Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN UMUM PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DI PT. KIMIA FARMA APOTEK


PERIODE 05 AGUSTUS 2019 - 05 SEPTEMBER 2019

LAPORAN UMUM PRAKTEK KERJA LAPANGAN

DISUSUN OLEH:

ATRI KARMELIA (F1F116007)


CINDY KARTIKA BR SITEPU (F1F116024)

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2019
LAPORAN UMUM PRAKTEK KERJA LAPANGAN
DI PT. KIMIA FARMA APOTEK
PERIODE 05 AGUSTUS 2019 – 05 SEPTEMBER 2019

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Gelar Sarjana pada Program Studi Farmasi

DISUSUN OLEH:

ATRI KARMELIA (F1F116007)


CINDY KARTIKA BR SITEPU (F1F116024)

PROGRAM STUDI FARMASI


JURUSAN FARMASI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
2019

75
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN UMUM APOTEK KIMIA FARMA 299 RAWASARI JAMBI

Oleh :

ATRI KARMELIA (F1F116007)


CINDY KARTIKA BR SITEPU (F1F116024)

Disetujui :

Pembimbing Magang,

Tifanil Trada, S.Farm., Apt

Diketahui:

Wakil Dekan Bidang Akademik


Kerjasama dan Sistem Informasi Ketua Jurusan Farmasi
Fakultas Sains dan Teknologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Jambi, Universitas Jambi,

Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si Elisma, S.Farm., M.Farm., Apt.


NIP. 19720705 200003 1003 NIP. 19851021 201404 2001

i
PRAKATA

Segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Umum Magang Di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari Jambi.
Penulisan Laporan Magang ini dibuat untuk memenuhi salah satu
syarat dalam mencapai gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Jambi. Dalam Penyusunan Laporan Magang ini tidak terlepas dari
bantuan berupa dukungan, bimbingan, arahan, hingga bantuan sarana dan
prasarana dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu :
1. Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Akademik,
Kerjasama dan Sistem Informasi, Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Jambi.
2. Elisma, S.Farm., M.Farm., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
sekaligus Dosen Pembimbing Magang Program Studi Farmasi, Fakultas
Sains dan Teknologi, Universitas Jambi.
3. Bapak/Ibu Dosen Jurusan Farmasi Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Jambi.
4. Tifanil Trada, S.Farm., Apt selaku Apoteker sekaligus Pembimbing
Lapangan selama di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari.
5. Keluarga besar Apotek Kimia Farma 299 Rawasari yang telah
memberikan banyak ilmu selama kegiatan Magang.
6. Ayah dan Mama yang selalu memberikan doa dan supportnya.
7. Seluruh teman-teman Farmasi ANTASIDA angkatan 2016 yang saling
memberikan motivasi dan saran dalam pembuatan Laporan Magang ini.
8. Seluruh pihak yang turut terlibat dalam pembuatan Laporan Magang.
Penyusunan Laporan Magang ini telah disusun dengan sebaik-baiknya.
Namun penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan yang luput dari
perhatian. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca untuk penulisan Laporan Magang kedepannya.
Semoga Laporan Magang ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi
penulis dan bagi pembaca sekalian.

Jambi, 28 Agustus 2019

Penulis

ii
RINGKASAN

Praktek kerja lapangan dilakukan di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari. Praktek
Kuliah Lapangan (PKL) merupakan salah satu mata kuliah wajib program studi farmasi
yang menggantikan mata kuliah KKN (Kuliah Kerja Nyata). Tujuan dari praktek kerja
lapangan ini adalah untuk meningkatkan wawasan keilmuan tentang situasi dalam dunia
kerja, khususnya pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian yang ada di Apotek
Kimia Farma 299 Rawasari merupakan suatu pelayanan langsung dan bertanggung
jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien. Apotek Kimia Farma 299 Rawasari menjalankan fungsi sosialnya
terutama pelayanan bagi keluarga kurang mampu/miskin. Sedangkan pengelolaannya
dilakukan dengan prinsip bisnis agar Apotek Kimia Farma 299 Rawasari mampu mandiri,
dan mencapai omset penjualan yang diinginkan. Sejalan dengan kebutuhan masyarakat
yang tinggi terhadap kesehatan dan pendidikan, sejak Tahun 2013 Universitas Jambi
(UNJA) telah membuka Program Studi Farmasi sebagai salah satu upaya meningkatkan
ketersediaan tenaga medis Provinsi Jambi dan sekitarnya, untuk itu dilakukan praktek
kerja lapangan di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari untuk menunjang proses
pendidikkan calon Farmasis di Universitas jambi.

Kata kunci : Pekerjaan kefarmasian, Apotek, Kimia Farma 299 Rawasari

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................i
PRAKATA.................................................................................................. ii
RINGKASAN............................................................................................. iii
DAFTAR ISI.............................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN.................................................................................1
I.1 Latar Belakang............................................................................1
I.2 Tujuan Magang............................................................................2
I.3 Manfaat Magang..........................................................................2
II. TINJAUAN UMUM..............................................................................4
II.1 Apotek.........................................................................................4
II.2 Pengelolaan Apotek......................................................................9
II.3 Pengelolaan Sumber Daya.........................................................20
III. TINJAUAN KHUSUS.........................................................................23
III.1 Sejarah......................................................................................23
III.2 Visi Misi....................................................................................24
III.3 PT. Kimia Farma........................................................................24
III.4 Lokasi........................................................................................25
III.5 Struktur Organisasi...................................................................26
IV. PEMBAHASAN..................................................................................27
IV.1 Lokasi........................................................................................27
IV.2 Kategori Produk.........................................................................29
IV.3 Pelayanan Kefarmasian..............................................................32
IV.4 Administrasi Apotek..................................................................33
IV.5 Pengadaan.................................................................................33
IV.6 Sumber Daya Manusia..............................................................35
V. PENUTUP.........................................................................................36
V.1 Kesimpulan...............................................................................36
V.2 Saran........................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................38

iv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hak setiap warga negara Indonesia sesuai dengan
Undang-Undang dasar Republik Indonesia Tahun 1945 dan menurut Undang-
Undang No. 36 Tahun 2009 yang dimaksud dengan kesehatan itu sendiri
adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang
memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dimana kesehatan ini merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber
daya manusia yang berkualitas untuk menunjang pembangunan nasional.
Salah satu wujud pembangunan nasional adalah pembangunan
kesehatan yang bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga tercapai kesadaran, kemauan, dan
kemampuan masyarakat untuk hidup sehat. Pembangunan kesehatan pada
dasarnya menyangkut semua segi kehidupan, baik fisik, mental, maupun sosial
ekonomi. Untuk mencapai pembangunan kesehatan yang optimal dibutuhkan
dukungan sumber daya kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan
kesehatan yang optimal. Salah satu sarana penunjang kesehatan yang berperan
dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah
apotek, termasuk di dalamnya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh
Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (Agatha, 2012).
Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan yang memiliki
peranan penting dalam meningkatkan kesehatan masayarakat, harus mampu
menjalankan fungsinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian dengan
baik, yang berorientasi langsung dalam proses penggunaan obat pada pasien.
Selain menyediakan dan menyalurkan obat serta perbekalan farmasi, apotek
juga merupakan sarana penyampaian informasi mengenai obat atau persediaan
farmasi secara baik dan tepat, sehingga dapat tercapai peningkatan kesehatan
masyarakat yang optimal dan mendukung penyelenggaraan pembangunan
kesehatan (KEPMENKES, 2012).
Di samping berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan dan unit
bisnis, apotek juga merupakan salah satu tempat pengabdian dan praktik
tenaga teknis kefarmasian dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Pekerjaan
kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi,
pengamanan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusi atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat,

1
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (PP No.51 Tahun
2009). Semua aspek dalam pekerjaan kefarmasian tersebut dapat disebut juga
sebagai pelayanan kefarmasian. Dimana suatu sitem pelayanan kesehatan
dikatakan baik, bila struktur dan fungsi pelayanan kesehatan dapat
menghasilkan pelayanan kesehatan yang memenuhi persyaratan sebagai
berikut : tersedia, adil, dan merata, tercapai, terjangkau, dapat diterima, wajar,
efektif, efisien, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, bermutu, dan
berkesinambungan (Azwar, 1996).
Pelayanan kefarmasian semula berfokus pada pengelolaan obat sebagai
commodity menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun seiring berjalannya waktu dan
semakin mudahnya informasi tentang obat yang diperoleh oleh masyarakat,
maka saat ini terjadi perubahan paradigm pelayanan kefarmasian dari drug
oriented menjadi patient oriented yang mengacu pada pharmaceutical care yang
mengharuskan pharmacist untuk meningkatkan kemampuan berinteraksi
dengan pasien maupun dengan tenaga kesehatan lainnya. Selain itu seorang
farmasi juga harus mengetahui mengenai sistem manajemen di apotek
(KEPMENKES, 2004).
Mengingat tidak kalah pentingnya peranan Tenaga Teknis Kefarmasian
dalam menyelenggarakan apotek, kesiapan institusi pendidikan dalam
menyediakan sumber daya manusia calon Tenaga Teknis Kefarmasian yang
berkualitas menjadi faktor penentu. Oleh karena itu, Program Studi Farmasi
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Jambi bekerja sama dengan PT. Kimia
Farma Apotek menyelenggarakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Kimia
Farma 299 Rawasari Jambi yang berlangsung tanggal 03 Juli 2019- 02 Agustus
2019. Melalui kegiatan ini diharapkan mahasiswa calon farmasis mendapatkan
ilmu dan pengalaman kerja yang nantinya dapat diterapkan secara nyata dalam
menjalankan perannya sebagai seorang farmasis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Kimia
Farma Apotek adalah:
1. Membekali calon farmasis berupa wawasan, pengalaman, teknik
operasional kegiatan farmasi di apotek yang meliputi manajerial,
sosiologi, pelayanan kesehatan, serta komunikasi, informasi, edukasi
sehingga diharapkan dapat memahami peran farmasis di apotek.
2. Mengetahui strategi pengadaan, pengelolaan obat, dan pelayanan
perbekalan farmasi.

2
3. Mengetahui pelaksanaan pelayanan kefarmasian khususnya konsultasi
dan konseling di Apotek Kimia Farma.
4. Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab seorang farmasis di
apotek.
5. Mengetahui permasalahan-permasalahan yang terjadi di apotek, untuk
dijadikan gambaran dan pembelajaran bagi mahasiswa dan
mengahadapi dinamika lapangan kerja kemudian hari.
1.3 Manfaat
1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan sesuai peran farmasis di
apotek.
2. Menambah ilmu pengetahuan tentang strategi dalam hal mengelola obat,
perbekalan farmasi dan pendistribusiannya.
3. Mengetahui secara langsung pelaksanaan pelayanan kefarmasian.
4. Mengetahui Untuk mengetahui peran dan tanggung jawab seorang
farmasis di apotek.
5. Mendapatkan pengalaman dan pembelajaran dalam menghadapi
dinamika di lapangan kerja.

3
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Apotek
 Definisi
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016, Apotek
merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam pelayanannya
harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyiapkan
dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun
2017 Tentang Apotek, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan yang dimaksud
dengan Pelayanan Kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
kehidupan pasien.
Menurut peraturan Pemerintan Republik Indonesia Nomor 51 Tahun
2009, Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu
Sediaan Farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusi
atau penyalurannya obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional. Sediaan Farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetika. Dalam pengelolaannya apotek harus dikelola oleh
apoteker, yang telah mengucapkan sumpah jabatan yang telah memperoleh
Surat Izin Apotek (SIA) dari Dinas Kesehatan setempat.

 Tugas dan fungsi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek, apotek menyelenggarakan fungsi :
a. Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai; dan
b. Pelayanan farmasi klinik, termasuk di komunitas.
Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah
RI Nomor 26 Tahun 1969 Tentang Apotek, tugas san fungsi apotek adalah :
a. Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan.

23
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat.
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat
yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata.
d. Sebagai sarana informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan
lainnya.

 Persyaratan Apotek
Suatu apotek baru dapat beroperasi setelah mendapat Surat Izin
Apoteker (SIA). Surat Izin Apoteker (SIA) adalah surat yang diberikan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia kepada Apoteker atau Apoteker yang bekerja
sama dengan pemilik sarana apotek untuk menyelenggarakan pelayanan apotek
di suatu tempat tertentu (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2017 Tentang Apotek, pada BAB II pasal 4 menyebutkan persyaratan-
persyaratan Tenaga Kerja atau Personalia Apotek adalah sebagai berikut :
1. Lokasi
Jarak minimum antara apotek tidak lagi dipersyaratkan, tetapi tetap
mempertimbangkan segi penyebaran dan pemerataan pelayanan kesehatan,
jumlah penduduk, jumlah dokter, sarana pelayanan kesehatan dan hygiene
lingkungan. Selain itu apotek dapat didirikan di lokasi yang sama dengan
kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi (Firmansyah,
M., 2009). Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat mengatur persebaran
Apotek di wilayahnya dengan memperhatikan akses masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan kefarmasian.
2. Bangunan
Bangunan apotek harus mempunyai luas yang memadai sehingga dapat
menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi apotek (Firmansyah,
M., 2009). Persyaratan teknis bangunan apotek setidaknya terdiri dari
(Permenkes No. 9 Tahun 2017) :
a. Bangunan Apotek harus memiliki fungsi keamanan, kenyamanan, dan
kemudahan dalam pemberian pelayanan kepada pasien serta perlindungan
dan keselamatan bagi semua orang termasuk penyandang cacat, anak-anak,
dan orang lanjut usia.
b. Bangunan Apotek harus bersifat permanen.
c. Bangunan bersifat permanen dapat merupakan bagian dan/atau terpisah
dari pusat perbelanjaan, apartemen, rumah toko, rumah kantor, rumah
susun, dan bangunan yang sejenis.

24
3. Sarana, Prasarana, dan Peralatan
Bangunan Apotek paling sedikit memiliki sarana ruang yang berfungsi :
a. penerimaan Resep;
b. Pelayanan Resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas);
c. Penyerahan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan;
d. Konseling;
e. Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan; dan
f. Arsip.
Prasarana Apotek paling sedikit terdiri atas:
a. instalasi air bersih;
b. instalasi listrik;
c. sistem tata udara; dan
d. sistem proteksi kebakaran.
4. Tenaga Kerja atau Personel Apotek
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 2016 Tentang Perubaha atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan
pekerjaan kefarmasian yang terdiri atas apoteker dan tenaga teknis
kefarmasian. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai Apoteker
dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Tenaga teknis kefarmasian
adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalankan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga menengah Farmasi atau Asisten Apoteker.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1332/Menkes/SK/2002, personil apotek terdiri dari:
a. Apoteker Pengelola Apotek (APA) adalah apoteker yang telah memiliki Surat
Izin Apotek.
b. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang bekerja di apotek di samping
APA dan atau menggantikan pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek.
c. Apoteker Pengganti adalah Apoteker yang menggantikan APA selama APA
tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus- menerus,
telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di
apotek lain.
d. Asisten Apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-
undangan berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten
apoteker yang berada di bawah pengawasan apoteker.

25
Selain itu, terdapat tenaga lainnya yang dapat mendukung kegiatan di
apotek yaitu (Umar, M., 2011):
e. Juru resep adalah petugas yang membantu pekerjaan asisten apoteker.
f. Kasir adalah orang yang bertugas menerima uang, mencatat penerimaan,
dan pengeluaran uang.
g. Pegawai tata usaha adalah petugas yang melaksanakan administrasi apotek
dan membuat laporan pembelian, penjualan, penyimpanan, dan keuangan
apotek.
Surat Izin Praktek Tenaga Kefarmasian
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan
kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian
bekerja. Surat izin tersebut berupa :
a. SIPA bagi Apoteker; atau
b. SIPTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian (Permenkes No. 31 Tahun 2016)
Sebelum mendapatkan SIPTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus
mempunyai STRTTK. Untuk memperoleh STRTTK sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian, seorang Tenaga Teknis Kefarmasian harus memiliki Surat
Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK). STRTTK ini dapat
diperoleh jika seorang Tenaga Teknis Kefarmasian memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
a. Memiliki ijazah sesuai dengan pendidikannya;
b. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki
surat izin praktek;
c. Memiliki rekomendasi tentang kemampuan dari apoteker yang telah
memiliki STRA di tempat tenaga teknis kefarmasian bekerja; dan
d. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktek, dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan
permohonan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dan harus
melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker;
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat
izin praktik;

26
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian;
d. Surat rekomendasi kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki STRA,
atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian; dan
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan
ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar.

 Tata Cara Perizinan


Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9
Tahun 2017 Tentang Apotek, tata cara perizinan Apotek sebagai berikut :
1. Setiap pendirian Apotek wajib memiliki izin dari Menteri, yang kemudian
akan melimpahkan kewenangan pemberian izin kepada Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota berupa SIA.
2. SIA berlaku 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi
persyaratan.
3. Untuk memperoleh SIA, Apoteker harus mengajukan permohonan
tertulis kepada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan
menggunakan Formulir 1.
4. Permohonan SIA harus ditandatangani oleh Apoteker disertai dengan
kelengkapan dokumen administratif meliputi:
a. Fotokopi STRA dengan menunjukkan STRA asli;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP);
c. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak Apoteker;
d. Fotokopi peta lokasi dan denah bangunan; dan
e. Daftar prasarana, sarana, dan peralatan.
5. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak menerima
permohonan dan dinyatakan telah memenuhi kelengkapan dokumen
administratif, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menugaskan tim
pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan
Apotek dengan menggunakan Formulir 2.
6. Tim pemeriksa harus melibatkan unsur dinas kesehatan
kabupaten/kota yang terdiri atas:
a. Tenaga kefarmasian; dan
b. Tenaga lainnya yang menangani bidang sarana dan prasarana.
7. Paling lama dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak tim pemeriksa
ditugaskan, tim pemeriksa harus melaporkan hasil pemeriksaan

27
setempat yang dilengkapi Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepada
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan menggunakan Formulir 3.
8. Paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja sejak Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota menerima laporan dan dinyatakan memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menerbitkan SIA
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi, Kepala Balai POM, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
dan Organisasi Profesi dengan menggunakan Formulir 4.
9. Dalam hal hasil pemeriksaan dinyatakan masih belum memenuhi
persyaratan, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mengeluarkan
surat penundaan paling lama dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja
dengan menggunakan Formulir 5.
10. Terhadap permohonan yang dinyatakan belum memenuhi persyaratan,
pemohon dapat melengkapi persyaratan paling lambat dalam waktu 1
(satu) bulan sejak surat penundaan diterima.
11. Apabila pemohon tidak dapat memenuhi kelengkapan persyaratan, maka
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota mengeluarkan Surat Penolakan
dengan menggunakan Formulir 6.
12. Apabila Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menerbitkan SIA
melebihi jangka waktu, Apoteker pemohon dapat menyelenggarakan
Apotek dengan menggunakan BAP sebagai pengganti SIA.
13. Dalam hal pemerintah daerah menerbitkan SIA, maka penerbitannya
bersama dengan penerbitan SIPA untuk Apoteker pemegang SIA.
14. Masa berlaku SIA mengikuti masa berlaku SIPA

2.2 Pengelolaan Apotek


Pengelolaan sebagai proses yang dimaksud untuk mencapai suatu tujuan
tertentu yang dilakukan secara efektif dan efisien. Tujuannya adalah agar
tersedianya seluruh pembekalan farmasi di apotek dengan mutu yang baik,
jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi
masyarakat yang membutuhkan. Pengelolaan di apotek meliputi pengelolaan
terhadap obat dan pembekalan farmasi, pengelolaan terhadap resep, dan
pengelolaan terhadap sumber daya (Permenkes, 2002).
Pengelolaan apotek berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2016, meliputi :
1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis
pakai; dan
2) Pelayanan farmasi klinik

28
2.2.1 Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, Dan Bahan Medis
Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis
Habis Pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku yaitu Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
36 tahun 2014, meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan.
1. Perencanaan
Dalam membuat perencanaan pengadaan Sediaan Farmasi, Alat
Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai perlu diperhatikan pola
penyakit, pola konsumsi, budaya dan kemampuan masyarakat.
Tujuan dari perencanaan adalah agar proses pengadaan obat atau
perbekalan farmasi yang ada di apotek menjadi lebih efektif dan efisien
sesuai dengan anggaran yang tersedia. Faktor-faktor yang harus
dipertimbangkan dalam penyusunan perencanaan adalah :
a. Pemilihan Pemasok, kegiatan pemasok (PBF), service (ketepatan
waktu, barang yang dikirim, ada tidaknya diskon bonus,
layanan obat expire date (ED) dan tenggang waktu penagihan),
kualitas obat, dan perbekalan farmasi lainnya, ketersediaan
obat yang dibutuhkan dan harga.
b. Ketersediaan barang atau perbekalan farmasi (sisa stok, rata-
rata pemakaian obat dan satu periode pemesanan pemakaian
dan waktu tunggu pemesanan, dan pemilihan metode
perencanaan.
Adapun beberapa metode perencanaan, diantaranya :
a. Metode Konsumsi, memperkirakan penggunaan obat
berdasarkan pemakaian sebelumnya sebagai perencanaan yang
akan datang.
b. Metode Epidemiologi, berdasarkan penyebaran penyakit yang
paling banyak terdapat di lingkungan sekitar apotek.
c. Metode Kombinasi, mengombinasikan antara metode konsumsi
dan metode epidemiologi.
d. Metode Just In Time (JIT), membeli obat pada saat dibutuhkan.

29
2. Pengadaan
Suatu proses kegiatan yang bertujuan agar tersedia sediaan farmasi
dengan jumlah dan jenis yang cukup sesuai dengan kebutuhan
pelayanan. Pengadaan yang efektif merupakan suatu proses yang
mengatur berbagai cara, teknik dan kebijakan yang ada untuk
membuat suatu keputusan tentang obat-obatan yang akan diadakan,
baik jumlah maupun sumbernya. Kriteria yang harus dipenuhi dalam
pengadaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan adalah:
a. Sediaan farmasi dan alat kesehatan yang diadakan memiliki izin
edar atau nomor registrasi.
b. Mutu, keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat
kesehatan dapat dipertanggung jawabkan.
c. Pengadaan sediaan farmasi dan alat kesehatan berasal dari
jalur resmi.
d. Dilengkapi dengan persyaratan administrasi.
Pengadaan di apotek dapat dilakukan dengan cara pembelian
(membeli obat ke PBF) atau dengan cara konsinyasi (dimana PBF
menitipkan barang di apotek dan dibayar setelah laku terjual). Proses
pengadaan barang dengan cara pembelian dilakukan melalui beberapa
tahap, diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Persiapan
Persiapan ini dilakukan untuk mengetahui persediaan yang
dibutuhkan apotek untuk melayani pasien. Persediaan yang habis
dapat dilihat di gudang atau pada kartu stok. Jika barang memang
habis, dapat dilakukan pemesanan. Persiapan dilakukan dengan
cara data barang-barang yang akan dipesan dari buku defektan
termasuk obat-obat yang ditawarkan supplier.
b. Pemesanan
Pemesanan dapat dilakukan jika persediaan barang habis, yang
dapat dilihat dari buku defektan. Pemesanan dapat dilakukan
langsung kepada PBF melalui telepon, E-mail maupun lewat
salesmen yang datang ke apotek. Pemesanan dilakukan dengan
menggunakan surat pemesanan (SP), surat pemesanan minimal
dibuat 2 lembar (untuk supplier dan arsip apotek) dan di tanda
tangani oleh apoteker. Biasanya SP dibuat 3 lembar. Untuk SP
pembelian obat-obat narkotika dibuat menjadi 4 lembar (3 lembar
diserahkan pada PBF yaitu warna putih, merah, biru dan satu
lembar berwarna kuning sebagai arsip si di apotek). Untuk obat

30
narkotika 1 surat permintaan hanya untuk satu jenis obat,
sedangkan untuk psikotropika 1 surat permintaan bisa untuk satu
atau lebih jenis obat.
3. Penerimaan
Merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah
diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian
langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan adalah
kegiatan untuk menjamin kesesuaian jenis, spesifikasi, jumlah, mutu,
waktu penyerahan dan harga yang tertera dalam kontrak/pesanan.
Penerimaan merupakan kegiatan verifikasi penerimaan/penolakan,
dokumentasi dan penyerahan yang dilakukan dengan menggunakan
"checklist" yang sudah disiapkan untuk masing-masing jenis produk
yang berisi antara lain :
a. Kebenaran jumlah kemasan dan mencocokkan fraktur dengan
SP
b. Kebenaran kondisi kemasan seperti yang diisyaratkan
c. Kebenaran jumlah satuan dalam tiap kemasan;
d. Kebenaran jenis produk yang diterima;
e. Tidak terlihat tanda-tanda kerusakan;
f. Kebenaran identitas produk;
g. Penerapan penandaan yang jelas pada label, bungkus dan
brosur;
h. Tidak terlihat kelainan warna, bentuk, kerusakan pada isi
produk,
i. Jangka waktu daluarsa yang memadai.
4. Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menata dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian dan gangguan
fisik yang dapat merusak mutu obat. Penyimpanan harus menjamin
stabilitas dan keamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan. Metode
penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip First ln First Out
(FIFO) dan First Expired First Out (FEFO) disertai sistem informasi
manajemen. Untuk meminimalisir kesalahan penyerahan obat
direkomendasikan penyimpanan berdasarkan kelas terapi yang
dikombinasi dengan bentuk sediaan dan alfabetis. Apoteker harus
rnemperhatikan obat-obat yang harus disimpan secara khusus seperti

31
narkotika, psikotropika, obat yang memerlukan suhu tertentu, obat
yang mudah terbakar, sitostatik dan reagensia. Selain itu apoteker juga
perlu melakukan pengawasan mutu terhadap sediaan farmasi dan alat
kesehatan yang diterima dan disimpan sehingga terjamin mutu,
keamanan dan kemanfaatan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
5. Pendistribusian
Pendistribusian adalah kegiatan menyalurkan atau menyerahkan
sediaan farmasi dan alat kesehatan dari tempat penyimpanan sampai
kepada unit pelayanan pasien. Sistem distribusi yang baik harus:
a. Menjamin kesinambungan penyaluran atau penyerahan.
b. Mempertahankan mutu.
c. Meminimalkan kehilangan, kerusakan dan kedaluarsa.
d. Menjaga ketelitian pencatatan.
e. Menggunakan metode distribusi yang efisien, dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan dan ketentuan
lain yang berlaku.
f. Menggunakan sistem informasi manajemen.
6. Pemusnahan
Sediaan farmasi yang sudah tidak memenuhi syarat sesuai standar
yang ditetapkan harus dimusnahkan. Penghapusan dan Pemusnahan
sediaan farmasi harus dilaksanakan dengan cara yang baik dan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Prosedur
pemusnahan obat hendaklah dibuat yang mencakup pencegahan
pencemaran di lingkungan dan mencegah jatuhnya obat tersebut di
kalangan orang yang tidak berwenang. Sediaan farmasi yang akan
dimusnahkan supaya disimpan terpisah dan dibuat daftar yang
mencakup jumlah dan identitas produk. Penghapusan dan
pemusnahan obat baik yang dilakukan sendiri maupun oleh pihak lain
harus didokumentasikan sesuai dengan ketentuan dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Berikut ketentuan pemusnahan
menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2014 :
a. Obat kedaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan
jenis dan bentuk sediaan. Pemusnahan Obat kedaluwarsa atau
rusak yang mengandung narkotika atau psikotropika dilakukan
oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Pemusnahan Obat selain narkotika dan
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh tenaga

32
kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan
menggunakan Formulir 1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun
dapat dimusnahkan. Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker
disaksikan oleh sekurang-kurangnya petugas lain di Apotek
dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir
2 sebagaimana terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada
dinas kesehatan kabupaten/kota.
7. Pengendalian
Pengendalian persediaan dimaksudkan untuk membantu
pengelolaan perbekalan (supply) sediaan farmasi dan alat kesehatan
agar mempunyai persediaan dalam jenis dan jumlah yang cukup
sekaligus menghindari kekosongan dan menumpuknya persediaan.
Pengendalian persediaan yaitu upaya mempertahankan tingkat
persediaan pada suatu tingkat tertentu dengan mengendalikan arus
barang yang masuk melalui pengaturan sistem pesanan atau
pengadaan (scheduled inventory dan perpetual inventory),
penyimpanan dan pengeluaran untuk memastikan persediaan efektif
dan efisien atau tidak terjadi kelebihan dan kekurangan, kerusakan,
kedaluarsa, dan kehilangan serta pengembalian pesanan sediaan
farmasi. Pengendalian persediaan dilakukan menggunakan kartu stok
baik dengan cara manual atau elektronik. Kartu stok sekurang-
kurangnya memuat nama Obat, tanggal kedaluwarsa, jumlah
pemasukan, jumlah pengeluaran dan sisa persediaan.
8. Penarikan Kembali Sediaan Farmasi
Penarikan kembali (recall) dapat dilakukan atas permintaan
produsen atau instruksi instansi pemerintah yang berwenang.
Tindakan penarikan kembali hendaklah dilakukan segera setelah
diterima permintaan instruksi untuk penarikan kembali. Untuk
penarikan kembali sediaan farmasi yang mengandung risiko besar
terhadap kesehatan, hendaklah dilakukan penarikan sampai tingkat
konsumen. Apabila ditemukan sediaan farmasi tidak memenuhi
persyaratan, hendaklah disimpan terpisah dari sediaan farmasi lain
dan diberi penandaan tidak untuk dijual untuk menghindari
kekeliruan. Pelaksanaan penarikan kembali agar didukung oleh sistem
dokumentasi yang memadai.

33
9. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan pada setiap proses pengelolaan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai meliputi
pengadaan (surat pesanan, faktur), penyimpanan (kartu stock),
penyerahan (nota atau struck penjualan) dan pencatatan lainnya
disesuaikan dengan kebutuhan.
Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan eksternal. Pelaporan
internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan
manajemen Apotek, meliputi keuangan, barang dan laporan lainnya.
Pelaporan eksternal merupakan pelaporan yang dibuat untuk
memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan meliputi pelaporan narkotika (menggunakan Formulir 3
sebagaimana terlampir), psikotropika (menggunakan Formulir 4
sebagaimana terlampir) dan pelaporan lainnya.
10. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan tahapan untuk mengamati dan menilai
keberhasilan atau kesesuaian pelaksanaan Cara Pelayanan Kefarmasian
yang Baik disuatu pelayanan kefarmasian. Untuk evaluasi mutu proses
pengelolaan sediaan farmasi dan alat kesehatan, dapat diukur dengan
indikator kepuasan dan keselamatan pasien/pelanggan/pemangku
kepentingan (stakeholders), dimensi waktu (time delivery), Standar Prosedur
Operasional serta keberhasilan pengendalian perbekalan kesehatan dan
sediaan farmasi.

Resep yang telah dilayani harus disimpan selama tiga tahun. Resep yang
disimpan diberi penandaan mengenai tanggal, bulan dan tahun pelayanan.
Kemudian resep disusun rapih agar mampu ditelusuri bila sewaktu-waktu
diperlukan. Tanggal terdekat dengan bulan layanan ditempatkan yang lebih
mudah dijangkau agar mampu ditelusuri dengan cepat. Untuk pengelolaan
resep narkotik dan psikotropika. Pada saat pelayanan resep narkotika diberi
tanda garis warna merah. Resep narkotika dan psikotropika harus terarsip
dengan baik dan dicatat dalam buku penggunaan obat narkotika dan
psikotropika. Resep narkotika diarsipkan dan disimpan selama tiga tahun
berdasarkan tanggal dan nomor urut resep.

2.2.3 Pengelolaan Narkotika


Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis, yang dapat

34
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan
ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana
terlampir dalam Undang-Undang tentang Narkotika (PERMENKES, 2015).
1. Pemesanan Narkotika
Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 menyatakan bahwa Menteri
Kesehatan memberikan izin kepada apotek untuk membeli, meracik,
menyediakan, memiliki atau menyimpan untuk persediaan, menguasai,
menjual, menyalurkan, menyerahkan, mengirimkan, membawa atau
mengangkut narkotika untuk kepentingan pengobatan (Presiden
Republik Indonesia, 2009). Pengadaan narkotika di apotek dilakukan
dengan pesanan tertulis melalui Surat Pesanan Narkotika kepada
Pedagang Besar Farmasi (PBF) PT. Kimia Farma. Surat Pesanan
Narkotika harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan
nama jelas, nomor SIK, SIA dan stempel apotek. Satu surat pesanan
terdiri dari rangkap empat dan hanya dapat untuk memesan satu jenis
obat narkotika (Umar M., 2011).
2. Penyimpanan Narkotika
Apotek harus mempunyai tempat khusus untuk menyimpan
narkotika dan harus dikunci dengan baik. Tempat penyimpanan
narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat.
b. Harus mempunyai kunci ganda yang kuat.
c. Dibagi menjadi dua bagian masing-masing bagian dengan kunci
yang berlainan. Bagian pertama dipergunakan untuk
menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta
persediaan narkotika sedangkan bagian kedua dipergunakan
untuk menyimpan narkotika yang dipakai sehari-hari.
d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran
kurang dari 40×80×100 cm, maka lemari tersebut harus dibuat
melekat pada tembok atau lantai.
e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan
barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri
Kesehatan.
f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh pegawai yang
dikuasakan
g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan
tidak terlihat oleh umum.

35
3. Pelayanan Resep Mengandung Narkotika
Apotek hanya melayani pembelian narkotika berdasarkan resep
dokter sesuai dengan ketentuan Surat Edaran Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan No. 336/E/SE/77 antara lain
dinyatakan :
a. Sesuai dengan bunyi pasal 7 ayat (2) UU No. 9 tahun 1976
tentang Narkotika, apotek dilarang melayani salinan resep yang
mengandung narkotika, walaupun resep tersebut baru dilayani
sebagian atau belum dilayani sama sekali.
b. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum
dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi
salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang
menyimpan resep aslinya.
c. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak
boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh
menambah tulisan iter pada resep-resep yang mengandung
narkotika.
4. Pelaporan Narkotika
Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 pasal 14 ayat (2) dinyatakan
bahwa industri farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan
masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan
wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala
mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada
dibawah penguasaannya. Laporan tersebut meliputi laporan pemakaian
narkotika dan laporan pemakaian morfin dan petidin. Laporan harus di
tanda tangani oleh apoteker pengelola apotek dengan mencantumkan
SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek, kemudian dikirimkan kepada
Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan kepada :
a. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat.
b. Kepala Balai POM setempat.
c. Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
(khusus Apotek Kimia Farma).
d. Arsip.
Laporan penggunaan narkotika tersebut terdiri dari:
a. Laporan penggunaan sediaan jadi narkotika

36
b. Laporan penggunaan bahan baku narkotika
c. Laporan khusus penggunaan morfin dan petidin
d. Laporan narkotika tersebut dibuat setiap bulannya dan harus
dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya
Selain laporan dalam bentuk printout, laporan penggunaan obat
narkotika di lakukan melalui online SIPNAP (Sistem Pelaporan
Narkotika dan Psikotropika). Asisten apoteker setiap bulannya
menginput data penggunaan narkotika dan psikotropika melalui
SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import (paling
lama sebelum tanggal 10 pada bulan berikutnya). Laporan meliputi
laporan pemakaian narkotika untuk bulan bersangkutan (meliputi
nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan, persediaan awal bulan),
pasword dan username didapatkan setelah melakukan registrasi pada
dinkes setempat(sipnap.binfar.depkes.go.id).

5. Pemusnahan Narkotika
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2015, pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau
dokter yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara
pemusnahan paling sedikit rangkap tiga. Berita acara pemusnahan
memuat :
a. Hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan.
b. Nama pemegang izin khusus, apoteker pimpinan apotek, atau
dokter pemilik narkotika.
c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari
perusahaan atau badan tersebut.
d. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan.
e. Cara pemusnahan.
f. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus,
dokter pemilik narkotika, dan saksi-saksi.
Kemudia berita acara tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas
Pelayanan Kesehatan dengan tembusan:
a. Balai POM setempat
b. Penanggung jawab narkotika PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
c. Arsip
2.2.4 Pengelolaan Psikotropika
Ruang lingkup pengaturan Psikotropika adalah zat/bahan baku
atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat

37
psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang
menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2015) :
1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan
kesehatan dan ilmu pengetahuan.
2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika.
3. Memberantas peredaran gelap psikotropika
Secara garis besar pengelolaan psikotropika meliputi (Presiden
Republik Indonesia, 1997):
1. Pemesanan Psikotropika
Obat golongan psikotropika dipesan dengan menggunakan Surat
Pesanan Psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan
mencantumkan nomor SIK. Surat pesanan tersebut dibuat rangkap
dua dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis
psikotropika.
2. Penyimpanan Psikotropika
Kegiatan ini belum diatur oleh perundang-undangan. Namun karena
kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan untuk
obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau
lemari khusus dan membuat kartu stok psikotropika.
3. Penyerahan Psikotropika
Obat golongan psikotropika diserahkan oleh apotek, hanya dapat
dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan dan dokter kepada pengguna/pasien berdasarkan resep
dokter
4. Pelaporan Psikotropika
Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan
yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan
pemakaiannya setiap bulan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dengan tembusan kepada Kepala Balai Besar POM setempat dan 1
salinan untuk arsip apotek.
Laporan penggunaan psikotropika dilakukan setiap bulannya
melalui SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika). Asisten
apoteker setiap bulannya menginput data penggunaan psikotropika
melalui SIPNAP lalu setelah data telah terinput data tersebut di import.
Laporan meliputi laporan pemakaian narkotika untuk bulan
bersangkutan (meliputi nomor urut, nama bahan/sediaan, satuan,
persediaan awal bulan). pasword dan username didapatkan setelah

38
melakukan registrasi pada dinkes setempat
(sipnap.binfar.depkes.go.id).
5. Pemusnahan Psikotropika
Pemusnahan psikotropika dilakukan bila berhubungan dengan
tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan
yang berlaku dan atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi,
kedaluarsa atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada
pelayanan kesehatan dan untuk kepentingan ilmu pengetahuan.
Pemusnahan psikotropika dilakukan dengan pembuatan berita acara
yang sekurang-kurangnya memuat tempat dan waktu pemusnahan;
nama pemegang izin khusus; nama, jenis, dan jumlah psikotropika
yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas
lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan.

2.3 Pengelolaan Sumber Daya


Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, pengelolaan
sumber daya terdiri dari :
1. Sumber Daya Manusia
Sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku apotek harus
dikelola oleh seorang Apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan
apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan
dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat,
mampu berkomunikasi antar profesi, menetapkan diri sebagai pemimpin
dalam situasi multidisiplin, kemampuan mengelola SDM secara efektif,
selalu belajar sepanjang karier dan membantu memberi pendidikan dan
memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Keuangan
Laporan keuangan yang biasa dibuat di apotek adalah (Umar, M.,
2011):
a. Laporan Laba-Rugi yaitu laporan yang menggambarkan tentang
aliran pendapatan dan biaya operasional yang dikeluarkan selama
periode waktu tertentu.
b. Laporan Neraca yaitu laporan yang menggambarkan tentang potret
kondisi kekayaan apotek pada tanggal tertentu.
c. Laporan Aliran Kas yaitu laporan yang menggambarkan tentang
aliran kas yang masuk dan keluar pada periode tertentu.

39
3. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu
dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2004):
a. Administrasi umum
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Administrasi pelayanan
Pengarsipan resep, pengarsipan catatan pengobatan pasien,
pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
Hal lain yang harus diperhatikan dalam pengelolaan apotek adalah
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 1993) :
1. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan
perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin.
2. Obat dan perbekalan farmasi lainnya yang karena suatu hal tidak
dapat digunakan atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan
dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang
ditetapkan.

2.4 Peranan Tenaga Teknis Kefarmasian di Apotek


Menurut PP 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Tknis
Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apotker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Mnengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Menurut PP 51 tahun 2009 pelayanan kefarmasian adalah suatu
pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan
dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk
menigkatkan mutu kehidupan pasien.
Bentuk pekerjaan kefarmasian yang wajib dilaksanakan oleh seorang
Tenaga Teknis Kefarmasian (menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI
No.1332/MENKES/X/2002 adalah sebagai berikut:
1. Melayani resep dokter sesuai dengan tanggung jawab dan standart
profesinya.
2. Memberi informasi yang berkaitan dengan penggunaan/pemakaian
obat.
3. Menghormati hak pasien dan menjaga kerahasiaan idntitas serta data
kesehatan pasien.

40
BAB III
TINJAUAN KHUSUS

3.1 Sejarah PT. Kimia Farma (Persero)

Gambar 1. Apotek Kimia Farma 299 Rawasari


Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia
yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan
ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan
kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal
kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara
Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971,
bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Persero Terbatas, sehingga nama
perusahaan berubah menjadi PT. Kimia Farma (Persero) (Kimia Farma, 2012).
PT. Kimia Farma (Persero) pada saat itu bergerak dalam bidang usaha
(Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012):
a. Industri farmasi
b. Industri kimia dan makanan kesehatan
c. Perkebunan obat
d. Pertambangan farmasi dan kimia
e. Perdagangan farmasi, kimia dan ekspor-impor.
Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah
statusnya menjadi perusahaan publik yaitu PT. Kimia Farma (Persero) Tbk.
Bersamaan dengan perubahan tersebut, PT. Kimia Farma telah dicatatkan pada
Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah
merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia) (Kimia Farma, 2012).
Selanjutnya pada tanggal 4 Januari 2002 dibentuk dua anak perusahaan
yaitu PT. Kimia Farma Apotek dan PT. Kimia Farma Trading and Distribution
(Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek, 2012). Berbekal pengalaman selama
puluhan tahun, PT. Kimia Farma telah berkembang menjadi perusahaan
dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia. PT. Kimia Farma kian

41
diperhitungkan kiprahnya dalam pengembangan dan pembangunan bangsa,
khususnya pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia (Kimia Farma,
2012).

3.2 Visi dan Misi PT. Kimia Farma (Persero) Tbk


3.2.1 Visi
Menjadi korporasi bidang kesehatan terintegrasi dan mampu
menghasilkan pertumbuhan nilai yang berkesinambungan melalui
konfigurasi dan koordinasi bisnis yang sinergis.
3.2.2 Misi
Menghasilkan pertumbuhan nilai korporasi melalui usaha di bidang-
bidang:
a. Industri kimia dan farmasi dengan basis penelitian dan
pengembangan produk yang inovatif.
b. Perdagangan dan jaringan distribusi.
c. Pelayanan kesehatan yang berbasis jaringan retail farmasi dan
jaringan pelayanan kesehatan lainnya.
d. Pengelolaan aset-aset yang dikaitkan dengan pengembangan usaha
perusahaan (Kimia Farma, 2012).

3.3 PT. Kimia Farma Apotek


PT Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan yang dibentuk oleh
PT. Kimia Farma Tbk., untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang
ada. PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek
Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis
Manager (BM) dan Apotek pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi
yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan
struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan
pendekatan efisiensi, produktivitas, kompetensi dan komitmen dalam rangka
mengantisipasi perubahan yang ada.
Dalam upaya peningkatan kontribusi penjualan untuk memperbesar
penjualan makan PT. Kimia Farma Apotek hingga tahun 2015 telah mengelola
sebanyak 725 Apotek yang tersebar di seluruh tanah air yang memimpin pasar
di bidang perapotekan dengan penguasaan pasar sebesar 19 % dari total
penjualan apotek dari seluruh Indonesia. Penambahan jumlah apotek yang
terus dikembangkan merupakan bagian dari strategi perusahaan dalam
memanfaatkan momentum pasar bebas, dimana pihak yang memiliki jaringan
luas seperti Kimia Farma akan diuntungkan. Apotek Kimia Farma melayani

42
beberapa jenis pelayanan, yaitu penjualan langsung, pelayanan resep dokter,
penyediaan, pelayanan praktik dokter, optik, dan pelayanan swalayan farmasi,
seta pusat pelayanan informasi obat.
Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi
dan citra lama tentang kimia farma. Dengan konsep baru bahwa setiap apotek
kima farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi
pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang
seperti laboratorium klinik, optik, praktik dokter, dan gerai untuk obat-obatan
tradisional indonesia. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan
memperbarui penampilan eksterior dan interior dari apotek kimia farma yang
tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di
lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen,
dimana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan servis yang
baik, menyediakan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat
dan terasa nyaman.
Pada saat ini, unit Bisnis Manager (BM) dan Apotek Pelayanan,
merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani
kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa Apotek
Pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani
administrasi permintaan barang dari Apotek Pelayanan yang berada di
bawahnya, administrasi pembelian/ pemesanan barang, administrasi piutang
dagang, administrasi hutang dagang dan administrasi perpajakan. Fokus dari
Apotek Pelayanan adalah pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat
pasien, sehingga layanan apotek berkualitas dan berdaya saing mendukung
dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya.

3.4 Lokasi dan Tata Ruang Apotek


Lokasi merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhataikan
dalam pembuatan apotek. Apotek sebaiknya terletak pada daerah yang strategis
dan terjangkau oleh akses transportasi yang mudah. Apotek Kimia Farma 299
Rawasari terletak di Jalan Raden Mattaher No.40 Pasar Jambi, Telp. (0741)
25635. Apotek ini didirikan untuk melayani kebutuhan masyarakat sekitar dan
masyarakat umum. Apotek berada di lokasi yang strategis dan mudah dicapai
oleh masyarakat, karena apotek terletak ditepi jalan raya yang dilalui
kendaraan dua arah, banyak dilalui oleh angkutan umum, berdekatan dengan
pemukiman penduduk, bank, rumah sakit, sekolah, dan rumah makan yang
dapat turut menunjang keberhasilan apotek.

43
Desain luar apotek Kimia Farma Cipacing dibuat sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek dimana bagian depan
apotek dilengkapi dengan papan nama apotek Kima Farma dengan warna biru
tua dan logo jingga dengan tulisan Kimia Farma. Hal ini dibuat dengan tujuan
agar masyarakat lebih mudah untuk menemukan apotek. Selain itu, juga
tersedia area parkir yang cukup luas, yang di khususkan untuk pengunjung
apotek.
Bangunan apotek terdiri dari 2 lantai yang dilengkapi dengan pendingin
ruangan. Lantai dasar terdiri dari mushola dan kamar mandi. Lantai 1 terdiri
dari apotek dan swalayan farmasi. Ruangan di apotek juga dilengkapi dengan
pendingin udara dan penerangan yang baik sehingga memberikan kenyamanan
baik bagi petugas apotek maupun pasien.

3.5 Struktur Organisasi dan Personalia


Struktur organisasi apotek Kimia Farma berpedoman pada ketentuan
yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Secara umum,
struktur organisasi di semua Apotek Kima Farma sama, namun masing-masing
apoteker pengelola apotek (APA) memiliki wewenang untuk menyesuaikan
struktur organisasi dengan kondisi dan sarana yang dimiliki.
Apotek Kimia Farma Cipacing dipimpin oleh seorang APA yang dibantu
oleh 1 apoteker pendamping, dan 6 orang asisten apoteker. Semua karyawan di
apotek bertanggung jawab sepenuhnya kepada APA. Sedangkan APA
bertanggung jawab pada BM atas semua kegiatan kefarmasian yang dilakukan
di apotek. Untuk efisiensi dan efektivitas kerja, ditetapkan pembagian tugas dan
tanggung jawab di setiap bagian.

44
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Lokasi dan Lay Out


Apotek Kimia Farma 299 Rawasari terletak di lokasi yang strategis dan
mudah diakses karena terletak di tepi jalan besar yang memiliki dua arah,
ramai, banyak dilalui oleh kendaraan pribadi maupun kendaraan umum dan
terletak di pasar. Kemudahan akses menuju apotek merupakan faktor penting
sehingga pelanggan tidak enggan untuk datang ke apotek. Tidak hanya strategis
dari segi letaknya yang berada di tepi jalan raya, Apotek Kimia Farma 299
Rawasari juga dinilai strategis karena dikelilingi oleh daerah pemukiman
penduduk, klinik/praktik dokter, sekolah, rumah sakit. Lokasi Apotek Kima
Farma ini diperjelas dalam keputusan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2016
tentangsarana dan prasarana menurut standar pelayanan kefarmasian di
apotek, dalam keputusan menteri ini disebutkan bahwa apotek berlokasi pada
daerah yang mudah dikenal dan dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat.
Desain Lay out suatu apotek memegang peranan penting dalam
keberhasilan suatu apotek. Dengan mengembangkan suatu desain lay out
apotek yang efektif dan efisien, serta mempertimbangkan konsumen, maka
penyajian produk akan optimal dan image apotek akan bagus sehingga
menyebabkan konsumen akan tertarik untuk datang ke apotek tersebut. Desain
lay out Apotek juga harus disesuaikan dengan lokasi apotek dan tingkat
ekonomi yang masyarakat yang menjadi target pasar dari apotek tersebut.
Misalnya berada pada daerah padat penduduk dan berada pada tepi jalan raya
dua arah, atau berada dekat dari tempat fasilitas umum, seperti pasar, bank,
dan rumah sakit.
Layout apotek secara umum, sarana yang terdapat di Apotek Kimia Farma
299 Rawasari sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35
Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dimana apotek
terdiri atas dua lantai yang dilengkapi dengan tempat parkir yang cukup luas.
Lantai I merupakan apotek sebagai sarana farmasi, 2 ruang praktik dokter dan
terdapat toilet. Pelayanan di bilik racik apotek terdapat ruangan persediaan
obat, ruang peracikan, dan ruang penyerahan obat. Bagian pelayanan depan
dengan mudah dilihat oleh konsumen yang datang, swalayan farmasi dan non
farmasi dengan mudah dilihat. Sarana yang belum dimiliki oleh Apotek Kimia
Farma 299 Rawasari yaitu ruangan mushola. Ruangan mushola merupakan
sarana yang diperlukan untuk menunaikan kegiatan ibadah.

27
Pada desain layout apotek dapat dilihat secara garis besar apotek dibagi
menjadi 2 area, yaitu area swalayan dan area farmasi (ethical).
Area swalayan telah diatur dengan baik dan mempertimbangkan arus
konsumen di salam apotek sehingga konsumen yang datang ke apotek tidak
akan merasa sesak. Pada area swalayan ini terdapat beberapa sarana display
yang digunakan sebagai tempat memajang produk swalayan. Sarana display
tersebut antara lain :
1. Lima buah island gondola
2. Empat buah end gondola
3. Empat buah wall gondola pada sisi kanan dan kiri apotek
4. Dua counter prescription
5. Satu buah lemari pendingin
Pada masing-masing island gondola juga terdapat top shelving. Island
gondola terletak di tengah-tengah area swalayan apotek dan memiliki jarak
antara gondola yang cukup lebar, hal ini bertujuan untuk memudahkan
konsumen mencari produk yang diinginkan dengan leluasa. Wall gondola
terletak pada sisi kanan dan kiri apotek sehingga dapat dengan mudah terlihat
oleh konsumen yang baru datang. Area swalayan dan ethical dibatasi oleh meja
kasir dan meja konsultasi apoteker. Area ini berada paling belakang dari pintu
masuk apotek sehingga konsumen yang datang untuk menebus resep akan
melewati area swalayan terlebih dahulu sebelum masuk area ethical. Area
ethical dibuat lebih kecil daripada area swalayan karena tidak memerlukan
pemajangan yang luas. Pada area ini juga terdapat tempat peracikan obat.

28
Tempat peracikan terletak di bagian samping tempat penyimpanan obat.
Ruangan peracikan obat dilengkapi dengan rak-rak yang digunakan untuk
menyimpan obat, timbangan, blender, lumpang dan alu, bahan baku, dan alat-
alat lainnya yang diguakan untuk meracik. Wastafel terletak di sudut ruangan
digunakan untuk mencuci peralatan meracik yang telah digunakan.

Tata ruang dan bangunan Apotek Kimia Farma 299 Rawasari ini sudah
sesuai dengan KepMenKes RI No.1332/Menkes/SK/X/2002, dimana bangunan
apotek ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, ruang penyimpanan obat,
ruang peracikan dan penyerahan obat, tempat pencucian obat dan toilet yang
dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan
yang baik, ventilasi dan sistem sanitasi yang baik dan memenuhi syarat
higienis. Apotek Kimia Farma 299 Rawasari juga memiliki papan nama yang
memuat nama apotek, nama APA (Apoteker Pengelola Apotek), nomor SIA,
alamat dan nomor telepon apotek.
Secara garis besar desain layout Apotek Kimia Farma 299 Rawasari telah
dibuat dengan baik, apotek dibuat sesuai dengan konsep Kimia Farma Apotek.
Tata ruang apotek juga telah dibuat dengan dengan baik dan memikirkan arus
konsumen, hal ini terlihat dari apotek yang tetap terasa lapang dan nyaman
walaupun ramai oleh konsumen yang datang.

4.2 Kategori Produk


Pengelompokan produk merupakan hal yang penting dan harus
dilakukan karena akan berdampak kepada efektifitas dan efisiensi dari apotek
itu sendiri. Pengelompokan yang baik akan memudahkan petugas apotek dalam
mencari obat yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat mempercepat
pelayanan kepada pasien dan meningkatkan kepuasan pasien. Pengelompokan
produk yang baik juga akan memudahkan pasien dalam mencari obat-obatan
yang mereka butuhkan di area swalayan, sehingga pada akhirnya dengan
adanya strategi pengelompokan produk yang baik pada area swalayan akan
meningkatkan keuntungan yang didapat oleh apotek itu sendiri.
Area swalayan merupakan tempat dimana pasien dapat memilih sendiri
obat atau produk lain yang pasien butuhkan. Pada area swalayan seluruh
produk disusun dan dikelompokkan berdasarkan kategori. Kategori tersebut
yaitu, adalah skin care, soap and body wash, hair care, oral care, personal care,
traditional medicine, vitamin and mineral, topical, first aid, baby diapers, baby
and child care, milk and nutrition, food supplement, adult diapers, dan paper

29
product.Pada setiap kategori yang telah ditentukan tersebut produk juga
disusun berdasarkan jenis produk dan abjad dari produk itu sendiri.
Pada island gondola diletakkan produk kategori oral care, personal
care, traditional medicine, vitamin and mineral, topical dan first aid.
Produkproduk yang dipajang pada end gondola adalah produk-produk yang
dikeluarkan oleh Kimia Farma dan juga produk yang sedang dalam masa
promosi atau produk-produk yang melakukan kerja sama dengan Kimia Farma
Apotek.
Gambar
5.4
Island
Gondola
dan End
Gondola
Sedangkan untuk produk yang dipajang pada wall gondola antara lain
adalah skin care, soap and body wash, hair care, baby diapers, baby and child
care, milk and nutrition, food supplement, adult diapers, dan paper product.
Pada bagian atas dari wall gondola ini diletakkan duratran yang digunakan
sebagai media iklan atau promosi dari produk principal. Penyusunan produk
pada wall gondola ini tersusun dengan rapi dan sesuai dengan kategorinya dan
dalampenataan produk pun sudah baik. Sedangkan produk-produk yang
dipajang di end gondola adalah produk-produk promosi dan juga produk-
produk kesehatan.

30
Gambar 5.5Wall Gondola

Pada checkout counter juga diletakkan produk-produk promosi maupun


produk Kimia Farma, hal ini dilakukan karena, check out counter merupakan
tempat dimana pelanggan akan membayar barang yang dibelinya, jadi ini
merupakan titik akhir sebelum pelanggan keluar dari apotek, jadi produk-
produk yang dipajang di sini merupakan produk-produk promosi atau produk
yang dirasa bisa menarik hati pelanggan untuk membelinya.
Gambar 5.6 Check Out Counter

Pada apotek juga terdapat cooler yang digunakan sebagai tempat


tempat untuk menyimpan minuman, cooler yang terdapat di sini ada dua buah
cooler yang terletak di samping kiri wall gondola.

Gambar 5.7 Cooler


Jenis obat yang disimpan pada area ethical adalah obat-obat golongan
keras, narkotika, psikotropika, dan obat yang memerlukan perlakuan khusus
dalam penyimpanannya.
Penyimpanan dikelompokkan berdasarkan efek farmakologi (hormon,
cardiovascular, pencernaan, alergi, antibiotik, pernapasan, analgetik, dan
vitamin), generik, bentuk sediaan (sirup dan sirup kering antibiotik, krim dan
salep, tetes mata, tetes telinga, inhaler), obat-obat untuk lembaga tertentu

31
(misalnya ASKES/BPJS, Inhealth) dan penyimpanan khusus (di lemari es,
misalnya insulin, suppositoria), masing-masing obat dalam kelompok tertentu di
urutkan secara alfabetis dan diberikan label dengan warna tertentu untuk
memudahkan pencarian. Jenis pengelompokan ini memiliki beberapa
keuntungan, diantaranya adalah memudahkan Apoteker atau Asisten Apoteker
untuk menawarkan pilihan dan merekomendasikan obat berdasarkan efek
farmakologi obat tersebut dan menghindari adanya kesalahan pengambilan obat
ataupun penyimpanan obat yang dikarenakan nama atau merek dagang yang
hampir sama yang efek farmakologi nya jauh berbeda.
Obat golongan psikotropik disimpan di lemari khusus yang selalu
terkunci. Obat golongan ini hanya dapat ditebus oleh pasien yang memiliki
resep. Obat golongan narkotika juga disimpan dalam lemari khusus dengan
pintu ganda yang selalu terkunci. Obat golongan ini hanya dapat ditebus oleh
pasien yang membawa resep asli. Transaksi pembelian dan penyerahan obat
golongan narkotika dan psikotropika terdokumentasi dengan baik dan
dilaporkan secara berkala ke kantor pusat Kimia Farma Apotek dan pemerintah
bagian terkait yakni Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota tebusan kepada Dinas
kesehatan Propinsi tebusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
(BPOM).
Pengelompokan produk pada Apotek Kimia Farma 299 Rawasari telah
dilakukan dengan baik. Setiap produk dipajang pada sarana display yang tepat
dan sesuai dengan konsep dari Kimia Farma Apotek. Produk yang ada di apotek
telah disusun berdasarkan jenis dan kategori produknya, baik itu produk obat-
obatan, alat kesehatan, maupun produk lainnya. Penyusunan pada tiap
kategori juga telah dilakukan dengan baik seperti penyusunan produk yang
diurutkan berdasarkan abjad dan bentuk sediaan.

4.3 Pelayanan Kefarmasian


Apotek Kimia Farma 299 Rawasari tidak hanya melayani penjualan
obat OTC tetapi juga melayani pelayanan resep dokter, resep tunai, resep kredit,
dan swamedikasi yang dikenal sebagai Upaya Penyembuhan Diri Sendiri
(UPDS). Pasien yang ingin menebus resep obat dapat menyerahkan resep nya
pada kasir, kemudian kasir akan melakukan pengecekan ketersediaan obat
beserta melakukan skrining resep dan memberi harga obat-obat tersebut.
Apabila pasien setuju dengan jumlah harga yang diinformasikan oleh kasir
maka penyiapan obat baru akan dilakukan. Dalam penyiapan obat dilakukan
berkali-kali pengecekan guna mengurangi kesalahan dalam pelayanan resep.
Tahap selanjutnya adalah penyerahan obat oleh apoteker atau asisten apoteker

32
bersamaan dengan informasi obat berupa obat yang diberikan, aturan pakai,
waktu minum, durasi, efek samping, interaksi obat dan waktu penyimpanan
obat. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) di apotek ini sudah optimal.
Pada umumnya, petugas yang bekerja sudah melayani dengan baik, ramah,
sigap dan mau membantu mengatasi kesulitan pelanggan. Selain itu, petugas
juga cukup informatif dalam melayani pelanggan, berbicara dengan bahasa
yang mudah dimengerti pasien dan cepat tanggap dalam mengatasi keluhan
konsumen. Keadaan ini harus terus dipertahankan dan jika mungkin
ditingkatkan.
Pelaporan yang dilakukan apoteker telah sesuai dengan yang
dipersyaratkan bahwa untuk narkotika dilakukan setiap akhir bulan sedangkan
untuk psikotropika dilakukan setiap satu tahun sekali. Pelaporan ini dilakukan
dengan menunjukkan jumlah yang dipesan dengan jumlah yang telah dijual,
agar adanya tranparansi penjualan secara sah sesuai resep dokter. Untuk resep
yang mengandung morfin dan petidin harus melampirkan resepnya karena
narkotika ini termasuk golongan II, yaitu narkotika yang memiliki potensi yang
sangat kuat untuk menimbulkan ketergantungan sehingga sangat diatur ketat
penggunaannya. Laporan dikirim ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
setempat dengan tembusan dinas Kesehatan Provinsi dan Balai Besar
Pengawasan Obat dan Makanan setempat dan arsip Kimia Farma Apotek.

4.4 Administrasi Apotek


Proses administrasi di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari dilakukan
secara komputerisasi untuk meningkatkan kelancaran dan efisiensi pelayanan
apotek. Sistem ini juga membantu apotek untuk mencegah maupun mengatasi
masalah yang mungkin baru diketahui setelah obat diserahkan ke pasien
dimana sistem komputer pada kasir mengharuskan petugas memasukkan
alamat dan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi sebelum melakukan
pencetakan struck pembayaran, begitu pula dengan informasi jumlah
persediaan obat dilakukan secara komputerisasi. Walaupun informasi jumlah
persediaan obat sudah dilakukan secara komputerisasi, petugas harus tetap
mengeceknya secara manual karena terkadang sering terjadi selisih antara
persediaan di komputer dan persediaan sebenarnya. Hal ini dilakukan untuk
mencegah atau mengantisipasi kesalahan pada sistem komputerisasi dan
sebagai bahan pengecekan stok obat.

4.5 Pengadaan

33
Selain ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang
profesional, ketersediaan perbekalan farmasi di apotek merupakan faktor
penting lain untuk memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien.
Ketersediaan perbekalan farmasi dapat dicapai dengan pengelolaan, yang
meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian obat yang
baik. Pengelolaan persediaan di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari diawali
dengan proses perencanaan. Perencanaan bertujuan untuk menentukan jenis,
jumlah, dan waktu pemesanan sehingga sehingga mencegah terjadinya
kekosongan, kekurangan, atau kelebihan persediaan farmasi. Hal-hal yang
diperhatikan dalam melakukan perencanaan persediaan farmasi di Apotek
Kimia Farma 299 Rawasari persediaan barang atau stok, harga barang, pola
konsumsi masyarakat, pola penyakit, sistem pareto, dan pola penulisan resep
oleh dokter. Data-data historis tersebut dapat dirujuk berdasarkan data
penjualan setiap produk pada bulan sebelumnya.
Persediaan farmasi yang sudah atau akan habis diperiksa tiap
minggunya dan dicatat dalam buku defekta untuk kemudian diproses dan
segera dilakukan pengadaan. Pengadaan barang di Apotek mengikuti sistem
yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek melalui Bisnis Manajer
(BM). Pemesanan barang untuk Apotek Kimia Farma 299 Rawasari dilakukan
melalui BM Jambi. BM berfungsi melaksanakan pengadaan, penyimpanan, dan
pendistribusian barang untuk outlet-outlet yang berada di wilayahnya. Sistem
tersebut akan meningkatkan efisiensi dalam hal pengadaan barang dan dapat
memberikan keuntungan dari potongan harga yang diperoleh dari distributor
karena pengambilan barang dalam jumlah besar. Selain itu, sistem
perencanaan secara kolektif tersebut juga dapat menghindari pemesanan
barang yang tidak dibutuhkan akibat tidak cukup faktur.
Barang-barang yang dibutuhkan oleh apotek dicatat dalam Bon
Permintaan Barang Apotek (BPBA). Bagian gudang BM Jambi akan memeriksa
persediaan barang. Jika barang yang dipesan oleh apotek pelayanan tersedia di
gudang BM, akan dilakukan dropping barang tersebut oleh BM ke apotek yang
bersangkutan. Jika barang yang dibutuhkan oleh apotek tidak tersedia di
gudang, bagian pembelian BM akan melakukan pemesanan ke distributor.
Pemesanan barang tersebut diproses kurang lebih 1 minggu setelah pemesanan.
Apabila terdapat kebutuhan barang dalam jumlah kecil dan bersifat mendesak,
apotek dapat meminta atau meminjam barang tersebut dari Apotek Pelayanan
Kimia Farma lainnya melalui media telepon. Dengan adanya koordinasi antara
apotek Pelayanan Kimia Farma, maka jumlah penolakan resep pasien karena
tidak tersedianya obat dapat diminimalkan. Untuk pengadaan narkotika, apotek

34
Kimia Farma 299 Rawasari melakukan pemesanan melalui BM yang ditujukan
kepada PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pemesanan khusus
narkotika yang ditandatangani oleh APA.
Setelah barang datang di apotek, petugas akan mencocokkan barang
dengan dropingannya, jika sudah sesuai selanjutnya barang akan dimasukkan
ke tempat masing-masing dan dicatat pada kartu stok masing-masing, namun
untuk barang- barang swalayan dan OTC barang yang masuk tidak ditulis di
kartu stok.
Pengawasan persediaan obat atau barang dilakukan dengan mencatat
barang atau obat yang disimpan dan masuk pada kartu stok. Setiap kotak
penyimpanan obat atau barang dilengkapi dengan kartu stok yang berisi tanggal
disimpan atau diambil, no. dokumen, jumlah yang disimpan atau diambil,
jumlah sisa obat atau barang, paraf, tanggal kedaluarsa obat atau barang, dan
nomor batch obat atau barang. Pencatatan barang masuk dan barang keuar
(dibeli oleh pasien) dilakukan pada kartu stok. Pengeluaran barang dilakukan
dengan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out).
Pengadaan barang yang dilakukan pada Apotek Kimia Farma 299
Rawasari telah dilakukan dengan cukup baik, namun adakalanya tetap terjadi
kekosongan barang di apotek yang menyebabkan konsumen tidak bisa
mendapatkan barang yang mereka inginkan.

4.6 Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia yang ada di apotek Kimia Farma 299 Rawasari
juga telah memenuhi Peraturan Pemerintah RI tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di Apotek Kimia
Farma 299 Rawasari, APA dibantu oleh satu orang apoteker pendamping, dan
enam orang tenaga teknis kefarmasian (asisten apoteker). Apotek Kimia Farma
299 Rawasari buka selama 14 jam setiap harinya, dari hari senin sampai
minggu. Sumber daya manusia di apotek dibagi dalam dua shift jam kerja, yaitu
shift I pada jam 08.00-15.00, dan shift II pada jam 15.00-22.00 WIB. Namun
terkadang dalam satu hari, terdapat shift yang tidak di dampingi apoteker yang
bertugas. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk melakukan koordinasi
jam kerja antara APA dan apoteker pendamping sehingga pada setiap shift kerja
selalu terdapat apoteker yang dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian.
Program Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Apotek Kimia Farma 299
Rawasari yang dilaksanakan selama 4 minggu telah banyak memberikan
gambaran kepada calon tenaga teknis kefarmasian bagaimana tugas dan fungsi
seorang asisten apoteker di apotek. Calon asisten apoteker juga mendapat

35
informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di apotek, baik kegiatan pelayanan
kefarmasian maupun non teknis kefarmasian dalam rangka meningkatkan
kepuasan pelanggan dan menjamin kelangsungan hidup apotek sebagai suatu
unit bisnis.

36
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan Praktik Kerja Lapangan yang telah dilakukan di
Apotek Kimia Farma 299 Rawasari dapat disimpulkan:
1. Pelayanan di Apotek Kimia Farma mengacu kepada konsep Pharmaceutical
Care melalui penerapan Standar Operating Procedure (SOP) untuk setiap
aspek pelayanan.
2. Proses pengelolaan apotek meliputi pengelolaan manajerial dan pelayanan
kefarmasian. Pengelolaan manajerial meliputi pengelolaan modal dan sarana
apotek, administrasi keuangan, serta pengelolaan sumber daya manusia.
Pengelolaan di bidang kefarmasian meliputi perencanaan kebutuhan obat,
penyimpanan obat, pendistribusian obat, serta pelayanan informasi obat.
3. Pengadaan perbekalan farmasi dimaksudkan untuk menjamin tersedianya
perbekalan farmasi di apotek. Pengadaan perbekalan farmasi mencakup
obat, bahan obat, dan alat kesehatan. Pengadaan perbekalan farmasi di
Apotek Kimia Farma 299 Rawasari dilakukan secara selektif dengan
menggunakan sistem dropping center, BPBA, dan disegerakan/Cito.
4. Pengelompokan produk merupakan hal yang penting dan harus dilakukan
karena akan berdampak kepada efektifitas dan efisiensi dari apotek itu
sendiri. Pengelompokan produk di Apotek Kimia Farma 299 Rawasari
disusun berdasarkan farmakologi, bentuk sediaan, dan alfabetis.

5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di
Apotek Kimia Farma 299 Rawasari, yaitu :
1. Perlu perencanaan pengadaan yang lebih baik pada apotek Kimia Farma
299 Rawasari untuk mengatasi kekosongan produk yang terjadi pada
apotek.
2. Sebaiknya disediakan kasir khusus swalayan farmasi agar konsumen tidak
perlu mengantre bersama dengan pasien yang hendak membayar resep dan
memudahkan konsumen untuk mengetahui harga produk yang diletakkan
pada swalayan farmasi sebagai upaya dalam peningkatan pelayanan.
Sebaiknya kasir khusus swalayan farmasi dijaga oleh petugas teknis
kefarmasian (seperti asisten apoteker) agar dapat sekaligus berfungsi

37
sebagai tempat pemberian informasi mengenai produk swalayan farmasi
kepada konsumen.
3. Sebaiknya disediakan ruangan khusus untuk konseling obat oleh apoteker
kepada pasien untuk meningkatkan kualitas pelayanan kefarmasian di
apotek.
4. Perlu disiplin dan tindakan tegas dalam penulisan stok barang di kartu stok,
sehingga tidak terjadi kekurangan obat atau kehilangan obat.
5. Perlu ditingkatkan sistem informasi di komputer dalam hal stok barang,
sehingga pada saat pembeli datang tidak perlu dilakukan pengecekan ulang.

38
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, Azrul. (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Sinar
Harapan.
Azwar, Azrul. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Sinar
Harapan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat
Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta.
Firmansyah, M. (2009). Tata Cara Mengurus Perizinan Usaha Farmasi dan
Kesehatan. Jakarta: Transmedia Pustaka.
Kimia Farma. (2012). Laporan Tahunan (Annual Report) 2012.
http://www.kimiafarma.co.id/.
Diakses Pada 15 Maret 2017.
Presiden Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas
Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek.
Jakarta.
Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta.
Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan
dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.
Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (1993b). Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 919/MENKES/PER.X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat
Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta.
Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor.
922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotik. Jakarta.
Menteri Kersehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2015). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2015 Tentang Peredaran,

38
Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, Dan
Prekursor Farmasi. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor31 Tahun 2016 Tentang Perubaha atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011
Tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. Jakarta.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2017 Tentang Apotek. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1976). Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976
Tentang Narkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009).Undang-Undang Republik IndonesiaNomor
35 Tahun 2009TentangNarkotika. Jakarta.
Presiden Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta
Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan. Jakarta.
Setiastuti, A.D. (2012). Laporan Praktek Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma
No. 55 Jalan Kebayoran Lama No. 50 Jakarta Barat Periode 2 April – 12
Mei 2012. Jakarta : Universitas Indonesia.
Tim PKPA PT. Kimia Farma Apotek. (2012). Panduan dan Materi Praktek Kerja
Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma. Jakarta: PT. Kimia Farma
Apotek.
Umar, M. (2011). Manajemen Apotek Praktis Cetakan ke-4. Jakarta: Wira Putra
Kencana.

39

Anda mungkin juga menyukai