Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH : STUDI ISLAM 1

PENGERTIAN MANUSIA

ZAINUDDIN

19 61201 164

1A1

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS MUSLIM MAROS
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan
karunianya yang begitu besar, saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan harapan
dapat bermanfaat dalam menambah ilmu dan wawasan kita.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pengantar
Akutansi. Dalam membuat makalah ini, dengan keterbatasan ilmu pengetahuan yang
kami miliki, saya berusaha mencari sumber data dari berbagai sumber informasi.
Kegiatan penyusunan makalah ini memberikan saya tambahan ilmu pengetahuan
yang dapat bermanfaat dalam kehidupan, dan semoga bagi para pengguna makalah ini.
Tidak lupa saya mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing Mata
Kuliah Pengantar Akutansi yaitu Bapak Mustafa, SE.,MM.,AK dan kepada semua pihak
yang telah mendukung hingga terselesaikannya makalah ini.
Sebagai manusia biasa, saya sadar bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, oleh karena itu saya berharap akan adanya masukan yang
membangun, sehingga makalah ini dapat bermanfaat baik bagi kami sendiri maupun
pengguna makalah ini.

Maros, Desember 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Tujuan Penulisan .......................................................................... 3

BAB II  PEMBAHASAN ................................................................................ 4


1. Teori-Teori Yang Berkaitan dengan Posisi Akuntan...................... 4
2. Posisi Akuntan dalam Lingkungan Sosial Ekonomi Akuntansi..... 7
3. Pendorong Munculnya Akuntansi Sosial 9
4. Pro Kontra Akuntansi Sosial Berkaitan dengan Tanggung
Jawab Sosial Perusahaan................................................................ 11
5. Pelaporan Eksternal Akuntansi Sosial............................................ 12
6. Corporate Social Responsibility (CSR) ......................................... 13
7. Pengertian Akutansi Hijau ............................................................. 16

BAB III PENUTUP ......................................................................................... 19


A. Kesimpulan.................................................................................. 19
B. Saran............................................................................................ 19

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 20

           

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Selama ini perusahaan dianggap sebagai lembaga yang dapat
memberikan banyak keuntungan bagi masyarakat. Ia bisa memberikan
kesempatan kerja, menyediakan barang yang dibutuhkan masyarakat untuk
dikonsumsi, ia membayar pajak, memberikan sumbangan, dan lain-lain.
Karenanya perusahaan mendapat legitimasi bergerak leluasa melaksanakan
kegiatannya.
Namun, lama kelamaan karena memang perusahaan ini dikenal juga
sebagai “binatang ekonomi” yang mencari keuntungan sebesar-besarnya,
akhirnya semakin disadari bahwa dampak yang dilakukannya terhadap
masyarakat cukup besar dan semakin lama semakin besar yang sukar
dikendalikan seperti polusi, keracunan, kebisingan, diskriminasi, pemaksaan,
kesewenang-wenangan, dan produksi makanan haram. Dampak luar ini
disebut Externalities.
Karena besarnya dampak externalities terhadap kehidupan masyarakat,
masyarakat pun menginginkan agar dampak ini dikontrol sehingga dampak
negatif, external diseconomy atau social cost yang ditimbulkannya tidak
semakin besar. Dari sini berkembanglah ilmu akuntansi yang selama ini
dikenal hanya memberikan inormasi tentang kegiatan perusahaan dengan
pihak ketiga, maka dengan adanya tuntutan ini maka akuntansi bukan hanya
merangkum informasi tentang hubungan perusahaan dengan pihak ketiga,
tetapi juga dengan lingkungannya. Hubungan perusahaan dengan
lingkungannya bersifat non-reciprocal artinya transaksi itu tidak menimbulkan
prestasi timbal-balik dari pihak yang berhubungan. Ilmu akuntansi yang
mencatat, mengukur, melaporkan, externalities ini disebut dengan Socio
Economy Accounting (SEA) atau sebagian menyebutnya akuntansi sosial.
Ilmu Socio Economy Accounting (SEA) atau akuntansi sosial ini
merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba
mengindentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit
dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga. Pengukuran ini pada akhirnya
akan diupayakan sebagai informasi yang dijadikan dasar dalam proses
pengambilan keputusan untuk meningkatkan peran lembaga, baik perusahaan
atau yang lain untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan
secara keseluruhan.

1
Defenisi dari Ahmed Belkaoui menyatakan bahwa “SEA timbul dari
penerapan akuntansi dalam ilmu sosial, ini menyangkut peraturan, pengukuran
analisis, dan pengungkapan pengaruh ekonomi dan sosial dari kegiatan
pemerintah dan perusahaan. Hal ini termasuk kegiatan yang bersifat mikro dan
makro. Pada tingkat makro bertujuan untuk mengukur dan mengungkapkan
kegiatan ekonomi dan sosial negara mencakup social accounting dan reporting
peranan akuntansi dalam pembangunan ekonomi. Pada tingkat mikro
bertujuan untuk mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan
terhadap lingkungannya, mencakup : financial dan managerial social
accounting, social auditing.”
Social Economy Accounting merupakan pengukuran mengenai
bagaimana efisiensi suatu sistem ekonomi berfungsi dan memberikan data
periodik yang menyangkut indikasi posisi suatu negara menyangkut ukuran
externalities. SEA sangat diperlukan dalam suatu sistem ekonomi yang
bercirikan sintese, dari ekonomi antara Social Economy dan Institutional
Economy. Social Economy mempunyai komitmen yang dalam terhadap
kesejahteraan manusia dan keadilan, sedangkan institutionalist mempunyai
komitmen yang besar terhadap pragmatisme dalam menganalsis sosial
ekonomi masyarakat. Negara kita adalah negara yang memperjuangkan
kesejahteraan rakyatnya, oleh karena itu SEA ini penting diterapkan bahkan
diharuskan untuk diterapkan oleh semua perusahaan dan lembaga di negara
kita.
Segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi,
sosial, dan lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan
“pembangunan berkelanjutan“, yakni suatu organisasi, terutama perusahaan,
dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya tidak
semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi, misalnya tingkat
keuntungan atau deviden, tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan
lingkungan yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek
maupun untuk jangka yang lebih panjang.
Kepedulian kepada masyarakat sekitar/relasi komunitas dapat
diartikan sangat luas, namun secara singkat dapat dimengerti sebagai
peningkatan partisipasi dan posisi organisasi di dalam sebuah komunitas
melalui berbagai upaya kemaslahatan bersama bagi organisasi dan komunitas. 
CSR bukanlah sekadar kegiatan amal, melainkan CSR mengharuskan
suatu perusahaan dalam pengambilan keputusannya agar dengan sungguh-
sungguh memperhitungkan akibat terhadap seluruh pemangku kepentingan

2
(stakeholder) perusahaan, termasuk lingkungan hidup. Hal ini mengharuskan
perusahaan untuk membuat keseimbangan antara kepentingan beragam
pemangku kepentingan eksternal maupun kepentingan internal.
Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah, ketika sudah ada beberapa
kasus pencemaran lingkungan oleh perusahaan atau industri dan sudah ada
undang-undang yang mengaturnya,  maka seberapa besar perusahaan-
perusahaan sudah merespon peraturan dan mendukung untuk melindungi
lingkungan. Kepedulian perusahaan akan lingkungan dan masyarakat sekitar
yang biasa kita sebut sebagai corporate social responsibility (CSR) dapat
diartikan sangat luas. Namun, secara singkat, kepedulian tersebut dapat
dipahami sebagai tindakan perusahaan dalam membuat keseimbangan antar
pemangku kepentingan.
Memang dengan melaksanakan CSR akan menimbulkan besarnya
biaya yang dikeluarkan dalam aktivitas CSR tersebut, dengan sendirinya dari
sisi akuntansi akan menimbulkan konsekuensi pada pengakuan, pengukuran,
pencatatan, pelaporan dan pengungkapan akuntansi atas biaya lingkungan
(environmental costs). Sistem akuntansi yang menyajikan akun-akun terkait
biaya lingkungan disebut sebagai green accounting. Green accounting
didasari oleh konsep externalities, yakni suatu konsep yang mengkhususkan
pada telaah mengenai dampak aktivitas ekonomi yang seharusnya dihitung
dan dibuku kan dalam catatan keuangan.

B.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penyusunan makalah ini adalah :
1. Memberi gambaran tentang posisi akuntan terhadap sosial ekonomi
akuntansi,
2. Memberi gambaran bagaimana solusi akuntan terhadap penerapan prinsip
dan standar akuntansi,
3. Memberi gambaran bagaimana pelaporan sosial ekonomi akuntansi,
4. Memberi gambaran corporate social responsibility perusahaan terhadap
isu-isu yang berkembang dimasyarakat.
5. Menjelaskan yang dimaksud dengan akutansi hijau

3
BAB II
PEMBAHASAN

1. Teori-Teori Yang Berkaitan Dengan Posisi Akuntan


1.1.Teori agensi
Menurut ikhsan dan ishak (2005), teori agensi didasarkan pada teori
ekonomi. Dari sudut pandang  teori agensi, prinsipal (pemilik atau manajer
puncak) membawahi agen (karyawan atau manajer yang lebih rendah) untuk
melaksanakan kinerja yang efisien. Teori ini mengasumsikan kinerja yang
efisien dan bahwa kinerja organisasi ditentukan oleh usaha dan pengaruh
kondisi lingkungan.
Teori ini secara umum mengasumsikan bahwa prinsipal bersifat netral
terhadap resiko dan sementara agen bersifat menolak usaha dan resiko. Agen
dan prinsipal diasumsikan termotivasi oleh kepentingannya sendiri, dan sering
kali kepentingan antara keduanya berbenturan. Menurut pandangan prinsipal,
kompensasi yang diberikan kepada agen tersebut didasarkan pada hasil,
sementara menurut pandangan agen, dia lebih suka jika sistem kompensasi
tersebut tidak semata-mata melihat hasil tetapi juga tingkat usaha.
Adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen
menyebabkan timbulnya asimetri informasi, dimana agen lebih mengetahui
kondisi riil perusahaan dibandingkan dengan prinsipal, sehingga prinsipal
tidak tahu apakah usaha yang dilakukan agen memang sudah benar-benar
optimal.

1.2.Teori Stakeholder
Berdasarkan teori stakeholder (Ihyaul, 2009), manajemen organisasi
diharapkan untuk melakukan aktivitas yang dianggap penting oleh stakeholder
mereka dan melaporkan kembali aktivitas-aktivitas tersebut pada stakeholder.
Teori ini menyatakan bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk
disediakan informasi tentang bagaimana aktivitas organisasi mempengaruhi
mereka (sebagai contoh melalui polusi, sponsorship, inisiatif pengamanan, dan
lain-lain), bahkan ketika mereka memilih untuk tidak menggunakan informasi

4
tersebut dan bahkan ketika mereka tidak dapat secara langsung memainkan
peran yang konstruktif dalam kelangsungan hidup organisasi.
Lebih lanjut Ihyaul (2009) menyatakan bahwa teori stakeholder
menekankan akuntabilitas organisasi jauh melebihi kinerja keuangan atau
ekonomi sederhana. Teori ini menyatakan bahwa organisasi akan memilih
secara sukarela mengungkapkan informasi tentang kinerja lingkungan, sosial
dan intelektual mereka, melebihi dan di atas permintaan wajibnya, untuk
memenuhi ekspektasi sesungguhnya atau yang diakui oleh stakeholder.
Tujuan utama dari stakeholder adalah untuk membantu manajer
korporasi mengerti lingkungan stakeholder mereka dan melakukan
pengelolaan dengan lebih efektif di antara keberadaan hubungan-hubungan di
lingkungan perusahaan mereka. Namun demikian, tujuan yang lebih luas dari
teori stakeholder adalah untuk menolong manajer korporasi dalam
meningkatkan nilai dari dampak aktifitas-aktifitas mereka, dan meminimalkan
kerugian-kerugian bagi stakeholder. Pada kenyataannya, inti keseluruhan teori
stakeholder terletak pada apa yang akan terjadi ketika korporasi dan
stakeholder menjalankan hubungan mereka.
Teori stakeholder harus dipandang dari kedua bidangnya, yaitu baik
bidang etika (moral) maupun bidang manajerial. Bidang etika berargumen
bahwa seluruh stakeholder memiliki hak untuk diperlakukan secara adil oleh
organisasi, dan manajer harus mengelola organisasi untuk keuntungan seluruh
stakeholder (Ihyaul, 2009). Ketika manajer mampu mengelola organisasi
secara maksimal, khususnya dalam upaya penciptaan nilai bagi perusahaan,
maka itu artinya manajer telah memenuhi aspek etika dari teori ini.
Penciptaan nilai (value cretion) dalam konteks ini adalah dengan
memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki perusahaan, baik karyawan
(human capital), aset fisik (physical capital), maupun structural capital.
Pengelolaan yang baik atas seluruh potensi ini akan menciptakan value added
bagi perusahaan yang kemudian dapat mendorong kinerja keuangan
perusahaan untuk kepentingan stakeholder.
Bidang manajerial dari teori stakeholder berpendapat bahwa kekuatan
stakeholder untuk mempengaruhi manajemen korporasi harus dipandang

5
sebagai fungsi dari tingkat pengendalian stakeholder atas sumber daya yang
dibutuhkan organisasi (Ihyaul, 2009 ). Ketika para stakeholder berupaya untuk
mengendalikan sumber daya organisasi, maka orientasinya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Kesejahteraan tersebut diwujudkan
dengan semakin tingginya return yang dihasilkan oleh organisasi.
Dalam konteks ini, para stakeholder berkepentingan untuk
mempengaruhi manajemen dalam proses pemanfaatan seluruh potensi yang
dimiliki oleh organisasi. Karena hanya dengan pengelolaan yang baik dan
maksimal atas seluruh potensi inilah organisasi akan dapat menciptakan value
added untuk kemudian mendorong kinerja keuangan perusahaan yang
merupakan orientasi para stakeholder dalam mengintervensi manajemen.

1.3.Teori Legitimasi
Teori leigitimasi berhubungan erat dengan teori stakeholder. Teori
legitimasi menyatakan bahwa organisasi secara berkelanjutan mencari cara
untuk menjamin operasi mereka berada dalam batas dan norma yang berlaku
di masyarakat (Ihyaul, 2009). Menurut Ihyaul (2009), dalam perspektif teori
legitimasi, suatu perusahaan akan secara sukarela melaporkan aktifitasnya jika
manajemen menganggap bahwa hal ini adalah yang diharapkan komunitas.
Teori legitimasi bergantung pada premis bahwa terdapat “kontrak sosial”
antara perusahaan dengan masyarakat di mana perusahaan tersebut beroperasi.
Kontrak sosial adalah suatu cara untuk menjelaskan sejumlah besar  harapan
masyarakat tentang bagaimana seharusnya organisasi melaksanakan
operasinya. Harapan sosial ini tidak tetap, namun berubah seiring berjalannya
waktu. Hal ini menuntut perusahaan untuk responsif terhadap lingkungan di
mana mereka beroperasi (Ihyaul, 2009).
Berdasarkan teori legitimasi (Ihyaul, 2009), organisasi harus secara
berkelanjutan menunjukkan telah beroperasi dalam perilaku yang konsisten
dengan nilai sosial. Hal ini seringkali dapat dicapai melalui pengungkapan
(disclosure) dalam laporan perusahaan. Organisasi dapat menggunakan
disclosure untuk mendemostrasikan perhatian manajemen akan nilai sosial,
atau untuk mengarahkan kembali perhatian komunitas akan keberadaan
pengaruh negatif aktifitas organisasi. Sejumlah studi terdahulu melakukan

6
penilaian atas pengungkapan sukarela laporan tahunan dan memandang
pelaporan informasi lingkungan dan sosial sebagai metode yang digunakan
organisasi untuk merespon tekanan publik.

2.      Posisi akuntan dalam lingkungan sosial ekonomi akuntansi


Menurut Arfan dan Ishak (2005), Walaupun para akademisi dan
praktisi akuntan telah membahas bagaimana profesi mereka dapat
memberikan kontribusi pada tanggung jawab sosial perusahaan sebelum
terjadinya gerakan pada tahun 1960-an, kemajuan utama dalam bidang ini
dibuat sejak akhir 1970-an.
            Pada tahun 1960-an dan awal tahun 1970-an banyak yang
memerhatikan kebutuhan akan akuntansi sosial perusahaan. Robert Bayer
menulis:
“pembatasan pada penggunaan udara dan air yang “bebas”, juga merupakan
masalah akuntansi sosial. Masyarakat kini menguji biaya-biaya yang selalu
ada. Biaya dalam hal kehidupan dan kematian, bangunan dan benda seni yang
hancur, pantai yang tercemar, daun-daun yang rusak, dan berbagai dampak
berbahaya lainnya dari polusi. Satu-satunya perbedaan adalah bahwa biaya-
biaya ini ditransfer sejauh mungkin dari komunitas secara luas kepada pihak-
pihak yang menimbulkannya dan memperoleh keuntungan darinya.”(Bayer,
1972)

Secara ringkas, literatur awal sosial ekonomi akuntansi (Arfan dan


Ishak, 2005) menyatakan bahwa para akuntan diperlukan untuk menghasilkan
data mengenai tanggung jawab perusahaan dan bahwa ada pihak-pihak lain
yang berkepentingan (selain perusahaan) yang akan tertarik akan data-data ini.
Selanjutnya, literatur tersebut mengembangkan suatu kerangka kerja teoritis
untuk akuntansi sosial, termasuk skema pelaporan dan audit sosial aktual.
Sosial ekonomi akuntansi (socio economic accounting) atau yang lebih
sering disebut akuntansi sosial (Theodorus, 1986), merupakan proses penataan
pengukuran dan pengungkapan dampak pengukuran antara perusahaan dan
lingkungan masyarakatnya. Akuntansi sosial merupakan pengejewantahan
tanggung jawab kemasyarakatan yang dipikul oleh perusahaan dan merupakan
suatu panggilan baru bagi pertanggungjawaban perusahaan secara umum.
Pertukaran antara perusahaan dan masyarakat terutama terdiri atas
pemakaian sumber-sumber kemasyarakatan (social resources) oleh

7
perusahaan yang mengakibatkan timbulnya social cost. Sebaliknya apabila
kegiatan perusahaan meningkatkan social resources maka yang terjadi adalah
social benefit. Tujuan dari akuntansi sosial adalah mengukur dan
mengungkapkan social cost dan social benefit kepada masyarakat yang
ditimbulkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan.
Perusahaan sering mengabaikan dampak kegiatan-kegiatan produksinya
terhadap masyarakat. Dalam ilmu ekonomi (Theodorus, 1986), dampak ini
diberi bermacam-macam nama seperti “third party effects”, “spillover effects”
atau lebih jelasnya “external economis” kalau dampak itu menguntungkan,
atau “external diseconomis” kalau dampak itu merugikan, atau secara umum
diistilahkan externalities.
Sampai hari hari ini usaha para ahli ekonomi untuk menilai externalities
suatu perusahaan dalam jumlah uang selalu mengalami kegagalan karena
beberapa sebab. Pertama, kebanyakan externalities memang sukar diukur
karena adanya mata rantai sebab akibat yang sangat rumit. Disamping itu pula,
social cost banyak tergantung kepada besarnya persepsi dan kesadaran
masyarakat tentang masalah itu.
Kasulitan-kesulitan yang disebutkan diatas dapat menjelaskan mengapa
perusahaan enggan menganut akuntansi sosial. Menurut Theodorus (1986),
social cost yang utama bagi perusahaan adalah:
1.      Merosotnya faktor kemanusiaan dalam produksi,
2.      Pencemaran udara,
3.      Pencemaran air,
4.      Berkurangnya dan rusaknya sumber-sumber hewani,
5.      Berkurangnya sumber-sumber energi sebelum waktunya,
6.      Erosi, berkurangnya kesuburan tanah, dan gundulnya hutan-hutan,
7.      Pengangguran.
Theodorus (1986) mengklasifikasikan ruang lingkup utama yang perlu
diperhatikan oleh perusahaan mengenai akuntansi sosial sebagai berikut:
1.    Keterlibatan masyarakat,
Meliputi kegiatan-kegiatan yang terutama sekali akan memberikan manfaat
kepada masyarakat secara luas, misalnya pembangunan dan pembiayaan

8
rumah-rumah, kegiatan-kegiatan kedermawanan, perencanaan dan
perbaikan kampung dan lain-lain.
2.  Sumber-sumber daya manusia,
Misalnya kegiatan-kegiatan yang memberi manfaat kepada pegawai,
program latihan dan peningkatan keterampilan, perbaikan keadaan dan
suasana kerja, dan lain-lain.
3.  Sumber-sumber fisik dan sumbangan-sumbangan lingkungan,
Dimaksudkan mutu udara dan air serta pengendalian pencemaran dan
polusi disamping pemeliharaan atau konservasi sumber-sumber alam.
4.  Sumbangan barang dan jasa perusahan,
Dimaksudkan pertimbangan mengenai dampak dari produk perusahaan
terhadap masyarakat, yakni memperhatikan mutu, pembungkus, iklan, dan
lain-lain.
             Tetapi kita harus menyadari akuntansi sosial tidak diterima secara
universal sebagai suatu bidang oleh para akademisi dan praktisi akuntan, dan
tidak semua orang percaya bahwa perusahaan harus menghasilkan data
akuntansi sosial. Masih banyak yang harus diteliti untuk membenarkan
keberadaan akuntansi sosial. Hal ini terutama bagi para pengusaha yang
berfikir liberal yang hanya memperhatikan kepuasan individu tanpa
memperhatikan dampak yang timbul dari setiap kegiatan yang dilakukannya.
            Tetapi setidaknya para akuntan harus memahami ada faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang dibuatnya. Tidak diakuinya
akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan para akuntan mundur
dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti akuntansi manajemen
yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga dilaporkan dengan
memahami kondisi di sekitar kita.

3.    Pendorong Munculnya Akuntansi Sosial


            Menurut Sofyan (1997), akuntansi sosial timbul karena adanya
kecenderungan dari para ahli untuk mengalihkan kesejahteraan individu ke
arah kesejahteraan sosial. Kecenderungan yang bergerak dari kegiatan mancari
keuntungan sebesar-besarnya tanpa melihat efek samping ke arah mencari laba

9
yang berwawasan lingkungan. Kecenderungan ini dapat kita lihat dari
beberapa paradigma berikut:
a.       Kecenderungan terhadap kesejahteraan sosial
            Sejarah menunjukkan bahwa kelangsungan hidup manusia,
kesejahteraan masyarakat yang sebenarnya hanya dapat lahir dari sikap
kerja sama antar unit-unit masyarakat itu sendiri. Perusahaan tidak akan
maju tanpa dukungan dari konsumen dan lingkngan sosialnya. Kenyataan
ini semakin disadari dan semakin dibutuhkan pertanggungjawabannya.
Untuk mengetahui keterkaitan antara perusahaan dan lingkungan
disekitarnya, mak akuntansi sosial ini sangat berperan.

b.      Kecenderungan terhadap kesadaran lingkungan


            Ada sebuah paradigma yang meyakini bahwa manusia adalah
mahluk diantara macam-macam mahkluk yang mendiami bumi yang
saling mempunyai keterkaitan dan sebab akibat dan dibatasi oleh sifat
keterbatasan dunia itu sendiri, baik sosial, ekonomi atau politik.
Belakangan manusia semakin menyadari bahwa paradigma itu benar dan
bisa dijadikan pedoman, sehingga perhatian kepada lingkungan semakin
besar.

c.    Persepektif ekosistem
            Orientasi yang terlalu diarahkan kepada pembangunan ekonomi,
efisiensi, profit maximization menimbulkan krisis ekosistem. Tanpa
pembatasan terhadap tingkah laku manusia maka akan menyebabkan
terjadinya kerusakan dan kehancuran sehingga terjadi ketidakseimbangan
terhadap ekosistem. Perspektif terhadap ekosistem ini mendorong
lahirnya akuntansi sosial.

d.    Ekonomisasi vs sosialisasi


            Ekonomisasi mengarah perhatian hanya kepada kepuasan
individual yang hanya mempertimbangkan cost dan benefit tanpa
memperhatikan kepentingan masyarakat.sedangkan sosialisasi
memperhatikan fokusnya terhadap kepentingan sosial dan selalu

10
mempertimbangkan efek sosial yang ditimbulkan oleh kegiatannya.
walau sosialisasi ini belum tampak nyata namun pengaruh pemerintah
dan tekanan sosial cenderung menguntungkan kepentingan sosial.
Akhirnya perlu alat ukur sampai sejauh mana pengaruh perusahaan
terhadap masyarakat sehingga lahirlah akuntansi sosial.

4.    Pro kontra akuntansi sosial berkaitan dengan tanggung jawab sosial


perusahaan
            Persoalan apakah perusahaan perlu mempunyai tanggung jawab sosial
atau tidak masih terus merupakan perdebatan ilmiah. Masing-masing
mengemukakan pendapat dan dukungannya dan mengklaim bahwa idenya lah
yang paling benar.
            Menurut Sofyan (1997), ada beberapa alasan pendukung agar
perusahaan memiliki etika dan tanggung jawab sosial, yaitu:
a) Keterlibatan sosial merupakan respon terhadap keinginan dan harapan
masyarakat terhadap peranan perusahaan,
b) Keterlibatan sosial mungkin akan memengaruhi perbaikan lingkungan,
masyarakat, yang mungkin akan menurunkan biaya produksi,
c) Meningkatkan nama baik perusahaan, akan menimbulkan simpati
langganan, simpati karyawan, investor dan lain-lain,
d) Menghindari campur tangan pemerintah dalam melindungi masyarakat,
e) Dapat menunjukkan respon positif perusahaan terhadap norma dan nilai
yang berlaku dalam masyarakat,
f) Sesuai dengan keinginan para pemegang saham dalam hal ini publik,
g) Mengurangi tensi kebencian masyarakat terhadap perusahaan,
h) Membantu kepentingan nasional.
            Dipihak lainalasan para penantang yang tidak menyetujui konsep tanggung
jawab perusahaan ini adalah sebagai berikut:
a) Mengalihkan perhatian perusahaan dari tujuannya yaitu mencari laba,
b) Memungkinkan keterlibatan perusahaan terhadap permainan kekuasaan atau
politik,
c) Dapat menimbulkan lingkungan bisnis yang monolitik,
d) Keterlibatan sosial memerlukan dana dan tenaga yang cukup besar

11
5.    Pelaporan Eksternal Akuntansi Sosial
            Kerangka kerja akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan
terdapat masalah pengukuran yang cukup serius mengenai biaya dan manfaat.
Meskipun demikian sejumlah penulis telah menyarankan agar perusahaan
melaporkan kinerja akuntansi sosialnya baik secara internal maupun secara
eksternal. Pelaporan dalam akuntansi sosial berarti memuat informasi yang
menyangkut dampak positif atau negatif yang ditimbulkan oleh perusahaan.
Berikut adalah sekedar contoh pelaporan akuntansi sosial:

PT. Ezly Bazliyah


Socio Economic Operating Report
31 Desember 1993
(dalam ribuan)

1.      Kaitan dengan masyarakat:


A.  Perbaikan:
a.       Pelatihan orang cacat Rp. 20.000
b.      Sumbangan pada lembaga pendidikan   Rp.   8.000
c.       Biaya ekstra karena merekrut minoritas                              Rp. 10.000
d.      Biaya penitipan bayi                                                               Rp. 22.000
Total perbaikan                                                                        Rp. 60.000

B.  Kerusakan:
Penundaan pemasangan alat pengaman                                  Rp. 28.000
Perbaikan (bersih) untuk masyarakat (I)                                Rp. 32.000

2.      Kaitan dengan lingkungan:


A.  Perbaikan:
a.       Reklamasi lahan dan pembuatan taman                        Rp. 140.000
b.      Biaya pemasangan kontrol polusi                                         Rp.     8.000
c.       Biaya pematian racun limbah                                                Rp.    18.000
Total perbaikan                                                                        Rp. 166.000

B.  Kerusakan:
1.      Biaya yang dikeluarkan untuk reklamasi pertambangan        Rp. 160.000
2.      Taksiran biaya pemasangan penetral racun air                       Rp. 200.000
Total kerusakan                                                                       Rp. 360.000

12
C.  Defisit (II)                                                                                 (Rp. 194.000)

3.      Kaitan dengan produk:


A.  Perbaikan:
1.      Gaji eksekutif sewaktu melayani komisi pengamanan produk Rp. 50.000
2.      Biaya pengganti cat beracun                                                   Rp. 18.000
Total perbaikan                                                                        Rp. 68.000

B.  Kerusakan:
1.      Pemasangan alat pengaman produksi                                      Rp. 44.000 -

C.  Net perbaikan (III)                                                                     Rp. 24.000

Total socio economic defisit 1993 (I+II+III)  (Rp. 138.000)

Saldo kumulatif net perbaikan 1.01.93                                                           


Rp. 498.000

Saldo kumulatif net perbaikan 31.12.1993                                      Rp. 360.000

6.    Corporate social responsibility (CSR)


CSR adalah komitmen perusahaan untuk memberikan kontribusi
jangka panjang terhadap satu isu tertentu dimasyarakat atau lingkungan untuk
dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik. Kontribusi dari perusahaan ini
bisa berupa banyak hal, misalnya : bantuan dana, bantuan tenaga ahli dari
perusahaan, bantuan berupa barang, dan lain-lain.
Disini perlu dibedakan antara program Corporate Social Responsibility
dengan kegiatan charity. Kegiatan charity hanya berlangsung sekali atau
sementara waktu dan biasanya justru menimbulkan ketergantungan publik
terhadap perusahaan. Sementara, program Corporate Social Responsibility
merupakn program yang berkelanjutan dan bertujuan menciptakan
kemandirian publik.
Corporate Social Responsibility (CSR) bertujuan untuk :
1.      Building Human Capital

13
Secara internal, perusahaan dituntut untuk meciptakan SDM yang
andal. Secara eksternal, perusahaan dituntut untuk melakukan
pemberdayaan masyarakat, biasanya community development.
2.      Strengthening Economies
Perusahaan dituntut untuk tidak menjadi kaya sendiri sementara
komunitas di lingkungannya miskin, mereka harus memberdayakan
ekonomi sekitar. Yaitu dengan mengadakan pelatihan kerja maupun
pemberian beasiswa bagi penduduk yang berprestasi, dan memberi bantuan
modal usaha.
3.      Assessing Social Chesion
Perusahaan dituntut untuk menjaga keharmonisan dengan sekitarnya
agar tidak menimbulkan konflik.
4.      Encouraging Good Governence
Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan harus menjalankan tata
kelola dengan baik.
5.      Protecting The Environment
Perusahaan berupa keras menjaga kelestarian lingkungan.

Isu-isu terbaru tentang kepedulian dunia usaha dengan lingkungannya :


1.      Cause Promotions
Cause promotions ini dapat dilakukan dalam bentuk seperti
meningkatkan awarness dan corcern masyarakat terhadap satu isu
tertentu. Mengajak masyarakat untuk mencari tahu secara lebih
mendalam mengenai suatu isu tertentu di masyarakat. Mengajak
masyarakat untuk menyumbangkan uang, waktu ataupun barang milik
mereka untuk membantu mengatasi dan mencegah suatu permasalahan
tertentu. Mengajak orang untuk ikut berpartisipasi dalam
menyelenggarakan event tertentu, misalnya : mengetahui gerak jalan,
menandatangani petisi, dan lain-lain.
2.      Cause-related Marketing
Dalam cause related marketing ini, perusahaan akan mengajak
masyarakat untuk membeli atau menggunakan produknya, baik itu

14
barang ataupun jasa, dimana sebagaian dari keuntungan yang didapat
perusahaan akan didonsikan untuk membantu mengatasi atau
mencegah maslah tertentu.
3.      Corporate Social Marketing
Corporate social marketing berfokus pada bidang-bidang dibawah
ini, yaitu: Bidang kesehatan, misalnya mengurangi kebiasaan merokok,
HIV/AIDS, kanker dan lain-lain. Bidang keselamatan, misalnya
keselamatan berkendara, pengurangan peredaran senjata api, dan lain-
lain. Bidang lingkungan hidup, misalnya konservasi air, polusi,
pengurangan penggunaan pestisida. Bidang masyarakat, misalnya
memberikan suara dalam pemilu, menyumbangkan darah, perlindungan
hak-ahk binatang.
4.      Corporate Philanthrophy
 Corporate Philanthrophy ini dilakukan perusahaan dengan
memberikan kontribusi/sumbangan secara langsung dalam bentuk
dana, jasa atau alat kepada pihak yang membutuhkan baik itu lembaga,
maupun perorangan ataupun kelompok tertentu.
5.      Corporate Volunteering
Community Volunteering adalah bentuk corporate social
respontibility di mana perusahaan mendorong atau mengajak
karyawannya iktu terlibat dalam program corporate social respontibiliy
yang sedang dijalankan dengan jalan mengkontribusikan waktu dan
tenaganya.

Keuntungan Melakukan Program Corporate Social Respontibility yaitu:


1.      Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan image perusahaan.
2.      Layak mendapatkan social lincence to operate.
3.      Mereduksi resiko bisnis perusahaan .
4.      Melebarkan akses sumber daya.
5.      Membentangkan akses menuju market.
6.      Mereduksi biaya.
7.      Memperbaiki hubungan dengan stakeholder.

15
8.      Memperbaiki hubungan dengan regulator.
9.      Meningkatkan semangat dan poduktivitas karyawan.
10.  Peluang mendapat penghargaan.
7.    Pengertian Akutansi Hijau
Akuntansi hijau adalah jenis akuntansi yang berupaya memasukkan
faktor biaya lingkungan ke dalam hasil keuangan dari operasi. Telah
diperdebatkan bahwa produk domestik bruto mengabaikan lingkungan dan
oleh karena itu para pembuat kebijakan memerlukan model yang direvisi
yang memasukkan akuntansi hijau. Tujuan utama akuntansi hijau adalah
untuk membantu bisnis memahami dan mengelola potensi quid pro quo
antara tujuan ekonomi tradisional dan tujuan lingkungan. Hal ini juga
meningkatkan informasi penting yang tersedia untuk menganalisis
masalah-masalah kebijakan, terutama ketika bagian-bagian informasi
penting itu sering diabaikan. Akuntansi hijau dikatakan hanya untuk
memastikan keberlanjutan yang lemah, yang harus dianggap sebagai suatu
langkah menuju keberlanjutan yang kuat pada akhirnya.
Namun ini merupakan suatu praktik yang kontroversial, karena
deplesi mungkin sudah diperhitungkan dalam akuntansi untuk industri
ekstraksi dan akuntansi untuk eksternalitas yang mungkin semaunya saja.
Oleh karena itu jelas bahwa suatu praktik standar perlu ditetapkan untuk
memperoleh kredibilitas dan penggunaan. Namun deplesi bukanlah
keseluruhan dari akuntansi lingkungan, dengan pencemaran menjadi satu-
satunya faktor bisnis yang hampir tidak pernah diperhitungkan secara
khusus. Julian Lincoln Simon, seorang profesor administrasi bisnis di
Universitas Maryland dan seorang Senior Fellow di Cato Institute,
berpendapat bahwa penggunaan sumber daya alam menghasilkan
kekayaan yang lebih besar, sebagaimana dibuktikan oleh jatuhnya harga
dari waktu ke waktu dari hampir semua sumber daya yang tidak dapat
diperbarui.
Dengan adanya akuntansi hijau, biaya tersebut dapat diakui sebagai
aset berupa investasi tanggung jawab sosia llingkungan, oleh karena itu,
keuntungan perusahaan tidak akan berkurang oleh biaya dalam

16
menjalankan operasi bisnis yang ramah lingkungan justru aset perusahaan
akan bertambah, biaya CSR juga dapat diperlakukan serupa, sehingga
pemberian CSR dari perusahaan diharapkan akan meningkat dengan
adanya penggunaan akuntansi hijau. Biaya lingkungan dapat dianggap
memberikan manfaat ekonomi bagi perusahaan di masa yang akan datang,
pemberian CSR juga biaya ramah lingkungan lain dari perusahaan dalam
jangka waktu panjang akan meningkatkan citra dan nama baik bagi
Perusahaan, yang pada akhirnya akan membawa manfaat ekonomi positif
bagi perusahaan.
Tujuan dari green accounting adalah untuk menyediakan informasi
biaya lingkungan yang relevan bagi para stakeholders. Akuntansi
mengenai biaya lingkungan telah diatur dalam PSAK 1 mengenai
Penyajian Laporan Keuangan, PSAK 33 mengenai Akuntansi
Pertambangan Umum, PSAK 57 mengenai Provisi, Kontijen siliabilitas
dan Kontijensi Aset di mana adanya transaksi atau kejadian yang erat
kaitannya dengan lingkungan hidup, PSAK 25 mengenai Kebijakan
Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi dan koreksi kesalahan, PSAK
64 mengenai Eksplorasi Mineral dan PSAK 5 Segmen Operasi, dimana
dapat terjadi dampak keuangan aktivitas bisnis yang melibatkan
perusahaan dan lingkungan ekonomi tempat perusahaan beroperasi.
Meskipun standar akuntansi sudah cukup jelas mengatur mengenai
biaya lingkungan, namun kendala terbesar dalam menginternalisasi
eksternalitas tersebut adalah pengukuran nilai cost dan benefit yang
ditimbulkan dari aktivitas tersebut. Bukan suatu hal mudah dalam
mengukur dampak perusakan lingkungan pada masyarakat sekitar yang
ditimbulkan karena polusi udara, limbah cair, kebocoran, perusakan
tanaman dan hal lainnya, yang mana biaya-biaya tersebut terkadang tidak
dapat diukur secara akuntansi. Oleh karena itu, pelaksanaan green
accounting sangat bergantung pada karakteristik masing-masing
perusahaan dalam menganalisis permasalahan lingkungan hidup
sekitarnya.

17
Baik perusahaan besar mau pun perusahaan kecil sekalipun, perlu
dan sangat penting untuk menerapkan konsep green accounting, ini karena
kegiatan operasional suatu perusahaan tidaklah terlepas dari tanggung
jawab terhadap lingkungan sekitarnya. Ada berbagai cara penyampaian
informasi mengenai biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh perusahaan.
Perusahaan dapat menyajikannya melalui laporan tahunan (annual report)
yang pada umumnya, selain menyajikan laporan keuangan, juga
menyertakan laporan manajemen, pencapaian prestasi perusahaan dan
pelaksanaan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pada akhirnya dalam menghadapi permasalahan lingkungan ini
apakah perusahaan tetap bertahan dengan paradigma bisnis dan akuntansi
konservatif yang berorientasi pada laba jangka pendek, atau mau menuju
ke paradigma green business, green management, dan green accounting
(sustainability accounting).

18
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Dari penjelasan diatas, maka dapat kita lihat bagaimana posisi
akuntan dalam kaitannya dengan sosial ekonomi akuntansi atau yang biasa
kita sebut akuntansi sosial. Akuntan bersama dengan praktisi dan akademisi
adalah orang yang mempunyai andil besar dalam merumuskan dan
melaporkan pelaporan akuntansi.
Dalam teori agensi, akuntan berperan sebagai agen yang ditunjuk
oleh prinsipal sebagai orang yang menjalankan perusahaan bersama dengan
jajaran manajer lainnya. Karena akuntan berperan sebagai agen maka akuntan
mempunyai akses informasi yang besar tentang perusahaan, para akuntan juga
yang bisa mengetahui secar lebih pasti apa yang harus dilakukan oleh
perusahaan dan apa yang dibutuhkan oleh massyarakat sekitar perusahaan
terkait dengan akuntansi sosial.
Tetapi setidaknya para akuntan harus memahami ada faktor-faktor
yang harus diperhatikan dalam setiap laporan yang dibuatnya. Tidak diakuinya
akuntansi sosial secara umum tidak harus menyebabkan para akuntan mundur
dalam merumuskan kebijakan akuntansi sosial. Seperti akuntansi manajemen
yang fleksibel, maka seharusnya akuntansi sosial juga dilaporkan dengan
memahami kondisi di sekitar kita
Dengan adanya akuntansi hijau, biaya tersebut dapat diakui sebagai
aset berupa investasi tanggung jawab sosia llingkungan, oleh karena itu,
keuntungan perusahaan tidak akan berkurang oleh biaya dalam menjalankan
operasi bisnis yang ramah lingkungan justru aset perusahaan akan bertambah,
biaya CSR juga dapat diperlakukan serupa, sehingga pemberian CSR dari
perusahaan diharapkan akan meningkat dengan adanya penggunaan akuntansi
hijau

B. SARAN

19
Makalah ini hanyalah sebuah ulasan  yang sangat sederhana sekali, jadi
tentunya banyak sekali hal-hal yang belum tercantum dalam makalah ini.
Tidak ada salahnya untuk dosen pembimbing dan para pembaca  yang 
membaca makalah ini untuk lebih memberikan kritik dan menambahkan
beberapa masukan materi yang belum terdapat di makalah kami  demi
menyempurnakan ilmu dan pengetahuan kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Ulum, Ihyaul. 2009. Intellectual Capital. Graha ilmu: Yogyakarta


Harahap, Sofyan Syafri. 1997. Teori Akuntansi. Fajar Interpratama Offset: Jakarta
Tuanakotta, Theodorus M. 1986. Teori Akuntansi. Fekon UI: Jakarta
Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Salemba
Empat: Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai