PEMBANGUNAN EKONOMI
DISUSUN OLEH:
110120170001
HUKUM BISNIS
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2018
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
i
ii
A. Kesimpulan .................................................................................................... 26
B. Saran .............................................................................................................. 27
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tujuan pembangunan negara di bidang ekonomi sangat erat kaitannya
dengan kesejahteraan masyarakat dan untuk mewujudkannya, tidak dapat
dilepaskan dari peran hukum negara tersebut. Keberadaan hukum dalam kegiatan
pembangunan ekonomi sangat diperlukan karena sumber-sumber ekonomi yang
terbatas di satu pihak dan tidak terbatasnya permintaan atau kebutuhan akan sumber
ekonomi di lain pihak sehingga konflik antara sesama warga dalam
memperebutkan sumber-sumber ekonomi tersebut akan sering terjadi.1 Sehingga,
dibutuhkan peran hukum yang ideal baik dalam pengawasan maupun penegakkan
hukum yang dibentuk oleh Pemerintah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan
masyarakat sebagai tujuan dari pembangunan di bidang ekonomi.
1
Zulfi Diane Zaini, Perspektif Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi Di Indonesia
(Sebuah Pendekatan Filsafat), (Desember 2012), Jurnal Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas
Bandar Lampung Vol. XXVIII, No. 2, hlm. 930.
2
C.F.G. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bandung, Bina Cipta,
1988, hlm. 50.
1
2
dunia yang bersifat tanpa batas negara (borderless) telah mempengaruhi seluruh
aspek kehidupan masyarakat di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Semakin
kita memasuki abad ke 21, hukum nasional akan memperlihatkan sifat yang lebih
transnasional sehingga perbedaan-perbedaan dengan sistem hukum lain akan
semakin berkurang.3 Sebagai akibat globalisasi dan peningkatan pergaulan dan
perdagangan internasional, cukup banyak peraturan-peraturan yang bersifat
internasional yang dituangkan dalam perundang-undangan nasional, salah satunya
berkaitan dengan persaingan usaha tidak sehat yang dituangkan dalam Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat.
3
C.F.G Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Bandung; Alumni,
1991, hlm. 74.
4
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2006, hlm 103.
5
Sutan Remy Sjahdeini, Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan UU Larangan Monopoli, Jurnal
Hukum Bisnis, Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, Vol. 19, Mei-Juni 2002, Jakarta, hlm. 2.
3
kondisi yang menjaga agar persaingan antar pelaku usaha tetap hidup karena
sebelum adanya Undang-Undang ini terdapat perilaku pelaku bisnis yang tidak
berlaku jujur, pemilik hanya mencari keuntungan jangka pendek, pengawasan
tumpul dan tidak berfungsi, para manajer memilih sikap oportunis, kaum
professional menjadi sekedar cap atau stempel, aparat pemerintah ikut bermain, dan
masyarakat hanya bisa apatis saja.6 Selain itu, diberlakukannya Undang-Undang
ini telah mengimplementasikan aspek-aspek hukum yang selama ini belum
tersentuh karena adanya proteksi khusus terhadap sektor-sektor yang menyangkut
kepentingan hajat hidup orang banyak dan pemerintah pada waktu itu melalui
departemen terkait belum mampu menegakkan prinsip persaingan usaha yang sehat
dalam sektor yang dimaksud.7
Dalam rangka menangani perkara persaingan usaha tidak sehat dan juga
melakukan penegakkan hukum persaingan usaha yang sehat sebagaimana yang
tercantum dan menjadi tujuan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999,
Pemerintah membentuk Komisi Pengawas dan Persaingan Usaha (selanjutnya
disingkat KPPU). KPPU merupakan lembaga penegak hukum yang bertugas dan
berwenang untuk mengawasi perjanjian-perjanjian serta kegiatan-kegiatan yang
dilarang dan berpotensi untuk membuat iklim persaingan usaha di Indonesia
menjadi tidak sehat. KPPU memiliki sejumlah kewenangan sebagaimana lembaga
yudisial lainnya meliputi investigative authority, enforment authority, dan
litigating authority.8 Selain itu, lembaga ini tidak hanya berwenang mengawasi dan
melakukan penilaian terhadap tindakan pelaku usaha, namun juga berwenang
6
Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha Dalam Implementasi Teori Dan Praktik
(Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sektor Telekomunikasi) Bandung: Unpad
Press 2010. Hlm 9 Sebagaimana dikutip dari Tim Corporate Governance BPKP, Modul 1 Pengantar
Good Corporate Governance, edisi 1. Hlm 4-5.
7
Ibid.
8
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Problematika Penegakan Hukum
Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Rangka Mencipatakan Kepastian Hukum (2016) Jurnal Ilmu
Hukum Univeristas Padjajaran Volume 3 Nomor 1. Hal 119 sebagaimana dikutip dari Abdul Hakim
Garuda Nusantara dan Benny K. Harman, Analisa dan Perbandingan Undang-Undang Anti Monopoli
Jakarta: Elex Media Komputindo, 1999. Hlm 9
4
Selain itu, KPPU yang memiliki tugas dan fungsi menjatuhkan putusan.
yang bersifat final and binding disertai dengan pemberian sanksi administrasi
9
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 16.00 WIB.
10
Aida Mardatillah, “MK Pertegas Kewenangan KPPU Bukan Sebagai Pro Justitia”, pada
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c247404c39b/mk-pertegas-kewenangan-kppu-bukan-
sebagai-ipro-justitia-i. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 16.26 WIB.
5
Hal ini terjadi pada kasus kartel SMS yang melibatkan 5 (lima) operator
besar. KPPU menyatakan sejumlah operator bersalah dalam kasus kartel SMS.
Kartel SMS itu menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp2,8 triliun. KPPU
mengganjar sanksi denda untuk lima operator hingga Rp77 miliar. Rinciannya, XL
(Rp25 miliar,) Telkomsel (Rp25 miliar), Telkom (Rp18 miliar), Bakrie Telecom
(Rp4 miliar), Mobile-8 (Rp5 miliar).11 Namun, keputusan KPPU tidak bisa
langsung dijalankan karena adanya upaya keberatan dari para operator. Perjalanan
kasus ini berakhir di Mahkamah Agung. KPPU mengajukan kasasi setelah
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan permohonan keberatan yang
diajukan oleh para operator seluler terhadap putusan KPPU. KPPU butuh waktu
hingga 8 tahun agar putusannya bisa dieksekusi. Pada tanggal 26 Februari 2016,
Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi KPPU dalam perkara No. 9
K/Pdt.Sus-KPPU/2016 pada 29 Februari 2016. Lima operator harus membayar
denda ke KPPU.12 Lamanya jangka waktu eksekusi putusan KPPU tersebut
mencerminkan bahwa Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini memiliki
kelemahan dalam rangka melaksanakan kegiatan penegakkan hukum persaingan
usaha dan membuat tidak terciptanya perlindungan terhadap kepentingan umum.
11
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 22 Juni 2018 Pukul 17.00 WIB.
12
Ibid.
6
Dari uraian di atas, peran hukum dalam mengatur kegiatan persaingan usaha
tidak sehat, terutama berkaitan dengan penegakkan hukum belum berjalan dengan
baik dan menimbulkan ketidakpastian hukum karena Undang-Undangnya sendiri
memiliki kelemahan-kelemahan dalam penerapannya. Tentu ini berimplikasi pada
belum terciptanya persaingan usaha yang sehat diantara pelaku usaha dan akan
menimbulkan ketidakadilan dalam perlindungan hukum terhadap kepentingan
umum bagi masyarakat dan terutama pelaku usaha yang dirugikan akibat dari
tindakan curang dari pelaku usaha lain. Permasalahan tersebut juga akan
berdampak pada terhambatnya pembangunan ekonomi negara Indonesia karena
tidak terciptanya kesempatan melakukan usaha yang sama diantara pelaku usaha.
Berdasarkan fakta-fakta di atas, penulis akan membuat makalah mengenai
bagaimana implementasi peranan hukum dalam rangka penegakkan hukum
persaingan usaha sehat demi terciptanya pembangunan ekonomi berdasarkan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, muncul beberapa pertanyaan mendasar
terkait dengan permasalahan yang penulis angkat, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana seharusnya implementasi peran hukum dalam rangka penegakkan
hukum menciptakan persaingan usaha yang sehat antara pelaku usaha sebagai
upaya pembangunan di bidang ekonomi agar dapat berjalan sesuai dengan
tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ?
13
Chidir Ali, Badan Hukum, Bandung, Alumni, 1991, hlm. 1.
14
Ibid.
15
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung, PT. Remaja
Rosdakarya, 1993, hlm. 127.
16
Ibid
7
8
17
Ibid.
18
Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Yogyakarta, Genta Press, 2007,
hlm.104-105.
9
19
Mochtar Kusumaatmadja, Konsep-Konsep Hukum Dalam Pembangunan, Bandung, Alumni,
2006, hlm. 14.
20
Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis Dalam
Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis Dalam Kerangka Sistem Hukum
Nasional), Bandung, Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, 2008, hlm. 189.
21
Zulfi Diane Zaini, Op.Cit, hlm. 937 sebagaimana dikutip dari Djuhaendah Hasan, Fungsi
Hukum Dalam Perkembangan Ekonomi Global, Bandung, 2008, hlm. 23.
10
22
Ibid, hlm. 947 sebagaimana dikutip dari David M. Trubek, “2002-2003, ELRC Annual Report
: Law and Economic Development : Critiques and Beyond” disampaikan pada Spring Conference
Harvard Law School, April 13-14 2003, hlm. 1.
23
Ibid, hlm. 948, sebagaimana dikutip dari David M. Trubek, “Toward a Social Theory of Law
: An Essay on the Study of Law and Development”, The Yale Law Journal, (Vol. 82, 1 November 2000),
hlm. 2.
24
Ibid.
25
Soerjanto Poespowardojo, Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Budaya Sebuah
Pendekatan Filsafat, Jakarta, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, 1998, hlm. 85
11
B. Penegakkan Hukum
Jimly Asshiddiqie mengatakan bahwa penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara
nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum
dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.26 Penegakkan hukum ditujukan
guna meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat. Hal ini
dilakukan antara lain dengan menertibkan fungsi, tugas, dan wewenang lembaga-
lembaga yang bertugas menegakkan hukum menurut proporsi ruang lingkup
masing-masing serta didasarkan atas sistem kerjasama yang baik dan mendukung
tujuan yang hendak dicapai.
26
Jimly Asshiddiqie, Penegakkan Hukum, pada
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018
Pukul 13.11 WIB.
27
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung Citra Aditya Bakti, 2006. Hal 181.
12
28
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm 307
29
Ridwan H.R., Ibid hlm. 308 sebagaimana dikutip dari Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Press,1983, hlm 4-5
30
Ibid.
13
31
Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia. Mei-Juni
2002). Jurnal Hukum Bisnis, Volume 19. Hal.44
14
KPPU diberikan tugas dan wewenang yang sangat luas oleh Undang-
Undang ini karena selain menciptakan ketertiban sebagai lembaga penegak hukum
dalam persaingan usaha juga berperan untuk menciptakan dan memelihara iklim
persaingan usaha yang kondusif.33 Dalam proses pembuktian, KPPU menggunakan
unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya
perbuatan dan pembuktian rule of reason yang selain mempertanyakan eksistensi
perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.34
32
Erlin Karim., Penegakkan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU) Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Monopoli Dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Oktober-Desember 2016) Jurnal Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9, hlm. 128
33
Suyud Margono., Hukum Anti Monopoli. Jakarta: Sinar Grafika, 2009., hlm. 145.
34
Isis Ikhwansyah, Op.Cit, hlm. 32
15
Guna memperoleh alat bukti yang cukup, komisi KPPU berwenang untuk
memanggil pelaku usaha serta pihak lain yang diduga mengetahui terjadinya
pelanggaran untuk memberikan keterangan dan alat bukti pendukung. Semua pihak
yang diperiksa wajib memenuhi seluruh permintaan Majelis Komisi. Berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh, Majelis Komisi kemudian memutuskan ada atau
tidaknya pelanggaran dan jika terbukti adanya pelanggaran Undang-Undang
Nomor 5 tahun 1999, Majelis Komisi mengeluarkan perintah dan/atau sanksi
kepada pelaku usaha yang disampaikan dalam bentuk keputusan KPPU dan
dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum. Dan KPPU dapat menempuh jalur
pelaksanaan secara paksa, yaitu melakukan eksekusi melalui pengadilan negeri.
Pelaku usaha yang diputus secara bersalah oleh KPPU dapat mengajukan
upaya keberatan kepada pengadilan negeri terkait putusan tersebut. Hal ini
merupakan lembaga yang baru karena dalam proses peradilan di pengadilan negeri
hanya dikenal perkara permohonan dan gugatan. Upaya hukum keberatan hanya
dikenal dalam pengadilan tata usaha negara. Di samping itu, upaya hukum
keberatan sendiri bukanlah suatu upaya hukum yang dikenal dalam hukum acara
perdata di Indonesia karena sistem hukum acara formal di Indonesia hanya
mengenal 2 jenis upaya hukum, yakni upaya hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa. Dalam praktik, pengaturan upaya hukum diatur kemudian dengan peraturan
Mahkamah Agung.35 Putusan KPPU tersebut merupakan putusan yang berkekuatan
hukum tetap. Namun, tidak memiliki kekuatan eksekutorial sehingga bagi putusan
KPPU agar dapat dilaksanakan secara paksa atau berkekuatan eksekutorial masih
memerlukan penetapan pengadilan negeri terhadap putusan tersebut.36
35
Ibid, Pada 56.
36
Ibid, Pada 58.
BAB III
OBJEK PENELITIAN IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM
RANGKA PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA DEMI
TERCIPTANYA PEMBANGUNAN EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-
UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTIK
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
Hal-hal yang telah disebutkan di atas menarik untuk diteliti lebih jauh
karena pada faktanya, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan
Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang diharapkan dapat
mendorong kegiatan pembangunan ekonomi negara Indonesia agar menciptakan
persaingan usaha yang sehat bagi para pelaku usaha belum mencapai tujuan
sebagaimana yang diinginkan karena terdapat kekeliruan serta ketimpangan dalam
penerapan dan implementasi Undang-Undang larangan praktik monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat ini, terutama berkaitan dengan penegakkan hukum
yang dilakukan KPPU sebagai lembaga yang berwenang untuk melakukan
pengawasan dan penegakkan hukum persaingan usaha.
16
17
seperti menyita alat bukti atau upaya paksa memanggil para terduga kasus
persaingan usaha. Anggota Komisioner KPPU Sukarmi mengatakan dalam
penanganan perkara, KPPU kerap kesulitan memanggil para pihak terkait karena
tak memiliki kewenangan melakukan upaya paksa. Dalam penanganan perkara
persaingan usaha yakni kewenangan KPPU dalam melakukan penggeledahan,
terdapat kekaburan norma terkait kewenangannya tersebut. KPPU tidak memiliki
kewenangan mandiri untuk melakukan penggeledahan dalam penanganan perkara
persaingan usaha. KPPU juga sering kesulitan mendapatkan bukti langsung berupa
perjanjian, secara tertulis ataupun lisan dalam mengungkap kasus persaingan
usaha.37
37
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, pada https://tirto.id/menanti-
kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp. Diakses pada tanggal 26 Juni 2018 Pukul 17.42 WIB.
38
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Loc. Cit.
18
39
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Op.cit. Sebagaimana dikutip dari Johnny
Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha- Filosofis, Teori, dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Malang:
Penerbit Bayu Media, 2007. Hal 1.
BAB IV
ANALISIS IMPLEMENTASI PERANAN HUKUM DALAM RANGKA
PENEGAKKAN HUKUM PERSAINGAN USAHA PADA PEMBANGUNAN
EKONOMI BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1999
TENTANG LARANGAN PRAKTIK MONOPOLI DAN PERSAINGAN
USAHA TIDAK SEHAT
19
20
menyita alat bukti atau upaya paksa memanggil para terduga kasus persaingan
usaha. Ketidakhadiran para pihak membuat proses pemeriksaan perkara tidak
efektif dan KPPU tidak memiliki upaya paksa sebagaimana lembaga peradilan,
polisi, maupun jaksa walaupun KPPU memiliki fungsi layaknya polisi yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan keputusan yang diambilnya.
Undang-Undang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini,
lalu melarikan diri ke luar Indonesia, KPPU tidak dapat melaksanakan eksekusi
putusan tersebut. Apalagi putusan KPPU tidak memiliki kekuatan ekstrateritorial
karena tidak diatur dalam Undang-Undang ini. Jika hal tersebut terjadi, maka
pemerintah Indonesia sangat dirugikan karena pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran tersebut akan membawa uang beserta keuntungan yang diperoleh
akibat dari perjanjian atau kegiatan usaha yang dilarang dalam Undang-Undang ini
ke luar negeri dan KPPU tidak dapat bertindak karena tidak memiliki kewenangan
untuk itu. Hal ini tentu saja akan mengambat pembangunan di bidang ekonomi dan
tidak menciptakan keadilan dan kepastian hukum serta perlindungan hukum
ekonomi bagi kepentingan umum, khususnya bagi pelaku usaha dan masyarakat
yang dirugikan. Kesejahteraan yang menjadi tujuan negara Indonesia tentu tidak
akan tercapai jika implementasi Undang-Undang ini tidak berjalan sesuai dengan
tujuan yang diharapkan.
perjanjian kartel dimana para pelaku usaha yang melakukan perjanjian tersebut
bersekongkol untuk menutupi perjanjian diantara kedua pihak. Tentu sangat sulit
bagi KPPU untuk melakukan pembuktian. Selain itu, yang harus diperhatikan
dalam penegakkan hukum persaingan usaha tidak sehat ini ialah ketika semua
putusan KPPU ini harus mendapatkan penetapan eksekusi oleh Pengadilan Negeri.
Hal ini tentu membuat penegakkan hukum KPPU menjadi tidak efisien. Kita
memahami bahwa keberhasilan suatu penegakkan hukum tentunya dipengaruhi
oleh peraturan atau Undang-Undang dari permasalahan yang dihadapi. Artinya,
faktor hukum memegang peranan penting dalam rangka keberhasilan suatu
penegakkan hukum. Selanjutnya ialah, apakah Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat telah
memenuhi unsur tersebut ?
Hal inilah yang menurut penulis tidak terjadi dalam penegakkan hukum
persaingan usaha sebagai upaya dalam melakukan pembangunan ekonomi
Indonesia karena Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 memiliki kelemahan-
kelemahan sebagaimana yang telah disebutkan di atas sehingga dalam
permasalahan ini, ternyata faktor hukum lah yang menghambat penegakkan hukum
demi terciptanya pembangunan ekonomi sehingga tidak menciptakan kesempatan
usaha yang sama bagi para pelaku usaha untuk melakukan kegiatan ekonomi.
Padahal, kegiatan persaingan usaha yang erat kaitannya dengan bidang ekonomi
diperlukan pembentukan hukum yang ideal dan mampu berperan penting dalam
proses pembangunan ekonomi. Tidak hanya sebatas norma-norma yang diterapkan
di masyarakat semata. Selain itu, sebagai sarana pembangunan, seharusnya hukum
harus berdiri di depan dan menunjukkan arah bagi terselenggaranya pembangunan
nasional di bidang ekonomi secara terencana, bertahap, dan berkelanjutan,
bukannya menghambat pembangunan tersebut, terutama dalam kaitannya dengan
penegakkan hukum. Hal inilah yang menjadi kelemahan Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1999 ini.
25
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan Implementasi Peran Hukum Dalam Rangka Penegakkan
Hukum Untuk Menciptakan Persaingan Usaha Sehat Antara Pelaku
Usaha Sebagai Upaya Pembangunan di Bidang Ekonomi Sesuai
Dengan Tujuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 yang dibentuk dalam rangka
melaksanakan persaingan usaha yang sehat dan mendorong kegiatan
pembangunan ekonomi Indonesia belum berjalan baik karena penegakkan
hukum yang dilakukan oleh KPPU tidak berjalan maksimal akibat dari
kelemahan Undang-Undang tersebut. Hal tersebut berdampak pada
pembangunan ekonomi di Indonesia dimana tidak terciptanya unsur kepastian
hukum serta keadilan untuk melakukan kegiatan usaha karena adanya
ketimpangan diantara pelaku usaha, terutama pelaku usaha yang memiliki
modal besar. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 ini belum memiliki
stabilitas dan kemampuan memprediksi sebagai 2 unsur kualitas hukum yang
harus dipenuhi dalam pembangunan ekonomi suatu negara karena berkaitan
dengan kewenangan KPPU yang terbatas sehingga berdampak pada tidak
mampu menjaga keseimbangan dan tidak mengakomodasi kepentingan-
kepentingan pelaku usaha yang dirugikan akibat tindakan pelaku usaha lainnya.
Apabila terus menerus dibiarkan, hal ini akan berdampak pada pembangunan
ekonomi Indonesia dan tidak akan terwujudnya perlindungan hukum ekonomi
bagi kepentingan umum, dalam hal ini pelaku usaha yang dirugikan akibat
tindakan pelaku usaha lainnya dan masyarakat luas.
26
27
B. Saran
Mengingat peran hukum dalam pembangunan ekonomi sangatlah penting,
dalam kaitannya dengan permasalahan hukum persaingan usaha, terutama dalam
penegakkan hukumnya, penulis menyarankan bahwa harus dilakukan perbaikan
atau amandemen terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang larangan
praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat ini. Terutama berkaitan dengan
kewenangan melakukan penegakkan hukum yang dilakukan KPPU yang menurut
28
A. Buku
Ady Kusnadi, Penelitian Hukum Sebagai Sarana Pembangunan Hukum Bisnis
Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional, (Pembangunan Hukum Bisnis
Dalam Kerangka Sistem Hukum Nasional), Fakultas Hukum Universitas
Padjajaran, Bandung, 2008;
C.F.G. Sunaryati Hartono, Hukum Ekonomi Pembangunan Indonesia, Bina Cipta,
Bandung, 1988;
___________, Politik Hukum Menuju Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung,
1991;
Chidir Ali, Badan Hukum, Alumni, Bandung, 1991;
Dhaniswara K. Harjono, Pemahaman Hukum Bisnis Bagi Pengusaha, Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006;
Endang Sutrisno, Bunga Rampai Hukum dan Globalisasi, Genta Press, Yogyakarta,
2007;
Isis Ikhwansyah, Hukum Persaingan Usaha Dalam Implementasi Teori Dan
Praktik (Kaitannya Dengan Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Sektor
Telekomunikasi), Unpad Press, Bandung, 2010;
Lili Rasjidi dan IB. Wyasa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung, 1993;
Mochtar Kusumaatmadja, Pembinaan Hukum Dalam Rangka Pembangunan
Nasional, Binacipta, Bandung, 1986;
Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006;
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006;
Soerjanto Poespowardojo, Pembangunan Nasional Dalam Perspektif Budaya
Sebuah Pendekatan Filsafat, PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
1998;
Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli. Sinar Grafika, Jakarta 2009.
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang R.I., No. 5 Tahun 1999, Larangan Praktik Monopoli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, L.N.R.I Tahun 1999 No. 33.
29
30
C. Jurnal
Erlin Karim, Penegakkan Hukum Persaingan Usaha Oleh Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) Berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1999 Tentang
Larangan Monopoli Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Oktober-
Desember 2016) Jurnal Lex et Societatis, Vol. IV/No. 9;
Jimly Asshiddiqie, Penegakkan Hukum, Pada
http://www.jimly.com/makalah/namafile/56/Penegakan_Hukum.pdf. ;
Rai Mantili, Hazar Kusmayanti, dan Anita Afriana. Problematika Penegakan
Hukum Persaingan Usaha Di Indonesia Dalam Rangka Mencipatakan
Kepastian Hukum, (2016). Jurnal Ilmu Hukum Univeristas Padjajaran
Volume 3 Nomor 1;
Sutan Remy Sjahdeini, Latar Belakang, Sejarah dan Tujuan UU Larangan
Monopoli, Jurnal Hukum Bisnis, (Mei-Juni 2002), Yayasan Pengembangan
Hukum Bisnis, Volume. 19;
Syamsul Maarif, Tantangan Penegakan Hukum Persaingan Usaha di Indonesia.
(Mei-Juni 2002). Jurnal Hukum Bisnis, Volume 19;
Zulfi Diane Zaini, Perspektif Hukum Sebagai Landasan Pembangunan Ekonomi
Di Indonesia (Sebuah Pendekatan Filsafat), (Desember 2012), Jurnal Ilmu
Hukum Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung Volume. XXVIII, No.
2.
D. Sumber Lainnya
Aida Mardatillah, “MK Pertegas Kewenangan KPPU Bukan Sebagai Pro Justitia”,
pada http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt59c247404c39b/mk-
pertegas-kewenangan-kppu-bukan-sebagai-ipro-justitia-i;
Suhendra, “Menanti Kekuatan Taji Wasit Persaingan Usaha”, Pada
https://tirto.id/menanti-kekuatan-taji-wasit-persaingan-usaha-vjp.