Anda di halaman 1dari 81

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN KUALITATIF

“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAWASAN TANPA ROKOK


DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA”

Dosen Pembimbing : Mizna Sabila, SKM, MKM


Disusun Oleh :

1. Siti Nurjannah (2015710063)


2. Lilis Ulanutari (2015710066)
3. Hisyam Abdurrahman (2015710093)
4. Doddy Defriyana (2015710099)
5. Ratnawati (2015710105)

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami persembahkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya semata sehingga penulis mampu menyelesaikan
penyusunan laporan proposal penelitian dengan judul “IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
KAWASAN TANPA ROKOK DI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA “.

Penyusunan laporan proposal penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas penelitian kualitatif pada Universitas Muhammadiyah Jakarta Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan Prodi Kesehatan Masyarakat. Penyusunannya dapat
terlaksana dengan baik berkat dukungan dari banyak pihak.

Kami menyadari proposal skripsi ini tidak luput dari berbagai kekurangan. Kami
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan dan perbaikannya sehingga
akhirnya laporan proposal skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi bidang pendidikan
dan penerapan dilapangan serta bisa dikembangkan lagi lebih lanjut.
Amiin.

Jakarta, 23 April 2018

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................. i


DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ............................................................................................. 1
B. Rumusan masalah ........................................................................................ 2
C. Tujuan .......................................................................................................... 3
D. Manfaat ........................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kebijakan .................................................................................................... 5
B. Kawasan Tanpa Rokok .............................................................................. 11
C. Kerangka Teori .......................................................................................... 14
D. Kerangka Konsep ...................................................................................... 16
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian ....................................................................................... 17
B. Informan Penelitian ................................................................................... 17
C. Definisi Operasional .................................................................................. 17
D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data .................................................... 21
E. Instrument Penelitian ................................................................................. 22
F. Validasi Data ............................................................................................. 24
G. Analisis Data ............................................................................................. 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan .............................................................................. 26
B. Hasil Penelitian .......................................................................................... 28
C. Keterbatasan Penelitian ............................................................................. 34
D. Pembahasan .............................................................................................. 34
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................ 41

ii
B. Saran ......................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 42
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel penelitian


Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi
Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi
Tabel 4.1 Informan Utama
Tabel 4.2 Informan Kunci
Table 4.3 Informan Pendukung

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Hubungan Struktur, Proses dan Outcome


Gambar 2.2 Kerangka Teori
Gambar 2.3 Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Triangulasi Sumber Data

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara


Lampiran 2 Informed Concent
Lampiran 3 Struktur Organisasi UMJ
Lampiran 4 Matriks Wawancara
Lampiran 5 Transkrip Wawancara
Lampiran 6 Peraturan Rektor UMJ

vi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut data WHO (World Health Organization), kematian 6 juta orang
tiap tahunnya disebabkan oleh kebiasaan merokok, termasuk di dalammnya
perokok pasif sejumlah 600.000 meninggal akibat terpapar asap rokok. Jika hal
ini terus berlanjut, maka diprediksikan pada tahun 2030 akan terjadi kematian 8
juta orang tiap tahunnya, dimana 80% terjadi di Negara miskin dan berkembang
(WHO, 2011).
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan,
atau mempromosikan produk tembakau.(PBM Menkes Mendagri No.7 tahun
2011).
Kesehatan merupakan aspek penting dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan
modal untuk keberhasilan pembangunan suatu bangsa. Karena tanpa kesehatan
pelaksanaan pembangunan nasional yang menyeluruh dan seutuhnya tidak akan
terwujud.Oleh sebab itu pemerintah melakukan pembangunan kesehatan. Dalam
Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi- tingginya.
Indonesia negara ketiga dengan jumlah perokok tertinggi di dunia setelah
Cina dan India dengan prevalensi perokok yaitu 36,1%.1 Pada tahun 2010,
diperkirakan 384.058 orang(237.167 laki-laki dan 146.881 wanita) di Indonesia
menderita penyakitterkait konsumsitembakau. Total kematian akibat
konsumsirokok mencapai190.260 (100.680 laki-laki dan 50.520 wanita) atau
12.7% dari total kematian pada tahun 2010. Sedangkan 50% dari yang terkena
penyakit terkait rokok mengalami kematian dini.Penyebab kematian terbanyak
adalah penyakit stroke, Jantung Koroner, serta kanker trakhea, bronkhus dan
paru. Secara keseluruhan kematian akibat penyakit terkait konsumsi rokok
sebesar 12,7% dari kematian pada tahun 2010.

1
Kebiasaan merokok di Indonesia saat ini merupakan kebutuhansekunder
yang dianggap sebagai kebutuhan primer oleh sebagian orang, terutama para
perokok. Merokok sudah menjadi gaya hidup sebagian masyarakat di Indonesia.
Merokok di tempat umum sudah tidak dianggap lagi sebagai hal yang tabu oleh
masyarakat. Hampir setiap tempat di Indonesia dapat kita jumpai para perokok
yang sedang menikmati sebatang rokok dalam berbagai kondisi.Kegiatan
tersebut tak hanya dilakukan oleh orang dewasa, namun para remaja baik pria
maupun wanita juga terlihat sedang menikmati kegiatan merokok.
Upaya dalam menurunkan jumlah perokok di Indonesia memang
tidakmudah.Ada beberapa permasalahan yang kompleks di antaranya adalah
aspek ekonomi, dan sosial. Namun bagaimanapun juga masyarakat berhak
memperoleh udara segar untuk memperoleh sirkulasi pernafasan yang sehat.
Hak tersebut mendapatkan landasan hukum dalam UUD 1945 dalam pasal 28 H
ayat (1) yang menyatakan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan
batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan
sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.Untuk mengatasi hal
tersebut, maka ditetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
Konsep Kawasan Tanpa Rokok (KTR) terdapat dalam Undang-
UndangKesehatan No.36 tahun 2009 pasal 115. Undang – Undang Nomor 36
Tahun 2009 tentang kesehatan mengamanatkan dalam upaya menciptakan
lingkungan yang sehat, maka setiap orang berkewajiban menghormati hak orang
lain dalam memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,maupun
sosial, dan setiap orang berkewajiban untuk berperilaku hidup sehat dalam
mewujudkan, mempertahankan, serta memajukan kesehatan yang setinggi-
tingginya. Lingkungan yang sehat dapat terwujud antara lain dengan
menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di fasilitas kesehatan, tempat proses
belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat
kerja dan tempat umum serta tempat-tempat lain yang ditetapkan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang yang telah dijelaskan diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

2
1. Bagaimana langkah-langkah dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta?
2. Bagaimana komunikasi dalam implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta?
3. Bagaimana peran sumber daya kampus dalam implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta?
4. Bagaimana struktur birokrasi implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta?
5. Apakah faktor penghambat dan pendukung Implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di kawasan
Universitas Muhammadiyah Jakarta tahun 2018
Tujuan Khusus
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui gambaran Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
2. Untuk mengetahui gambaran komunikasi yang dilakukan dalam
implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas
Muhammadiyah Jakarta.
3. Untuk mngetahui gambaran peran sumber daya kampus dalam implementasi
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
4. Untuk mengetahui gambaran struktur birokrasi implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
5. Untuk mengetahui gambaran faktor penghambat dan pendukung
Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas
Muhammadiyah Jakarta.

3
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secarateoritis
maupun praktis. Berikut adalah manfaat teoritis dan praktis dari penelitian
dengan judul Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di Universitas
Muhammadiyah Jakarta:
1. Manfaat Teoritis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berupainformasi dan pengetahuan sebagai referensi serta acuan penelitian
berikutnya mengenai implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di
lingkungan Kampus.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Pihak Kampus
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan oleh pihak
Kampus terkait dengan implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di
lingkungan kampus.
b. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi kepada
masyarakat tentang kawasan tanpa rokok dan tidak menjualnya di sekitar
kampus.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kebijakan
1. Pengertian kebijakan
Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu. Oleh karena itu kita memerlukan batasan atau
konsep kebijakan publik yang tepat. Budi Winarno, (2007).
Sudiyono (2007) menjelaskan bahwa kebijakan adalah sebuah tindakan
rekayasa sosial (social engineering) yang dilakukan oleh kelompok atau
individu untuk mencapai tujuan. Kebijakan merupakan serangkaian tindakan
yang bersifat tidak terbatas pada satu tindakan, melainkan melibatkan satu
tindakan dengan tindakan lain.
James E. Anderson mengatakan bahwa kebijakan adalah serangkaian
tindakan yang memiliki tujuan yang diikuti oleh seseorang atau sekelompok
pelaku terkait dengan suatu permasalahan tertentu, karena kebijakan terkait
dengan tindakan untuk memecahkan permasalahan. Sudiyono (2007).
James E. Anderson memberikan rumusan kebijakan sebagai perilaku dari
sejumlah aktor (pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah) atau
serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan, Arif Rohman (2009).
Kebijakan dilihat dari ketiga pendapat di atas dapat disimpulkan sebagai
kegiatan atau tindakan terkait dengan suatu permasalahan tertentu 13 dan
dilakukan oleh aktor terkait (pejabat, kelompok, dan instansi pemerintah)
untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Implementasi Kebijakan
1. Konsep Implementasi Kebijakan
Kebijakan merupakan semua tindakan yang dilakukan oleh
individu-individu/pejabat-pejabat atau kelompokkelompok pemerintah
atau swasta yang diarahkan kepada pencapaian tujuan kebijakan yang
telah ditentukan terlebih dahulu, yakni tindakan-tindakan yang

5
merupakan usaha sesaat untuk mentransformasikan keputusan ke dalam
istilah operasional, maupun usaha berkelanjutan untuk mencapai
perubahan-perubahan besar dan kecil yang diamanatkan oleh
keputusankeputusan kebijakan, Van Meter dan Van Horn dalam Arif
Rohman (2009).
Tujuan implementasi kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar
tujuan kebijakan dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan
pemerintah. Keseluruhan proses penetapan kebijakan baru ini bisa
dimulai apabila tujuan dan sasaran yang semula bersifat umum telah
diperinci, program telah 19 dirancang dan juga sejumlah dana telah
dialokasikan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut, H. M.
Hasbullah (2015).
Implementasi kebijakan pendidikan merupakan proses yang tidak
hanya menyangkut perilaku-perilaku badan administratif yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dan menimbulkan
ketaatan kepada kelompok sasaran (target groups), melainkan juga
menyangkut faktor-faktor hukum, politik, ekonomi, sosial yang langsung
atau tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku dari berbagai pihak
yang terlibat dalam program. Kesemuannya itu menunjukkan secara
spesifik dari proses implementasi yang sangat berbeda dengan proses
formulasi kebijakan pendidikan, Arif Rohman (2012).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa impelementasi kebijakan merupakan seluruh tindakan yang
dilakukan untuk merealisasikan tujuan kebijakan. Implementasi
kebijakan mentransformasikan sebuah kebijakan ke dalam istilah
operasional agar mudah dipahami oleh pelaksana kebijakan dan objek
kebijakan.
2. Tahap implementasi kebijakan
Dalam implementasi kebijakan terdapat beberapa tahapan yang
akan dilalui. Charles O. Jones dalam buku Politik Ideologi Pendidikan
(Arif Rohman, 2009) menjelaskan bahwa implementasi adalah suatu
aktivitas atau tahapan yang dimaksudkan untuk melaksanakan kebijakan.

6
Ada tiga pilar aktivitas atau tahapan dalam pelaksanaan kebijakan
tersebut yakni :
1. Pengorganisasian, pembentukan atau penataan kembali sumberdaya,
unit-unit serta metode untuk menjalankan program agar bisa berjalan
sesuai dengan tujuan.
2. Interpretasi, aktivitas menafsirkan agar suatu program menjadi
rencana dan pengarahan yang tepat dan dapat diterima serta
dilaksanakan sesuai harapan.
3. Aplikasi, berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan,
pembayaran atau yang lainnya yang disesuaikan dengan tujuan atau
perlengkapan program. Joko Widodo (2010) menyebutkan beberapa
tahapan implementasi kebijakan yaitu tahap interpretasi, tahap
organisasi, dan tahap aplikasi. Berikut penjelasan dari tahapan
tersebut :
1) Tahap Interpretasi Tahap Interpretasi merupakan tahap
penguraian pokok dari suatu kebijakan yang bersifat abstrak agar
lebih operasional dan mudah dipahami sehingga dapat dimengerti
oleh para pelaku dan sasaran kebijakan.
2) Tahap Organisasi Tahap Organisasi yaitu tindakan peraturan dan
penetapan pembagian tugas pelaksana kebijakan termasuk di
dalamnya terdapat kegiatan penetapan anggaran, kebutuhan
sarana dan prasana, penetapan tata kerja, dan manajemen
implementasi kebijakan.
3) Tahap Aplikasi Tahap aplikasi merupakan tahap pelaksanaan
kebijakan sesuai dengan rencana yang ditetapkan. Tahapan ini
merupakan tahapan untuk menerapkan kebijakan untuk mengatasi
masalah dan/atau meningkatkan mutu pada sasaran kebijakan
Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas adalah dalam
implementasi kebijakan mempunyai tahapan yang dilakukan.
Tahapan dalam implementasi kebijakan adalah tahap interpretasi,
tahap organisasi, dan tahap aplikasi. Tahapan tersebut dilakukan

7
untuk mengoperasikan program atau kebijakan agar sesuai
dengan tujuan.
3. Faktor Penentu Implementasi Kebijakan
Tahap implementasi kebijakan merupakan tahapan yang penting dari
sebuah kebijakan. Tahap implementasi kebijakan menentukan hasil dari
kebijakan yang telah dibuat. Kebijakan dibuat dengan tujuan memperbaiki
suatu aspek dengan strategi yang tepat namun kebijakan tersebut bisa terjadi
ketidakberhasilan karena pada tahap implementasi kebijakan belum bisa
berjalan sesuai dengan kebijakan. Penentu keberhasilan atau kegagalan pada
implementasi kebijakan dipengaruhi beberapa faktor. Faktor penentu
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan perlu dilakukan
analisis. Analisis faktor-faktor tersebut bisa digunakan untuk bahan
pertimbangan untuk meminimalisirkan segala kemungkinan kegagalan yang
terjadi dan memaksimalkan keberhasilan pada tahap implementasi kebijakan.
Brian W. Hogwood & Lewis A.Gunn (Arif Rohman, 2012: 107-108)
mengemukakan bahwa untuk dapat mengimplementasikan suatu kebijakan
dapat dikatakan sempurna (perfect implementation), maka dibutuhkan
syarat-syarat sebagai berikut:
a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana
tidak akan menimbulkan gangguan/kendala yang serius.
b. Untuk pelaksanaan suatu program, harus tersedia waktu dan
sumbersumber yang cukup memadai.
c. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan harus benar-benar ada
atau tersedia.
d. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal.
e. Hubungan kausalitas tersebut hendaknya bersifat langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubungnya.
f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil.
g. Adanya pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
h. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
i. Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

8
j. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Arif Rohman (2009: 147-149) mengemukakan bahwa ada tiga faktor


yang menentukan keberhasilan dan kegagalan implementasikan kebijakan
yaitu:

a. Faktor pertama yang menentukan keberhasilan dan kegagalan pada


implementasi kebijakan berkaitan dengan rumusan kebijakan yang
telah dibuat oleh pengambil keputusan (decision maker). Berhubungan
tentang bagaimana rumusan kalimatnya jelas atau tidak, tujuannya
tepat atau tidak, sesuai dengan sararan atau tidak, terlalu sulit dipahami
atau tidak, mudah diinterpretasikan atau tidak, mudah dilaksanakan
atau tidak dan sebagainya. Pembuat kebijakan diharapkan
mempertimbangkan hal-hal tersebut sebagai pertimbangan kesepakatan
dalam perumusan kebijakan.
b. Faktor kedua berkaitan dengan personil pelaksananya. Personil
pelaksana mempunyai latar belakang yang berbeda seperti budaya,
bahasa, serta ideologi kepartaian. Tingkat pendidikan, pengalaman,
motivasi, komitmen, kesetiaan, kinerja, kepercayaan, diri, kebiasaan-
kebiasaan, serta kemampuan bekerjasama dari setiap kepribadian
personil pelaksana akan mempengaruhi cara kerja mereka dalam
implementasi kebijakan.
c. Faktor ketiga dari penentu kegagalan dan keberhasilan implementasi
kebijakan adalah faktor organisasi pelaksana. Organsasi pelaksana
dapat menentukan implementasi kebijakan diperhatikan dari jaringan
sistem, hirarki kewenangan masing-masing bagian, strategi distribusi
pekerjaan, model kepemimpinan dari kepala organisasi, peraturan
organisasi, target yang ditetapkan pada masing-masing tahap, model
monitoring yang digunakan dan model evaluasi yang dipakai.

Pendapat lain dikemukakan Model Edward III dalam buku Analisis


Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi (Subarsono, 2012) terdapat
empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan dan kegagalan pada

9
implementasi kebijakan. Faktor tersebut yaitu faktor (1) komunikasi, (2)
sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi. Berikut penjelasan
dari beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan
implementasi kebijakan:

1. Faktor Komunikasi (Communication)


Faktor komunikasi merupakan proses pemberian informasi kepada petugas
pelaksana kebijakan. Edward III informasi mengenai kebijakan 24 perlu
disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat
mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan lakukan untuk menjalankan
kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran kebijakan dapat dicapai sesuai
dengan yang diharapkan, Joko Widodo (2010)
2. Faktor Sumber daya (Resources)
Faktor sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan.
Sumber daya merupakan sarana untuk melaksanakan kebijakan. Sumber daya
tersebut berupa sumber daya manusia, sumber daya anggaran, sumber daya
peralatan, dan sumber daya kewenangan.
3. Faktor Disposisi (Disposition)
Disposisi merupakan tindakan yang dimiliki oleh implementator seperti
kemauan, kejujuran, dan kesungguhan dalam melaksanakan 27 kebijakan.
Implementator diharapkan memiliki disposisi yang baik sehingga tidak terjadi
perbedaan perspektif dengan pembuat kebijakan. Jika implementasi kebijakan
ingin berhasil secara efektif dan efisien, para pelaksana (implementors) tidak
hanya mengetahui apa yang harus dilakukan dan mempunyai kemampuan untuk
melakukan kebijakan tersebut, tetapi mereka juga harus mempunyai kamauan
untuk melaksanakan kebijakan tersebut.
4. Struktur Birokrasi
Meskipun sumber-sumber untuk mengimplementasikan suatu kebijakan sudah
mencukupi dan para implementor telah mengetahui apa dan bagaimana cara
melakukannya, serta mereka mempunyai keinginan untuk melakukannya,
implementasi kebijakan bisa jadi masih belum efektif, karena terdapat
ketidakefisienan struktur birokrasi yang ada. Kebijakan yang kompleks menuntut
adanya kerjasama banyak orang. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan

10
harus dapat mendukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan
jalan melakukan koordinasi yang baik.
Menurut George C. Edward III terdapat dua karakteristik yang dapat
mendongkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, yaitu dengan
melakukan Standard Operating Procedures (SOP) dan melaksanakan
pendelegasian (Winarno, 2016).
a. Standard Operating Procedures (SOP) adalah suatu kegiatan rutin yang
memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan untuk melaksanakan
berbagai kegiatannya setiap hari sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Struktur organisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan
pengawasan dan menimbulkan red-tape, yaitu prosedur birokrasi yang rumit
dan kompleks. Hal ini pada gilirannya menyebabkan aktivitas organisasi tidak
fleksibel.
b. Pendelegasian adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatankegiatan dan
aktivitas-aktivitas pegawai di antara beberapa unit.

B. Kawasan tanpa rokok


a. Pengertian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)
Kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang
untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual,
mengiklankan, dan /atau mempromosikan produk tembakau, (Peraturan
Pemerintah RI No. 109 tahun 2012).
b. Tujuan Penerapan KTR
Tujuan penerapan KTR secara khusus adalah menurunkan angka
kesakitan dan kematian akibat rokok, sedangkan secara umum penerapan
KTR dapat membantu terwujudnya lingkungan yang bersih, sehat, aman dan
nyaman, memberikan perlindungan bagi masyarakat bukan perokok,
menurunkan angka perokok, mencegah perokok pemula dan melindungi
generasi muda dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif
(NAPZA).
Berbagai bukti ilmiah menunjukan bahwa adanya ruang merokok, baik
menggunakan ventilasi, dna seringan udara tebukti tidak efektif melindungi

11
secara penuh paparan asap rokok. Implementasi 100% KTR adalah satu
satunya strategi yang memberikan perlingdungan dari bahaya AROL (Burke-
Fishbur-WHO, WPRO-TFI dalam TCSC IAKMI, 2007). Adapun tujuan
penerapan KTR sebagai berikut:
1) Menurunkan angka kesakitan dan/atau angka kematian dengan cara
mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat.
2) Meningkatkan produktivitas kerja yang optimal.
3) Mewujudkan kualitas udara yang sehat dan bersih, bebas dari asap
rokok.
4) Menurunkan angka perokok dan mencegah perokok pemula.
5) Mewujudkan generasi muda yang sehat.

Alasan perlunya perlindungan masyarakat terhadap AROL dengan KTR


antara lain (Global Smoke-free Partnership, 2007):
1) Menyelamatkan kehidupan.
2) Menyelamatkan Pekerja. Estimasi International Labour Organisation
(ILO) tahun 2005 tidka kurang dari 200.000 pekerja mati setiap tahun
karena paparan AROL di tempat kerja, hal ini merupakan 1 dari 7
penyebab kematian akbiat kerja.
3) Cost Effective. Kawasan yang bebas 100% dari asap rokok merupakan
satu-satunya cara efektif dan murah untuk melindungi masyarakat dari
bahaya AROL. Laporan Departemen Kesehatan Inggris tahu 2006 14
menunjukan bahwa KTR 100% di tempat kerja menyelamatkan hampir
5.000 kehidupan per tahun. Sementara sebuah artikel yang ditulis Ong
MK dan Glantz SA tahun 2004 berjudul “Cardiovascular Health and
Economics Effects of Smoke Free Workplace” dalam American Journal
of Medicine” No. 117 menyimpulkan seluruh tempat kerja di Amerika
Serikat bebas asap rokok maka biaya kesehatan yang bisa dihemat
berjumlah US$ 279 juta setiap tahun. Menurut WHO cost effectiveness
akan naik apabila KTR dilaksanakan secara kompreensif dengan
strategi pengendalian tembakau lainnya. 4) Cukup Populer. Kebijakan
KTR di banyak Negara memeroleh dukungan yang cukup besar dari

12
masyarakat. Penerimaan masyarakat terhadap kebijakan ini terjadi
secara berangsur-angsur sesuai dengan perkembangan pemahaman dan
pembuktian sendiri akan manfaatnya. Dukungan KTR di New Zealand
terutama di bar yang merupakan bagian tersulit meningkat 10% pada
tahun 1999 menjadi 67% tahun 2005, dan mengalami peningkatan
kembali menjadi 81% pada 2006. Begitu pula Irlandira, dukungan
masyarakat terhadap UU KTR sebesar 93%, naik dibandingkan
dukungan pada awal implementasi sebesar 59%. Juga Norwegia dimana
lebih dari tiga perempat masyarakatnya mendukung setalah 1 tahun
pemberlakuan UU, dan naik 25% dalam waktu kurang dari 2 tahun. 5)
Layak dilaksanakan. Berbagai Negara memperlihatkan bahwa
implementasi UU KTR yang diikuti dengan penegakan hukum yang
ketat memiliki tingkat kepatuhan masyarakat dan pelaku bisnis cukup
tinggi, yaitu lebih dari 90%.
c. KTR di Perguruan Tinggi
Tempat proses belajar mengajar merupakan salah satu tempat wajib
KTR, salah satuya adalah perguruan tinggi. Pendidikan Tinggi bertujuan
mengembangkan potensi mahasiswa agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya untuk
kepentingan bangsa. (UU No 12 tahun 2012) Menciptakan mahasiswa sehat
dimulai dari lingkungan yang sehat pula salah satunya dengan Input Proses
Output :
1. Adanya kajian mengenai kebijakan Kawasan Tanpa Rokok dan sikap serta perilaku
sasaran terhadap kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
2. Adanya Komite/Kelompok kerja penyusunan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
3. Adanya kebijakan Kawasan Tanpa Rokok.
4. Adanya infrastruktur Kawasan Tanpa Rokok

d. Kawasan Tanpa Rokok


Kawasan Tanpa Rokok antara lain :
1. fasilitas pelayanan kesehatan

13
2. tempat proses belajar mengajar
3. tempat anak bermain
4. tempat ibadah
5. angkutan umum
6. tempat kerja dan,
7. tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

C. Kerangka Teori:
1. Pendekatan Sistem
Sistem mempunyai kemampuan transformasi artinya mampu mengubah
sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Dengan perkataan lain, sistem mampu
mengubah masukkan menjadi keluaran (A Shode Dan Voich Jr, 1974 dalam
Azwar, 2010). Pendekatan sistem adalah penerapan suatu prosedur yang
logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen
yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan mencapai
tujuan yang telah ditetapkan (L. James Harvey dalam Azwar, 2010)
2. Unsur Sistem
Unsur sistem menurut Donabedian (2003) dibagi menjadi sebagai berikut:
a. Struktur Struktur adalah kondisi yang dirancang dalam suatu pelayanan
disediakan (Donabedian, 2003), termasuk:
1) Sumber material, seperti fasilitas dan peralatan
2) Sumber manusia, seperti jumlah, jenis, dan kualifikasi professional dan
anggota pendukung
3) Karakteristik organisasi, seperti organisasi tenaga kesehatan, presensi
pengajaran dan fungsi penelitian, supervisi dan ulasan performa, metode
pembayaran pelayanan, dan lain-lain
b. Proses
Proses adalah aktifitas penunjang pelayanan kesehatan, termasuk
diagnosis, perawatan, rehabilitasi, pencegahan, dan pendidikan pasien,
yang dilakukan oleh anggota profesional tetapi juga termasuk kontribusi
dalam pelayanan oleh pasien maupun keluarga

14
c. Outcome
Outcome berarti perubahan yang diinginkan atau tidak secara individual
dan populasi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan.
Ketiga hal di atas tidak berhubungan dengan kualitas, namun hanya
bisa menyimpulkan baik atau tidaknya kualitas setiap komponen tersebut.
Sedangkan dalam menyimpulkan suatu kualitas tidak bisa dilakukan
apabila tidak ada ketentuan hubungan antar pendekatan di atas, struktur
mempengaruhi proses dan proses mempengaruhi dampak, sebagaimana
digambarkan sebagai berikut:

Struktur Struktur Struktur

Gambar 2.1 Hubungan Struktur, Proses dan Outcome (Donabedian, 2003)


Selanjutnya dilihat dari indikator capaian KTR (Kemenkes, 2011; MPKU,
2010) dan teori sistem George C. Edwards maka kerangka teori sebagai
berikut:
Struktur Proses Outcome
1. Adanya kajian 1. Terlaksananya 1. Terwujudnya
menengai KTR sosialisasi KTR di semua
dan sikap serta penerapan KTR tatanan
perilaku 2. Diterapkannya
sasasaran KTR
terhadap 3. Dilaksanakannya
kebijakan KTR pengawasan dan
2. Adanya penegakan
Komite/Kelom hukum
pok kerja 4. Dilaksanakannya
penyusunan pemantauan dan
kebijakan KTR evaluasi
3. Adanya 5. Komunikasi
kebijakan KTR 6. Kecenderungan/
4. Adanya sikap

15
infrastruktur 7. Struktur
KTR birokrasi
5. Sumber Daya
Gambar 2.2 Kerangka Teori

D. Kerangka Konsep:
Terdapat beberapa variabel dalam kerangka teori dapat digabungkan karena
memiliki definisi dan tujuan yang sama. Seperti pada variabel struktur yaitu
komite dan infrastruktur merupakan bagian dari sumber daya dan peneliti tidak
mengkaji adanya kajian karena sudah terlihat dari penelitian Fauziah (2012).
Pada variabel proses diantaranya diterapkannya KTR, dilaksanakannya
pengawasan dan penegakan hukum, dan dilaksanakannya pemantauan dan
evaluasi ketiga variabel ini dapat digali dari variabel kebijakan pada struktur.
Bagian outcome yaitu terwujudnya KTR di semua tatanan berubah menjadi
implementasi KTR di Universitas Muhammadiyah Jakarta. Maka dengan
pertimbangan di atas kerangka konsep pada penelitian ini sebagai berikut:

Struktur Proses Outcome


1. Kebijakan 1. Komunikasi 1. Implementasi
2. Sumber Daya: 2. Kecenderungan KTR di Ormawa
Anggaran, Tim 3. Struktur birokrasi: UMJ
Khusus, Media SOP, Pendelegasian
Promosi, Sarana-
prasarana
Gambar 2.3 Kerangka Konsep

16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan Kualitatif dengan metode
deskriptif.Penelitian ini dilakukan utuk memperoleh informasi yang lebih
mendalam mengenai implementasi kawasan tanpa rokok di lingkungan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.

B. Informan Penelitian
Penentuan Informan dalam penelitian ini menggunakanteknik purposive
sampling.Menurut (Sugiyono, 2012) Purposive sampling adalah teknik
penentuan narasumber atau informan dengan pertimbangan tertentu.Penentuan
sampel atas dasar kriteria atau pertimbangan tertentu dimaksudkan untuk
mendapat berbagai macam narasumber yang tepat dengan sebanyak mungkin
informasi sehingga dapat diperoleh kebenaran dari data yang disampaikan oleh
narasumber.Berikut yang menjadi narasumber pada penelitian ini:
1. Ketua Tim KTR Universitas Muhammadiyah Jakarta
2. Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
3. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Jakarta
4. Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas Muhammadiyah
Jakarta

C. Definisi Operasional
Variabel penelitian ini antara lain kebijakan, sumber daya: anggaran, tim
khusus; media promosi; sarana-prasarana, komunikasi, kecenderungan/sikap,
struktur birokrasi: SOP dan pendelegasian, serta implementasi Kawasan Tanpa
Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.

17
Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel penelitian
No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil
1 Kebijakan Kebijakan adalah sebuah peraturan Wawancara Pedoman Informasi kebijakan
yang telah dikeluarkan oleh Mendalam dan wawancara, SK KTR di UMJ
stakeholder dan telah dijalankan telaah dokumen KTR
dalam penelitian ini berupa SK
Rektor No. 213 tahun 2012
2 Sumber Daya Sumber daya adalah tim khusus Wawancara Pedoman Informasi sumber daya
satuan tugas penegak kawasan Mendalam dan wawancara, KTR di UMJ
tanpa rokok, tersedianya anggran Observasi Lembar
dana serta tersedia sarana- observasi
prasarana seperti tempat khusus
merokok dan klinik berhenti
merokok dan terpasangnya media
KTR melalui poster, surat edaran,
tanda larangan merokok maupun
pengeras suara yang mendukung
KTR di UMJ
3 Komunikasi Komunikasi adalah penyampaian Wawancara Pedoman Informasi komunikasi
informasi mengenai kebijakan Mendalam wawancara, yang terjalin dan media

18
KTR melalui sosialisasi dalam yang terpasang di UMJ
bentuk formal maupun informal dan
disampaikan kepada seluruh civitas
akademika kampus secara
langsung maupun tidak langsung
sehingga diantara mereka
mengetahui apa yang di maksud
dengan KTR
4 Kecenderungan/sikap Kecenderungan dalam penelitian Wawancara Pedoman Informasi
ini adalah penerimaan dan Mendalam wawancara, kecenderungan/sikap
dukungan civitas akademika mengenai KTR di UMJ
kampus terhadap KTR di UMJ.
5 Struktur Birokrasi Struktur birokrasi dalam penelitian Wawancara Pedoman Informasi struktur
ini adalah melihat SOP dan Mendalam wawancara, birokrasi dalam KTR
pendelegasian tugas dalam KTR di UMJ
UMJ
6 Implementasi Implementasi KTR di UMJ ini Wawancara Pedoman Informasi implementasi
Kawasan Tanpa diukur dengan beberapa Mendalam dan wawancara, KTR UMJ
Rokok di UMJ komponen, antara lain Observasi Lembar
1. Adanya aktivitas merokok di observasi

19
lingkungan UMJ
2. Terdapat asbak di bangunan
kampus UMJ
3. Terdapat ruangan khusus
merokok di lingkungan UMJ
4. Terdapat puntung rokok di
lingkungan UMJ
5. Tanda larangan merokok
ditempel di pintu masuk,
tempat strategis dan area yang
mudah terlihat
6. Terdapat iklan, promosi, dan
sponsor rokok di lingkungan
UMJ
7. Ruangan tercium bau asap
rokok

20
D. Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dari penelitian ini, yaitu :
1. Data primer
Data yang langsung dikumpulkan oleh peniliti dari informan.Data primer
yang dibutuhkan terkait implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di
Universitas Muhammadiyah Jakarta melalui wawancara mendalam (indepth
interview) dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi dengan
menggunakan lembar observasi kepada seluruh informan penelitian.
2. Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini yaitu SK Rektor Universitas
Muhammadiyah Jakarta tentang KTR, Perda Kota Tangerang selatan
dll.Selain itu data juga diperoleh dari studi literatur.

Teknik Pengumpulan data


1. Wawancara
Menurut (Soegijono, 1993) wawancara adalah proses tanya jawab lisan
dimana dua orang atau lebih bertatap muka secara fisik untuk mengetahui
tanggapan, pendapat, dan motivasi seseorang terhadap suatu obyek.
2. Observasi
Menurut (Usman, 2009) observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti. Teknik ini dilakukan dengan
cara datang cara pendekatan dan pengamatan langsung terkait implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
3. Dokumentasi
Menurut (Sugiyono, 2012) dokumentasi merupakan mencari informasi
melalui catatan peristiwa yang sudah terjadi, dapat berupa tulisan, gambar,
atau dokumen yang berbentuk karya dari seseorang. Dokumentasi dalam
penelitian dapat berupa dokumen kebijakan mengenai kawasan tanpa rokok
mulai yang berlaku untuk umum sampai pada tingkat Universitas.

21
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen utama,
namununtuk memperoleh data yang dibutuhkan dibantu dengan instrumen lain
berupa pedoman wawancara mendalam mengenai implementasi kebijakan
kawasan tanpa rokok. Adapun jenis wawancara yang akan penulis gunakan
dalam penelitian ini dengan cara mewawancarai responden secara perorangan.
Hal ini menurut peneliti sangat efektif untuk mendapatkan data yang lebih valid
dan akurat.Disamping itu untuk mendapatkan kejelasan dan kekuatan digunakan
instrument pendukung berupa lembar observasi, alat pencatat, kamera, dan
perekam suara.

1. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara adalah sebuah instrumen berupa daftarpertanyaan yang
dipersiapkan untuk memperoleh informasi dari sejumlah narasumber dengan
hasil yang pada dasarnya memiliki kesamaan dan mencakup materi yang
sama(Rulam Ahmadi, 2014). Kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan
dalam penelitian ini sebagai berikut:
Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara
No Aspek yang dikaji Indikator yang Informan
dikaji
1 Implementasi Kebijakan a. Prosedur Ketua TIM KTR
Kawasan Tanpa Rokok pelaksanaan UMJ, Ketua DPM
kebijakan UMJ, Ketua BEM
b. Proses UMJ, Dosen
pelaksanaan
kebijakan
2 Faktor pendukung dan a. Faktor Ketua TIM KTR
penghambat pelaksanaan pendukung UMJ, Ketua DPM
kebijakan Kawasan Tanpa b. Faktor UMJ, Ketua BEM
Rokok penghambat UMJ, Dosen

22
2. Pedoman observasi
Pedoman observasi memberikan arah dalam pelaksanaan observasi
penelitian. Pedoman penelitian membantu memudahkan peneliti membagi
fokus-fokus penelitian secara terstruktur.Penelitian ini menggunakan
pedoman observasi untuk memperoleh informasi mengenai implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Berikut kisi-kisi pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini,

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pedoman Observasi


No Aspek yang diamati Pengamatan yang Lokasi
dilakukan Observasi
1 Tempat lokasi a. Letak geografis / Universitas
penelitian lokasi kampus Muhammadiyah
b. Profil Kampus Jakarta
2 Implementasi Mengamati penerapan Universitas
Kebijakan Kawasan kebijakan kawasan tanpa Muhammadiyah
Tanpa Rokok rokok Jakarta

3. Pedoman studi dokumentasi


Pedoman studi dokumentasi digunakan untuk memperoleh tambahan data
maupun informasi yang berhubungan dengan penelitian. Studi dokumentasi
diharapkan akan memperkuat data yang diperoleh dari wawancara dan
observasi. Pedoman studi dokumentasi yang digunakan pada penelitian ini
sebagai berikut :
Tabel 3.4 Kisi-kisi Pedoman Dokumentasi
No Aspek yang Indikator yang Sumber Data
dikaji dikaji
1 Kebijakan a. Dasar hukum a. UU No.36 tahun 2009
Kawasan Tanpa kebijakan tentang kesehatan pasal
Rokok b. Latar belakang 115
kebijakan b. Permenkes no.7 tahun
2011tentang pelaksanaan

23
KTR
c. PP No.19 tahun 2003
tentang pengamanan
rokok bagi kesehatan
d. Perda Kota Tangsel No.4
tahun 2016 tentang KTR
e. PP No.109 tahun 2012
tentang pengamanan
bahan yang mengandung
zat adiktif berupa produk
tembakau bagi kesehatan.
2 Pelaksanaan Prosedur Surat Keputusan Rektor UMJ
kebijakan pelaksanaan No.213 tahun 2012 tentang
Kawasan Tanpa kebijakan KTR.
Rokok di
Universitas
Muhammadiyah
Jakarta

F. Validasi Data
Data yang sudah terkumpul merupakan modal awal yang sangat berharga
dalam sebuah penelitian, dari data yang terkumpul akan dilakukan analisis yang
Selanjutnya dipakai sebagai bahan masukan untuk penarikan
kesimpulan.Melihat begitu besarnya posisi data, maka keabsahan data yang
terkumpul menjadi sangat vital. Data yang salah akan men ghasilkan penarikan
kesimpulan yang salah pula demikian pula sebaliknya, data yang sah akan
menghasilkan kesimpulan hasil penelitian yang benar. Keabsahan data itu
dikenal sebagai validitas data.
Uji keabsahan data yang digunakan untuk menguji kredibilitas informasi
atas data yang diperoleh dari penelitian ini adalah trianggulasi. Triangulasi data
yaitu pengecekkan data dengan membandingkan antara data yang diperoleh.

24
Pembandingan data yang sering dilakukan yaitu melalui berbagai sumber yang
berbeda (Djunaidi, 2012).
Triangulasi data pada penelitian ini melibatkan subyek penelitian. informan
penelitian yang pertama adalah Ketua Tim KTR Universitas Muhammadiyah
Jakarta. Informan penelitian kedua yaitu Ketua organisasi Mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Jakarta. Dosen Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Ketiga subyek di atas diharapkan dapat memberikan hasil yang bersifat kredibel.
Berikut adalah triangulasi sumber data pada penelitian ini,

Ketua Tim KTR UMJ Ketua organisasi


mahasiswa UMJ

Dosen UMJ

Gambar 3.1 Triangulasi Sumber Data

G. Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengumpulkan semua data yang diperoleh dari seluruh informan melalui
wawancara mendalam dan observasi
2. Hasil wawancara mendalam dicatat kembali, berdasarkan rekaman yang
diperoleh pada saat wawancara mendalam ke dalam bentuk tulisan
(transkrip).
3. Data yang telah disusun dalam bentuk transkrip data selanjutnya
dikategorisasi dalam bentuk matriks.
4. Selanjutnya dilakukan analisis data dan interpretasi data secara kualitatif dan
membandingkannya dengan teori yang ada.

25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Informan
Informan yang terdapat pada penelitian ini terdiri dari 3 informan, yaitu
Informan Utama, informan Kunci dan informan Pendukung. Karakteristik
informan yang diperoleh dalam penelitian ini antara lain : nama, usia, dan
jabatan. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara
mendalam dengan semua informan, observasi dan telaah dokumen. Berikut
adalah gambaran dari masing-masing informan :
1. Informan Utama
Informan utama dalam penelitian ini ditentukan sesuai dengan tujuan
dari penelitia, yaitu ingin mengetahui implementasi kebijakan KTR di UMJ.
Fakta nyata yang terjadi dilapangan terkait KTR di UMJ. Yang menjadi
informan dalam penelitian ini ada 2 orang, masing-masing Ketua DPM UMJ
dan Ketua BEM UMJ. Pengumpulan data yang diperoleh dari informan
utama dilakukan dengan wawancara mendalam mengenai implementasi
kebijakan KTR di UMJ. Karakteristik informan utama, disajikan dalam tabel
dibawah ini:
Tabel 4.1
Informan Utama
Informan Usia (tahun) Jabatan
IU1 21 Ketua DPM UMJ
IU2 22 Ketua BEM UMJ
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa Informan utama sebanyak 2
orang. Informan utama pertama yaitu IU1 berusia 21 tahun sebagai Ketua
DPM UMJ. Kemudia IU2 yang berusia 22 tahun adalah seorang Ketua BEM
UMJ.
2. Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini yaitu pihak-pihak yang terlibat
langsung dengan informan utama selaku Ketua Tim KTR di UMJ.

26
Pengambilan informan kunci bertujuan untuk melakukan cross check
informasi yang didapat dari informan utama. Kemudian dilakukan
wawancara mendalam terhadap informan kunci tersebut tentang
implementasi kebijakan KTR di UMJ.
Ketua Tim KTR merupakan orang yang mengetahui dengan baik tentang
proses pelaksanaan dan penerapan program tersebut karena tugas utamanya
melakukan pengawasan serta evaluasi dalam upaya penerapan kebijakan
KTR di UMJ.
Karakteristik Informan Kunci, disajikan dalam tabel dibawah ini :
Tabel 4.2
Informan Kunci
Informan Usia (tahun) Jabatan
IK1 47 Ketua Tim KTR/Wadek
3 FIP
Sumber : Data Primer
Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa Informan kunci sebanyak 1
orang yaitu wakil dekan 3 di FIP UMJ yang ditunjuk sebagai Ketua Tim
KTR di UMJ.
3. Informan Pendukung
Informan pendukung merupakan orang yang mengetahui terkait Program
KTR di Universitas Muhammadiyah Jakarta yaitu seorang Dosen yang
peduli terhadap isu KTR di UMJ. Informan pendukung sebanyak satu orang
yaitu seorang Dosen Di Fakultas Kesehatan Masyarakat. Karakteristik
informan pendukung dapat dilihat dalam tabel 4.2 sebagai berikut :
Tabel 4.3
Informan Pendukung
Informan Usia (tahun) Jabatan
IP1 28 Dosen
Sumber: Data Primer

27
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Universitas Muhammadiyah Jakarta
Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) merupakan adalah satu AUM
berbentuk PTM yang bergerak di bidang pendidikan. UMJ didirikan sejak
tahun 18 November 1955, menjadikan UMJ sebagai PTM pertama yag ada
di Indonesia. UMJ telah memiliki 9 Fakultas dengan 43 Program Studi. UMJ
telah meluluskan lebih dari 35.000 mahasiswa yang tersebar diberbagai
instansi pemerintah, swasta, maupun membuka wirausaha mandiri.
a. Visi-Misi UMJ
1) Visi:
Menjadikan Universitas Muhammadiyah Jakarta yang Terkemuka, Modern,
Islami Pada tahun 2025
2) Misi:
a) Mewujudkan keunggulan dibidang pendidikan, pengajaran, penelitian,
pengabdian kepada masyarakat serta nilai-nilai Al-Islam dan Ke-
Muhammadiyahan
b) Memanfaatkan teknologi informasi dalam penyelenggaraan pendidikan,
pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat serta penanaman
nilai-nilai Al-Islam dan Ke-Muhammadiyahan
c) Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, penelitian, pengabdian
kepada masyarakat dengan dilandasi etika, nilai dan moral Islam
b. Struktur Organisasi UMJ
Terlampir

2. Implementasi KTR di UMJ


a. Kebijakan
Kebijakan KTR berupa SK Rektor No. 372 Tahun 2018 tentang
kampus islami BAB VI mengenai Kawasan Tanpa Rokok, narkoba dan
minuman keras pasal 27 mengganti kebijakan lama yaitu SK Rektor
No.213 tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Intisari dari
keputusan tersebut antara lain:
1. Kampus Muhammadiyah Jakarta adalah kawasan tanpa rokok, tanpa
narkotika, dan obat-obata berbahaya dan tanpa minuman keras. Sivitas

28
akademika dan tenaga kependidikan/administrasi dilarang merokok,
mengkonsumsi narkobadan minuman keras dilingkungan kampus.
2. Dilarang jual beli rokok , narkoba dan minuman keras dilingkungan
kampus
3. Fakultas melaksanakan rencana tindak lanjut dari Baitul Arqam
mahasiswa, terutama yang lulusan bersyarat.
Dengan adanya kebijakan KTR di UMJ yang tercantum pada SK
Rektor diatas merupakan keuntungan yang bagi kalangan yang tidak
merokok agar bebas dari asap rokok ketika berada di kalangan UMJ
seperti pernyataan salah satu informan ,
”Bagus itu, melindungi hak-hak saya sebagai orang yang tidak
merokok untuk menghirup udara bebas” –IP1.
Dengan adanya kebijakan mengenai KTR ini pun mendapat
dukungan dari beberapa kalangan , salah satunya ketua Ormawa di UMJ
yang memberikan dukungan penuh pada kebijakan KTR ini dan
memberikan usulan untuk menyediakan ruang khusus bagi mahasiswa
atau kalangan yang merokok,
”Kalau untuk kawasan tanpa rokok secara pribadi maupun
sebagai ketua BEM tentu sangat sepakat adanya kawasan tanpa rokok
untuk saling menghargai hak masing-masing, tapi harus ada kawasan-
kawasan yang memang dikhususkan untuk orang yang merokok kenapa
kemudian karna tidak semuanya mahasiswa atau fakultas akademik di
UMJ tidak merokok, yang merokok sehingga ada kawasan khusus
supaya mereka bisa merokok tanpa mengganggu orang-orang yang tidak
merokok” –IU2.
Menurut salah satu infoman kebijakan KTR ini masi perlu
meningkatkan Implementasinya dan dibarengi dengan adanya sanksi dan
reward yang mendukung, dengan alasan untuk memberikan efek jera
pada pengkonsumsi rokok.
“Sudah bagus kebijakannya tapi implementasinya masih
kurang”. –IK1.

29
Tetapi , adanya kebijakan mengenai KTR ini belum sepenuhnya
mengetahui adanya kebijakan ini , seperti yang disampaikan oleh salah
satu informan alasan kenapa belum sepenuhnya mengetahui karena
kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh stakeholder ,
“Belum pernah ada sosialisasi, selama saya ada disini secara
resmi UMJ mengundang civitas akademika untuk sosialisasi KTR blm
ada, tpi saya tau dalam kegiatan amal muhammmadiyah ada kebijakan
yang mengatur tentang KTR” –IP1.
b. Sumber daya
4. Anggaran
Dari beberapa informan mengatakan bahwa KTR di UMJ belum
ada anggaran khusus yang mendukungnya, terutama pada TIM khusus
yang mendukung implementasi KTR ini.
“Kalau sebelumnya setau saya tidak ada ya , kecuali dibarengi
dengan kegiatan lain misalnya milad , tampil disitu” – IK1.
Dari beberapa penelitian sebelumnya pun terlihat bahwa tidak
adanya anggaran khusus untuk implementasi KTR di UMJ ini,
“Belum ada setau saya anggaran yang dialokasikan, berdasarkan
hasil hasil skripsi yang saya uji”. IP1.
Beberapa informan seperti ketua Ormawa yang menjadi perwakilan
mahasiswa di UMJ pun tidak mengetahui akan ada atau tidaknya
anggaran untuk KTR ini,
“Sejauh ini saya kurang tau ya terkait itu ya kalau bicara soal
anggaran dana saya kurang tau apalgi terkait anggaran dana kawasan
tanpa rokok tersebut kalau memang ada pun biasanya sudah memang
seharusnya terlaksana kalau memang ada ya agar ehmm anggaran
tersebut tepat sasaran itu kalau memang ada tapi sejauh ini memang
nggak tau tapi kalau memang ada itu harus dilaksanakan gitu agar tadi
apa namanya ehmm dari anggaran tersebut tepat sasaran
penggunaannya gitu” -IU1.
Dari jawaban semua informan jelas sudah bahwa tidak adanya
anggran khusus yang dialokasikan untuk KTR di UMJ ini , padahal

30
sangat penting anggaran untuk KTR ini agar dapat menunjang program-
program yang akan dilakukan , dan sebagai bentuk komitmen untuk
melaksanankan KTR di UMJ ini.
“Kalau anggaran dari universitas saya kurang tau, saya lebih
melihat dalam setiap kampaye kampus islami tentukan ada semacam
sosialisasi, alat peraga , dan lain sebagainya tapi itu masih
membutuhkan anggaran, cuma alokasi khusus untuk mendukung
adanya kawasan tampa rokok. Saya pikir emang gak ada anggaran
khusus untuk itu. Setau saya bgitu.” –IU2.

5. Tim khusus
Tim khusus penanggungjawab KTR UMJ sudah dilipih dengan
melalui SK Rektor No. 213 tahun 2012 pada lampiran disebutkan
bahwa Tim Penegak Disiplin KTR UMJ terdiri dari :
a) Ketua
b) Wakil ketua
c) Sekretaris
d) Wakil sekretaris
e) Bendahara
f) anggota
Salah satu informan mebenarkan wacana pembentukan tim
khusus KTR. Ada yang menyebutkan bernama Tim Sapa Al-Islam
Kemuhammadiyahan (AIK) dimana tim ini berfokus pada menegakan
kembali kehidupan ber-Muhammadiyah dengan berbakaian yang
sopan dan rapih sesuai syariat juga melarang kegiatan merokok dalam
kampus.
Tim sapa selain mengingatkankan sholat itu juga yang menjadi
tim khusus untuk masalah KTR di kampus ini” –IK1..
Dilihat dari fungsinya tim sapa ini selama dilingkungan UMJ
ialah untuk mengingatkan sholat dari fakultas ke fakultas , tetapi
menurut salah satu informan tugas tim sapa ini juga untuk
mengkontrol orang-orang yang merokok di lingkungan kampus.

31
Menurut salah satu informan pun harus adanya pembaharuan didalam
internal Tim khusus KTR ini,
“Penguatan internal dari tim tersebut, perlu ada pembaharuan
dari kelembagaan tersebut terkait SDM yang ada didalamya”- IP1.
Ada pula informan yang menyatakan bahwa tim khusus untuk
KTR ini tidak perlu diadakan,
“menuruut saya nggak perlu kalau misalkan memang itu
dibentuk itu pun bukan menjadi ajang pembelajaran untuk diri
maksudnya untuk diri untuk kesadaran diri lah lebih tepatnya gitu loh
seenggaknya kita dikasih pengetahuan kita dikasih edukasi
bahwasnnya umj ini adalah kawasan tanpa rokok”-IU1.
Menurut informan sebaiknya untuk implementasi KTR ini lebih
ke edukasi untuk mahasiswa agar mahasiswa sadar akan bahaya
merokok itu sendiri agar menjadi pembelajaran bagi mahasiswa.
c. Komunikasi
Komunikasi yang dapat disampaikan hanya dengan sosialisasi
kepada seluruh kalangan di UMJ, Menurut salah satu informan
sosialisasi untuk menyampaikan mengenai KTR sudah sering
dilakukan disetiap fakultas,
“ sosialisasi karena ada bahannya ntah itu nonton film,tentang akibat-
akibat dari merokok itu” –IK1.
Tetapi menurut beberapa informan lain, belum smelihat adanya
sosialisasi yang dilakukan mengenai KTR ini ,
“Belum pernah ada sosialisasi, selama saya ada disini secara
resmi UMJ mengundang civitas akademika untuk sosialisasi KTR blm
ada, tpi saya tau dalam kegiatan amal muhammmadiyah ada
kebijakan yang mengatur tentang KTR” –IP1.
tentunya sangat penting adanya sosialisasi mengenai KTR ini
untuk pemahaman dan ilmu bukan hanya untuk mahasiswa semata
tetapi bagi pimpinan dan karyawan juga,

32
“Sebenarnya perlu memang ehmmm dalam arti perlu itu untuk
diketahui oleh seluruh civitas akademika umj baik itu mahasiswa
pimpinan maupun karyawan begitu” –IU1.
Peneliti pun tidak menemukan pamflet atau plang mengenai KTR
di wilayah kampus A UMJ. Hanya beberapa fakultas yang sudah
membuat plang didalam kampus tetapi disepanjang jalan UMJ belum
terlihat. Sangat disayangkan tidak adanya atribut seperti plang atau
pamflet ini yang dapat dilihat.
d. Kecendrungan/sikap
Kendala terbesar dalam menjalankan tim penegak disiplin KTR
adalah kurangnya ketegasan dan ketauladan pimpinan UMJ yang
menyebabkan masih banyaknya perokok dikawasan UMJ atau dalam
ruangan sekalipun, dan salah satu informan mengatakan bahwa pada
saat bersama pimpinan melihat sosok stakeholder yang masih
merokok, padalah merekalah yang membuat kebijakan kawasan tanpa
rokokdi UMJ yang membuat kesan informan bahwa stakeholder tidak
serius dalam menjalankan kebijakan KTR yang ada.
“Yang menjadi penghambat KTR ini adalah ketauladan pimpinan
yang masih merokok ,kemudian dia juga harus tegas untuk
menerapkan implementasi KTR ini”-IK1.
Pernyataan diatas menggambarkan kecendrungan negatif dari
stakeholder. Tak hanya itu informan sebagai ketua BEM UMJ
menyatakan ,
“UMJ sejauh ini kurang tegas soal itu baik pemberian sanksi,
maupun secara tegas melarang itu belum ada. Tapi saya juga
mendukung adanya upaya kearah sana baik melarang atau
memberikan sanksi kepada siapa pun yang melakukan pelanggaran
terhadap barang larangan yang dibuat oleh kampus” –IU2,

33
C. Keterbatasan Penelitian
1. Keterbatasan waktu saat mewawancarai informan dikarenakan ada kesibukan
informan yang tidak bisa ditinggalkan.
2. Dokumentasi KTR tiap fakultas tidak didapatkan.

D. Pembahasan
1. Kebijakan
SK rektor No. 213 tahun 2012 dikeluarkan dan telah berjalan 6 tahun.
Pada dasarnya kebijakan harus diiringi dengan penegakkan serta pengawasan
yang baik. Disosialisasikan bahwa lingkungan kampus UMJ adalah KTR dan
Tidak menerima produksi/sponsor dari industri rokok disemua kegiatan
kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Terdapat ketidakjelasan dan ketiksesuaian dengan PP 109 tahun 2012.
Seolah tidak menerima sponsor merupakan bagian terpisah dari KTR, dan
terkesan bahwa KTR dimaksud adalah KDM (Kawasan Dilarang Merokok).
Karena jelas bahwa KTR tidak hanya melarang aktivitas merokok, namun
juga kegiatan produksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan
produk tembakau. Beberapa informan menyatakan bahwa tidak ada alokasi
dana khusus untuk implementasi kebijakan KTR di UMJ.
Hasil observasi yag dilakukan disepanjang jalan UMJ tidak terdapat
pamflet atau poster yang terkait KTR ini bahkan masih banyak mahasiswa
yang terlihat merokok dilingkungan kampus seperti kantin,taman bahkan
didalam fakultas, maka terlihat pengawasan dan penegakkan hukum
kebijakan ini masih belum terlaksana dengan baik. Hal ini mengingatkan
bahwa disaat ada punishment maka akan lebih baik jika diimbangi dengan
reward.
Dari 9 fakultas yang ada di UMJ, hanya Fakultas Teknik yang
melaksanakan denda, kemungkinan pelaksanaan peneguran di fakultas lain
sudah dijalankan baik secara individu maupun kelembagaan (Hafidhah,
2017).

34
2. Sumber Daya
Sumber daya adalah hal penting bagi terwujudnya suatu implementasi
kebijakan sesuai standar yang berlaku, demi mewujudkan hal tersebut
sumber daya yang dibutuhkan antara lain:
a. Anggaran
Belum ada dana yang dialokasi untuk menunjang upaya
terlaksananya KTR di UMJ, sehingga dapat menjadi faktor utama
penyebab belum maksimalkan upaya pelaksanaan KTR di UMJ, baik
dalam hal penyediaan media KTR, sarana kesehatan untuk berhenti
merokok, pembiayaan penelitian terkait dengan rokok, insentif birokrat
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan teknis pelaksanaannya.
b. Tim Khusus
Tim khusus yang telah dibentuk sesuai dengan SK Rektor No.213
tahun 2012 dengan tugas utamanya sebagai tim yang melakukan
penegakkan KTR di UMJ di non-aktifkan. Tetapi berdasarkan info dari
informan yang menyatakan telah dibentuk kembali tim khusus yang
mempunyai tugas dan wewenang yang sama dengan nama “TIM SAPA
UMJ” dibawah koordinasi langsung dengan LPPAIK UMJ. Dimana ada
semacam kelompok kerja dibawah tim Sapa UMJ yang bertugas
menegakkan KTR di kampus UMJ.
Tim khusus pada dasarnya di adakan untuk melakukan hal-hal teknis
dalam KTR tidak hanya pengawasan namun juga melakukan edukasi
mengenai KTR dan dampaknya kepada masyarakat kampus.
“Harus ada pelatihan lanjut begitu untuk tim sapa agar mempunyai
komitmen Untuk mengingatkan secara menyenangkan untuk para
perokok”. (IK1)
Sepeti pernyataan di atas tim khusus harus mempunyai komitmen
karena yang terlihat bahwa di dalam tim sapa ini seperti karyawan masih
banyak yang merokok. Ini pun menjadi poin penting kenapa stakeholder
harus memiliki sifat tegas.

35
c. Media promosi
Penggunaan media sebagai alat yang digunakan untuk penyampaian
informasi adalah hal terpenting agar pesan yang ingin disampaikan
kepada seluruh civitas akademika UMJ dapat langsung dengan mudah
mencerna segala bentuk informasi yang disampaikan terkait penerapan
kebijakan KTR di UMJ. Selain itu dengan penggunaan poster, banner,
sticker dapat memudahkan bagi siapa saja yang melihatnya untuk
mengingatkan kembali bahwa UMJ telah punya aturan resmi tentang
KTR.
Sejauh observasi yang dilakukan peneliti di lingkungan UMJ, belum
ada plank besar yang terpampang dan terlihat mencolok. Padahal menurut
golden standar terkait pelaksanaan KTR, semestinya sticker larangan
merokok harus ada disetiap pintu masuk ruangan. Sebagai contoh,
Standing banner dan stiker di pintu kampus banyak terpampang di
seluruh kampus University of California (UC) di berbagai daerah (Fallin
et.al, 2015).
Konten yang terdapat pada beberapa banner nampaknya tidak terlalu
menonjol karena ada banyak konten satu media, sehingga komunikasi
atau pesan yang ingin disampaikan menjadi tidak terlihat jelas. Surat
edaran mengenai kebijakan ini pun tidak ditemukan terpampang di
mading-mading. Media ini pun penyebarannya tidak merata, FKK sebagai
fakultas kesehatan lah yang baru terlihat konsisten terhadap media secara
fisik (Hafidhah, 2017).
d. Sarana-prasarana
1. Area khusus merokok
Hampir semua informan mengatakan bahwa perlu adanya sebuah
tempat khusus yang disediakan bagi perokok. Menurut WHO KTR
100% tidak menyediakan area merokok. Hal ini didukung beberapa
penelitian yang menyebutkan dalam radius tertentu asap rokok akan
bisa beredar serta bahaya thirdhand smoker dari asap yang melekat
pada satu ruangan juga membahayakan. Hal tersebut menguatkan
upaya peniadaan area merokok di UMJ.

36
Meskipun pada PP 102 tahun 2012 menurut Ridhwan Fauzi,
Zakiyah, dan Mohammad Ainul (dalam TCSC, 2014) mengemukanan
diperbolehkan membuat area dengan syarat merupakan ruang terbuka
atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga
udara dapat bersirkulasi dengan baik, terpisah dari
gedung/tempat/ruang utama dan ruang lain yang digunakan untuk
berakvitas; jauh dari pintu masuk dan keluar; dan jauh dari tempat
orang berlalu-lalang. Jika dilihat dengan keadaan UMJ yang padat
orang beraktivitas maka dapat disimpulkan tidak ada area yang
memenuhi syarat diatas (Hafidhah, 2017).
2. Klinik berhenti merokok
Banyak civitas yang merokok dan tidak diketahuin apakah ada
niat untuk berhenti merokok namun tidak mengetahui caranya. Upaya
yang dapat dilakukan dalam menunjang promosi dan peningkatan
kesehatan serta pembebasan adiksi terhadap rokok dengan
menambahkan program berhenti merokok di klinik UMJ, akan tetapi
dengan alasan tidak ada anggaran yang alokasikan serta SDM yang
kurang memadai sehingga UMJ belum siap melaksanakan ini.

3. Komunikasi
a. Transmisi
Penyampaian atau sosialisasi mengenai KTR dilakukan para terbatas
dan tidak terkhusus. Hal ini berimplikasi pada pelaksana maupun user
dari sebuah kebijakan , dalam hal ini KTR UMJ (Hafidhah, 2017). Civitas
mengetahui ada KTR di UMJ namun tidak memahami secara keseluruhan
konten kebijakan.
Kemudian informasi melewati berlapis-lapis hirarki birokrasi,
penggunaan komunikasi tidak langsung, dan tidak adanya saluran
komunikasi yang ditentukan, seperti rapat besar mengenai satu
pembahasan yaitu rokok. Jelas faktor persepsi dari stakeholder UMJ
maupun lembaga yang mungkin didukung dengan kebiasaan merokoknya
mendistorsi apa yang seharusnya dan akhirya terjadi miss

37
informasi.seperti KTR seharusnya tidak menyediakan area khusus
merokok namun persepsi mereka berbanding terbalik.
b. Kejelasan
Terjadiya komunikasi yang tidak baik menjadi hambatan dalam
pelaksanaan KTR. Informasi KTR ini belum dipahami disebabkan
ketidakjelasan yang disebakan oleh kompleksitas kebijakan, keinginan
untuk tidak mengganggu perokok dikalangan civitas kampus. Timbulah
persepsi yang berbeda dengan anggapan bahwasannya KTR adalah KDM
(Kawasan Dilarang Merokok).
c. Konsistensi
Sosialisasi mengenai KTR tidak dilakukan secara rutin. Selain itu,
kurangnya pengawasan serta membiarkan orang-orang merokok dalam
KTR. Diberikan keringanan asalkan tidak merokok didalam ruangan,
padahal KTR merupakan seluruh kawasan sampai kawasan terbuka
sekalipun di UMJ.

4. Kecendrungan/Sikap
Kecendrungan civitas akademika UMJ ada sisi positif dan negatifnya tak
lepas dari status keaktifan mereka dalam kegiatan merokoknya. Meskipun
begitu ada aktifitas dukungan bernilai positif yang terjadi dalam mendukung
KTR di UMJ seperti penyaluran edukasi mengenai dampak rokok, tidak
mendayagunakan sponsor maupun beasiswa dari rokok, pelarangan merokok
dalam lembaga maupun acara formal, maupun pembatalan menjadi peserta
pertandingan jika ketahuan merokok (Hafidhah, 2017).
Jika orang diminta untuk melaksanakan perintah-perintah yang tidak
mereka setujui, maka kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dielakkan
terjadi, yakni antara keputusan-keputusan kebijakan dan pencapaian
kebijakan. Akan terjadi sesuatu yang bertentangan bagi orang yang tidak
menyetujui dengan adanya kebijakan KTR.

38
5. Struktur birokrasi
Struktur birokrasi merupakan faktor yang perlu diperhatikan selain
komunikasi, sumber daya, dan disposisi. Struktur birokrasi mempunyai
pengaruh dalam implementasi kebijakan. Implementasi kebijakan akan
melibatkan banyak orang di dalamnya. Standar operasional prosedur (SOP)
dibuat untuk mempermudah impelementasi kebijakan dan memberi pedoman
kepada pelaksana kebijakan.
Struktur birokrasi dalam implementasi kebijakan KTR di UMJ belum
dibuat pedoman berupa SOP secara rinci untuk mengatur pembagian tugas
pelaksana kebijakan sehingga implementasi kebijakannya tidak memiliki
struktur dan berjalan kurang efektif.
Pemindahan wewenang kepada LPPAIK untuk memfokuskan ke KTR
belum terealisasi dengan baik, pendelegasian belum dilakukan atau di setiap
fakultas juga nampaknya belum ada pendelegasian wewenang secara baik
dan komunikatif.
LPPAIK tidak hanya memfokuskan pada KTR namun juga isu AIK
lainnya seperti berbusana dan berperilaku lainnya. Tim Sapa AIK pun dirasa
tidak akan terlalu efektif karena terkesan kurang fokus. Sedangkan KTR ini
tidak hanya membutuhkan dari pengawasan semata namun juga banyak hal
yang diperhatikan misalnya pemberdayaan dan melakukan pengembangan
program KTR lainnya.

6. Implementasi KTR di UMJ


KTR tidak hanya melarang kegiatan merokok, namun juga peredaran
rokok (penjualan), promosi (iklan, sponsorship, termasuk beasiswa).
Implementsi merupakan satu kesatuan dari input sampai output terhadap
pencapaian.
Hasil observasi menggambarkan kondisional lingkungan UMJ sebagai
KTR masih kurang maksimal dengan kurangnya pemasangan media
informasi yang mendukung, masih menyediakan asbak dalam bentuk apapun
yang menjadi pemicu persepsi bahwa tidak apa-apa merokok dalam ruangan,
masih banyak puntung rokok ditemukan di lingkungan UMJ, penempelan

39
stiker KTR hanya sedikit, dan masih terciumnya asap rokok dalam ruangan.
Secara garis besar, masih banyak yang merokok di lingkungan kampus UMJ,
masih ada penjualan rokok dalam kampus, dan tidak ada promosi rokok
dalam kampus.

40
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil wawancara mendalam pada 4 orang informan, observasi
KTR di UMJ dan telaah dokumen, dapat disimpulkan:
1. Kebijakan mengenai KTR di UMJ sudah ada, namun belum ada sosialisasi,
pengawasan dan penegakkan dengan baik.
2. Koordinasi yang kurang dalam menanggapi kebijakan KTR di UMJ
3. Alokasi dana untuk menunjang implementasi kebijakan dengan baik belum
ada dan tim khusus yang non-aktif.
4. Implementasi KTR di UMJ belum dilaksanakan secara maksimal.
5. Beberapa fakultas sudah menegakkan dengan tegas terkait kebijakan KTR.
Hal ini menggambarkan keterkaitan langsung maupun tidak langsung dalam
implementasi KTR di UMJ dan dapat disimpulkan bahwa implementasi
kebijakan KTR di UMJ belum terlaksana dengan baik.

B. Saran
Berdasarkan hasil pembahasan, maka peneliti memberikan saran antara lain:
1. Melakukan pembaharuan terhadap SK Rektor No. 213 tahun 2012 mengenai
KTR UMJ untuk lebih mempertegas dan memperjelas kebijakan KTR di
UMJ.
2. Perbaikan dalam hal struktur birokrasi yang jelas
3. Pemberlakukan KTR diseluruh fakultas maupun gedung lainnya di UMJ
dengan tegas hingga pelaksanaan KTR di ruang pimpinan baik universitas,
fakultas dan program studi di lingkungan UMJ
4. Membuat sosialisasi dan media yang kreatif dalam penyaluran informasi
yang lebih mudah dipahami oleh seluruh civitas akademika UMJ.
5. Lakukan pemberdayaan terhadap civitas akademika UMJ melalui pelatihan
mengenai KTR.

41
DAFTAR PUSTAKA

Bachri, B. S. (2010). Meyakinkan Validitas Data Melalui Triangulasi Pada Penelitian


Kualitatif. Teknologi Pendidikan, 10(1), 46–62.
Fallin, Amanda, Roditis, Maria, dan Glantz, Stanton. 2015. Evaluation of the
Implementation of the University of California Tobacco-free Policy. US : Centre
for Tobacco Control and Research & Education
http://escholarship.org/uc/item/0fq9664r
Fernando, R. dan Marom, A. (2016) “Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok
di Puskesmas Pandanaran Kota Semarang,” Journal of Public Policy and
Management Review, 5(2), hal. 466–479.
Hafidhah, B. 2017. Skripsi: "Sudut Pandang Dan Pengalaman Ketua Organisasi
Mahasiswa Terhadap Implementasi Kawasan Tanpa Rokok Di Universitas
Muhammadiyah Jakarta Tahun 2017". Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Http://Samarinda.Bpk.Go.Id/Wp-Content/Uploads/2015/05/PERDA-NOMOR-6-
TAHUN-2014-TENTANG-KAWASAN-TANPA-ROKOK.Pdf, (diakses pada 24
april 2018 pukul 20:27)
http://p2p.orniptech.com/download/kepmenkespermenkes/49_Peraturan%20Bersama_
Menkes%20Mendagri_KTR.pdf, (diakses pada 24 april 2018 pukul 21:10)
Keputusan Peraturan bersama Mentri Kesehatan dan Mentri Dalam Negri no.
188/MENKES/PB/I/2011 No. 7 tahun 2011 tentang pedoman kawasan tanpa rokok
Keputusan Peraturan Pemerintah REPUBLIK INDONESIA nomor. 109 tahun 2012
tentang Pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau
bagi kesehatan
Keputusan Peraturan Pemerintah REPUBLIK INDONESIA nomor 19 tahun 2003
tentang pengamanan rokok bagi kesehatan presiden REPUBLIK INDONESIA
Pusat Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) “Pedoman
Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok,” Pusat Promosi Kesehatan, Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. Tersedia pada:
http://www.depkes.go.id/resources/download/promosi-kesehatan/pedoman-ktr.pdf.

42
Santi. 2013. Skripi: "Hubungan Pengetahuan Tentang Rokok dengan Sikap terhadap
Bahaya Merokok pada Siswa SMK Batik 1 Surakarta"
Soegijono, K. R. (1993) „Wawancara Sebagai Salah Satu Metode Pengumpulan Data‟,
Media Litbangkes, III(1), pp. 17–21.
Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung : Alfabeta.
Susanto, Aris. 2015. “ Tingkat Pengetahuan Siswa Kelas V Dan Vi Sd Negeri 1
Tambakmulyo Puring Kebumen Terhadap Rokok Dan Dampaknya “. Universitas
Negeri Yogyakarta : hal 11- 12.
Taruna, Z. 2016. Skripsi: “Implementasi Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok Di Sma
Gadjah Mada Yogyakarta”. Jurusan Filsafat dan Sosiologi Pendidikan, Fakultas
Ilmu Pendidikan. Yogyakarta : Universitas Negeri Yogyakarta.
TCSC-IAKMI. 2007. Paket Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok : Pedoman untuk
Advokator Seri 1 Perlindungan Terhadap Paparan Asap Rokok Orang Lain :
Mengapa Perlu. Jakarta: TCSC-IAKMI
Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara

43
LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Pedoman Wawancara untuk Ketua Tim KTR di UMJ
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika ada tempat khusus untuk merokok di lingkungan
kampus?
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok di
Kampus?
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus ini?
6. Apakah ada pedoman untuk melaksanakan kebijakan tanpa rokok di kampus ini?
7. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
8. Apakah ada program dari pihak kampus untuk menanggapi Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok di kampus?
9. Apakah ada sanksi yang ditetapkan dalam program tersebut?
10. Apakah ada tim khusus yang menangani program dari kampus dalam
menganggapi kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
11. Siapa saja tim yang terlibat di dalamnya?
12. Apa saja kriteria sebagai tim yang menangani program tersebut?
13. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus sebagai
tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
14. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut?
15. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
16. Bagaimana tanggapan tim pelaksana mengenai kebijakan kawasan tanpa rokok
di kampus?
17. Siapa saja pihak yang mendukung atau menolak kebijakan kawasan tanpa rokok
di kampus?
18. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
B. Pedoman wawancara Ketua DPM UMJ
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di
kampus ini?
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Kampus?
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus ini?
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
7. Apakah ada program dari kampus menanggapi adanya Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok?
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus sebagai
tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut?
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut?
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar terkait
program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?

C. Pedoman wawancara Ketua BEM UMJ


1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di
kampus ini?
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Kampus?
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus ini?
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
7. Apakah ada program dari kampus menanggapi adanya Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok?
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus sebagai
tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut?
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut?
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar terkait
program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?

D. Pedoman wawancara Dosen


1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok di
kampus ini?
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok di Kampus?
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus ini?
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
7. Apakah ada program dari kampus menanggapi adanya Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok?
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus sebagai
tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut?
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program tersebut?
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar terkait
program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam implementasi
kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
Lampiran 2 Informed Concent

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)


MENJADI INFORMAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:


Nama :
Tempat Tanggal Lahir :
Jabatan :
Setelah mendapat penjelasan oleh peneliti tentang penelitian Implementasi Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok di Universitas Muhammadiyah Jakarta Tahun 2018, maka
dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi informan dalam penelitian ini, tanpa ada
paksaan dari pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan
oleh peneliti dengan jujur dan apa adanya.

Demikianlah surat pernyataan ini saya perbuat untuk dapat digunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 2018

( )
Lampiran 3
Struktur Organisasi UMJ
Lampiran 4
MATRIKS WAWANCARA

Variabel Informan Utama Informan Kunci Informan Pendukung

Perilaku merokok IU1 IU2 IK1 IP1


Status merokok Perokok Perokok Bukan perokok Bukan perokok
Merokok saat Pernah merokok di Pernah merokok di Tidak pernah Jelas tidak
dilingkungan UMJ lingkungan UMJ lingkungan UMJ
Pendapat tentang KTR
Setuju disediakan tempat Setuju Sangat setuju Setuju, yang penting ada Tidak setuju
khusus merokok di sosialisasi sebelum
kampus pelaksanaannya
Pendapat mengenai KTR Setuju diberlakukan KTR Sepakat dengan adanya Implementasinya masih Sangat bagus dengan
di kampus di kampus, asalkan sanksi kawasan tanpa rokok di kurang, sanksi yang telah adanya KTR di kampus,
yang diberikan tidak kampus untuk saling ditetapkan harus melindungi hak orang
terlalu berat bagi si menghargai hak masing- dijalankkan dengan baik. yang tidak merokok
pelanggar dan berikan masing, denga syarat untuk menghirup udara
himbauan kepada disediakan juga tempat bebas
warung-warung disekitar khusus untuk merokok.
kampus untuk tidak Kalau di UMJ baru
menjual rokok beberapa fakultas yang
menerapkan kebijakan
KTR.
Pengetahuan tentang
pelaksanaan KTR di
UMJ
Awal pelaksanaan Kurang tahu pasti saat Sekitaran tahun 2012 Sekitar tahun 2012 Sekitar tahun 2014 atau
kebijakan KTR di UMJ awal pelaksanaannya, tapi 2015
saya pernah dengar di
tahun 2012 sudah ada
kebijakan yang mengatur.
Cuman implementasi dari
kebijakannya saja yang
kurang tegas dirasakan.
Pedoman dalam - - Ada, pedoman dari PP -
pelaksanaan KTR di UMJ Muhammadiyah
Sosialisasi KTR di UMJ Belum ada sosialisasi Belum pernah ada, tetapi Sering diberikan Belum pernah ada
terkait kawasan tanpa beberapa fakultas yang sosialisasi di setiap sosialisasi, tetapu dalam
rokok secara langsung menerapkan KTR sudah fakultas, dan lewat media. kegiatan amal
kepada mahasiswa memberikan Sosialisasi muhammadiyah ada
melalui Media. kebijakan yang mengatur
tentang KTR
Program dalam KTR di Sejauh ini belum ada Secara khusus tidak ada Dengan dibentuknya Tim Ada, tapi masih bersifat
UMJ program pendukung dari program, tapi dari pihak Sapa UMJ, sosialisasi informal dan belum
KTR di UMJ kampus melalui bidang tentang KTR dalam acara berjalan secara sistematis,
LPPAIK selalu tertentu, dan pembacaan masih dijalankan per
mennghimbau bahwa komitmen berhenti fakultas, contohnya FKK
merokok tidak baik dan merokok oleh seorang yang sudah menerapkan
UMJ sebagai kampus perokok berat. kebijakan tersebut.
islami harus menerapkan
prilaku islami dengan
pemberlakuan kawasan
tanpa rokok
Keberadaan Tim KTR
di UMJ
Tim Khusus program - - Ada Tim Sapa UMJ -
dalam KTR di UMJ
Yang terlibat dalam tim - - Karyawan UMJ -
KTR di UMJ
Kriteria sebagai tim KTR - - Belum ada kriteria -
di UMJ khusus, masih ada yang
merokok dalam tim
tersebut.
Tugas dari Tim KTR di Mengawasi berjalannya Melakukan kontrol dan Tidak tahu secara
UMJ kebijakannya dengan baik pemberian sanksi di terperinci tugasnya
serta memberikan sanksi kawasan UMJ seperti apa.
kepada pelanggar
Koordinasi dalam Memberikan teguran Diterapkan sanksi yang Penguatan internal dari
pelaksanaan KTR di UMJ kepada pelanggar untuk nyata dan tegas dari tim tersebut, perlu ada
segera mematikan pimpinan untuk masalah pembaharuan dari
rokoknya agar bisa KTR kelembagaan tersebut
menjadi kebiasaan untuk terkait SDMnya.
tidak lagi merokok di
lingkungan KTR.
Anggaran Dana KTR di
UMJ
Alokasi Dana untuk Kurang tahu masalah Tidak ada anggaran Belum ada anggaran yang Belum ada anggaran yang
pelaksanaan KTR di UMJ alokasi dana untuk khusus yang dialokasikan dialokasikan secara dialokasikan
pelaksanaan KTR di UMJ untuk pelaksanaan KTR khusus
di UMJ
Kecukupan dana yang - - - -
dialokasikan
Pendukung dan
Penghambat Kebijakan
KTR di UMJ
Tanggapan tim pelaksana - - Sudah baik, tetapi juga -
dalam KTR di UMJ harus dilatih khusus
kembali agar mempunyai
komitmen untuk
mengingatkan dengan
baik para perokok di
lingkungan UMJ
Pihak yang mendukung - - Pimpinan UMJ rata-rata -
dan menolak kebijakan mendukung kebijakan ini
KTR di UMJ tapi ada beberapa
pimpinan juga yang tidak
setuju.
Faktor Pendukung dan Faktor penghambat : Faktor penghambat : Faktor penghambat : Faktor penghambat:
Penghambat Kebijakan Masih ada yang merokok Banyak yang tidak Adanya kesenjangan Lembaga untuk
KTR di UMJ dilinkungan kampus, baik sepakat dengan dalam pemberian teguran menegakkan KTR vakum
itu karyawan dan pemberlakukan KTR di saat implementasi dan masih kurangnya
pimpinan yang menjadi UMJ dan kondisi kampus kebijakan. Antara media penunjang
contoh bagi dengan lingkungan yang pimpinan dan civitas sosialisasi KTR di UMJ
mahasiswanya. terbuka membuat banyak UMJ lainnya
yang masih melakukan Faktor pendukung:
Faktor pendukung : pelanggaran Faktor pendukung : Melakukan peneguran
Sudah ada banner KTR Ketauladanan dan secara langsung kepada
yang dipasang. Faktor pendukung: ketagasan pimpinan siapa saja yang
Orang yang tidak dalam menerapkan melanggar
merokok akan kebijakan KTR di UMJ
mensupport kebijakan dengan cara yang
tersebut, kampanye sering sistematis
dilakukan berkaitan
dengan dampak buruk
dari merokok, dan UMJ
sebagai kampus islami
haru mampu menerapkan
kebijakan KTR ini.
Sanksi
Sanksi yang ditetapkan Sejauh ini, sanksi yang Belum ada sanksi tegas Sudah ada sanksi yang Perlu ada sanksi yang
diberikan berupa teguran yang diberikan terkait berlaku, tapi belum tegas, berikan denda
untuk tidak merokok pelaksanaan kebijakan maksimal dalam kepada seluruh civitas
dilingkungan UMJ, ini. penerapannya UMJ yang melakukan
karena jumlah perokok pelanggaran tanpa
yang melanggar aturan memandang baik itu
semakin sedikit. pimpinan, karyawan
ataupun mahasiswa UMJ
Lampiran 5
TRANSKRIP WAWANCARA

A. Informan Utama
Ketua DPM UMJ (IU1)
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
Jelas perokok
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
Pernah
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk
merokok di kampus ini?
Setuju, dengan catatan warung - warung yang jual rokok nggak ada lagi
dikampus
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok di Kampus?
Ya sebenernya kebijakan kawasan tanpa rokok itu udah ada yah udah ada
dari kapan tau mungkin dari sebelum saya masuk mungkin sudah ada cuman
bicara soal pengimplementasiannya itu sulit dipahami dan dirasakan oleh
mahasiswa tapi lain cerita kalo misalkan, lain certita kalau misalkan
penerapannya lahir ketika kita jadi mahasiswa baru gitu loh jadi penerapan
tesebut untuk mahasiswa baru gitu yang dimana baru masuk menginjakkan
kaki ke UMJ mereka sudah tau aturan mengenai hal itu begitu karna gini
kalau misalkan memang pengimplementasian dari satu kebijakan itu harus
ada sosialisasi secara terpadu gitu loh sedangkan harus ada sanksi yang
jelas dari kampus atau dari pihak yang menetapkan kebijakan tersebut gitu.
Tapi kalau menurut saya terkait kebijkan tidak merokok di lingkungan
kampus itu sanksinya jangan terlalu berat jangan sampai kena SP1 SP2
sampai di DO atau seperti apa gitu ya karna kan orang juga berhak cuman
ya itu tadi balik ke jawaban saya yang sebelumnya pengimplementasi kaya
menghargai lingkungan sekitar, menghargai oramg – orang sekitar dan
mungkin kalo misalkan bisa warung – warung rokok jangan di UMJ jadi
gampang kan kita belinya kan?
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus
ini?
Pokoknya awal pembentukan itu saya kurang tau pasti ya kata Doddy itu
tahun 2012 ya SK rektornya ya memang ada SK rektornya itu ada tapi saya
belum baca ketetapan secara keseluruhan taunnya berapa setau saya itu
memang pada zaman bu Marsitoh pada waktu itu memang sudah ada pada
zaman bu Marsitoh cuman pas pengimplementasiannya memang yang
kurang dapet disadarkan dan di rasasakan oleh temen – temen mahasiswa
karyawan maupun pimpinan jadi lingkungan UMJ ini memang secara jelas
bisa diliat gitu loh sekali pun memang ada tulisan dilarang merokok pasti
ada aja yang merokok di tempat tersebut gitu.
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
Sebenarnya perlu memang ehmmm dalam arti perlu itu untuk diketahui oleh
seluruh civitas akademika UMJ baik itu mahasiswa pimpinan maupun
karyawan begitu, dan saya menyarankan satu opsi dibuatkan lingkungan
merokok di UMJ jadi ada area di larang merokok dan area tempat untuk
merokok gitu
7. Apakah ada program dari kampus menanggapi adanya Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
Program yang mendukung sejauh ini nggak ada belum ada yah
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus
sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
Sebenarnya bicara main kebijakan atau peraturan itu kan balik lagi
terhadap orang yang punya kebijakan tersebut sekalipun memang itu baik
untuk kampus kenapa enggak gitu dan sebenernya kalo misalkan bicara
soal pendukung program KTR ini biasanya sepakat gitu loh tapi dengan
catatan itu tadi gitu disediakan tempat untuk merokok dan disediakan tempat
untuk dilarang merokok jadi kawasan – kawasan tertentu yang ada di UMJ
itu jelas misalkan contoh di area rektorat tidak boleh merokok di area
fakultas tidak boleh merokok tapi kita boleh merokok di taman atau
disediakan tempat khusus merokok atau seperti apa kan begitu ya mungkin
lebih tepatnya sih seperti itu kalau kita mau makai kebijakan secara
langsung tidak merokok ya kita harus dididik dari awal semenjak kita
masuk ya gitu jadi peranan mahasiswa itu jelas misalkan mahasiswa baru
masuk UMJ tidak boleh merokok ada sanksi yang jelas misalkan tidak boleh
merokok dan itu langsung di instruksikan oleh pihak – pihak terkait
misalkan dari dekanat dosen maupun temen – temen mahasiswa yang lain
gitu loh jadi pas mereka masuk kesini udah tau nggak boleh merokok gitu
loh contoh di kampus – kampus lain lah yang udah jelas penerapan KTR nya
ya kan? Misalkan contoh kaya di BINUS ya kan itu kan kawasan tanpa
rokok juga itu kan dikampus –kampus lain di Mercu Buana gitu makanya
mereka kadang merokok nya itu diuar kampus tapi dengan kondisi kampus
kita yang saat ini dengan lingkup yang terbuka ya mungkin wajar saja gitu
kalo misalkan banyak mahasiswa atau civitas akademika yang memang
merokok di dalam kampus agak sulit buat penerapannya ya mungkin bisa
jadi kalau mungkin memang merokok harus ada tempat rokok untuk
pembuangan sampahnya dan lingkungan nya itu tetap lestari nggak banyak
kotornya. Karna kan itu yang banyak kotornya kan dari puntung – puntung
rokok biasanya
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut?
Ya menurut saya seperti itu jadi cukup hanya sebatas penegoran saja gitu
rokok matikan jangan merokok disini gitu itu nanti lama kelamaan akan
menjadi satu kebiasaan dan itu menurut saya daripada sibuk-sibuk membuat
satu kebijakan maksudnya terus berpacu kepada kebijakan tersebut ya dan
tidak menjadi suatu kebiasaan atau budaya kalo menurut saya itu menjadi
hal yang sia – sia gitu karna kalau misalkan dengan budaya menurut saya
itu bakalan beregenerasi secara terus menerus gitu
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program
tersebut?
Sejauh ini saya kurang tau ya terkait itu ya kalau bicara soal anggaran dana
saya kurang tau apalagi terkait anggaran dana kawasan tanpa rokok
tersebut kalau memang ada pun biasanya sudah memang seharusnya
terlaksana kalau memang ada ya agar ehmm anggaran tersebut tepat
sasaran itu kalau memang ada tapi sejauh ini memang nggak tau tapi kalau
memang ada itu harus dilaksanakan gitu agar tadi apa namanya ehmm dari
anggaran tersebut tepat sasaran penggunaannya gitu
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
-
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar
terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok?
Kalau sejauh ini sih sanksi hanya sebatas teguran ya dan kalau menurut
saya pun juga orang – orang yang merokok dilingkungan UMJ sudah makin
lama makin lama makin berkurang, sudah berkurang nggak kaya tahun -
tahun sebelumnya yang sedemikian kita luasnya yang dari ujung kita ke
ujung itu isinya perokok semua kan begitu ya kan? Soalnya saya merasakan
gitu loh waktu saya maba mungkin banyak mahasiswa juga banyak pusat –
pusat perkumpulan mahasiswa disitu banyak orang yang merokok kalo
misalnya sekarang nggak terlalu banyak ko gitu mungkin salah satunya itu
karna itu kali ya temen – temen lembaga, temen – temen lembaga
kemahasiswaan, temen – temen karyawan dan mungkin pimpinan sudah
mulai mengetahui adanya SK Rektor tersebut mungkin seperti itu salah
satunya untuk yang kedua ada plang – plang kawasan tanpa rokok ya
mungkin disitu secara nggak langsung mengubah temen – temen itu untuk
sadar diri bahwasannya disini itu tidak boleh merokok gitu
13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam
implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
Sebenarnya bicara soal penghambat sejauh ini kalo menurut saya ya belum
ada penghambat sama sekali loh iya nggak? Karna pengimplementasian
secara langsung baru di liat dari kaya banner – banner yang ada ya kan ?
Cuma hanya sebatas itu tapi sanksi yang jelas mengenai penegurannya itu
belum ada gitu loh misalkan contoh ada mahasiswa yang merokok atau
nanti ada pihak keamanan yang menegur mahasiswanya atau menegur
sekali pun civitas akademikanya menurut saya harus ada seperti itu jangan
terkhusus ehmm apa namanya pelarangan merokok ini hanya untuk
mahasiswa gitu loh kita mahasiswa pasti meniru yang baik, apa yang
dilaksanakan oleh dosen karyawan pimpinan apalagi kalo misalkan
pimpinan karyawan kita sama – sama kerjasama untuk dilarang merokok di
UMJ itu akan saya anggap memperemeh kalo saya seperti itu tapi kalau
misalkan itu hanya memberatkan mahasiswa dan terkhusus untuk
mahasiswa saja ya itu nanti balik lagi kepemilihan temen – temen itu karna
sejauh ini penilain temen- temen seperti itu KTR diterapkan oh pimpina aja
ada yang ngerokok gitu karyawan juga masih banyak yang ngerokok kan
begitu nah makanya kalo solusi dari saya itu tetap boleh merokok sesuai
dengan tempatnya dan jadilah perokok yang santun

Ketua BEM UMJ (IU2)


1. Apakah bapak/ibu seorang perokok ?
Ya perokok
2. Apakah bapak/ibu pernah merokok dilingkungan kampus ?
Pernah, ngerokoknya di tempat-tempat orang yang lagi rame untuk orang
merokok aja
3. Apakah anda setuju jika disediakan tempat khusus untuk merokok
dikampus ini ?
Setuju banget itu, supaya orang yang merokok itu tidak mengganggu hak -
hak orang yang tidak merokok
4. Bagaimana pendapat anda mengenai kebijakan KTR di kampus ?
Kalau UMJ belom semuanya ada kebijakan kawasan tanpa rokok, Cuma
beberapa fakultas memang yang ada dan itu belum tersebar luas keseluruh
fakultas yang ada di UMJ jadi cuma sebagaian aja. Kalau untuk kawasan
tanpa rokok secara pribadi maupun sebagai ketua BEM tentu sepakat
adanya kawasan tanpa rokok untuk saling menghargai hak masing -
masing, tapi harus ada kawasan-kawasan yang memang dikhusus untuk
orang yang merokok kenapa kemudian karena tidak semuanya mahasiswa
atau fakultas akademika di UMJ tidak merokok, yang merokok sehingga
ada kawasan khusus supaya mereka bisa merokok tanpa mengganggu
orang-orang yang tidak merokok
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan KTR di kampus ini ?
Sekitaran tahun 2012
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai
kebijakan KTR ?
Yang saya tahu belum pernah ada , sepanjang saya main di fakultas yang
ada di UMJ berkaitan kawasan tanpa rokok saya melihat sendiri ada
beberapa fakultas yang sudah memberlakukan itu
7. Apakah ada program dari kampus menanggapai adanya kebijakan
KTR ?
Secara khusus program itu tidak ada, cuma dari pihak kampus melalui
bidang LPPIK mereka selalu mengkampanyekan bahwa merokok itu tidak
baik dan kemudian kampus Muhammadiyah Jakarta sebagai kampus islami
harus menerapkan perilaku islami salah satunya berkaitan dengan
pemberlakuan kawasan tanpa rokok
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus
sebagai tanggapan dari dari kebijakan KTR ?
Kurang lebihnya untuk mengontrol kawasan UMJ dan pemberian sanksi
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut ?
Kalau masalah itu sebaiknya diterapkan sanksi yang nyata dan tegas dari
pimpinan untuk masalah KTR ini agar menimbulkan kesadaran bagi
perokok
10. Apakah ada anggaran yang di alokasikan untuk menerapkan program
tersebut ?
Kalau anggaran dari Universitas saya kurang tahu persis, cuma kan kalau
saya lebih melihat dalam setiap kampanye kampus islami tentukan ada
semacam sosialisasi, alat peraga , dan lain sebagainya tapi itu masih
membutuhkan anggaran,, Cuma alokasi khusus untuk mendukung adanya
kawasan tanpa rokok. Saya pikir emang gak ada anggaran khusus untuk itu
setau saya bgitu
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup ?
Kalau untuk anggaran saya kurang tau, kemungkinan tidak ada
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar
terkait program yang menaggapi adanya kebijakan KTR ?
UMJ sejauh ini kurang tegas soal itu baik pemberian sanksi, maupun secara
tegas melarang itu belum ada. Tapi saya juga mendukung adanya upaya
kearah sana baik melarang atau memberikan sanksi kepada siapa pun yang
melakukan pelanggaran terhadap barang larangan yang dibuat oleh
kampus
13. Apa saja faktor yang menjadi penghamabat atau pendukung dalam
implementasi kebijakan KTR di kampus ?
Faktor penghambat
a. Respon yang beragam muncul dari orang - orang yang merokok sebagian
orang - orang yang merokok tentu tidak punya filling sepakat kearah sana
karna merasa hak mereka dibatasi.
b. Kampus UMJ tidak tertutup sehingga ada kawasan tanpa rokok akan ada
kebingungan disana kira - kira mana kawasan - kawasan yang tepat untuk
diberlakukan sebagai kawasan tanpa rokok.
Faktor pendukung
a. Orang - orang yang tidak merokok akan mensupport mendukung adanya
Kawasan tanpa rokok sehingga mereka akan bekerja sama mensupport
apapun yang menjadi kebijakan pimpinan, menjadi kebijakan Universitas
dalam mengimplementasikan kebijakan kawasan tanpa rokok.
b. Merokok ini sebenarnya kalau dipandang dari sudut manapun tidak ada
baiknya sehingga kampanye - kampanye yang dilakukan berkaitan anti
merokok dan sebagainya itu punya dasar yang kuat, punya analisa yang
kuat sehingga kampanye - kampanya tersebut bisa dimaksimalkan orang -
orang untuk berhenti merokok. Walaupun pasti diantara faktor pendukung
dan penghambat lebih banyak faktor penghambatnya.
c. Sebagai kampus islami sudah sepatutnya bahwa segala komponen sekitar
akademika tidak punya alasan untuk menolak adanya pemberlakuan ini
karna kita adalah kampus islami. Perilaku islami itu harus dicontoh kan.
B. Informan Kunci
Ketua Tim KTR UMJ (IK1)
1. Apakah bapak/ibu seorang perokok ?
Insyaallah tidak
2. Apakah bapak/ibu pernah merokok dilingkungan kampus ?
Enggak lah
3. Apakah bapak/ibu setuju jika ada tempat khusus untuk merokok di
lingkungan kampus ?
Sementara ini masih setuju, masih sementara ya , karena kalau sudah
program yang saya bilang tadi terlaksana setetahun 2 ke 3 itu tidak sama
sekali karena itu ada tahapannya tapi harus ada proses sosialisasi
4. Bagaimana pendapat bapak atau ibu mengenai kebijakan KTR di
kampus ?
Sudah bagus kebijakannya tapi implementasinya masih kurang, Saya kira
reaward sudah mulai dilakukan , penghargaan bagi yang berhenti merokok
Sanksi dilakukan setelah kita melakikan pendekatan saya rasa funishmen
belakangan lah , setelah ad reaward ada sosialilasi ada pemahaman khusus
baru ada funishmen, funishmen nya juga jangan hanya sekedar jargon atau
hanya sekedar tertulis tapi betul - betul
5. Kapan awal pelakasanaan kebijakan KTR di kampus ini ?
Tahun sebelum itu (2014) iya, sepertinya saya sudah dilantik oleh PP
Muhammadiyah. Saya utusan dari UMJ waktu itu Jadi untuk pelaksana
bagaimana KTR dapat terwujud di UMJ Sekitar 2012/2013
6. Apakah ada pedoman untuk melaksanakan KTR di kampus ini ?
Ada, Dari PP Muhammadiyah
7. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai KTR ?
Sering Semua fakultas , karena ada bahannya ntah itu nonton film,tentang
akibat-akibat dari merokok itu, ada yang mengatakan “waduh kalo liat
misriandi itu otomatis rokok saya berhenti sendiri” bahasa mereka , tapi kan
saya ngeledek begitu saya bilang berenti tapi kenapa tidak karena level
tertinggi kita itu masih kecuali sudah tanda tangan itu semua tadi baru bisa
di realisasikan.
8. Apakah ada program dari pihak kampus untuk menanggapi KTR di
kampus?
Banyak sekali, Dimulai dari bentuk, ada membentuk tim safa , kariawan,
pimpinan , setelah itu sosialisasi dalam acara tertentu, ada pembacaan
komitmen saya berhenti merokok Ada perokok berat dipaksa membaca ikrar
itu saya gak tahu kalian sudah masuk atau tidak , turun dari panggung itu
dia dipukulin sama teman-temennya “ ko baca ikrar padahal masih
ngerokok” dan sayangnya saya gatau deh sampai sekarang sudah berhenti
atau tidak.
9. Apakah ada sanksi yang ditetapkan dalam program tersebut ?
Sanksi tahun ini mulai ada , kalaupun itu belum maksimal tapi tahun ini
sudah ada
10. Apakah ada tim khusus yang menangani program dari kampus dalam
menanggapi kebijakan KTR di kampus ?
Tim Alfa
11. Siapa saja tim yang terlibat didalamnya ?
Itu untuk kariyawan, Harusnya ada ya mahasiswa
12. Apa saja kriteria sebagai tim yang menangani program tersebut ?
Kriteria belum ada, Satpam pun dalam tim tersebut ada yang merokok
13. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program
tersebut?
Kalau sebelumnya setau saya tidak ada ya kecuali dibare3ngi dengan
kegiatan lain misalnya milad , tampil disitu mmmm belum ada mungkin
tahun ini ada
14. Bagaimana tanggapan tim pelaksana mengenai KTR di kampus ?
Bagus tapi juga harus dilatih khusus, mmm apa sudah ada ya pelatihannya
harus ada pelatihan lanjut begitu untuk tim safa agar mempunyai komitmen
untuk mengingatkan secara menyenangkan untuk para perokok itu
15. Siapa saja pihak yang mendukung atau menolak KTR di kampus ?
Yang mendukung , semua pimpinan mendukung ada juga pimpinan yang
tidka mendukung dari unsur pimpinan ada , dosen ada , mahasiswa dan kita-
kita juga
16. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam
implementasi kebijakan KTR di kampus ?
Satu boleh lah ketauladanan dan ketegasan pimpinan kemudian dia juga
harus tegas, ada proses sosialisasi berkelanjutan , yang secara sistematik
dan sistematis. Sistematis itu bertahap gitu ya, bagaimana proses lembaga
kemahasiswaan dari tingkat dosen begitu ya , kariyawan di fakultas dan
pimpinan juga dan sistemik itu siapapun akan melakukan itub baik pimpinan
siapapun yang menjabat dan siapapun yang menjadi pimpinan harus
menyeluruh . jangan mentang-mentang pimpinan dibiarkan, harus sama rata
ntah itu dosen,kariyawan , mahasiswa begitu ya

C. Informan pendukung
Dosen UMJ (IP1)
1. Apakah Bapak/Ibu seorang perokok?
Nggak, jelas nggak, saya tidak pernah merokok dari kecil
2. Apakah Bapak/Ibu pernah merokok di lingkungan kampus?
Jelas tidak
3. Apakah Bapak/Ibu setuju jika disediakan tempat khusus untuk
merokok di kampus ini?
Tidak setuju
4. Bagaimana pendapat Bapak/Ibu/Anda mengenai Kebijakan Kawasan
Tanpa Rokok di Kampus?
Bagus itu, melindungi hak-hak saya sebagai orang yang tidak merokok
untuk menghirup udara bebas
5. Kapan awal pelaksanaan kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus
ini?
Saya tidak tahu persis itu kapan pastinya, tapi klo tidak salah sekitar tahun
2014 atau 2015 karena KTR di UMJ di garap gara-gara skripsi adek kelas
saya yang membahasa tentang KTR.
6. Apakah pihak kampus pernah mengadakan sosialisasi mengenai
Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok?
Belum pernah ada sosialisasi, selama saya ada disini secara resmi UMJ
mengundang civitas akademika untuk sosialisasi KTR blm ada, tpi saya tau
dalam kegiatan amal muhammmadiyah ada kebijakan yang mengatur
tentang KTR
7. Apakah ada program dari kampus menanggapi adanya Kebijakan
Kawasan Tanpa Rokok?
Ada, tapi masih bersifat informal, dan belum berjalan secara sistematis,
sifatnya masih dijalankan per fakultas, contohnya seperti FKK yang sudah
menerapkan kebijakan KTR.
8. Apa saja tugas dari tim untuk mensukseskan program dari kampus
sebagai tanggapan dari kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
Saya tau ketika saya menguji sidang salah satu mahasiswi kesmas FKK, tapi
saya tidak tau secara terperinci tugasnya seperti apa.
9. Bagaimana koordinasi dalam pelaksanaan program tersebut?
Penguatan internal dari tim tersebut, perlu ada pembaharuan dari
kelembagaan tersebut terkait SDM yang ada didalamya.
10. Apakah ada anggaran yang dialokasikan untuk menerapkan program
tersebut?
Belum ada setau saya anggaran yang dialokasikan, berdasarkan hasil hasil
skripsi yang saya uji.
11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan sudah cukup?
-
12. Apakah ada sanksi yang diberikan dari kampus kepada para pelanggar
terkait program yang menanggapi adanya Kebijakan Kawasan Tanpa
Rokok?
Perlu ada sanksi, orang2 kita belum sadar dalam mengatur diri sendiri
dalam peraturan. Kalo bisa diberikan denda yang sifatnya rasional,
misalnya sekali ketauan merokok di denda 50 ribu, tpi klo bisa sanksinya
jangan hanya ke mahasiswa tapi dosen, karyawan dan lain-lain juga mesti
diberikan sanksi.
13. Apa saja faktor yang menjadi penghambat atau pendukung dalam
implementasi kebijakan kawasan tanpa rokok di kampus?
Lembaga untuk menegakkan KTR ini vakum, perlu ada tim khusus yang
fokus menangani hal ini, saran saya klo bisa dipegang oleh LPPAIK yang
turun tangan langsung untuk menegakkan kebijakan KTR, menegur siapa
saja yang merokok dilingkungan kampus. Tambahkan program untuk
LPPAIK dalam menegakkan KTR kampus. Dan juga klo bisa menggandeng
security kampus untuk mengawasi kebijakan tersebut, melarang siapapun itu
yang merokok. Perlu ada tanda KTR, karena berdasarkan goldenstandar,
kalo bisa setiap pintu masuk ruangan kalo bisa ada tanda dilarang merokok,
bukan hanya setiap gedung.
Lampiran 6
Peraturan Rektor UMJ mengenai KTR
1. SK Rektor No.372 tahun 2018 Tentang Kampus Islami (Bab IV)
2. SK Rektor UMJ No.213 Tahun 2012 tentang Kawasan Tanpa Rokok

Anda mungkin juga menyukai