Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

Akuntansi Keprilakuan
“Akuntansi Sosial”

“Disusun untuk memenuhi tugas kelompok dari Dosen mata kuliah


Akuntansi Keprilakuan, Dr. Emilia Nurdin, SE., M.Si”

Oleh
Kelompok 6
1. Fatonah (B1C117035)
2. Selmira Apriani (B1C117111)
3. Syahrul Alim (B1C117204)
4. Fahra Amalia (B1C119096)
5. Fahrani Rahmasuci (B1C119097)
6. Grace Indryani (B1C119103)
7. Hardiman (B1C119105)
8. Hernina Mpolo (B1C119107)
9. Husnul Anissa (B1C119108)
10. Ida Bagus Surya S (B1C119109)

Kelas B
Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Halu Oleo
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah swt., karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kemampuan, kesempatan, dan pengetahuan sehingga
makalah ini bisa selesai pada waktunya.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada dosen pengampu mata kuliah Akuntansi
Keperilakuan, Dr. Emilia Nurdin, SE., M.Si, yang telah memberikan tugas kelompok ini,
serta teman-teman lain yang telah berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga
makalah yang berjudul “Akuntansi Sosial” ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Penulis berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan bagi pembaca.
Namun, terlepas dari itu penulis memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik yang konstruktif dan juga
saran yang membangun dengan maksud agar kedepannya makalah yang dibuat akan semakin
lebih baik lagi.

Kendari, 25 Desember 2020

Kelompok 6

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan Pembahasan.........................................................................................................2
1.4 Manfaat Pembahasan.......................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................................................4
2.1 Definisi Akuntansi Sosial.................................................................................................4
2.2 Tujuan Akuntansi Sosial..................................................................................................5
2.3 Sejarah Akuntansi Sosial..................................................................................................5
2.3.1 Respons Perusahaan..................................................................................................7
2.3.2 Respons Profesi Akuntansi......................................................................................8
2.4 Akuntansi Biaya dan Manfaat Sosial...............................................................................8
2.5 Teori Akuntansi Sosial...................................................................................................10
2.6 Pengukuran, Pelaporan, Pengungkapan (Disclosure) Akuntansi Sosial.......................10
2.7 Pelaporan Kinerja Sosial................................................................................................13
2.8 Riset Masa Kini, Tanggung Jawab Perusahaan terkait Akuntansi Sosial dan
Lingkungan..........................................................................................................................15
2.8.1 Riset Masa Kini.......................................................................................................15
2.8.2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan............................................16
2.8.3 Penerapan Akuntansi Pertanggung jawaban Sosial dan Lingkungan.....................18
2.9 Teori yang Mendukung Laporan Pertanggung jawaban Sosial dan Lingkungan..........20
2.10 Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan...........................24
2.11 Dilema Perusahaan (Contoh Kasus)...........................................................................25
BAB 3 PENUTUP...................................................................................................................27
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................27
3.2 Saran..............................................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................29

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akuntansi sosial didefenisikan sebagai ”penyusunan, pengukuran, dan analisis


terhadap konsekuensi-konsekuensi sosial dan ekonimi dari perilaku yang berkaitan
dengan pemerintah dan wirausahawan. ”Walaupun akuntansi sosial berfokus baik
pada kinerja pemerintah maupun pelaku bisnis, pembahasan ini akan berkonsentrasi
pada akuntansi sosial sebagaimana diteraokan pada kegiatanb bisnis. Dalam hal ini,
akuntansi sosial  berarti identifikasi, mengukurm dan melaporkan hubungan antara
bisnis dan lingkungannya. Lingkungan bisnis meliputi sumber daya alam, komunitas
di mana bisnis tersebut beroperasi, orang-orang yang dipekerjakan, pelanggan,
pesaing, dan perusahaan serta kelompok lain yang berurusan dengan bisnis tersebut.
Proses pelaporam dapat bersifat baik internal maupun eksternal. Model-model
akuntansi dan ekonomi tradisional berfokus pada produksi dan distribusi barang dan
jasa kepada masyarakat. Akuntansi sosial memperluas model ini dengan memasukkan
dampak-dampak dari aktivitas perusahaan terhadap masyarakat. Suatu pabrik kertas,
misalnya tidak hanya menghasilkan bubur kayu dan produk kertas melainkan juga
limbah padat pencemaran udara serta air. Dilain pihak, pabrik tersebut mungkin
memberikan kontribusi kepada komunitas dengan memperbolehkan karyawan
mengambil waktu luang untuk pekerjaan sosial atau dengan mendanai beasiswa
universitas untuk siswa-siswa yang berprestasi. Ditinjau dari perspektid ini, akuntansi
sosial dapat dilihat sebagai pendekatan yang berguna untuk mengukur dan
melaporkan kontribusi suatu perusahaan kepada komunitas. Laba bersih telah
dianggap secar tradisional sebagai kontribusi perusahaan kepada komunitas. Akuntan
sosial memandang hal ini sebagai fokus yang terlalu sempit. Mereka beranggapan
bahwa untuk mengukur kontribusi sosial suatu perusahaan dengan memadai, biaya
maupun laba harus dimasukkan. Laba hanya ada karena beberapa biaya sosial, seperti
polusi air tidak dimasukkan dalam perhitungan laba perusahaan tersebut.

1
1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dapat di bentuk berdasarkan latar belakang di atas
adalah sebagai berikut
1. Jelaskan definisi Akuntansi Sosial!
2. Jelaskan tujuan dari Akuntansi Sosial!
3. Bagaimana sejarah Akuntansi Sosial?
4. Apa yang di maksud Akuntansi Biaya dan bagaimana Manfaat Sosial nya?
5. Jelaskan teori Akuntansi Sosial?
6. Jelaskan Pengukuran, Pelaporan, Pengungkapan (Disclosure) Akuntansi Sosial!
7. Bagaimana Pelaporan Kinerja Sosial?
8. Jelaskan Riset Masa Kini, Tanggung Jawab Perusahaan terkait Akuntansi Sosial
dan Lingkungan!
9. Jelaskan Teori yang Mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial dan
Lingkungan!
10. Bagaimana Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan?
11. Sebutkan Dilema Perusahaan (Contoh Kasus)!

1.3 Tujuan Pembahasan

Adapun tujuan pembahasan berdasarkan rumusan masalah diatas adalah sebagai


berikut
1. Untuk memahami Akuntansi Sosial
2. Untuk memahami tujuan dari Akuntansi Sosial
3. Untuk memahami sejarah Akuntansi Sosial
4. Untuk memahami Akuntansi Biaya dan Manfaat Sosial nya
5. Untuk memahami teori Akuntansi Sosial
6. Untuk memahami Pengukuran, Pelaporan, Pengungkapan (Disclosure) Akuntansi
Sosial
7. Untuk memahami Pelaporan Kinerja Sosial
8. Untuk mengetahui Riset Masa Kini, Tanggung Jawab Perusahaan terkait
Akuntansi Sosial dan Lingkungan

2
9. Untuk memahami Teori yang Mendukung Laporan Pertanggungjawaban Sosial
dan Lingkungan
10. Untuk memahami Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan
Lingkungan
11. Untuk mengetahui Dilema Perusahaan (Contoh Kasus)

1.4 Manfaat Pembahasan

Adapun manfaat pembahasan materi mengenai “Akuntansi Sosial” ini adalah sebagai
berikut
1) Bagi penulis, menambah kemampuan dalam menulis dan menjabarkan pokok-pokok
materi yang berkaitan secara lebih dalam dan juga sebagai bentuk penyelesaian tugas
yang diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah Akuntansi Keperilakuan
2) Bagi pembaca, menambah wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai
pembahasan yang berkaitan sub materi mata kuliah akuntansi keperilakuan,
Akuntansi Sosial

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Akuntansi Sosial

Akuntansi sosial adalah pengukuran dan analisis dari konsekuensi sosial dan ekonomi
dari perilaku wirausaha dan pemerintahan. Walaupun akuntansi sosial fokus pada perilaku
organisasi bisnis dan pemerintahan, tetapi dalam bab ini pembahasannya difokuskan pada
akuntansi sosial bidang organisasi bisnis atau perusahaan. Pembahasan akuntansi sosial
berhubungan dengan bisnis dan lingkungan sekitarnya. Lingkungan bisnis mencakup, antara
lain sumber daya alam, komunitas tempat beroperasi, manusia yang bekerja, pelanggan yang
ada, dan kompetitor serta perusahaan lain. Proses pelaporan dapat jadi internal dan eksternal.
Model akuntansi tradisional dan ilmu ekonomi tradisional berfokus pada produksi dan
distribusi barang jasa kepada masyarakat. Akuntansi Sosial memperluas model tradisional
dengan menghubungkan dampak aktivitas perusahaan terhadap masyarakat. Akuntansi sosial
dapat dilihat sebagai pendekatan yang berguna untuk mengukur dan melaporkan kontribusi
perusahaan terhadap komunitas. Laba bersih secara tradisional dipertimbangkan sebagai
kontribusi terhadap masyarakat. Sebagai contoh Pabrik kertas. Pabrik kertas tidak hanya
menghasilkan dan menjual bubur kertas dan kertas, tetapi juga harus mengelola sisa bahan,
polusi air, polusi udara, dan solusi tanah dengan baik. Pabrik kertas selain memberikan
Peluang kerja pada masyarakatnya juga dapat memberikan kontribusi sosial dalam bentuk
karitas, memberikan beasiswa pada pelajar dan mahasiswa dilingkungannya, membangun
jalan, membangun tempat ibadah di pabrik atau lingkungannya. Ditinjau dari contoh ini,
akuntansi sosial dapat dipandang sebagai pendekatan yang bermanfaat untuk mengukur dan
melaporkan kontribusi sosial perusahaan pada masyarakat.
Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) mempergunakan istilah Social
Accounting dan mendefinisikannya sebagai proses pemilihan variabel-variabel yang
menentukan tingkat prestasi sosial perusahaan baik secara internal maupun eksternal.
Sementara itu Belkoui dalam Harahap (1993) membuat suatu terminologi Socio Economic
Accounting (SEA) yang berarti proses pengukuran, pengaturan dan pengungkapan dampak
pertukaran antara perusahaan dengan lingkungannya.
Berdasarkan beberapa uraian diatas, pada dasarnya definisi yang diberikan oleh para
pakar akuntansi mengenai akuntansi sosial memiliki karakteristik yang sama, sebagaimana

4
yang dikemukakan oleh Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988), yaitu Akuntansi sosial
berkaitan erat dengan masalah : (1) Penilaian dampak sosial dari kegiatan entitas bisnis, (2)
mengukur kegiatan tersebut (3) melaporkan tanggungjawab sosial perusahaan, dan (4) sistem
informasi internal dan eksternal atas penilaian terhadap sumber-sumber daya perusahaan dan
dampaknya secara sosial ekonomi.
Namun, akuntan sosial melihat hal itu sebagai fokus yang masih sempit. Akuntansi
sosial berpendapat bahwa perhitungan yang lebih tepat untuk menghitung kontribusi sosial
adalah dengan memasukkan biaya sosial dan manfaat sosial dalam laporan keuangan,
khususnya ke dalam laporan laba rugi. Laba tercapai hanya karena adanya biaya sosial
sehingga biaya sosial (misalnya polusi) harus dimasukkan ke dalam laporan laba rugi.

2.2 Tujuan Akuntansi Sosial

Adapun tujuan akuntansi sosial menurut Hendriksen (1994) adalah untuk memberikan
informasi yang memungkinkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap masyarakat dapat di
evaluasi. Ramanathan (1976) dalam Arief Suadi (1988) juga menguraikan tiga tujuan dari
akuntansi sosial yaitu : (1) mengidentifikasikan dan mengukur kontribusi sosial neto periodik
suatu perusahaan, yang meliputi bukan hanya manfaat dan biaya sosial yang di
internalisasikan ke perusahaan, namun juga timbul dari eksternalitas yang mempengaruhi
segmen-segmen sosial yang berbeda, (2) membantu menentukan apakah strategi dan praktik
perusahaan yang secara langsung mempengaruhi relatifitas sumber daya dan status individu,
masyarakat dan segmen-segmen sosial adalah konsisten dengan prioritas sosial yang
diberikan secara luas pada satu pihak dan aspirasi individu pada pihak lain, (3) memberikan
dengan cara yang optimal, kepada semua kelompok sosial, informasi yang relevan tentang
tujuan, kebijakan, program, strategi dan kontribusi suatu perusahaan terhadap tujuan-tujuan
sosial perusahaan.

2.3 Sejarah Akuntansi Sosial

Akuntansi sosial berfokus pada identifikasi dan pengukuran dari manfaat sosial dan
biaya sosial, suatu konsep yang sering diabaikan oleh akuntansi tradisional. Untuk
memahami perkembangan akuntansi sosial, manajemen dan pemakaian laporan akuntansi
sosial harus mengetahui bagaimana manfaat sosial dan biaya sosial dipertukarkan. Untuk

5
tujuan itu, manfaat dan biaya sosial dapat didefinisikan sebagai efek positif dan negatif dari
pengembangan ekonomi, industrialisasi, dan perubahan teknologi yang direncanakan dan
dilaksanakan oleh organisasi.
Biaya dan manfaat sosial salalu eksis. Pada awal 1900-an, A.C. Pigou dan ahli
ekonomi lainnya telah mencoba untuk memasukkan manfaat dan biaya sosial ke model
neoclassical dari mikro-ekonomi. Namun, selain usaha Pigou dan sebagian ahli ekonomi, ada
sebagian besar ahli ekonomi yang berpendapat bawa manfaat dan biaya sosial sebagai
anomali dan harus ditolak. Pada akhirnya tercapai kemajuan terhadap akuntansi sosial dengan
kemampuannya melakukan pemutakhiran di dalam analisis, pengukuran, dan penyajian dari
manfaat dan biaya sosial. Namun sekarang, ekonomi lingkungan dan manajemen sumber
daya alam menjadi subdisiplin dalam ilmu ekonomi dan manajemen.
Model akuntansi dasar (yaitu akuntansi keuangan dan akuntansi manajemen)
menggunakan teori mikro ekonomi untuk menentukan apakah memasukkan atau tidak
memasukkan ke perhitungan akuntansi. Biaya dan manfaat sosial, secara tradisional ditolak
oleh ahli teori dan praktisi akuntansi tradisional. Namun, pada 1960-an muncul beberapa
pergerakan massa, khususnya mereka yang mendedikasikan gagasannya untuk membuat
pemerintahan dan bisnis menjadi lebih responsif terhadap kebutuhan sosial, mendorong
organisasi untuk berfokus pada tanggung jawab atas manfaat danbiaya sosial. Beberapa
contoh yang ada: (a) gerakan hak-hak sipil, (b) gerakan emansipasi wanita, dan (c) gerakan
hak-hak konsumen.
(a) Gerakan hak-hak sipil (the civil rights movement). Gerakan hak-hak sipil, yang ada
pada awal 1960-an mempunyai pengaruh kepada pemerintah dan bisnis. Pemerintah
dipengaruhi karcna para pemilih yang jumlahnya semakin banyak termasuk dari kaum
minoritas, yang membuat legislator menjadi lebih sadar mengenai kebutuhan
minoritas. Bisnis juga dipengaruhi karena diskriminasi dalam promosi dan
memperkerjakan karyawan merupakan tindakan ilegal.
(b) Gerakan emansipasi wanita (the vomen's movement) merupakan analogi dari
pergerakan hak-hak sipil dalam hal memberikan tekanan kepada pemerintahan dan
cara rekrutmen serta promosi karyawan baru di tempat kerja. Pada 1960-an juga
dilihat sebagai pertumbuhan gerakan lingkungan karena lebih banyak orang peduli
terhadap efek dari industrialisasi dalam kualitas udara, air, dan tanah. Negara bagian
dan federal melindungi sumber daya alam dan mengatur penutupan sampah-sampah
beracun. Bisnis dituntut untuk mengendalikan polusi dan bekerja dengan ofisial dari

6
negara bagian dan federal untuk mengembangkan dan implementasi rencana
pengurangan polusi.
(c) Gerakan hak-hak konsumen (consumer rights movement) menjadi lebih agresif pada
1960-an dengan menghasilkan gerakan yang membela hak-hak konsumen.
Diprakarsai oleh Ralph Nader dan aktivis lain, membuat bisnis menjadi lebih
responsif pada kebutuhan konsumen. Dengan adanya hukum-hukum yang ada,
pemerintah memaksa individu dan bisnis menjadi lebih peduli dan responsif terhadap
kebutuhan sosial. Walaupun hal tersebut masih dinilai lemah, faktanya bahwa ada
hukum yang eksis dan membawa hukuman bagi pelanggarnya sehingga mampu
memperkuat kepatuhan. Hasil negatifnya adalah penciptaan birokrasi secara besar-
besaran dan banyaknya kertas kerja. Di bawah ini dibahas respons perusahaan dan
profesi akuntansi terhadap akuntansi sosial.

2.3.1 Respons Perusahaan

Sebelum 1960-an beberapa perusahaan dinilai mempunyai reputasi menjadi “warga


negara yang baik (good citizens)”. Reputasi tersebut diperoleh karena perusahaan-perusahaan
tersebut memproduksi produk dengan mutu yang baik, memperlakukan para pekerja dengan
hormat atau respek, memberikan sumbangan kepada masyarakat, atau membantu fakir
miskin. Mulai 1960-an, banyak perusahaan yang sebelumnya tidak peka terhadap kebutuhan
sosial menjadi responsif pada masalah sosial. Manajemen perusahaan merasakan bahwa
perusahaannya merupakan bagian dari masyarakat sehingga untuk dapat bertahan hidup maka
masyarakatnya harus sehat untuk hidup dan bekerja serta memperoleh pendapatan
untukmembeli produk perusahaan. Perusahaan perlu responsif terhadap kebutuhan sosial
untuk memelihara hubungan baik dengan masyarakatnya agar dapat memperoleh laba jangka
panjang.
Namun, di lain pihak, banyak perusahaan dan asosiasi industri masih ada yang
berusaha untuk memengaruhi regulasi pada tingkat pusat dan daerah atau mencoba
menentangnya melalui ketidaktaatan. Manajemen perusahaan mungkin ada yang merasa
bahwa regulasi yang ada, misalnya regulasi mengenai lingkungan, mempunyai dampak
negatif karena biaya untuk mematuhi regulasi tersebut tidak mendatangkan manfaat. Mereka
juga merasa bahwa masalah sosial merupakan tanggung jawab pemerintah karena
perusahaan-perusahaan telah membayar pajak.

7
2.3.2 Respons Profesi Akuntansi

Walaupun akademisi dan praktisi akuntansi sudah mendiskusikan bagaimana profesi


mereka berkontribusi terhadap tanggung jawab sosial pada 1960-an, tetapi proses utamanya
baru dibuat pada akhir 1960-an dan pertengahan 1970. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an,
banyak orang menyadari pentingnya kebutuhan akuntansi tanggung jawab sosial. Secara
singkat, literatur mengenai akuntansi sosial pada awalnya menyatakan bahwa akuntan
dibutuhkan untuk menghasilkan data dalam tanggung jawab sosial perusahaan (corporate
social responsibility (CSR). Setelah itu, timbul literatur untuk mengembangkan kerangka
teoretis akuntansi sosial, termasuk skema pelaporan dan audit sosial. Namun, sebagian
akademi dan praktisi akuntansi masih ada yang tidak menerima akuntansi sosial sebagai
bagian dari prinsip akuntansi berterima umum dan tidak menyetujui keharusan perusahaan
untuk menghasilkan informasi akuntansi sosial.

2.4 Akuntansi Biaya dan Manfaat Sosial

Teori dasar akuntansi sosial datang dari A.C. Pigou pada 1948 melalui analisis biaya
dan manfaat sosial. Pigou adalah seorang ahli ekonomi neoclassical yang memperkenalkan
mengenai ide biaya sosial dan manfaat dalam ekonomi mikro pada 1920. Gagasan penting
Pigou adalah mengenai optimalitas pareto (pareto-optimality) (tidak mungkin menambah
kesejahteraan ekonomi seseorang tanpa mengurangi kesejahteraan ekonomi orang lain) tidak
dapat diperoleh selama produk bersih sosial dan produk bersih private yang tidak sama
(unequal). Pada dasarnya, alasan Pigou adalah seorang produsen menciptakan produk yang
dapat menambah manfaat private sehingga memungkinkan masyarakat sebagai kesatuan
menerima manfaat dari produk. Perbedaan antara manfaat sosial dan manfaat privat dapat
dibagimenjadi external economies dan elemen surplus konsumen (perbedaan antara apa yang
konsumen bayarkan dan kemauan mereka untuk membayar). Menurut Pigou, biaya sosial
merupakan semua biaya dari membuat produk. Biaya dibayarkan oleh produsen yang disebut
biaya privat (private cost). Perbedaan antara biaya sosial dan biaya privat dapat disebabkan
oleh berbagai macam faktor. Perusahaan yang membuat polusi menyebabkan adanya biaya
sosial. tetapi perusahaan tidak membayar kembali biaya tersebut. Hal tersebut disebut dengan
external diseconomy. Menurut Pigou, Pareto Optimality hanya dapat diraih jika margin
manfaat sosial sama dengan margin biaya sosial. Perbedaaan antara model Pigou dan model
ekonomi tradisional berasal dari perbedaan antara manfaat sosial dan privat serta biaya sosial

8
dan privat. Jika perbedaan bersih antara dua biaya dan manfaat tersebut adalah nol maka
tidak ada perbedaan antara model Pigou dan teori ekonomi tradisional. Namun, ahli ekonomi
memperlakukan perbedaan ini sebagai anomali bernilai kecil dan kemudian ditolak atau
diabaikan sebagai basis model ekonomi mikro.
Secara umum, Social cost atau biaya sosial adalah biaya pribadi yang ditanggung
oleh individu yang terlibat langsung dalam transaksi plus dengan biaya eksternal yang
ditanggung oleh pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam transaksi. Dalam ekonomi
neoklasik, biaya sosial adalah penjumlahan antara biaya pribadi (private cost) dan biaya
eksternal (external cost).   Dalam pasar yang kompetitif, output akan efisien secara sosial jika
hanya terdiri dari biaya pribadi. Tidak ada biaya eksternal. 
Dalam produksi, biaya pribadi mencakup biaya untuk produksi barang atau layanan.
Ini termasuk biaya yang dibayar perusahaan untuk membeli peralatan modal, menyewa
tenaga kerja, dan membeli bahan atau input lainnya.  Biaya pribadi dibayarkan oleh
perusahaan dan harus dimasukkan dalam keputusan produksi. Biaya ijin yang membentuk
harga jual produk, selain mark up yang dibebankan oleh produsen. Untuk konsumsi,
contohnya adalah ketika membeli obat flu, konsumen mengeluarkan biaya, yakni sebesar
harga obat flu tersebut.
Biaya eksternal tidak tercermin pada laporan pendapatan perusahaan atau dalam
keputusan konsumen. Namun, biaya eksternal tetap menjadi biaya bagi masyarakat, terlepas
dari siapa yang membayarnya.  Misalnya, perusahaan yang berupaya menghemat uang dapat
tidak memasang peralatan pengontrol polusi air. Karena tindakan perusahaan itu, kota-kota
yang terletak di hilir sungai harus membayar untuk membersihkan air sebelum layak untuk
minum. Sehingga, secara umum, biaya eksternal adalah biaya yang terkait dengan
eksternalitas negatif yang harus ditanggung masyarakat. Contoh sumber biaya eksternal
lainnya adalah limbah, kebisingan, kemacetan, dan gangguan visual. Ketika biaya eksternal
seperti ini ada, mereka harus ditambahkan ke biaya pribadi untuk menentukan biaya sosial
dan untuk memastikan bahwa tingkat output yang efisien secara sosial dihasilkan.
Sementara itu, Social benefit atau keuntungan/manfaat sosial adalah manfaat
produksi atau konsumsi suatu produk bagi masyarakat secara keseluruhan. Ini tidak hanya
mencakup manfaat yang diperoleh langsung kepada orang atau perusahaan yang terlibat
dalam transaksi, tetapi juga manfaat eksternal yang diperoleh kepada orang lain yang tidak
terlibat secara langsung. Manfaat sosial = Manfaat pribadi + Manfaat eksternal. Sebagai
contoh,untuk perusahaan manfaat pribadi adalah dalam bentuk pendapatan yang diperoleh
perusahaan. Misalnya, perusahaan manufaktur yang menyediakan pelatihan pertolongan
9
pertama bagi karyawan untuk meningkatkan keselamatan kerja. Ini juga dapat
menyelamatkan nyawa di luar pabrik dengan menghindari adanya kebakaran atau ledakan
pabrik.

2.5 Teori Akuntansi Sosial

Berdasarkan analisis Pigou dan ide mengenai “kontrak sosial”, K.V. Ramanathan
mengembangkan kerangka teoretis akuntansi biaya dan manfaat sosial. Menurut pandangan
Ramanathan, perusahaan mempunyai kontrak untuk menyediakan manfaat sosial bersih
kepada masyarakat. Walaupun memakai bahasa yang berbeda, tetapi apa yang dikatakan
Ramanathan sesuai dengan yang dikatakan Pigou bahwa perusahaan harus menghasilkan
kontribusi bersih kepada masyarakat. Dia percaya bahwa akuntan harus menghitung
kontribusi bersih historis (seanalogi dengan neraca) dan kontribusi bersih tahunan perusahaan
kepada masyarakat.
Terdapat dua masalah dari pendekatan Ramanathan. Pertama, dalam hal untuk
menentukan kontribusi bersih kepada masyarakat, beberapa tipe dari sistem penilaian harus
ditentukan. Bagaimana entitas menentukan kontribusi terhadap masyarakat? Masalah utama
yang kedua adalah sulit untuk menghitung jumlah elemen yang harus dimasukkan ke dalam
laporan dari kontribusi bersih kepada masyarakat.

2.6 Pengukuran, Pelaporan, Pengungkapan (Disclosure) Akuntansi Sosial

Dalam pertukaran yang terjadi antara perusahaan dan lingkungan sosialnya terdapat
dua dampak yang timbul yaitu dampak positif atau yang disebut juga dengan manfaat social
(Social benefit) dan dampak negatif yang disebut dengan pengorbanan sosial (Social Cost).
Masalah yang timbul adalah bagaimana mengukur kedua dampak tersebut. Harahap (1993)
menguraikan beberapa metode yang biasa dipakai dalam pengukuran Akuntansi sosial yaitu;
1. Menggunakan penilaian dengan menghitung Opportunity cost approach
2. Menggunakan daftar kuesioner
3. Menggunakan hubungan antara kerugian massal dengan permintaan untuk barang
perorangan dalam menghitung kerugian masyarakat
4. Menggunakan reaksi pasar dalam menentukan harga

10
Salah satu alasan mengapa akuntansi sosial prosesnya lama adalah karena kesulitan
dalam mengukur kontribusi dan kerugian. Terdapat tiga langkah proses yaitu,
1. Menentukan manfaat dan biaya sosial.
2. Menghitung semua elemen yang relevan.
3. Menempatkan nilai moneter pada jumlah akhir.

1) Menentukan Biaya dan Manfaat Sosial


Menentukan biaya dan manfaat sosial bukanlah masalah yang mudah. Hal ini tidak hanya
melibatkan definisi tepat dari manfaat dan biaya sosial, tetapi juga pengertian dari berbagai
sistem penilaian. Pigou mendefinisikan biaya sosial yang tidak dikompensasi sebagai
external diseconomies dan eksploitasi faktor produksi. Untuk menempatkan definisi yang ada
dalam istilah operasional, hal tersebut menjadi lebih mudah untuk mendefinisikan biaya
sosial yang tidak dikompensasi sebagai semua kerugian diderita manusia sebagai hasil dari
aktivitas ekonomi yang mereka kompensasi secara penuh. Sistem nilai masyarakat
merupakan hal penting dari biaya dan manfaat sosial. Dalam studi terhadap pengungkapan
sosial social disclosures yang dibuat oleh perusahaan besar, Ernst & Ernst (1978)
menemukan ada beberapa subjek yang berhubungan, yaitu (1) lingkungan, (2) energi, (3)
praktik bisnis yang adil, (4) sumber daya manusia, (S5) keterlibatan komunitas, (6) produk,
(7) dan lain-lain. Para peneliti menggunakan model Ernst & Ernst ini untuk menganalisis
pengungkapan sosial, tetapi belum dibentuk dasar yang jelas bagi semua model pelaporan.
Cara lain untuk mengidentifikasi manfaat dan biaya sosial adalah memeriksa proses
produksi dan proses distribusi produk perusahaan untuk mengidentifikasi kerugian,
kontribusi, dan menentukan bagaimana terjadinya. Proses tersebut mungkin mengakibatkan
biaya sosial, misalnya polusi air dan udara yang menimbulkan dampak negatif pada manusia
yang tidak dikompensasi.

2) Kuantifikasi Biaya dan Manfaat


Jika aktivitas yang menimbulkan biaya dan manfaat sosial ditentukan serta kerugian atau
kontribusi diidentifikasi, efek kepada manusia dapat dikalkulasi. Hal ini dapat dikategorikan
sebagai langsung atau tidak langsung. Efek langsung, contohnya, adanya penyakit paru-paru
disebabkan debu batu bara saat bekerja di tambang batu bara. Efek tidak langsung misalnya
adanya polusi air yang mengotori dan membunuh ikan. Untuk menghitung kerugian yang
sebenarnya, kerugian yang manusia derita sebagai hasil dari kejadian yang ada harus
dihitung, Walaupun perhitungan ini dapat dilakukan dalam beberapa contoh, hal ini
11
terkadang sulit untuk dilakukan lebih daripada menyediakan estimasi kotor. Untuk mengukur
kerugian, dibutuhkan informasi mengenai variabel kunci dari kerugian, antara lain sebagai
berikut.
(a) Waktu. Beberapa kejadian menghasilkan biaya sosial yang membutuhkan beberapa
waktu untuk menyebabkan efek. Adalah benar, apakah kita mendiskusikan efek polusi,
penyakit, dan kejadian lain. Periode waktu antara permulaan dan kejadian yang
menyebabkan kerugian serta efek yang dapat dihindari sering disebut periode “gestation'.
Efek jangka panjang harus ditimbang berbeda dengan efek jangka pendek.
(b) Efek. Manusia dapat terkena dampak atau efeknya, baik secara ekonomi, psikis, fisik,
dan sosial dari kerugian yang ditimbulkan. Untuk menghitung biaya sosial dibutuhkan
data kerugian yang ada dan kemudian mengukurnya. Biaya yang ada dapat
diklasifikasikan sebagai kerugian sosial, ekonomi, fisik, dan lain lain.
(c) Biaya ekonomi. Biaya ini dibentuk dari tagihan medis dan rumah sakit, kerugian
produktivitas, dan kerugian pemasukan yang diderita oleh pekerja. Lebih jauh, hal ini
dapat baru muncul 40 tahun sejak initial exposure dan oleh sebab itu dapat didiskontokan
dengan interest rate yang sesuai.
(d) Kerugian fisik. Pekerja yang bekerja di perusahaan asbes dapat terkena masalah paru-
paru dan kemungkinan kematian lebih dini. Menghitung nilai dari manusia sulit
dilakukan, tetapi hal tersebut bertujuan untuk analisis biaya-manfaat.
(e) Kerugian psikologis. Pekerja dapat saja terkena efek kehilangan peran pencari nafkah
dalam keluarga, tidak dapat lagi beraktivitas seperti biasanya, dan mengetahui bahwa
kematian sebentar lagi akan datang. Kerugian ini sangat sulit untuk dihitung dan harus
didiskontokan.
(f) Kerugian sosial. Berbagai konsekuensi negatif mungkin saja muncul. Present value
dari semua efek ini harus dikalkulasi.

Secara singkat, kesulitan dalam mengukur kerugian yang sebenarnya atau kontribusi dari
suatu aktivitas sering kali membawa kita pada pengukuran mengenai yang mudah diukur dan
menggunakan angka yang ada untuk menggantikan biaya dan manfaat yang sebenarnya.
pengembangan pengukuran yang lebih baik, baik secara keungan maupun nonkeuangan,
berarti bahwa perhitungan hal ini penting dalam akuntansi Sosial.
Menurut Belkoui (1985) yang dikutip oleh Harahap (1993), pelaporan dalam akuntansi
sosial, berarti memuat informasi yang menyangkut dampak positif atau dampak negatif yang
ditimbulkan oleh perusahaan. Praktik pelaporan akuntansi sosial yang terdiri dari :
12
1. Praktik yang sederhana, yaitu laporan terdiri dari uraian akuntansi sosial yang tidak
disertai dengan data kuantitaif, baik satuan uang maupun satuan yang lainnya
2. Praktik yang lebih maju, yaitu laporan terdiri dari uraian akuntansi sosial dan disertai
dengan data kuantitatif
3. Praktik yang paling maju, yaitu laporan dalam bentuk kualitatif, perusahaan juga
menyusun laporannya dalam bentuk neraca

2.7 Pelaporan Kinerja Sosial

Kerangka akuntansi sosial belum secara penuh dikembangkan dan terdapat masalah
serius mengenai pengukuran biaya dan manfaat. Beberapa pendekatan pelaporan sudah
didiskusikan, antara lain auditing sosial, laporan sosial perusahaan, dan pengungkapan sosial
di dalam laporan tahunan.

a. Audit Sosial

Laporan kinerja sosial perlu dilakukan audit sosial. Audit sosial adalah proses yang
independen untuk menghitung dan melaporkan dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan dari
program-program dan kegiatan operasi regular perusahaan yang berorientasi sosial. Ada
beberapa cara untuk melakukan hal ini. Salah satu strategi yang berhasil dimulai dengan
mengembangkan seperangkat aktivitas yang dapat berpengaruh secara sosial. Salah satu
taktik yang disarankan adalah dengan membuat daftar dari aktivitas yang mempunyai
konsekuensi sosial. Manfaat audit sosial adalah membuat manajer menjadi lebih peka
terhadap konsekuensi sosial atas tindakan-tindakannya. Hal ini dapat dicapai, bahkan saat
dampaknya tidak dapat dihitung. Audit sosial ini juga dapat mendorong manajer untuk
meningkatkan kinerja mereka di bidang sosial.
Audit sosial sama dengan audit keuangan yang bertujuan untuk menganalisis secara
independen suatu perusahaan dan menilai kinerjanya. Perbedaan besarnya adalah objek yang
dianalisis. Dalam audit sosial, auditor meneliti operasi perusahaan untuk menilai kinerja
sosialnya. Setelah audit sosial selesai, perusahaan harus memutuskan apakah hal itu tersedia
untuk publik. Sebagian besar perusahaan memilih bahwa informasi yang dihasilkan audit
sosial hanya sebagai dokumen internal dan menyembunyikannya sebagai rahasia perusahaan.
Perusahaan cenderung lebih senang mengumumkan kontribusi positif kepada publik daripada

13
berita negatif. Namun, ada juga perusahaan yang ingin menyampaikan dengan sejujurnya
informasi hasil audit sosial yang bersifat positif dan negatif sebagai tanggung jawab sosialnya
kepada publik. Publik banyak yang menilai tinggi kejujuran.

b. Laporan Sosial

Pelaporan eksternal terpisah yang menggambarkan hubungan perusahaan dengan


komunitasnya sudah diterbitkan di Amerika dan perusahaan di luar negeri. Format pelaporan
untuk pelaporan sosial sudah diajukan baik oleh akademisi dan praktisi. Seksi ini akan
membahas dua teori untuk mengembangkan laporan sosial (Linowes dan Estes) dan laporan
sosial aktual dari First National Bank of Minneapolis. Laporan tanggung jawab sosial
perusahaan juga sudah mulai banyak disampaikan oleh perusahaan di Indonesia Jewat
laporan tahunannya.
David Linowes mengembangkan laporan kegiatan sosial-ekonomi (socio-economic
operating statement) sebagai dasar untuk pelaporan akuntansi sosial. Linowes membaginya
menjadi tiga kategori, yaitu (1) hubungan dengan manusia, (2) hubungan dengan lingkungan,
dan (3) hubungan dengan produk. Pada masing-masing hubungan, Linowes mengharapkan
adanya mengungkapan sukarela dan menyampaikan kerugian yang disebabkan oleh aktivitas
perusahaan. Dalam laporan Linowes, semua kontribusi harus dihitung dengan satuan jumlah
uang (yang kita tahu sangat sulit dilakukan).
Ralph Estes mengembangkan model menggunakan sudut pandang pigovian dalam hal
manfaat dan biaya sosial. Dia menghitung semua manfaat sosial sebagai semua kontribusi
perusahaan kepada masyarakat dari kegiatan kegiatannya (misalnya kesempatan kerja,
donasi, pajak, dan pelestarian lingkungan). Biaya sosial termasuk semua biaya untuk
menjalankan perusahaan (misalnya pembelian bahan. utang, kerusakan lingkungan,
kecelakaan dan sakit yang berhubungan dengan kerja). Biaya sosial untuk mengurangi
manfaat sosial sehingga diketahui manfaat atau biaya sosial bersih. Model Estes merupakan
konsep pelaporan yang dapat digunakan secara internal oleh perusahaan untuk menghitung
manfaat bersih perusahaan. Banyak elemen dari model ini yang susah diukur.

c. Pengungkapan dalam Laporan Tahunan

Banyak perusahaan menerbitkan laporan tahunan kepada pemegang Saham dan pihak
berkepentingan lainnya yang mengandung informasi sosial. Menurut penelitian, jumlah
14
perusahaan yang mengungkapkan informasi Sosialnya dari tahun ke tahun semakin
meningkat.

d. Perkembangan di Luar Negeri

Perusahaan Eropa memimpin dalam hal menyampaikan informasi sosial, baik secara
spesifik maupun dalam laporan tahunan. Elemen-elemen yang  termuat dalam laporan ini
adalah (1) Ketenagakerjaan (2) gaji dan perubahan sosial (3) kesehatan (kehigienisan) dan
keamanan kerja (4) kondisi pekerjaan (5) pelatihan, (6) hubungan industrial, dan (7)
perjanjian sosial lainnya. Model Eropa ini yang paling sering diadaptasi oleh banyak pihak.
Shell melaporkan beberapa item yang tidak biasa. Selain laporan keuangan, ada
beberapa akun sosial dan laporan mengenai nilai tambah, keduanya berfokus pada kontribusi
perusahaan terhadap masyarakat. Hal ini menyebabkan annual report Shell menambahkan
dimensi yang baru terhadap pelaporan keuangan.
Laporan nilai tambah (value added) bertujuan untuk menggambarkan pertambahan
value yang perusahaan kontribusikan terhadap masyarakat dengan memproduksi produk dan
jasanya. Salah satu bagian menjelaskan sumber daya perusahaannya, termasuk pendapatan,
penjualan, perubahan dalam persediaan, dan aset yang dibangun sendiri. Perusahaan di Eropa
dengan serius menggunakan laporan tahunan sebagai kendaraan untuk mengungkapkan
aktivitas sosial. Namun, perusahaan di Amerika relatif kurang mempunyai komitmen ini.

2.8 Riset Masa Kini, Tanggung Jawab Perusahaan terkait Akuntansi Sosial dan Lingkungan

2.8.1 Riset Masa Kini

Riset dalam akuntansi sosial bersifat ekstensif dan fokus kepada banyak subjek untuk
pengembangan kerangka teoretis. Riset yang ada sekarang berfokus pada daya guna data
akuntansi sosial terhadap investor. Studi mengenai kegunaan informasi sosial terhadap
investor dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu mencari investor yang potensial dan tes
empiris pada efek pasar dari pengungkapan akuntansi sosial. Tidak ada kesimpulan yang
pasti antara kinerja sosial, kinerja ekonomi, dan pengungkapan sosial.
Kerangka teoretis dari Ramanathan sebagai pioner harus dikembangkan. Format
pelaporan harus ditempatkan sesuai dengan praktik. Problem lain yang harus dihadapi adalah
masalah pengukuran. Riset teoretis dan empiris harus menyelesaikan masalah ini. Sepanjang

15
akuntansi sosial dipandang hanya sebagai alat untuk menjelaskan fenomena tertentu yang
sebagian besar tidak diukur, hal itu tidak dipandang secara serius sebagai disiplin. Selama
laporan tanggung jawab sosial hanya bersifat opsional atau bukan merupakan keharusan
(mandatori) maka laporan sosial tidak diperlakukan secara serius oleh berbagai pihak yang
berkepentingan.

2.8.2 Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan

Menurut pandangan concessiontheory, pada dasarnya perusahaan eksis karena


konsesi atau hak istimewa yang diberikan oleh negara (Deegan,2004:193). Dengan demikian,
perusahaan ada karena negara memberikan hak atau konsesi untuk menjalankan usaha di
suatu negara, dampaknya adalah kepentingan individu atau kelompok tertentu berada di
bawah kepentingan publik. Hal ini mempengaruhi tanggung jawab perusahaan. Perusahaan
bertanggung jawab tidak hanya kepada pemilik dan kreditor, tetapi juga kepada publik.
Teori kedua yang menjelaskan keberadaan perusahaan adalah theory keagenan.
Perusahaan merupakan kumpulan kontrak antara berbagai pihak yang berkepentingan. Dalam
hal ini perusahaan tidak dapat dipandang sebagai entitas yang terpisah dengan berbagai
pihak yang berkepentingan. Hal ini berdampak terhadap tanggung jawab yang dipikul oleh
perusahaan. Perusahaan bertanggung jawab terhadap pihak-pihak yang berkepentingan
dengan keberadaan perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori di atas, berbagai dimensi tanggung jawab perusahaan
dapat di identifikasi. Perusahaan sebagai konsesi dari negara dan sebagai kumpulan kontrak
antara berbagai pihak berkepentingan mempunyai tanggung jawab kepada berbagai pihak
yang terkait dengan perusahaan. Investor dan kreditor merupakan pihak yang selama ini
mendapat perhatian utama (SFAC No.1). Namun, berdasarkan penjelasan dua teori di atas
perusahaan juga bertanggung jawab kepada pihak lain, yaitu karyawan, pemasok, konsumen,
pemerintah, dan organisasi lain yang berkepentingan terhadap keberadaan perusahaan.
Dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah revolusi industri perkembangan
perusahaan semakin cepat. Hal ini ditunjukan dengan adanya pabrik-pabrik yang
menggunakan teknologi baru untuk meningkatkan produktivitasnya. Penggunaan sumber
daya manusia dan alam juga semakin besar. Dalam usaha untuk meningkatkan produktivitas
dan efisiensi, perusahaan mengambil berbagai tindakan, antara lain menggunakan teknologi
modern dalam berproduksi, melakukan akuisisi, penggunaan sumber daya yang lebih
murah, pengurangan biaya, dan usaha lainnya untuk meningkatkan produktivitas. Semuanya

16
dilakukan untuk memberikan hasil yang lebih banyak kepada pemegang saham.Tindakan
perusahaan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi, di satu sisi akan meningkatkan
produktivitas perusahaan, tetapi di sisi lain mungkin akan merugikan pihak-pihak yang
berkepentingan, antaralain karyawan, konsumen, dan masyarakat. Dalam usaha untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi sering kali mengakibatkan perusakan lingkungan,
berupa pencemaran air, penggundulan hutan, pencemaran udara,dan lainnya. Perusahaan
menganggap semua yang dilakukannya sebagai eksternalitas dari usaha meningkatkan
produktivitas dan efisiensi perusahaan.
Berdasarkan pembahasan teori sebelumnya, keberadaan perusahaan tidak terlepas
dari kepentingan berbagai pihak. Investor berkepentingan terhadap sumber daya yang di
investasikan di perusahaan. Kreditor berkepentingan terhadap pengembalian pokok dan
bunga pinjaman. Pemerintah berkepentingan terhadap kepatuhan perusahaan terhadap
peraturan yang berlaku agar kepentingan masyarakat secara umum tidak terganggu
(Satyo,2005). Namun, yang tak kalah pentingnya adalah pihak-pihak yang selama ini kurang
mendapat perhatian, yaitu karyawan, pemasok, pelanggan, dan masyarakat di sekitar
perusahaan. Karyawan perlu mendapatkan penghasilan dan jaminan sosial yang layak. Bila
memungkinkan, karyawan memerlukan pendidikan dan pelatihan teknis untuk meningkatkan
keahlian sehingga dapat meningkatkan karier di perusahaan. Pemasok berkepentingan
terhadap pelunasan utang dagang. Pelanggan berkepentingan terhadap kualitas produk
perusahaan. Terakhir, masyarakat yang tinggal di sekitar perusahaan berkepentingan
terhadap dampak sosial dan lingkungan yang berasal dari aktivitas perusahaan. Perusahaan
bertanggung jawab terhadap berbagai pihak yang berkepentingan. Selama ini perusahaan
cenderung untuk mementingkan kepentingan investor, sedangkan kepentingan pihak lain,
seperti karyawan dan masyarakat diabaikan, dianggap sebagai eksternalitas untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan. Misalnya untuk meningkatkan
persaingan nilai rupah ditekan untuk meningkatkan daya saing perusahaan dan tidak ada
jaminan kelanggengan bekerja bagi buruh harian lepas (Kompas,2 Juli 2010). Pengurangan
upah buruh dan ketiadaaan jaminan kerja akan menguntungkan pihak pemilik perusahaan.
Masalah kualitas produk, masalah lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan operasi
perusahaan berupa perusakan lingkungan dari perusahaan yang bergerak di bidang
pertambangan. Eksploitasi batu bara yang kurang memperhatikan daya dukung kawasan
terus mengancam kelestarian lingkungan (Kompas, 25 Juni 2010).
Berdasarkan contoh dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan operasi
perusahaan, maka tanggung jawab perusahaan tidak terbatas pada investor, yaitu
17
memberikan pengembalian yang maksimal kepada investor. Kepentingan publik dan
lingkungan juga perlu mendapat perhatian perusahaan sebagai dukungan atas operasi
perusahaan. Pelestarian lingkungan disamping bermanfaat bagi masyarakat di sekitar juga
bermanfaat bagi perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan lingkungan dan
mendapatkan keuntungan dari lingkunganya. Misalnya, perusahaan di bidang perhotelan.
Hotel perlu memelihara lingkungan untuk memberikan perasaaan nyaman kepada wisatawan
yang menginap.

2.8.3 Penerapan Akuntansi Pertanggung jawaban Sosial dan Lingkungan

Regulasi mengenai akuntansi pertanggung jawaban sosial di Indonesia telah diatur


dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.57 yang diterbitkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Akuntansi dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan
juga telah diatur SAK. PSAK No.1 paragraf 9 telah memberikan penjelasan mengenai
penyajian dampak lingkungan sebagai berikut.
“…Perusahaan menyajikan laporan tambahan mengenai lingkungan hidup (atau nilai
tambah), khususnya bagi industri dengan sumber daya utama terkait dengan lingkungan
hidup (atau karyawan dan stakeholder lainnya sebagai pengguna laporan keuangan
penting)”.
PSAK No.1 belum mengatur dengan tegas, tetapi mengatur pengungkapan dampak
lingkungan. Perlakuan akuntansi dampak lingkungan juga di atur di dalam PSAK No. 32
mengenai Akuntansi Kehutanan dan PSAK No. 33 tentang Akuntansi Pertambangan Umum.
PSAK No. 32 dan 33 semestinya sudah memadai untuk mengatur perlakuan akuntansi
lingkungan.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur oleh pemerintah melalui Undang
Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas telah
mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan. Pasal 17,
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 25, Tahun2007 tentang Penanaman Modal
misalnya menyatakan sebagai berikut.
“Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar
kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan”.

18
Tanggung jawab sosial dan lingkungan tertuang dengan jelas pada Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 74 menyatakan
sebagai berikut.
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
(2) Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya
perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan diatur dengan
peraturan pemerintah.
Tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan telah diatur dengan tegas dalam
peraturan perundang-undangan. Demikian pula SAK telah menuangkannya dalam bentuk
petunjuk perlakuan akuntansi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Aplikasi akuntansi pertanggung jawaban sosial dan lingkungan yang selama ini
dipubikasikan antara lain Anggraini (2006) dan Ja’far dan Arifah (2006). Penelitian
Anggraini (2006) bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perusahaan menunjukkan
tanggung jawabnya terhadap kepentingan masyarakat. Evaluasi dilakukan terhadap laporan
keuangan tahunan perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan yang
terdaftar di BEI sebagian besar telah mengungkapkan kinerja ekonomi berupa tanggung
jawab perusahaan terhadap karyawannya, yaitu dalam bentuk pemberian uang pesangon,
pensiun, dan bonus. Pengungkapan ini dilakukan karena adanya tekanan dari pemerintah
dan profesi akuntan,berupa surat keputusan No.Kep- 150/Men/2000 tentang penyelesaian
pemutusan hubungan kerja dan penetapan uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan
ganti kerugian di perusahaan, serta PSAKNo.57 yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia. Sebagian besar perusahaan perbankan dan asuransi (lebih dari 50%)
mengungkapkan informasi mengenai praktik kerja, yaitu informasi yang berkaitan dengan
tanggung jawab perusahaan dalam pengembangan sumber daya manusia. Selain itu,
perusahaan juga sudah mengungkapkan kegiatan-kegiatan sosial, berupa pemberian
sumbangan, serta tanggung jawab perusahaan terhadap kualitas produk yang dihasilkan.
Halini dilakukan untuk memenangi persaingan yang semakin ketat. Namun, masih sedikit
perusahaan yang melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan.

19
Penelitian lain yang dilakukan dalam konteks akuntansi lingkungan dilakukan oleh
Ja'farS. Dan Arifah (2006) Ja'farS. dan Arifah (2006) meneliti perusahaan manufaktur yang
terdaftar di BEI. Berdasrkan jawaban kuesioner, mereka menemukan adanya tindakan
proaktif pihak manajemen untuk melakukan manajemen lingkungan dan rata-rata kinerja
lingkungan mereka cukup tinggi. Sementara itu manajer mempersepsikan bahwa dorongan
manajemen lingkungan yang dilakukan pihak eksternal berada pada level sedang. Dari 53
perusahaan sampel, 20 perusahaan menerbitkan environment aldisclosure dalam annual
report.
Berdasarkan hasil pengamatan tersebut beberapa perusahaan telah mengungkapkan
aktivitas sosial karena dorongan persaingan yang semakin ketat dan adanya peraturan
yang mewajibkan. Namun, pengungkapan aktivitas lingkungan masih sedikit dilakukan.
Suharto (2004) menyebutkan beberapa kesulitan manajemen keuangan untuk
melaporkan kewajiban lingkungan, yaitu sebagai berikut.
a. Permintaan atas pengungkapan informasi lingkungan dalam pelaporan keuangan belum
ada secara tegas.
b. Biaya dan manfaat dalam rangka menyajikan informasi lingkungan dalam laporan
keuangan dirasakan tidak seimbang oleh perusahaan.
c. Pengenalan kewajiban bersyarat.
d. Kesulitan dalam mengidentifikasi biaya-biaya lingkungan.
Satyo (2005) memberikan tiga kendala pelaporan SR, yaitu (1) rendahnya political
will dari manajemen tingkat atas, (2) tidak adanya standar pelaporan SR, dan (3) tidak
adanya pengukuran kinerja SR. Gray (2008) menyatakan bahwa akuntansi sosial belum
terorganisasi dalam area koheren atau aktivitas.
Penerapan akuntansi sosial dan lingkungan belum sepenuhnya diterapkan oleh
perusahaan publik di Indonesia. Khususnya akuntansi lingkungan, berdasarkan hasil
penelitian perusahaan publikdi Indonesia, masih sedikit perusahaan yang melaporkannya
dalam annual reports sehingga perlu dicari jalan keluarnya untuk meningkatkan
penerapannya.

2.9 Teori yang Mendukung Laporan Pertanggung jawaban Sosial dan Lingkungan

Salah satu tujuan pelaporan keuangan dalam SFAC No. 1 adalah untuk pertanggung
jawaban atas penggunaan sumber daya. Terkait dengan laporan pertanggung jawaban sosial

20
dan lingkungan, selama ini memang belum ada pengaturan yang mewajibkan pelaporannya
di Indonesia dan beberapa negara Asia, kecuali di Eropa (Basyit, 2005). Akan tetapi,
beberapa teori mendukung insentif perusahaan untuk melaporkannya kepada publik.
Beberapa teori yang mendukung penyampaian laporan pertanggung jawaban sosial dan
lingkungan adalah legitimacy theory dan stakeholder theory (Deegan, 2004 : 292).

Legitimacy Theory
Legitimacy theory menjelaskan bahwa organisasi secara kontinu akan beroperasi
sesuai dengan batas-batas dan nilai yang diterima oleh masyarakat di sekitar perusahaan
dalam usaha untuk mendapatkan legitimasi. Norma perusahaan selalu berubah mengikuti
perubahan dari waktu ke waktu sehingga perusahaan harus mengikuti
perkembangannya.Usaha perusahaan mengikuti perubahan untuk mendapatkan legitimasi
merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan.
Proses untuk mendapatkan legitimasi berkaitan dengan kontrak sosialantara yang
dibuat oleh perusahaan dengan berbagai pihak dalam masyarakat. Kinerja perusahaan
tidakhanya diukur dengan laba yang dihasilkan oleh perusahaan, tetapi ukuran kinerja
lainnya yang berkaitan dengan berbagai pihak yang berkepentingan. Untuk mendapatkan
legitimasi perusahaan memiliki insentif untuk melakukan kegiatan sosial yang diharapkan
oleh masyarakat di sekitar kegiatan operasional perusahaan. Kegagalan untuk memenuhi
harapan masyarakat akan mengakibatkan hilangya legitimasi dan kemudian akan berdampak
terhadap dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada perusahaan.
Pengungkapan perusahaan melalui laporan keuangan tahunan merupakan usaha
perusahaan untuk mengkomunikasikan aktivitas sosial yang telah dilakukan oleh perusahaan
untuk mendapatkan legitimasi dari masyarakat sehingga kelangsungan hidup perusahaan
terjamin. Perusahaan akan menunjukkan bahwa perusahaan mampu memenuhi kontrak sosial
dengan masyarakat di sekitarnya.

StakeholderTheory
Stakeholder theory mempertimbangkan berbagai kelompok (stakeholders) yang
terdapat dalam masyarakat dan bagimana harapan kelompok stakeholder memiliki
dampak yang lebih besar (lebih kecil) terhadap strategi perusahaan.Teori ini berimplikasi
terhadap kebijakan manajemen dalam mengelola harapan stakeholder. Stakeholder
perusahaan pada dasarnya memiliki ekspektasi yang berbeda mengenai bagaimana
perusahaan dioperasikan. Perusahaanakan berusaha untuk mencapai harapan stakeholder

21
yang berkuasa dengan penyampaikan pengungkapan, termasuk pelaporan aktivitas sosial dan
lingkungan.

Akuntansi Sosial dan Lingkungan


Berdasarkan teori yang telah dikemukan pada bagian sebelumnya, akuntansi sosial
dan lingkungan menjadi perhatian perusahaan karena perusahaan berusaha memenuhi
harapan pihak-pihak terkait dalam upaya mendapatkan legitimasi. Stakeholder theori
menjelaskan bahwa perusahaanakan memenuhi harapan stakeholder perusahaan sehingga
perusahaan akan berupaya untuk menyampaikan laporan yang menyajikan informasi
mengenai upaya perusahaan untuk memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Akuntansi sosial dan lingkungan yang dikenal selama ini berbentuk corporate social
responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR). Selain itu, akuntansi sosial dan
lingkungan juga dapat diterapkan dalam bidang akuntansi manajemen dan auditing.

Akuntansi Pertanggung jawaban Sosial dan Lingkungan


Akuntansi pertanggungjawaban sosial dan lingkungan berada dalam koridor
akuntansi keuangan. Bentuk akuntansi pertanggungjawaban sosial selama ini dikenal
dengan istilah corporatesocial responsibility (CSR) dan sustainability reporting (SR).
Laporan akuntansi pertanggungjawaban sosial dapat dilaporkan pada annual report atau
sebagai laporan terpisah dari annualreport. Akuntansi CSR dan SR menjadi perhatian
perusahaan sesuai dengan teori legitimasi dimana perusahaan berusaha untuk memenuhi
harapan berbagai pihak yang terkait dalam upaya mendapat dukungan dan kepercayaan
dari masyarakat. Akuntansi CSR didefinisikan sebagai proses seleksi variable-variabel
kinerja sosial tingkat perusahaan, ukuran, dan prosedur pengukuran, yang secara sistematis
mengembangkan informasiyang bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja sosial perusahaan
dan mengkomunikasikan informasi tersebut kepada kelompok sosial yang tertarik, baik di
dalam maupun di luar perusahaan (Angraini, 2006: 5). SR merupakan isubaru yang
kemudian berkembang terkait dengan pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan
berkesinambungan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan dunia sekarang tanpa
mengabaikan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini
terkait dengan kebutuhan untuk memproteksi lingkungan (Gaffikin,2008:206). SR tidak
sekadar melaporkan bagaimana menjaga kelestarian lingkungan, pembuangan limbah,
dampak sosial atas operasi perusahaan, tetapi mencakup pula bagaimana program dan

22
kinerja perusahaan atas pengembangan masyarakat (community development)
terutama didaerah operasi perusahaan (Laily,2005).
Menurut Gaffikin (2008: 201), Ide pertanggung jawaban sosial perusahaan bisnis
sudah ada pada zaman Yunani Klasik. Perusahaan bisnis diharapkan untuk menerapkan
standar yang tinggi mengenai moralitas dalam perdagangan. Pada zaman pertengahan di
Eropa, Gereja mewajibkan industri dan perusahaan bisnis berperilaku sesuai dengan kode
moral Gereja. Isu ini kemudian menjadi hangat di Amerika Serikat pada tahun 1960. Pada
tahun 2000 perhatian serupa diberikan oleh Global Reporting Initiative (GRI), sebagai
bagian dari program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang memberikan pedoman
SR yang meliputi tiga elemen, yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial yang selanjutnya
direvisi pada tahun 2002 (Satyo, 2005).
Pedoman GRI meliputi bagian-bagian sebagai berikut (GRI,2002).
1. Bagian pengantar memberikan informasi mengenai overview tentang sustainability
reporting.
2. Bagian pertama memberikan definisi isi, kualitas, dan batasan laporan.
3. Bagian kedua memberikan petunjuk mengenai standar pengungkapan dalam SR.
Pengungkapan dalam SR meliputi pengungkapan informasi yang relevan dan material
mengenai organisasi yang menjadi perhatian berbagai stakeholder. Standar
pengungkapan meliputi tiga bagian yaitu, sebagai berikut.
a. Strategi dan profil perusahaan.
b. Pendekatan manajemen.
c. Indikator kinerja yang meliputi ekonomi, lingkungan, dan sosial.
Pedoman pelaporan yang tertuang dalam Sustainability Reporting.
Pedoman pengungkapan GRI telah memberikan rerangka pelaporan yang lebih
menyeluruh mengenai kinerja perusahaan. SR GRI berbeda dengan laporan keuangan yang
selama ini digunakan, terutama dalam pelaporan kinerja perusahaan yang hanya melaporkan
kinerja ekonomi perusahaan, tetapi mengabaikan kinerja sosial dan lingkungan.
Pelaporan informasi sosial dan lingkungan ternyata bermanfaat bagi perusahaan. Bewley
dan Magnes (2008) menemukan bahwa perusahaan mengungkapkan perusahaan
menggunakan pengungkapan lingkungan untuk membedakan perusahaan dengan perusahaan
lain. Pengungkapan merupakan signal mengenai informasi keuangan perusahaan pada masa
depan. Mahoneyet al.(2008) menemukan laporan CSR secara positif mempengaruhi
Returnon Asset Perusahaan.

23
2.10 Usaha Meningkatkan Pelaporan Akuntansi Sosial dan Lingkungan

Dampak aktivitas perusahaan perlu dilaporkan sebagai perwujudan tanggungjawab


perusahaan kepada pemangku kepentingan. Rendahnya kesadaran pelaporan dampak
lingkungan disebabkan oleh beberapa kendala pelaporannya. Karena pentingnya akuntansi
sosial dan lingkungan yang dikenal dengan SR, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
penerapannya. Berikut ini dibahas beberapa upaya yang dapat diterapkan.
1) Penyusunan Standar Akuntansi Lingkungan
Dalam upaya untuk memiliki pedoman SR, IAI diharapkan menyusun pedoman SR.
Adanya standar yang baku dan bersifat mandatory mengatur SR akan meningkatkan
pelaporan SR untuk perusahaanyang aktivitasnya mempengaruhi masyarakat dan
lingkungan. Arasdan Crowther (2008) menyatakan bahwa kebutuhan standar dalam
menganalisis dan mengukur sustainability dan memberikan petunjuk model yang
lengkap mengenai impikasi distribusi dan dikembangkan menjadi model yang dapat
dioperasionalkan. Kebutuhan standar pelaporan juga terkait dengan Undang Undang
Republik Indonesia Nomor 25, Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 40, Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
mengatur upaya dalam kewajiban perusahaan dalam melestarikan lingkungan.Usahaini
mungkinakan menemukan kendala terkait dengan pengukuran dan hambatan dalam proses
penyusunanya karena standar akuntansi sosial dan lingkungan berkaitan dengan konsekuensi
ekonomi perusahaan. Masalah pengukuran dapat diatasi dengan pelaporan non keuangan.
2) Mewajibkan untuk Menerapkan Pedoman Pelaporan yang Sudah Ada
Pelaporan akuntansi triple bottom GRI telah diwajibkan di negara Eropa. Indonesia mungkin
dapat mewajibkan pelaporan GRI untuk perusahaan yang berkaitan dengan penggunaan
sumber daya alam dan aktivitasnya berdampak terhadap sosial dan lingkungan di sekitar
perusahaan.
3) Memberikan Penghargaan atas Perusahaan yang Telah Menyelenggarakan SR
Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen telah menyelenggarakan
Indonesia Sustainability Reporting Award (ISRA), yaitu penghargaan yang diberikan kepada
perusahaan yang telah menerapkan SR dengan baik. Dampak dari penghargaan ini
diharapkan akan meningkatkan reputasi perusahaan dan kemudian kesadarannya dalam
melaporkan apa saja yang telah mereka lakukan untuk memberikan nilai tambah untuk
sosial dan lingkungan.
4) Audit Sosial dan Lingkungan
24
Adanya pelaporan lingkungan harus disertai dengan audit sosial dan lingkungan.
Tujuan audit adalah untuk meningkatkan kredibilitas SR. Pelaksana audit dapat diserahkan
kepada akuntan independen.
5) Mengembangkan Mekanisme Good Corporate Governance (GCG)
Untuk memastikan penerapan tanggung jawab sosial dan lingkungan diperlukan mekanisme
GCG. Mekanisme GCG yang selama ini hanya melindungi investor khususnya, di pasar
modal. Mekanisme GCG dapat diperluas, yaitu untuk melindungi seluruh pemangku
kepentingan misalnya pemerintah, pelanggan, pemasok, dan masyarakat. Dalam aplikasinya
peran komisaris independen dapat diperluas yang sebelumnya hanya melindungi kepentingan
pemegang saham minoritas diperluas untuk melindungi kepentingan seluruh pemangku
kepentingan. Perusahaan juga harus mempublikasi laporan akuntansi sosial dan lingkungan
kepada seluruh pemangku kepentingan melalui media massa, sebagai bentuk
pertanggung jawaban perusahaan kepada seluruh pemangku kepentingan. Untuk menjamin
kredibilitas laporan akuntansi sosial dan lingkungan, laporan perlu di audit oleh akuntan.

2.11 Dilema Perusahaan (Contoh Kasus)

Siegel dan Marconi mengemukakan dilema bisnis yang berhubungan akuntasi sosial
dengan kasus perusahaan kertas. Perusahaan St. Clark company merupakan perusahaan
yang bekerja di bidang produksi kertas dan bubur kayu (pulp), memutuskan untuk
menggunakan propertinya di Forest, Wiconsin, Amerika Serikat, untuk membangun pabrik
kertas. Lingkungan di sekitar Forest adalah danau, sungai, dan hutan yang semuanya relatif
masih bebas dari polusi. Air dalam jumlah banyak diperlukan untuk pabrik kertas. Pabrik
kertas menggunakan kayu scbagai salah satu bahan bakunya. Forest adalah daerah dengan
penduduk 20.000 orang yang memiliki sifat independen dan pekerja keras, sebagian dari
mereka menolak pendirian pabrik kertas terscbut. Sebagai masyarakat daerah tersebut
sebanyak 8% adalah pengangguran yang sebagian besar karena dampak PHK dari
perusahaan di luar industri kertas yang di-PHK. Jika mereka dipekerjakan di pabrik kertas
yang akan didirikan maka mereka memerlukan pelatihan.
P. Bunyon, kepala daerah Forest, meminta perusahaan untuk menyampaikan
rencananya bulan depan. Angela Clark, Presiden dari St. Clark meminta Money, controller
perusahaan, untuk meneliti situasi dan menyampaikannya kasus yang ada. Mr. Money
diminta menyusun proposal agar masyarakat dan pejabat di daerah tersebut percaya bahwa
pembangunan pabrik akan menguntungkan komunitas dan pemerintah daerah tersebut. Dia
25
ingin menyampaikan manfaat dan biaya yang ada, tetapi dia tidak yakin dapat
mengidentifikasi dan mengukur semuanya.
Untuk menyelesaikan masalahnya. Mr. Money harus membuat daftar mengenai
semua kontribusi dan kerugian dari rencana pembangunan pabrik kertas terlebih dahulu.
Kontribusi dan kerugian tersebut ada yang dapat dihitung atau dikuantitatifkan dan ada
yang tidak dapat dikuantitatifkan. Walaupun berisiko untuk membuat daftar mengenai
kerugian yang ada, tetapi lebih berisiko bila perusahaan tidak menyampaikannya. Semua
bisnis menimbulkan kerugian dan hal itu merupakan keinginan setiap orang untuk
mengetahui implikasi pembangunan pabrik kertas di Forest. Karena masalah polusi dan
keamanan di tempat kerja merupakan keputusan manajemen maka Mr. Money harus dapat
menjelaskan filosofi manajemen mengenai hai ini. Mr. Money harus dapat menghitung efek
yarg ditimbulkan, jika mungkin. Jika efek tidak dapat dihitung, minimal dapat dijelaskan.
Manusia lebih menyukai penyampaian yang fair termasuk perhitungan yang ada mengenai
manfaat dan biaya, yang dapat mengarahkan pada keputusan terbaik.

26
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Akuntansi sosial dan lingkungan telah menjadi topik yang perlu mendapat perhatian
akuntan. Isu ini menjadi penting karena perusahaan perlu mempertanggungjawabkan dampak
aktivitas operasinya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Akuntansi tradisional hanya
memberikan informasi ekonomi terutama yang bersifat keuangan kepada investor dan
kreditor untuk pengambilan keputusan. Sehubungan dengan itu, perlu dikembangkan ukuran
kinerja lebih luas untuk memperbaiki ukuran yang kinerja yang telah ada. Ukuran kinerja
tradisional dipandang kurang memadai untuk tujuan sustainability development.
Akuntansi pertanggung jawaban sosial dan lingkungan telah diterapkan oleh
perusahaan di Indonesia. Namun khususnya penerapan akuntansi lingkungan masih kurang
karena adanya kendala dalam penerapannya. Akuntan perlu mencari jalan keluar untuk
meningkatkan penerapnnya. Pertama, dengan pembuatan standar pelaporan sustainability
reporting (SR). Standar yang baku dan mewajibkan penerapannya khusus bagi perusahaan
yang aktivitasnya berdampak pada lingkungan. Kedua, mewajibkan perusahaan untuk
menyusun SR dengan pedoman yang telah ada, misalnya pedoman SR yang dikeluarkan
oleh GRI. Ketiga, memberikan penghargaan bagi perusahaan yang telah menerapkan SR
dengan baik. Keempat, audit lingkungan untuk meningkatkan kredibilitas SR. Terakhir,
mekanisme GCG perlu dikembangkan untuk melindungi seluruh kepentingan pemangku
kepentingan.

3.2 Saran

Meskipun akuntansi sosial sendiri penerapannya belum terlaksana secara


menyeluruh,  namun hal tersebut bukan merupakan alasan utama untuk tidak meneruskan
pencarian-pencarian penting untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan terkait
akuntansi sosial tersebut. Aspek keprilakuan, terutama bagi pihak investor, akan sangat
menetukan perkembangan akuntansi sosial, di masa akan datang. Terlepas dari semua itu,
akuntansi sosial telah menjadi salah satu cabang akuntansi yang mencoba untuk menguraikan
dampak dari suatu entitas bisnis, baik bagi lingkungan internal maupun eksternalnya. Jadi

27
alangkah lebih baik kedepannya penerapan akuntansi sosial lebih dapat diterapkan pada
perusahaan-perusahaan agar dapat lebih menguraikan dampak-dampak sosial dan lingkungan
atas adanya suatu perusahaan di lingkungan tersebut terhadap masyarakat.

28
DAFTAR PUSTAKA

Supriyono, R.A. 2017. Akuntansi Keperilakuan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Suaryana, Agung. 2012. Implementasi Akuntansi Sosial dan Lingkungan di Indonesia. Jurnal
Ilmiah Akuntansi dan Bisnis. 1 : 16-24
Arfan Ikhsan dan Muhammad Ishak.2005.”Akuntansi Keperilakuan”.Jakarta:Salemba Empat

29

Anda mungkin juga menyukai