AKUNTANSI KEPERILAKUAN
“DIMENSI PERILAKU PENGENDALIAN INTERNAL”
OLEH
KELOMPOK 3 :
B1C117142 Yustika Putri Husaini
B1C117146 Ade Irma
B1C119077 Ayu Arya Dilla
B1C119078 Ayu Hartawati
B1C119080 Binti Siti Fatimah
B1C119081 Bisma Poli
B1C119082 Cantika Nur Imaningsih
B1C119083 Chorina Grace P.
B1C119087 Dewi Wulandari
KELAS B
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS HALU OLEO
2020
1
KATA PENGANTAR
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................2
DAFTAR ISI...................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................4
1.3 Tujuan....................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................6
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................21
3
BAB I
PENDAHULUAN
Membangun dan memelihara sistem yang efektif pengendalian intern adalah tanggung
jawab penting dari manajemen, tetapi istilah "pengendalian intern" sebenarnya diciptakan dan
didefinisikan oleh auditor. Auditor memusatkan perhatian mereka pada pengendalian yang
digunakan dalam organisasi yang diaudit karena mereka menyadari bahwa jenis dan lingkup
pengujian yang mereka butuhkan untuk melakukan dalam hubungannya dengan audit harus
bervariasi dengan efektivitas pengendalian organisasi gunakan untuk memastikan keakuratan
data-data akuntansi.
1.2.6 Situasi apa saja yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal
4
1.2.8 Jelaskan contoh studi kasus dimensi perilaku pengendalian internal
1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan pengendalian internal dan lingkup
pengendalian internal
1.3.6 Untuk mengetahui situasi apa saja yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian
internal
1.3.8 Untuk mengetahui contoh studi kasus dimensi perilaku pengendalian internal
5
BAB II
PEMBAHASAN
Pengendalian internal terdiri dari rencana organisasi dan seluruh metode koordinasi dan
pengukur yang diadopsi didalam suatu bisnis untuk mengamankan asetnya mengecek
keakurasian dan reliabilitas data akuntansinya mendorong efisiensi operasional dan mendukung
dipatuhinya kebijaksanaan manajemen. Definisi ini mungkin lebih luas. Dalam hal ini diakui
bahwa suatu "sistem" pengendalian internal lebih luas daripada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan fungsi departemen akuntansi dan keuangan. Sistem seperti ini mencakup pengendalian
budgetair, standard costs, laporan operasional periodik, analisis statistik dan diseminasinya,
program pelatihan yang didisain untuk karyawan memenuhi tanggung jawabnya, dan staf auditor
internal untuk memberikan jaminan tambahan pada manajemen tentang kecukupan prosedur.
Tahun 1958, suatu komite baru dalam American Institute of Certified Public Accountant
(AICPA) mencoba untuk mengklarifikasi definisi pengendalian internal, yaitu:
a. Pengendalian akuntansi terdiri dari perencanaan organisasi dan seluruh metode dan
prosedur yang berhubungan langsung dengan keamanan aset dan keandalan pencatatan
keuangan. Pengendalian ini termasuk "pengendalian sistem otorisasi dan persetujuan, pemisahan
tugas berkaitan dengan operasi atau pengamanan aset, pengendalian fisik atas aset, dan audit
internal.
b. Pengendalian administratif terdiri dari perencanaan organisasi dan "seluruh metode dan
prosedur yang berhubungan langsung dengan efisien operasional dan dipatuhinya kebijakan
manajerial dan biasanya berhubungan tidak langsung dengan pencatatan keuangan. Pengendalian
ini termasuk pengendalian seperti analisis statistik, time and motion studies, laporan kinerja,
program pelatihan karyawan dan pengendalian kualitas.
Revisi dan klasifikasi tahun 1958 tentang pendefisian pengendalian internal kemudian
membatasi lingkup auditor hanya pada pengendalian akuntansi. Meski demikian, setelah revisi
1958 masih ada kemungkinan untuk menginterpretasikan secara luas "mengamankan aset dan
keandalan pencatatan keuangan," dan hal ini kemudian menyebabkan auditor harus menguji
beberapa atau seluruh prosedur pembuatan keputusan manajemen. Sebagai konsekuensinya pada
tahun 1972 komite AICPA menerbitkan interpretasi yang membatasi auditor pada: (1)
mengamankan aset dari kerugian yang muncul karena kesalahan baik yang disengaja maupun
6
tidak disengaja dalam memproses transaksi dan menangani aset yang berkaitan, dan (2)
keandalan pencatatan keuangan bagi tujuan pelaporan eksternal.
Pengendalian internal terdiri dari perencanaan organisasi, prosedur dan pencatatan yarg
memperhatikan keamanan aset dan keandalan pencatatan keuangan dan konsekuensinya didisain
untuk menyediakan jaminan yang beralasan (reasonable) bahwa:
Transaksi dilakukan sesuai dengan otorisasi manajemen baik otorisasi umum maupun
spesifik,
Transaksi dicatat (1) untuk memungkinkan penyiapan laporan keuangan yang sesuai
dengan generally accepted accounting principles (GAAP)/prinsip akuntansi berterima
umum (PABU) atau kriteria lain yang dapat diterapkan pada laporan tersebut, dan (2)
untuk memelihara akuntabilitas atas aset.
Pencatatan akuntabilitas atas aset dibandingkan dengan aset yang ada pada interval yang
reasonable dan bila terjadi perbedaan dilakukan tindakan yang dibutuhkan.
Siti Aisah (2010) menjelaskan dalam skripsi bahwa, pengendalian intern adalah suatu
proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personal lain entitas yang
didesain untuk memberikan gambaran keyakinan memadai tentang pencapaian keandalan
laporan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
yang berlaku.
Adalah kebijakan dan prosedur yang diterapkan oleh manajemen dalam lingkungan
pengendalian untuk memberikan cukup kepastian bahwa sasaran perusahaan dapat tercapai.
c. Aktivitas Pengendalian
Sistem informasi yang relevan dengan tujuan pelaporan keuangan, yang meliputi ststem
akuntansi terdiri dari metode dan catatan yang dibangun untuk mencatat, mengolah, meringkas,
dan melaporkan transaksi entitas (baik peristiwa maupun kondisi) dan untuk memelihara
akuntabilitas bagi aktiva, utang, dan ekuitas yang bersangkutan. Kualitas informasi berdampak
pada kemampuan manajemen untuk membuat keputusan semestinya dalam mengendalikan
aktivitas entitas dan menyiapkan laporan keuangan yang andal. Komunikasi menyangkut
penyediaan suatu pemahaman tentang peran dan tanggung jawab individual yang berkaitan
dengan pengendalian intern terhadap pelaporan keuangan.
e. Pemantauan (Monitoring)
8
Dari berbagai definisi , tampak bahwa permasalahan pengendalian internal merupakan
masalah perilaku. Artinya permasalahan pengendalian internal disebabkan oleh risiko bahwa
personal yang seharusnya bertanggungjawab dalam organisasi melakukan tindakan tidak
diinginkan atau mereka gagal melakukan tindakan yang diinginkan. Oleh karenanya,
pengendalian internal menjadi penting bagi organisasi karena kemampuannya untuk (1)
mencegah atau paling tidak mengurangi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau tidak
dilakukannya suatu perilaku yang diinginkan, dan (2) mengurangi biaya akibat terjadinya
perilaku yang tidak diinginkan atau perilaku yang tidak dilakukan.
Pada beberapa orang yang memiliki motivasi tinggi untuk melakukan harapan organisasi,
terdapat kendala tidak dapat melakukan tugas secara sempuma karena adanya keterbatasan
kemampuan. Misalnya tugas yang diberikan mereka sangatlah kompleks sehingga mereka tidak
dapat mengingat informasi penting, atau menjadi bingung dengan detil yang dihadapi. Karyawan
juga mungkin tidak dapat melakukan tugas dengan sempuma karena keterbatasan pengetahuan
mereka yang terjadi ketika karyawan tidak tahu apa yang harus dilakukan atau bagaimana
melakukannya. Misalnya, memberi tugas pada orang yang tidak terlatih untuk menyiapkan
laporan keuangan, atau melakukan rekonsiliasi bank, akan menyebabkan orang tersebut memiliki
probabilitas sukses yang sangat kecil.
Ketiga keterbatasan tersebut akan mungkin ada, baik pada tingkat rendah atau tinggi,
pada seluruh orang yang dipercaya organisasi. Sebagai konsekuensinya, penting bagi manajer
untuk memiliki suatu system pengendalian internal yang kuat dan efektif; jika peluang untuk
melakukan ketidakberesan (irregularities) ada. cepat atau lambat kesalahan dan ketidakberesan
akan terjadi dan cost yang dikeluarkan akan signifikan. Lebih jauh lagi, tipe pengendalian yang
digunakan harus tergantung pada pengetahuan atau asumsi tentang tipe perilaku menyimpang
yang mungkin terjadi, dan bagaimana tipe pengendalian akan mempengaruhi perilaku para pihak
yang terlibat.
Pengendalian internal administrasi, yang mencakup struktur, metode, dan tindakan organisasi
yang terutama dikoordinasikan sebagai motor untuk kepatuhan terhadap pedoman manajemen.
Pengendalian internal akuntansi, yang mencakup struktur organisasi, metode, dan langkah-
langkah yang terutama dikoordinasikan untuk melindungi aset perusahaan dan untuk
memverifikasi keandalan data akuntansi.
Tipe lain disebut dengan pengendalian umum (general controls), atau pengendalian
sekunder sebagaimana diistilahkan oleh John Willingham dan Douglas Carmichael (1979), dan
Gary Holstrum (1984). Pengendalian umum bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang
kondusif untuk pengendalian internal yang baik dan buruk, mendukung dan menjamin
berfungsinya pengendalian spesifik. Pembedaan antara pengendalian umum dan spesifik menjadi
penting karena auditor memeriksa pengendalian khusus pada seluruh tugas penting sebelum
mereka menyatakan bahwa sistem pengendalian internal adalah efektif, kecuali pada kondisi
yang tidak biasa.
10
Klasifikasi Pengendalian Internal
b) Pengendalian detektif untuk menemukan masalah segera setelah masalah tersebut terjadi.
a) Pengendalian umpan balik (feedback control) adalah pengendalian yang termasuk dalam
kelompok pengendalian preventif karena jenis pengawasan ini memonitor proses dan
input untuk memprediksi masalah yang akan terjadi (potential problem).
a) Pengawasan umum (general control) adalah pengawasan yang dirancang untuk menjamin
bahwa lingkungan pengawasan oragnisasi mantap dan dikelola dengan baik untuk
meningkatkan efektivitas pengawasan aplikasi.
4. Menurut tempat implementasi dalam siklus pengolahan data, dikelompokkan menjadi tiga,
yaitu:
a) Pengawasan input dirancang untuk menjamin bahwa hanya data yang sah (valid), akurat,
dan diotorisasi saja yang dimasukkan dalam proses.
11
b) Pengawsan proses dirancang untuk menjamin bahwa semua transaksi diproses secara
akurat dan lengkap, dan semua file dan record di-update secara tepat.
c) Pengawasan output dirancang untuk menjamin bahwa keluaran sistem diawasi dengan
semestinya.
1. Tipe kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities) yang dihadapi. Hal ini akan
beragam tergantung tipe aset yang dimiliki perusahaan dan tipe transaksi yang terjadi.
Misainya risiko hilangnya persediaan bukan merupakan hal yang signifikan pada
perusahaan jasa, yang memiliki persediaan dalam jumlah sedikit. Komputerisasi sistem
akuntansi menyebabkan perubahan besar dalam jumlah dan tipe orang yang memiliki
akses pada catatan keuangan, dan perubahan ini memunculkan risiko.
2. Cost yang harus ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih kesalahan atau
ketidakberesan, kontrol yang ketat harus dilakukan pada transaksi atau aset yang penting.
a) Tipe orang dalam aktivitas dikontrol. Risiko terjadinya kesalahan pada orang yang
terlatih baik dan berpengalaman lebih rendah daripada orang yang tidak
berpengalaman.
b) Tingkat kemudahan penjualan aset. Bisnis yang berhubungan dengan kas memiliki
risiko yang tinggi.
d) Struktur organisasi. Sangatlah sulit bagi manajemen puncak untuk selalu memantau
seluruh aktivitas pada organiasi yang sangat terdesentralisasi.
4. Cost dan potensi efektivitas dari masing-masing tipe pengendalian yang dapat
digunakan. Seperti benda ekonomis lain, pengendalian internal dapat diimplementaskan
bila potensi manfaatnya lebih besar dari pada cost-nya.
12
2.7 Permasalahan Dalam Pengendalian Internal
Pada akhir tahun fiskal 1982, auditor suatu perusahaan manufaktur penghasil kertas,
melakukan penghitungan fisik atas persediaan di gudang. Pada salah satu gudang, hasil
penghitungan fisik menunjukkan adanya kekurangan jumlah persediaan sebesar kira-kira $
120,000 dibandingkan dengan catatan persediaan perusahaan yang menggunakan metode
perpetual. Staf auditor internal perusahaan kemudian diminta untuk menginvestigasi hal tersebut.
Auditor internal menyatakan bahwa hilangnya persediaan tampaknya karena pencurian dan
mereka mendata personal yang diduga mencuri persediaan kertas. Kasus tersebut akhirnya
terselesaikan ketika kepala bagian produksi mengaku setelah dikonfrontasikan dengan bukti. Dia
mengakui bahwa dia mencuri persediaan dengan cara bekerjasama dengan salah seorang bagian
truk yang mengangkut persediaan. Pencurian ini telah dilakukan bertahun-tahun, dan pada tahun
1982 dilakukan pada jumlah yang lebih besar karena meningkatnya kebutuhan financial para
pencuri tersebut.
Kasus pertama melibatkan pencurian persediaan. Pencegahan secara absolut dari tipe
masalah ini tidak dapat dilakukan, kecuali akses terhadap persediaan harus dibatasi pada satu
karyawan yang terpercaya. Perusahaan dapat melakukan langkah-langkah berikut untuk
meningkatkan kontrol atas persediaan:
1) Kepala bagian produksi yang terlibat pencurian harus diganti oleh orang yang lebih
terpercaya.
2) Prosedur baru diperlukan untuk kepala bagian pengangkutan yaitu penghitungan kuantitas
persediaan yang diangkut masing-masing truk dan penandatanganan dokumen pengangkutan
yang mengindikasikan persetujuan antara kuantitas yang tercantum dalam dokumen dan
penghitungannya. Prosedur ini didisain untuk menyediakan deteksi yang tepat bila terjadi
perpindahan persediaan dari truk. Kepala bagian pengangkutan juga perlu diingatkan bahwa
pengangkutan yang tidak diotorisasi tidak diperbolehkan.
13
Pada tahun 1979, suatu perusahaan yang bangga atas pertumbuhan laba yang menaik
terjadi konsisten selama sepuluh tahun, mengungkapkan bahwa para manajer pada beberapa
divisi perusahaan telah berkonspirasi untuk mentransfer income antar beberapa tahun fiscal.
Skema transfer income telah dimulai sejak 1974 ketika beberapa manajer berupaya mengurangi
profit mereka untuk menghindar dari berlebihnya batas rasio gaji dan kontrol harga pada saat itu.
Tetapi skema kemudian berlanjut setelah kontrol harga dan gaji berlalu karena manajer
menyadari bahwa mereka dapat menabung profit dan menggunakan hal tersebut sebagai
pelindung mereka yang dapat menjamin mereka mencapai target laba tahunan.
Para manajer melakukan transfer income tersebut yang totalnya mencapai jutaan dollar
melalui sejumlah prosedur, antara lain:
1. Melebihi pembayaran untuk vendor dan menerima potongan harga pada tahun depan.
2. Meminta dan mempermahal faktur untuk jasa yang baru digunakan pada tahun yang akan
datang.
Tahap-tahap yang ketat perlu diambil untuk menjamin bahwa permasalahan terhenti dan
tak akan terjadi lagi. Beberapa tahap didisain untuk memperkuat system pengendalian internal,
14
dan tahap lain didisain untuk memperbaiki lingkungan kerja untuk mengurangi motivasi manajer
memanipulasi data. Tahap-tahap ini meliputi:
1. Code of conduct perusahaan perlu direvisi dan diperkuat dan perlu ditekankan pada seluruh
karyawan bahwa pelanggaran terhadap aturan ini tidak akan ditolerir.
2. Perekrutan pejabat baru dan pemberian tanggung jawab bagi seluruh fungsi diperusahaan
terkait akuntansi keuangan, pengendalian dan pelaporan ekstemal.
3. Seluruh kebijakan, praktik, prosedur dan pengendalian yang ada dievaluasi untuk
memenuhi ketentuan perundang-undangan yang ada (dalam kasus ini adalah Foreign
Corrupt Practices Act) dan praktik bisnis yang baik. Langkah selanjutnya perlu diambil
bila ditemukan defisiensi.
5. Program yang sedang berjalan ditujukan untuk memonitor kepatuhan pada kebijakan dan
prosedur, dan untuk menjamin bahwa kebijakan dan prosedur tersebut efektif sepanjang
waktu.
7. Fungsi auditor internal perusahaan diperkuat, dan garis laporan diubah sehingga fungsi ini
bertanggung jawab langsung pada komite audit.
15
2.8 Contoh Studi Kasus
Perusahaan menggunakan pull sistem dan termasuk dalam kategori proses produksi
campuran. Proses produksi campuran karena perusahaan menghasilkan produk yang bervariasi
tetapi perusahaan lebih efisien menggunakan product layout.
b) Penilaian risiko: Manajemen risiko masih dilakukan secara sederhana tanpa adanya divisi
atau bagian khusus yang bertanggung jawab tetapi dari hasil pengamatan, pimpinan risiko
yang diidentifikasi sudah cukup mendalam. Berikut merupakan 6 risiko utama yang terdapat
pada pabrik perhiasan:
3) Batu berlian yang dapat pecah ketika proses pemasangan batu ke rangka maupun
pembongkaran rangka.
5) Hasil produk yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan sehingga proses
produksi produk tersebut harus diulang, seperti bolong-bolong pada emas atau
produk tidak nyaman digunakan.
Risiko nomor 5 menjadi prioritas utama perusahaan karena Kasus bolong-bolong sangat
sulit dikontrol perusahaan karena risiko ini murni kesalahan teknis dari pengrajin dan tidak
diketahui langsung sampai selesainya proses pemolesan, baru masalah ini terlihat. Lalu, untuk
16
perhiasan yang kurang nyaman digunakan juga masih sulit dikontrol, ketika rangka selesai baru
dapat terlihat nyaman atau tidak digunakannya dan hal ini masih sering terjadi sehinnga banyak
pekerjaan yang diulang. Lalu diikuti oleh risiko nomor 2, 3, 1 dan 4. Prioritas terakhir adalah
risiko nomor 6 karena Perusahaan sampai saat ini belum pernah terlibat masalah hukum. Untuk
masalah perpajakan, perusahaan telah melaporkan dan membayar pajak sesuai dengan peraturan
yang berlaku. Selain itu, untuk masalah UMR, perusahaan juga telah membayar gaji karyawan
dan pengrajin di atas UMR. Perusahaan juga banyak menggunakan jasa konsultan eksternal
untuk membantu masalah yang berhubungan dengan hukum sehingga untuk saat ini masalah
hukum masuk kedalam prioritas ke enam.
d) Informasi dan komunikasi: PT CJK tidak memiliki prosedur komunikasi yang baku. Namun,
alur komunikasi pada PT CJK dapat dikatakan telah berjalan baik dan terbuka. Semua
informasi dari karyawan atau pengrajin akan diberikan ke supervisor dan menentukan
bagaimana menyikapi informasi tersebut. Jika berhubungan dengan hal yang besar, maka
informasi ini akan disampaikan ke kepala pabrik atau kepada manajemen puncak seperti
Direktur Utama. Direktur dan kepala pabrik juga sering turun ke pabrik dan siap untuk
menerima masukan dari karyawan terbawah sekalipun.
e) Proses pemonitoran: Proses pemonitoran salah satunya datang dari supervisi yang jelas. Saat
ini, perusahaan memiliki struktur yang jelas dan adanya job description tentu sangat
membantu proses pengawasan. Perusahaan telah menjalankan ongoing monitoring activities
dan perusahaan telah melakukan pemonitoran secara berkala
C. Analisis Proses Sistem Pengendalian Proses Penerimaan Order dari Pelanggan, Proses
Pengerjaan Master, Pembelian Bahan Baku, Produksi, hingga Pengiriman Hasil
1. Produksi ke Pelanggan
Pengendalian internal perusahaan pada proses produksi juga cukup baik. Perusahaan
terus berusaha untuk mengefisiensikan kerja dengan diadopsinya teknologi jewel cad ke proses
produksi. Lalu perusahaan di bagian pembayaran juga berusaha untuk mengurangi risiko,
pembayaran-pembayaran dengan nilai tinggi dilakukan oleh bagian akuntansi pusat. Selain itu,
perlengkapan untuk pengerjaan seperti kawat yang harganya tidak tinggi pun tetap dikendalikan
17
perusahaan. Perusahaan juga selalu mengeluarkan kebijakan baru untuk menyelesaikan risiko
yang muncul dan quality control yang dilakukan di setiap bagian. Namun, terdapat beberapa
bagian proses yang juga belum memiliki pengendalian internal yang baik, khususnya di bagian
yang berhubungan dengan pihak eksternal seperti jatuh tempo pemesanan yang masih dapat
berubah-ubah, Lalu perusahaan membayar terlebih dahulu sebelum dilakukan pengecekan
barang ketika melakukan pembelian bahan baku, dan belum dibuatnya kontrak tertulis terhadap
supplier bahan baku. Selain itu , pengendalian yang masih kurang baik terdapat di bagian
pembelian batu berlian yang harga dan kualitas batu berukuran kecil masih bisa dinaikkan oleh
pihak dalam yang tidak bertanggung jawab karena belum ada supplier yang dijadikan patokan.
2. Susut
Saat ini susut hasil produksi yang dihasilkan perusahaan masih belum dapat bersaing
dengan pabrik di Hongkong maupun China disebabkan karena penggunaan bahan kimia dan alat
kerja yang banyak menghasilkan susut, serta pekerja yang melakukan pekerjaannya kurang
hatihati. Untuk menurunkan susut, perusahaan telah membuat sistem insentif dan denda sehingga
pengrajin juga berhati-hati dalam mengerjakan barang.
Pengendalian internal perusahaan terhadap scrap juga belum maksimal. Hal ini terlihat
pada masih banyaknya scrap yang gagal dikumpulkan. Namun, saat ini perusahaan telah banyak
melakukan perbaikan untuk masalah pengumpulan scrap. Masalah pengambilan scrap oleh
karyawan yang menjadi permasalahan perusahaan karena pengawasan yang belum ketat.
4. Pecah Batu
Pengendalian internal perusahaan terhadap masalah pecah batu sudah baik. Hal ini
terlihat jika ada yang curang memasangkan batu yang pecah di rangka , maka terdapat
punishmentberupa pemberhentian kerja. Lalu, perusahaan juga menerapkan strategi yang tepat
yaitu sistem beli dalam mengatasi masalah penukaran batu oleh pengrajin dan sistem ini juga
dapat meringankan para pengrajin.
Kontrol kehilangan barang perusahaan sudah ketat dan baik. Dengan adanya ID card,
stock opname harian, stock opname bulanan, serta laporan-laporan seluruh transaksi yang
berhubungan dengan kontrol kehilangan barang dirasa sudah cukup efektif oleh perusahaan
18
dalam menjaga barang perusahaan. Pada bagian ini, dapat terlihat pengendalian internalnya
sudah sangat baik karena jarang sekali kehilangan barang di pabrik.
"Sumber: Skripsi Michael Surya, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia"
19
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengendalian internal merupakan suatu perencanaan organisasi, prosedur, dan pencatatan
yang dilakukan untuk mengamankan aset perusahaan (organisasi) agar tidak terjadi kesalahan
dalam melaporkan aset tersebut untuk memperoleh keyakinan yang memadai dalam memberikan
laporan perusahaan dan tujuan perusahaan dapat dicapai dengan tertib dan efisien. Untuk
menghindari adanya kesalahan dalam pengendalian internal, ada beberapa unsur-unsur yang
terdapat dalam pengendalian internal, yaitu lingkungan pengendalian, prosedur pengendalian,
aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan. Adapun manfaat yang
diperoleh dari pengendalian internalini adalah pertama, untuk mencegah atau paling tidak
mengurangi terjadinya perilaku yang tidak diinginkan atau tidak dilakukannya suatu perilaku
yang diinginkan, dan kedua mengurangi biaya akibat terjadinya perilaku yang tidak diinginkan
atau perilaku yang tidak dilakukan. Adapun tipe-tipe dari pengendalian internal dapat
diklasifikasikan dengan tipe pendeteksian, pencegahan, dan tipe pengendalian umum atau tipe
pengendalian sekunder. Situasi yang mempengaruhi pemilihan tipe pengendalian internal
meliputi, tipe kesalahan (error) dan ketidakberesan (irregularities) yang dihadapi, cost yang harus
ditanggung organisasi jika terjadi satu atau lebih kesalahan atau ketidakberesan, kontrol yang
ketat harus dilakukan pada transaksi atau aset yang penting, penghitungan persediaan
dijadwalkan lebih sering, dan cost dan potensi efektivitas dari masing-masing tipe "pengendalian
yang dapat digunakan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Supriyono, R.A. 2018. Akuntansi Keperilakuan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Surya, Michael. 2013. Analisis Sistem Pengendalian Internal Pada Proses Produksi Perhiasan
Pada PT CJK.
(http://adeladelia21.blogspot.com/2016/11/dimensi-perilaku-dalam-pengendalian.html?
m=1) Di akses pada 11 November 2020 pukul 10.40 WITA
21