Anda di halaman 1dari 44

PROPOSAL PENELITIAN

ANALISIS MANAJEMEN RISIKO DALAM PELAYANAN


KEFARMASIAN DAN PENGADAAN BARANG
DI APOTEK ANANDA BATURAJA

Oleh :
Yunika Nanda Putri
20.60206.010

Dosen Pengampu :
Dedi Siswanto, S. E., M. E

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) BATURAJA
TAHUN AJARAN 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
karunia-Nya, penulis masih diberikan kesehatan dan kenikmatan sehingga dapat
menyelesaian tugas Proposal Penelitian Analisis Manajemen Risiko Dalam
Pelayanan Kefarmasian dan Pengadaan Barang di Apotek Ananda Baturaja.
Selamat beriring salam kita sanjungkan kehariban Baginda Rasulullah
Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang menjadi teladan bagi kita semua.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan, baik dalam penyusunan kata, bahasa, dan sistematika
pembahasannya. Oleh sebab itu Penulis sangat mengharapkan masukan, kritik
serta saran yang bersifat membangun untuk mendorong Penulis menjadi lebih
baik lagi kedepannya.
Akhir kata, Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pembaca yang
sudah berkenan membaca Proposal Penelitian ini. Semoga Proposal Penelitian ini
dapat bermanfaat, aamiin.

Baturaja, 27 April 2023


Penulis,

Yunika Nanda Putri

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii


DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan Observasi ............................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4
2.1 Definisi Manajemen Risiko ............................................................... 4
2.1.1 Definisi Manajemen ................................................................. 4
2.1.2 Definisi Risiko.......................................................................... 4
2.1.3 Definisi Manajemen Risiko ...................................................... 5
2.2 Manfaat Manajemen Risiko .............................................................. 6
2.3 Tahap-Tahap Dalam Memutuskan Manajemen Risiko ..................... 7
2.4 Pengelolaan Risiko ............................................................................ 11
2.5 Usaha Yang Diteliti ........................................................................... 12
2.5.1 Definisi Apotek ........................................................................ 12
2.5.2 Tugas Dan Fungsi Apotek ........................................................ 13
2.5.3 Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Teknik Kefarmasian ...... 14
2.5.4 Prosedur Penyimpanan Obat Menurut Kemenkes RI .............. 14
2.5.5 Peyimpanan Bahan Baku Obat ................................................. 18
2.5.6 Penyimpanan OTC (Over The Counter) dan
OWA (Obat Wajib Apotek) ...................................................... 18
2.5.7 Penyimpanan Obat Keras ......................................................... 19
2.5.8 Penyimpanan Narkotika Dan Psikotropika .............................. 19
2.5.9 Penggolongan Obat ................................................................... 20
BAB III PEMBAHASAN....................................................................................
...............................................................................................................................23
3.1. Sejarah Berdirinya Apotek Ananda ................................................... 23
3.1.1 Lokasi Penelitian ...................................................................... 24

iii
3.1.2 Visi Dan Misi ........................................................................... 24
3.1.3 Struktur Organisasi ................................................................... 25
3.2 Ruang Lingkup Kegiatan Perusahaan ................................................ 25
BAB IV HASIL OBSERVASI ........................................................................... 29
4.1 Risiko Yang Terjadi Di Perusahaan .................................................. 29
4.1.1 Risiko Operasional dan Usaha Mengatasinya .......................... 29
4.1.2 Risiko FRAUD Dan Usaha Mengatasinya ............................... 30
BAB V KESIMPULAN ..................................................................................... 33
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 33
LAMPIRAN

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas ................................................................... 20


Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas .................................................... 20
Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras ................................................................... 21
Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika ............................................................ 21
Gambar 2.5 Penandaan Obat Psikotropika ........................................................ 22
Gambar 3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................ 24
Gambar 3.2 Peneliti Dan Informan .................................................................... 24
Gambar 3.3 Struktur Organisasi ........................................................................ 25

v
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ekonomi merupakan ilmu yang menerangkan cara-cara menghasilkan,
mendistribusikan, membagi serta memakai barang dan jasa dalam
masyarakat sehingga kebutuhan materi masyarakat dapat terpenuhi sebaik-
baiknya. Kegiatan ekonomi dalam masyarakat adalah mengatur dalam
urusan kekayaan baik yang menyangkut kepemilikan, pengembangan,
maupun distribusi (Sholahuddin, 2007:3).
Ekonomi dan kesehatan memiliki suatu keterkaitan yang sangat erat.
Pembangunan ekonomi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan
masyarakat, dan perbaikan pada kondisi kesehatan masyarakat akan
mempengaruhi produktivitas kerja. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera
sempurna fisik, mental dan sosial tidak terbatas pada bebas dari penyakit
atau kelemahan saja. Salah satu sasaran yang ingin dicapai dalam sistem
kesehatan nasional adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan
bermutu, merata, dan terjangkau oleh masyarakat secara ekonomis, serta
tersedianya pelayanan kesehatan tidak semata-mata berada di tangan
pemerintah melainkan mengikutsertakan sebesar-besarnya peran aktif
segenap anggota masyarakat (Suryandari, 2008).
Dunia kesehatan di Indonesia terus berbenah untuk mencapai
pelayanan kesehatan yang maksimum yang berdasar pada peningkatan
kualitas hidup pasien. Peningkatan kualitas hidup pasien yang dimaksud
bukan hanya bagaimana pasien sembuh dari penyakit yang ia derita tetapi
juga bagaimana kualitas nilai sehat dapat meningkat. Mulai dari pemerintah
dalam hal tersebut membuat regulasi, petugas kesehatan hingga akademisi
terus berjuang untuk berbenah dalam masalah tersebut.
Pelayanan kesehatan untuk masyarakat merupakan hak asasi manusia
yang harus dilaksanakan negara. Pemerintah harus mampu memberikan

1
perlakuan yang sama kepada warganya dalam pelayanan kesehatan maupun
pelayanan publik lainnya. Dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
masyarakat dengan status ekonomi lebih tinggi mempunyai akses terhadap
pelayanan kesehatan lebih baik dibandingkan dengan mereka dengan status
ekonomi rendah (Susanto dan Mubasysyir, 2006). Peningkatan pelayanan
kesehatan diharapkan dapat menghasilkan derajat kesehatan masyarakat
lebih tinggi sehingga memungkinkan masyarakat hidup lebih produktif, baik
secara ekonomi maupun sosial sehingga tercipta masyarakat sehat secara
keseluruhan.
Apotek merupakan salah satu fasilitas kesehatan yang menjadi tempat
tujuan berikutnya setelah seorang pasien meninggalkan tempat praktek
dokter untuk berobat. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker.
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Kepmenkes
RI) No. 1332/MENKES/SK/X/2002, tentang Perubahan atas Peraturan
Menkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 mengenai Ketentuan dan Tata
Cara Pemberian Izin Apotek, yang dimaksud dengan apotek adalah suatu
tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian penyaluran
perbekalan farmasi kepada masyarakat.
Di Apotek pelayanan kefarmasian kini telah berubah, pelayanan yang
diberikan seorang Apoteker di Apotek haruslah berdasar pada
Pharmaceutical Care, yakni bentuk pelayanan dan tanggung jawab
langsung profesi Apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Dengan begitu farmasis dituntut untuk
dapat memberikan jaminan bahwa segala keputusan didasarkan pada
pertimbangan pelayanan kepada pasien dan aspek ekonomi. Dengan
demikian pasien dan masyarakat akan diuntungkan dengan kegiatan
kefarmasian.
Salah satu penelitian yang dilaksanakan di DKI Jakarta pada tahun
2003 mengenai standar pelayanan kefarmasian di apotek DKI Jakarta tahun

2
2003 23,5% apotek tidak memenuhi standar pelayanan obat non resep,
92,6% apotek tidak memenuhi standar pelayanan KIE, 11,8% apotek tidak
memenuhi standar pelayanan obat resep dan 26,5% apotek tidak memenuhi
standar pengelolaan obat di apotek. Rerata skor pelaksanaan dari keempat
bidang tersebut adalah 38,60% masuk dalam kategori kurang baik
(Purwanti, dkk, 2004).
Apotek Ananda merupakan suatu apotek yang juga bergerak dalam
layanan jasa. Apotek Ananda juga sudah bekerjasama dengan lembaga
BPJS (Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial) dan membuka pelayanan
untuk pasien umum. Setiap hari pengunjung di Apotek Ananda hampir tidak
pernah sepi oleh kunjungan para pasien yang ingin membeli obat ataupun
untuk menebus resep yang diberikan sesuai dengan jaminan kesehatan yang
dimiliki oleh pasien.
Berdasarkan gambaran tersebut perlu dilakukan penelitian untuk
memperoleh informasi tentang Manajemen Risiko dalam Pelayanan
Kefarmasian di Apotik Ananda Baturaja. Mengenai pelaksanaan pelayanan
kefarmasian di Apotek Ananada dari segi pelayanan kefarmasian dan
pengelolaan kesediaan barang atau obat-obatan.

1.2 Tujuan Observasi


Untuk mengetahui sejauh mana tingkat Manajemen Risiko yang
terjadi dalam Pelayanan Kefarmasian di Apotik Ananda Baturaja di bidang
pelayanan kefarmasian dan pengelolaan kesediaan barang atau obat-obatan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Manajemen Risiko


2.1.1 Definisi Manajemen
Manajemen Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti
manajemen adalah penggunaan sumber daya efektif untuk mencapai
sasaran. Selain itu, arti lain dari manajemen adalah pimpinan yang
bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi.
Menurut Ricky W. Griffin, manajemen adalah proses
perencanaan, organisasi, koordinasi, dan kontrol pada sumber daya
agar tujuan tercapai secara efektif dan efisien. Efektif di sini
maksudnya tujuan tercapai sesuai rencana, dan efisien berarti bahwa
manajemen dilakukan secara cermat, terorganisir, dan tepat waktu.
Berbeda, Lawrence A. Appley mengartikan manajemen sebagai
keahlian dalam membangkitkan orang lain agar bersedia melakukan
sesuatu. Tak harus seseorang, keahlian manajemen juga dapat dimiliki
oleh organisasi maupun kelompok.

2.1.2 Definisis Risiko


Risiko berhubungan dengan ketidakpastian, hal ini terjadi
karena kurangnya informasi mengenai yang akan terjadi. Sesuatu yang
tidak pasti dapat berakibat menguntungkan atau merugikan. Seperti
diartikan oleh (Regan: 2003) bahwa risiko ialah suatu kemungkinan
yang menimbulkan atau mengesankan kerugian atau bahaya.
Emmaett J Vaughan dan Curtis Elliot (1978) menyebutkan,
risiko diartikan sebagai kans kerugian (the chance of loss),
kemungkinan kerugian (the possibility of loss), ketidakpastian
(uncertainty), penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan
(the dispersion of actual from expected result), probabilitas bahwa
suatu hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any
outcome different from the expected).

4
Risiko diklasifikasikan menjadi dua oleh Mamduh Hanafi
(2009), yaitu : risiko murni dan risiko spekulatif. Pure risks atau biasa
disebut risiko murni merupakan risiko di mana kemungkinan kerugian
ada tetapi kemungkinan keuntungan tidak ada. Contoh : kebakaran,
kecelakaan, kebanjiran, dan lain-lain. Sedangkan risiko spekulatif
merupakan risiko di mana kita mengharapkan terjadinya kerugian dan
juga keuntungan. Contoh : membeli saham, usaha bisnis, dan lain-lain.

2.1.3 Definisi Manajemen Risiko


Manajemen risiko adalah suatu proses mengidentifikasi,
mengukur risiko, serta membentuk strategi untuk mengelolanya
melalui sumber daya yang tersedia. Strategi yang dapat digunakan
antara lain mentransfer risiko pada pihak lain, mengindari risiko,
mengurangi efek buruk dari risiko dan menerima sebagian maupun
seluruh konsekuensi dari risiko tertentu.
Menurut Djojosoedarso (2003, p. 2) manajemen risiko
merupakan berbagai cara penanggulangan risiko. Dan menurut Peltier
(2001, p. 224), manajemen risiko merupakan proses mengidentifikasi
risiko, mengukur untuk mengurangi risiko. Sedangkan, menurut
Dorfman (2004, p. 8) manajemen risiko merupakan proses logik yang
digunakan oleh perusahaan bisnis dan individual. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa setiap orang harus selalu berusaha untuk
mencegah terjadinya resiko, artinya bahwa adanya upaya untuk
meminimumkan resiko yang terjadi. Dan pencegahan resiko tersebut
dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengelolaan dari pencegahan
resiko inilah yang kita sebut sebagai manajemen risiko.
Manajemen risiko terbagi menjadi beberapa jenis, yaitu :
1. Risiko Bisnis
Jenis risiko yang pertama dan paling umum adalah risiko
bisnis, yaitu risiko berkaitan dengan aktivitas operasional
perusahaan. Contoh manajemen risiko bisnis misalnya dengan
menerapkan K3, pengawasan proses capital budgeting, pelatihan
SDM, dan sebagainya.

5
2. Risiko Geografis
Jenis risiko yang berikutnya adalah risiko geografis, yaitu
risiko akibat lokasi fisik perusahaan, misalnya lokasi rawan gempa,
tsunami, longsor, dan jenis bencana alam lainnya. Contoh
manajemen risiko yang bisa dilakukan perusahaan untuk jenis
risiko ini misalnya mitigasi bencana, simulasi, dan asuransi aset.
3. Risiko Politik
Jenis risiko yang ketiga adalah risiko politik, yaitu ancaman-
ancaman yang terjadi akibat kondisi politik dan kebijakan suatu
negara. Contoh risiko politik misalnya anomali kebijakan, konflik
perebutan kekuasaan, dan sebagainya.
4. Risiko Ketidakpastian Ekonomi
Selain risiko politik, jenis risiko yang juga dialami
perusahaan adalah risiko ketidakpastian ekonomi nasional,
misalnya terjadinya inflasi, ketidakstabilan nilai mata uang negara,
bubble economy, dan masalah ekonomi makro lainnya.
5. Risiko Persaingan
Jenis risiko terakhir dan kerap dialami bisnis adalah risiko
persaingan, yaitu risiko yang ditimbulkan oleh kerasnya kompetisi
dalam industri. Beberapa contoh manajemen risiko perusahaan
untuk menghindari jenis risiko ini misalnya dengan memiliki tim
advokasi bisnis dan menyiapkan strategi antisipasi gerakan
kompetitor.

2.2 Manfaat Manajemen Resiko


Menurut Irham Fahmi (2010 : 3) dengan diterapkannya manajemen
risiko disuatu perusahaan, ada beberapa manfaat yang akan diperoleh yaitu:
1. Perusahaan memiliki ukuran kuat sebagai pijakan dalam mengambil
setiap keputusan, sehingga para manajer menjadi lebih berhati-hati
(prudent) dan selalu menempatkan ukuran-ukuran dalam berbagai
keputusan.

6
2. Mampu memberi arah bagi suatu perusahaan dalam melihat pengaruh-
pengaruh yang mungkin timbul baik secara jangka pendek dan jangka
panjang.
3. Mendorong para manajer dalam mengambil keputusan untuk selalu
menghindari dari pengaruh terjadinya kerugian khususnya dari segi
finansial.
4. Memungkinkan perusahaan memperoleh risiko kerugian yang minimum.
5. Dengan adanya konsep manajemen risiko (risk manajement concept)
yang dirancang secara detail maka artinya perusahaan telah membangun
arah dan mekanisme secara berkelanjutan (suistainable).

2.3 Tahap-Tahap Dalam Melaksanakan Manajemen Risiko


Pemahaman manajemen risiko memungkinkan manajemen untuk
terlibat secara efektif dalam menghadapi uncertainty (ketidakpastian)
dengan risiko dan peluang yang berhubungan dan meningkatkan
kemampuan organisasi untuk memberikan nilai tambah. Menurut COSO,
proses manajemen risiko dapat dibagi ke dalam 8 komponen (tahap), yaitu :
1. Internal environment (Lingkungan internal)
Komponen ini berkaitan dengan lingkungan dimana instansi
Pemerintah berada dan beroperasi. Cakupannya adalah risk-management
philosophy (kultur manajemen tentang risiko), integrity (integritas), risk-
perspective (perspektif terhadap risiko), risk-appetite (selera atau
penerimaan terhadap risiko), ethical values (nilai moral), struktur
organisasi, dan pendelegasian wewenang.
2. Objective setting (Penentuan tujuan)
Manajemen harus menetapkan objectives (tujuan-tujuan) dari
organisasi agar dapat mengidentifikasi, mengakses, dan mengelola risiko.
Objective dapat diklasifikasikan menjadi strategic objective dan activity
objective. Strategic objective di instansi Pemerintah berhubungan dengan
pencapaian dan peningkatan kinerja instansi dalam jangka menengah dan
panjang, dan merupakan implementasi dari visi dan misi instansi
tersebut. Sementara itu, activity objective dapat dipilah menjadi 3
kategori, yaitu :

7
a. Operations objectives;
b. Reporting objectives; dan
c. Compliance objectives.
Risk tolerance dapat diartikan sebagai variasi dalam pencapaian objectif
yang dapat diterima oleh manajemen.
3. Event identification (Identifikasi risiko)
Komponen ini mengidentifikasi kejadian-kejadian potensial baik
yang terjadi di lingkungan internal maupun eksternal organisasi yang
mempengaruhi strategi atau pencapaian tujuan dari organisasi. Kejadian
tersebut bisa berdampak positif (opportunities), namun dapat pula
sebaliknya atau negatif (risks).
4. Risk assessment (Penilaian risiko)
Komponen ini menilai sejauh mana dampak dari events (kejadian
atau keadaan) dapat mengganggu pencapaian dari objectives. Besarnya
dampak dapat diketahui dari inherent dan residual risk, dan dapat
dianalisis dalam dua perspektif, yaitu likelihood (kecenderungan atau
peluang) dan impact/consequence (besaran dari terealisirnya risiko).
Dengan demikian, besarnya risiko atas setiap kegiatan organisasi
merupakan perkalian antara likelihood dan consequence. Penilaian risiko
dapat menggunakan dua teknik, yaitu:
a. Qualitative techniques, menggunakan beberapa tools seperti self-
assessment (low, medium, high), questionnaires, dan internal audit
reviews.
b. Quantitative techniques, menggunakan data berbentuk angka yang
diperoleh dari tools seperti probability based, non-probabilistic
models (optimalkan hanya asumsi consequence), dan benchmarking.
Yang perlu dicermati adalah events relationships atau hubungan
antar kejadian/keadaan. Events yang terpisah mungkin memiliki risiko
kecil. Namun, bila digabungkan bisa menjadi signifikan. Demikian pula,
risiko yang mempengaruhi banyak business units perlu dikelompokkan
dalam common event categories, dan dinilai secara aggregate.

8
5. Risk response (Sikap atas risiko)
Organisasi harus menentukan sikap atas hasil penilaian risiko. Risk
response dari organisasi dapat berupa:
a. Avoidance, yaitu dihentikannya aktivitas atau pelayanan yang
menyebabkan risiko;
b. Reduction, yaitu mengambil langkah-langkah mengurangi likelihood
atau impact dari risiko;
c. Sharing, yaitu mengalihkan atau menanggung bersama risiko atau
sebagian dari risiko dengan pihak lain;
d. Acceptance, yaitu menerima risiko yang terjadi (biasanya risiko yang
kecil), dan tidak ada upaya khusus yang dilakukan.
Dalam memilih sikap (response), perlu dipertimbangkan faktor-
faktor seperti pengaruh tiap respon terhadap risk likelihood dan impact,
respon yang optimal sehingga bersinergi dengan pemenuhan risk appetite
and tolerances, analis cost versus benefits, dan kemungkinan peluang
(opportunities) yang dapat timbul dari setiap risk response.
6. Control activities (Aktifitas-aktifitas pengendalian)
Komponen ini berperanan dalam penyusunan kebijakan-kebijakan
(policies) dan prosedur-prosedur untuk menjamin risk response
terlaksana dengan efektif. Aktifitas pengendalian memerlukan
lingkungan pengendalian yang meliputi :
a. Integritas dan nilai etika;
b. Kompetensi;
c. Kebijakan dan praktik-praktik SDM;
d. Budaya organisasi;
e. Filosofi dan gaya kepemimpinan manajemen;
f. Struktur organisasi; dan
g. Wewenang dan tanggung jawab.
Dari pemahaman atas lingkungan pengendalian, dapat ditentukan
jenis dan aktifitas pengendalian. Terdapat beberapa jenis pengendalian,
diantaranya adalah preventive, detective, corrective, dan directive.
Sementara aktifitas pengendalian berupa :

9
a. Pembuatan kebijakan dan prosedur;
b. Pengamanan kekayaan organisasi;
c. Delegasi wewenang dan pemisahan fungsi; dan
d. Supervisi atasan.
Aktifitas pengendalian hendaknya terintegrasi dengan manajemen
risiko sehingga pengalokasian sumber daya yang dimiliki organisasi
dapat menjadi optimal.
7. Information and communication (Informasi dan komunikasi)
Fokus dari komponen ini adalah menyampaikan informasi yang
relevan kepada pihak terkait melalui media komunikasi yang sesuai.
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam penyampaiaan informasi
dan komunikasi adalah kualitas informasi, arah komunikasi, dan alat
komunikasi. Informasi yang disajikan tergantung dari kualitas informasi
yang ingin disampaikan, dan kualitas informasi dapat dipilah menjadi :
appropriate, timely, current, accurate, dan accessible. Arah komunikasi
dapat bersifat internal dan eksternal. Sedangkan alat komunikasi berupa
diantaranya manual, memo, buletin, dan pesan-pesan melalui media
elektronis.
8. Monitoring
Monitoring dapat dilaksanakan baik secara terus menerus (on
going) maupun terpisah (separate evaluation). Aktifitas monitoring
ongoing tercermin pada aktivitas supervisi, rekonsiliasi, dan aktivitas
rutin lainnya. Monitoring terpisah biasanya dilakukan untuk penugasan
tertentu (kasuistis). Pada monitoring ini ditentukan scope tugas,
frekuensi, proses evaluasi metodologi, dokumentasi, dan action plan.
Pada proses monitoring, perlu dicermati adanya kendala seperti reporting
deficiencies, yaitu pelaporan yang tidak lengkap atau bahkan berlebihan
(tidak relevan). Kendala ini timbul dari berbagai faktor seperti sumber
informasi, materi pelaporan, pihak yang disampaikan laporan, dan arahan
bagi pelaporan.

10
2.4 Pengelolaan Risiko
Jenis-jenis cara mengelola risiko:
1. Risk avoidance
Risk avoidance yaitu memutuskan untuk tidak melakukan aktivitas
yang mengandung risiko sama sekali. Dalam memutuskan untuk
melakukannya, maka harus dipertimbangkan potensial keuntungan dan
potensial kerugian yang dihasilkan oleh suatu aktivitas.
2. Risk reduction
Risk reduction atau disebut juga risk mitigation yaitu merupakan
metode yang mengurangi kemungkinan terjadinya suatu risiko ataupun
mengurangi dampak kerusakan yang dihasilkan oleh suatu risiko.
3. Risk transfer
Risk transfer yaitu memindahkan risiko kepada pihak lain,
umumnya melalui suatu kontrak (asuransi).
4. Risk deferral
Dampak suatu risiko tidak selalu konstan. Risk deferral meliputi
menunda aspek saat dimana probabilitas terjadinya risiko tersebut kecil.
5. Risk retention
Walaupun risiko tertentu dapat dihilangkan dengan cara
mengurnagi maupun mentransfernya, namun beberapa risiko harus tetap
diterima sebagai bagian penting dari aktivitas.
Sedangkan penanganan risiko yaitu :
1. High probability, high impact
2. Low probability, high impact
3. High probability, low impact
4. Low probability, low impact
5. Contingency plan
Dalam banyak kasus seringkali lebih efisien untuk mengalokasikan
sejumlah sumber daya untuk mengurangi risiko dibandingkan
mengembangkan contingency plan yang jika diimplementasikan akan lebih
mahal. Namun beberapa scenario memang membutuhkan full contingency
plan, tergantung pada proyeknya. Namun jangan sampai tertukar antara

11
contingency planning dengan re-planning normal yang memang dibutuhkan
karena adanya perubahan dalam proyek yang berjalan.

2.5 Usaha Yang Diteliti


2.5.1 Definisi Apotek
Definisi apotek menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian yang
dimaksud dengan apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker (Menkes, 2009).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang terbaru
Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Apotek juga menyebutkan bahwa
apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan
praktek kefarmasian oleh apoteker dan tenaga kefarmasian lainnya
(Menkes, 2017).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9
Tahun 2017 tentang tujuan didirikannya apotek adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di apotek;
2. Memberikan perlindungan pasien dan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kefarmasian di apotek;
3. Menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dalam
memberikan pelayanan kefarmasian di apotek (Menkes, 2017).
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 35 Tahun 2014, tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai meliputi :
1. Perencanaan;
2. Pengadaan;
3. Penerimaan;
4. Pemusnahan;
5. Pengendalian;
6. Pencatatan dan pelaporan (Menkes, 2014).

12
Pekerjaan Kefarmasian menurut Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia No. 51 tahun 2009 yaitu pembuatan, antara lain
pengendalian mutu sediaan farmasi, pengadaan obat, pengamanan
obat, penyimpanan obat, dan pendistribusian obat atau pengelolaan
obat, penyaluran obat, pelayanan obat atas resep dari dokter,
pengembangan obat serta pelayanan informasi obat, bahan obat dan
obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan
obat, obat tradisional, dan kosmetika. Pada dasarnya apotek harus
dikelola oleh Apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan
telah memperoleh Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan
setempat. (Presiden RI, 2009 b).

2.5.2 Tugas dan Fungsi Apotek


Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang
Pekerjaan Kefarmasian dijelaskan bahwa tugas dan fungsi apotek
adalah:
1. Sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah
mengucapkan sumpah jabatan.
2. Apotek memiliki fungsi sebagai sarana pelayanan yang dapat
dilakukan pekerjaan kefarmasian berupa peracikan, pengubahan
bentuk, pencampuran dan penyerahan obat.
3. Apotek berfungsi sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang
harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas
dan merata.
4. Apotek berfungsi sebagai tempat pelayanan informasi meliputi:
a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi
lainnya yang diberikan baik kepada dokter, perawat, bidan dan
tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat.
b. Pelayanan informasi mengenai khasiat obat, keamanan obat,
bahaya dan mutu obat serta perbekalan farmasi lainnya.

13
2.5.3 Tugas dan Tanggung Jawab Tenaga Teknis Kefarmasian
Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang
Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian yaitu tenaga
yang terdiri dari Analis Farmasi, dan Tenaga Teknis Kefarmasian/
Asisten Apoteker, Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi yang akan
membantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian.
Pelayanan Kefarmasian merupakan suatu bentuk pelayanan dan
bentuk tanggung jawab secara langsung oleh apoteker dalam
pekerjaan kefarmasian untuk menigkatkan kualitas hidup pasien
(Menkes RI, 2004) Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009
pelayanan kefarmasian yaitu merupakan suatu pelayanan yang
bertanggung jawab langsung kepada pasien berkaitan dengan sediaan
farmasi yang bertujuan untuk mencapai hasil yang pasti dan untuk
menigkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang
harus dilaksanakan oleh seorang Tenaga Teknis Kefarmasian
(Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/X
/2002) adalah sebagai berikut:
1. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart
profesi masing-masing.
2. Memberi informasi kepada pasien yang berkaitan dengan
penggunaan atau pemakaian obat.
3. Menghormati hak setiap pasien dan menjaga kerahasiaan identitas
serta data kesehatan pasien.
4. Melakukan pengelolaan pada apotek.
5. Pelayanan informasi obat mengenai sediaan farmasi.

2.5.4 Prosedur Penyimpanan Obat menurut Kemenkes RI


Prosedur penyimpanan obat menurut Kemenkes RI antara lain
mencakup pengaturan persediaan, sarana penyimpanan, serta sistem
penyimpanan (Depkes RI, 2010).
1. Prosedur sarana penyimpanan
a. Gudang atau tempat penyimpanan

14
Gudang penyimpanan harus cukup luas (minimal 3x4 m 2),
kondisi ruangan juga harus kering dan tidak terlalu lembab.
Pada gudang harus terdapat ventilasi agar ada aliran udara dan
tidak lembab atau panas dan harus terdapat cahaya.
Gudang juga harus dilengkapi dengan jendela yang
mempunyai pelindung (gorden atau kaca di cat) untuk
menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis. Lantai
harus dibuat dari tegel/semen agar tidak memungkinkan
bertumpuknya debu dan kotoran lain. Bila perlu seluruhnya
diberi alas papan (palet). Selain itu, dinding gudang dibuat licin.
Fungsi gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
Gudang juga harus mempunyai pintu yang dilengkapi
kunci ganda. Perlu disediakan lemari/laci khusus untuk
narkotika dan psikotropika yang selalu terkunci dan dilengkapi
dengan pengukur suhu ruangan.
b. Kondisi Penyimpanan
Untuk menjaga mutu obat perlu diperhatikan beberapa
faktor seperti kelembaban udara, sinar matahari dan temperatur
udara. Udara yang lembab juga dapat mempengaruhi obat-
obatan yang tidak tertutup sehingga mempercepat kerusakan.
Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan
upaya-upaya sebagai berikut :
 Terdapat ventilasi pada ruangan, jendela dibuka
 Simpan obat ditempat yang kering
 Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan terbuka
 Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena
semakin panas udara di dalam ruangan maka udara juga
semakin lembab.
 Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul
 Jika terdapat atap yang bocor harus segera diperbaiki
Kebanyakan pada sediaan cairan, larutan dan injeksi cepat
rusak karena pengaruh sinar matahari.

15
2. Prosedur Pengaturan Tata Ruang dan Penyusunan Obat
Adapun Tata Ruang Penyimpanan Obat, yaitu :
a. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran obat-
obatan, ruang gudang dapat ditata dengan sistem: arah garis
lurus, arus U, arus L.
b. Obat ditempatkan menurut kelompok, berat dan besarnya.
c. Apabila gudang tidak mempunyai rak maka dus-dus bekas dapat
dimanfaatkan sebagai tempat penyimpanan namun harus diberi
keterangan obat.
d. Barang-barang seperti kapas dapat disimpan dalam dus besar
dan obat-obatan dalam kaleng disimpan dalam dus kecil.
e. Apabila persediaan obat cukup banyak maka biarkan obat tetap
dalam box masing-masing, ambil seperlunya dan susun dalam
dus bersama obat lainnya.
f. Narkotika dan psikotropika dipisahkan dari obat-obatan lain dan
disimpan di lemari khusus yang mempunyai kunci.
g. Menyusun obat yang dapat dipengaruhi oleh temperatur, udara,
cahaya dan kontaminasi bakteri pada tempat yang sesuai.
h. Menyusun obat dalam rak dan berikan nomor kode, pisahkan
obat dalam dengan obat-obatan untuk pemakaian luar.
i. Tablet, kapsul dan oralit disimpan dalam kemasan yang kedap
udara dan diletakkan di rak bagian atas.
j. Cairan, salep dan injeksi disimpan di rak bagian tengah.
k. Obat-obatan yang mempunyai batas waktu pemakaian perlu
dilakukan rotasi stok agar obat tersebut tidak selalu berada di
belakang yang dapat menyebabkan kadaluarsa.
l. Obat yang membutuhkan suhu dingin disimpan dalam kulkas.
m. Obat rusak atau kadaluarsa dipisahkan dari obat lain yang masih
baik dan disimpan di luar gudang atau di ruangan khusus
penyimpanan obat kadaluarsa.
n. Tumpukan obat tidak boleh lebih dari 2.5 m tingginya. Untuk
obat yang mudah pecah harus lebih rendah lagi.

16
3. Prosedur Sistem Penyimpanan
a. Obat disusun berdasarkan abjad (alfabetis) atau nomor.
b. Obat disusun berdasarkan frekuensi penggunaan :
 FIFO (First In First Out), yaitu obat yang datang lebih awal
harus dikeluarkan lebih dahulu. Obat lama diletakan dan
disusun paling depan, obat baru diletakkan paling belakang.
Tujuannya agar obat yang pertama diterima harus pertama
juga digunakan, sebab umumnya obat yang datang pertama
biasanya akan kadaluarsa lebih awal juga.
 FEFO (First Expired First Out) yaitu obat yang lebih awal
kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu.
c. Obat disusun berdasarkan volume
d. Dosage form : dalam sistem ini obat-obatan dikategorikan
berdasarkan bentuknya.
e. System level : item yang digunakan dalam sistem pelayanan
kesehatan yang berbeda disimpan bersamaan.
f. Frequency of Use : produk obat yang sering digunakan dan
sering berpindah tempat dengan cepat atau sering diambil dari
penyimpanan disimpan di ruangan bagian depan atau lebih dekat
dengan area penggunaan.
g. Random bin : dengan cara memberi kode pada tempat
penyimpanan yang menunjukkan posisi dan tempat obat tersebut
disimpan. Pada sistem ini membutuhkan komputerisasi.
h. Commodity Coding : setiap item memiliki artikel sendiri dan
kode lokasi.
4. Prosedur Mencegah Kerusakan Fisik dan Kontaminasi
Tumpukan produk tidak boleh lebih dari 2.5 m tingginya.
Untuk barang yang mudah pecah harus lebih rendah lagi. Yang
paling pentin jangan sampai ada yang bisa mencederai pekerja
karena kejatuhan benda. Pastikan area dan media pada tempat
penyimpanan tetap bersih dan harus secara rutin dibersihkan,

17
gunakan tempat sampah yang dapat ditutup untuk mencegah
datangnya serangga.

2.5.5 Penyimpanan Bahan Baku Obat


1. Bahan baku yang diterima diinput jumlah, nomor Batch dan
tanggal kadaluwarsa di komputer sesuai dengan faktur yang telah
dicek.
2. Penyimpanan bahan baku obat dalam wadah yang sesuai,
memberikan etiket yang berisi nama bahan baku, nomor Batch dan
tanggal kadaluwarsa.
3. Penyimpanan bahan baku obat disendirikan antara bahan baku
dalam dan bahan baku luar serta bahan baku cair dan padat.
4. Pada lemari penyimpanan bahan baku obat harus tertutup rapat.

2.5.6 Penyimpanan OTC (Over The Counter) dan OWA (Obat Wajib
Apotek)

1. Obat OTC dan OWA yang telah diterima di input jumlah, nomor
Batch dan tanggal kadaluwarsanya di komputer sesuai dengan
faktur yang telah dicek.
2. Berikan label harga terlebih dahulu sebelum memasukkan ke
etalase atau rak gondola.
3. Obat disimpan di dalam rak etalase atau rak gondola.
4. Obat ditata berdasarkan :
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO.
b. Penyusunan nama obat berdasarkan aspek farmakologi, bentuk
sediaan dan alfabetik.
5. Khusus obat-obatan yang memerlukan suhu rendah , disimpan di
dalam kulkas di ruang penyimpanan. di dalam kulkas harus
terdapat thermometer yang dicek secara berkala.
6. Bila apotek hendak tutup, semua rak etalase harus ditutup dengan
rapat.

18
2.5.7 Penyimpanan Obat Keras
1. Obat keras yang diterima diinput jumlah, nomor Batch dan tanggal
kadaluwarsanya di komputer sesuai dengan faktur yang telah dicek.
2. Obat disimpan di dalam rak ruang penyimpanan.
3. Jumlah maksimal masing-masing merk obat obat yang diletakkan
di rak penyimpanan yaitu 3 box, 3 box, atau 3 tube, selebihnya
ditaruh di rak paling atas atau gudang.
4. Obat ditata berdasarkan :
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO.
b. Penyusunan nama obat berdasarkan aspek farmakologi, bentuk
sediaan dan alfabetik.
c. Obat-obatan Askes didalam rak tersendiri.
5. Khusus obat-obatan yang memerlukan suhu rendah, disimpan di
dalam kulkas di ruang penyimpanan. di dalam kulkas harus
terdapat thermometer yang dicek secara berkala.
6. Khusus obat-obatan los-losan yang masuk dan keluar harus dicatat
di kartu stok obat per botol.
7. Ruang penyimpanan obat harus dapat terkunci, kunci disimpan
oleh apoteker yang sudah diberi kewenangan.

2.5.8 Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika


1. Narkotika dan Psikotropika yang diterima diinput jumlah, nomor
Batch dan tanggal kadaluwarsanya di komputer sesuai dengan
faktur yang telah di cek.
2. Kemudian obat disimpan di dalam lemari khusus Narkotika dan
Psikotropika.
3. Obat ditata berdasarkan :
a. Kombinasi metode FIFO dan FEFO.
b. Penyusunan nama obat secara alfabetik, yaitu obat dengan
awalan huruf A diletakan di sebelah paling kiri. Sedangkan obat
yang dengan awalan huruf Z diletakkan di sebelah paling kanan.
c. Narkotika dan Psikotropika yang keluar dan masuk dicatat pada
kartu stok obat.

19
5. Kartu stok obat dimasukkan ke dalam setiap box dan harus selalu
tersimpan di dalam lemari.
6. Lemari harus selalu terkunci, kunci disimpan oleh Apoteker yang
diberi kewenangan.

2.5.9 Penggolongan Obat


1. Obat Bebas
Obat bebas yaitu obat yang boleh dijual bebas dan tidak
berbahaya. Masyarakat dapat menggunakannya sendiri tanpa
pengawasan dokter. Obat ini pada kemasannya terdapat lingkaran
berwarna hijau dengan garis tepi berwarna hitam, sesuai dengan SK
MENKES No. 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Untuk
Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas


2. Obat Bebas Terbatas
Obat bebas terbatas adalah obat keras yang diberi batas pada
setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati
penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini
dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat ini mempunyai tanda khusus
yaitu lingkaran berwarna biru dengan garis tepi berwarna hitam
sesuai SK MENKES No.2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus
Untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas.

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas


3. Obat Keras
Obat keras adalah obat-obatan yang tidak digunakan untuk
keperluan tehnik yang memiliki khasiat untuk mengobati,
menguatkan, mendesinfeksikan dan lain-lain pada tubuh manusia,

20
baik dalam kemasan maupun tidak. Obat ini memiliki tanda khusus
yaitu lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna
hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi sesuai Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SK/VIII/86
mengenai Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. Contoh: antibiotika:
Amoxicillin, cefixime, azithromycin. Obat antihipertensi: captopril,
amlodipine, candesartan. Obat antidiabetik : glibenklamid,
metformin.

Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras


4. Obat Narkotika
Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009
tentang Narkotika. Ketentuan umum Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menjelaskan
definisi narkotika yaitu obat atau zat yang berasal dari tanaman
atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat
menimbulkan ketergantungan, hilangnya rasa, mengurangi sampai
menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan penurunan atau
perubahan kesadaran. Narkotika hanya digunakan untuk
pengembangan ilmu pengetahuan atau kepentingan pelayanan
kesehatan.

Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika


5. Obat Psikotropika
Menurut UU No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika,
psikotropika yaitu zat atau obat bukan narkotika, baik alamiah
maupun sintetis yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
selektif pada susunan saraf pusat yang dapat menyebabkan

21
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku pemakainya.
Obat psikotropika dapat menimbulkan ketergantungan dan dapat
disalahgunakan.
Menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, pasal 3
tentang Psikotropika, tujuan pengaturan di bidang psikotropika
adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah
terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan untuk memberantas
peredaran gelap psikotropika. Tanda khusus pada obat psikotropika
sama dengan obat keras yaitu lingkaran bulat berwarna merah
dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh
garis tepi.

Gambar 2.5 Penandaan Obat Psikotropika

22
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Sejarah Berdirinya Apotek Ananda

Apotek Ananda merupakan usaha yang bergerak dalam bidang


pelayanan kesehatan kepada masyarakat khususnya jual beli obat. Apotek
Ananda merupakan perusahaan perseorangan yang didirikan oleh Dr.
Humairah selaku pemilik sarana apotik dan merupakan dokter umum.
Apotek Ananda berdiri pada tanggal 14 Februari 2014 yang beralamat di Jl.
Dr. M. Hatta, Kecamatan Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu.
Pada awalnya pemilik Apotek Ananda yang merupakan dokter umum
hanya menjalankan praktek mandiri di klinik dan memberikan obat secara
dispensing atau penyerahan resep kepada pasien dan pasien membeli obat
tersebut secara mandiri. Tetapi sejak tahun 2014 Dr. Humairah memutuskan
untuk membuka apotek sendiri, sehingga memudahkan para pasien untuk
membeli obat secara langsung disana tanpa harus membeli ke apotek lain.
Apotek Ananda juga sudah bekerjasama dengan BPJS (Badan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial) selam 9 tahun. Pemilik Apotek Ananda
yang merupakan seorang dokter umum di Baturaja, merupakan dokter
pertama di Baturaja yang memegang ASKES (Asuransi Kesehatan) atau
sekarang yang lebih dikenal dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat).
Untuk membuka apotek pemilik harus menyiapkan dan memenuhi
segala persyaratan dan izin seperti yang tercantum dalam Peraturan
Kementerian Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Pasal 30. Seperti Surat Izin
Mendirikan Bangunan, perizinan lingkungan, kelangkapan sarana dan
prasarana (seperti lemari, rak, alat racik, lemari pendingin, AC, dll), Surat
Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA),
perizinan tenaga teknis kefarmasian, dll.

23
3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah tempat atau objek untuk diadakan suatu
penelitian. Lokasi penelitian beralamat di Jl. Dr. M. Hatta, Kecamatan
Baturaja Timur, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Lokasi Apotek
Ananda sangat strategis dikarenakan berdekatan dengan dua Rumah
Sakit besar yaitu RS. Dokter Ibnu Sutowo Baturaja dan RST. DKT Dr.
Noesmir Baturaja. Selain itu dekat juga dengan pemukiman penduduk
karena letaknya di tengah kota Baturaja. Apotik ini melayani setiap
hari dengan memulai waktu pelayanan dari jam 07.00 - 21.00 malam.

Gambar 3.1 Lokasi Penelitian Gambar 3.2 Peneliti & Informan

3.1.2 Visi dan Misi


1. Visi : menjadi Apotek yang amanah dan terpercaya dengan
mengedepankan pelayanan yang profesional serta berkualitas demi
kepuasan pasien atau konsumen.
2. Misi : memberikan pelayanan yang bermutu dan profesional
melalui sistem kerja yang efektif dan efisien, menyediakan obat
dan alat kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat, menjadikan masyarakat Indonesia yang sehat
khususnya dalam bidang kesehatan jasmani.

24
3.1.3 Struktur Organisasi

Gambar 3.3 Struktur Organisasi

3.2 Ruang Lingkup Kegiatan Perusahaan


Apotek Ananda adalah apotek retail yang menjual obat dengan izin
dari BPOM, kosmetik, minuman herbal, susu, dan lainnya. Jenis obat-
obatan yang dijual juga beragam, mulai dari obat bebas, obat bebas terbatas,
obat keras hingga obat herbal atau tradisional. Apotek Ananda juga dapat
meracik obat sesuai yang diresepkan, baik dokter dari luar maupun dari
dalam apotek sendiri. Permintaan obat yang masuk perharinya bisa
mencapai kurang lebih 75 resep obat. Baik dari pasien yang memakai KIS
(Kartu Indonesia Sehat) maupun dari pasien Umum. Proses tersebut
dilakukan oleh tenaga yang benar-benar ahli didalamnya, seperti apoteker
penanggung jawab, apoteker pendamping atau asisten apoteker. Adapun
keuntungan yang didapatkan oleh Apotek Ananda perbulannya bisa
mencapai Rp 80.000.000,00.
Dalam sistem manajemennya ada beberapa divisi dalam Apotek
Ananda yaitu pemilik usaha, 1 orang Apoteker penanggung jawab, 1 orang
apoteker pendamping atau asisten apoteker, 1 orang kasir dan 1 orang
karyawan. Berikut pembagian tugas dan tanggung jawab secara bertingkat
yaitu sebagai berikut :

25
1. Pemilik Apotek dalam hal ini orang yang mempunyai Apotek yang
memberikan perlindungan baik secara hukum maupun secara teknik.
2. Apoteker penanggung jawab bertugas sebagai penanggung jawab segala
hal yang berhubungan dengan obat-obatan dan segala kegiatan apotek.
3. Asisten apoteker bertugas menarik obat-obatan yang dipesan melalui
resep dan penanggung jawab yang berhubungan dengan obat di bawah
pengawasan apoteker.
4. Karyawan, karyawan disini mempunyai tugas yaitu pelayanan langsung
kepada konsumen.
5. Kasir, bertugas menerima pembayaran atau administrasi kepada
konsumen.
Pelayanan kefarmasian di Apotek Ananda meliputi dua kegiatan, yaitu
kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi,
bahan medis habis pakai dan pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut
didukung oleh sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang ada.
Pengelolaan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai
ketentuan peraturan Undang-undang yang berlaku meliputi perencanaan
barang, pengadaan barang, penerimaan barang, penyimpanan barang,
pemusnahan barang yang sudah tidak terpakai atau kadaluarsa,
pengendalian atau pendistribusian barang, pencatatan barang dan pelaporan
barang.
Kegiatan pelaporan keluar masuk barang atau obat-obatan serta stok
yang tersisa dilakukan setiap hari, berupa laporan tertulis dari laporan
harian, bulanan dan tahunan. Selain itu pelaporan keuangan juga dilakukan
dalam bentuk laporan tertulis harian, bulanan dan tahunan. Pengecekan
barang atau obat yang sudah kadaluarsa dilakukan setiap hari yaitu di pagi
hari.
Adapun kegiatan pemusnahan barang atau obat-obatan yang sudah
tidak terpakai atau kadaluarsa dilakukan berdasarkan peraturan yang sudah
ditetapkan. Jika barang atau obat yang sudah kadaluarsa tidak bisa
dikembalikan kepada perusahaan yang membuat obat, maka barang atau
obat tersebut harus dimusnahkan dengan cara ditimbun di dalam tanah

26
setelah dihancurkan terlebih dahulu (berbentuk tablet atau kapsul), dibuang
melalui saluran pembuangan (berbentuk cair seperti, sirup dan cairan infus),
dan membakar obat yang telah dimasukkan kedalam wadah yang terbuat
dari kertas dan karton yang tidak bisa didaur ulang. Pemusnahan barang
atau obat-obatan ini dilakukan setelah mengajukan surat pemusnahan ke
Dinas Kesehatan, setelah pihak Dinas Kesehatan memberikan izin dan
arahan barulah pemusnahan barang atau obat-obatan dilakukan bersama
beberapa Polisi, pihak Dinas Kesehan dan petugas farmasi.
Pelayanan farmasi klinik di apotek meliputi pengkajian dan pelayanan
resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan
kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat
(PTO), monitoring efek samping obat (MESO). Dalam penelitian ini
dilakukan observasi dan wawancara untuk mendeskripsikan pelayanan
kefarmasian di Apotek Ananda berupa pengkajian dan pelayanan resep,
dispensing yang disertai informasi obat.
Kegiatan pengkajian Resep meliputi administratif, kesesuaian
farmasetik dan pertimbangan klinis. Kajian administratif meliputi : Nama
pasien, umur, jenis kelamin, berat badan, nama dokter, nomor Surat Izin
Praktik (SIP), nomor telepon dan paraf dokter, tanggal penulisan resep.
Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk dan kekuatan sediaan,
stabilitas dan kompatibilitas (ketercampuran obat). Sedangkan pertimbangan
klinis meliputi : ketepatan indikasi dan dosis obat, aturan cara dan lamanya
penggunaan obat, duplikasi atau polifarmasi, reaksi obat yang tidak
diinginkan (alergi, efek samping obat, manifestasi klinis lain),
kontraindikasi, dan interaksi.
Adapun kegiatan dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan dan
pemberian informasi obat. Setelah melakukan pengkajian Resep dilakukan
hal sebagai berikut :
a. Menyiapkan Obat sesuai dengan permintaan Resep:
1) Menghitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan Resep.

27
2) Mengambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan
memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa dan keadaan fisik
obat.
b. Melakukan peracikan obat bila diperlukan.
c. Memberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi:
1) Warna putih untuk obat dalam atau oral.
2) Warna biru untuk obat luar dan suntik.
3) Menempelkan label “kocok dahulu” pada sediaan bentuk suspensi
atau emulsi.
4) Memasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat
yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan
yang salah.
Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan
kembali mengenai penulisan nama pasien pada etiket, cara penggunaan serta
jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep).
Walaupun semua kegiatan sudah dilakukan berdasarkan prosedur dan
persyaratan yang telah ditetapkan, masih terdapat kesalahan dalam
pelaksanaan pelayanan kefarmasian di Apotek Ananda baik dari segi
pelayanan kefarmasian maupun pengelolaan kesediaan farmasi. Seperti
kesalahan pemberian obat kepada pasien karena terlalu banyaknya resep
permintaan obat yang masuk dan kehabisan stok barang atau obat-obatan
dikarenakan keterlambatan pengiriman barang oleh pemasok barang atau
permintaan obat yang meningkat sehingga mengakibatkan kehabisan stok
barang atau obat-obatan.

28
BAB IV
HASIL OBSERVASI

4.1 Risiko Yang Terjadi Di Perusahaan


4.1.1 Risiko Operasional dan Usaha Mengatasinya
Dalam manajemen risiko apotek yang paling sering terjadi yaitu
risiko operasional. Risiko operasional (operational risk) adalah risiko
kerugian yang diakibatkan oleh kegagalan atau tidak memadainya
proses internal, manusia dan sistem, atau sebagai akibat dari kejadian
eksternal. Tahap awal dalam proses manajemen risiko oprasional yaitu
identifikasi risiko oprasional yang dilaksanakan bertujuan untuk
mengidentifikasi seluruh risiko yang mempengaruhi kerugian terhadap
oprasional bank dan juga mempengaruhi laba rugi perusahaan.
Dalam tahap pendirian Apotek, pemilik usaha membutuhkan
waktu kurang lebih 1 bulan untuk mengurus berbagai macam
perizinan yang dibutuhkan. Pemilik juga banyak mengalami kendala
dalam pengurusan izin pendirian apotek, mulai dari IMB (Izin
Mendirikan Bangunan), perizinan lingkungan, kelangkapan sarana dan
prasarana (seperti lemari, rak, alat racik, lemari pendingin, AC, dll),
Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), Surat Izin Praktik Apoteker
(SIPA), perizinan tenaga teknis kefarmasian, dll. Sebab pada tahun
2014 saat didirikannya Apotek Ananda pengurusan perizinan
pendirian apotek masih dilakukan secara manual atau dengan
mendatangi kantor dinas satu persatu untuk melengkapi segala
persyaratan yang dibutuhkan, tidak seperti sekarang yang semuanya
sudah dilakukan secara digital atau online. Contohnya ketika ingin
perpanjang izin apotek sudah bisa dilakukan secara online.
Resiko yang pernah terjadi di Apotek Ananda salah satunya
yaitu kesalahan petugas farmasi dalam memberikan obat yang
dibutuhkan pasien. Hal itu terjadi pada saat permintaan resep obat
yang masuk terlalu banyak, yang menyebabakan terjadinya kekeliruan

29
dalam memberikan jenis obat. Pada resep obat yang diberikan pasien
tertulis obat yang harus diberikan itu berupa tablet tetapi obat yang
diberikan oleh petugas farmasi berupa sirup. Beruntungnya petugas
farmasi langsung menyadari kekeliruan tersebut.
Petugas farmasi menyadari terjadinya kesalahan ketika
mengeriksa kembali resep obat yang masuk. Segera setelah petugas
farmasi menyadari terjadi kesalahan pemberian obat pada pasien
tersebut, petugas farmasi segera menyiapkan kembali obat yang benar.
Petugas farmasi juga langsung mendatangi rumah pasien yang
bersangkutan untuk melakukan permintaan maaf kepada pasien
tersebut dan memberikan obat yang benar. Beruntungnya pasien
tersebut belum meminum obatnya dan ia mengetahui bahwa ada
kekeliruan dalam pemberian obat, sehingga obat tersebut tidak
diminum oleh pasien yang bersangkutan.
Pada petugas farmasi yang telah melakukan kekeliruan tersebut
diberikan sanksi berupa teguran lisan dan peringatan oleh pemilik
perusahaan agar lebih teliti dan berhati-hati saat memeriksa resep dan
memberikan obat kepada pasien. Hal itu bisa mengakibatkan
kehilangan pelanggan, pelanggan merasa tidak puas dan dapat
membahayakan nyawa pelanggan.

4.1.2 Risiko FRAUD dan Usaha Mengatasinya


Pengertian fraud menurut the Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), fraud adalah perbuatan yang melawan hukum
yang dilakukan secara sengaja untuk tujuan tertentu, seperti
manipulasi atau memberikan laporan yang keliru terhadap pihak lain.
Tindakan tersebut bisa dilakukan oleh orang dari dalam maupun luar
organisasi untuk meraup keuntungan pribadi. 
Risiko fraud merupakan risiko yang signifikan yang dapat
mengancam keberlangsungan usaha. Risiko fraud juga dapat sangat
berpengaruh pada kinerja dan laporan kinerja Perusahaan. Fraud atau
kecurangan tersebut, selain memberi keuntungan bagi pihak yang
melakukannya, membawa dampak yang cukup fatal, seperti misalnya

30
hancurnya reputasi organisasi, kerugian organsisasi, kerugian
keuangan Negara, rusaknya moril karyawan serta dampak-dampak
negatif lainnya.
Fraud ini bisa terjadi kapan saja dan dimana saja selama terdapat
kesempatan dan minimnya kontrol, baik pada bisnis skala kecil dan
skala besar. Seperti halnya pada bisnis Fasilitas Kesehatan atau
Apotek juga terdapat banyak potensi-potensi kecurangan yang bisa
dilakukan karena dalam pelayanannya melibatkan banyak sumber
daya manusia dan sumber daya lainnya. Maka dari itu sangat penting
sekali bagi Fasilitas Kesehatan atau Apotek untuk bisa mengetahui
potensi-potensi terjadinya kecurangan karena tindakan kecurangan ini
bisa saja dilakukan oleh siapa saja.
Pada Apotek Ananda fraud pernah terjadi dari segi pengadaan
barang atau obat-obatan. Ketersediaan barang atau obat di apotek
merupakan faktor penting, pada saat barang atau obat yang diminta
pasien ada atau tersedia maka banyak kesempatan besar untuk
marketing dapat closing penjualan ke pasien, dan pendapatan akan
semakin meningkat. Sebaliknya jika barang atau obat yang diminta
pasien tidak tersedia maka pasien akan mencari barang atau obat
tersebut di apotek lain, dan pendapatan yang didapat akan berkurang.
Hal itu juga akan mengakibatkan perusahaan kehilangan pelanggan,
pelanggan merasa tidak puas, mengurangi loyalitas apotek,
membahayakan upaya pemasaran, dan menghalangi perencanaan
penjualanan.
Kesalahan yang terjadi yaitu ketika petugas farmasi sudah
mengirimkan daftar barang atau obat-obatan yang ingin dipesan
kepada pemasok barang, pihak pemasok barang sudah memeriksa
barang atau obat apa saja yang dipesan dan sudah menyetujui untuk
mengirimkan barang atau obat yang diminta.
Petugas farmasi dan pihak pemasok barang sudah menyetujui
tanggal pengiriman dan tanggal penerimaan barang, tetapi pada
tanggal yang telah disetujui barang atau obat-obatan yang telah

31
dipesan belum datang atau mengalami keterlambatan. Itu akibat dari
kesalahan pihak pemasok barang yang terlambat mengirimkan barang
atau obat-obatan tersebut dan pengiriman barang tidak sesuai dengan
tanggal yang telah disetujui. Hal itu mengakibatkan kerugian yang
besar bagi pihak Apotek, karena kehabisan stok barang atau obat-
obatan sedangkan permintaan obat dari pasien saat itu sedang
meningkat.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah
petugas farmasi akan mengsubsitusi barang atau obat yang beda
merek dagang tapi komposisi sama, beda merek dagang dan
komposisi beda tetapi khasiatnya sama, misal ada obat mahal di
subsitusi ke obat generik. Tujuanya untuk mendapatkan perbekalan
farmasi dengan harga yang layak, dengan mutu yang baik. Atau
petugas farmasi membeli barang atau obat-obatan yang dibutuhkan ke
Apotek lain (Depkes RI, 2008).
Pihak Apotek Ananda juga harus melakukan pembaharuan
dalam pengelolaan manajemen pengadaan barang agar tidak terjadi
kesalahan yang serupa. Sedangkan kepada pihak pemasok obat harus
dilakukan komunikasi yang lebih baik lagi, agar tidak terjadi
keterlambatan pengiriman barang atau obat-obatan atau kesalahan
yang lainnya.
Sedangkan untuk strategi pemasaran, Apotek Ananda tidak
melakukan promosi. Untuk bersaing dengan Apotek yang lain Apotek
Ananda melakukan strategi pemasan dengan melengkapi jenis barang
dan obat-obatan yang dibutuhkan oleh para pasien dan menyetarakan
harga obat dengan apotek yang lain. Para pelanggan di Apotek
Ananda adalah para pasien yang berobat Klinik Ananda dan para
pasien yang sudah tau. Itu didukung dari lokasi Apotek yang strategis
berdekatan dengan dua Rumah Sakit besar di Baturaja.

32
BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan
manajemen risiko sangat dibutuhkan dalam menjalankan sebuah usaha
untuk mendapatkan hasil yang optimal. Tanpa penerapan manajemen risiko
usaha yang dijalankan akan menjadi tidak stabil, kerangka kerja dalam
perusahaan menjadi tidak efektif dan efisien dan dapat menyebabkan
kerugian bahkan kebangkrutan.
Tidak terkecuali pada Apotek Ananda. Di Apotek Ananda penerapan
manajemen risiko sangat berpengaruh dalam melakukan kegiatan pelayanan
kefarmasian dan pengadaan barang. Dalam melakukan pelayanan
kefarmasian kepada para pasien, petugas farmasi harus mengikuti prosedur
dan manajemen risiko yang telah ditetapkan, serta harus lebih teliti agar
tidak terjadi kesalahan pemberian jenis obat kepada pasien. Karena apabila
terjadi kesalahan akan menimbulkan hal yang sangat merugikan orang lain
bahkan fatal kepada pasien.
Di dalam pengadaan barang atau obat-obatan juga manajemen risiko
sangat diperlukan untuk menghindari kehabisan stok barang dan obat-
obatan yang dibutuhkan oleh pasien. Komunikasi kepada pemasok barang
harus diperbaiki, agar tidak terjadi kesalahan dan kekeliruan dalam
pengiriman barang.
Kedua masalah tersebut akan menimbulkan kerugian bagi perusahaan,
seperti akan kehilangan pelanggan, pelanggan merasa tidak puas,
mengurangi loyalitas apotek, membahayakan upaya pemasaran, dan
menghalangi perencanaan penjualanan.

33
LAMPIRAN

TRANSKRIP REKAMAN WAWANCARA

Nama Informan : Hera Warlina, Amf


Ahli Bidang : Asisten Apoteker
Tanggal : 18 April 2023

Materi Wawancara
Peneliti Mbak Hera (Informan) sudah bekerja di Apotek Ananda berapa
lama ?
Informan Saya bekerja di sini sudah 10 tahun.
Peneliti Siapa pendiri Apotek Ananda dan tahun berdiri ?
Informan Dr. Humairah. Apotek Ananda didirikan pada 14 Februari 2014.
Peneliti Sejarah usaha ? Bagaimana pendiri memutuskan untuk membuka
usaha ?
Informan Pada awalnya pemilik Apotek Ananda yang merupakan dokter
umum hanya menjalankan praktek mandiri di klinik dan
memberikan obat secara dispensing atau penyerahan resep kepada
pasien dan pasien membeli obat tersebut secara mandiri. Tetapi
sejak tahun 2014 Dr. Humairah memutuskan untuk membuka
apotek sendiri, sehingga memudahkan para pasien untuk membeli
obat secara langsung disana tanpa harus membeli ke apotek lain.
Peneliti Awal mula merintis usaha, apa saja kendala yang dihadapi ?
Informan Kendala yang dihadapi pada saat mendirikan usaha ini banyak.
Perencanaan membuka apotek sendiri sudah direncanakan sejak
akhir tahun 2013. Pada bulan Januari 2014 masih dilakukan proses
pengurusan surat-surat perizinan yang dibutuhkan, seperti Surat
Izin Mendirikan Bangunan, Surat Tanda Registrasi Apoteker
(STRA), Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), perizinan tenaga
teknis kefarmasian, Surat Izin Usaha Berbasis Risiko, dll. Semua
itu membutuhkan waktu selama hampir satu bulan lebih, karena

34
pada saat itu semua izin dilakukan secara manual dengan
mendatangi kantor dinas satu persatu tidak seperti sekarang yang
sudah bisa dilakukan secara online. Barulan pada tanggal 14
Februari 2014 Apotek Ananda diresmikan.
Peneliti Apa saja yang dibutuhkan untuk mendirikan usaha ?
Informan Yang dibutuhkan untuk mendirikan apotek Ananda adalah Surat
Izin Mendirikan Bangunan, perizinan lingkungan, kelangkapan
sarana dan prasarana (seperti lemari, rak, alat racik, lemari
pendingin, AC, dll), Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA),
Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), perizinan tenaga teknis
kefarmasian, dll.
Peneliti Apakah apotik bekerjasama dengan perusahaan kesehatan lain
seperti BPJS?
Informan Apotek Ananda sudah bekerja sama dengan BPJS selama 15 tahun
lebih. Karena Dr. Humairah selaku pemilik Apotek Ananda adalah
dokter pertama di Baturaja yang memegang ASKES yang
sekarang sudah dikenal dengan KIS (Kartu Indonesia Sehat).
Peneliti Berapa banyak pegawai apotik saat ini ? Apa saja tugasnya ?
Informan Pegawai yang bekerja di Apotek Ananda ada 1 orang Apoteker, 1
orang Teknik Farmasi atau Asisten Apoteker, dan 2 orang
Administrasi. Tugas Apoteker sebagai penanggung jawab atau
pengelola di Apotek. Tugas Asisten Apoteker mengontrol obat di
dalam apotek sekaligus memesan jika ada obat yang habis,
mengecek keluar masuk obat. Sedangkan tugas Administrasi
melakukan pelayanan kepada para pelanggan.
Peneliti Berapa lama apotik dibuka dan dimulai pukul berapa ?
Informan Apotek Ananda dibuka pukul 07.00 pagi sampai 09.00 malam.
Peneliti Jenis produk obat-obatan apa saja yang dijual ? dan bagaimana
penetapan harganya?
Informan Hampir seluruh jenis obat-obatan disediakan di Apotek Ananda.
Mulai dari obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras hingga obat
herbal atau tradisional. Dan untuk penetapan harga disetarakan

35
dengan apotek yang lain. Yang jelas dari harga modal ditambah
11% untuk pajak.
Peneliti Berapa rata-rata omset perbulan/pertahun ?
Informan Omset perbulan berkisar 60-80 juta rupiah.
Peneliti Rata-rata resep obat perhari ada berapa banyak ?
Informan Resep perhari untuk pasien BPJS bisa mencapai 60 resep perhari
dan untuk pasien umum 10-15 resep perhari.
Peneliti Bagaimana keadaan lingkungan kerja ?
Informan Lingkungan kerja nyaman dan kekeluargaan.
Peneliti Apa saja kegiatan yang dilakukan ?
Informasi Kegiatan yang setiap hari dilakukan pertama mengecek stok obat
apa saja yang sudah berkurang, obat yang sudah mendekati
kadaluarsa dan obat yang sering dibutuhkan pasien itu harus selalu
ada. Mengecek suhu ruangan, karena ada beberapa obat yang
memang harus disimpan di tempat penyimpanan dengan suhu
tertentu. Kegiatan selanjutnya yaitu melayani resep.
Peneliti Bagaimana manajemen yang ditetapkan ?
Informan 1) Dari manajemen perencanaan, biasanya melakukan pemesanan
obat yang dibutuhkan dan permintaan dari dokter. 2) Sedangkan
penerimaan obat atau barang itu bisa dilakukan oleh siapa saja
yang ada di apotek dan merupakan karyawan apotek. 3) Untuk
penyimpanan obat digolongkan berdasarkan jenis obat, karena ada
beberapa obat yang harus disimpan di dalam kulkas yang
memerlukan suhu tinggi. 4) Cara pemusnahan obat yang sudah
kadaluarsa biasanya jika tidak bisa dikembalikan kepada
perusahaan yang memproduksi obat, maka dilakukan pemusnahan
dengan mengajukan surat pemusnahan ke Dinas Kesehatan.
Setelah Dinas Kesehatan memberikan izin dan arahan untuk
memusnahkan obat tersebut, barulah dilakukan pemusnahan obat
bersama beberapa anggota Kepolisian, anggota Dinas Kesehatan
dan Karyawan apotek. 5) Untuk kegiatan pelaporan kegiatan
dilakukan dalam bentuk laporan tertulis perhari, perbulan dan

36
pertahun.
Peneliti Apa saja resiko yang dialami dan cara mengatasinya ?
Informan Resiko yang sering dihadapi yaitu melayani pasien yang susah
diberitahu atau orang awam yang tidak mengerti obat, pasien yang
suka memaksa untuk membeli obat contohnya pasien yang ingin
membeli obat darah tinggi, tetapi ketika ditanya tekanan darahnya
berapa pasien tersebut tidak tahu dan pasien tersebut marah karena
merasa tidak nyaman. Disitu kesulitannya, karena ketika
memberikan obat kepada pasien, petugas apotek harus tau dulu
kondisi pasien, apa yang dirasakan dan takut terjadi efek samping
yang tidak diinginkan.
Peneliti Strategi pemasaran apa yang dilakukan ?
Informan Strategi pemasan yang dilakukan yaitu memperlengkap jenis
barang dan obat-obatan yang dijual. Sedangkan untuk promosi
pemasaran tidak dilakukan, karena para pelanggan yang datang ke
Apotek Ananda adalah para pasien yang berobat dan pasien yang
sudah tau.
Peneliti Bagaimana cara meningkatkan strategi agar dapat bersaing dengan
apotek yang lain ?
Informan Dengan cara menyetarakan harga obat yang dijual dengan apotek
yang lain dan memperlengkap jenis obat yang dijual.
Peneliti Bagaimana cara menstok keluar dan masuknya barang/obat ?
apakah ada masalah atau tidak ?
Informan Masalah yang sering terjadi yaitu kehabisan stok obat. Dan cara
mengatasinya yaitu kami membeli obat di apotek yang lain.
Dengan tidak mengubah harga jual.
Peneliti Selama apotik dibuka dan beroperasi pasti ada masalah atau
kesalahan yang dilakukan, bagaimana cara mengatasinya ?
Informan Kesalahan yang pernah dilakukan yaitu salah memberikan obat
kepada pasien. Karena saat itu keadaan sedang sangat ramai dan
para pasien mendesak ingin dilayani dengan cepat. Terjadi
kekeliruan dalam memberikan obat kepada pasien, dalam resep

37
ditulis jika obat yang harus diberikan itu berbentuk obat tablet
tetapi yang diberikan oleh petugas farmasi obat sirup. Dan
beruntungnya petugas farmasi langsung menyadari kekeliruan
tersebut. Cara mengatasinya yaitu dengan mendatangi rumah
pasien, melakukan permintaan maaf dan memberikan obat yang
benar. Beruntungnya pasien tersebut belum meminum obat dan ia
mengetahui bahwa obat yang diberikan merupakan obat yang
tidak seharusnya ia minum. Dan masalah tersebut selesai secara
kekeluargaan.

38
DOKUMENTASI

39

Anda mungkin juga menyukai