Anda di halaman 1dari 33

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER PERANAN HUKUM DALAM

PEMBANGUNAN EKONOMI

IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM RANGKA PENEGAKKAN


HUKUM PERSAINGAN USAHA DEMI TERCIPTANYA PEMBANGUNAN
EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT

DISUSUN OLEH:

Raka Fauzan Hatami

110120170001

HUKUM BISNIS

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM

UNIVERSITAS PADJAJARAN

BANDUNG

2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................................................. 1

B. Identifikasi Masalah ........................................................................................ 6

BAB II KAJIAN TEORETIK TERHADAP PERANAN HUKUM DALAM


PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PENEGAKKAN HUKUM SERTA
LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA
TIDAK SEHAT ............................................................................................. 7

A. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi ............................................ 7

1. Pengertian dan Tujuan dibentuknya Hukum ................................................... 7

2. Peranan Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Di Indonesia 8

B. Penegakkan Hukum ....................................................................................... 11

C. Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ................. 13

BAB III OBJEK PENELITIAN IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM


RANGKA PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DEMI
TERCIPTANYA PEMBANGUNAN EKONOMI BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN
PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT 16

BAB IV ANALISIS IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM RANGKA


PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA PADA
PEMBANGUNAN EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG
NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT .................. 19

A. Implementasi Peran Hukum Dalam Rangka Penegakkan Hukum Menciptakan


Persaingan Usaha Sehat Antar Pelaku Usaha Sebagai Upaya Pembangunan di

i
ii

Bidang Ekonomi Sesuai Dengan Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun


1999 ............................................................................................................... 19

B. Tindakan-Tindakan Yang Harus Dilakukan Dalam Penegakkan Hukum


Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Sesuai
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Agar Dapat Mendorong Kegiatan
Pembangunan Ekonomi Di Indonesia ........................................................... 22

BAB V PENUTUP ...................................................................................................... 26

A. Kesimpulan .................................................................................................... 26

1. Kesimpulan Implementasi Peran Hukum Dalam Rangka Penegakkan


Hukum Untuk Menciptakan Persaingan Usaha Sehat Antara Pelaku Usaha
Sebagai Upaya Pembangunan di Bidang Ekonomi Sesuai Dengan Tujuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ......................................................... 26

2. Kesimpulan Tindakan Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penegakkan


Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Agar Mendorong Kegiatan
Pembangunan Ekonomi Di Indonesia ............................................................ 26

B. Saran .............................................................................................................. 27

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 29


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan negara di bidang ekonomi sangat erat kaitannya
dengan kesejahteraan masyarakat dan untuk mewujudkannya, tidak dapat
dilepaskan dari peran hukum negara tersebut. Keberadaan hukum dalam kegiatan
pembangunan ekonomi sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang
terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber
ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam
memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.1 Sehingga,
dibutuhkan peran hukum yang ideal baik dalam pengawasan maupun penegakkan
hukum yang dibentuk oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat sebagai tujuan dari pembangunan di bidang ekonomi.

Salah satu tujuan negara Indonesia untuk memajukan kesejahteraan


masyarakat yang menjadi cita-cita bangsa Indonesia tercantum dalam pembukaan
Undang-Undang Dasar (selanjutnya disingkat UUD) 1945, yakni memajukan
kesejahteraan umum yang merupakan tujuan intern dari negara Indonesia. Segala
usaha pembangunan ekonomi Indonesia bertujuan untuk menciptakan
kesejahteraan tiap-tiap dan masing-masing Warga Negara Indonesia, sehingga
pembangunan ekonomi Indonesia harus menjunjung tinggi hak-hak hidup manusia
yang asasi.2

Pembangunan ekonomi dalam suatu negara tentu harus ditunjang dengan


sarana dan pranata hukum yang baik. Apalagi, di era globalisasi dewasa ini, dimana

1
Zulfi Diane Zaini, Perspektif Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Di Indonesia
(Sebuah Pendekatan Filsafat), (Desember 2012), Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Bandar Lampung Vol. XXVIII, No. 2, hlm. 930.
2
C.F.G. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung, Bina Cipta,
1988, hlm. 50.

1
2

dunia yang bersifat tanpa batas negara (borderless) telah mempengaruhi seluruh
aspek kehidupan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Semakin
kita memasuki abad ke 21, hukum nasional akan memperlihatkan sifat yang lebih
transnasional sehingga perbedaan-perbedaan dengan sistem hukum lain akan
semakin berkurang.3 Sebagai akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan
perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan yang bersifat
internasional yang dituangkan dalam perundang-undangan nasional, salah satunya
berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat yang dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.

Sebenarnya, masalah persaingan usaha merupakan urusan diantara pelaku


usaha. Namun mengingat bahwa dalam dunia usaha perlu diciptakan level playing
field yang sama antar pelaku usaha, maka pada akhirnya negara sangat diperlukan
untuk ikut campur.4 Latar belakang lahirnya Undang-Undang ini ialah krisis
ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997-1998 yang meruntuhkan nilai
rupiah dan membangkrutkan negara serta hampir semua pelaku ekonomi, sehingga
menyebabkan Indonesia meminta bantuan kepada International Monetery Fund
(IMF). Salah satu syarat yang diajukan IMF dalam Letter of Intent (LoI) ialah agar
Indonesia membuat Undang-Undang yang khusus mengatur antimonopoli. Atas
dasar itu, lahirlah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.5

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini merupakan bentuk peran hukum


untuk mengawasi aktivitas persaingan usaha di bidang ekonomi agar tercipta

3
C.F.G Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Bandung; Alumni,
1991, hlm. 74.
4
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006, hlm 103.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan UU Larangan Monopoli, Jurnal
Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Vol. 19, Mei-Juni 2002, Jakarta, hlm. 2.
3

kondisi yang menjaga agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup karena
sebelum adanya Undang-Undang ini terdapat perilaku pelaku bisnis yang tidak
berlaku jujur, pemilik hanya mencari keuntungan jangka pendek, pengawasan
tumpul dan tidak berfungsi, para manajer memilih sikap oportunis, kaum
professional menjadi sekedar cap atau stempel, aparat pemerintah ikut bermain, dan
masyarakat hanya bisa apatis saja.6 Selain itu, diberlakukannya Undang-Undang
ini telah mengimplementasikan aspek-aspek hukum yang selama ini belum
tersentuh karena adanya proteksi khusus terhadap sektor-sektor yang menyangkut
kepentingan hajat hidup orang banyak dan pemerintah pada waktu itu melalui
departemen terkait belum mampu menegakkan prinsip persaingan usaha yang sehat
dalam sektor yang dimaksud.7

Dalam rangka menangani perkara persaingan usaha tidak sehat dan juga
melakukan penegakkan hukum persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang
tercantum dan menjadi tujuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
Pemerintah membentuk Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (selanjutnya
disingkat KPPU). KPPU merupakan lembaga penegak hukum yang bertugas dan
berwenang untuk mengawasi perjanjian-perjanjian serta kegiatan-kegiatan yang
dilarang dan berpotensi untuk membuat iklim persaingan usaha di Indonesia
menjadi tidak sehat. KPPU memiliki sejumlah kewenangan sebagaimana lembaga
yudisial lainnya meliputi investigative authority, enforment authority, dan
litigating authority.8 Selain itu, lembaga ini tidak hanya berwenang mengawasi dan
melakukan penilaian terhadap tindakan pelaku usaha, namun juga berwenang

6
Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha Dalam Implementasi Teori Dan Praktik
(Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sektor Telekomunikasi) Bandung: Unpad
Press 2010. Hlm 9 Sebagaimana dikutip dari Tim Corporate Governance BPKP, Modul 1 Pengantar
Good Corporate Governance, edisi 1. Hlm 4-5.
7
Ibid.
8
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Problematika Penegakan Hukum
Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Rangka Mencipatakan Kepastian Hukum (2016) Jurnal Ilmu
Hukum Univeristas Padjajaran Volume 3 Nomor 1. Hal 119 sebagaimana dikutip dari Abdul Hakim
Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999. Hlm 9
4

melakukan pemeriksaan dengan disertai alat-alat bukti pemeriksaan yang memadai


dalam jangka waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang ini.

Akan tetapi pada praktiknya, peran hukum agar menciptakan persaingan


usaha yang sehat sebagaimana tujuan Undang-Undang ini belum berjalan sesuai
dengan tujuan karena implementasi Undang-Undang larangan praktik monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat ini memiliki banyak kelemahan, terutama
berkaitan dengan penegakkan hukum yang dilakukan KPPU. Kelemahan
penegakkan hukum yang dilakukan KPPU ini ialah terdapat kekaburan norma
terkait kewenangannya dalam melakukan penggeledahan. KPPU tidak memiliki
kewenangan mandiri untuk melakukan penggeledahan dalam penanganan perkara
persaingan usaha. KPPU juga sering kesulitan mendapatkan bukti langsung berupa
perjanjian, secara tertulis ataupun lisan dalam mengungkap kasus persaingan
usaha.9

Kelemahan KPPU semakin menjadi ketika Ketua Mahkamah Konstitusi


Arief Hidayat menyatakan frasa “penyelidikan” dalam kewenangan KPPU pada
Pasal 36 huruf c, huruf d, huruf h, dan huruf i, serta Pasal 41 ayat (1) dan ayat (2)
UU Anti Monopoli bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 secara
bersyarat. “Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak
dimaknai “pengumpulan alat bukti sebagai bahan pemeriksaan,” katanya saat
membacakan amar putusan Perkara No. 85/PUU XIV/2016.10 Hal ini menandakan
bahwa Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menyatakan bahwa KPPU dalam
kewenangannya melakukan penyelidikan dan pengawasan perlu dibatasi.

Selain itu, KPPU yang memiliki tugas dan fungsi menjatuhkan putusan.
yang bersifat final and binding disertai dengan pemberian sanksi administrasi

9
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 16.00 WIB.
10
Aida Mardatillah, “MK Pertegas Kewenangan KPPU Bukan Sebagai Pro Justitia”, pada
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c247404c39b/mk-pertegas-kewenangan-kppu-bukan-
sebagai-ipro-justitia-i. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 16.26 WIB.
5

sebagaimana yang diatur dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999


ini. Dan apabila pihak pelanggar merasa dirugikan dengan putusan KPPU, maka
pihak pelanggar dapat mengajukan upaya hukum keberatan kepada Pengadilan
Negeri sesuai yang diatur dalam Pasal 44 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999
dan dapat berlanjut hingga tahap kasasi ke Mahkamah Agung. Tetapi pada
praktiknya, Putusan KPPU tersebut seringkali dibatalkan di Pengadilan Negeri
ketika pihak pelanggar mengajukan upaya keberatan ke Pengadilan Negeri.

Hal ini terjadi pada kasus kartel SMS yang melibatkan 5 (lima) operator
besar. KPPU menyatakan sejumlah operator bersalah dalam kasus kartel SMS.
Kartel SMS itu menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp2,8 triliun. KPPU
mengganjar sanksi denda untuk lima operator hingga Rp77 miliar. Rinciannya, XL
(Rp25 miliar,) Telkomsel (Rp25 miliar), Telkom (Rp18 miliar), Bakrie Telecom
(Rp4 miliar), Mobile-8 (Rp5 miliar).11 Namun, keputusan KPPU tidak bisa
langsung dijalankan karena adanya upaya keberatan dari para operator. Perjalanan
kasus ini berakhir di Mahkamah Agung. KPPU mengajukan kasasi setelah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan yang
diajukan oleh para operator seluler terhadap putusan KPPU. KPPU butuh waktu
hingga 8 tahun agar putusannya bisa dieksekusi. Pada tanggal 26 Februari 2016,
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi KPPU dalam perkara No. 9
K/Pdt.Sus-KPPU/2016 pada 29 Februari 2016. Lima operator harus membayar
denda ke KPPU.12 Lamanya jangka waktu eksekusi putusan KPPU tersebut
mencerminkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini memiliki
kelemahan dalam rangka melaksanakan kegiatan penegakkan hukum persaingan
usaha dan membuat tidak terciptanya perlindungan terhadap kepentingan umum.

11
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 17.00 WIB.
12
Ibid.
6

Dari uraian di atas, peran hukum dalam mengatur kegiatan persaingan usaha
tidak sehat, terutama berkaitan dengan penegakkan hukum belum berjalan dengan
baik dan menimbulkan ketidakpastian hukum karena Undang-Undangnya sendiri
memiliki kelemahan-kelemahan dalam penerapannya. Tentu ini berimplikasi pada
belum terciptanya persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha dan akan
menimbulkan ketidakadilan dalam perlindungan hukum terhadap kepentingan
umum bagi masyarakat dan terutama pelaku usaha yang dirugikan akibat dari
tindakan curang dari pelaku usaha lain. Permasalahan tersebut juga akan
berdampak pada terhambatnya pembangunan ekonomi negara Indonesia karena
tidak terciptanya kesempatan melakukan usaha yang sama diantara pelaku usaha.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, penulis akan membuat makalah mengenai
bagaimana implementasi peranan hukum dalam rangka penegakkan hukum
persaingan usaha sehat demi terciptanya pembangunan ekonomi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa pertanyaan mendasar
terkait dengan permasalahan yang penulis angkat, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya implementasi peran hukum dalam rangka penegakkan
hukum menciptakan persaingan usaha yang sehat antara pelaku usaha sebagai
upaya pembangunan di bidang ekonomi agar dapat berjalan sesuai dengan
tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ?

2. Bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam penegakkan hukum


larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 agar dapat mendorong kegiatan
pembangunan ekonomi di Indonesia ?
BAB II
KAJIAN TEORETIK TERHADAP PERANAN HUKUM DALAM
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN PENEGAKKAN HUKUM SERTA
LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK
SEHAT

A. Peranan Hukum Dalam Pembangunan Ekonomi


1. Pengertian dan Tujuan dibentuknya Hukum
Hukum menurut Mochtar Kusumaatmadja jika diartikan dalam arti
yang luas, tidak saja merupakan keseluruhan azas-azas dan kaidah-kaidah yang
mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat melainkan meliputi lembaga-
lembaga (institutions) dan proses-proses (process) yang mewujudkan
berlakunya kaidah-kaidah tersebut dalam kenyataan.13 Selanjutnya, dapat
dikatakan bahwa dimana ada masyarakat, disana ada hukum (ubi societas ibi
ius). Dengan demikian suatu unsur pokok dalam hukum adalah bahwa hukum
adalah sesuatu yang berkenaan dengan manusia, dimana manusia hidup dalam
suatu komunitas yang disebut dengan masyarakat.14

Tujuan utama hukum adalah untuk mewujudkan ketertiban yang


dibentuk oleh Pemerintah yang berwenang untuk diterapkan di masyarakat.
Kebutuhan akan ketertiban merupakan fakta dan kebutuhan objektif bagi setiap
masyarakat manusia.15 Untuk mewujudkan ketertiban tersebut, dibutuhkan pula
kepastian hukum sebagai tujuan hukum, dimana ketertiban atau keteraturan,
tidak mungkin terwujud tanpa adanya garis-garis perilaku kehidupan yang
pasti. Keteraturan hanya akan ada jika ada kepastian dan untuk adanya
kepastian hukum haruslah dibuat dalam bentuk yang pasti pula (tertulis).16

13
Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1991, hlm. 1.
14
Ibid.
15
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 1993, hlm. 127.
16
Ibid

7
8

Indonesia ialah Negara hukum (Rechtsstaat) sebagaimana yang telah


ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 Amandemen ke 4. Dalam suatu
rechtsstaat yang modern, fungsi peraturan perundang-undangan bukanlah
hanya memberikan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
dan hidup dalam masyarakat semata, tetapi peraturan perundang-undangan
adalah salah satu metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur
dan mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan.17
Dalam praktik memang demikian yang dilakukan oleh pembentuk Undang-
Undang, karena saat ini kekuasaan pembentuk Undang-Undang adalah
terutama memberikan arah dan menunjukkan jalan bagi terwujudnya cita-cita
kehidupan bangsa melalui hukum yang dibentuknya.18

2. Peranan Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Di Indonesia


Landasan filosofis dan konstitusional politik hukum nasional sebagai
wujud peran hukum dalam pembangunan ekonomi di Indonesia tercermin
dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Khususnya dalam Pancasila
di sila kelima, yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan amanat
dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (2) Pasal 33 dan 34 UUD 1945
(Amandemen ke 4). Ketentuan-ketentuan di atas menjelaskan bahwa semua
orientasi berbangsa dan bernegara, politik ekonomi, hukum, sosial dan budaya,
adalah dijiwai semangat keadilan menyeluruh dan diperuntukkan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Hal tersebut menegaskan bahwa hukum sebagai asas-asas
serta kaidah-kaidah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi
suatu negara, termasuk di Indonesia. Pembangunan ekonomi sangat
memerlukan sarana serta pranata hukum agar pembangunan nasional mencapai
tujuan sesuai rencana.

17
Ibid.
18
Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Yogyakarta, Genta Press, 2007,
hlm.104-105.
9

Pengaturan hukum dalam pembangunan ekonomi harus didasarkan


pada pertimbangan hukum dan ekonomi yang baik dan seimbang dan hukum
harus menunjukkan arah bagi terselenggaranya pembangunan ekonomi.
Mochtar Kusumaatmadja mencetuskan teori hukum pembangunan yang
mengatakan bahwa hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban
dalam masyarakat. Hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang
telah tercapai. Fungsi demikian diperlukan dalam setiap masyarakat termasuk
masyarakat yang sedang membangun, karena di sini pun ada hasil-hasil yang
harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang
sedang membangun yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang
berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki memiliki fungsi demikian saja. Ia
juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu.19

Dibutuhkan kesamaan pemahaman terhadap tujuan yang ingin dicapai


sehingga peran hukum dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh
berbagai pihak dapat bersinergi mencapai tujuan yang disepakati secara
nasional. Selanjutnya, pembinaan hukum nasional diarahkan untuk mencapai
tujuan terbentuk dan berfungsinya sistem hukum nasional.20 Selain itu, dalam
pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada perkembangan hukum
dan perkembangan bidang ekonomi tidak akan berjalan dengan maksimal tanpa
dilandasi oleh peraturan perundangan-undangan yang baik. Pengaturan hukum
berkaitan erat dengan pembangunan pada umumnya dan khususnya bagi
pembangunan ekonomi.21

19
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni,
2006, hlm. 14.
20
Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam
Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum
Nasional), Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2008, hlm. 189.
21
Zulfi Diane Zaini, Op.Cit, hlm. 937 sebagaimana dikutip dari Djuhaendah Hasan, Fungsi
Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bandung, 2008, hlm. 23.
10

Dalam era globalisasi, eksistensi hukum dipandang penting, karena


perubahan di berbagai bidang menuntut adanya norma atau rule of law yang
dapat memberikan arahan pada cita-cita mulia sebagaimana pertama kali ide
liberalisasi perdagangan lahir yang menghendaki adanya pemerataan ekonomi
dan mensejahterakan masyarakat dunia yang selama ini dianggap tidak adil
akibat praktik kolonialisme. David M. Trubek menyatakan bahwa rule of law
merupakan hal yang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi dan akan
memberikan dampak yang luas bagi reformasi sistem ekonomi di seluruh dunia,
yang berdasarkan pada teori apa yang dibutuhkan untuk pembangunan dan
bagaimana peranan hukum dalam perubahan ekonomi.22 Selanjutnya Trubek
juga menyatakan bahwa pada saat ini setiap negara membutuhkan suatu upaya
yang sistematis untuk memahami keterkaitan antara hukum, sosial, ekonomi
dan politik, jika tidak bisa dilakukan secara komprehensif, konsistensi dan
koherensi, akan berdampak pada terjadinya krisis hukum (crisis of law).23

Landasan hukum yang digunakan dalam pembangunan ekonomi perlu


dikaji kembali, dimana dalam memerankan hukum untuk pembangunan
ekonomi Indonesia ke depan hukum tidak saja bersifat formalis akan tetapi
hukum harus dibuat secara sistematis dan komprehensif (in concert) agar
mempunyai arah dan tujuan yang jelas sesuai dengan apa yang akan dicapai dan
instrumen yang digunakan untuk dapat mencapainya.24 Selain itu, agar dalam
pembangunan ekonomi berjalan dengan baik serta maksimal terdapat 2 (dua)
unsur kualitas dari hukum yang harus dipenuhi yakni:25

22
Ibid, hlm. 947 sebagaimana dikutip dari David M. Trubek, “2002-2003, ELRC Annual Report
: Law and Economic Development : Critiques and Beyond” disampaikan pada Spring Conference
Harvard Law School, April 13-14 2003, hlm. 1.
23
Ibid, hlm. 948, sebagaimana dikutip dari David M. Trubek, “Toward a Social Theory of Law
: An Essay on the Study of Law and Development”, The Yale Law Journal, (Vol. 82, 1 November 2000),
hlm. 2.
24
Ibid.
25
Soerjanto Poespowardojo, Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Budaya Sebuah
Pendekatan Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998, hlm. 85
11

a. Stabilitas (stability), dimana hukum berpotensi untuk menjaga


keseimbangan dan mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang
saling bersaing;
b. Memprediksi (predictability), berfungsi untuk memprediksi akibat
dari suatu langkah-langkah yang diambil khususnya akan menjadi
sangat penting bagi negara yang sebagian besar rakyatnya
memasuki hubungan-hubungan ekonomi yang melampaui
lingkungan sosial dan tradisional.

B. Penegakkan Hukum
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.26 Penegakkan hukum ditujukan
guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini
dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga-
lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup
masing-masing serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung
tujuan yang hendak dicapai.

Menurut Satjipto Rahardjo, dalam struktur kenegaraan modern, maka tugas


penegakkan hukum itu dijalankan oleh komponen eksekutif dan dilaksanakan oleh
birokrasi dari eksekutif tersebut sehingga sering disebut juga birokrasi penegakkan
hukum. Eksekutif dengan birokrasinya merupakan bagian dari mata rantai untuk
mewujudkan rencana yang tercantum dalam peraturan hukum yang menangani
bidang-bidang tersebut.27 Tugas penegakkan hukum tidak hanya diletakkan pada
pundak kepolisian. Penegakkan hukum merupakan tugas dari semua subjek hukum

26
Jimly Asshiddiqie, Penegakkan Hukum, pada
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018
Pukul 13.11 WIB.
27
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung Citra Aditya Bakti, 2006. Hal 181.
12

dalam masyarakat. Meskipun demikian, dalam kaitannya dengan hukum publik,


pihak pemerintah lah yang bertanggung jawab untuk melakukan penegakkan
hukum.28

Keberhasilan penegakkan hukum akan dipengaruhi faktor-faktor seperti


hukum, pihak-pihak yang membentuk dan menerapkan hukum, sarana atau fasilitas
yang mendukung penegakkan hukum, masyarakat dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan, dan kebudayaan sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada manusia di dalam pergaulan hidup.29 Selain itu, agar hukum dapat
berfungsi dengan baik diperlukan keserasian dalam hubungan antara 4 (empat)
faktor ini sebagai berikut:30
1. Hukum atau peraturan itu sendiri. Kemungkinannya adalah adanya
ketidakcocokan dalam peraturan perundang-undangan mengenai
bidang kehidupan tertentu. Kemungkinan lainnya adalah
ketidakcocokan antara peraturan perundang-undangan dengan hukum
tidak tertulis atau hukum kebiasaan;
2. Mentalitas petugas yang menegakkan hukum, yakni mencakup hakim,
polisi, jaksa, pembela, petugas pemasyarakatan. Apabila peraturan
perundang-undangan sudah baik tetapi mental penegak hukum kurang
baik, maka akan terjadi gangguan pada system penegakan hukum;
3. Fasilitas yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan hukum. Kalau
peraturan perundang-undangan sudah baik dan juga mentalitas
penegaknya juga baik, akan tetapi fasilitas tidak memadai (dalam
ukuran tertentu), maka penegakkan hukum tidak akan berjalan dengan
semestinya;
4. Kesadaran hukum, kepatuhan hukum dan perilaku warga masyarakat.

28
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 307
29
Ridwan H.R., Ibid hlm. 308 sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Press,1983, hlm 4-5
30
Ibid.
13

4 (empat) faktor di atas merupakan inti dari penegakkan hukum. Jika


keempat faktor-faktor tadi diteliti, maka akan terungkap hal-hal yang berpengaruh
dan menghambat terhadap penegakkan hukum dalam suatu peraturan perundang-
undangan.

C. Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Di Indonesia, kita mengenal hukum larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat sebagai hukum positif yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat. Diberlakukannya Undang-Undang ini agar dunia usaha dapat
tumbuh dan berkembang secara sehat dan wajar, sehingga tercipta iklim persaingan
usaha yang sehat, terhindarnya pemusatan kekuatan ekonomi pada perorangan atau
kelompok tertentu, serta untuk mewujudkan pembangunan di bidang ekonomi demi
terwujudnya kesejahteraan rakyat. Syamsul Maarif berpandangan bahwa secara
harafiah, Undang-Undang Anti Monopoli pada intinya mengandung 2 (dua) hal
yaitu persaingan dan non-persaingan. Yang dimaksud dengan dengan tujuan
persaingan di sini adalah tercapainya efisiensi kegiatan usaha. Ini paralel dengan
tujuan hukum persaingan di banyak negara yaitu tercapainya efisiensi kegiatan
usaha. Tujuan non-persaingan adalah menjaga kepentingan umum.31

Dalam Undang-Undang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha


Tidak Sehat ini, terdapat beberapa perjanjian yang dilarang oleh Undang-Undang
ini seperti Perjanjian oligopoli, Perjanjian Penetapan Harga, Perjanjian Pembagian
Wilayah, Perjanjian Pemboikotan, Perjanjian Kartel, Perjanjian Trust, Perjanjian
oligopsony, Perjanjian integrasi vertikal, Perjanjian tertutup, dan Perjanjian dengan
pihak luar negeri. Selain itu, terdapat beberapa kegiatan yang dilarang seperti

31
Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Mei-Juni
2002). Jurnal Hukum Bisnis, Volume 19. Hal.44
14

kegiatan monopoli, monopsoni, penguasaan pasar, persekongkolan, dan


penyalahgunaan posisi dominan.

Untuk melakukan kegiatan penegakkan hukum persaingan usaha terkait


dengan perjanjian-perjanjian serta kegiatan-kegiatan yang dilarang oleh Undang-
Undang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, maka dibentuklah
KPPU sesuai dengan amanat Pasal 30 Undang-Undang ini. KPPU dibentuk dengan
tujuan untuk mencegah dan menindaklanjuti adanya praktik monopoli serta untuk
menciptakan iklim persaingan usaha sehat kepada para pelaku usaha di Indonesia.
Syamsul Maarif menyatakan bahwa pada prinsipnya KPPU memiliki yurisdiksi
yang luas dan memiliki 4 (empat) tugas utama, yaitu Fungsi hukum sebagai satu-
satunya intitusi yang mengawasi implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999, Fungsi administrasi karena KPPU bertanggung jawab mengadopsi dan
mengimplementasi peraturan-peraturan pendukung, Fungsi penengah karena
KPPU menerima keluhan-keluhan dari pelaku usaha, melakukan investigasi
independen, melakukan tanya jawab, dan terakhir ialah Fungsi polisi disebabkan
KPPU bertanggung jawab terhadap pelaksanaan keputusan yang diambilnya.32

KPPU diberikan tugas dan wewenang yang sangat luas oleh Undang-
Undang ini karena selain menciptakan ketertiban sebagai lembaga penegak hukum
dalam persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim
persaingan usaha yang kondusif.33 Dalam proses pembuktian, KPPU menggunakan
unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya
perbuatan dan pembuktian rule of reason yang selain mempertanyakan eksistensi
perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.34

32
Erlin Karim., Penegakkan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Oktober-Desember 2016) Jurnal Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9, hlm. 128
33
Suyud Margono., Hukum Anti Monopoli. Jakarta: Sinar Grafika, 2009., hlm. 145.
34
Isis Ikhwansyah, Op.Cit, hlm. 32
15

Guna memperoleh alat bukti yang cukup, komisi KPPU berwenang untuk
memanggil pelaku usaha serta pihak lain yang diduga mengetahui terjadinya
pelanggaran untuk memberikan keterangan dan alat bukti pendukung. Semua pihak
yang diperiksa wajib memenuhi seluruh permintaan Majelis Komisi. Berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh, Majelis Komisi kemudian memutuskan ada atau
tidaknya pelanggaran dan jika terbukti adanya pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1999, Majelis Komisi mengeluarkan perintah dan/atau sanksi
kepada pelaku usaha yang disampaikan dalam bentuk keputusan KPPU dan
dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Dan KPPU dapat menempuh jalur
pelaksanaan secara paksa, yaitu melakukan eksekusi melalui pengadilan negeri.

Pelaku usaha yang diputus secara bersalah oleh KPPU dapat mengajukan
upaya keberatan kepada pengadilan negeri terkait putusan tersebut. Hal ini
merupakan lembaga yang baru karena dalam proses peradilan di pengadilan negeri
hanya dikenal perkara permohonan dan gugatan. Upaya hukum keberatan hanya
dikenal dalam pengadilan tata usaha negara. Di samping itu, upaya hukum
keberatan sendiri bukanlah suatu upaya hukum yang dikenal dalam hukum acara
perdata di Indonesia karena sistem hukum acara formal di Indonesia hanya
mengenal 2 jenis upaya hukum, yakni upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa. Dalam praktik, pengaturan upaya hukum diatur kemudian dengan peraturan
Mahkamah Agung.35 Putusan KPPU tersebut merupakan putusan yang berkekuatan
hukum tetap. Namun, tidak memiliki kekuatan eksekutorial sehingga bagi putusan
KPPU agar dapat dilaksanakan secara paksa atau berkekuatan eksekutorial masih
memerlukan penetapan pengadilan negeri terhadap putusan tersebut.36

35
Ibid, Pada 56.
36
Ibid, Pada 58.
BAB III
OBJEK PENELITIAN IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM
RANGKA PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DEMI
TERCIPTANYA PEMBANGUNAN EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

Objek penelitian yang ditelaah oleh penulis berkaitan dengan bagaimana


implementasi peranan hukum dalam rangka penegakkan hukum persaingan usaha
demi terciptanya pembangunan ekonomi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 serta bagaimana tindakan-tindakan yang harus dilakukan dalam
penegakkan hukum larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat
sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 agar dapat mendorong
kegiatan pembangunan ekonomi di Indonesia serta menciptakan kesempatan usaha
yang sama diantara pelaku usaha.

Hal-hal yang telah disebutkan di atas menarik untuk diteliti lebih jauh
karena pada faktanya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diharapkan dapat
mendorong kegiatan pembangunan ekonomi negara Indonesia agar menciptakan
persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku usaha belum mencapai tujuan
sebagaimana yang diinginkan karena terdapat kekeliruan serta ketimpangan dalam
penerapan dan implementasi Undang-Undang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat ini, terutama berkaitan dengan penegakkan hukum
yang dilakukan KPPU sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan
pengawasan dan penegakkan hukum persaingan usaha.

Terdapat kelemahan dari wewenang yang diberikan oleh Undang-Undang


Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ini kepada KPPU.
KPPU tak punya wewenang untuk mempermudah penyelidikan dan penyidikan

16
17

seperti menyita alat bukti atau upaya paksa memanggil para terduga kasus
persaingan usaha. Anggota Komisioner KPPU Sukarmi mengatakan dalam
penanganan perkara, KPPU kerap kesulitan memanggil para pihak terkait karena
tak memiliki kewenangan melakukan upaya paksa. Dalam penanganan perkara
persaingan usaha yakni kewenangan KPPU dalam melakukan penggeledahan,
terdapat kekaburan norma terkait kewenangannya tersebut. KPPU tidak memiliki
kewenangan mandiri untuk melakukan penggeledahan dalam penanganan perkara
persaingan usaha. KPPU juga sering kesulitan mendapatkan bukti langsung berupa
perjanjian, secara tertulis ataupun lisan dalam mengungkap kasus persaingan
usaha.37

Pemaparan di atas membuktikan bahwa peran hukum dalam melakukan


penegakkan hukum yang dilakukan KPPU sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai hukum positif yang mengatur
mengenai persaingan usaha diantara pelaku usaha sebagai upaya melakukan
kegiatan pembangunan ekonomi demi terciptanya kesejahteraan kepentingan
umum, dan terciptanya kesempatan usaha yang sama belum berjalan sebagaimana
yang diinginkan. Padahal, fungsi peraturan perundang-undangan yang dibentuk
oleh Pemerintah Indonesia seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini
bukanlah hanya memberikan bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku dan hidup dalam masyarakat semata, tetapi peraturan perundang-undangan
adalah salah satu metode dan instrumen ampuh yang tersedia untuk mengatur dan
mengarahkan kehidupan masyarakat menuju cita-cita yang diharapkan.38

Bagaimana hukum dapat berperan dalam pembangunan ekonomi Indonesia


untuk menciptakan persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha apabila
peraturan yang ada serta penegakkan hukumnya tidak mendorong pembangunan

37
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018 Pukul 17.42 WIB.
38
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Loc. Cit.
18

ekonomi yang dicita-citakan untuk mewujudkan kesejahteraan kepentingan umum


? Padahal, hukum seharusnya berdiri paling depan, menunjukkan arah bagi
terselenggaranya pembangunan nasional di segala bidang secara terencana,
bertahap, serta berkelanjutan. Termasuk pembangunan nasional di bidang ekonomi
dalam kaitannya menciptakan persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha.

Permasalahan-permasalahan yang melingkupi persaingan usaha terutama


dari sisi hukum acara tentu harus dikaji secara komprehensif karena dasar dari
adanya hukum persaingan usaha merupakan basis ekonomi, yang mana pada saat
ini Indonesia sedang berada dalam tahap liberalisasi ekonomi dan tengah
beradaptasi terhadap ekonomi pasar sehingga banyak mengadakan deregulasi
dalam berbagai perundang-undangan.39 Permasalahan-permasalahan tersebut
menjadi objek penelitian yang dilakukan penulis dan akan dilakukan analisis pada
bab selanjutnya.

39
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Op.cit. Sebagaimana dikutip dari Johnny
Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha- Filosofis, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Malang:
Penerbit Bayu Media, 2007. Hal 1.
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM RANGKA
PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA PADA PEMBANGUNAN
EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT

A. Implementasi Peran Hukum Dalam Rangka Penegakkan Hukum


Menciptakan Persaingan Usaha Sehat Antar Pelaku Usaha Sebagai Upaya
Pembangunan di Bidang Ekonomi Sesuai Dengan Tujuan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1999
Dalam hal kegiatan persaingan usaha sebagai bentuk kegiatan di bidang
ekonomi, implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai produk hukum dalam
rangka pembangunan ekonomi dan memberikan perlindungan hukum terhadap
kepentingan umum bidang ekonomi belum berjalan sebagaimana tujuan yang
diinginkan karena terdapat kelemahan-kelemahan dalam Pasal-Pasal di Undang-
Undang tersebut, terutama berkaitan dengan penegakkan hukum.

Dikatakan demikian karena Undang-Undang ini telah banyak dikritik


terkait penegakkan hukum yang dilakukan oleh KPPU sebagai lembaga penegak
hukum persaingan usaha. Walaupun KPPU diberikan kewenangan yang luas dalam
menegakkan hukum persaingan usaha serta diberikan kewenangan untuk
mengeluarkan putusan terhadap pelaku usaha yang dianggap bersalah, akan tetapi
seringkali pelaku usaha tersebut dapat terhindar dari sanksi yang dijatuhkan. Pasal
36 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini mengatakan bahwa kewenangan
KPPU ialah menerima laporan, melakukan penelitian, penyelidikan,
menyimpulkan penyelidikan, memanggil pelaku usaha, menghadirkan saksi,
menetapkan keputusan, dan menjatuhkan sanksi. Tetapi pada faktanya, KPPU tak
punya wewenang untuk mempermudah penyelidikan dan penyidikan seperti

19
20

menyita alat bukti atau upaya paksa memanggil para terduga kasus persaingan
usaha. Ketidakhadiran para pihak membuat proses pemeriksaan perkara tidak
efektif dan KPPU tidak memiliki upaya paksa sebagaimana lembaga peradilan,
polisi, maupun jaksa walaupun KPPU memiliki fungsi layaknya polisi yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan keputusan yang diambilnya.

Beberapa putusan KPPU yang sering dibatalkan di Pengadilan Negeri juga


merupakan bukti lainnya dari kelemahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
ini seperti kasus kartel SMS yang telah dijabarkan sebelumnya dimana KPPU butuh
waktu 8 tahun untuk dapat mengeksekusi putusannya. Putusan KPPU sebagaimana
disebutkan dalam Pasal 44 ayat (2) dapat diajukan ke Pengadilan Negeri apabila
pihak terlapor, yakni pelaku usaha keberatan atas putusan KPPU. Undang-Undang
ini tidak mengatur secara rinci mengenai proses beracara yang berlaku bagi
pengajuan keberatan. Karena, ketika putusan KPPU diajukan keberatan ke
Pengadilan Negeri lalu apabila tidak puas dilanjutkan ke tahap kasasi di Mahkamah
Agung, tidak jarang putusan KPPU seringkali dibatalkan. Hal ini disebabkan
karena posisi KPPU lemah secara substantif karena tidak memiliki upaya paksa
untuk memaksakan putusan KPPU kepada pelaku usaha yang melanggar Undang-
Undang ini. Hal ini tentu membuat penegakkan hukum yang dilakukan KPPU tidak
berjalan efektif dan efisien.

Dari pemaparan di atas, penulis berpendapat bahwa tidak efektifnya


Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 sebagai produk hukum yang dibentuk oleh
Pemerintah berdampak pada pembangunan ekonomi di Indonesia dimana tidak
terciptanya unsur kepastian hukum serta keadilan untuk melakukan kegiatan usaha
karena adanya ketimpangan diantara pelaku usaha, terutama pelaku usaha besar
yang memiliki modal besar akan lebih diuntungkan daripada pelaku usaha kecil.
Apabila kelemahan dalam penegakkan hukum persaingan usaha ini dibiarkan dan
tidak berjalan maksimal, tentu akan mengancam keberlangsungan usaha dari
pelaku usaha lain dan tidak sesuai dengan salah tujuan negara Indonesia
21

sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yakni menciptakan


kesejahteraan umum.

Selain itu, berkaitan dengan pemahaman bahwa pembangunan ekonomi


akan berjalan dengan baik serta maksimal apabila memenuhi 2 (dua) unsur kualitas
dari hukum yang harus dipenuhi seperti adanya stabilitas dan kemampuan
memprediksi, Menurut penulis, kedua unsur kualitas hukum dalam pembangunan
ekonomi ini belum tercapai dalam implementasi penegakkan hukum Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dilakukan KPPU. Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1999 tidak mampu menciptakan stabilitas dan mengakomodir kepentingan-
kepentingan pelaku usaha yang bersaing dalam melakukan kegiatan usaha karena
kelemahan KPPU sebagai lembaga penegak hukum yang tidak memiliki upaya
paksa dalam melakukan penyidikan, penyelidikan, serta penggeledahan membuat
pelaku usaha yang melanggar mungkin saja dapat menghilangkan alat bukti. Hal
tersebut terbukti dengan sulitnya KPPU melakukan ekesekusi terhadap putusannya
ditambah dengan jangka waktu yang lama untuk melakukan eksekusi tersebut
seperti dalam kasus kartel SMS. Keadaan tersebut merugikan pelaku usaha pelapor
yang dirugikan akibat kegiatan pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha terlapor
karena tindakan pelanggaran yang dilakukan tidak dapat dibuktikan secara
langsung dan menandakan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tidak
mampu menjaga keseimbangan dan tidak mengakomodasi kepentingan-
kepentingan pelaku usaha yang bersaing melakukan kegiatan usaha sejenis ketika
ada salah satu pelaku usaha dirugikan oleh pelaku usaha lainnya.

Poin yang kedua ialah memprediksi. Selain bahwa Undang-Undang Nomor


5 Tahun 1999 tidak mengatur kewenangan KPPU untuk melakukan upaya paksa
untuk melaksanakan eksekuksi putusan tersebut bagi pelaku usaha yang diduga
melakukan pelanggaran. Undang-Undang ini tidak dapat memprediksi kejadian di
kemudian hari yang mungkin saja terjadi dan dapat merugikan negara. Sebagai
contoh, apabila pelaku usaha tersebut telah diputus bersalah melanggar ketentuan
22

Undang-Undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini,
lalu melarikan diri ke luar Indonesia, KPPU tidak dapat melaksanakan eksekusi
putusan tersebut. Apalagi putusan KPPU tidak memiliki kekuatan ekstrateritorial
karena tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Jika hal tersebut terjadi, maka
pemerintah Indonesia sangat dirugikan karena pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran tersebut akan membawa uang beserta keuntungan yang diperoleh
akibat dari perjanjian atau kegiatan usaha yang dilarang dalam Undang-Undang ini
ke luar negeri dan KPPU tidak dapat bertindak karena tidak memiliki kewenangan
untuk itu. Hal ini tentu saja akan mengambat pembangunan di bidang ekonomi dan
tidak menciptakan keadilan dan kepastian hukum serta perlindungan hukum
ekonomi bagi kepentingan umum, khususnya bagi pelaku usaha dan masyarakat
yang dirugikan. Kesejahteraan yang menjadi tujuan negara Indonesia tentu tidak
akan tercapai jika implementasi Undang-Undang ini tidak berjalan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.

Jadi, implementasi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan


praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam rangka menciptakan
persaingan usaha yang sehat demi pembangunan ekonomi Indonesia belum sesuai
dengan amanat sila kelima Pancasila dan UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (2) Pasal
33 dan 34 UUD 1945 karena tidak mencerminkan keadilan terhadap kepentingan
umum dan tidak menciptakan kesempatan usaha yang sama diantara pelaku usaha,
akibat dari implementasi Undang-Undang persaingan usaha yang tidak berjalan
dengan baik. Padahal, pembangunan ekonomi akan sangat berpengaruh pada
perkembangan hukum dan perkembangan bidang ekonomi yang keduanya tidak
akan berjalan dengan maksimal tanpa dilandasi oleh Peraturan Perundangan-
undangan yang baik. Pengaturan hukum berkaitan erat dengan pembangunan pada
umumnya dan khususnya bagi pembangunan ekonomi.

B. Tindakan-Tindakan Yang Harus Dilakukan Dalam Penegakkan Hukum


Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat Sesuai
23

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Agar Dapat Mendorong Kegiatan


Pembangunan Ekonomi Di Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli
dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagai suatu produk sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya memiliki kelemahan-kelemahan yang menurut penulis
dapat menghambat pembangunan ekonomi sehingga peran hukum sebagai
penunjang pembangunan ekonomi tidak berjalan maksimal. Sering terhambatnya
kinerja KPPU dalam melaksanakan kewenangannya sebagai lembaga penegak
hukum Undang-Undang Persaingan usaha membuat penegakkan hukumnya
menjadi tidak efektif. Apalagi, seringkali putusan dari KPPU tidaklah efektif
karena putusan tersebut pada akhirnya dapat diajukan keberatan oleh terlapor atau
pelaku usaha yang melanggar dan bahkan mungkin dibatalkan oleh Pengadilan
Negeri. Tidak semua putusan dalam perkara monopoli dan/atau persaingan usaha
tidak sehat dapat dieksekusi karena adanya putusan Pengadilan Negeri dan
Mahkamah Agung yang mengabulkan keberatan dan kasasi pelaku usaha sehingga
tidak dapat dieksekusi karena putusan tersebut bersifat konstitutif.

Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini menerapkan


pendekatan perse illegal dan rule of reason. Pendekatan perse illegal diterapkan
tindakan-tindakan yang pasti membawa akibat negatif terhadap persaingan.
Sedangkan pendekatan rule of reason diterapkan terhadap tindakan yang berpotensi
membawa akibat negatif terhadap persaingan. Berdasarkan pendekatan-pendekatan
tersebut mengacu pada aturan-aturan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
tidak semua perkara yang ditangani KPPU sampai pada putusan karena mungkin
perkara tersebut berhenti pada tahap klarifikasi akibat ketidakjelasan dan
ketidaklengkapan laporan serta tidak ditemukan bukti-bukti awal yang cukup untuk
memulai pemeriksaan.

Dengan adanya pembatasan alat bukti untuk membuktikan pelanggaran


persaingan usaha tidak sehat sangatlah sulit, terutama untuk kasus pembuktian
24

perjanjian kartel dimana para pelaku usaha yang melakukan perjanjian tersebut
bersekongkol untuk menutupi perjanjian diantara kedua pihak. Tentu sangat sulit
bagi KPPU untuk melakukan pembuktian. Selain itu, yang harus diperhatikan
dalam penegakkan hukum persaingan usaha tidak sehat ini ialah ketika semua
putusan KPPU ini harus mendapatkan penetapan eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
Hal ini tentu membuat penegakkan hukum KPPU menjadi tidak efisien. Kita
memahami bahwa keberhasilan suatu penegakkan hukum tentunya dipengaruhi
oleh peraturan atau Undang-Undang dari permasalahan yang dihadapi. Artinya,
faktor hukum memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan suatu
penegakkan hukum. Selanjutnya ialah, apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah
memenuhi unsur tersebut ?

Hal inilah yang menurut penulis tidak terjadi dalam penegakkan hukum
persaingan usaha sebagai upaya dalam melakukan pembangunan ekonomi
Indonesia karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memiliki kelemahan-
kelemahan sebagaimana yang telah disebutkan di atas sehingga dalam
permasalahan ini, ternyata faktor hukum lah yang menghambat penegakkan hukum
demi terciptanya pembangunan ekonomi sehingga tidak menciptakan kesempatan
usaha yang sama bagi para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Padahal, kegiatan persaingan usaha yang erat kaitannya dengan bidang ekonomi
diperlukan pembentukan hukum yang ideal dan mampu berperan penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Tidak hanya sebatas norma-norma yang diterapkan
di masyarakat semata. Selain itu, sebagai sarana pembangunan, seharusnya hukum
harus berdiri di depan dan menunjukkan arah bagi terselenggaranya pembangunan
nasional di bidang ekonomi secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan,
bukannya menghambat pembangunan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan
penegakkan hukum. Hal inilah yang menjadi kelemahan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 ini.
25

Artinya, diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang


larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini belum menciptakan
suatu kesamaan pemahaman terhadap tujuan yang ingin dicapai, sehingga
pembangunan hukum yang dilakukan belum berjalan baik. Tentunya berdasarkan
uraian di atas, menurut penulis tindakan yang seharusnya diambil oleh Pemerintah
ialah harus merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut karena pada
praktiknya implementasi Undang-Undang tersebut tidak berjalan sesuai dengan
tujuan yang diinginkan. Terutama berkaitan dengan penegakkan hukum yang
dilakukan oleh KPPU sebagai lembaga penegak hukum persaingan usaha. Revisi
tersebut dapat dilakukan dengan cara memperkuat dan memperluas kewenangan
KPPU serta dimasukkan ketentuan mengenai upaya paksa dalam penyidikan serta
penyelidikan alat bukti terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-
Undang ini.

Untuk mendorong pembangunan ekonomi suatu negara, mengacu pada


pendapat Mochtar Kusumaatmadja dalam teori hukum pembangunan, hukum harus
mampu mendorong perubahan di masyarakat menuju ke arah yang lebih baik,
termasuk di bidang ekonomi. Dibutuhkan hukum yang tidak saja bersifat formalis,
akan tetapi hukum harus dibuat secara sistematis dan komprehensif (in concert)
agar mempunyai arah dan tujuan yang jelas sesuai dengan apa yang akan dicapai
dan instrumen yang digunakan untuk dapat mencapainya. Oleh karena itu, hal
inilah yang belum terlihat dari penegakkan hukum persaingan usaha yang
dilakukan KPPU berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang
Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam rangka
mendorong pembangunan di bidang ekonomi. Karena, kelemahan-kelemahan
sebagaimana yang diuraikan di atas tidak menjamin perlindungan umum di bidang
ekonomi sehingga pembangunan ekonomi dapat terhambat.
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Implementasi Peran Hukum Dalam Rangka Penegakkan
Hukum Untuk Menciptakan Persaingan Usaha Sehat Antara Pelaku
Usaha Sebagai Upaya Pembangunan di Bidang Ekonomi Sesuai
Dengan Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dibentuk dalam rangka
melaksanakan persaingan usaha yang sehat dan mendorong kegiatan
pembangunan ekonomi Indonesia belum berjalan baik karena penegakkan
hukum yang dilakukan oleh KPPU tidak berjalan maksimal akibat dari
kelemahan Undang-Undang tersebut. Hal tersebut berdampak pada
pembangunan ekonomi di Indonesia dimana tidak terciptanya unsur kepastian
hukum serta keadilan untuk melakukan kegiatan usaha karena adanya
ketimpangan diantara pelaku usaha, terutama pelaku usaha yang memiliki
modal besar. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini belum memiliki
stabilitas dan kemampuan memprediksi sebagai 2 unsur kualitas hukum yang
harus dipenuhi dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena berkaitan
dengan kewenangan KPPU yang terbatas sehingga berdampak pada tidak
mampu menjaga keseimbangan dan tidak mengakomodasi kepentingan-
kepentingan pelaku usaha yang dirugikan akibat tindakan pelaku usaha lainnya.
Apabila terus menerus dibiarkan, hal ini akan berdampak pada pembangunan
ekonomi Indonesia dan tidak akan terwujudnya perlindungan hukum ekonomi
bagi kepentingan umum, dalam hal ini pelaku usaha yang dirugikan akibat
tindakan pelaku usaha lainnya dan masyarakat luas.

2. Kesimpulan Tindakan Yang Dilakukan Pemerintah Dalam Penegakkan


Hukum Larangan Praktik Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

26
27

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Agar Mendorong Kegiatan


Pembangunan Ekonomi Di Indonesia
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang mengatur ketentuan
persaingan usaha demi terciptanya kesempatan usaha yang sama diantara
pelaku usaha ternyata pada faktanya mengambat penegakkan hukum
persaingan usaha sehingga berdampak pada tidak terciptanya tujuan
sebagaimana dimaksud di atas. Hal ini dikarenakan kelemahan isi Undang-
Undang tersebut berkaitan dengan kewenangan melakukan penegakkan hukum
yang dilakukan KPPU. Padahal, kegiatan persaingan usaha yang erat kaitannya
dengan bidang ekonomi mampu berperan penting dalam proses pembangunan
ekonomi. Tidak hanya sebatas norma-norma yang diterapkan di masyarakat
semata. Selain itu, sebagai sarana pembangunan, seharusnya hukum harus
berdiri di depan dan menunjukkan arah bagi terselenggaranya pembangunan
nasional di bidang ekonomi secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan,
bukannya menghambat pembangunan tersebut, terutama dalam kaitannya
dengan penegakkan hukum. Oleh karena itu, pemerintah seharusnya merevisi
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, terutama terkait penegakkan
hukum yang dilakukan oleh KPPU. Hal tersebut penting untuk dilakukan agar
dapat menciptakan kesempatan melakukan usaha yang sama bagi para pelaku
usaha demi mendorong pembangunan ekonomi Indonesia serta tercapainya
kesejahteraan bagi kepentingan umum sesuai dengan tujuan negara Indonesia

B. Saran
Mengingat peran hukum dalam pembangunan ekonomi sangatlah penting,
dalam kaitannya dengan permasalahan hukum persaingan usaha, terutama dalam
penegakkan hukumnya, penulis menyarankan bahwa harus dilakukan perbaikan
atau amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. Terutama berkaitan dengan
kewenangan melakukan penegakkan hukum yang dilakukan KPPU yang menurut
28

penulis merupakan inti kelemahan yang terkandung dalam Undang-Undang ini.


Hal tersebut wajib dilakukan agar Undang-Undang ini dapat mewujudkan peran
hukum yang lebih kuat dan menjamin laju pertumbuhan ekonomi agar lebih cepat
dan dapat dilihat dari segi nilai tambah. Selain itu, peran hukum yang lebih kuat
dan baik tersebut dilakukan agar para pelaku usaha dapat melaksanakan kegiatan
usaha dengan aman serta dapat bersaing secara sehat apabila undang-undang yang
mengaturnya diimplementasikan dengan baik diikuti dengan penegakkan hukum
yang baik pula. Apalagi dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) di Indonesia membuat transaksi lintas negara sangat mungkin
terjadi dan rentan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat sehingga berdampak
pada kesejahteraan kepentingan umum, yakni masyarakat dan pelaku usaha. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, dalam rangka penegakkan hukum tentunya diharuskan
penguatan kewenangan dari KPPU sendiri agar dapat menjaga tingkat kompetisi
yang wajar dan tidak menimbulkan penyimpangan pasar yang melemahkan
efisiensi dan perekonomian negara. hal tersebut dilakukan dalam rangka
menciptakan stabilitas dan kemampuan memprediksi agar kualitas hukum menjadi
ideal sehingga pembangunan ekonomi negara Indonesia dapat berjalan dengan baik
sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku
Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis
Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis
Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, Bandung, 2008;
C.F.G. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta,
Bandung, 1988;
___________, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,
1991;
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991;
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006;
Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta,
2007;
Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha Dalam Implementasi Teori Dan
Praktik (Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sektor
Telekomunikasi), Unpad Press, Bandung, 2010;
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993;
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Binacipta, Bandung, 1986;
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006;
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006;
Soerjanto Poespowardojo, Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Budaya
Sebuah Pendekatan Filsafat, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
1998;
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli. Sinar Grafika, Jakarta 2009.

B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang R.I., No. 5 Tahun 1999, Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, L.N.R.I Tahun 1999 No. 33.

29
30

C. Jurnal
Erlin Karim, Penegakkan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Oktober-
Desember 2016) Jurnal Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9;
Jimly Asshiddiqie, Penegakkan Hukum, Pada
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf. ;
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Problematika Penegakan
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Rangka Mencipatakan
Kepastian Hukum, (2016). Jurnal Ilmu Hukum Univeristas Padjajaran
Volume 3 Nomor 1;
Sutan Remy Sjahdeini, Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan UU Larangan
Monopoli, Jurnal Hukum Bisnis, (Mei-Juni 2002), Yayasan Pengembangan
Hukum Bisnis, Volume. 19;
Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
(Mei-Juni 2002). Jurnal Hukum Bisnis, Volume 19;
Zulfi Diane Zaini, Perspektif Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi
Di Indonesia (Sebuah Pendekatan Filsafat), (Desember 2012), Jurnal Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Volume. XXVIII, No.
2.
D. Sumber Lainnya
Aida Mardatillah, “MK Pertegas Kewenangan KPPU Bukan Sebagai Pro Justitia”,
pada http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c247404c39b/mk-
pertegas-kewenangan-kppu-bukan-sebagai-ipro-justitia-i;
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, Pada
https://tirto.id/menanti-kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp.

Anda mungkin juga menyukai