Anda di halaman 1dari 88

UNIVERSITAS BENGKULU

FAKULTAS HUKUM

ANALISIS YURIDIS PENGATURAN


PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN
PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU
NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG
PENGELOLAAN SAMPAH DI
KOTA BENGKULU

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat
Memperoleh Gelar Kesarjanaan Ilmu Hukum

Oleh :

HAIQAL HAFIDZ SURYADI


NPM B1A018252

BENGKULU
2023
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS YURIDIS PENGATURAN PENGELOLAAN


SAMPAH BERDASARKAN PERATURAN DAERAH
KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI
KOTA BENGKULU

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat

Memperoleh Gelar Kesarjanaan Ilmu Hukum

Oleh

Haiqal Hafidz Suryadi


B1A018252
Telah Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Iskandar, S.H., M.Hum. Tri Andika, S.H., M.H.


NIP. 196311071990011002 NIP.199007062018031001

Mengetahui,
Dekan Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu

Dr. Amancik, S.H,. M.Hum.


NIP. 196305171990011001

i
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I. PENDAHULUAN................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................1
B. Identifikasi Masalah...............................................................................5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................................6
D. Kerangka Pemikiran..............................................................................7
E. Keaslian Penelitian...............................................................................11
F. Metode Penelitian................................................................................13
1. Jenis Penelitian..........................................................................13
2. Pendekatan Penelitian................................................................13
3. Bahan Hukum............................................................................14
4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum......................................18
5. Analisis Bahan Hukum..............................................................18
BAB II. TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH
DAN PENGATURANNYA..............................................................20
A. Pengelolaan Sampah............................................................................20
1. Model Pengelolaan Sampah di Negara Jepang..........................20
2. Model Pengelolaan Sampah di Kota Surabaya..........................23
B. Konsep Pengelolaan Sampah..............................................................28
C. Teori Perundang-Undangan................................................................31
D. Teori Green Waste...............................................................................40
BAB III. PENGATURAN PENGELOLAAN SAMPAH
BERDASARKAN PERATURAN DAERAH KOTA
BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH.......................................43
A. Peraturan Pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan
Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Sampah di Kota Bengkulu..................................................................43
B. Analisis Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011

ii
tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu.............................46
BAB IV. PENGATURAN PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA
BENGKULU KE DEPAN (IUS CONSTITUENDUM) YANG
LEBIH BAIK DAN EFEKTIF.........................................................65
A. Struktur Pengaturan Pengelolan Sampah Di Kota Bengkulu..........65
B. Substansi Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu Ke Depan
(Ius Constituendum) Yang Lebih Baik Dan Efektif.........................70
1. Pertimbangan pengaturan secara filosofis dan sosiologis.........70
2. Pertimbangan Pengaturan Secara Yuridis.................................72
BAB V. PENUTUP..........................................................................................78
A. KESIMPULAN....................................................................................78
B. SARAN.................................................................................................78
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................80

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sampah merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup

yang sangat serius. Sampah adalah sebagian dari suatu yang tidak dipakai,

tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal

dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia termasuk kegiatan industri,

tetapi bukan biologis dan umumnya bersifat padat. 1 Sampah yang tidak

dikelola dengan baik, pada akhirnya akan menimbulkan pencemaran

lingkungan yang mengganggu kehidupan manusia. Lingkungan yang

tercemar oleh sampah akan menimbukan kesan menjadi kotor, kumuh,

jorok dan bau kemudian akan menimbulkan penyakit. 2 Dalam Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28H ayat (1)

menyatakan bahwa: "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,

bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat

serta. berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Permasalahan yang

rumit ini tentunya memerlukan pengelolaan secara komprehensif dan

terpadu dari hulu ke hilir agar dapat memberikan manfaat secara ekonomi,

sehat bagi masyarakat dan aman bagi lingkungan serta dapat mengubah

perilaku masyarakat.

1
Lilis Sulistyorini, pengelolaan sampah dengan cara menjadikannya kompos, diakses
http://journal.unair.ac.id Jurnal Kesehatan Lingkungan, tanggal 7agustus 2022
2
Nining Kurnia, sampah menjadi masalah lingkungan di Indonesia diakses dari
http://www.kompasiana.com/niningkurnia di unduh tanggal 7agustus 2022

1
2

Mengingat dampak yang dapat ditimbulkan akibat pengelolaan

sampah yang tidak dilakukan dengan baik, serta untuk memenuhi hak

setiap warga negara untuk memperoleh lingkungan hidup yang baik dan

sehat, pemerintah Indonesia telah mengatur pengelolaan sampah secara

nasional melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah. Undang-Undang ini dibentuk dengan pertimbangan

bahwa pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi masyarakat

menimbulkan betambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang

semakin beragam. Selain itu, dipertimbangkan pula bahwa permasalahan

sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya

perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu kehilir yang

artinya tahapan pengelolaan sampah harus dilakukan sejak dari

perencanaan hingga pemrosesan akhir dengan menggunakan pendekatan

ekonomi sirkular, baik yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah

dan juga masyarakat, sehingga memberikan manfaat secara ekonomi, sehat

bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan. Hal ini penting, karena

proses pengelolaan sampah merupakan proses yang dinamis yang akan

terus berkembang, sehingga dibutuhkan penyesuaian terhadap kebutuhan

yang ada dan kondisi kekinian. Namun, dalam pengelolaan sampah

diperlukan kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan

pemerintah, pemerintah daerah sehingga pengelolaan sampah dapat

berjalan secara proporsional, efektif dan efisien.


3

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Pengelolaan Sampah, seluruh kabupaten/kota didorong untuk

melaksanakan pengelolaan sampah, melalui dua pendekatan, yaitu

pengurangan dan penanganan sampah, serta diperjelas lagi dalam

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan Dan Strategi

Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Rumah

Tangga. Paradigma yang dibangun tidak lagi kumpul-angkut-buang tetapi

pengurangan melalui 3R, reduce, re-use dan recycle.

Saat ini model pengurangan dan penanganan sampah melalui pola

3R ini terus dikembangkan melalui prinsip bahwa sampah merupakan

sumber daya baru terbarukan, sumber bahan baku ekonomi, dan prinsip

menjamin pertumbuhan hijau, dimana pertumbuhan ekonomi dilakukan

dengan menggunakan sumber daya dan energi secara efisien, sehingga

dapat mengurangi dampak negatif pada lingkungan hidup (resource

efficiency, economy circular dan green growth).3

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23

Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Pemerintah Daerah

mempunyai hak, kewenangan dan kewajiban untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan. Pemerintah Daerah Kota Bengkulu

sendiri mengatur pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu.

Pertimbangan dibentuknya Peraturan Daerah ini adalah terkait dengan


3
Permen Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, Dan
Recycle Melalui Bank Sampah.
4

pertambahan penduduk daan perubahan pola konsumsi masyarakat yang

menimbulkan bertambahnya volume, jenis dan karakteristik sampah yang

makin beragam. Berdasarkan data yang diperoleh, disebutkan bahwa Kota

Bengkulu menghasilkan sampah sebanyak 774 m3 per hari.4 Selama

hadirnya Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

Sampah di Kota Bengkulu, permasalahan sampah tetap menjadi

permasalahan yang belum dikelola dengan maksimal sesuai dengan

harapan yang diinginkan. Masih banyaknya permasalahan yang terjadi

dikehidupan sosial mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat salah

satunya masih banyak membuang sampah di sungai dan tidak peduli

dengan dampaknya yang mengakibatkan banjir pada wilayah di Kota

Bengkulu seperti di Rawa Makmur, Tanjung Jaya, Tanjung Agung dan

wilayah lainnya. Penyebab Banjir diduga akibat penumpukan sampah

dalam drainase sehingga menyebabkan penyumbatan dan air meluap.

Persentase timbulan sampah tertinggi adalah yang berasal dari sungai

sebesar 60,61%, mengingat lokasi pantai pariwisata Kota Bengkulu

dimuara 3 sungai besar antara lain, sungai Bangkahulu, sungai Hutan

Cemara dan sungai Jengalu.5

Permasalahan sampah yang tidak berujung ini tentunya belum

cukup diatur dalam Perda Nomor. 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan

4
https://mediacenter.bengkulukota.go.id/umb-juga-siap-kolaborasi-dengan-pemkot-
bengkulu-untuk-mengatasi-masalah-sampah/ diakses tanggal 15 Januari 2022, Pukul 21.05 WIB
5
Edra Satmaidia, dkk, Tradis Reformasd, Kebijakan Pengelolaan Sampah Plastik Guna
Mendukung Program Wisata Kawasan Pesisir Provinsi Bengkulu,
http://bhl-jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/bhl.v6n1.1/pdf, diakses tanggal 16 Juli 2022,
Pukul 20.35 WIB.
5

Sampah di Kota Bengkulu yang harapannya dapat menyelesaikan

permasalahan sampah di Kota Bengkulu. Evaluasi terhadap Peraturan

Daerah Nomor 02 Tahun 2011 penting untuk dilaksanakan sehingga Perda

ini tentunya perlu segera dilakukan perubahan, penyesuaian dan atau

penggantian dengan Perda yang baru.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis tertarik untuk

meneliti dan menganalisis Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02

Tahun 2011 tentang pengelolaan sampah di Kota Bengkulu, untuk

mengetahui dan menganalisis tidak maksimalnya pelaksanaan Peraturan

Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang pengelolaan

sampah di Kota Bengkulu dalam penelitian skripsi berjudul “Analisis

Yuridis Pengaturan Pengelolaan Sampah Berdasarkan Peraturan

Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan

Sampah di Kota Bengkulu”.

B. Identifikasi Masalah

1. Bagaimana pengaturan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu?

2. Bagaimana pengaturan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu kedepan

yang lebih baik dan efektif?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


6

1. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pengelolaan

sampah di Kota Bengkulu berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah Di

Kota Bengkulu?

2. Untuk menganalisis dan mendeskripsikan pengaturan pengelolaan

sampah di Kota Bengkulu kedepan yang lebih baik dan efektif?

2. Manfaat penelitian

a. Secara Teoritis

Manfaat penelitian yang diperoleh diharapkan dapat memberikan

wawasan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya

mengenai peraturan daerah tentang sampah.

b. Secara Praktis

- Sebagai masukan bagi Pemerintah Daerah Kota Bengkulu

terkait pengaturan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu agar

lebih baik dan efektif

- Bagi masyarakat dilapangan dapat menjadi acuan dalam

pengelolaan sampah di Kota Bengkulu.

D. Kerangka Pemikiran
7

1. Negara Hukum

Istilah negara hukum merupakan terjemahan dari istilah

“rechtsstaat”.6 Istilah lain yang digunakan dalam alam hukum

Indonesia adalah the rule of law, yang juga digunakan untuk maksud

“negara hukum”. Notohamidjojo menggunakan kata-kata “...maka

timbul juga istilah negara hukum atau rechtsstaat.”7 Djokosoetono

mengatakan bahwa “negara hukum yang demokratis sesungguhnya

istilah ini adalah salah, sebab kalau kita hilangkan democratische

rechtsstaat, yang penting dan primair adalah rechtsstaat.”8.

Negara hukum merupakan konsep yang berawal dari istilah

nomokrasi yang berkembang dari pemikiran barat. Istilah nomokrasi

tersebut berasal dari kata nomos yang artinya norma, dan cratos yang

artinya kekuasaan. Negara hukum merupakan suatu konsep

pemerintahan negara yang didasarkan atas hukum. Berikut pandangan

Aristoteles mengenai negara hukum:

Yang dimaksud dengan Negara Hukum adalah negara yang


berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga
negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga negaranya, dan sebagai dasar
dari pada keadilan itu perlu diajarkan rasa susila kepada setiap
manusia agar ia menjadi warga negara yang baik. Demikian
pula peraturan hukum yang sebenarnya hanya ada jika
peraturan hukum itu mencerminkan keadilan bagi pergaulan
hidup antar warga negaranya.9
6
Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi Tentang
Prinsipprinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Umum Dan
Pembentukan Peradilan Administrasi Negara, Surabaya: Bina Ilmu, 1987, hlm.30.
7
O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Jakarta: BadanPenerbit Kristen, 1970, hlm.27.
8
Padmo Wahyono, Guru Pinandita, Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia, 1984, hlm. 67.
9
Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat
Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Sinar Bakti, 1983, hlm.
8

2. Kewenangan Pemerintahan Daerah

Dalam literatur hukum adminitrasi dijelaskan, bahwa istilah

wewenang sering kali disepadankan dengan istilah kekuasaan.

Padahal, istilah kekuasaan tidaklah identik dengan istilah wewenang. 10

Kata “ wewenang” berasal dari kata “ authority” (Inggris) dan “

gezag” (Belanda). Adapun, istilah kekuasaan berasal dari kata “

power” (Inggris) dan “ macht” (Belanda).

Pemerintah atau Government dalam bahasa indonesia berarati

pengarahan dan administrasi yang berwenang atas kegiatan orang-

orang dalam sebuah negara, negara bagian, atau kota dan sebagainya.

Bisa berarti lembaga atau badan yang menyelenggarakan

pemerintahan negara, negara bagian, atau kota, dan sebagainya.

Menurut W.S Sayre pemerintah dalam definisi terbaiknya adalah

sebagai organisasi dari negara yang memperlihatkan dan menjalankan

kekuasaannya. Selanjutnya menurut David Apter, pemerintah adalah

satuan anggota yang paling umum yang memiliki tanggung jawab

tertentu untuk mempertahankan sistem yang mecangkupnya dan

monopoli praktis yang menyangkut kekuasaan paksaannya.11

Menurut C.F Strong yang menyebutkan bahwa pemerintahan

daerah adalah organisasi dimana diletakkan hak untuk melaksanakan


153- 154.
10
Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta, Prenadamedia Group, 2014,
Hlm.101-104
11
Inu Kencana Syafiie, Pengantar ilmu pemerintahan, Jakarta, Refika Aditama, 2010
9

kekuasaan berdaulat atau tertinggi. Pemerintahan dalam arti luas

merupakan sesatu yang lebih besar daripada suatu badan atau

kelompok.12

Pemerintah daerah yang merupakan sub-sistem dari sistem

penyelenggaraan pemerintahan nasional memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kewenangan untuk

mengatur dan mengurus rumah tangga ini mengandung tiga hal utama

didalamnya, yaitu: Pertama, Pemberian tugas dan wewenang untuk

menyelesaikan suatu kewenangan yang sudah diserahkan kepada

Pemerintah Daerah. Kedua, Pemberian kepercayaan dan wewenang

untuk memikirkan, mengambil inisiatif dan menetapkan sendiri cara-

cara penyelesaian tugas tersebut. Ketiga, dalam upaya memikirkan,

mengambil inisiatif dan mengambil keputusan tersebut mengikut

sertakan masyarakat.13

Menurut Pasal 1 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan

Perundang–Undangan. Segala kegiatan, fungsi, tugas, dan kewajiban

yang dilakukan oleh lembaga yang berwenang mengawasi dan

12
Fahmi Amrusi dalam Ni’matull Huda, Hukum Pemerintah Daerah, Nusamedia,
Bandung, 2012 hlm.28
13
Setya Retnami. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta, Kantor
Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia, 2001. hlm.8
10

mengurus sendiri pemerintahannya disebut pemerintah daerah dalam

arti luas.

3. Kewenangan Pengelolahan Sampah

Kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah

merupakan hal yang sangat penting untuk memahami peluang

perubahan yang bisa dilakukan oleh pemerintah daerah untuk

memperbaiki celah hukum pengelolaan plastik dan sampah plastik

dalam peraturan di level nasional.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan

Sampah, mengatur mengenai wewenang pemerintah. Pasal 7. Dalam

penyelenggaraan pengelolaan sampah, Pemerintah mempunyai

kewenangan:

a. menetapkan kebijakan dan strategi nasional pengelolaan

sampah;

b. menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria

pengelolaan sampah;

a. memfasilitasi dan mengembangkan kerja sama antardaerah,

kemitraan, dan jejaring dalam pengelolaan sampah;

d. menyelenggarakan koordinasi, pembinaan, dan pengawasan

kinerja pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah; dan


11

e. menetapkan kebijakan penyelesaian perselisihan antardaerah

dalam pengelolaan sampah.14

E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian atas hasil-hasil penelitian yang sudah

dilakukan baik penelusuran di perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Bengkulu dan Perpustakaan Universitas Bengkulu serta

perguruan Tinggi yang ada di Indonesia melalui jejaring internet,

belum pernah ada dilakukan penelitian tentang Analisis Yuridis

Pengaturan Pengelolaan Sampah Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di

Kota Bengkulu dengan objek penelitian ini. Adapun penelitian yang

sudah pernah dilakukan yaitu:

No Penulis Dan Asal Judul Penelitian Permasalahan

Perguruan Tinggi

1 Faisal Iqbal, Penegakan 1. Bagaimana pelaksaan


Fakultas Hukum Hukum Peraturan penegakan hukum
Universitas Daerah Kota peraturan daerah kota
Bengkulu 2014 15 Bengkulu Nomor Bengkulu nomor 02
02 Tahun 2011 tahun 2011 tentang
Tentang pengelolan sampah
Pengelolaan kota Bengkulu?
Sampah Di Kota 2. Apa saja faktor
Bengkulu. penghambat di dalam
pelaksaan penegakan
hukum peraturan
14
Claudia Angelika Untu, “Tugas dan Wewenang Pemerintah Dalam Melaksanakan
Pengelolaan Sampah yang Berwawasan Lingkungan Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun
2008 Tentang Pengelolaan Sampah”, Lex Et Societatis Vol. VIII,No. 1,Jan-Mar,2020
15
Faisal Iqbal, Penegakan Hukum Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Skripsi, Perpustakaan Fakultas Hukum
Universitas Bengkulu, 2014.
12

daerah nomor 02
tahun 2011 tentang
pengelolan sampah di
kota Bengkulu?
2 Indra Supriadi, Implementasi 1. Bagaimanakah
Fakultas Hukum Peraturan Daerah Implementasi
Universitas Nomor 4 Tahun Peraturan Daerah
Muhammadiyah 2016 Tentang Nomor 4 Tahun 2016
16
Mataram 2021 Pengelolaan Tentang Pengelolaan
Sampah (Studi di Sampah di Kabupaten
Kabupaten Sumbawa?
Sumbawa). 2. Apakah faktor
penghambat
Implementasi
Peraturan Daerah
Nomor 4 Tahun 2016
Tentang Pengelolaan
Sampah di Kabupaten
Sumbawa?
3 Mardhotillah, Proses 1. Bagaimana
Fakultas Hukum Pembentukan Mekanisme
Universitas Peraturan Daerah Pembentukan
Muhammadiyah Kota Palembang. Peraturan Daerah Di
Palembang 2015 Kota Palembang?
17
2. Apakah Wewenang
Dan Fungsi DPRD
Kota Palembang
Dalam Pembentukan
Peraturan Daerah?
Berdasarkan judul di atas, perbedaan penulisan dengan penelitian

lainnya bahwa penulisan mengkaji tentang Analisis Yuridis

Pengaturan Pengelolaan Sampah Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di

Kota Bengkulu. Dari penjelasan tabel di atas dapat dipahami dari

16
Indra Supriadi, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016 Tentang
Pengelolaan Sampah (Studi di Kabupaten Sumbawa), Skripsi, Universitas Muhammadiyah
Mataram 2021.
17
Mardhotillah, Proses Pembentukan Peraturan Daerah Kota Palembang, Skripsi,
Universitas Muhammadiyah Palembang 2015
13

judul dan masing-masing permasalahan hukum yang pernah dilakukan

berbeda.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan untuk skripsi ini adalah penelitian

hukum normatif ( normative legal research). Penelitian ini dilakukan

dengan cara mengkaji Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah. Dalam penelitian ini,

mempelajari dan memahami pengaturan pengelolaan sampah

berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Sampah.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini menggunakan dua pendekatan yaitu

pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual.

Pendekatan perundang-undangan (statute Approach), pendekatan ini

dilakukan berkenaan dengan ketentuan perundang-undangan yang

mengatur mengenai pembentukan Peraturan Dearah Kota Bengkulu

agar dapat sesuai dengan tujuan pengelolaan sampah yaitu untuk

meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta

menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Pendekatan konseptual (Conseptual Approach), pendekatan yang

berkenaan dengan konsep-konsep yuridis yang mengatur tentang


14

pembentukan Peraturan Daerah, berdasarkan Undang-Undang

Pengelolaan Sampah dan Undang-Undang Lingkungan Hidup.

3. Bahan Hukum

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan atau perangkat hukum yang

mengikat. Bahan hukum mengikat yang dipergunakan dalam

penelitian ini yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan

Sampah;

3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(LN. Tahun 2009 Nomor 144, TLN. Nomor 5063);

4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan

Kawasan Permukiman (LN. Tahun 2011 Nomor 7, TLN.

Nomor 5188);

5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah (LN. Tahun 2014 Nomor 244, TLN. Nomor 5587),

sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang


15

Pemerintahan Daerah (LN. Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan

TLN. Nomor 5679);

6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi

Pemerintahan (LN. Tahun 2014 Nomor 292, TLN. Nomor

5601);

7. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (LN. Tahun 2011 Nomor 82,

TLN. Nomor 5233) sebagaimana telah diubah dengan Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas

UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-undangan (LN. Tahun 2019 Nomor 183,

TLN. Nomor 6398);

8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja

(LN. Tahun 2020 Nomor 245, TLN. Nomor 6573);

9. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang

Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis

Sampah Rumah Tangga (LN. Tahun 2012 Nomor 188, TLN.

Nomor 5347);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang

Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup (LN. Tahun 2017

Nomor 228, TLN. Nomor 6134);


16

11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang

Pengelolaan Sampah Spesifik (LN. Tahun 2020 Nomor 141,

TLN. Nomor 6522);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang

Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan

Hidup (LN. Tahun 2021 Nomor 32, TLN. Nomor 6634);

13. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan

dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan

Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (LN. Tahun 2017

Nomor 223);

14. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan

Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi

Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan (LN. Tahun

2018 Nomor 61);

15. Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan

Sampah Laut (LN. Tahun 2018 Nomor 168);

16. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik

Indonesia Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pedoman

Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle Melalui Bank

Sampah;

17. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013

tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan


17

dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah

Sejenis Sampah Rumah Tangga (BN. Tahun 2013 Nomor

470);

18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010

tentang Pedoman Pengelolaan Sampah (BN. Tahun 2010

Nomor 274);

19. Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011

tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu:

1. Buku-buku hukum

2. Refrensi

3. Jurnal

4. Hasil penelitian

5. Karya Ilmiah

6. Website/Internet

7. Artikel

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberi petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder.

Bahan hukum tersier tersebut adalah kamus, kamus hukum yang


18

mana hal-hal baru yang masuk dalam lingkup pengertian hukum

sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan studi bidang

hukum. Selanjutnya ensiklopedia sebagai layanan pengarahan

terhadap bahan bahan hukum lebih lanjut.18

4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum

Prosedur pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini adalah

dengan cara studi kepustakaan, yaitu mengumpulkan serta meneliti

bahan pustaka yang terdiri dari bahan hukum primer berupa peraturan

perundang-undangan, bahan hukum sekunder yang berupa buku-buku,

artikel, internet dan bahan hukum tersier yang berupa kamus,

ensiklopedia yang terkait dengan peraturan daerah yang ingin di

angakat menjadi skripsi.

5. Analisis Bahan Hukum

Analisa bahan hukum dilakukan secara Yuridis kualitatif yaitu


l l l l l l l l l l l l

pembahasan, penjabaran dan interpretasi bahan hukum dan hasil


l l l l l l l l l l l l

penelitian yang mendasarkan pada norma-norma atau kaidah-kaidah


l l l l l l l l l l l l l l l

19
hukum serta doktrin-dokrin yang relevan dengan permasalahan. l l l l l l l l

Berdasarkan hasil analisis dideskripsikan sebagai jawaban atas


l l l l l l l l l l l l l l

permasalahan yang diangkat. Kemudian disusun secara sistematis


l l l l l l l l l l l

sebagai karya ilmiah (skripsi).


l l l l l

18
Ibid, hlm.28.
19
Soemitro, Rony Hajinoto, Metode Penulisan Hukum dan Jumeri, Ghalia Indonesia,
Jakarta, 1998, hlm.46
BAB II

TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN SAMPAH DAN

PENGATURANNYA

A. Pengelolaan Sampah

1. Model Pengelolaan Sampah di Negara Jepang l l l l l l l

Sebagian besar Limbah di Jepang adalah Limbah industri sebesar


l l l l l l l l l l

383,54 juta ton (TPA 2,5%), Limbah Non-Industri/Sampah Rumah l l l l l l

Tangga: 42,89 juta ton, Sampah: 920 gram/hari/orang. Pengelolaan


l l l l l l l l l l

sampah di Jepang saat ini tidak hanya menekankan pengumpulan


l l l l l l l l l l l

sampah yang efisien dan sanitasi, tetapi juga pengurangan dan daur
l l l l l l l l l l l l

ulang sampah jika memungkinkan. Hal ini dipengaruhi oleh sejarah,


l l l l l l l l l

terutama periode ekspansi ekonomi yang signifikan, serta geografi


l l l l l l l

Jepang sebagai negara pegunungan dengan ruang terbatas untuk


l l l l l l l l l l

tempat pembuangan sampah. Bentuk pembuangan sampah utama


l l l l l l l l l l l

termasuk insinerasi, daur l l l ulang, l serta tempat l l pembuangan l l

akhir dan reklamasi daratan untuk sebagian kecil. 20


l l l l l l l l l

Jepang mengatur tentang pengelolaan sampah yaitu: Waste


l l l l l l l l l

Management Law dalam UU Nomor. 137/1970 pada pasal 2 ayat (1),


l l l l l l l l l l l

mendefinisikan sampah sebagai materi dalam wujud padat ataupun l l l l l l l l l l l l

cair yang dibuang karena tidak diperlukan lagi, seperti tertera dalam
l l l l l l l l l l l

kalimat berikut.
l l

20
https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah_di_Jepang/ diakses 1 Oktober 2022,
Pukul 04.06 WIB

19
20

In this Law, “waste” refers to refuse, bulky refuse, ashes, l l l

sludge, excreta, waste oil, waste acid and alkali, carcasses l l l l l l l l l

and other filthy and unnecessary matter, which are in solid


l l l l l

or liquid state, excluding radioactive waste and waste l l l l l l

polluted by radioactivity. l l

Sebagai negara termaju dari Asia, Jepang memiliki banyak contoh


l l l l l l l l l l l

yang seharusnya ditiru negara lainnya termasuk cara pengelolaan


l l l l l l l l l l l l

sampah.
l l Jepang l menerapkan l l pengelolaan l l sampahnya l l l dengan l

menggunakan teknik 3R, dapat dipahami bahwa gerakan 3R tengah l l l l l l l l l l l

menjadi pusat perhatian dalam pengelolaan sampah di Jepang.


l l l l l l l l l l l

Gerakan 3R yang dimaksud itu adalah gerakan mereduksi jumlah


l l l l l l l l l l

sampah yang dihasilkan ‘Reduce’, gerakan memanfaatkan kembali


l l l l l l l l l l l l

komponen sampah yang masih dapat digunakan ‘Reuse’, dan gerakan l l l l l l l l l l l

daur-ulang produk bekas pakai sebagai sumber daya baru ‘Recycle’.


l l l l l l l l l l

Penekanan pada gerakan 3R dalam mengelola sampah menjadi l l l l l l l l l l l l

barang bermanfaat telah dijadikan orientasi utama di Jepang, karena di


l l l l l l l l l l l l l l

samping dapat mengurangi beban pada tempat pembuangan akhir,


l l l l l l l l l l l

juga dapat mengurangi konsumsi akan sumber daya alam, dan


l l l l l l l l l l l

meringankan beban pada lingkungan. Padahal sebelumnya, Jepang


l l l l l l l l l l l

adalah negara kotor namun berhasil menjadi bersih karena sampahnya


l l l l l l l l l l l l l

dikelola dengan baik. Dapat dilihat langsung di jalan raya dan


l l l l l l l l l l l l

perkotaan besar sekalipun, tidak ditemukan sampah satupun. Hal


l l l l l l l l l l

tersebut berkenaan dengan sistem pengelolaannya yang baik. Dengan l l l l l l l l l

demikian, negaranya jauh lebih sehat. l l l l l l


21

Tempat sampah mudah ditemukan di setiap sudut kota, bahkan l l l l l l l l l

disediakan khusus 3 tempat sekaligus, sehingga warganya bisa


l l l l l l l l l

memilih sendiri jenis sampah yang harus dibuangnya. Misalnya l l l l l l l l

sampah plastik harus dibuang di tempat sampah khusus plastik. Begitu


l l l l l l l l l

juga dengan sampah organik harus dibuang ke tempat sampah khusus


l l l l l l l l l l

yang disediakan.
l l l

Pemilahan sampah seperti itu, memudahkan petugas kebersihan l l l l l l l l

sampah untuk memprosesnya. Petugas kebersihan sampah di Jepang,


l l l l l l l l

sangat disiplin. Mereka mengangkut sampah-sampah tersebut dengan


l l l l l l l l l

terjadwal. Dengan demikian, tidak akan ditemukan onggokan sampah


l l l l l l l l l l l

yang menggunung di sudut kota.


l l

Sampah tersebut akan dicuci oleh petugas kebersihan sehingga


l l l l l l l

menjadi sampah yang bersih. Pencucian sampah ini hanya ada di


l l l l l l l l l l l

Jepang. Semua sampah yang telah bersih akan dimasukan ke dalam


l l l l l l l l l l l l

mesin penghancur sampah, khususnya sampah plastik. Dapat dilihat l l l l l l l l l l

bahwa gerakan 3R dalam pengelolaan sampah di Jepang merupakan


l l l l l l l l l l l l l

sesuatu yang telah dipatenkan dan terus dikembangkan demi


l l l l l l l l

mewujudkan struktur manajemen sampah yang maksimal dalam l l l l l l l l l l

mengatasi persoalan sampah yang ada. Selain itu, perlu juga diketahui
l l l l l l l l l l l l

bahwasanya pengelolaan sampah di Jepang tidak dikendalikan


l l l l l l l l l l l l

sepenuhnya oleh pemerintah pusat, namun dipercayakan pada l l l l l l l l l

pemerintah di tingkat municipality. l l l


22

Mereka berkewajiban membuat rancangan pengelolaan sampah l l l l l l l l l l l

untuk wilayah administratifnya, dan harus melakukan proses l l l l l l l l l

pembuangan sampah sesuai dengan ketetapan yang berlaku. Sistem ini l l l l l l l l l l

dikenal dengan istilah “desentralisasi” dalam pengelolaan sampah.


l l l l l l l l l l l

Desentralisasi yang dimaksud adalah penyerahan otoritas pengelolaan l l l l l l l l l l l l

sampah perkotaan pada level pemerintahan terdekat dengan


l l l l l l l l l l

masyarakat, yaitu municipality yang dianggap paling dekat dengan


l l l l l l l l l l l l

warga. Dalam Waste Management Law, dikatakan bahwa municipality


l l l l l l l l l l l l l l

bertanggung jawab penuh dalam pengelolaan sampah rumah tangga,


l l l l l l l l l l l l

termasuk mengumpulkannya. Mereka diperbolehkan menerapkan


l l l l l l l

peraturannya masing-masing, asal masih mengikuti alur dari peraturan


l l l l l l l l l l l l

nasional yang berlaku.


l l l l

2. Model Pengelolaan Sampah di Kota Surabaya l l l l l l l l

Surabaya merupakan salah satu kota terbaik di Indonesia terkait


l l l l l l l l l l l l

pengelolaan sampah, dibuktikan dengan penetapan Kota Surabaya l l l l l l l l l l l l

sebagai role model dalam pengelolaan sampah perkotaan pada tahun


l l l l l l l l l l l l l

2018 oleh KLHK. Penetapan ini didasarkan pada komitmen Kota l l l l l l l l

Surabaya dalam mengurangi jumlah sampah dan penanganan sampah


l l l l l l l l l l l l l l l

dengan adanya pusat daur ulang sampah serta penerapan konsep waste
l l l l l l l l l l l l l

to energy di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Benowo. 21 l l l l l

21
Danis Mandasari, Budisantoso Wirjodirdjo, dan Maria Anityasari.” Peningkatan
Fasilitas Bank Sampah sebagai Upaya Pengurangan Timbunan Sampah Perkotaan di TPS
Surabaya”. Jurnal Teknik ITS Vol. 9, No. 2
23

Dalam meningkatkan pengelolaan sampah Surabaya, pemerintah


l l l l l l l l l l l l

kota kemudian menerbitkan Peraturan Walikota Surabaya Nomor 64


l l l l l l l l l l

Tahun 2018 mengenai kebijakan dan strategi pengelolaan sampah


l l l l l l l l l l

rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga daerah atau
l l l l l l l l l l l l l l l

disingkat Jakstrada.22 Jakstrada Kota Surabaya juga mencakup arah l l l l l l l l l l l l l l l

kebijakan, strategi, program, dan target pengurangan serta penanganan


l l l l l l l l l l l l

sampah yang akan dicapai hingga tahun 2025, yaitu peningkatan


l l l l l l l l l l l l

pengelolaan sampah hingga 70% dan pengurangan timbulan sampah l l l l l l l l l l l

hingga 30%.23 l

Surabaya sebagai ibukota dari Jawa Timur dan kota terbesar kedua
l l l l l l l l l l l l l

di Indonesia mengatur pengelolaan sampah daerahnya yaitu Peraturan l l l l l l l l l l l l

Daerah Nomor 05 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Sampah dan


l l l l l l l l l

Kebersihan di Kota Surabaya. Surabaya aktif menjalin kerjasama l l l l l l l l l l l l l

sister city. Sister city adalah kerjasama yang disepakati secara resmi l l l l l l l l l l l

antara dua masyarakat di dua negara berbasis luas, kerjasama sister


l l l l l l l l l l l l l l l l

city umumnya dilakukan oleh dua negara yang banyak memiliki l l l l l l l l l

kesamaan baik dalam hal ukuran kota/ populasinya yang bertujuan


l l l l l l l l l l l l l

untuk mendukung kegiatan masyarakat dan membentuk pemerintahan l l l l l l l l l

yang baik.24
l l

22
https://jdihn.go.id/search/daerah/detail/985811, diakses tanggal 1 Oktober 2022 Pukul
02.30 WIB
23
Walikota Surabaya, Peraturan Walikota Surabaya Nomor 64 Tahun 2018. 2018.
24
Tiara Nabillah, Andi Oetomo, dalam Jurnal Arsitektur, Perencanaan dan
Pengembangan ITB, www.google.co.id, diakses pada tanggal 5 Oktober 2022
24

Salah satu partner dalam kerjasama sister city Kota Surabaya


l l l l l l l l l l l l l

adalah Kota Kitakyushu di Jepang, karena Kota Kitakyushu memiliki


l l l l l l l l l l

kesamaan, yakni adalah sama-sama menjadi kota industri yang juga


l l l l l l l l l l l l l l l

mengalami permasalahan lingkungan seperti limbah pabrik dan polusi l l l l l l l l l l

udara. Namun dengan upaya pemerintah, partisipasi masyarakat dan


l l l l l l l l l l l l l l

pengembangan teknologi, Kitakyushu mampu mengatasi masalah kota l l l l l l l l l l

mereka. 25 l

Keberhasilan kerjasama green sister city yang telah dilakukan oleh l l l l l l l l l

Surabaya dan Kitakyushu diantaranya adalah program Super Depo


l l l l l l l l l l l l l

Suterejo, Kompos Center Wonorejo, rencana Bio Park Wonorejo, dan l l l l

Bank Sampah Induk. Surabaya yang menerapkan prinsip 3R pada saat


l l l l l l l l l l l l l

itu hasil dari program tersebut supaya sampah di Kota Surabaya lebih
l l l l l l l l l l l

tertata. Tujuannya untuk membuat Kota Surabaya lebih bersih dan


l l l l l l l l l l

dapat mengurangi banyaknya sampah di Kota Surabaya.


l l l l l l l l l l l l

Pada awal pengorasiannya, TPA Benowo di Surabaya hanya bisa


l l l l l l l l l l l l l l

menampung sampah maksimal 12% dari total sampah kota sebesar


l l l l l l l l l l l

8000 m3/hari, jadi yang bisa dibuang ke TPA Benowo antara 800 – l l l l l l l l l

1000 m3/hari. Jumlah truk yang bisa masuk ke TPA hanya 100-125 l l l l l l l l

buah menyebabkan wilayah Surabaya masih terjadi penumpukan


l l l l l l l l l l l

sampah. Pada tahun 2008 kawasan Benowo yang dulunya masih


l l l l l l l l l l l

tambak setelah di fungsikannya sebagai TPA lahan tersebut berubah


l l l l l l l l l l l

menjadi gunungan sampah. Setiap harinya sebanyak 250-270 trukl l l l l l l l l

25
Supriyanto dan Sandi A.T.T., 2002, Pengembangan Potensi Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta melalui Kejasama Sister Province, dalam Mimbar Hukum
25

mebuang sampah ke TPA ini. Volume sampah di TPA Benowo l l l l l l l

mencapai 4000- 5000 meter kubik per ha ri jumlah ini setara dengan
l l l l l l l

13 ribu ton dengan luas lahan lebih dari 36 hektar. l l l l l l

Upaya yang dilakukan untuk mengurangi bau sampah, pengelola


l l l l l l l l l l

TPA Benowo melakukan penyemprotan cairan kimia EN-6 dan EN 4


l l l l l l l l

sebanyak 4000 liter. TPA Benowo juga memiliki instalasi pengelolaan


l l l l l l l l

air limbah pada saat itu. Instalasi tersebut berfungsi untuk memproses
l l l l l l l l

air lindi. Hal ini dilakukan karena pada sebelumnya banyak pihak
l l l l l l l l l l l l

yang komplain terhadap pencemaran yang diakibatkan dari rembesan


l l l l l l l l l l l l

air lindi dari TPA tersebut. Air lindi yang dulunya menjadi masalah
l l l l l l l l l l

lingkungan dirubah menjadi air bersih. Cara ini dilakukan dengan cara l l l l l l l l l l l

air lindi ditampung dalam pond pond sedalam 2,9 meter kemudian
l l l l l l l

diolah menjadi air bersih. l l l

Pada l l tahun l 2008 Pengelolaan l l sampah l l di TPA l Benowo

menggunakan sistem open dumping system untuk mengelola sampah. l l l l l

Sistem ini dilakukan dengan cara sampah dipadatkan hingga 3-4 l l l l l l l l l l l

meter. Selain itu juga menggunakan sistem cover soil, yakni l l l l l

memadatkan sampah menggunakan tanah setinggi 30-40 cm. Namun


l l l l l l l l l l

upaya yang dilakukan ini masih membuat sampah di TPA masih


l l l l l l l l l l l

tampak menggunung yang disebabkan pada saat itu sampah yang


l l l l l l l l l l l l

datang sebanyak 5000 meter kubik per hari. Upaya yang dilakukan
l l l l l l l l l l

agar peristiwa di TPA Sukolilo tidak terjadi di Benowo, sampah yang


l l l l l l l l l

berada di TPA Benowo diolah menjadi produk multiguna.


l l l l l l
26

Pengelolaan sampah di Surabaya selalu mengalami perubahan l l l l l l l l l l l l

yang semakin baik. Perubahan ini dibuktikan dengan dilibatkannya


l l l l l l l l l l

masyarakat dalam pengelolaan sampah di Surabaya. Masyarakat yang


l l l l l l l l l l l l l l l l l l

dulunya hanya menjadi sumber sampah, mengalami peregesaran


l l l l l l l l l l

menjadi pengelola sampah. Dalam upaya pengurangan sampah yang


l l l l l l l l l l l l l

dibuang ke TPA, pengelolaan sampah berbasis masyarakat mulai


l l l l l l l l l l l l

diterapan. Sampah-sampah dikumpulkan berdasarkan jenisnya, yaitu


l l l l l l l l l l l l

sampah organik dan anorganik, sampah yang dapat dimanfaatkan atau


l l l l l l l l l l l l l l l l l

sampah yang tidak dapat dimanfaatkan. Selanjutnya sampah yang


l l l l l l l l l l l l l l l

sebelumnya merupakan barang yang tidak berguna, diubah menjadi l l l l l l l l l l

barang yang bernilai jual ekonomi.


l l l l l

Hasil dari pengelolaan sampah di Surabaya yang menerapkan


l l l l l l l l l l l l

prinsip pengelolaan 3R. Kota Surabaya mendapat penghargaan Kota l l l l l l l l l l l l

Adipura Kencana kategori metropolitan pada tahun 2012, 2013, 2014


l l l l l l l l l

dan 2015. Dengan penghargaan ini menandakan bahwa model


l l l l l l l l l l

pengelolaan sampah yang dilakukan oleh pemerintah daerah sudah l l l l l l l l l l l

baik dan optimal. Penilaian tertinggi Penghargaan adipura kencana


l l l l l l l l l l l l

yang diraih kota Surabaya disumbang TPA Benowo yang menjadi


l l l l l l l l l l

TPA percontohan di Indonesia.26


l l l

B. Konsep Pengelolaan Sampah

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang l l l l

Pengelolaan Sampah (UUPS), yang dimaksud dengan sampah adalah


l l l l l l l l l l l l

26
Monalisa Bonieta Octavia, “Kerja Sama Green Sister City Surabaya dan Kiyakyushu”.
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5 (2) 685-700
27

adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang


l l l l l l l l l l l l l l l l

berbentuk padat. Sampah yang merupakan sisa dari kegiatan manusia l l l l l l l l l l l l l

harus dikelola agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan


l l l l l l l l l l

gangguan kesehatan. Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis,


l l l l l l l l l l l l l l l

menyeluruh, dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan l l l l l l l

penanganan sampah. Pengurangan sampah yang dimaksud dalam UUPS


l l l l l l l l l l l l l

meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, l l l l l l l l l l l l l

dan pemanfaatan kembali sampah. Untuk dapat mewujudkan kegiatan-


l l l l l l l l l l l l l

kegiatan ini, masyarakat dan para pelaku usaha dalam melaksanakan


l l l l l l l l l l l l l l l l l l

kegiatannya diharapkan dapat menggunakan bahan yang menimbulkan


l l l l l l l l l l l l l l

sampah sedikit mungkin, dapat digunakan kembali, dapat didaur ulang,


l l l l l l l l l l l

dan mudah diurai oleh proses alam. Penanganan sampah yang dimaksud
l l l l l l l l l l l l

dalam UUPS adalah kegiatan yang diawali dengan pemilahan dalam


l l l l l l l l l l l l l l l

bentuk pengelompokkan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, l l l l l l l l

jumlah, dan sifat sampah. l l l l l

Langkah selanjutnya adalah pengumpulan dan pemindahan sampah


l l l l l l l l l l l l l

dari l sumber sampah l l ke tempat l penampungan l l sementara, l l dan l

pengangkutan sampah dari tempat penampungan sampah sementara


l l l l l l l l l l l l

menuju ke tempat pemrosesan akhir. Kemudian sampah yang telah l l l l l l l l

terkumpul di tempat pemrosesan akhir dikelola dengan cara mengubah l l l l l l l l

karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah dan/atau diproses untuk


l l l l l l l l l

mengembalikan hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara l l l l l l l l l l

aman. Secara umum pengelolaan sampah di perkotaan dilakukan melalui 3


l l l l l l l l l l l l l
28

tahapan kegiatan, yakni pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan


l l l l l l l l l l l l

akhir. Menurut Alfiandra


l l l l menggambarkan secara sederhana tahapan- l l l l l l l l l l

tahapan dari proses kegiatan dalam pengelolaan sampah sebagai berikut.27


l l l l l l l l l l l l l l

a) Pengumpulan, diartikan sebagai pengelolaan sampah dari tempat


l l l l l l l l l l l l

asalnya sampai ke tempat pembuangan sementara sebelum


l l l l l l l l l l

menuju tahapan berikutnya. Pada tahapan ini digunakan sarana l l l l l l l l l l l l l l

bantuan berupa tong sampah, bak sampah, peti kemas sampah,


l l l l l l l l l l l

gerobak dorong, atau tempat pembuangan sementara. Untuk l l l l l l l l

melakukan pengumpulan, umumnya melibatkan sejumlah


l l l l l l l

tenaga yang mengumpulkan sampah setiap periode waktu


l l l l l l l l

tertentu;

b) Pengangkutan, yaitu mengangkut sampah dengan menggunakan


l l l l l l l l l

sarana bantuan berupa alat transportasi tertentu ke tempat


l l l l l l l l l l l

pembuangan l l akhir/pengolahan.
l l l Pada l l tahapan l l l ini juga l

melibatkan l l tenaga l l yang l pada l l periode waktu l tertentu

mengangkut sampah dari tempat pembuangan sementara ke l l l l l l l l l

tempat pembuangan akhir (TPA); l l l l l

c) Pembuangan akhir, dimana sampah akan mengalami pemrosesan l l l l l l l l l l l l

baik secara fisik, kimia maupun biologis hingga tuntas


l l l l l l l

penyelesaian seluruh proses. l l

27
Alfiandra. 2009. Kajian Partisipasi Masyarakat Yang Melakukan 3R Di Kelurahan
Ngaliyan Dan Kalipancur Kota Semarang. Semarang: Universitas Diponegoro, hlm.31
29

Departemen Pekerjaan Umum menjelaskan bahwa prinsip 3R


l l l l l l l

dapat diuraikan sebagai berikut. 28


l l l l l l

a) Prinsip pertama adalah reduce atau reduksi sampah, yaitu upaya


l l l l l l l l l l l l l

untuk mengurangi timbulan sampah di lingkungan sumber dan l l l l l l

bahkan dapat dilakukan sejak sebelum sampah dihasilkan.


l l l l l l l l l l l

Setiap sumber dapat melakukan upaya reduksi sampah dengan


l l l l l l l l l l

cara mengubah pola hidup konsumtif, yaitu perubahan


l l l l l l l

kebiasaan dari yang boros dan menghasilkan banyak sampah


l l l l l l l l l l l l

menjadi hemat/efisien dan hanya menghasilkan sedikit sampah;


l l l l l l l l l

b) Prinsip kedua adalah reuse yang berarti menggunakan kembali l l l l l l l l l

bahan atau material agar tidak menjadi sampah (tanpa melalui


l l l l l l l l l l l l l l l

proses pengolahan), seperti menggunakan kertas bolak balik, l l l l l l l

menggunakan kembali botol bekas minuman untuk tempat air, l l l l l l l

dan lain-lain. Dengan demikian reuse dapat memperpanjang


l l l l l l l l l

usia penggunaan barang melalui perawatan dan pemanfaatan


l l l l l l l l l l l l l l

kembali barang secara langsung; l l l l l l

c) Prinsip ketiga adalah recycle yang berarti mendaur ulang suatu l l l l l l l l l

bahan yang sudah tidak berguna menjadi bahan lain atau barang
l l l l l l l l l l l l l l

yang baru setelah melalui proses pengolahan. Beberapa sampah


l l l l l l l l l l

dapat didaur ulang secara langsung oleh masyarakat dengan


l l l l l l l l l l l l

menggunakan teknologi dan alat yang sederhana, seperti l l l l l l l l

28
Departemen Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik &
Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Peny
30

mengolah sisa kain perca menjadi selimut, kain lap, keset kaki l l l l l l l l

dan sebagainya, atau sampah dapur yang berupa sisa-sisa


l l l l l l l l l l l l l

makanan untuk dijadikan kompos. Dari beberapa pengertian


l l l l l l l l l

yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa


l l l l l l l l l l l l

pengelolaan sampah merupakan kegiatan bertahap yang pada l l l l l l l l l l l l l

dasarnya dilakukan untuk mengolah sampah agar dapat diproses


l l l l l l l l l l l l

menjadi bentuk lain yang memberikan manfaat dan tidak l l l l l l l l l

berbahaya bagi lingkungan. Pengelolaan sampah yang dimaksud


l l l l l l l l l l l

pada penelitian ini adalah kegiatan pengelolaan sampah yang


l l l l l l l l l l l l l

dilakukan pada tingkat rumah tangga, berupa pengurangan


l l l l l l l l l l l

pemakaian bahan yang sulit terurai, pemilahan sampah,l l l l l l l l l l l

pemindahan l l sampah l l dari l sumber sampah l l ke tempat l

penampungan sementara, pemanfaatan kembali sampah, serta


l l l l l l l l l l l l

kegiatan kebersihan seperti gotong royong untuk kerja bakti di


l l l l l

lingkungan tempat tinggal. l l l

C. Teori Perundang-Undangan

Secara teoretik dalam khazanah ilmu hukum, terdapat beberapa


l l l l l l l l l l l

definisi istilah mengenai “perundang-undangan” atau kata “peraturan


l l l l l l l l l l l

perundang-undangan”, jika menggunakan bahasa baku yang merujuk di


l l l l l l l l l l l

dalam Undang-Undang No 12 Tahun 2011 (UU No. 12 Tahun 2011) maka


l l l l l l l l

terminologi perundang-undangan l l l lazim l disebut juga l wetegeving,

gesetgebung ataupun legislation. Istilah perundang-undangan (legislation,


l l l l l l l l

wetgeving atau Gesetgebung) dalam beberapa kepustakaan memiliki dua


l l l l l l l l l l
31

pengertian yang berbeda, dalam kamus umum yang berlaku, istilah


l l l l l l l l l

legislation dapat diartikan dengan perundang-undangan dan pembuat


l l l l l l l l l l l

undang-undang.29 Istilah wetgeving diterjemahkan dengan pengertian


l l l l l l l

membentuk undang-undang keseluruhan dari pada undang-undang negara. l l l l l l l l l l

Sedangkan l l istilah l Gesetgebung diterjemahkan l l dengan l pengertian l

perundang-undangan.30 l l l Pengertian l wetgeving dalam l l Juridisch

woordenboek diartikan sebagai berikut: l l l l

1. Perundang-undangan merupakan proses pembentukan atau l l l l l l l l

proses membentuk peraturan negara, baik di tingkat Pusat l l l l l l l

maupun di tingkat Daerah.


l l l l

2. Perundang-undangan adalah segala peraturan negara, yang l l l l l l l l l l l l l

merupakan hasil pembentukan peraturan, baik di tingkat pusat l l l l l l l l l

maupun tingkat Daerah.31


l l l l

32
Maria Farida Indrati Soeprapto mengatakan bahwa:
l l l l l l l l l l l secara l l

teoritik, istilah “perundang-undangan” (legislation), wetgeving atau l l l l l l l

gesetgebung mempunyai dua pengertian yaitu: pertama, perundang- l l l l l l l

undangan merupakan proses pembentukan atau proses membentuk


l l l l l l l

peraturan-peraturan negara baik di timgkat pusat maupun di tingkat


l l l l l l l l l l l

Daerah; kedua, perundang-undangan adalah segala peraturan negara yang


l l l l l l l l l l l l l l l l

merupakan hasil pembentukan peraturan-peraturan baik di tingkat pusat


l l l l l l l l l l l

29
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Yogyakarta: kanisius, 2007,
hlm.3.
30
ibid
31
S.J. Fockema Andreae dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
undangan, Yogyakarta: kanisius, 2007, hlm.3.
32
Maria Farida Indrati Soeprapto, Op.Cit.,hlm.3.
32

maupun di tingkat Daerah. Pengertian perundang-undangan dalam


l l l l l l l l l l

konstruksi UU No 12 Tahun 2011, merupakan sebuah aturan tertulis yang l l l l l l l

mengikat secara umum dan dibuat oleh pejabat yang berwenang melalui
l l l l l l l l l l

perosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan pula.33


l l l l l l l l l l l

Menurut Bagir Manan, pengertian peraturan-perundang-undangan l l l l l l l l l

sebagai berikut :
l l

a. Setiap keputusan yang tertulis yang dikeluarkan pejabat l l l l l l l l

atau lingkungan jabatan yang berwenang berisi aturan


l l l l l l l l l l

tingkah laku yang bersifat atau mengikat umum. l l l l l l l

b. Merupakan aturan-aturan tingkah laku yang berisi l l l l l l l l l

ketentuan-ketentuan mengenai hak, kewajiban, fungsi, l l l l l l

status atau suatu tatanan.


l l l l l l l

c. Merupakan peraturan yang mempunyai ciri-ciri umum dan l l l l l l l

abstrak yang berarti tidak mengatur atau tidak ditujukan


l l l l l l l l l l

pada objek/peristiwa/gejala konkret tertentu.


l l l l l

d. Dengan mengambil pemahaman dalam kepustakaan l l l l l l l l l l

Belanda, peraturan perundang-undangan lazim disebut


l l l l l l l l

dengan wet in materiele zin, atau sering juga disebut l l l l l

dnegan algemeen verbindende voorschrift yang meliputi l l l

antara lain: de supra nationale algemeen verbindende


l l l l l l l l

voorschriften, wet, A MvB, de Ministeriele verordening, de l

gemeentelijke raadsverordeningen, de provinciale stater l l l l

verordebingen.34
Peraturan perundang-undangan itu sendiri merupakan salah satu
l l l l l l l l l l

dari bentuk norma hukum. Dalam literatur hukum dan perundang-


l l l l l l l

undangan, secara umum terdapat tiga (3) macam norma hukum yang
l l l l l l l l l l l

merupakan hasil dari proses pengambilan keputusan hukum, yaitu:


l l l l l l l l

a) keputusan normatif yang bersifat mengatur (regeling); l l l l l

b) keputusan normatif yang bersifat penetapan administrasi l l l l l l l l

(beschikking);
33
Lihat Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan
34
Bagir Manan dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan,
Yogyakarta: kanisius, 2007,hlm.11.
33

c) keputusan normatif yang disebut vonnis. Selain ketiga bentuk l l l l l

produk hukum diatas, juga ada bentuk peraturan yang l l l l l l l l

dinamakan “beleids regels” (policy rules) ini biasanya


l l l l l l

diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia menjadi peraturan l l l l l l l l l l l

kebijaksanaan,35 yang sering disebut sebagai quasi peraturan.36


l l l l l l l l l l

Kemudian menurut Sajipto Raharjo, peraturan perundang- l l l l l l l

undangan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :37


l l l l

a. Bersifat umum dan komprehensif yang merupakan kebalikan l l l l l l l

dari sifat-sifat khusus dan terbatas.


l l l l l l

b. Bersifat universal. Artinya, dibentuk untuk menghadapi l l l l l l

peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk l l l l l l l l l

konkretnya. Oleh karena itu, tidak dapat dirumuskan untuk l l l l l l l

menghadapi peristiwa-peristiwa tertentu saja. l l l l l l

c. Lazimnya bagi suatu peraturan perundang-undangan


l l l l l l l l l

mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan l l l l l l

dilakukannya peninjauan kembali.


l l l l l l

Menurut Burkhardt Krems, bahwa salah satu bagian besar dari ilmu l l l l l l l l l l

perundang-undangan l l l yaitu l adalah l l l teori perundang-undangan l l l

(Gestzgebungstheorie) yang berorientasi pada mencari kejelasan dan l l l l l l l l

38
kejernihan makna atau pengertian yang bersifat kognitif.
l l l l l l l l Proses

kejelasan dan kejernihan makna dari suatu peraturan perundang-undangan


l l l l l l l l l l l l l

dipengaruhi oleh proses pembentukan peraturan perundang-undangan


l l l l l l l

pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu proses


l l l l l l l l l l l

pembangunan hukum, di samping penerapan, penegakan hukum, dan


l l l l l l l l

pemahaman mengenai hukum. Sebagaimana diketahui bersama bahwa


l l l l l l l l l l l l l

pembangunan hukum yang dilaksanakan secara komprehensif mencakup


l l l l l l l l l l

35
King Faisal Sulaiman, Teori Peraturan Perundang-undangan dan Aspek Pengujiannya,
Yogyakarta: Thafa Media, 2017, hlm, 7.
36
Jimly Asshiddiqie, Perihal Undag-Undang, Jakarta: Konstitusi Press dan PT Syaami
Cipta Media,2006,hlm.1.
37
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum¸Bandung: PT Citra Aditya,2004,hlm.25.
38
Maria Farida, Op.Cit., hlm. 8.
34

subtansi hukum atau disebut isi dari peraturan perundangan-undangan.


l l l l l l l l l l

Oleh karena itu, agar perundang-undangan yang dihasilkan dapat


l l l l l l l l l l l l

mencerminakan kualitas yang baik sebagai produk hukum, maka perlu


l l l l l l l l l l

memahami beberapa dasar landasan dari pembentukan peraturan


l l l l l l l l l l l l l

perundang-undangan antara lain sebagai berikut :


l l l l l l l l l

1. Landasan Filosofis
l l l

Landasan filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang


l l l l l l l l l l l

dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan l l l l l l l l l

cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah


l l l l l l l l l l l

bangsa indonesia yang bersumber dari Pancasila dan


l l l l l l l l l

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia l l l l l l l l l

Tahun 1945. Dalam kedudukannya sebagai dasar dan ideologi


l l l l l l l l l l

Negara Indonesia, Pancasila harus dijadikan paradigma


l l l l l l l l l l l l

(kerangka berfikir, sumber nilai, dan orientasi arah) dalam


l l l l l l l l l

pembangunan hukum termasuk semua upaya pembaruannya. 39 l l l l l l l l l

Menurut Notonegoro, nilai-nilai pancasila merupakan nilai l l l l l l l l

dasar yang harus selalu ada dan melekat dalam kehidupan


l l l l l l l l l l l l

manusia. Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam


l l l l l l l l l l

pancasila tersebut merupakan nilai moral dasar yang selalu


l l l l l l l l l l l

aktual yang selalu melingkupi antara satu dengan yang lainnya


l l l l l l l l l l l l

dalam tindakan manusia. Sebagai cita-cita hukum bangsa dan


l l l l l l l l l l l l l

paradigma pembangunan hukum Pancasila memiliki sekurang-


l l l l l l l l l

39
M. Khozim, Siitem Hukum Perspektif Ilmu sosial, Bandung: Nusa Media, 2009,
hlm.12-19.
35

kurangnya empat kaidah penuntun yang harus dijadikan


l l l l l l l l l

pedoman dalam pembentukan dan penegakan hukum di l l l l l l l

indonesia. Pertama, hukum harus melindungi segenap bangsa l l l l l l l

dan menjamin keutuhan bangsa dan karenanya tidak


l l l l l l l l l l

diperbolehkan ada produk hukum yang menanam benih l l l l l l

disintegrasi. Kedua, hukum harus mampu menjamin keadilan l l l l l l l

sosial dengan memberikan proteksi khusus bagi golongan


l l l l l

lemah agar tidak tereksploitasi dalam persaingan bebas


l l l l l l l l l l

melawan golongan kuat. Ketiga, hukum harus dibangun secara


l l l l l l l l l

demokratis sekaligus membangun demokrasi sejalan dengan l l l l l l l

nomokrasi (negara hukum). Keempat, hukum tidak boleh l l l l l

diskriminatif berdasarkan ikatan primordial apa pun dan harus l l l l l l l l l l l

mendorong terciptanya l l toleransi l beragama l l l berdasarkan l l l

kemanusiaan dan keberadaan.40 Suatu peraturan perundang-


l l l l l l l l l l l

undangan dikatakan mempunyai landasan filosofis (filosofiche


l l l l l l l l l

gronslad, filosofisce gelding), apabila rumusannya atau norma-


l l l l l l l l l

normanya l l mendapatkan l l l pembenaran l l (rechtsvaardiging) l l

apabila dikaji secara filosofis.


l l l l l l

2. Landasan Yuridis
l l l

Landasan Yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang


l l l l l l l l l l l

dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi l l l l l l l l

40
Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2010, hlm.55.
36

kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang l l l l l l l

telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna
l l l l l l l l l l l l l l

menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat.41


l l l l l l l l l l l l

Secara formal landasan yuridis yang memberikan kewenangan


l l l l l l l l l l

bagi lembaga untuk membuat peraturan tertentu, secara


l l l l l l l l

material, landasan yuridis segi isi atau materi sebagai dasar


l l l l l l l l l l l l

hukum untuk mengatur hal-hal tertentu. Sedangkan dari segi l l l l l l

teknis, landasan yuridis yang memberikan kewenangan bagi l l l l l l l l

lembaga untuk membentuk peraturan tertentu mengenai tata


l l l l l l l

cara
l l pembentukan l undang-undang.42 l l Suatu l peraturan l l

perundang-undangan dapat dikatakan memiliki landasan l l l l l l l l l l l

yuridis (jurdische gronslag, juridische gelding), apabila ia l l l l l

mempunyai dasar hukum (rechtsgrond) atau legalitas terutama l l l l l l l l l

pada peraturan perundang-undangan lebih tinggi sehingga


l l l l l l l l

peraturan perundang-undangan itu lahir.


l l l l l l

3. Landasan sosiologis
l l l

Landasan sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang


l l l l l l l l l l l

dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam l l l l l l l

berbagai l l aspek. l Suatu l peraturan l l perundang-undangan l l l

dikatakan mempunyai landasan sosiologis (sosiologische


l l l l l l l

gronslag, sosiologische gelding) apabila ketentuan-ketentuan l l l l l l

sesuai dengan keyakinan umum atau kesadaran masyarakat.


l l l l l l l l l l l l l

41
King Faisal Sulaiman, Op.Cit., hlm.24.
42
Putera Astomo, Ilmu Perundang-undangan, Jakarta: Rajawali Pers, 2018, hlm.78.
37

Hal ini penting agar peraturan perundang-undangan yang


l l l l l l l l l

dibuat ditaati oleh masyarakat dan tidak menjadi huruf-huruf


l l l l l l l l l l

mati belaka. Atas dasar sosiologis inilah diharapkan suatu


l l l l l l l l l l l l

peraturan perundang-undangan yang dibuat dapat diterima


l l l l l l l l l l

dalam masyarakat secara wajar bahkan spontan. Peraturan


l l l l l l l l l l l l l l l

perundang-undangan l l l yang l diterima l secara l l wajar l l akan l l

menerima daya berlaku efektif dan tidak begitu banyak l l l l l l l l

memerlukan pengerahan institusional untuk melaksanakannya. l l l l l l l l l

Dalam teori pengakuan (annerken nungstheorie) di tegaskan


l l l l l l l

bahwa kaidah hukum berlaku berdasarkan penerimaan


l l l l l l l l l l

masyarakat tempat hukum itu berlaku. Tegasnya bahwa


l l l l l l l l l l

dimensi sosial ini mencerminkan kenyataan yang hidup dalam l l l l l l l l

masyarakat. 43 l l l l

Dalam l l pembentukan l undang-undang, l l organ l atau l l lembaga l l

pembentuk undang-undang adalah lembaga yang diberi kewenangan l l l l l l l l l l

legislatif oleh konstitusi. Pada prinsipnya dengan kewenangan tersebut


l l l l l l l

lembaga legislatif mempunyai kewenangan untuk membuat undang-


l l l l l l l l

undang sesuai keinginannya. Namun demikian, dalam pembentukan


l l l l l l l l l

tersebut disamping harus berlandaskan asas-asas pembentukan peraturan


l l l l l l l l l l l l

perundang-undangan, baik asas formal maupun asas material, harus juga


l l l l l l l l l l l l l l

dilakukan melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh konstitusi dan


l l l l l l l l

peraturan perundang-undangan lainnya. 44


l l l l l l l

43
King Faisal Sulaiman, Op.Cit.,hlm.25.
44
Ibid.
38

Keberadaan l l l undang-undang l l di suatu l negara l l mempunyai l

kedudukan strategis dan penting, baik di lihat dari konsepsi negara hukum,
l l l l l l l l

hierarki norma hukum, maupun dilihat dari fungsi undang-undang pada


l l l l l l l l l

umumnya. Dalam konsepsi negara hukum, undang-undang merupakan l l l l l l l l l

salah satu bentuk formulasi norma hukum dalam kehidupan bernegara.


l l l l l l l l l l

Sesuai dengan yang dikemukakan oleh Paul Scholten, bahwa hukum itu
l l l l l l l l

ada di dalam perundang-undangan, sehingga orang harus memberikan


l l l l l l l l l l l

tempat yang tinggi kepadanya. Bagir Manan45 pun mengatakan bahwa


l l l l l l l l l l l l l

keberadaan peraturan perundang-undangan dan kegiatan pembentukan


l l l l l l l l l l l l

undang-undang (legislasi) mempunyai peranan yang sangat penting dan


l l l l l l l l l l

strategis sebagai pendukung utama dalam penyelanggaran pemerintahan.


l l l l l l l l l l l l

Mengingat strategis dan pentingnya undang-undang dalam l l l l l l l l

kehidupan bernegara, maka setiap negara akan berusaha membuat undang-


l l l l l l l l l l l l l l

undang ideal melalui proses pembentukan mulai dari proses pengusulan,


l l l l l l l

pembahasan, persetujuan, hingga penetapan dan pengesahan yang


l l l l l l l l l l l

dilakukan dengan prinsip check and balances sesuai dengan kedudukan


l l l l l l l l l

dan kewenangan yang dimiliki.


l l l l

D. Teori Green Waste

Pengelolaan sampah ramah lingkungan (green waste) merupakan l l l l l l l l l l

salah satu dari 8 atribut kota hijau (green city).46 Green waste didefinisikan
l l l l l l l l l

45
Bagir Manan, Op. Cit., hlm.8.
46
Nirwono Joga. Gerakan Kota Hijau, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013. Hlm 8
39

sebagai upaya pengelolaan limbah/sampah untuk menciptakan kondisi


l l l l l l l l l l l

bebas sampah (zero waste) dengan menerapkan konsep 3R (reduce, reuse,


l l l l l l l

recycle). Prinsip 3R merupakan urutan langkah untuk mengelola sampah l l l l l l l l

dengan baik. Hirarki konsep 3R digambarkan dalam bentuk segitiga


l l l l l l l l l

terbalik dengan langkah pengurangan (reduce) menjadi prioritas utama,


l l l l l l l l l l

penggunaan kembali (reuse) kemudian pada kerucut bagian bawah


l l l l l l l l l l

merupakan langkah pendaurulangan sampah (recycle). Segitiga terbalik 3R


l l l l l l l l l l l

menggambarkan jumlah volume sampah yang seharusnya ditangani pada


l l l l l l l l l l l l l

setiap urutan.47 . Hirarki pengelolaan sampah 3R dapat dilihat pada gambar


l l l l l l l l l l l l l l

berikut ini:

Berdasarkan gambar diatas, hirarki konsep 3R menggambarkan


l l l l l l l l l l l

prioritas penanganan volume sampah pada setiap urutan. Hal tersebut


l l l l l l l l l l l

menunjukkan bahwa langkah awal dalam penerapan konsep 3R yaitu l l l l l l l l l l l l

dengan melakukan pengurangan volume sampah sejak dari sumbernya.


l l l l l l l l l l

Langkah selanjutnya yaitu dengan penggunaan kembali (reuse) terhadap


l l l l l l l l l l l

47
WasteChange.(2019). Waste4Change Mendukung Konsep Hijau 3R (Reduce,
Reuse,Recycle). Halaman website: https://waste4Change.com diakses 18 November 2022
40

sampah yang dihasilkan dengan menggunakan metode upcycling atau


l l l l l l l l l l

kerajinan tangan. Sampah yang tidak dapat digunakan kembali dapat


l l l l l l l l l l l l l l l

didaur ulang (recycle) dengan cara peleburan, pencacahan, dan dilelehkan


l l l l l l l l l l l

untuk menghasilkan produk baru dengan kualitas material yang berbeda


l l l l l l l l l l

dari produk awal. Pada praktiknya, penanganan sampah dengan konsep 3R


l l l l l l l l l l l l l

telah mengalami perkembangan menjadi konsep 5R (reduce, reuse,


l l l l l l

recycle, recovery, disposal).48 Hirarki berbentuk segitiga terbalik dari l l l l l

konsep pengelolaan sampah 5R dapat dilihat pada gambar berikut ini: l l l l l l l l l l l

Berdasarkan gambar diatas, hirarki konsep 5R dapat diuraikan


l l l l l l l l l l l l

sebagai berikut: l l

a.) Reduce yaitu upaya mengurangi produksi sampah sejak dari l l l l l l l l

sumbernya yang dapat dilakukan dengan cara membawa l l l l l l l l l l l

48
Ibid.
41

sendiri kantung belanja, menggunakan produk yang dapat l l l l l l l l

digunakan berulang kali, dan lain-lain;


l l l l l l l

b.) Reuse yaitu kegiatan menggunakan kembali material yang bisa


l l l l l l l l l l

dan aman digunakan kembali dengan cara membuat kerajinan


l l l l l l l l l l l l

tangan atau proses upcycle;


l l l l

c.) Recycle yaitu kegiatan mendaur ulang sampah dengan cara l l l l l l l l l l

peleburan, pencacahan, dan dilelehkan untuk dibentuk kembali


l l l l l l l

menjadi produk baru yang telah mengalami penurunan


l l l l l l l

kualitas;l l

d.) Recovery yaitu pemrosesan sampah residu yang tidak dapat l l l l l l l l

didaur ulang untuk menghasilkan energi atau material baru;


l l l l l l l l l

dan, l

e.) Disposal yaitu sampah/produk sisa dari proses recovery yang


l l l l l l l

berupa abu atau material sisa dibawa menuju Tempat


l l l l l l l l l l

Pemrosesan Akhir (TPA) untuk diolah dan diproses agar tidak l l l l l l l l

merusak lingkungan. l l
BAB III

PENGATURAN PENGELOLAAN SAMPAH BERDASARKAN

PERATURAN DAERAH KOTA BENGKULU NOMOR 02 TAHUN 2011

TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH

A. Peraturan Pengelolaan sampah berdasarkan Peraturan Daerah

Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu

Peranan dan fungsi peraturan perundang-undangan sangat vital dan


l l l l l l l l l l l l

strategis dalam kehidupan suatu Negara. Tertib dan tidak tertibnya


l l l l l l l l l l

masyarakat dipengaruhi peraturan perundang-undangan karena peraturan


l l l l l l l l l l l l l l

perundang-undangan dibentuk untuk membuat tatanan sosial yang tertib


l l l l l l l l l

sesuai dengan cita-cita idealnya. Walaupun, selain peraturan perundang-


l l l l l l l l l l l l

undangan, elemen budaya hukum masyarakat sangat berpengaruh bagi


l l l l l l l l l l l l

efektivitas implementasi suatu peraturan perundang-undangan. l l l l l l l l

Bagir Manan menyatakan bahwa fungsi peraturan perundang-


l l l l l l l l l l l

undangan ada dua kelompok utama, yaitu fungsi internal dan fungsi
l l l l l l l l l l

eksternal. Selanjutnya disebutkan bahwa salah satu fungsi peraturan


l l l l l l l l l l l

perundang-undangan internal adalah fungsi kepastian hukum. Hukum


l l l l l l l l l

merupakan asas penting dalam tindakan hukum dan penegakan hukum.


l l l l l l l l l l l

Telah menjadi pengetahuan umum bahwa peraturan perundang-undangan


l l l l l l l l l l l

dapat memberikan kepastian hukum yang lebih tinggi dari pada hukum
l l l l l l l l l

kebiasaan dan hukum adat atau yurispridensi. Namun perlu diketahui,


l l l l l l l l l l

kepastian hukum peraturan perundang-undangan tidak semata-mata


l l l l l l l l l l l l

42
43

diletakkan pada bentuk yang tertulis. Untuk benar-benar menjamin


l l l l l l l l

kepastian hukum harus memenuhi syarat-syarat antara lain:


l l l l l l l l l l l

1. jelas dalam perumusannya (unambiguous)


l l l l l l

2. konsisten dalam perumusannya baik secara intern maupun l l l l l l l l

ekstern. Konsisten mengandung makna bahwa peraturan l l l l l l l

perundang-undangan yang sama harus terpelihara hubungan l l l l l l l l l l

sistematik antara kaidah-kaidahnya, kebakuan susunan, dan l l l l l l l l l l l l l

bahasa. Konsisten secara ekstern adalah adanya hubungan


l l l l l l l l l l l l

“Harmonisasi” antara sebagai peraturan perundang-undangan.


l l l l l l l l l l l l

3. penyusunan bahasa yang dapat mudah dimengerti yaitu l l l l l l l l l

menggunakan bahasa yang dipergunakan masyarakat. Tetapi l l l l l l l l l l l l l

bukan berarti bahasa hukum tidak penting, Bahasa hukum baik


l l l l l l l l l l

dalam arti struktur, peristilahan, atau cara penulisan tertentu


l l l l l l l l l l

harus dipergunakan secara ajeg karena merupakan bagian dari


l l l l l l l l l l l l l

upaya menjamin kepastian hukum.


l l l l l

Jika syarat-syarat sebagaimana tersebut diatas tidak terpenuhi,


l l l l l l l l l l l l

maka mengakibatkan peraturan perundang-undangan yang telah dibentuk


l l l l l l l l l l l l

tersebut menjadi l rancu l dan l multitafsir l sehingga l mengakibatkan l l l

ketidakpastian hukum dan pada akhirnya tidak dapat diberlakukan secara


l l l l l l l l l l l l l l l

efektif dan tidak ditaati oleh masyarakat selalu objek peraturan perundang-
l l l l l l l l l l l l

undangan. Sebagaimana telah diuraikan dalam bab pendahuluan, bahwa


l l l l l l l l l l l l l l l l

Perda Nomor 02 Tahun 2011 belum dapat dilaksanakan secara efektif yang
l l l l l l l l l l l

dibuktikan masih banyaknya pengelolaan sampah baik yang dilakukan


l l l l l l l l l l l l l
44

oleh masyarakat baik orang perorangan maupun Badan yang tidak sesuai
l l l l l l l l l l l l l l

dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan daerah tersebut.


l l l l l l l l l l

Perda Nomor 02 Tahun 2011 sebagai salah satu peraturan


l l l l l l l l l

perundang-undangan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 7 ayat (1)


l l l l l l l l l l l l l l l

UU Nomor 12 Tahun 2011, juga memiliki fungsi-fungsi yang dimaksud l l l l

oleh Bagir Manan, termasuk fungsi kepastian hukum. Oleh karena itu,
l l l l l l l l

dalam pembentukan suatu Perda Nomor 02 Tahun 2011 harus memenuhi


l l l l l l l

syarat-syarat fungsi kepastian hukum yaitu jelas dalam perumusannya,


l l l l l l l l l l l l

konsisten dalam perumusannya baik secara intern maupun ekstern dan l l l l l l l l l

bahasa yang dapat dimengerti.


l l l l l l

Cara sistematika, Perda Nomor 02 Tahun 2011 telah memenuhi


l l l l l l l

unsur kerangka peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam


l l l l l l l l l l l l l l

UU Nomor 12 Tahun 2011. Substansi yang diatur dalam Perda No 02 l l l l l l l

Tahun 2011 secara umum dikelompokkan dalam 15 bab dan 44 pasal


l l l l l l l l l l

sebagai berikut: l l

1. Bab tentang Ketentuan Umum (Pasal 1)


l l l l l

2. Bab tentang Pengurangan Sampah (Pasal 2)


l l l l l l l l

3. Bab tentang Penanganan Sampah (Pasal 3-27). Bab ini berisi


l l l l l l l l l l

mengenai: l

a. Penanganan Sampah l l l l l

b. Penanganan Sampah oleh LPM l l l l l

c. Penanganan Sampah oleh dinas, meliputi: l l l l l l

a.) Kawasan komersial dan Kawasan Industri l l l l l l l l


45

b.) Kawasan Khusus l l l

c.) Fasilitas Umum dan Fasilitas Sosial


l l l l l l

d.) Fasilitas Lainnya l l l l

d. Penanganan Sampah Kegiatan Lain


l l l l l l l l

e. Pengangkutan l l

4. Bab tentang Pembiayaan (Pasal 28-29)


l l l l l l l

5. Bab tentang Pengaduan dan Laporan Masyarakat (Pasal 30-31)


l l l l l l l l l l l l l

6. Bab tentang Kompensasi (Pasal 32)


l l l l l

7. Bab tentang Perizinan (Pasal 33)


l l l l l

8. Bab tentang Larangan (Pasal 34)


l l l l l l l

9. Bab tentang Pembinaan, Pengawasan dan Pengendalian (Pasal


l l l l l l l l l l l l

35)

10. Bab tentang Hari Kebersihan (Pasal 36 )


l l l l l l

11. Bab tentang Penyidikan berisi pasal satu (Pasal 37)


l l l l l l l l

12. Bab tentang Sanksi Administratif (Pasal 38)


l l l l l l l

13. Bab tentang Ketentuan Pidana berisi tiga pasal (Pasal 39-42)
l l l l l l l l l l

14. Bab tentang Ketentuan Peralihan (Pasal 43)


l l l l l l l

15. Bab tentang Ketentuan Penutup (Pasal 44)


l l l l l

B. Analisis Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011 tentang

Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu

Berdasarkan tinjauan terhadap Perda Nomor 02 Tahun 2011


l l l l l l l l l

terdapat bagian yang tidak sesuai dengan perkembangan yang ada sesuai
l l l l l l l l l l l l l l

dengan ketentuan baru Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan


l l l l l l l l l l
46

Presiden, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup, dan Peraturan


l l l l l l l l

Menteri Dalam Negeri yang mengatur pengelolaan sampah dan terdapat


l l l l l l l l l l l

beberapa permasalahan terkait dengan norma-norma yang diatur dalam


l l l l l l l l l l l l l l

ketentuan pasal-pasal Perda Nomor 02 Tahun 2011 yang dapat


l l l l l l l l l l

mengakibatkan norma tersebut tidak dapat dilaksanakan dan tidak


l l l l l l l l l l l l l

memiliki kepastian hukum, diuraikan pada matrik berikut ini.


l l l l l l l

SUBSTANSI ANALISIS
PENGATURAN
BAB I
l Pada Bab 1 ketentuan umum perlu diubah karena
l l l l l l l

KETENTUAN mengacu pada lampiran UU Nomor 12 Tahun 2011 l l l l l l

UMUM pada pasal ini terdapat kata atau istilah yang tidak
l l l l l l l l l l l l l

PASAL 1 l l perlu dimuat dalam ketentuan umum karena kata l l l l l l l l

tersebut tidak dipergunakan berulang dalam pasal l l l l l l l l

atau beberapa pasal, terdapat kata atau istilah


l l l l l l l l l l l l l

definisinya diperluas dengan memberikan contoh l l l l

dalam rumusannya, terdapat istilah yang tidak


l l l l l l l l l

didefinisikan tetapi dirumuskan ruang lingkup yang l l l l l

termasuk dalam istilah tersebut, urutan penempatan l l l l l l l

kata tidak sesuai dengan ketentuan pengurutan


l l l l l l l

istilah. l

BAB II
l Bab ini hanya mengatur 1 pasal, yaitu mengatur
l l l l l l l l

PENGURANGAN bahwa pengurangan sampah dilakukan dengan cara


l l l l l l l l l l l

SAMPAH pengurangan plastik sebagai alat pembungkus objek l l l l l l l

PASAL 2 l l dalam transaksi jual beli oleh pelaku usaha.


l l l l l l l l

Sedangkan pengurangan sampah tidak hanya terkait l l l l l l l l l l

dengan plastik saja. Rumusan norma pada pasal ini l l l l l l l l l l

tidak sesuai dengan pembaharuan UU Nomor 18 l l l l l l

Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun


l l l l l

2012, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor l l l l l

33 Tahun 2010 yang mana pengurangan sampah l l l l l l l l

terdiri dari 3 kegiatan meliputi pembatasan timbulan l l l l l l l

sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan


l l l l l l l l l l l l

kembali sampah. l l l

BAB III
l Kegiatan penanganan sampah yang diatur di UU l l l l l l l l l

PENANGANAN Nomor 18 Tahun 2008, PP Nomor 81 Tahun 2012, l l

SAMPAH dam Permendagri Nomor 33 Tahun 2010 yang


l l l l

PASAL 3 SAMPAI 27
l l l l meliputi 5 kegiatan yaitu pemilahan sampah, l l l l l l l

pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, l l l l l l l

pengolahan sampah dan pemrosesan akhir sampah. l l l l l l l l l


47

Sedangkan dalam Bab III ini meliputi pengaturan l l l l l l l

mengenai kelembagaan yang berwenang melakukan l l l l l l l l

pengelolaan sampah berserta kewenangannya, l l l l l l l l

pembebanan kewajiban bagi subjek hukum tertentu l l l l l

meliputi, rumah tangga, kawasan komersial, kawasan l l l l l l l l l l

industri, kawasan khusus, pemilahan sampah, l l l l l l l

penanganan sampah oleh LPM dan Dinas, l l l l l l l

penanganan sampah kegiatan lain dan pengangkutan. l l l l l l l l l l l

Yang mana pengaturan ketentuan-ketentuan tidak l l l l l l l l

tersusun secara sistematis tidak sesuai dengan l l l l l l

kegiatan penanganan sampah. l l l l l l l

BAB IV l Pasal 28 dan Pasal 29 bertentangan dengan Pasal 24


l l l l l l l l l l

PEMBIAYAAN ayat (3) UU Nomor 18 Ta hun 2008 yang mana


l l l l l l

PASAL 28 SAMPAI 29 ketentuan mengenai iuran kepada LPM maupun


l l l l l l l l l l

pungutan retribusi tidak dimasukan dalan pengaturan l l l l l l l l

mengenai pembiayaan mengenai sampah namun l l l l l l l l

diatur dalam bab khusus tentang pungutan atau l l l l l l l l

retribusi.
BAB IV l Rumusan pada ketentuan ini tidak memuat l l l l l l

PENGADUAN DAN mekanisme dan tatacara penyampaian pengaduan dan l l l l l l l l l l l l

LAPORAN laporan masyarakat. dan juga terdapat ketidaktepatan


l l l l l l l l l l l l l

MASYARAKAT kelembagaan tempat penyampaian pengaduan dan l l l l l l l l l l

PASAL 30 SAMPAI 31 pelaporan yang berkaitan dengan kebijakan yang


l l l l l l l l l l l l l

disampaikan kepada DPRD. l l l l l

Pada Pasal 31 disharmonis dengan ketentuan Pasal 7


l l l l l l l l l

ayat (1) dan Pasal 8 UU Nomor 12 Tahun 2011 yang


l l l l l l l

tidak mengenal Peraturan Kepala Dinas sebagai salah l l l l l l l l l l l

satu jenis peraturan perundang-undangan.


l l l l l l

BAB V l Ketentuan Pasal 32 ayat (2) disharmonis dengan l l l l l l l

KOMPENSASI ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU Nomor 18 Tahun l l l l l l

PASAL 32 2008 yang mana terdapat kewenangan yang berbeda


l l l l l l l l l l l

antara kedua ketentuan. Perda Nomor 02 Tahun 2011


l l l l l l l

memberikan kewenangan melalui instrumen l l l l

Keputusan Walikota sedangkan dalam UU Nomor 18 l l l l l l l

Tahun 2008 memberikan kewenangan melalui l l l l l

instrument Peraturan Daerah. l l l l

BAB VI l Pendelegasian dalam ketentuan Pasal 33 ayat (3) l l l l l l l l l

PERIZINAN tidak tepat mengingat pengaturan lebih lanjut tentang l l l l l l l

PASAL 33 tata cara memperoleh izin merupakan peraturan


l l l l l l l l l l

teknis dan seharusnya cukup diatur dengan Peraturan l l l l l l l

Walikota hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 17 l l l l l l l l l

ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2008.


l l l

BAB VII l Ketentuan Pasal 34 Perda Nomor 02 Tahun 2011 l l l l l

LARANGAN disharmonis dengan ketentuan Pasal 29 UU Nomor l l l l l

PASAL 34 18 Tahun 2008


l l l
48

BAB XIl Materi muatan sanksi adminstratif yang diatur dalam l l l l l l l l l l

SANKSI bab tersendiri tidak tepat penempatannya, seharusnya l l l l l l l l

ADMINSTRATIF diletakan pada baba tau pasal yang memuat norma l l l l l l l l l l l l

PASAL 38 l adminstratif.
l l l

Dalam rumusan ketentuan Pasal 38 ayat (1) tidak l l l l l l l l l

tepat secara teknik penyusunan peraturan perundang- l l l l l l l

undangan. Dalam merumuskan sanksi, harus l l l l l l l

disebutkan secara tegas norma acuan yang dapat l l l l l l l l l l

dikenakan sanksi. Dalam hal ini, pengenaan sanski l l l l l l l l l

adminstartif dikenakan terhadap pelanggaran l l l l l l l l l

kewajiban menaati persyaratan dalam perizinan. l l l l l l l l l l

Namun dalam ketentuan Pasal 33 tidak mengatur l l l l l l l l

persyaratan dalam perizinan, dan dengan demikian l l l l l l l l l

ketentusn sanksi adminstratif merupakan rumusan l l l l l l

yang tidak memberikan kepastian hukum karena l l l l l l l

tidak cukup memberikan acuan pasal yang dapat l l l l l l l l l

dikenakan sanksi. l l l

Dan dalam perumusan ketentuan Pasal 38 ayat (3) l l l l l l l l l

tidak jelas maksudnya, apakah menghendaki l l l l l l l l

pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan l l l l l

pengenaan sanksi adminstartif. l l l l l

BAB XII
l Berdasarkan ketentuan dalam lampiran UU Nomor 2 l l l l l l l l

KETENTUAN Tahun 2011 Perumusan ketentuan pidana yang diatur l l l l l l l

PIDANA belum sesuai dengan tata cara perumusan sanksi l l l l l l l l

PASAL 39 SAMPAI 42 pidana.


l l l l l l

Berdasarkan matrik diatas diuraikan lebih jelas hasil analisis sesuai


l l l l l l l l l l l l l

dengan pengaturan tentang pengelolaan sampah, sebagai berikut:


l l l l l l l l l l

a. Ketentuan umum Pasal 1 l l l

Dalam lampiran UU Nomor 12 Tahun 2011, teknik perumusan


l l l l l l

ketentuan umum dilaksanakan dengan memperhatikan hal-hal


l l l l l l l l l l

sebagai berikut: dinyatakan bahwa


l l l l l l l

a. Ketentuan umum berisi: l

a.) Batasan pengertian atau definisi l l l l l l

b.)Singkatan l l yang l dituangkan l l dalam l l batasan l l l

pengertian; dan/atau l l l l
49

c.) Hal-hal lain yang bersifat umum yang berlaku bagi


l l l l l l l l

pasal atau pasal berikutnya antara lain ketentuan


l l l l l l l l l l l l

yang mencerminkan asas, maksud, dan tujuan tanpa


l l l l l l l l l

dirumuskan dalam pasal atau bab. l l l l l l l l

b. Kata yang dimuat dalam ketentuan umum hanya kata atau


l l l l l l l l l l l l l

istilah yang digunakan berulang-ulang didalam pasal atau


l l l l l l l l l l l l

beberapa pasal selanjutnya. l l l l l l

c. Apabila rumusan definisi dari suatu Peratran Perundang-


l l l l l l l l l

undangan l l dirumuskan l kembali l dalam l l Peraturan l l

Perundang-undangan l l l yang l akan l l dibentuk, rumusan l

definisi tersebut harus sama dengan rumusan definisi l l l l l

dalam Perturan Perundang-undangan yang telah berlaku


l l l l l l l l l

tersebut.

d. Jika istilah itu diperlukan hanya digunakan satu kali,


l l l l l l l l l

namun kata atau istilah iu diperlukan pengertiannya untuk


l l l l l l l l l

satu bab, bagian atau paragraf tertentu, kata atau istilah


l l l l l l l l l l l l l l

yang diberi definisi.


l

e. Urutan penempatan kata atau istilah dalam ketentuan


l l l l l l l l l l l

umum mengikuti ketentuan sebagai berikut: l l l

a.) Pengertian yang mengatur tentang lingkup umum l l l l

ditempatkan lebih dahulu dari berlingkup khusus; l l l l


50

b.)Pengertian yang terdapat lebih dahulu didalam l l l l l l l

materi pokok yang diatur ditempatkan dalam urutan


l l l l l l l l

yang lebih dahulu; dan


l l l

c.) Pengertian l yang l mempunyai l kaitan l l dengan l

pengertian di atasnya diletakan berdekatan secara l l l l l l l l l l

berurutan. l

Mengacu pada ketentuan diatas, maka dalam ketentuan umum


l l l l l l l l l l l

Perda Nomor 02 Tahun 2011, menurut penulis belum sesua i


l l l

dengan penyusunan peraturan perundang-undangan, sebagai


l l l l l l l l l

berikut:

1. Terdapat kata atau istilah yang tidak perlu dimuat dalam


l l l l l l l l l l l l

ketentuan umum karena kata tersebut tidak dipergunakan


l l l l l l l l

berulang dalam pasal atau beberapa pasal, seperti misalnya


l l l l l l l l l l l l l

sampah spesifik.
l l

2. Terdapat kata atau istilah definisinya diperluas dengan


l l l l l l l l l l

memberikan contoh dalam rumusannya, yaitu istilah l l l l l l l

sampah organik dan sampah anorganik yang telah


l l l l l l l l l l

didefinisikan kemudian disertai dengan contoh. l l l l

3. Terdapat istilah yang tidak didefinisikan tetapi dirumuskan


l l l l l l l l

ruang lingkup yang termasuk dalam istilah tersebut, yaitu


l l l l l l l

istilah kawasan permukiman, kawasan komersial koma


l l l l l l l l l l

fasilitas sosial dan fasilitas umum. Rumusan seperti ini


l l l l l l l
51

sebaiknya dimasukkan dalam ketentuan Pasal yang


l l l l l l l l l l

mengatur ketentuan tersebut. l l

4. Urutan Penempatan kata tidak sesuai dengan ketentuan l l l l l l l l l

pengurutan l istilah, l yaitu l istilahnya l l penanganan, l l l

pengangkutan, dan pengolahan yang ditempatkan di l l l l l l l l

urutan terakhir, padahal dalam batang tubuh, istilah


l l l l l l l l l l

tersebut digunakan dalam pasal awal. l l l l l l l l

b. Rumusan Pasal 2 tentang pengurangan sampah l l l l l l l l

Rumusan Pengaturan tentang pengurangan sampah yang diatur


l l l l l l l l l l

dalam ketentuan Pasal Perda Nomor 02 Tahun 2011, hanya


l l l l l l l l l

mengatur bahwa pengurangan sampah dilakukan dengan cara


l l l l l l l l l l l l

pengurangan plastik sebagai alat pembungkus objek dalam


l l l l l l l l l

transaksi jual beli oleh pelaku usaha. Rumusan norma Pasal 2


l l l l l l l l l l

ini menurut penulis dikatakan sudah kadaluarsa dan tidak l l l l l l l l l l

tepat. Pengurangan sampah tidak hanya terkait dengan sampah


l l l l l l l l l l l l

plastik saja, namun juga akan meliputi jenis-jenis sampah


l l l l l l l l l

rumah dan sampah sejenis sampah rumah tangga lainnya yang


l l l l l l l l l l l l

sangat beragam macam bentuknya. Sedangkan pembaharuan


l l l l l l l l l l l l

berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah


l l l l l l l

Nomor 81 Tahun 2012 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri l l l l l l

Nomor 33 Tahun 2010, materi muatan tentang pengurangan l l l l l l l

sampah terdiri 3 (tiga) kegiatan harus meliputi pembatasan


l l l l l l l l l
52

timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan l l l l l l l l l l l l l

kembali sampah. l l l

c. BAB III Penanganan Sampah Pasal 3 sampai dengan Pasal 27


l l l l l l l l l l l l l

Berdasarkan UU Nomor 18 Tahun 2008, PP Nomor 81 Tahun


l l l l l

2012 dan Permendagri Nomor 33 Tahun 2010, materi muatan l l l l l l

tentang penanganan sampah terdiri dari 5 (lima) kegiatan


l l l l l l l l l l

meliputi pemilahan l l sampah, l l pengumpulan l sampah, l l

pengangkutan sampah, pengolahan sampah, dan pemrosesan


l l l l l l l l l l

akhir sampah. Pengaturan mengenai penanganan sampah


l l l l l l l l l l l

dalam peraturan daerah, seharusnya memuat 5 (lima) kegiatan


l l l l l l l l l l l l

dimaksud. l

Berdasarkan hasil analisis mengenai pengaturan penanganan


l l l l l l l l l l l l

sampah dalam Perda Nomor 02 Tahun 2011, meliputi


l l l l l l

pengaturan l l mengenai l kelembagaan l l l yang l berwenang l

melakukan pengelolaan sampah beserta kewenangannya,


l l l l l l l l l l

pembebanan kewajiban bagi subjek hukum tertentu meliputi l l l l l

rumah tangga, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan


l l l l l l l l l l l l l

khusus, pemilahan sampah, penanganan sampah oleh LPM dan l l l l l l l l l l

Dinas, penanganan sampah kegiatan lain, dan pengangkutan.


l l l l l l l l l l l l

Pengaturan ketentuan-ketentuan mengenai penanganan sampah


l l l l l l l l l l

tersebut, menurut penulis tidak tersusun secara sistematis l l l l

sesuai dengan kegiatan penanganan sampah yang diatur di UU


l l l l l l l l l l l
53

Nomor 18 Tahun 2008, PP Nomor 81 Tahun 2012, dan l l l

Permendagri Nomor 33 Tahun 2010. l l

d. Ketentuan mengenai pembiayaan Pasal 28 dan 29 l l l l l l l l

Bertentangan dengan ketentuan pasal 24 ayat (3) UU Nomor l l l l l l l l

18 Tahun 2008 Ketentuan pasal 28 mengatur sumber


l l l l l

pembiayaan penanganan sampah oleh LPM yaitu bersumber


l l l l l l l l l

dari iuran masyarakat yang besarnya disepakati bersama antara


l l l l l l l l l l l l l l l l

masyarakat oleh LPM. Dalam ketentuan Pasal 29 diatur


l l l l l l l l l l

mengenai restribusi dan sumber biaya penanganan sampah l l l l l l l l l

oleh Dinas. Pasal 24 ayat (3) “Ketentuan lebih lanjut mengenai l l l l l l l l

pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)


l l l l l l l l l l l l l l l

diatur dengan peraturan pemerintah dan/atau peraturan


l l l l l l l l l l

daerah.” Mengacu pada ketentuan Pasal 24 ayat (1) dan ayat


l l l l l l l l l l l l l

(2) disebutkan bahwa Pemerintah dan pemerintah daerah wajib l l l l l l l l l

membiayai l l penyelenggaraan l l l pengelolaan l l sampah l l yang l

bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta l l l l l l l l l l l l l

anggaran pendapatan dan belanja daerah.


l l l l l l l l l l l

Adapun ketentuan mengenai iuran kepada LPM maupun


l l l l l l l l

pungutan restribusi tidak dimasukan dalam pengaturan l l l l l l l l

mengenai pembiayaan mengenai sampah namun diatur dalam l l l l l l l l l l l

bab khusus tentang pungutan atau retribusi.


l l l l l

e. Ketentuan Pasal 30 mengenai Pengaduan dan Laporan l l l l l l l l l

Masyarakat l l l l
54

Berdasarkan hasil analisis pada Pasal 30, kelemahan rumusan


l l l l l l l l l l l l l

tidak l memuat l mekanisme l dan l tatacara l l l l penyampaian l l l

pengaduan dan laporan masyarakat. Selain itu, terdapat


l l l l l l l l l l l l

ketidaktepatan kelembagaan tempat penyampaian pengaduan


l l l l l l l l l l l l

dan pelaporan yaitu pengaduan dan pelaporan yang berkaitan


l l l l l l l l l l l l

dengan kebijakan disampaikan jepada DPRD. Ketidaktepatan


l l l l l l l l l l l

pengaturan ini disebabkan bahwa DPRD sebagai lembaga


l l l l l l l l l l

legislatif tidak memiliki fungsi penerimaan pengaduan danl l l l l l l

laporan, meskipun secara fungsi. Penanganan pengaduan


l l l l l l l l l

laporan dapat saja diarahkan pada pelaksanaan fungsi


l l l l l l l l l l l l l l l

pengawasan. l l l

f. Pasal 31 SOP Penanganan Sampah oleh perkadis.


l l l l l l l l

Ketentuan pasal 31 Perda Nomor 02 Tahun 2011 yang l l l l l l

berbunyi “ Pengaduan dan laporan sebagaimana dimaksud l l l l l l l l l l

dalam Pasal 30 ayat (2) akan ditindaklanjuti dengan standar


l l l l l l l l l l l l l

operasional penanganan sampah yang ditetapkan dengan


l l l l l l l l l l l

Peraturan Kepala Dinas” disharmonis dengan ketentuan Pasal


l l l l l l l l l l

7 ayat (1) dan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011


l l l l l l l l

yang tidak mengenal Peraturan Kepala Dinas sebagai salah


l l l l l l l l l l l l

satu jenis perundang-undangan.


l l l l

g. Pasal 32 tentang Kompensasi


l l l l

Ayat (2) Perda Nomor 02 Tahun 2011 yang berbunyi “bentuk


l l l l l

dan besarnya kompensasi sebagaimana dimaksud ayat (1)


l l l l l l l l l l l
55

ditetapkan oleh Keputusan Walikota dengan memperhatikan


l l l l l l l l

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah” disharmonis


l l l l l l l l l l l l

dengan ketentuan Pasal 25 ayat (4) UU Nomor 18 Tahun 2008


l l l l l l l

tentang Pengelolaan Sampah yang berbunyi “Ketentuan lebih


l l l l l l l

lanjut mengenai pemberian kompensasi oleh pemerintah


l l l l l

daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan


l l l l l l l l l l l

kewenangan yang berbeda antara kedua ketentuan diatas, yaitu


l l l l l l l l l l l l

pada Perda Nomor 02 Tahun 2011 memberikan kewenangan


l l l l l l l

melalui instrumen Keputusan Walikota sedangkan Dalam UU


l l l l l l l l

Nomor 18 Tahun 2008 memberikan kewenangan melalui l l l l l

instrumen Peraturan Daerah. l l l l

h. Ketentuan mengenai perizinan Pasal 33 l l l l l

Ketentuan mengenai perizinan diatur dalam Pasal 33 Perda l l l l l l l l l

Nomor 02 Tahun 2011, yang mengatur mengenai kewajiban l l l l l l

memiliki izin bagi pihak ketiga yang melakukan kegiatan l l l l l l l l

usaha pengelolaan sampah berupa penanganan sampah dan


l l l l l l l l l l l l l

pengurangan sampah. Selanjutnya dalam Pasal 33 ayat (3)


l l l l l l l l l l l l

dinyatakan bahwa ketentuan lebih lenjut mengenai tata cara


l l l l l l l l l l l

memperoleh izin diatur dalam Peraturan Daerah. l l l l l l l Menurut

penulis bahwa ketentuan Pasal 33 ayat (3) Perda Nomor 02 l l l l l l l l

Tahun 2011 mendelegasikan pengaturan masalah perizinan


l l l l l l l l l

usaha pengelolaan sampah tersebut diatur dengan peraturan


l l l l l l l l l l

daerah tersendiri. Pendelegasian tersebut menurut penulis tidak


l l l l l
56

tepat mengingat pengaturan lebih lanjut tentang cara


l l l l l l l l

memperoleh izin merupakan peraturan teknis dan seharusnya l l l l l l l

cukup diatur dengan peraturan walikota. Hal ini sejalan dengan l l l l l l l l l l

Pasal 17 ayat (3) UU Nomor 18 Tahun 2008 menyatakan


l l l l l l l l

bahwa “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara memperolah


l l l l l l l l l l

izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan l l l l l l l l l l l

peraturan daerah sesuai dengan kewenangannya.


l l l l l l l l l

i. Ketentuan mengenai larangan Pasal 34 l l l l l l l

Ketentuan mengenai larangan dalam Perda Nomor 02 Tahun l l l l l l l l l

2011 diatur dalam Pasal 34 yang memuat larangan bagi setiap l l l l l l l l l l l l

orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang


l l l l l l l l l l l

telah disediakan dan larangan bagi setiap orang dilarang


l l l l l l l l l l l l

membakar sampah yang tidak sesuai dengan persyaratan teknis l l l l l l l l l l l

pengelolaan. l l

Menurut penulis, ketentuan Pasal 34 Perda Nomor 02 Tahun l l l l l

2011 disharmonis dengan ketentuan Pasal 29 UU Nomor 18 l l l l l

Tahun 2008 yang mengatur tiga perbuatan yang dilarang yaitu


l l l l l l l l l l

larangan bagi setiap orang dilarang membuang sampah tidak


l l l l l l l l l l l l

pada tempat yang telah disediakan, larangan melakukan


l l l l l l l l l l l l

penanganan sampah dengan pembuangan terbuka ditempat


l l l l l l l l l l

pemrosesan akhir, dan larangan bagi setiap orang membakar l l l l l l l l l l l

sampah
l l yang l tidak l sesuai l dengan l persyaratan l l l teknis

pengelolaan. l l
57

j. Ketentuan mengenai sanksi administartif Pasal 38


l l l l l l l

Ketentuan sanksi adminstatif dalam Perda Nomor 02 Tahun


l l l l l l l l

2011 diatur dalam Pasal 38. Ketentuan mengenai sanksi l l l l l l l l

adminstratif ini, tidak sesuai dengan ketentuan teknik


l l l l l l

penyusunan peraturan perundang-undangan yaitu: l l l l l l l

a. Substansi yang berupa sanksi adminstratif atau sanksi l l l l l l l l l

keperdataan atas pelanggaran norma tersebut dirumuskan l l l l l l l l l l

menjadi satu bagian (pasal) dengan norma l l l l l l l l yang l

memberikan sanksi adminstratif l l l l

b. Jika norma yang memberikan sanksi adminstartif atau


l l l l l l l l l

keperdataan terdapat lebih dari satu pasal, sanksi l l l l l l l l l l

adminstratif dirumuskan dalam pasal terakhir dari bagian


l l l l l l l l l l l

(pasal) tersebut. Dengan demikian tidak dirumuskan


l l l l l l

ketentuan sanksi yang sekaligus memuat sanksi pidana, l l l l l l l l

sanksi perdata, dan sanksi adminstratif dalam satu bab.


l l l l l l l l l l l

Materi muatan sanksi administratif yang diatur dalam bab


l l l l l l l l l l l

tersendiri dalam Perda Nomor 02 Tahun 2011 tidak tepat l l l l l l

penempatannya, seharusnya diletakkan dalam bab atau pasal


l l l l l l l l l l l l l l

yang memuat norma administratif. Mengacu pada rumusan


l l l l l l l l l

sanksi administratif, maka peletakannya digabung dengan


l l l l l l l l l l

ketentuan tentang perizinan. Namun dalam ketentuan perizinan


l l l l l l l l

tersebut hendaknya diatur terlebih dahulu norma administratif l l l l l l l

yang apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi.


l l l l l l l l l l l
58

Dalam ketentuan Pasal 38 ayat (1) diatur bahwa Walikota


l l l l l l l l l l l l

dapat menerapkan sanksi administratif kepada pihak ketiga


l l l l l l l l l l l

yang melanggar ketentuan persyaratan dalam perizinan.


l l l l l l l l l l

Rumusan ketentuan ini tidak tepat cara teknik penyusunan l l l l l l l

peraturan perundang-undangan. Dalam merumuskan sanksi,


l l l l l l l l l

harus disebutkan secara tegas norma acuan yang dapat


l l l l l l l l l l l

dikenakan l l sanksi. l Dalam l l hal l ini, pengenaan l l sanksi l

administratif dikenakan terhadap pelanggaran kewajiban


l l l l l l l l l l l

mentaati persyaratan dalam perizinan, artinya pengenaan


l l l l l l l l l l l l

sanksi administratif mengacu pada pelanggaran terhadap


l l l l l l l l l l l

ketentuan norma administrasi yang diatur dalam Pasal 33. l l l l l l l l l l

Namun dalam ketentuan Pasal 33 tidak mengatur persyaratan


l l l l l l l l l l l

dalam perizinan, dan dengan demikian ketentuan sanksi


l l l l l l l l

administratif merupakan rumusan yang tidak memberikan


l l l l l l l l

kepastian hukum karena tidak cukup memberikan acuan pada


l l l l l l l l l l

pasal yang dapat dikenakan sanksi.


l l l l l l l l

Selain itu terdapat kesalahan perumusan dalam ketentuan Pasal


l l l l l l l l l l l l

38 ayat (3) yang berbunyi “rumusan penerapan sanksi akan di


l l l l l l l l l

konsep lebih lanjut.” Rumusan ini tidak jelas maksudnya, l l l l l l

apakah menghendaki pengaturan lebih lanjut mengenai


l l l l l l l l

ketentuan pengenaan sanksi administratif. Ketidakjelasan ini l l l l l l l l l

menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap penegakan l l l l l l l l

sanksi administratif.
l l l
59

k. Ketentuan Pidana l l l

ketentuan pidana dalam Perda Nomor 02 tahun 2011, diatur


l l l l l l l l

dalam ketentuan Pasal 39, Pasal 40, Pasal 41, Pasal 42.
l l l l l l l l l l l

Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam lampiran II UU


l l l l l l l l l l

Nomor 12 Tahun 2011, perumusan ketentuan pidana dalam l l l l l l l

peraturan l l perundang-undangan l l l dilakukan l l dengan l

memperhatikan hal-hal sebagai berikut: l l l l l l

1. Ketentuan pidana memuat rumusan yang menyatakan l l l l l l l l l

penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan


l l l l l l l l l l l l

yang berisi norma larangan atau norma perintah.


l l l l l l l l l

2. Dalam merumuskan ketentuan pidana perlu diperhatikan


l l l l l l l l

asas-asas umum ketentuan pidana yang terdapat dalam


l l l l l l l l l l l l

Buku Kesatu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, l l l l l l

karena ketentuan dalam Buku Kesatu berlaku juga bagi


l l l l l l l l l

perbuatan yang dapat dipidana l l l l l l l menurut peraturan l l

perundang-undangan lain, kecuali jika oleh Undang- l l l l l l l

Undang ditentukan lain (Pasal 103 Kitab Undang-Undang


l l l l l l l l

Hukum Pidana) l l

3. Dalam menentukan lamanya pidana atau banyaknya denda


l l l l l l l l l l l l l l

perlu dipertimbangkan l l mengenai l dampak l l yang l

ditimbulkan oleh tindak pidana dalam masyarakat serta l l l l l l l l l l l

unsur kesalahan pelaku. l l l l


60

4. Rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara l l l l l l l l

tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar


l l l l l l l l l l l l

dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat


l l l l l l l l l l l l

norma tersebut. Dengan demikian, perlu dihindari:


l l l l

a. pengajuan kepada ketentuan pidana peraturan l l l l l l l l l

perundang-undangan lain. l l l l

b. pengakuan kepada kitab undang-undang hukum l l l l l l l

pidana, jika elemen atau unsur unsur dari norma


l l l l l l l

yang diacu tidak sama; atau


l l l l l l l

c. penyusunan rumusan sendiri yang berbeda atau tidak l l l l l l l

terdapat di dalam norma-norma yang diatur dalam l l l l l l l l l l

pasal atau beberapa pasal sebelumnya kecuali untuk


l l l l l l l l l l

undang-undang mengenai tindak pidana khusus l l l l l l

5. Ketentuan pidana berlaku bagi siapapun, subyek dari l l l l l l l l

ketentuan pidana dirumuskan dengan frasa setiap orang.


l l l l l l l l l

6. Jika ketentuan pidana hanya berlaku bagi subyek tertentu,


l l l l l l l l

subyek itu dirumuskan secara tegas misalnya, orang asing, l l l l l l l l

pegawai negeri, dan saksi.


l l l l

Adapun perumusan ketentuan pidana yang diatur dalam Perda


l l l l l l l l l l l

Nomor 02 tahun 2011, belum sesuai dengan tata cara l l l l l l l

perumusan sanksi pidana sebagaimana disebut di atas.


l l l l l l l l l l

Ketidaksesuaian dalam perumusan ketentuan pidana dimaksud


l l l l l l l l l l

adalah sebagai berikut:


l l l l l
61

1. ketidaksesuaian subjek pelaku tindak pidana dengan


l l l l l l l l

subjek yang diatur dalam norma larangan atau perintah. l l l l l l l l l l l

Jika mengacu pada pasal yang menjadi dasar dalam


l l l l l l l l l l l l

pengenaan l l pidana, l l terdapat l l beberapa l l istilah l yang l

digunakan untuk menyebutkan subjek dalam Perda Nomor


l l l l l l

02 Tahun 2011 yaitu: l l

a. “setiap rumah tangga” (Pasal 7 dan Pasal 8). l l l l l l l l l

b. “pengelola kawasan kawasan” (Pasal 14, Pasal 17 l l l l l l l l l l l

dan Pasal 18). l l l

c. “badan” (Pasal 15 dan Pasal 16). l l l l l l l

d. “pengelola fasilitas” (Pasal 22, Pasal 24 dan Pasal l l l l l l l l l l

25).

e. “setiap orang” (Pasal 20, Pasal 26 dan Pasal 34). l l l l l l l l l

Istilah yang digunakan untuk penyebutan subjek dari


l l l l l l

norma larangan dan norma perintah sebagaimana diatas,


l l l l l l l l l l l l l

dalam menyebutkan dan membedakan rumusan ketentuan


l l l l l l l l

pidana bagi masing-masing subjek norma tersebut.


l l l l l l

2. Terdapat rumusan yang sama untuk tindakan hukum yang


l l l l l l l l l

mempunyai maksud yang sama namun dirumuskan dalam l l l l l l l l l

pasal yang berbeda serta menggunakan operator norma


l l l l l l l l l

yang berbeda yaitu kata “wajib” dan kata “dilarang”.


l l l l l l l l l l l

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 20 yang berbunyi l l l l l l l

“setiap orang berada di fasilitas umum dan fasilitas sosial


l l l l l l l l l l
62

wajib membuang sampah pada tempat yang telah


l l l l l l l l l

disediakan”, dan Pasal 34 ayat (1) yang berbunyi “setiap l l l l l l l l l

orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang


l l l l l l l l l l l

telah disediakan”. l l l

kedua rumusan ini mempunyai kalimat yang berbeda l l l l l l l

namun bermakna sama. Rumusan ketentuan Pasal 20


l l l l l l l l l

bermakna berlaku di tempat tertentu sedangkan rumusan l l l l l l l

ketentuan Pasal 34 ayat (1) berlaku umum dimanapun. l l l l l l l l

Jika mengacu pada makna masing-masing rumusan,


l l l l l l l l l

penulis berpendapat bahwa kedua ketentuan tersebut l l l l l l

sesungguhnya cukup diatur dalam 1 Pasal yaitu Pasal l l l l l l l l l

Larangan karena secara otomatis walaupun tidak diatur


l l l l l l l l l l l l

secara khusus, maka dengan mengacu pada Pasal 34 ayat


l l l l l l l l l l l l

(1) setiap orang tidak diperbolehkan untuk membuang l l l l l

sampah tidak pada tempatnya dimanapun dia berada.


l l l l l l l l l l l l

3. Dalam merumuskan lama pidana ataupun besaran pidana


l l l l l l l l l l l l l

tidak diklasifikasikan berdasarkan subjek, tindakan hukum


l l l l l l l l l

yang dilanggar, dampak yang ditimbulkan oleh tindak


l l l l l l l l

pidana dalam masyarakat serta unsur kesalahan pelaku.


l l l l l l l l l l l l l

Dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 39 dan


l l l l l l l l l l l l

Pasal 40, ancaman hukuman pidana ditetapkan sama yaitu


l l l l l l l l l l l l l

pidana kurungan paling lama 3 bulan atau pidana denda


l l l l l l l l l l l l

paling banyak Rp5.000.000,- (lima juta rupiah). Kondisi


l l l l l l
63

ini tidak mencerminkan keadilan bagi masing-masing


l l l l l l l

subjek hukum dengan berat ringannya dampak yang l l l l l l l

ditimbulkan akibat tindak pidana yang dilakukannya.


l l l l l l l l l l

Rumusan ketentuan Pasal 42 ayat (1) tidak tepat dan tidak


l l l l l l l l l l

sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011


l l l l l

karena ketentuan pidana yang ditetapkan mengacu kepada


l l l l l l l l l l l

ketentuan pidana peraturan perundang-undangan lain


l l l l l l l l l

tanpa dijelaskan pasal yang dilanggar.


l l l l l l l l l
BAB IV

PENGATURAN PENGELOLAAN SAMPAH DI KOTA BENGKULU KE

DEPAN (IUS CONSTITUENDUM) YANG LEBIH BAIK DAN EFEKTIF

A. Struktur Pengaturan Pengelolan Sampah Di Kota Bengkulu

Setiap peraturan perundang-undangan harus mempunyai kejelasan


l l l l l l l l l l

tujuan yang hendak dicapai dapat dilaksanakan, serta berdaya guna dan
l l l l l l l l l l l l l l l l

berhasil guna. Efektifnya suatu perundang-undangan dapat dinilai dengan


l l l l l l l l l l l

melihat keberlakuan dan kemanfaatan dari suatu perundang-undangan di


l l l l l l l l l l l l l

masyarakat, apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan.


l l l l l l l l l l l l l l

Telah diuraikan bahwa Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun 2011


l l l l l l l l l l

belum dilaksanakan secara efektif dikarenakan masih banyaknya l l l l l l l l l l l l l

permasalahan yang terjadi dan pengelolaan sampah yang dilakukan


l l l l l l l l l l l l l l

masyarakat tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan


l l l l l l l l l l l l l l

Daerah Nomor 02 Tahun 2011. Dalam Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun


l l l l l l l l l l

2011 masih terlalu umum dan belum mencerminkan politik hukum dan
l l l l l

arah kebijakan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu sendiri terutama


l l l l l l l l l l l

dari aspek sosiologis dan yuridis.


l l l

Berdasarkan analisis terhadap Peraturan Daerah Nomor 02 Tahun


l l l l l l l l l l l l

2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu pengaturan yang l l l l l l l l l

terdapat dalam materi muatan Perda ini sudah tidak layak disebabkan
l l l l l l l l l l l l l l

perkembangan Undang-Undang di bidang sampah sudah terjadi perubahan


l l l l l l l l l l l

dan terdapat beberapa permasalahan terkait dengan norma-norma yang


l l l l l l l l l l l l l l

64
65

diatur dalam ketentuan pasal-pasal Perda Nomor 02 Tahun 2011 yang


l l l l l l l l l l l

sudah diuraikan pada bab III.


l l l l l l

Maka dirancang materi muatan berdasarkan ketentuan baru agar


l l l l l l l l l l l l l l

lebih baik dan efektif, sebagai berikut:


l l l l

1) Ketentuan Umum l

a. Istilah l yang l dimuat l dalam l l ketentuan l umum tidak l

dipergunakan berulang dalam pasal. l l l l l l l

b. Kata atau istilah definisinya diperluas dengan memberikan


l l l l l l l l l

contoh dalam rumusannya. l l l l

c. Istilah yang tidak didefinisikan harus dirumuskan ruang


l l l l l l l

lingkup yang termasuk dalam istilah tersebut, yaitu kawasan l l l l l l l l l

permukiman, kawasan komersial, fasilitas sosial dan l l l l l l l l l

fasilitas umum. Rumusan seperti ini dimasukan dalam


l l l l l l l

ketentuan pasal yang mengatur ketentuan tersebut. l l l l l l

d. Urutan penempatan sesuai dengan batang tubuh, dengan l l l l l l l l

ketentuan pengurutan istilah yaitu, istilah penanganan, l l l l l l l l

pengangkutan, dan pengolahan. l l l l l

2) Bab II Pengurangan Sampahl l l l l

Pengaturan mengenai pengurangan sampah seharusnya


l l l l l l l l l

mengatur lebih lanjut mengenai kegiatan pembatasan


l l l l l l l l

timbulan l sampah, l l pendauran l l ulang l sampah, l l dan l

pemanfaatan kembali sampah dengan lebih mendetail dan


l l l l l l l l l l
66

bersifat teknis operasional sehingga dapat langsung l l l l l l l

diterapkan oleh pemerintah daerah dan masyarakat.


l l l l l l l l l l

3) Bab III Penanganan Sampah


l l l l l l

a. Pengaturan memuat 5 kegiatan ( pemilahan sampah,


l l l l l l l l l

pengumpulan sampah, pengangkutan sampah, pengolahan l l l l l l l l l

sampah, dan pemrosesan akhir sampah)


l l l l l l l

b. Pengaturan ketentuan dengan kegiatan penanganan sampah


l l l l l l l l l l l

tersusun secara sistematis l l l

4) 1. Bab IV Pembiayaan
l l l l

Mencantumkan ketentuan mengenai iuran LPM maupun


l l l l l l

pungutan retribusi. l

2. Bab IV Kompensasi l l

a. Memuat mekanisme dan tatacara penyampaian pengaduan l l l l l l l l l l l l

dan laporan masyarakat.


l l l l l l l

b. Pengaduan dan laporan disampaikan kepada pihak eksekutif


l l l l l l l l l l l

sebagai pihak yang akan mengeksekusi.


l l l l l l

5) Bab V Kompensasi
l l

Kewenangan l l pemberian l kompensasi l melalui l instrument

Peraturan Daerah
l l l l

6) Bab VI Perizinan
l l

Memperoleh perizinan diatur oleh Peraturan Walikota l l l l l l


67

7) Bab VII Larangan


l l l l

a. Larangan bagi setiap orang dilarang membuang sampah


l l l l l l l l l l l

tidak pada tempat yang telah disediakan.


l l l l l l l l

b. Larangan l l l melakukan l l penanganan l l l sampah l l dengan l

pembuangan terbuka ditempat pemrosesan akhir. l l l l l l

c. Larangan bagi setiap orang membakar sampah yang tidak


l l l l l l l l l l l l

sesuai dengan persyaratan teknis pengolahan.


l l l l l l l

8) Bab XII Ketentuan Pidana


l l l l

a. Penjatuhan pidana l l l l atas pelanggaran terhadap ketentuan


l l l l l l l l

berisi norma larangan atau norma perintah. l l l l l l l l

b. Perumusan ketentuan pidana berdasarkan asas umum l l l l l l l l l

ketentuan pidana dalam Buku Kesatu Kitab Undang- l l l l l l l l

Undang Hukum Pidana. l l l

c. Penentuan lamanya tindak pidana atau banyaknya denda l l l l l l l l l l l l l

dipertimbangkan sesuai dampak yang ditimbulkan oleh l l l l l l l

pelaku pidana l l l

d. Pidana berlaku bagi siapapun. l l l l l l

Berdasarkan hasil uraian diatas, sesuai dengan ketentuan baru


l l l l l l l l l l l l

Perundang-Undangan, Peraturan Presiden, Peraturan Penerintah, Peraturan


l l l l l l l l l l

Menteri. Dirumuskan rancangan materi yang bersifat substantif, sebagai l l l l l l l l l l

berikut:
68

1. Konsideran (Filosofis, Sosiologis dan Yuridis) l l

2. Ketentuan Umum l

3. Asas Tujuan dan Ruang Lingkup


l l l l l

4. Tugas dan Wewenang Kebijakan dan Strategi Pengelolaan


l l l l l l l l l

Sampah
l l

5. Hak dan Kewajiban


l l l l

6. Penyelenggara an Pengelolaan Sampah l l l l l l l

7. Kelembagaan dan Kerjasama l l l l l l l

8. Perizinan Pengelolaan Sampah l l l l l

9. Retribusi

10. Pembiayaan dan Kompensasi l l l l l

11. Intensif dan Insentif l

12. Pengembangan, Penerapan Teknologi dan Sistem Informasi l l l l l l

13. Pembinaan dan Pengawasan l l l l l l

14. Partisipasi dan Peran Serta Masyarakat


l l l l l l l l l

15. Larangan dan Sanksi Administratif


l l l l l l l

16. Pendidikan l

17. Ketentuan Pidana l l l

18. Ketentuan Peralihan l l l

19. Ketentuan Penutup l


69

B. Substansi Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu Ke Depan (Ius

Constituendum) Yang Lebih Baik Dan Efektif

1. Pertimbangan pengaturan secara filosofis dan sosiologis

Konsideran menimbang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran


l l l l l l l l

yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan


l l l l l l l l l l l

Perundang-Undangan. Pokok pikiran pada konsiderans Undang-


l l l l l l l l

Undang l Peraturan l l Daerah, l l Provinsi, atau l l Peraturan l l Daerah l l

Kabupaten/Kota memuat unsur filosofis, sosiologis dan yuridis yang


l l l l l l

menjadi pertimbangan dan alasan pembentukannya yang penulisannya


l l l l l l l l l l l l

ditempatkan secara berurutan dari filosofis, sosiologis dan yuridis serta


l l l l l l l l

telah menggunakan bahasa yang baik dan mudah dipahami. Dengan


l l l l l l l l l l l l l

demikian, Peraturan Perundang-Undangan tersebut dapat berlaku secara


l l l l l l l l l l l

efektif.

Menurut Iskandar49, l l Sebenarnya l l narasi l l pada l l konsideran l

menimbang pada Perda Nomor 02 Tahun 2011 masih relevan dengan


l l l l l l l l

kondisi saat ini. Namun demikian, konsiderans ini dapat saja diubah,
l l l l l l l l l l

agar lebih mudah dipahami dan lebih terukur terutama dari aspek
l l l l l l l l l l

sosiologinya. Emelia Kontesa50 menyatakan bahwa materi muatan l l l l l l l l l l l

49
Iskandar, Bahan Diskusi Analisis Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu, Disampaikan pada Kegiatan Rapat
Kelompok Kerja Analisis Dan Evaluasi Hukum Terhadap Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun
2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu, yang diselenggarakan oleh kanwil
kementerian hukum dan HAM bengkulu, pada tanggal 26 agustus 2021
50
Emelia Kontesa, Catatan Hukum Sebagai Bahan Diskusi Analisis Dan Evaluasi Perda
Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, makalah
disampaikan pada FGD Analisis Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011
tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM
Bengkulu, 202 1, Hlm.4
70

dalam konsideran menimbang sebaiknya dicantumkan tentang


l l l l l l l l l

pentingnya pengelolaan sampah bagi masyarakat karena negara l l l l l l l l l l l l l l

menjamin untuk memberikan hak kepada setiap orang untuk


l l l l l l l

mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.


l l l l l l l l

Adapun Randy Praditya51 menyatakan bahwa rumusan pada


l l l l l l l l l l l l l

konsiderans harus memuat aspek filosofis, sosiologis, dan yuridis.l l l l l

Aspek filosofis dan sosiologis dapat terjadi sesuai dengan perubahan


l l l l l l l l l

sosial, RPJMD dan RPJMN atau arah kebijakan. Penyesuaian


l l l l l l l l l l

rumusan aspek filosofis, dapat dilihat pada proyeksi peraturan daerah


l l l l l l l l l l l

kedepannya, mau dibawa ke arah mana. l l l l l l l l l

Namun demikian, karena konsideran menimbang dalam Perda


l l l l l l l l l

Nomor 02 Tahun 2011 tersebut mengambil hampir secara keseluruhan l l l l l l

konsiderans menimbang UU Nomor 18 Tahun 2008, maka menurut l l l l l

penulis konsiderans menimbang yang dicantumkan dalam Perda l l l l l l l l

Nomor 02 Tahun 2011 masih terlalu umum dan belum mencerminkan l l l l l

politik hukum dan arah kebijakan pengelolaan sampah di Kota l l l l l l l l l l

Bengkulu sendiri terutama dari aspek sosiologis dan aspek yuridis. l l l l l l

Dari sisi sosiologis pertimbangan pembentukan Perda Nomor 02


l l l l l

Tahun 2011 seharusnya memuat kondisi sosiologis yang menjadi


l l l l l l

persoalan sosial kemasyarakatan terkait dengan pengelolaan sampah


l l l l l l l l l l l l l l

di Kota Bengkulu. Berdasarkan analisis penulis terhadap konsideran


l l l l l l l l l

51
Randy Pradityo, Analisis dan Evaluasi Peraturan Daerah Pengelolaan Sampah di Kota
Bengkulu, makalah disampaikan pada FGD Analisis Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor
02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Bengkulu, 2021, Hlm.1
71

Perda Nomor 02 tahun 2011 belum memuat aspek pertimbangan


l l l l l l

yuridis sama sekali. Agar Perda Nomor 02 Tahun 2011 ini lebih baik l l l l l l l l

dan efektif sebaiknya menyebutkan bahwa peraturan daerah tersebut


l l l l l l l l l l

adalah untuk melaksanakan beberapa ketentuan dari UU Nomor 18


l l l l l l l l l l l

tahun 2008 karena Perda Nomor 02 Tahun 2011 merupakan


l l l l l l l

penjabaran lebih lanjut UU Nomor 18 Tahun 2008 sehingga akan


l l l l l l l l

terlihat jelas bahwa secara hierarki, kewenangan dan jenis Peraturan


l l l l l l l l l l l l

Perundang-Undangan dibentuk telah sesuai dengan ketentuan


l l l l l l l

mengenai materi muatan yang didelegasikan oleh UU Nomor 18 tahun


l l l l l l l l

2008.

2. Pertimbangan Pengaturan Secara Yuridis

Berdasarkan analisis terhadap dasar hukum mengingat, beberapa


l l l l l l l l l l l l

dasar hukum yang digunakan sudah tidak sesuai dengan perkembangan


l l l l l l l l l l l

hukum yang ada karena sudah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku
l l l l l l l l l l l l l

lagi. Beberapa Peraturan Perundang-Undang yang dimaksud meliputi:


l l l l l l l l l

a. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah l l l l l

Daerah telah dicabut dan diganti dengan Undang-Undang


l l l l l l l l l

Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah l l l l l l

b. Peraturan Daerah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis l l l l l l l l

Mengenai Dampak Lingkungan Hidup telah dicabut dan saat l l l l l l l l l

ini diatur ketentuan mengenai analisis mengenai dampak l l l l l l l l

lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor l l l l l l l


72

22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan


l l l l l l l

Pengelolaan Lingkungan Hidup. l l l

c. Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang


l l l l l

Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999


l l l l l l l l

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


l l l l l l l l l l l

telah dicabut dan saat ini diatur ketentuan mengenai analisis


l l l l l l l l l l

dampak lingkungan hidup diatur dalam Peraturan Pemerintah


l l l l l l l l l

Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan l l l l l l

dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.


l l l l

d. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang


l l l l l

Pembagian l l Urusan l Pemerintahan l l Antara l l l Pemerintah, l

Pemerintah l Daerah l l Provinsi, dan l Pemerintah l Daerah l l

Kabupaten/Kota.
l l l

e. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Satuan


l l l l l l l

Polisi Pamong Praja telah dicabut dan diganti dengan l l l l l l l l

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan


l l l l l l l

Polisi Pamong Praja. l l l

f. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2009


l l l l

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


l l l l l l l l l l l

yang telah dicabut dan diganti dengan Peraturan Menteri


l l l l l l l l

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 6 Tahun 2021 l l l l l

tentang Tata Cara Dan Persyaratan Pengelolaan Limbah Bahan


l l l l l l l l l l l l l l

Berbahaya dan Beracun.l l l l l


73

g. Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 09 Tahun 2008


l l l l l l

tentang Pembentukan Susunan Organisasi Dinas Daerah Kota


l l l l l l l l l

Bengkulu yang telah dicabut dan diganti dengan Peraturan l l l l l l l l

Daerah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan Dan


l l l l l l

Susunan Perangkat Daerah Kota Bengkulu. l l l l l l

h. Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 10 Tahun 2008


l l l l l l

tentang Pembentukan Susunan Organisasi Lembaga Teknis


l l l l l l l

Daerah Kota Bengkulu yang telah dicabut dan diganti dengan


l l l l l l l l l

Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pembentukan


l l l l l l l

dan Susunan Perangkat Daerah Kota Bengkulu.


l l l l l l l

Berdasarkan analisis terhadap materi muatan masing-masing


l l l l l l l l l l l l

Peraturan Perundang-Undangan yang telah disebutkan di atas, bahwa


l l l l l l l l l l l l

Peraturan Perundang-Undangan tersebut tidak terkait secara langsung


l l l l l l l l l l

dengan pengelolaan sampah maupun materi muatan yang diatur dalam


l l l l l l l l l l l l l

Perda Nomor 02 Tahun 2011, sehingga secara hierarki tidak tepat apabila
l l l l l l l l l l l

Peraturan Perundangan-Undangan tersebut dimasukkan sebagai dasar


l l l l l l l l l l l l

hukum mengingat. Dengan demikian agar Pengaturan Pengelolaan l l l l l l l l l

Sampah di Kota Bengkulu lebih baik dan efektif dapat dilakukannya


l l l l l l l l l l

penggantian dasar hukum mengingat dapat dilakukan bersama dengan


l l l l l l l l l l l l

perubahan atau pencabutan Perda Nomor 02 Tahun 2011.


l l l l l l l l

Pengaturan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu kedepan


l l l l l l l l

seharusnya:
l l
74

a. Harus dapat dilaksanakan, efektivitas pemberlakuannya di


l l l l l l l l l l l

dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, maupun


l l l l l l l l l l

yuridis.

b. Berdayaguna dan berhasilguna karena memang benar-benar


l l l l l l l l l l l

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur pengelolaan l l l l l l l l l l

sampah.
l l

c. Memiliki kejelasan rumusan dan bahasa hukum yang jelas dan l l l l l l l l l l

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai


l l l l l l

macam interpretasi dalam pelaksanaannya.


l l l l l l l l l l

d. Keterbukaan dalam pembentukan Peraturan Daerah mulai dari l l l l l l l l l l l

perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau l l l l l l l l l l l

penetapan dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka,


l l l l l l l l l l l

sehingga masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya l l l l l l l l l l l

untuk memberikan masukan. l l l

Pengaturan pengelolaan sampah yang akan dibentuk harus


l l l l l l l l l l

mencerminkan prinsip atau nilai-nilai dasar dari sila-sila Pancasila:


l l l l l l l l l l l l l

a. Pengayoman bahwa materi Perda harus berfungsi memberikan


l l l l l l l l

perlindungan untuk menciptakan ketentraman masyarakat. l l l l l l l l l

b. Kemanusiaan, bahwa materi Perda harus mencerminkan


l l l l l l l l l

perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat l l l l l l l l l l l l

dan martabat setiap warga negara dan penduduk secara


l l l l l l l l l l l l

proporsional l
75

c. Kebangsaan, l l l bahwa l l materi l Peraturan l l Daerah l l harus l

mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang l l l l l l l l l

majemuk dengan tetap menjaga prinsip Negara Kesatuan


l l l l l l l l l

Republik Indonesia l

d. Kekeluargaan, bahwa materi Perda harus mencerminkan l l l l l l l l l

musyawarah l l l untuk mencapai l l mufakat l l dalam l l setiap l

pengambilan keputusan. l l l

e. Kenusantaraan, adalah bahwa l l l l l l l l l materi Perda l l senantiasa l l l

memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan l l l l l l l

materi muatan Peraturan Daerah yang dibentuk merupakan


l l l l l l l l l l

bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila


l l l l l l l l l l l l

dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun


l l l l l l l l l

1945.

f. Bhinneka l Tunggal l Ika, l bahwa l l materil Perda l harus l

memperhatikan keragaman penduduk, agama, Suku dan l l l l l l l l l

golongan, kondisi khusus daerah serta budaya dalam l l l l l l l l

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. l l l l l l l l l l

g. Keadilan, bahwa materi Perda harus mencerminkan keadilan


l l l l l l l l l l

secara proporsional bagi setiap warga Negara.


l l l l l l l l l

h. Kesamaan Kedudukan Dalam Hukum dan Pemerintahan,


l l l l l l l l l

bahwa materi Perda tidak boleh memuat hal yang bersifat


l l l l l l l l l

membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain agama, l l l l l l l l l l l l l l l l

suku, ras, golongan, gender atau status sosial. l l l l l l


76

i. Ketertiban dan Kepastian Hukum, bahwa materi Perda harus


l l l l l l l l l

dapat mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui


l l l l l l l l l l l

jaminan kepastian hukum


l l l l

j. Keseimbangan, Keserasian dan Keselarasan, bahwa materi


l l l l l l l l l l l

Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan


l l l l l l l l

keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat dan


l l l l l l l l l l l l

kepentingan bangsa dan negara. l l l l l l


BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Pengaturan pengelolaan sampah di Kota Bengkulu berdasarkan


l l l l l l l l l l

Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tidak berlaku


l l l l l l l l

efektif karena terdapat bagian atau peraturan perundang-undangan yang l l l l l l l l l l l l l l

sudah kadaluarsa dan tidak sesuai dengan perkembangan hukum,


l l l l l l l l l l l

terdapat ketidakjelasan rumusan dan tidak secara detail mengatur


l l l l l l l l l l l l

persoalan pengelolaan sampah dan peraturan pelaksanaannya.


l l l l l l l l l l l l l l

2. Pengaturan Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu yang lebih baik


l l l l l l l l l

efektif kedepan (Ius Constituendum) harus mempertimbangkan l l l l

ketentuan Perundang-Undangan yang baru mencerminkan prinsip- l l l l l l l

prinsip dan nilai-nilai dasar pancasila serta kebijakan nasional dan l l l l l l l l l l l l l l

provinsi dalam pengelolaan sampah. l l l l l l

B. SARAN

Perlu dilakukan penataan kembali pengaturan pengelolaan sampah l l l l l l l l l l l l

di Kota Bengkulu dengan mengubah atau mencabut Peraturan Daerah


l l l l l l l l l l

Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah, agar


l l l l l l l l l

dapat berjalan secara efektif. Setelah dilakukannya analisis dan evaluasi


l l l l l l l l l l l l l l l

substansi sebagaimana Peraturan Daerah 02 Tahun 2011 tentang


l l l l l l l l l l l

Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu, sudah sangat layak untuk


l l l l l l l l l l

dilakukan perubahan untuk penyesuaian dengan kondisi saat ini, baik


l l l l l l l l l l

77
78

terkait dengan kondisi faktual di lapangan dasar hukum pengaturan dan


l l l l l l l l l l l l

kebijakan pengelolaan sampah secara nasional, provinsi, dan tentunya


l l l l l l l l l l l l

yang lebih utama itu bagaimana arah kebijakan pengelolaan sampah di


l l l l l l l l l l l l l l l

Kota Bengkulu yang lebih baik.


l l l
79
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Alfiandra, Kajian Partisipasi Masyarakat Yang Melakukan 3R Di Kelurahan


l l l l l l l l l l l l l l l l

Ngaliyan Dan Kalipancur Kota Semarang, Semarang, 2009.


l l l l l l l l l l

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, Prenadamedia Group, Jakarta,


l l l l l l l l l l l l

2014.

Bagir Manan dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-
l l l l l l l l l l l l

undangan, Kanisus, Yogyakarta, 2007. l l l l l l

Fahmi Amrusi dalam Ni’matull Huda, Hukum Pemerintah Daerah,


l l l l l l l l l

Nusamedia, Bandung, 2012. l l l

Inu Kencana Syafiie, Pengantar ilmu pemerintahan, Refika Aditama, l l l l l l l l l l l

Jakarta, 2010. l l l

Jimly Asshiddiqie, Perihal Undang-Undang, Konstitusi Press dan PT Syaami


l l l l l l l

Cipta Media, Jakarta, 2006. l l l l l

King Faisal Sulaiman, Teori Peraturan Perundang-undangan dan Aspek


l l l l l l l l l l l

Pengujiannya, Thafa Media, Yogyakarta, 2017. l l l l l l l l

Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan, Kanisius,


l l l l l l l l l l

Yogyakarta, 2007. l l l

M. Khozim, Sistem Hukum Perspektif Ilmu sosial, Nusa Media, Bandung, l l l l

2009.

Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara l l l l l l l l l l l

Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum l l l l l l l l

Universitas Indonesia dan Sinar Bakti, 1983. l l l l l

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakan Konstitusi, Raja


l l l l l l

Grafindo Persada, Jakarta, 2010. l l l l l l

Nirwono Joga. Gerakan Kota Hijau, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2013. l l l l l l l l l l l l l l

O. Notohamidjojo, Makna Negara Hukum, Badan Penerbit Kristen, Jakarta,


l l l l l l l l l l

1970.

Padmo Wahyono, Guru Pinandita, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi


l l l l l l l l

Universitas Indonesia, Jakarta, 1984. l l l l l

80
81

Philipus M.Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat- Sebuah Studi Tentang l l l l l l l

Prinsipprinsipnya, Penanganannya Oleh Pengadilan Dalam l l l l l l l l l

Lingkungan Peradilan Umum Dan Pembentukan Peradilan l l l l l l l

Administrasi Negara, Bina Ilmu, Surabaya, 1987.


l l l l l l l l

Putera Astomo, Ilmu Perundang-undangan, Rajawali Pers, Jakarta, 2018.


l l l l l l l l l l l

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya, Bandung, 2004.


l l l l l l l

Setya Retnami. Makalah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Kantor


l l l l l l l l l l l

Menteri Negara Otonomi Daerah Republik Indonesia, Jakarta, 2001. l l l l l l l l

S.J. Fockema Andreae dikutip dalam Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu
l l l l l l l l l l l

Perundang-undangan, Kanisius, Yogyakarta, 2007. l l l l l l l

Soemitro, Rony Hajinoto, Metode Penulisan Hukum dan Jumeri, Ghalia l l l l l

Indonesia, Jakarta, 1998. l l l l

B. Peraturan Perundang-Undang
Undang-Undang Dasar Negara Repbulik Indonesia Tahun 1945;
l l l l l l l l

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;


l l l l l l l l

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (LN. Tahun 2009


l l l l l l l

Nomor 144, TLN. Nomor 5063);


Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan
l l l l l l l l l l

Permukiman (LN. Tahun 2011 Nomor 7, TLN. Nomor 5188); l l

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (LN.


l l l l l l l l

Tahun 2014 Nomor 244, TLN. Nomor 5587), seba gaimana telah diubah
l l l l l l l

beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015


l l l l l l l l

tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014


l l l l l l l l l

tentang Pemerintahan Daerah (LN. Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan


l l l l l l l l l

TLN. Nomor 5679);


Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
l l l l l l l l

(LN. Tahun 2014 Nomor 292, TLN. Nomor 5601); l

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan


l l l l l l l

Perundang-undangan (LN. Tahun 2011 Nomor 82, TLN. Nomor 5233) l l l l

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun


l l l l l l l l l l

2019 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 l l l l l l l l

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (LN. Tahun 2019


l l l l l l l l

Nomor 183, TLN. Nomor 6398);


Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (LN. Tahun
l l l l l l l

2020 Nomor 245, TLN. Nomor 6573);


82

Pasal 1 ayat (1) dan ayat (2) UU No 12 ta hun 2011 tentang Pembentukan
l l l l l l l l l l

Peraturan Perundang-undangan l l l l l

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah


l l l l l l l l l

Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga (LN.


l l l l l l l l l l l

Tahun 2012 Nomor 188, TLN. Nomor 5347);


l

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi


l l l l l

Lingkungan Hidup (LN. Tahun 2017 Nomor 228, TLN. Nomor 6134); l l

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah


l l l l l l l l l

Spesifik (LN. Tahun 2020 Nomor 141, TLN. Nomor 6522); l

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


l l l l l l l l

Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (LN. Tahun 2021 l l l l l l

Nomor 32, TLN. Nomor 6634);


Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi
l l l l l l l l

Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis


l l l l l l l l l l l l

Sampah Rumah Tangga (LN. Tahun 2017 Nomor 223);


l l l l l l

Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan


l l l l l l l l

Instalasi Pengolah Sampah Menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi


l l l l l l l

Ramah Lingkungan (LN. Tahun 2018 Nomor 61);


l l l l

Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2018 tentang Penanganan Sampah Laut


l l l l l l l l l l

(LN. Tahun 2018 Nomor 168); l

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 13


l l l l l l

Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Reduce, Reuse, dan Recycle


l l l l l l l l

Melalui Bank Sampah; l l l l

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tenta ng


l l l l l

Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam l l l l l l l l l l l l l l l l

Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah


l l l l l l l l l l l l l

Rumah Tangga; l l l

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 33 Tahun 2010 tentang Pedoman


l l l l l l l

Pengelolaan Sampah; l l l l

Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang Pengelolaan


l l l l l l l l l

Sampah Di Kota Bengkulu.


l l l

Peraturan Walikota Surabaya Nomor 64 Tahun 2018


l l l l l l l l
83

C. Skripsi
Faisal Iqbal, Penegakan Hukum Peraturan Daerah Kota Bengkulu Nomor 02
l l l l l l l l l l

Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Skripsi,


l l l l l l l

Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Bengkulu, 2014. l l l l l l

Indra Supriadi, Implementasi Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2016


l l l l l l l l

Tentang Pengelolaan Sampah (Studi di Kabupaten Sumbawa), Skripsi,l l l l l l l l l

Universitas Muhammadiyah Mataram 2021. l l l l l l l

Mardhotillah, Proses Pembentukan Peraturan Daerah Kota Palembang,


l l l l l l l l l l

Skripsi, Universitas Muhammadiyah Palembang 2015. l l l l l l

D. Sumber Lainnya

Claudia Angelika Untu, “Tugas dan Wewenang Pemerintah Dalam


l l l l l l l l l l

Melaksanakan Pengelolaan Sampah yang Berwawasan Lingkungan


l l l l l l l l l l l l l

Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan l l l l l l

Sampah”, Lex Et Societatis Vol. VIII,No. 1,Jan-Mar,2020


l l l l l

Danis Mandasari, Budisantoso Wirjodirdjo, dan Maria Anityasari.”


l l l l l l l l l l l

Peningkatan Fasilitas Bank Sampah sebagai Upaya Pengurangan l l l l l l l l l l l l l

Timbunan Sampah Perkotaan di TPS Surabaya”. Jurnal Teknik ITS l l l l l l l l l

Vol. 9, No. 2

Departemen Pekerjaan Umum. (2007). Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik


l l l l l l l

& Lingkungan, Ekonomi, serta Sosial Budaya dalam Peny l l l l l l l

Edra Satmaidia, dkk, Tradis Reformasd, Kebijakan Pengelolaan Sampah


l l l l l l l l l l l l

Plastik Guna Mendukung Program Wisata Kawasan Pesisir Provinsi


l l l l l l l l

Bengkulu, http://bhl-
jurnal.or.id/index.php/bhl/article/view/bhl.v6n1.1/pdf, diakses tanggal
l l l l l

16 Juli 2022, Pukul 20.35 WIB.

Emelia Kontesa, Catatan Hukum Sebagai Bahan Diskusi Analisis Dan


l l l l l l l l l l l l

Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang


l l l l l l

Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, makalah disampaikan pada l l l l l l l l l l l l l

FGD Analisis Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun l l l l l l l l

2011 tentang Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Kantor Wilayah l l l l l l l l l

Kementrian Hukum dan HAM Bengkulu, 202 1, Hlm.4 l l l

https://id.wikipedia.org/wiki/Pengelolaan_sampah_di_Jepang/ l l l l l l diakses l 1
Oktober 2022, Pukul 04.06 WIB

https://jdihn.go.id/search/daerah/detail/985811, diakses tanggal 1 Oktober l l l l l l l

2022 Pukul 02.30 WIB


84

https://mediacenter.bengkulukota.go.id/umb-juga-siap-kolaborasi-dengan- l l l l l l l

pemkot-bengkulu-untuk-mengatasi-masalah-sampah/ diakses tanggal l l l l l l l l l l

15 Januari 2022, Pukul 21.05 WIB l l

Iskandar, Bahan Diskusi Analisis Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor
l l l l l l l l l l l

02 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu, l l l l l l l

Disampaikan pada Kegiatan Rapat Kelompok Kerja Analisis Dan


l l l l l l l l l l l l l

Evaluasi Hukum Terhadap Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun


l l l l l l l

2011 tentang Pengelolaan Sampah di Kota Bengkulu, yang l l l l l l l

diselenggarakan oleh kanwil kementerian hukum dan HAM bengkulu, l l l l l l l

pada tanggal 26 agustus 2021


l l l l l

Lilis Sulistyorini, pengelolaan sampah dengan cara menjadikannya kompos, l l l l l l l l l l

diakses http://journal.unair.ac.id Jurnal Kesehatan Lingkungan, tanggal


l l l l l l l l l l

7agustus 2022 l

Monalisa Bonieta Octavia, “Kerja Sama Green Sister City Surabaya dan
l l l l l l l l l l l l

Kiyakyushu”. eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2017, 5 (2) 685-


l l l l l

700

Nining Kurnia, sampah menjadi masalah lingkungan di Indonesia diakses l l l l l l l l l l

dari http://www.kompasiana.com/niningkurnia di unduh tanggal


l l l l l l l

7agustus 2022 l

Randy Pradityo, Analisis dan Evaluasi Peraturan Daerah Pengelolaan


l l l l l l l l l l l l l

Sampah di Kota Bengkulu, makalah disampaikan pada FGD Analisis


l l l l l l l l l l l l l

Dan Evaluasi Perda Kota Bengkulu Nomor 02 Tahun 2011 tentang


l l l l l l l

Pengelolaan Sampah Di Kota Bengkulu, Kantor Wilayah Kementerian l l l l l l l l l

Hukum dan HAM Bengkulu, 2021, Hlm.1 l l

Supriyanto dan Sandi A.T.T., 2002, Pengembangan Potensi Provinsi Daerah


l l l l l l l l

Istimewa Yogyakarta melalui Kejasama Sister Province, dalam Mimbar l l l l l l l l l l l

Hukum

Tiara Nabillah, Andi Oetomo, dalam Jurnal Arsitektur, Perencanaan dan


l l l l l l l l l l l l l

Pengembangan ITB, www.google.co.id, l l

WasteChange.(2019). Waste4Change Mendukung Konsep Hijau 3R


l l l l l

(Reduce, Reuse,Recycle). Halaman website: https://waste4Change.com l l l l l

diakses 18 November 2022 l

Anda mungkin juga menyukai