Oleh :
i
Regulasi Bangunan Gedung Pada Kawasan Rawan
Bencana Alam Menurut Peraturan Daerah
Kabupaten Bangli
Oleh :
ii
REGULASI BANGUNAN GEDUNG PADA KAWASAN RAWAN BENCANA
Oleh :
NPM : 2110123022
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. I Dewa Gede Atmadja, S.H., MS. Dr. I Ketut Kasta Arya Wijaya, SH., M.Hum
Mengetahui :
Ketua
NIDN : 0808036501
iii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DEPAN ................................................................................. i
SAMPUL DALAM ................................................................................. ii
PERSETUJUAN KOMISI PEMBIMBING............................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................ iv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah..................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................ 11
1.3 Tujuan Penelitian .............................................................. 11
1.3.1 Tujuan Umum .......................................................... 11
1.3.2 Tujuan Khusus ......................................................... 12
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................ 12
1.4.1 Manfaat Teoritis ....................................................... 12
1.4.2 Manfaat Praktis ........................................................ 12
1.5 Orisinalitas Penelitian ........................................................ 13
BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................... 16
2.1 Landasan Konseptual ........................................................ 16
2.1.1 Regulasi .................................................................. 16
2.1.2 Bangunan Gedung.................................................... 21
2.1.3 Kawasan Rawan Bencana Alam.................................. 23
2.1.4 Peraturan Daerah ..................................................... 25
2.2 Landasan Teori................................................................. 35
2.2.1 Teori Hierarki Norma Hukum ..................................... 35
2.2.2 Teori Pembentukan Peraturan Perundangn-Undangan . 38
2.2.3 Teori Hermeneutika Hukum ....................................... 42
2.2.3 Teori Desentralisasi .................................................. 51
2.3 Kerangka Pikir .................................................................. 58
iv
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................ 59
3.1 Jenis Penelitian................................................................. 59
3.2 Pendekatan Penelitian ....................................................... 60
3.3 Sumber Bahan Hukum ...................................................... 61
3.3.1 Bahan Hukum Primer ................................................ 62
3.3.2 Bahan Hukum Sekunder............................................ 63
3.3.3 Bahan Hukum Tersier ............................................... 63
3.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum ................................... 63
3.6 Analisis Bahan Hukum ....................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 66
v
1
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia yang dikepung oleh tiga lempeng tektonik yakni Lempeng Indo-
dapat menimbulkan dampak yang besar, maka dari itu pemerintah Indonesia
resiko bencana baik itu sebelum atau setelah terjadinya bencana. Sesuai dengan
salah satu tujuan Negara Indonesia yang terdapat di dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945)
alinea ke empat yaitu untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh
Hal ini juga dinyatakan dalam Pasal 28 H ayat (1) UUD NRI Tahun 1945
bahwa:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
Maksud dari pasal tersebut dapat diartikan bahwa setiap orang berhak
untuk memiliki kehidupan sejahtera lahir dan batin, yaitu kehidupan yang aman,
penuh rasa damai baik dari sisi fisik maupun jiwa. Bebas dari ancaman yang
1
2
Bencana Geologi (DVMBG) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Jogjakarta, Jatim, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulut,
Sulteng, Sulsel, Maluku Uatara, Maluku Selatan, Biak, Yapen dan Fak-Fak di
mitigasi bencana yaitu upaya untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkan oleh
1
https://indonesiabaik.id/infografis/wilayah-rawan-gempa-di-indonesia , diakses
pada tanggal 21 Oktober 2022 pukul 23:14 WITA.
3
bagian dari politik hukum negara ini. Hal ini menunjukkan adanya korelasi antara
bencana dan norma hukum. Ada beberapa definisi tentang bencana, di antaranya
diberikan oleh International Strategy for Disaster Reduction (ISDR) dan Asian
Definisi yang hampir sama juga diberikan oleh UU No. 24 Tahun 2007
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor
2
Nurjanah, R. Sugiaharto, dkk, 2012, Manajemen Bencana, Bandung: Penerbit
Alfabeta, hal.10
4
merusak (hazard);
Selain ketiga aspek dasar itu, bencana dipengaruhi oleh adanya pemicu
(capacity), dan risiko bencana (disaster risk).4 Berdasarkan trigger tersebut, jenis
menurut UU No. 24 Tahun 2007 ada tiga, yaitu faktor alam dan tanpa ada
bencana atas 3 (tiga) jenis, yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan bencana
3
https://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/18/manajemen-bencana/
diakses pada tanggal 23 Oktober 2022 Pukul 15.14 WITA
4
Nurjanah, R. Sugiaharto, dkk, op.cit, hal. 14-32
5
rehabilitasi.7
dilepaskan dari politik hukum yang berkaitan dengan bencana dan norma hukum
yang mengaturnya. Politik hukum ini merupakan aktivitas yang menentukan pola
hukum untuk mencapai tujuan negara.8 Selain itu, politik hukum ini oleh Mahfud
MD diartikan sebagai:9
5
Soehatman Ramli, 2010, Pedoman Praktis Manajemen Bencana (Disaster
management), Dian Rakyat, Jakarta, hal. 17.
6
Nurjanah, R. Sugiaharto, dkk, loc.cit, hal. 22.
7
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana.
8
Hendra Karianga, 2013, Politik Hukum dalam Pengelolaan Keuangan Daerah,
Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, hal. 23
9
Moh. Mahfud MD., 2010, Politik Hukum di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 1.
6
“legal policy atau garis (kebijakan) resmi tentang hukum yang akan
piihan hukum yang akan diberlakukan atau tidak diberlakukan sebagai suatu
kebijakan hukum (legal policy) untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
negara. Politik hukum untuk menentukan suatu legal policy yang akan atau telah
ketentuan hukum. Politik hukum dalam membuat legal policy ditentukan oleh
perubahan hukum, dan produk yang dihasilkan dari proses perubahan tersebut.
hukumnya dalam suatu sistem hukum. Mengenai sistem hukum ini, Lawrence M.
Friedman mengartikan sebagai satu kesatuan hukum yang tersusun dari tiga
10
Lawrence M. Friedman, 1984, American Law: An Introduction, W.W. Norton &
Company, New York & London, hal. 5.
11
Siswono S., 2012, Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor
35 Tahun 2009), Rineka Cipta, Jakarta, hal. 63.
7
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bangli, mencatat, terdapat dua belas laporan
Januari - Februari 2021. Terdapat tiga titik lokasi kebakaran, lima lokasi tanah
longsor dan pohon tumbang, dan tiga titik lokasi banjir bandang. Untuk bencana
banjir bandang terdapat di Banjar Yeh Mampeh, Desa Batur Selatan Banjar Hulun
Danu, Desa Songan A, dan 1 musibah disambar petir, Salah satu penyebab banjir
dan longsor di wilayah itu, karena tingginya intensitas hujan yang mengguyur
wilayah yang dikenal akan keindahan Danau Batur tersebut beberapa waktu lalu.
Tambahan, untuk Kecamatan Susut mulai masuk jalur wilayah Desa Susut,
12
https://arahkata.pikiran-rakyat.com/berita/pr-1281407504/bpbd-bangli-petakan-
12-titik-bencana-di-kintamani-berikut-rinciannya?page=2 diakses pada tanggal 3 Oktober
2022 Pukul. 14.14 WITA
8
sepanjang jalan. Daerah tersebut sering terjadi longsor karena kontur tanah yang
labil.13
baru permukaan bumi. Longsor yang terjadi dalam skala besar sering
pada umumnya. Dewasa ini, beberapa kejadian bencana banjir dan longsor
dalam hal pencegahan, tanggap daurat, dan rehabiltasi. Seperti halnya dalam
Gedung disebutkan pada Pasal 1 angka 8 Bangunan gedung adalah wujud fisik
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
13
Ibid.
9
kawasan rawan tanah longsor dalam peraturan Bupati. Hal ini mengindikasikan
bahwa bangunan gedung yang bediri diatas tanah yang berada pada kawasan
kawasan rawan terhadap pasang surut dalam peraturan bupati. Dalam pasal
yang berada disekitar dikawasan rawan bencana pasang surut harus diatur
Selain itu dalam pasal 85 ayat (3) menyebutkan Dalam hal ketentuan
Dan dalam pasal 86 ayat (3) diatur Dalam hal ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, Pemerintah Daerah dapat mengatur
lebih khusus dalam Peraturan Bupati. Hal yang lebih terlihat dalam pasal 93
kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud Pasal 83, Pasal 84, Pasal
85, Pasal 86, dan Pasal 87 diatur lebih lanjut dalam peraturan bupati.
Peraturan Bupati Bangli yang mengatur berkenaan dengan tata cara pendirian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengambilan kebijakan
Maka dari itu penulis tertarik meneliti lebih lanjut mengenai permasalahan
pada suatu kegiatan ilmiah dengan mengkaji dan menelaah suatu masalah,
sudah tentu sasarannya adalah untuk suatu tujuan tertentu. Dengan adanya
tujuan maka penelitian yang dilakukan akan lebih terarah dan jelas tentang
metode dan rencana kegiatan yang dilakukan. Sehubungan dengan hal tersebut
baik bagi dunia akademis maupun dalam kegiatan praktis. Manfaat penelitian
ilmiah bagi pendidikan dan ilmu pengetahuan dalam hukum formil, khususnya
terkait kondisi yang nyata di masyarakat dalam hal regulasi bangunan gedung
pada kawasan rawan bencana alam. Pemerintah daerah dan masyarakat dapat
13
menjadikan tulisan ini sebagai acuan ketika akan menetapkan kebijakan dan
Originalitas dalam penelitian ini memiliki dua arti penting, yaitu pertama
acuan dalam merumuskan dan menyusun konsep – konsep atau teori – teori
yang digunakan dalam penelitian ini. Dengan demikian penelitian ini diharapkan
perumahan dan
kawasan
permukiman?
2. Meiske, Status Hukum 1. Bagaimanakah Tesis tersebut
program studi Hak Milik Atas status tanah milik membahas
magister Tanah Yang Masyarakat yang di mengenai status
kenotariatan, Ditetapkan tetapkan sebagai hukum hak atas
Universitas Sebagai Zona zona merah tanah yang
Hasanuddin Merah pemerintah daerah ditetapkan sebagai
Kota Palu?
Pemerintah zona merah
2. Bagaimanakah
Daerah Kota Palu Pemerintah Daerah
upaya Pemerintah
daerah Kota Palu Kota Palu
Pasca Penetapan sedangkan penulis
Zona Merah? akan membahas
Regulasi Bangunan
Gedung Pada
Kawasan Rawan
Bencana Alam
Menurut Peraturan
Daerah Kabupaten
Bangli
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
dasar dari cara berpikir dalam suatu penelitian. Landasan konseptual digunakan
sebagai media dalam rangka menjelaskan secara lebih rinci tentang variable
yang ada di dalam penelitian. Landasan konseptual ini membantu penulis dalam
2.1.1 Regulasi
tindakan atau perilaku orang akan suatu hal. Dengan adanya regulasi, manusia
dituntut untuk bertindak sesuai kehendak bebasnya tapi penuh dengan tanggung
jawab. Sebelum terbentuk menjadi sebuah regulasi yang utuh, ada proses
panjang yang harus dilalui para perumus regulasi. Utamanya, proses itu adalah
perumusan masalah, analisis, dan pencarian solusi. Tahap awal yang harus
bagi masyarakat.
16
17
kajian ilmiah dan akademis. Proses analisis ini juga seringkali melibatkan para
masalah dan analisis sebelumnya akan disusun menjadi sebuah regulasi. Negara
regulasi yang mengatur kehidupan manusia. Selain itu, regulasi juga dibuat oleh
keputusan yang tertulis, dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang
berwenang, dan mengikat umum. Regulasi adalah suatu peraturan yang dibuat
Menurut M. Nur Solikhin, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum dan Kebijakan
Indonesia (PSHK), bahwa setidaknya ada 2 (dua) masalah utama yang terjadi
14
https://www.maxmanroe.com/vid/bisnis/pengertian-regulasi.html diakses pada 6
Desember 2022 pukul. 18.30 Wita.
15
Ibid
18
perundang-undangan yang ada tersebut justru tidak sinkron satu sama lain.
kewenangan, dalam upaya menjaga suatu tatanan tetap teratur dan kondusif.
Fungsi lainnya ialah menimbulkan perasaan damai juga aman, melindungi hak
dan kewajiban, membuat disiplin dan patuh mereka yang berada di lingkup
hukum kepada masyarakat, perlu diwujudkan regulasi yang sederhana dan tertib.
Sederhana yang dimaksudkan dalam hal ini menurut Bappenas adalah kuantitas
regulasi yang rasional, dan dengan perumusan yang mudah dipahami dan
semakin rendah, dan semakin rumit perumusan suatu regulasi maka tingkat
kepatuhan akan semakin rendah. Sedangkan regulasi yang tertib adalah regulasi
yang sesuai dengan kaidah regulasi yang umum belaku, misalnya regulasi yang
16
https://www.hukumonline.com/berita/a/urgensi-pembentukan-lembaga-khusus-
pengelola-reformasi-regulasi-lt5c07327ba1924 di akses pada 6 Desember 2022
pukul 19.02 Wita.
19
lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan regulasi yang lebih tinggi serta
regulasi yang dibuat harus sesuai dengan ketentuan umum yang berlaku di
rakyat dan menjamin perlindungan hak dan kewajiban segenap rakyat Indonesia
kekola yang baik serta memperbaiki tata cara pembentukan regulasi di mulai dari
17
Kedeputian Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan, Pedoman Penerapan
Reformasi Regulasi, 3–4.
20
beberapa aturan hukum dalam ruang lingkup yang lain seperti yurisprudensi,
Rakyat Daerah serta perubahannya diatur dalam pasal 162 sampai dengan
pasal 173.
18
Bagir Manan, 1992, Dasar-dasar Perundang-undangan Indonesia, Ind. Hill,
Jakarta, hal. 2-3
19
Ibid
20
pasal 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan
21
adalah sebuah sistem aturan. Aturan yang ada menegaskan pada aspek
“seharusnya” yang dalam bahasa pada umumnya disebut sebagai “das sollen”
tersebut merupakan refleksi atas tindakan warga Negara yang sesuai dengan
kumpulan norma yang tidak berbentuk khusus atau masih dalam general menjadi
paduan bagi tiap-tiap orang dalam bersikap dalam kehidupan masyarakat, baik
itu dalam relasi dengan tiap orang ataupun dalam relasi antara orang satu
atau limitasi bagi seluruh masyarakat dalam berinteraksi dengan sesama individu.
baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha,
21
Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta,
hal. 158
22
ditegaskan bahwa sosok Bangunan Gedung adalah bentuk dasar, bentuk garis
bangunan.
maksud tersebut perwujudan bangunan gedung juga tidak terlepas dari peran
gedung ini juga harus berjalan seiring dengan pengaturan jasa konstruksi sesuai
Tahun 2015 tentang Bangunan Gedung. Di dalam Perda ini diatur mengenai
tinggi mengalami bencana alam. Suatu kawasan disebut sebagai rawan bencana
jika dalam jangka waktu tertentu mempunyai kondisi dan karakter geologis,
yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Kawasan Rawan
Bencana antara lain adalah kawasan rawan letusan gunung berapi, kawasan
rawan gempa bumi, kawasan rawan tanah longsor, kawasan rawan gelombang
22
https://bpbd.purworejokab.go.id/peta-daerah-rawan-bencana-tsunami, diakses
pada tanggal 24 Oktober 2022 pukul 18:14 WITA.
24
perlu dilakukan dan dihindari, serta mengetahui cara penyelamatan diri jika
bencana terjadi. Tidak kalah penting, mitigasi bencana harus meliputi pengaturan
berbeda dengan peta rupa bumi pada yang menyajikan informasi topografis dan
batas administratif, Peta rawan bencana berupa peta yang menyajikan satu atau
yang berpotensi terkena dampak bencana.Selain itu peta rawan bencana akan
Pada dasarnya Indonesia merupakan salah satu negara yang ada di dunia
yang sering terjadi bencana alam. Hal tersebut disebabkan karena letak geografis
Indonesia berada di antara dua benua, sehingga dilalui oleh badai tropis alhasil
Indonesia rentan terhadap bencana. Salah satu bencana alam yang sering terjadi
pada Indonesia adalah tanah longsor. Adanya pembangunan yang ada selama ini
upaya dilakukan juga harus mendapat suatu pengarahan serta persetujuan dari
badan pusat pelaksanaan. Salah satu upaya tersebut ialah melakukan sebuah
mitigasi bencana alam. Tujuan dari mitigasi bencana ialah mengurangi resiko
kehidupan, terutama pada masyarakat yang tinggal pada lokasi atau daerah yang
perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan
Republik Indonesia Tahun 1945. Adapun ayat (3), Pemerintahan daerah adalah
otonom.23
Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan
membentuk Perda.
23
Ani Sri Rahayu, 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah Kajian Teori, Hukum, dan
Aplikasinya, Sinar Grafika, Jakarta, hal 2.
27
Materi muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka
yang harus dipatuhi daerah dalam melahirkan Perda, diantaranya Perda tidak
yang lebih tinggi, Perda merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan
24
Aristo Evandy A. Barlian, Konsistensi Pembentukan Peraturan Daerah
Baerdasarkan Hierarki Perundang –undangan Dalam Perspektif Politik Hukum, Jurnal
Hukum Vol. 10 Nomor 4, Oktober – Desember 2016, 608.
28
kelangkapan daerah dimana mereka menjabat, beberapa tugas dari DPRD adalah
sebagai berikut :
25
Citra Umbara, 2019, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, Citra Umbara, Bandung, hal. 26.
29
26
Ani Sri Rahayu, 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah Kajian Teori, Hukum, dan
Aplikasinya, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 104-105.
27
Undang – Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, Pasal 149
30
yaitu bupati atau walikota yang memimpin daerah tersebut. Hal ini dijelaskan
bupati/wali kota. 28
28
Pasal 150, Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah.
31
daerah.29
pelanggaran dan sanksi yang berlaku bagi masyarakat dan membantu tegaknya
Peraturan Daerah memiliki fungsi sebagai dasar, arah dan pedoman bagi
bagian dari sitem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila. Pada saat ini
landasan konstitusional yang jelas sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (6)
29
Ani Sri Rahayu, 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah Kajian Teori, Hukum, dan
Aplikasinya, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 114.
30
Ibid 113.
32
undang maka organ negara yang terlibat dalam proses pembentukan peraturan
peran para wakil rakyat yang dipilih secara langsung oleh rakyat yang
berdaulat.31
Daerah pada pasal 145 ayat (1) sampai dengan ayat (7) menyatakan:
setelah ditetapkan.
31
Jimly Asshiddiqie, 2014, Perihal Undang – Undang, PT. RajaGrafindo Persada,
Kota Depok, hal. 64
33
Mahkamah Agung;
32
Ibid 68.
34
c. Peraturan Pemerintah;
d. Peraturan Presiden;
e. Peraturan Daerah.
Bahkan didalam Pasal 7 ayat (2) ditentukan pula bahwa Peraturan Daerah
cara pembuatan.
salah satu bentuk atau jenis peraturan perundang- undangan yang dimaksukkan
karena Ketetapan MPR No. III/MPR/2000. Dalam Pasal 2 TAP MPR ini, Jenis dan
a. Undang-undang Dasar;
33
Ibid hal. 69
35
b. Ketetapan MPR/S;
c. Undang-Undang;
e. Peraturan Pemerintah;
g. Peraturan Daerah.34
Ada beberapa teori yang dipakai sebagai pisau analisa dalam rangka
norma yang mengatur perbuatan norma lain dan norma lain tersebut dapat
norma yang dibuat inferior. Pembuatan yang ditentukan oleh norma yang lebih
kesatuan.
constituted by the fact that the creation of the norm–the lower one-is determined
34
Ibid Hal. 70
35
Jimly Asshiddiqie, dan M. Ali Safa‟at, 2006, Theory Hans Kelsen Tentang Hukum,
Cet I, Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Makamah Konstitusi RI, Jakarta, hal. 110
36
and that this regressus is terminated by a highest, the basic norm which, being
the supreme reason of validity of the whole legal order, constitutes its unity”.36
Maka norma hukum yang paling rendah harus berpegangan pa da norma hukum
yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang tertinggi (seperti konstitusi) harus
Kelsen norma hukum yang paling dasar (grundnorm) bentuknya tidak kongkrit
Teori Hans Kelsen mengenai hierarki norma hukum ini diilhami oleh
Adolf Merkl dengan menggunakan teori das doppelte rech stanilitz, yaitu norma
hukum memiliki dua wajah, yang dengan pengertiannya: Norma hukum itu
keatas ia bersumber dan berdasar pada norma yang ada diatasnya; dan Norma
hukum ke bawah, ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma yang
yang relatif karena masa berlakunya suatu norma itu tergantung pada norma
hukum yang diatasnya, sehungga apabila norma hukum yang berada diatasnya
murid Hans Kelsen, yaitu Hans Nawiasky. Teori Nawiaky disebut dengan theorie
36
Hans Kelsen, 2009, General Theory of Law and State, Translated byAnders
Wedberg, Harvard University Printing Office Cambridge, Massachusetts, USA, hal. 124
37
Maria Farida, 1998, Ilmu Perundang-Undangan, Kanisius, Yogyakarta, hal. 25.
37
Satzung).
norma dasar (basic norm) dalam suatu negara sebaiknya tidak disebut sebagai
38
Atamimi, A, Hamid S, 1990, Peranan Keputusan Presiden Republik Indonesia
dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara; Suatu Studi Analisis Mengenai Keputusan
Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita I–Pelita IV, Disertasi Ilmu
Hukum Fakultas Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta, hal. 287.
39
Ibid.
40
Ibid.
41
Ibid.
38
Ketatanegaraan.
dapat diperkirakannya akibat suatu aturan hukum, dan adanya kepastian dalam
adalah produk yang dibentuk bersama antara DPR dan Presiden, dalam rangka
terjemahan dari wettelijke regeling. Kata ivettelijk berarti sesuai dengan wet atau
negara atau pemerintah yang berisi petunjuk atau pola tingkah laku yang bersifat
dan mengikat secara umum.43 Bersifat dan berlaku secara umum maksudnya
yang tangguh dan berkualitas, dapat digunakan tiga landasan dalam menyusun
undang yang dibentuk memiliki kaidah yang sah secara hukum, dan mampu
berlaku efektif karena dapat stau akan diterima masyarakat secara wajar, serta
42
Yuliandri, 2009, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang
Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 25
43
Bagir Manan, 1994, Dasar-Dasar Konstitusional Peraturan Perundang-Undangan
Nasional, Fakultas Hukum Univertias Andalas, Padang, hal. 24
44
Ibid hal. 14
40
rechtswegenietig). Dianggap tidak pernah ada dan segala akibatnya batal secara
merupakan produk besama antara Presiden dan DPR adalah batal demi hukum.
Begitu pula Keputusan Menteri, Peraturan Daerah dan sebagainya harus pula
tinggi atau sederajat. Ketidak sesuaian bentuk ini dapat menjadi alasan untuk
undang-undang, maka hanya dalam bentuk undang-undang hal itu diatur. Kalau
diatur dalam bentuk lain misalnya Keputusan Presiden. Maka Keputusan Presiden
lebih bawah.
kenyataan yang ada dalam masyarakat industri tersebut. Kenyataan itu dapat
yaitu apa yang mereka harapkan dari hukum (baca: peraturan perundang-
sebagainya. Rechridee tersebut tumbuh dari sistem nilai mereka mengenai baik
gaib dan lain sebagainya Semuanya ini bersifat filosofis, artinya menyangkut
mencerminkan sistem nilai tersebut baik sebagai sarana yan melindungi nilai-nilai
nilai ini ada yang dibiarkan dalam masyarakat, schingga setiap pembentukan
kalanya sistem nilai tersebut telah terangkum secara sistematik dalam satu
mengkaji dan menggali maupu meneliti makna-makna teks baik dari perspektif
hermeneutika adalah agar para pengkaji hukum dapat menggali dan meneliti
dalam teks hukum maka digunakan metode interpretasi yang dalam keilmuan
merupakan padanan kata dari bahasa inggris yaitu “hermeneutics” dan dari
ke dalam bahasa sendiri, maka perlu dipahami terlebih dahulu teks tersebut,
45
Ibid, hlm. 15-16
46
F. Budi Hardiman, 2015, Seni Memahami Hermeneutika dari Schleiermacher
sampai Derrida, Kanisius, Yogyakarta, hal.12.
43
sebuah teks.
tulisan kata-kata saja melainkan teks adalah prilaku, tindakan, norma, mimik,
dan sebagainya atau dapat dikatakan bahwa apapun yang dapat dimaknai oleh
manusia maka itu juga dapat disebut teks sehingga memerlukan hermeneutika
dalam hukum. Memahami arti kata problem tersebut maka dalam penggunaan
Daerah (Perda). Hal ini menandakan bahwa dalam konteks pembentukan Perda
47
Jazim Hamidi, 2011, Hermeneutika Hukum: Sejarah, Filsafat dan Metoda Tafsir,
Universitas Brawijaya Press (UB Press), Malang, hal.99.
44
yang mengandung makna sebagai proses yaitu proses mengungkap makna dari
hermeneutika dengan teks dan konteks. Hal ini dimaksud adalah bahwa dalam
menjelaskan pesan (message) dari Sang Dewa kepada manusia. Menurut versi
mitos yang lain, Hermes adalah seorang utusan yang memiliki tugas
Aksentualisasinya adalah upaya mencari jawaban dari “apa”. “kapan”, dan yang
tiga metode pencarian makna berdasar hubungan triadic antara teks, penggagas,
hermeneutika kritis.
50
M. Natsir Asnawi, 2020, Hermeneutika Putusan Hakim: Pendekatan
Multidisipliner dalam Memahami Putusan Peradilan Perdata, UII Press, Yogyakarta, hal. 3.
46
pada lingkup penafsiran terhadap kitab suci. Lebih dari itu ia melihat
hermeneutik dapat bermanfaat besar bagi semua kalangan. Dan pada faktanya
sebagai proses yaitu proses mengungkap makna dari “bahasa”, “teks”, dan
bahasa teks.52
landasan epistimologi bagi ilmu humaniora dan tidak hanya sekedar sebagai ilmu
51
Edi Susanto, 2016, Studi Hermeneutika: Suatu Pengantar, Kencana, Jakarta,
hal. 6-7.
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. 2017. Urgensi Penggunaan Hermeneutika Hukum
52
Dalam Memahami Problem Pembentukan Peraturan Daerah. Jurnal Kertha Patrika. Vol.
39 No. 3. Hal. 162-163.
53
Edi Susanto. Op., cit. Hal. 8.
47
sehingga makna tersebut dapat berubah makna menurut waktu dan hubungan-
Ricoeur juga menegaskan bahwa dalam menyingkap makna dalam teks, unsur
54
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. Op., cit. Hal. 163.
55
Edi Susanto. Op., cit. Hal. 9.
56
Ibid
48
Artinya dalam menyingkap makna dalam teks harus didahului dengan adanya
merupakan bagian dari Critical Legal Studies (CLS) Movement (Gerakan Studi
Hukum Kritis) yang berusaha mewujudkan prinsip etis berupa keadilan serta
hermeneutika dalam memahami teks, kata, atau isi hukum itu sendiri.
Menurutnya hermeneutika bukan sekedar hal yang selalu ada dalam hukum dan
politik, melainkan menjadi bagian penting dalam hukum dan politik itu sendiri.
aturan yang tepat, aman, dan sehat bagi interpretasi dan konstruksi.59
penemuan hukum. Yang mana hal tersebut diperlihatkan dengan ciri khasnya
yakni bingkai pemahaman melalui proses timbal balik antara kaidah-kaidah dan
dihasilkan dari proses timbal balik antara kaidah-kaidah dan fakta-fakta. Dalil
57
Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. Op., cit. Hal. 164.
58
Jazim Hamidi. Loc., cit.
59
Urbanus Ura Weruin, Dwi Andayani B., St.Atalim, 2016, Hermeneutika Hukum:
Prinsip dan Kaidah Interpretasi Hukum, Jurnal Konstitusi, Vol. 13 No. 1. Hal. 103.
49
untuk bringing the unclear into clarty (memperjelas sesuatu yang tidak jelas
supaya lebih jelas). Adapun menurut Gregory Leyh, tujuan hermeneutika hukum
tatkala seorang hakim menganggap dirinya berhak untuk menambah orisinal dari
teks hukum. Serta Charter, berpendapat bahwa, pengalaman hakim pada saat
teks-teks hukum (mislead). Selain berkutat pada dimensi menafsir suatu teks,
bagi hakim dalam menyusun atau mengontruksi teks atau kaidah hukum tertentu
60
Dalam B. Arief Sidharta, 1999, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung, hal. 209.
61
Abintoro Prakoso, 2016, Penemuan Hukum: Sistem, Metode, Aliran, dan
Prosedur Dalam Menemukan Hukum, LaksBang Group, Yogyakarta, hal. 135.
50
dan menerapkannya pada kasus atau perkara in konkreto.62 Selain dari pada itu,
Menurut Jazim Hamidi, esensi dari hermeneutika hukum itu terletak pada
teks hukum yang tidak semata-mata melihat teksnya semata, tapi juga konteks
di masa kini dan mendatang. Salah satu kelebihan dari metode ini yakni terletak
pada cara dan lingkup interpretasinya yang “tajam”, “mendalam”, dan “holistik”
teks-nya semata, tetapi juga harus dilihat dari faktor-faktor yang melatar
dampak putusan itu dipikirkan bagi proses penegakan hukum dan keadilan
62
M. Natsir Asnawi. Op., cit. Hal. 3.
63
Soetandyo Wignjosoebroto, 2002, Hukum: Paradigma, Metode, dan Dinamika
Masalahnya, Elsam dan Huma, Jakarta, hal. 104-105.
64
Jazim Hamidi. Op., cit. Hal. 117-119.
51
Namun penyerahan wewenang ini tidak diberikan secara penuh. Bentuk dari
65
Syamsuddin haris, 2007, Desentralisasi dan otonomi daerah, LIPPI pres, Jakarta,
hal 52
66
Saiman, 2017, Politik Perbatasan, Inteligensia Media, Malang, hal.29
52
pemerintahan yang ada di daerah. Hal ini kemudian membuat sistem di dalam
koordinasi.67
kepada sub nasional dari pemerintah yang mempunyai tingkat otonomi tertentu
tangan serta bantuan dari pemerintah pusat untuk meningkatkan daya guna dan
67
Josef Riwu Kaho, 1997, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,
PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal 12
53
perundang-undangan.68
landasan hukum yang berbasis luas, memberikan esensi bagi otonomi daerah. Ini
68
Syamsuddin haris, Op.Cit, Hal 56
69
MA Muthalib & Mohammad Akbar Ali Khan, 2013, Theory of Local Government
(Teori Pemerintahan Daerah), Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia, Jakarta, hal.
265- 266.
54
konotasi terkait politik dan hukum. Adapun untuk dekonsentrasi dan delegasi
memiliki konotasi yang bisa meluas, karena tidak saja secara administratif, tetapi
tentu sudah tidak sesuai lagi dengan tuntutan reformasi dan demokratisasi.
lebih rendah, tetapi karena terdapat berbagai komunitas lokal yang pada
tergantung, tetapi lebih jauh lagi, yaitu menjadi landasan bagi pengembangan
55
lebih harmonis antar kepentingan pusat-daerah itu sendiri.70 Kontrak sosial tadi
bisa mengambil model kesepakatan yang penting untuk dijalankan terkait mana
yang menjadi hak dan kewajiban bagi pusat di satu sisi dan bagi daerah di sisi
lain. Ini kalau dijalankan secara konsisten menjadi penting guna mencegah
lapangan. Dalam konteks ini, Dewan Perwakilan Daerah (DPD), sebagai salah
berlebihan.
70
Syamsuddin Haris, 2007, “Otonomi Daerah, Demokratisasi dan Pendekatan
Alternatif Resolusi Konflik Pusat-Daerah”, dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisasi
& Otonomi Daerah: Desentralisasi, Demokratisasi & Akuntabilitas Pemerintahan Daerah,
LIPI Press, Jakarta, hal. 74-75.
56
Dimensi 1 adalah yang beranjak dari antar organisasi sampai inter organisasi:
Berdasarkan kedua dimensi hubungan pusat-daerah tadi, maka bisa dilihat sisi
penting dari urusan pemerintahan, yaitu berkaitan cara membaginya, yaitu: (1)
ultra vires doctrine, yang membaginya secara terperinci atau spesifik, (2) open
doktrin Ultra Vires. Berbeda dengan negara Jerman setelah Perang Dunia ke II
yang dekat dengan Doktrin Open End Arrangements, di mana urusan dibagi
dengan campuran dominan subsidiary. Adapun contoh lain dari negara yang
menerapkan Doktrin Ultra Vires secara ketat, adalah Uni Soviet. Pada konteks UU
umum. Ini bisa dibaca pada Pasal 9 UU No. 23 Tahun 2014. Urusan
tetap dikendalikan oleh pusat. Akibatnya, kendali pusat berupa petunjuk teknis
diperlonggar dengan memberikan otonomi yang lebih luas bagi daerah. Ini
otonom daerah, karena biasanya lebih terkait fungsi non pelayanan dasar.Tentu
lebih luas ini tetap berada dalam koridor Otonomi Simetris dalam bentuk Negara
71
Septi Nur Wijayanti, “Hubungan Antara Pusat dan Daerah dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014”, dalam
Media Hukum Vol. 23 No. 2/ Desember 2014, h. 197-198.
58
BAB III
METODE PENELITIAN
mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Dengan kata lain ilmu merupakan
pengetahuan yang didapatkan lewat metode ilmiah, dan ideal dari ilmu adalah
serta menganalisa setiap bahan hukum yang bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan
suatu metode dengan tujuan agar suatu karya tulis ilmiah mempunyai susunan
yang sistematis, terarah dan konsisten.74 Adapun metode penelitian ini adalah
sebagai berikut:
hukum, pokok kajiannya adalah hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau
72
Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi Penelitian Hukum Empiris Murni,
Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, hal.43
73
Bambang Sunggono, 2007, Metodelogi Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo,
Jakarta, hal. 44
74
Amirudin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hal. 110
59
60
kaidah yang berlaku dalam masyarakat dan menjadi acuan setiap orang. 75
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 76 Penelitian Hukum Normatif
yang nama lainnya adalah penelitian hukum doktrinal yang disebut juga sebagai
penelitian perpustakaan atau studi dokumen karena penelitian ini dilakukan atau
mengawali sebagai dasar sudut pandang dan kerangka berpikir seorang peneliti
75
Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya
Bakti, Bandung,hal.52
76
Peter Mahmud Marzuki, 2011, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media
Group, Jakarta, hal.35.
77
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2004, Penelitian Hukum Normatif,
Cetakan ke-8, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.14
78
Soerjono Soekanto, 2000, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta,
hal.51.
79
Mukti Fajar, dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum
Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta, hal.185-190.
61
hukum dapat dijadikan titik tolak atau pendekatan bagi analisis penelitian hukum,
makna baru dari istilah-istiah hukum dan menguji penerapannya secara praktis
Dalam penulisan karya ilmiah ini, agar mendapatkan hasil yang ilmiah,
serta dapat dipertahankan secara ilmiah, maka masalah dalam penelitian ini akan
(Analytical Approach).
tesis ini yaitu melalui penelitian hukum normatif dengan melakukan penelitian
terhadap bahan hukum sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian
Perundang-Undangan;
Wilayah Nasional;
Penataan Ruang;
10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan
11. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2005 tentang Persyaratan
12. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
13. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana
14. Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 7 Tahun 2015 tentang Bangunan
Gedung.
sekunder yang berupa buku-buku hukum ini harus relevan dengan topik
penelitian.
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum,
studi kepustakaan. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
80
Bambang Waluyo, 2002, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Sinar Grafika,
Jakarta, hal.23
64
undangan dan bahan ilmiah.82 Pengumpulan bahan hukum yang relevan dengan
83
penelitian.
dengan cara deskriptif analisis. Bahan hukum yang diperoleh dari literatur
81
Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum,
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 58.
82
Ronny Hanintijo Soemitro, 1986, Metodelogi Penelitan Hukum, Ghalia
Indonesia, Jakarta, hal.23
83
I Made Pasek Diantha, 2016, Metodologi Penelitian Hukum Normatif Dalam
Justifikasi Teori Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, hal. 152.
65
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku-Buku
Ali Khan, MA Muthalib & Mohammad Akbar, 2013, Theory of Local Government
(Teori Pemerintahan Daerah), Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia,
Jakarta.
Amirudin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Asnawi, M. Natsir, 2020,Hermeneutika Putusan Hakim: Pendekatan
Multidisipliner dalam Memahami Putusan Peradilan Perdata , UII Press,
Yogyakarta.
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa‟at, M. Ali, 2006, Theory Hans Kelsen Tentang
Hukum, Cet I, Sekretariat Jendreral & Kepaniteraan Makamah Konstitusi RI,
Jakarta.
Fajar, dan Yulianto Achmad, Mukti, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif &
Empiris, Pustaka Pelajar, Yogjakarta.
H. Zainal Asikin, Amiruddin dan, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hamidi, Jazim, 2011, Hermeneutika Hukum: Sejarah, Filsafat dan Metoda Tafsir ,
Universitas Brawijaya Press (UB Press), Malang
Josef Riwu Kaho, 1997, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,
PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
66
67
Kelsen, Hans, 2009, General Theory of Law and State, Translated byAnders
Wedberg, Harvard University Printing Office Cambridge, Massachusetts,
USA.
Mahfud MD., Moh., 2010, Politik Hukum di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta.
Muhamad, Abdul Kadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Rahayu, Ani Sri, 2018, Pengantar Pemerintahan Daerah Kajian Teori, Hukum,
dan Aplikasinya, Sinar Grafika, Jakarta.
S., Siswono, 2012, Politik Hukum dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor
35 Tahun 2009), Rineka Cipta, Jakarta.
Sidharta, Dalam B. Arief, 1999, Refleksi Tentang Hukum, Citra Aditya Bakti,
Bandung.
Soekanto dan Sri Mamudji, Soerjono, 2004, Penelitian Hukum Normatif, Cetakan
ke-8, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
68
2. Jurnal
3. Internet
https://indonesiabaik.id/infografis/wilayah-rawan-gempa-di-indonesia , diakses
pada tanggal 21 Oktober 2022 pukul 23:14 WITA
https://endrosambodo1984.wordpress.com/2012/04/18/manajemen-bencana/
diakses pada tanggal 23 Oktober 2022 Pukul 15.14 WITA
https://arahkata.pikiran-rakyat.com/berita/pr-1281407504/bpbd-bangli-petakan-
12-titik-bencana-di-kintamani-berikut-rinciannya?page=2 diakses pada
tanggal 3 Oktober 2022 Pukul. 14.14 WITA
https://www.hukumonline.com/berita/a/urgensi-pembentukan-lembaga-khusus-
pengelola-reformasi-regulasi-lt5c07327ba1924 di akses pada
6 Desember 2022 pukul 19.02 Wita.
https://bpbd.purworejokab.go.id/peta-daerah-rawan-bencana-tsunami, diakses
pada tanggal 24 Oktober 2022 pukul 18:14 WITA
4. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 120 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali.
Peraturan Daerah Kabupaten Bangli Nomor 9 Tahun 2013 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Bangli.