Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Corporate Social Responsibility

2.1.1.1 Teori Stakeholder

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal

sejak awal 1970an, yang secara umum dikenal dengan stakeholder theory

artinya sebagai kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan

stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan

masyarakat dan lingkungan, serta komitmen dunia usaha untuk

berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. Stakeholder

theory dimulai dengan asumsi bahwa nilai (value) secara eksplisit dan tak

dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha. (Freeman, et al.,2002

dalam Waryanti, 2009).

Teori stakeholder mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas

yang hanya beroperasi untuk kepentingan sendiri namun harus

memberikan manfaat bagi stakeholdernya. Dengan demikian, keberadaan

suatu perusahaan sangat dipengaruhi oleh dukungan yang diberikan oleh

stakeholder kepada perusahaan tersebut (Ghozali dan Chariri, 2007).

10
11

Tanggung jawab sosial perusahaan seharusnya melampaui tindakan

memaksimalkan laba untuk kepentingan pemegang saham (stakeholder),

namun lebih luas lagi bahwa kesejahteraan yang dapat diciptakan oleh

perusahaan sebetulnya tidak terbatas kepada kepentingan pemegang

saham, tetapi juga untuk kepentingan stakeholder, yaitu semua pihak yang

mempunyai keterkaitan atau klaim terhadap perusahaan (Untung, 2008

dalam Waryanti, 2009). Mereka adalah pemasok, pelanggan, pemerintah,

masyarakat lokal, investor, karyawan, kelompok politik, dan asosiasi

perdagangan. Seperti halnya pemegang saham yang mempunyai hak

terhadap tindakan-tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan,

stakeholder juga mempunyai hak terhadap perusahaan. (Waryanti, 2009)

Menurut Baker (2003), pengertian corporate social responsibility

adalah sebagai berikut:

Bagaimana perusahaann me-manage proses-proses


bisnisnya untuk menghasilkan dampak positif secara
keseluruhan pada masyarakat. Maka dapat diartikan bahwa
tanggung jawab sosial perusahaan tak hanya pada lingkungan
eksternal perusahaan yang meliputi masyarakat sekitar dan
lingkungan, namun juga lingkungan internal perusahaan.

Sedangkan Darwin (2004), mendefinisikan corporate social

responsibility sebagai berikut:

Mekanisme bagi suatu organisasi untuk secara


sukarela mengintegrasikan perhatian terhadap lingkungan
dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan
stakeholders, yang melebihi tanggungjawab organisasi di
bidang hukum.
12

Sedangkan menurut Hadi (2011:48) definisi CSR adalah


sebagai berkut:
Corporate Social Responsibility merupakan suatu
bentuk tindakan yang berangkat dari pertimbangan etis
perusahaan yang diarahkan untuk meningkatkan ekonomi,
yang disertai dengan peningkatan kualitas hidup bagi
karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan
kualitas hidup masyarakat sekitar dan masyarakat lebih luas.

Berdasarkan definisi-definisi tersebut diatas (Baker, 2003; Nor

Hadi, 2011; dan Darwin, 2004), maka dapat dikatakan bahwa Corporate

Social Responsibility (CSR) adalah Bagaimana perusahaann me-manage

proses-proses bisnisnya untuk menghasilkan dampak positif secara

keseluruhan pada masyarakat. Mengintegrasikan perhatian terhadap

lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan

stakeholders, yang disertai dengan peningkatan kualitas hidup bagi

karyawan berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup

masyarakat sekitar dan masyarakat lebih luas.

Tujuan dari tanggung jawab sosial perusahaan tidak hanya untuk

memenuhi hukum dan aturan yang berlaku, tapi diharapkan dapat

memberikan manfaat dan nilai guna bagi pihakpihak yang mempunyai

kepentingan dengan perusahaan atau kepada stakeholders. Kegiatan CSR

selain diharapkan mampu memberikan manfaat kepada stakeholders juga

diharapkan dapat memberikan manfaat kepada perusahaan itu sendiri.

Manfaat yang diharapkan dengan adanya CSR yaitu adanya pemberdayaan

masyarakat dan dari sisi perusahaan agar operasional perusahaan berjalan

lancar tanpa gangguan. Kondisi seperti itulah yang pada gilirannya dapat

memberikan keuntungan tersendiri bagi perusahaan.


13

Di Indonesia sendiri, Corporate Social Responsibility merupakan

serangkaian kegiatan pameran, seminar, diskusi, social event yang

berkaitan dengan berbagai upaya tanggung jawab sosial korporat kepada

masyarakat dan lingkungan yang bertujuan sebagai ajang penyebarluasan

informasi mengenai prestasi dan kinerja korporasi dalam program

tanggung jawab sosial perusahaan dan pemberdayaan masyarakat.

Kotler (2005) menjelaskan bahwa terdapat banyak manfaat yang

dapat diperoleh atas aktivitas CSR. Adapun manfaat dari CSR tersebut

adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan penjualan dan market share.


2. Memperkuat brand positioning.
3. Meningkatkan citra perusahaan.
4. Menurunkan biaya operasi.
5. Meningkatkan daya tarik perusahaan di mata para investor dan
analisis keuangan.

2.1.1.2 Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Satu terobosan besar perkembangan tanggung jawab sosial

perusahaan (corporate social responsibility) dikemukakan oleh John

Eklington (1997) yang terkenal dengan “The Triple Botton Line” yang

dimuat dalam buku “Canibalts with Forks the Triple Botton Line of

Twentieth Century Business”. Konsep tersebut mengakui jika perusahaan

ingin sustain maka perlu memperhatikan 3P yaitu bukan hanya profit yang

diburu, namun juga harus memberikan kontribus positif kepada

masyarakat (people) dan ikut serta dalam menjaga kelestarian lingkungan

(planet). Konsep Triple Botton Line tersebut merupakan kelanjutan dari

konsep sustainable development yang secara eksplisit telah mengaitkan


14

antara dimensi tujian dan tanggung jawab baik kepada shareholder

maupun stakeholder (Nor Hadi 2011:56).

GAMBAR 2.1
KONSEP TRIPLE BOTTOM LINE
(Sumber: Eklington, 1977 dalam Hadi, 2011)

2.1.1.3 Prinsip-prinsip Corporate Social Responsibility (CSR)

Crowther David (2008) dalam Nor Hadi (2011: 59) mengurai


prinsip-prinsip tanggung jawab sosial perusahaan / CSR menjadi 3 yaitu :
1. Sustainability
2. Accountability
3. Transparency

Berikut penjelasan mengenai prinsip-prinsip tanggung jawab

sosial:

1. Sustainability, berkaitan dengan bagaimana perusahaan dalam

melakukan aktifitas (action) tetap memperhitungakan keberlanjutan

sumberdaya di masa depan.

2. Accountability, merupakan upaya perusahaan terbuka dan

bertanggung jawab atas aktifitas yang telah diilakukan.

3. Transparency, merupakan prinsip penting bagi pihak eksternal.

Transparansi merupakan satu hal yang amat penting bagi pihak


15

eksternal, berperan untuk mengurangi asimetri informasi,

kesalahpahaman khususnya informasi dan pertanggungjawaban

berbagai dampak dari lingkungan.

2.1.1.4 Pendekatan Corporate Social Responsibility (CSR)

Terdapat dua paradigma pendekatan CSR yang digunakan

perusahaan. Pertama, motive aproach berarti praktik tanggung jawab sosial

dan pengungkapan didasarkan motif tertentu pada perusahaan, baik secara

sosial (social motive) maupun ekonomi (economic motive). Motive

aproach menumbuhkan praktik tanggung jawab sosial menjadi volunter

atau sukarela sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan perusahaan.

Kedua, pendekatan sistem (system aproach) maksudnya bahwa

perusahaan melakukan pengeluaran sosial termasuk pengungkapannya

muncul sebagai akibat adanya tuntutan dan pengondisian suatu sistem

yang ada. Sistem ini berupa aturan dan kebijakan yang harus dipatuhi, baik

yang tumbuh dari penetapan manajemen yang merupakan bagian dari

code of conduct, visi misi perusahaan serta strategi perusahaan yang

dilakukan maupun peraturan yang timbul dari pihak luar pemerintah (Nor

Hadi, 2011: 136).


16

2.1.1.5 Pengungkapan Corporate Social Responsibility Perusahaan

Perusahaan selain menerapkan CSR juga perlu melakukan

pengungkapan (disclosure) atas aktivitas CSR yang dilakukan kepada

stakeholder. Penerapan CSR adalah suatu perbuatan perusahaan untuk

menerapkan kegiatan CSR, sedangkan pengungkapan menurut Ermayanti

(2009) merupakan bagian integral dari pelaporan keuangan dan secara

teknis merupakan langkah akhir dalam proses akuntansi, yaitu penyajian

informasi dalam bentuk statemen keuangan.

Menurut Martin Freedman, dalam Henny dan Murtanto (2001)

dalam Kuntari dan Sulistyani (2007), ada tiga pendekatan dalam pelaporan

kinerja sosial, yaitu :

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)


2. Laporan Sosial (Social Report)
3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual
Report)

Berikiut penjelasan dari tiga pendekatan dalam pelaporan kinerja

sosial, yaitu:

1. Pemeriksaan Sosial (Social Audit)

Pemeriksaan sosial mengukur dan melaporkan dampak ekonomi, sosial

dan lingkungan dari program-program yang berorientasi sosial dari

operasioperasi yang dilakukan perusahaan. Pemeriksaan sosial

dilakukan dengan membuat suatu daftar aktivitas-aktivitas perusahaan

yang memiliki konsekuensi sosial, lalu auditor sosial akan mencoba

mengestimasi dan mengukur dampak-dampak yang ditimbulkan oleh

aktivitas-aktivitas tersebut.
17

2. Laporan Sosial (Social Report)

Berbagai alternatif format laporan untuk menyajikan laporan sosial

telah diajukan oleh para akademis dan praktisioner. Pendekatan-

pendekatan yang dapat dipakai oleh perusahaan untuk melaporkan

aktivitas-aktivitas pertanggungjawaban sosialnya ini dirangkum oleh

Dilley dan Weygand menjadi empat kelompok sebagai berikut (Henry

dan Murtanto, 2001 dalam Kuntari dan Sulistyani, 2007).

a. Inventory Approach

Perusahaan mengkompilasikan dan mengungkapkan sebuah daftar

yang komprehensif dari aktivitas-aktivitas sosial perusahaan. Daftar ini

harus memuat semua aktivitas sosial perusahaan baik yang bersifat

positif maupun negatif.

b. Cost Approach

Perusahaan membuat daftar aktivitas-aktivitas sosial perusahaan

dan mengungkapkan jumlah pengeluaran pada masing-masing

aktivitas tersebut.

c. Program Management Approach

Perusahaan tidak hanya mengungkapkan aktivitas-aktivitas

pertanggungjawaban sosial tetapi juga tujuan dari aktivitas tersebut

serta hasil yang telah dicapai oleh perusahaan sesuai dengan tujuan

yang telah ditetapkan itu.

d. Cost Benefit Approach

Perusahaan mengungkapkan aktivitas yang memiliki dampak sosial

serta biaya dan manfaat dari aktivitas tersebut. Kesulitan dalam


18

penggunaan pendekatan ini adalah adanya kesulitan dalam mengukur

biaya dan manfaat sosial yang diakibatkan oleh perusahaan terhadap

masyarakat.

3. Pengungkapan Sosial dalam Laporan Tahunan (Disclosure In Annual

Report)

Pengungkapan sosial adalah pengungkapan informasi tentang

aktivitas perusahaan yang berhubungan dengan lingkungan sosial

perusahaan. Pengungkapan sosial dapat dilakukan melalui berbagai

media antara lain laporan tahunan, laporan interim/laporan sementara,

prospektus, pengumuman kepada bursa efek atau melalui media masa.

Perusahaan cenderung untuk mengungkapkan informasi yang

berkaitan dengan aktivitasnya dan dampak yang ditimbulkan oleh

perusahaan tersebut. Gray, et al., dalam Florence, et al., 2004

menyebutkan ada tiga studi, yaitu :

a. Decision Usefulness Studies

Belkaoui (1989) dalam Anggraini (2006) mengemukakan bahwa

perusahaan yang melakukan aktivitas sosial akan mengungkapkannya

dalam laporan keuangan. Sebagian dari studi-studi yang dilakukan oleh

para peneliti yang mengemukakan pendapat ini menemukan bukti

bahwa informasi sosial dibutuhkan oleh para pemakai laporan

keuangan. Para analis, banker dan pihak lain yang dilibatkan dalam

penelitian tersebut diminta untuk melakukan pemeringkatan terhadap

informasi akuntansi. Informasi akuntansi tersebut tidak terbatas pada


19

informasi akuntansi tradisional yang telah dinilai selama ini, namun

juga informasi yang lain yang relatif baru dalam wacana akuntansi.

Mereka menempatkan informasi aktivitas sosial perusahaan pada posisi

yang moderately important.

b. Economic Theory Studies

Studi ini menggunakan agency theory dimana menganalogikan

manajemen sebagai agen dari suatu prinsipal. Lazimnya, prinsipal

diartikan sebagai pemegang saham atau tradisional users lain. Namun,

pengertian prinsipal tersebut meluas menjadi seluruh interest group

perusahaan yang bersangkutan. Sebagai agen, manajemen akan

berupaya mengoperasikan perusahaan sesuai dengan keinginan publik.

c. Social and Political Theory Studies

Studi di bidang ini menggunakan teori stakeholder, teori legitimasi

organisasi dan teori ekonomi politik. Teori stakeholder mengasumsikan

bahwa eksistensi perusahaan ditentukan oleh para stakeholder.

Secara umum, pengungkapan terbagi dalam dua jenis, yaitu

pengungkapan sukarela (voluntary disclosure) dan pengungkapan wajib

(mandatory disclosure). Di Indonesia, pengungkapan CSR dalam sebuah

laporan telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, dan khusus perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam

diharuskan mengungkapkan dalam laporan tahunan perusahaan. Dan

perusahaan wajib mengungkapkan aktivitas CSR tersebut sebagaimana yang

diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 pasal 6. Dan


20

kemudian CSR yang telah diungkapkan dalam laporan tahuan perusahaan

akan dihitung menggunakan Corporate Social Disclosure Index (CSDI).

Corporate Social Disclosure Index (CSDI) bertujuan untuk mengukur

tingkat pengungkapan CSR perusahaan menurut Global Reporting Initiative

(GRI). Informasi mengenai CSDI yang akan digunakan dalam penelitian ini

berdasarkan GRI G4. Berdasarkan pedoman pelaporan keberlanjutan dari

GRI (2013:44), terdapat tiga indikator yang harus ada dalam pengungkapan

CSR perusahaan, yaitu: “1. Indikator Ekonomi (Economic Performance

Indicator); 2. Indikator Lingkungan (Environment Performance Indicator);

3. Indikator Sosial (Social Performance Indicator)”. Indikator sosial

mencakup tiga sub-kategori, yaitu : “1. Praktik Ketenagakerjaan dan

Kenyamanan Bekerja; 2. Hak Asasi Manusia; 3. Masyarakat; 4.

Tanggungjawab atas Produk”. Terdapat 91 item yang termasuk dalam

kategori-kategori tersebut. Semua item tersebut ditampilkan dalam lampiran.

Penghitungan CSDI dilakukan dengan menggunakan pendekatan

dikotomi, yaitu setiap item CSR dalam instrumen penelitian diberi nilai 1 jika

diungkapkan, dan nilai 0 jika tidak diungkapkan (Haniffa dkk (2005), dalam

Sayekti dan Wondabio (2007)). Selanjutnya, skor dari setiap item

dijumlahkan untuk memperoleh keseluruhan skor untuk setiap perusahaan.

Rumus perhitungan CSDI adalah sebagai berikut (Haniffa dkk (2005), dalam

Sayekti dan Wondabio (2007)):


21

CSDI j =
∑ X Ij
nj

Dimana:

CSDIt : Corporate Social Responsibility Disclosure Index perusahaan j


nj : jumlah item untuk perusahaan j, nj = 91
Xij : 1 = jika item i diungkapkan; 0 = jika item i tidak diungkapkan.
Dengan demikian, 0 < CSDIt < 1.

2.2.1 Profitabilitas

Menurut Agus Sartono (1998: 30), profitabilitas merupakan

kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan

penjualan, total aktiva, maupun modal sendiri. Rasio profitabilitas

mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan

keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor yang seharusnya mendapat

perhatian penting karena untuk dapat melangsungkan hidupnya, suatu

perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable).

Tanpa adanya keuntungan (profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk

menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, di

samping melihat laporan keuangan perusahaan, juga bisa dilakukan

dengan menggunakan analisis rasio keuangan.

Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk

menghasilkan laba dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham.

Menurut Heinze (1976); Gray et.al, (1995) dalam Mahdiyah (2008)

profitabilitas merupakan : “faktor yang membuat manajemen menjadi

bebas dan fleksibel untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial


22

kepada pemegang saham”. Sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas

perusahaan maka semakin besar pengungkapan informasi sosial.

Menurut Kasmir (2013:196) mengatakan bahwa: “ Rasio

Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan

dalam mencari keuntungan”.

Tingkat profitabilitas menurut Gitman dan Zutter (2012:79) :


1. Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)
2. Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin)\
3. Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)
4. Penghasilan Per Saham (Earning Per Share)
5. Return On Assets (ROA)
6. Return On Common Equity (ROE)

Berikut adalah penjelasan dari tingkat profitabilitas menurut Gitman dan

Zutter (2012:79) :

1) Margin Laba Kotor (Gross Profit Margin)

Rasio ini mengukur berapa besar persentase pendapatan bersih yang

diperoleh dari setiap penjualan.

2) Margin Laba Operasi (Operating Profit Margin)

Rasio ini mengukur berapa besar persentase dari penjualan sebelum

bunga pajak.

3) Margin Laba Bersih (Net Profit Margin)

Rasio ini mengukur berapa besar persentase dari penjualan setelah

bunga dan pajak.

4) Penghasilan Per Saham (Earning Per Share)

Rasio ini mengukur tingkat profitabilitas atau keuntungan dari tiap

satuan lembar saham.


23

5) Return On Assets (ROA)

Rasio ini mengukur tingkat pengembalian modal sendiri atau investasi

para pemegang saham biasa.

6) Return On Common Equity (ROE)

Rasio ini untuk mengukur efektivitas keseluruhan kinerja manajemen

dalam mengelola aktiva perusahaan.

Penelitian ini menggunakan ROA sebagai pengukur tingkat


profitabilitas.

2.2.1.1 Return on Assets (ROA)

ROA adalah salah satu rasio profitabillitas untuk mengukur

kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang ditanamkan dalam

aktifitas yang digunakan untuk aktifitas operasi perusahaan dengan tujuan

menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva yang dimilikinya. “Rasio

ini mengukur kemampuan perusahaan atas keseluruhan dana yang

ditanamkan dalam aktifitas yang digunakan untuk aktifitas operasi

perusahaan dengan tujuan menghasilkan laba dengan memanfaatkan aktiva

yang dimilikinya” (Ang, Robert 2007: 29).

Keunggulan return on asset adalah (Munawir, 2006: 91):

a. ROA dapat mengukur efisiensi penggunaan modal yang

menyeluruh yang sensitif terhadap setiap hal yang mempengaruhi

keadaan keuangan perusahaan.


24

b. ROA dapat mempertimbangkan posisi perusahaan dengan rasio

industri sehingga dapat diketahui apakah perusahaan berada di bawah,

sama atau di atas rata-rata industri. Hal ini merupakan salah satu langkah

dalam perencanaan strategi.

c. ROA dapat digunakan untuk mengukur profitabilitas dari masing-

masing produk yang dihasilkan perusahaan.

d. ROA dapat digunakan untuk mengukur efisiensi tindakantindakan

yang dilakukan oleh setiap divisinya dan pemanfaatan akuntansi divisinya.

e. Selain berguna untuk kepentingan kontrol, ROA juga berguna

untuk kepentingan perencanaan.

Kelemahan return on asset adalah (Munawir, 2006: 94):

1. ROA sebagai pengukur divisi sangat dipengaruhi oleh metode

depresiasi aktiva tetap.

2. ROA mengandung distorsi yang cukup besar terutama dalam

kondisi inflasi. ROA akan cenderung tinggi akibat penyesuaian (kenaikan)

harga jual, sementara itu beberapa komponen biaya masih dinilai dengan

harga distorsi.

Rumus untuk menghitung ROA (Brigham dan Houston, 2006: 109):

Rumus ROA =

Lababersih yang tersidia untuk pemegang saham biasa


x 100
Total Aktiva
25

Laba bersih yang dimaksud adalah laba bersih setelah pajak.

Dari pengertian diatas variabel yang digunakan untuk mewakili

profitabilitas adalah Return on Assets (ROA). Return on Assets (ROA)

memberikan indikasi mengenai seberapa baik sebuah perusahaan akan

menggunakan uang investasi para investor untuk menghasilkan keuntungan.

2.1.3 Perusahaan High Profile

“Industri high profile adalah industri yang memiliki visibilitas konsumen,

resiko politis yang tinggi atau menghadapi persaingan yang tinggi”

(Hackston&Milne, 1996: 87). Industri high profile umumnya merupakan industri

yang memperoleh sorotan dari masyarakat karena aktivitas operasinya memiliki

potensi bersinggungan dengan kepentingan luas (stakeholder) sehingga

memberikan informasi sosial yang lebih banyak. Perusahaan high profile juga

lebih sensitif terhadap keinginan konsumen atau pihak lain yang berkepentingan

terhadap produknya. “Perusahaan yang tergolong dalam perusahaan high profile

pada umumnya memiliki jumlah tenaga kerja yang besar dan dalam proses

produksinya mengeluarkan residu, seperti limbah cair dan polusi udara” (Nisya

Nur Ayuna, 2008). “Perusahaan high profile merupakan perusahaan yang

bergerak di bidang perminyakan dan pertambangan, kimia, hutan, kertas,

otomotif, agrobisnis, tembakau dan rokok, makanan dan minuman, media dan

komunikasi, kesehatan, transportasi, dan pariwisata. Perusahaan yang bergerak di

bidang tersebut diyakini mendapatkan sorotan publik yang cukup besar” (Eddy

Rismanda Sembiring, 2005: 5).


26

“Perusahaan high profile umumnya menarik perhatian masyarakat karena

aktivitas operasinya melibatkan banyak kepentingan. Perusahaan high profile

lebih sensitif terhadap keinginan konsumen atau pihak lain yang memiliki

kepentingan terhadap produk” (Zuhroh dan Putu, 2003 dalam Mardi T.W., 2010).

“Industri high profile diyakini melakukan pengungkapan sosial yang lebih

banyak daripada industri yang low profile. Selama periode 2011 industri high

profile mengimplementasikan kegiatan CSR-nya secara detail dan menyeluruh ke

dalam semua aspek kehidupan agar limbah industrinya tidak membahayakan bagi

alam, lingkungan, serta dapat menyejahterakan masyarakat sekitar” (Rachman,

2012). Hackston dan Milne (1996) dalam Rahardjo (2009) menjelaskan bahwa:

“perusahaan yang berorientasi pada konsumen diperkirakan akan memberikan

informasi mengenai pertanggungjawaban sosial karena hal ini akan meningkatkan

image perusahaan dan mempengaruhi penjualan”. Dengan adanya pengungkapan

sosial yang lebih tinggi pada laporan keuangan tahunan pada perusahaan high

profile maka potensi dari informasi CSR disclosure untuk dapat mempengaruhi

keputusan investor dalam mengambil keputusan investasi akan lebih tinggi pula.

2.2. Kerangka Pemikiran dan Pengembangan Hipotesis

Berdasarkan pendapat (Baker, 2003; Nor Hadi, 2011; dan Darwin, 2004),

maka dapat dikatakan bahwa Corporate Social Responsibility (CSR) adalah

Bagaimana perusahaann me-manage proses-proses bisnisnya untuk menghasilkan

dampak positif secara keseluruhan pada masyarakat, mengintegrasikan perhatian

terhadap lingkungan dan sosial ke dalam operasinya dan interaksinya dengan

stakeholders, yang disertai dengan peningkatan kualitas hidup bagi karyawan


27

berikut keluarganya, serta sekaligus peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar

dan masyarakat lebih luas. Seiring meningkatnya loyalitas konsumen dalam waktu

yang lama, maka penjualan perusahaan akan semakin membaik, dan pada

akhirnya dengan pelaksanaan CSR, diharapkan tingkat profitabilitas perusahaan

juga meningkat Terdapat tingkatan ideal untuk CSR, yang mana dapat ditentukan

oleh manajemen melalui analisis biaya-manfaat, dan terdapat hubungan yang

netral antara CSR dengan kinerja finansial yaitu profitabilitas perusahaan.

Berdasarkan pendapat (Agus Sartono: 2010; Kasmir: 2011), profitabilitas

merupakan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dengan

penjualan, total aktiva maupun modal sendiri dalam mencari keuntungan. Rasio

profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah return on asset (ROA)

karena merupakan ukuran pengembalian dari kegiatan investasi pada suatu

perusahaan yang berpengaruh pada perhatian investor yang akan menanamkan

modalnya pada suatu perusahaan. Rasio profitabilitas dalam penelitian ini akan

dipengaruhi oleh pengungkapan CSR yang terdapat pada perusahaan High Profile

yang terdaftar di BEI.

Sedangkan perusahaan high profile menurut (Hackston&Milne: 1996)

adalah industri yang memiliki visibilitas konsumen, resiko politis yang tinggi atau

menghadapi persaingan yang tinggi.

Bidhari et.al. (2013) menyimpulkan bahwa dengan tingkat pengungkapan

CSR yang tinggi, maka suatu perusahaan akan dapat meningkatkan kinerja

keuangannya terutama profitabilitas perusahaan tersebut. Berdasarkan Penelitian

Heal dan Gareth (2004), menunjukkan bahwa aktivitas CSR dapat menjadi

elemen yang menguntungkan dalam strategi perusahaan, memberikan kontribusi


28

kepada manajemen risiko dan meneliti hubungan yang dapat memberikan

keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.

Dalam menjalankan kegiatan operasinya, perusahaan berhadapan dengan

banyak stakeholders seperti karyawan, pemasok, investor, pemerintah, konsumen,

serta masyarakat. Untuk mempertahankan eksistensinya perusahaan memerlukan

dukungan stakeholders sehingga aktivitas perusahaan harus mempertimbangkan

persetujuan dari stakeholders. Semakin kuat stakeholders, maka perusahaan harus

semakin beradaptasi dengan stakeholders. Berdasarkan teori stakeholders,

perusahaan memilih untuk menanggapi banyak tuntutan yang dibuat oleh para

pihak yang berkepentingan (stakeholders), yaitu setiap kelompok dalam

lingkungan luar organisasi yang terkena tindakan dan keputusan organisasi.

Diharapkan dengan memenuhi tuntutan para stakeholders dapat meningkatkan

penghasilan perusahaan. Penelitian yang mendukung adanya hubungan antara

CSR dengan profitabilitas adalah penelitian Dahlia dan Siregar (2008) yang

menunjukkan bahwa aktivitas CSR berpengaruh positif terhadap ROA.

Hasil berbeda di dapatkan oleh, Herry dan Ariyanto (2012) melakukan

penelitian mengenai perbedaan tingkat profitabilitas sebelum dan sesudah

pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan mengambil data

pada perusahaan industri pertambangan dan farmasi yang terdaftar di BEI. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi perbedaan profitabilitas pada

saat sebelum dan sesudah pengungkapan CSR. Sehingga dapat dikatakan bahwa

pengungkapan CSR dan profitabilitas tidak saling memengaruhi.


29

Menurut Chandrayanthi dan Saputra (2013) menegaskan bahwa apabila

suatu perusahaaan melakukan pengungkapan Corporate Social Responsibility,

maka akan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini ditunjukkan

bahwa perusahaan yang melakukan pengungkapan Corporate Social

Responsibility akan meningkatkan citra perusahaan di mata stakeholder, yang

akan memberikan loyalitas konsumen kepada produk yang dihasilkan perusahaan,

sehingga akan meningkatkan penjualan produk perusahaan, dan akan

meningkatkan laba perusahaaan.

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dapat dirumuskan adalah

Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh terhadap

Profitabilitas (ROA) perusahaan High Profile yang terdaftar di BEI periode 2014-

2016.

Pengungkapan Corporate
Social Responsibility (CSR)
(X) Tingkat Profitabilitas (Y)

GAMBAR 2.2
KERANGKA PEMIKIRAN

Anda mungkin juga menyukai