya dan sumber-sumber ekonomi yang digunakan oleh
perusahaan semuanya berasal dari lingkungan sosial dimana perusahaan itu berada.
Oleh karena itu perusahaan sebagai organisasi bisnis harus mampu merespon apa yang
dituntut oleh lingkungan sosialnya, sehingga entitas bisnis dan entitas sosial dapat
saling berinteraksi dan berkomunikasi untuk kepentingan bersama.
2. Tujuan Dan Tanggung Jawab Perusahaan

Perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.


Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya. Karena lingkungan memberikan andil dan kontribusi bagi perusahaan,
terjadi pergeseran tujuan perusahaan (Yuniarti, 1998). Pertama, pandangan
konvensional, yaitu menggunakan laba sebagai ukuran kinerja perusahaan. Perusahaan
dengan kinerja yang baik adalah perusahaan yang mampu memperoleh laba maksimal
untuk kesejahteraan stockholder. Selanjutnya, pandangan modern, tujuan perusahaan
tidak hanya mencapai laba maksimal, tetapi juga kesejahteraan sosial dan lingkungan.
Seperti yang diungkapkan oleh Glueck dan Jauch (1984) bahwa tujuan perusahaan
meliputi profitabilitas, efisiensi, kepuasan dan pengembangan karyawan, tanggung
jawab sosial dan hubungan baik dengan masyarakat, kelangsungan usaha dan tujuan
lainnya.

Tujuan perusahaan dilihat dari pandangan modern memperlihatkan tanggung


jawab yang besar atas aktivitas yang dilakukannya. Kesadaran bertanggungjawab ini
berkembang karena pergeseran tujuan tersebut, yang terjadi setahap demi setahap. Hal
ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Belkoui (Harahap, 1999) dengan
mengemukakan tiga model perkembangan tanggung jawab perusahaan, yaitu:

1) Model klasik, tujuan Sri Murni - Akuntansi Sosial: Suatu Tinjauan


Mengenai Pengakuanperusahaan hanya ditujukan untuk mencapai
keuntungan yang sebesar besarnya
2) Model manajemen, perusahaan tidak hanya menguntungkan pemilik
modal saja, tatapi juga pada pihak lain yang terlibat, baik langsung
maupun tidak langsung atas kelangsungan hidup perusahaan; dan
3) Model lingkungan sosial, menekankan bahwa perusahaan mempunyai
kepentingan dan bersumber dari lingkungan sosial. Konsekuensinya,
perusahaan harus bertanggungjawab terhadap lingkungan sosial.

Jadi jelas, bahwa dalam mencapai tujuannya, perusahaan tidak hanya punya
tanggung jawab terhadap maksimalisasi laba, tetapi harus juga punya tanggung jawab
sosial seperti yang diharapkan oleh masyarakat dan lingkungannya tanpa menghapus misi
ekonominya.

1. Akuntansi Sosial

Akuntansi adalah aktivitas jasa, yang berfungsi menyediakan data kuantitatif


terutama yang mempunyai sifat keuangan dari kesatuan usaha ekonomi yang dapat
digunakan dalam pengambilan keputusan-keputusan ekonomi diantara berbagai
alternatif (APB Statement No. 4). Data kuantitatif yang disediakan oleh akuntansi disajikan
dalam bentuk laporan keuangan. Tujuan laporan keuangan menurut SAK adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang berguna bagi pemakai dalam pengambilan keputusan
ekonomi. Laporan keuangan menunjukkan apa yang telah dilakukan oleh perusahaan
dalam hal ini manajer sebagai stewardship atas sumber daya yang dipercayakan
kepadanya.

Dalam akuntansi konvensional, informasi dalam laporan keuangan merupakan


hasil transaksi perusahaan yang merupakan pertukaran barang dan jasa antara dua atau
lebih entitas ekonomi (Belkoui, 1981). Pertukaran antara perusahaan dan lingkungan
sosialnya menjadi cenderung diabaikan. Sehingga akuntansi konvensional tidak dapat
menggambarkan prestasi sosial perusahaan. Dan ini merupakan keterbatasan akuntansi
konvensional. Oleh karena itu diperlukan konsep yang lebih luas agar dapat
menggambarkan kinerja sosial perusahaan. Keterbatasan inilah yang kemungkinan
merupakan salah satu pemicu berkembangnya ilmu akuntansi yang disebut dengan
akuntansi sosial ekonomi menurut Seidler dan Seidler (Yudiani, 1998).

2. Pengakuan, pengukuran dan pelaporan externalities

Pengakuan dan Pengukuran Externalities Akuntansi sosial timbul karena adanya


respon terhadap harapan masyarakat, yang kemudian timbul adanya perjanjian sosial
antara masyarakat dengan lembaga masyarakat (perusahaan). Konsekuensi
perjanjian tersebut adalah, perusahaan berkewajiban menghasilkan barang dan jasa
yang bermanfaat bagi masyarakat baik manfaat ekonomi maupun manfaat sosial.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa antara masyarakat dengan perusahaan saling
mengadakan transaksi. Salah satu kesulitan yang dihadapi dalam rangka
pengembangan akuntansi sosial berhubungan dengan pengukuran social benefit dan
social cost. Social benefit dan social cost merupakan externalities perusahaan sebagai
akibat adanya transaksi sosial antara perusahaan dengan lingkungannya termasuk
masyarakat.

3. Identifikasi social benefit dan social cost Proses

pertama pengukuran transaksi akuntansi sosial adalah menentukan apa yang


merupakan social benefit dan social cost. Selama ini belum ada pembakuan mengenai
apa saja yang dapat diklasifikasikan sebagai social benefit dan social cost. Dalam
praktek, identifikasi mengenai social benefit dan social cost sangat tergantung pada
persepsi perusahaan dengan mengacu konsep-konsep yang diberikan oleh para ahli
akuntansi.

4. Pengukuran item-item yang relevan


social benefit dan social cost Setelah social benefit dan social cost perusahaan
dapat diidentifikasi, maka proses selanjutnya adalah mengukur item-item yang relevan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (SAK), pengukuran didefinisikan sebagai proses
penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan
keuangan dalam neraca dan rugi laba yang menyangkut dasar pengukuran tertentu.
Kesulitan pengukuran social benefit dan social cost yang merupakan externalities,
terjadi karena interaksi antara perusahaan dengan lingkungan sosialnya tidak melalui
pasar. Sehingga penetapan jumlah uang sulit dilakukan. Untuk mengatasi kesulitan
mengenai pengukuran social benefit dan social cost (externalities), maka ada beberapa
pendekatan pengukuran yang dapat digunakan.
5. Pengukuran dalam satuan uang
Pengukuran dalam satuan uang untuk externalities (social benefit dan social
cost) biasanya menggunakan nilai moneter atau unit mata uang di mana perusahaan
tersebut berdiri. Pengukuran dengan satuan uang ini penting, untuk dapat memberikan
persepsi yang sama pada tiap-tiap orang. Karena nilai moneter adalah bahasa umum
dalam akuntansi. Tetapi dalam akuntansi sosial pemberian nilai moneter sulit dilakukan
sehingga hasilnya tidak terlalu memuaskan.
No Contoh kasus Lokasi Permasalahan Sosial

1 PT.Inti Indo Rayon Provinsi Sumatra utara Dihentikan operasional karena adanya
Utama masalah lingkungan dan masalah
dengan masyarakat sekitar industri
2 PT. Exxon mobils Lhokseumawe Aceh Menghentikan kegiatan produksi karena
utara faktor stabilitas keamanan
Prop . DI Aceh
3 PT.Ajinamoto Indonesia Jakarta Penarikan distribusi, pemasaran, dan
aktifitas produksi karena masalah
sertifikasi halal oleh MUI
4 Beberapa Perusahaan Propisi Riau setempat sehubungan permasalahan
kertas di Riau limbah industri dan lingkungan

5 PT.Maspion Indonesia Sidoarjo Permasalahan demo buruh dan isu


Surabaya kesejahteraan karyawan
Jawa Timur
6 PT.Telkom Indonesia Divre IV Serikat Karyawan (Sekar) PT.Telkom
Jateng dan DIY menolak penjualan Divre IV Kepada
PT.Indosat
7 PT. BCA Jakarta Serikat Pekerja menolak Divestasi
saham BCA

8 PT.Kereta Api Indonesia Jakarta Serikat Pekerja menolak kembalinya


Dewan Direksi lama, karena dianggap
bertanggung jawab atas beberapa kasus
kecelakaan kereta api yang terjadi di
Indonesia
9 Bank Internasional Jakarta Tuntutan Karyawan atas gaji, upah dan
.Indonesia (BII) peningkatan kesejahteraan pekerja

10 PT.Gudang Garam Kediri Mogok Kerja Massal karyawan


Jawa Timur menuntut perbaikan gaji dan
kesejahteraan pekerja.
C. Kesimpulan

Sampai saat ini belum ada standar yang dapat diterima mengenai akuntansi
sosial, terutama dalam melakukan pengakuan, pengukuran dan pelaporan externalites
dalam laporan keuangan perusahaan. Meskipun demikian, perusahaan diharapkan
mulai memikirkan penerapannya sebagai bukti kepedulian sosial dan sebagai kewajiban
moral terhadap masyarakat dan lingkungan sosialnya. Bagi akuntan, bidang akuntansi
sosial seharusnya menjadi tantangan untuk dikembangkan baik melalui penelitian
ataupun dengan cara lain, sehingga akan tersusun konsep dasar yang bisa dipakai
sebagai pedoman dalam melakukan proses pengakuan, pengukuran dan pelaporan
kinerja sosial dalam laporan keuangan, agar dapat dikomunikasikan kepada pihakpihak
yang berkepentingan. Karena alat komunikasi bagi pemakai informasi ekonomi disajikan
dalam laporan keuangan, maka akuntansi diharapkan akan memberikan kontribusi
dalam usaha pelaporan kegiatan sosial perusahaan. Maka dari itu, akuntan dan para ahli
akuntansi diharapkan lebih berperan dalam mengembangkan ilmu akuntansi sosial.

Anda mungkin juga menyukai