Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perubahan dan kerusakan lingkungan yang terjadi dewasa ini lebih
dikarenakan oleh ulah dan perilaku manusia untuk meningkatkan status social
ekonominya. Upaya peningkatan status tersebut, antara lain dikarenakan faktor
kemiskinan yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Pembangunan merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf
hidup manusia tidak terlepas dari aktivitas pemanfaatan sumberdaya alam. Dalam
aktivitas ini sering dilakukan perubahan-perubahan pada ekosistem dan
sumberdaya alam. Perubahan-perubahan yang dilakukan tentunya akan memberi
pengaruh pada lingkungan hidup. Di daerah perkotaan persoalan lingkungan yang
paling nampak adalah persoalan yang ditimbulkan oleh penggunaan lahan. Ada
tiga penyebab utama antara lain; (1) faktor meningkatnya pertumbuhan penduduk
baik secara alami (kelahiran) maupun perpindahan penduduk dari desa ke kota
(urbanisasi), (2) faktor pembangunan yang senantiasa mendominasi daerah
perkotaan, (3) faktor keterbatasan lahan perkotaan.
Reklamasi pantai, merupakan salah satu contoh dari upaya manusia untuk
menjawab keterbatasan lahan di perkotaan, sebagaimana yang terjadi di berbagai
daerah pesisir khususnya kota dengan wilayah yang membutuhkan perluasan dan
tidak memungkinkan untuk mengembangkan perluasan wilayah ke daerah
daratan. Kegiatan reklamasi yang dilakukan sepanjang pantai di daerah dekat
kota, yang dilakukan oleh pemerintah daerah dan sebagian masyarakat beberapa

tahun terakhir cenderung meningkat. Dalam perkembangan selanjutnya kawasan


tersebut dimanfaatkan untuk pembangunan fasilitas perkotaan dan permukiman.
Proses reklamasi pantai pada kenyataan dilakukan belum berjalan dengan
baik sehingga dikhawatirkan menimbulkan dampak negatif seperti semakin
banyaknya material yang hanyut, sehingga terjadi pendangkalan perairan, dan bila
ini terus berlangsung akan mengancam ekosistem pantai.
Reklamasi pantai sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan lahan perkotaan
menjadi kemutlakan karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebutuhan dan
manfaat reklamasi dapat dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan
pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu wilayah tertentu kadang membutuhkan
untuk direklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna. Untuk pantai yang
diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan
pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan.
Terlebih wilayah area pelabuhan, reklamasi pantai menjadi kebutuhan
mutlak untuk pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal,
pelabuhan peti-peti kontainer, kantor maskapai perkapalan atau pergudangan dan
sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan eksporimpor saat ini menjadi
area yang sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan,
pergudangan yang memiliki pangsa eksporimpor lebih memilih tempat yang
berada di lokasi pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya
transportasi.
Aspek perekonomian yang ingindicapai dari reklamasi pantai adalah
pemenuhan kebutuhan lahan untuk pemukiman, dikarenakan semakin mahalnya
harga tanah di daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat

menjadikan reklamasi sebagai pilihan bagi negara maju atau kota metropolitan
dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan akan pemukiman. Fungsi
lain adalah mengurangi kepadatan yang menumpuk di kota dan menciptakan
wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah
disediakan oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai
maupun sempadan pantai.
Aspek konservasi yang dapat diperoleh bagi wilayah pantai, pada kasus
tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola arus air laut mengalami abrasi,
akresi sehingga memerlukan pembuatan Groin (pemecah ombak) atau dinding laut
sebagai mana yang dilakukan di beberapa daerah yang terancam abrasi pantai oleh
gelombang laut seperti di daerah Ngebruk Mangkang Kulon Kota Semarang,
Rembang, Tuban dan di berbagai pulau di Indonesia. Reklamasi yang dilakukan di
wilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena
abrasi ke bentuk semula.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas nampak adanya suatu upaya reklamasi
pantai yang dilakukan baik oleh pemerintah daerah, perusahaan swasta maupun
secara perseorangan dengan berbagai motif yang melatarbelakanginya. Namun
secara umum upaya rekalamasi pantai yang dilakukan adalah hampir sama dan
yang membedakan hanya secara teknis pelaksanaannya.
Untuk itu dalam penulisan ini rumusan masalah yang akan dibahas adalah
sebagai berikut :
a. Bagaimanakah proses reklamasi pantai yang dilakukan baik secara teknis,
administratif maupun analisis dampak lingkungan yang ditimbulkannya?

b. Bagaimanakah hasil evaluasi yang meliputi kelebihan dan kekurangan dari


reklamasi pantai yang dilakukan dengan membandingkan dari beberapa
wilayah yang telah melakukan reklamasi pantai?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut di atas maka dapat ditetapkan tujuan
yang hendak dicapai melalui penulisan ini yaitu :
a. Untuk mengetahui proses reklamasi pantai baik secara teknis,
administratif maupun analisa dampak lingkungannya.
b. Mengetahui model evaluasi yang dilakukan terhadap proses reklamasi
pantai
c. Memberikan sumbangan pemikiran yang berguna bagi perkembangan
ilmu pengetahuan dan sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lain
dengan aspek yang sama.
d. Menambah pengetahuan tentang reklamasi pantai serta dampak terhadap
lingkungan fisik, biotik, dan sosial serta perkembangan dan perubahan
fungsi ruang di wilayah kepesisiran.
e. Menjadi masukan bagi para pelaku, perencana dan pengelola reklamasi
pantai agar dalam melaksanakan dapat meminimalkan dampak negatif

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan Teori


A. Pengertian Reklamasi
Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah
perairan/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh
semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir,
yang menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan
penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah
kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat
yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak
terbantahkan.
Pengertian umum reklamasi banyak dikemukakan oleh para ahli,
Chapman (1982, dalam Asballah 2003:10) bahwa pada umumnya reklamasi
sebagai proses untuk membuat lahan agar cocok untuk pemanfaatan tertentu.
Bila dilihat dari penggunaan lahan kota yang sudah sangat mendesak, tindakan
ini positif lebih strategis bila kawasan tersebut telah, sedang atau akan
dikembangkan untuk menunjang ekonomi kota atau daerah.
Wilayah

kepesisiran

atau

kawasan

kepesisiran

dan

ada

yang

menyebutkan sebagai daerah pesisir merupakan padanan dari istilah coastal


area. Sunarto (2001:85) memberikan batasan sebagai daerah yang membentang
dari minakat gelombang pecah (breaker zone) di laut hingga mencapai batas
akhir dataran alluvial pesisir (coastal alluvial plain) di darat.

B. Landasan Hukum Pelaksanaan Reklamasi Pantai


Rujukan utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah
Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup, yang secara regulatif melandasi kebijakan di Indonesia.
Menurut undang-undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang semua benda, daya, keadaan dan
mahluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup
lain.
Undang-undang

ini

menjamin

dalam

pelaksanaan

pembangunan

diharapkan adanya keselarasan hubungan antara manusia dengan manusia,


manusia dengan lingkungan dan komponen lingkungan lainnya, serta dapat
memenuhi masa kini dan menjaga kelestarian untuk masa datang. Ada banyak
produk hukum yang mengatur tentang reklamasi mulai dari Undang-undang,
Peraturan Pemerintah, Kepres, Permen hingga Peraturan Daerah, yang menjadi
persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan aturan.
Lingkup kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah,
perusahaan baik BUMN maupun swasta dan perorangan yang melakukan
reklamasi pantai tersebut secara khusus diatur dalam undang-undang,
peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan, sebagai berikut ini.
a. Undangundang.
b. Peraturan Pemerintah.
c. Keputusan, Instruksi Presiden dan Surat Keputusan Menteri.
d. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah/Kota.

Undang-undang no. 27 tahun 2007 pada pasal 34 menjelaskan bahwa


hanya dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh
lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian,
pelaksanaan reklamasi juga wajib menjaga dan memperhatikan beberapa hal
seperti a) keberlanjutan kehidupan dan penghidupan masyarakat; b)
keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan pelestarian lingkungan
pesisir; serta c) persyaratan teknis pengambilan, pengerukan dan penimbunan
material.
Sejalan dengan itu Bengen (2001:56) pengelolaan kawasan pesisir dan
pantai memiliki pengertian bahwa pengelolaan sumberdaya alam dan jasa-jasa
lingkungan pesisir melalui penilaian secara menyeluruh (comprehensive
assesment), merencanakan serta mengelola segenap kegiatan pemanfaatannya
guna mencapai pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Dengan
demikian keterpaduan dalam perencanaan dalam pengeloaan kawasan pesisir
dan pantai mencakup empat aspek, yaitu (1) keterpaduan ekologis; (2)
keterpaduan sektor; (3) keterpaduan disiplin ilmu; dan (4) keterpaduan
stakeholder.
2.2 Dasar Pola Pikir Pelaksanaan Reklamasi Pantai
Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah
perairan/pesisir pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh
semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, yang
menyebabkan lahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk
dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan.

Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat yang lapar lahan telah
mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan.
Hal ini menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru,
terutama daerah strategis dimana terjadi aktifitas perekonomian yang padat seperti
pelabuhan, bandar udara atau kawasan komersial lainnya, di mana lahan eksisting
yang terbatas luasan dan kondisinya harus dijadikan dan diubah menjadi lahan yang
produktif untuk jasa dan kegiatan perkotaan.
Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyak
keuntungan ekonomi bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan di sini adalah
semakin banyak kawasan komersial yang dibangun maka dengan sendirinya juga
akan menambah pendapatan asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan
dan dapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan
(pemekaran kota), penataan daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lainlain.
Beberapa prinsip yang harus dipenuhi sebelum pelaksanaan reklamasi antara
lain dalam hal perencanaan, teknis pelaksanaan, analisa dampak lingkungan,
manfaat positif dibandingkan efek negatif dan pengembangan selanjutnya dari hasil
reklamasi yang dilakukan.
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapat
dilakukan dengan memperhatikan ketentuan berikut:
- Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisi
daratan;

- Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat dan
membutuhkan pengembangan wilayah daratan untuk mengakomodasikan
kebutuhan yang ada;
- Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan bagian dari kawasan
lindung atau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;
- Bukan merupakan kawasan yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayah
dengan daerah/negara lain
Kawasan reklamasi pantai yang memiliki skala besar atau yang mengalami
perubahan bentang alam secara signifikan perlu disusun rencana detil tata ruang
(RDTR) kawasan. Penyusunan RDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat
dilakukan bila sudah memenuhi persyaratan administratif seperti a) Memiliki
RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda yang mendeliniasi kawasan reklamasi
pantai; b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan dengan SK Bupati/Walikota, baik
yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi; c) Sudah ada studi
kelayakan tentang pengembangan kawasan reklamasi pantai atau kajian/kelayakan
properti (studi investasi); dan d) Sudah ada studi AMDAL kawasan maupun
regional.
Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur
ruang dan pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain
meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan drainase, jaringan listrik,
jaringan telepon. Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum meliputi
kawasan lindung dan kawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam
pedoman ini adalah ruang terbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan
peruntukan permukiman, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan peruntukan

industri, kawasan peruntukan pariwisata, kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan


laut/penyeberangan, kawasan bandar udara, dan kawasan campuran.
Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus memperhatikan aspek sosial,
ekonomi dan budaya di kawasan reklamasi. Reklamasi pantai memberi dampak
peralihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruang
perairan masyarakat sebelum direklamasi.Perubahan terjadi harus menyesuaikan 1)
Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan; 2) Selanjutnya, perubahan di
atas berimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan bentuk
keragaman/diversifikasi usaha baru yang ditawarkan. Aspek sosial, budaya, wisata
dan ekonomi yang diakumulasi dalam jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan
ekonomi kawasan reklamasi pantai memanfaatkan ruang perairan/pantai.

2.3 Model Evaluasi Terhadap Kegiatan Reklamasi Pantai


Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga reklamasi adalah bentuk
campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah
pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan
perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan
berpotensi gangguan lingkungan.
Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak akibat proyek reklamasi
itu adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu
antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan
penghuni daerah pantai dan hutan mangrove, udang, kerang, kepiting, burung dan
berbagai keanekaragaman hayati lainnya.

Dampak

lingkungan

lainnya

dari

proyek

reklamasi

pantai

adalah

meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah
bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi
tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen
sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata
air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila
dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan
global.
Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai dipastikan juga dapat
menyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber-sumber kehidupannya.
Penggusuran itu dilakukan karena kawasan komersial yang akan dibangun
mensyaratkan pantai sekitarnya bersih dari berbagai fasilitas penangkapan ikan
milik nelayan. Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut dangkal adalah hilangnya
beberapa jenis ikan tangkapan seperti rebon (udang kecil), teri, dan kerapu, semakin
jauhnya wilayah tangkapan, terumbu karang tersedimentasi oleh lumpur, dan usaha
menangkap ikan dengan bubu tidak dapat dilakukan lagi. Akibat dari hal tersebut
menurunkan

hasil

tangkap

nelayan

yang

akhirnya

berdampak

terhadap

kesejahteraan nelayan
Adanya reklamasi pantai yang dikembangkan sebagai kawasan fungsional
dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business District
mengakibatkan aktivitas masyarakat banyak terserap pada kawasan tersebut, baik
untuk menikmati keindahan pantai ataupun dimanfaatkan oleh sektor informal
untuk mencari nafkah.

Strategi pengelolaan ruang publik di Kawasan Boulevard akibat dampak


reklamasi dilakukan dengan pendekatan yaitu, (i) teknis, berupa peralihan fungsi
ruang publik, penataan koridor pesisir pantai akibat reklamasi dan penataan alokasi
ruang bagi sektor informal, (ii) regulasi, berupa penerapan kebijakan pemanfaatan
ruang publik dan penerapan sangsi yang tegas, (iii) kemitraan pemerintah, swasta
dan masyarakat, berupa peningkatan peran seluruh stakeholders dan penerapan
kebijakan insentif - disinsentif.
Sunarto (2000:88) menyebutkan bahwa sifat dasar daerah pesisir selalu
mengalami dinamika, karena ada berbagai faktor sehingga daerah pesisir selalu
bersifat poligenik. Perubahan-perubahan atau dinamika daerah pesisir secara alami
akan bersifat ritmik dan siklik, kecuali telah dipengaruhi oleh dinamika manusia
(antropodinamic). Faktor antropodinamik yang banyak pengaruhnya terhadap
perubahan daerah pesisir ini dikendalikan dengan dengan strategi yang menyeluruh
untuk keterpaduan aktivitas sektoral. Jika strategi ini tidak dapat berjalan sesuai
dengan rencananya, maka perubahan daerah pesisir yang sifatnya ritmik dan siklik
akan rusak, sehingga terjadi degradasi ekosistem pesisir atau daerah pesisir.
Program Pembangunan perencanaan reklamasi pantai oleh Pemerintah
Daerah seharusnya meliputi:
a. Pemetaan dan penetapan Wilayah Perencanaan Reklamasi pantai
b. Perencanaan Waktu Pelaksanaan Rencana Pembangunan Fisik
c. Peletakan Sasaran Program Perencanaan Penataan wilayah kepesisiran.
d. Penyusunan dan pengumpulan Dasar hukum rencana penataan wilayah
kepesisiran pantai

Umumnya pihak yang melaksanakan reklamasi pantai terdiri atas Dinas


pemerintahan yang melaksanakan program penataan pantai, badan usaha swasta
(kontraktor/pengembang), industri, perhotelan / pelaku bisnis pariwisata dan
masyarakat secara perseorangan.
Reklamasi pantai bila dilihat dari teknik dasar sistem reklamasi maka pada
umumnya menggunakan sistem urugan, yaitu tanggul/talud dibuat terlebih dahulu
untuk melindungi lahan reklamasi dari hempasan ombak. Sistem reklamasi urugan
yang dilakukan, pada kenyataan di lapangan terkadang belum dilakukan sesuai
dengan dengan teknik-teknik reklamasi yang baik, sehinggga memberikan dampak
negatif terhadap kondisi perairan. Penggunaaan material urugan dengan kondisi
semacam ini akan memberikan peluang hanyutnya material urugan pada saat
terhempas gelombang.
Dinas Pekerjaan Umum dan Kimpraswil umumnya telah membuat desain
talud yang harus diikuti oleh pihak yang akan melakukan reklamasi. Material
reklamasi yang digunakan sesuai standar yang ditetapkan ada tiga jenis yaitu Tiang
kayu dikombinasikan dengan Tiang Beton, Tiang kayu, dan Tanah Urugan
Dari kenyataan yang terjadi di lapangan pada umumnya pelaku reklamasi
pantai dalam pembuatan talud tidak dibuat secara permanen sebagaimana standar
yang ada, melainkan dilakukan secara bertahap dengan cara menyusun batu-batu
kali yang diletakan di ujung lahan reklamasi. Perlakuan secara ini dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap kondisi kedalaman laut karena sebagian
material akan terbawa hanyut dan mengakibatkan terjadinya sedimentasi di perairan
dekat lokasi reklamasi.

Keadaan pasang surut di wilayah pantai yang akan direklamasi memegang


peranan penting dalam kajian reklamasi pantai, kedudukan muka air laut rata-rata
(MSL Mean Sea Level) sangat dibutuhkan sebagai titik ketinggian Bench mark
(BM) yang

kemudian

digunakan

untuk dasar level pembangunan dan

pengembangan di lokasi reklamasi.


Di samping itu pembuatan tanggul laut (construction sea wall) dengan
komposisi yang dirancang dengan tidak memperhatikan arah arus bawah laut,
pecahnya ombak dan gelombang serta pasut dapat mengakibatkan terjadinya
sedimentasi pada perairan pantai di sekitarnya. Kegiatan reklamasi pantai sangat
berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang terutama bagi pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya. Penggunaan tanah urugan yang terlepas keperairan dapat
menyebabkan terjadi proses sedimentasi dan mengganggu bagi kelestarian terumbu
karang yang merupakan habitat alami bagi ekosistem pantai beserta isinya.
Untuk itu pemerintah selaku pengelola, pengawas dan pembina bagi
kelestarian dan kelangsungan hidup ekosistem pantai harus mensikapi pelaksanaan
reklamasi dengan tiga pendekatan startegis yaitu 1) Tindakan preventif yaitu
pencegahan agar tidak muncul dampak negatif dari pelaksanaan reklamasi pantai,
2) kuratif yaitu solusi untuk perbaikan terhadap dampak dari pelaksanaan reklamasi
pantai yang sudah terlanjur ada, 3) pengembangan yaitu solusi ke masa depan
terhadap dampak positif maupun negatif.
Untuk itu diharapkan selain memberikan penetapan peraturan secara umum
pemerintah juga harus memberikan pengawasan dan penegakan peraturan melalui
pemberian ijin secara selektif, pemberian sanksi dan hukuman sehingga pelaku
reklamasi lebih memperhatikan teknik-teknik reklamasi yang benar, dan

penggunaaan material reklamasi, dalam hal perijinan sebaiknya berkoordinasi


dengan instansi terkait, sehingga tidak ada pelaku reklamasi yang dilakukan tanpa
ijin dan tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Kota (RUTRK).
Pemerintah juga diharapkan dapat meningkatkan peran terhadap upaya
penanggulangan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan reklamasi
pantai melalui penertiban secara integral dan terpadu, serta merelokasi sesuai
dengan perencanan penataan kawasan pantai tidak hanya terbatas di wilayah yang
direklamasi akan tetapi juga pada daerah sekitarnya yang berpeluang terkena
dampak secara tidak langsung.
Evaluasi yang dilakukan terhadap kegiatan reklamasi dapat dengan
membandingkan dampak positif dan negatif yang muncul dari kegiatan reklamasi
terutama mengacu pada program reklamasi yang telah dilaksanakan di berbagai
tempat dengan melihat kesesuaian topografis, kedudukan geografis, kesamaan
kondisi sosial masyarakat, kesamaan aspek-aspek lain yang mungkin berpengaruh
besar terhadap keberhasilan reklamasi pantai.
Beberapa contoh kasus reklamasi pantai dengan segala akibatnya dapat dilihat
pada beberapa contoh kasus sebagai berikut :
a. Studi Kasus Reklamasi Kota Manado
Adanya reklamasi pantai di Kota Manado yang dikembangkan sebagai
kawasan fungsional dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya
Central Business District (CBD), mengakibatkan adanya perubahan wajah kota
pada daerah pesisir pantai. Pertumbuhan dan perkembangan Kota Manado
menjadi lebih condong ke arah pantai/laut. Hal ini menyebabkan aktivitas
masyarakat banyak terserap pada kawasan tersebut, baik untuk wisata ataupun

sektor informal untuk perdagangan. Kondisi seperti yang disebutkan di atas


membawa pengaruh terhadap keberadaan ruang publik di Kawasan Boulevard.
Pengembangan

wilayah

reklamasi

di

sekitar

kawasan

tersebut

memperlihatkan gejala mulai hilangnya ruang publik yang ada. Akses


masyarakat terhadap view pantai dan pesisirnya mulai berkurang seiring dengan
semakin berkembangnya pembangunan di wilayah tersebut. Dampak reklamasi
pantai

telah

mengakibatkan

berkurangnya

aksesibilitas

ruang

publik,

ketidakberlanjutan fungsi ruang publik, terciptanya pola penataan ruang publik


yang tidak memberikan keleluasaan akses bagi masyarakat dan munculnya pola
penguasaan ruang publik yang tertutup dan berkesan private-domain.
b. Studi Kasus Reklamasi Teluk Lampung
Reklamasi pantai yang dilaksanakan pada awal tahun 1980-an dan
berlangsung sampai sekarang telah berdampak negatif langsung terhadap
nelayan yang wilayah usahanya pada laut dangkal (Sukaraja) maupun nelayan
di Dusun CangkengKotakarang.
Dampak yang dirasakan oleh nelayan laut dangkal hilangnya beberapa
jenis ikan tangkapan seperti udang kecil, teri, dan ikan kecil, makin jauhnya
wilayah tangkapan ikan, sedimentasi terumbu karang, dan punahnya beberapa
spesies biota pantai, akibatnya menurunkan kesejahteraan nelayan.
c. Studi Kasus Reklamasi Jakarta
Dalam Perda Nomor 1 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, terutama dalam implementasi
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jakarta, khususnya di Jakarta
Utara direncanakan pengembangan reklamasi Pantura Jakarta. Proyek itu

dimaksudkan selain untuk memperbaiki kualitas lingkungan juga untuk pusat


niaga dan jasa skala internasional, perumahan, dan pariwisata.
Namun, reklamasi pantura Jakarta bukan hanya sekadar mengeruk, atau
memunculkan daratan baru atau untuk kepentingan komersial semata. Lebih
dari itu, yang harus dipikirkan bagaimana dampak ekologis kawasan pantai
dengan reklamasi tersebut. Contoh kasus adalah Pantai Indah Kapuk dibangun
dengan mereklamasi, yang terjadi kemudian adalah banjir pada akses jalan tol
ke bandara. Lalu, saat PT Mandara Permai membangun Perumahan Pantai
Mutiara di Muara Karang, PLTU Muara Karang pun terganggu. Padahal,
pasokan listrik untuk Jakarta dan sekitarnya berasal dari PLTU tersebut.
d. Studi Kasus Reklamasi Donggala
Reklamasi pantai yang dilakukan sebagai aktifitas proyek jalan lingkar
kota Donggala, telah menyebabkan pohon-pohon mangrove yang tumbuh di
kawasan ini menjadi rusak, batu-batu karang yang biasanya terlihat di pinggir
pantai pun sudah tidak tampak lagi, yang terlihat hanyalah tumpukan tanah
kapur hasil reklamasi, yang sebahagiannya telah diratakan.
Karenanya, di tengah perdebatan dan pertentangan terhadap proyek
reklamasi Pantai Donggala, diperlukan kebesaran hati dari pengambil kebijakan
untuk mengevaluasi pelaksanaan proyek ini sembari membuka ruang dialog
dengan berbagai pihak, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat,
untuk duduk bersama guna menimbang untung-rugi proyek ini, apabila benar
menguntungkan dan dilaksanakan dengan komitmen dan kesungguhan maka
kegiatan ini perlu diteruskan. Sebaliknya bila merugikan maka aktifitas ini
harus dihentikan.

Dengan kata lain Pemerintah Kabupaten Donggala dituntut untuk dapat


berkomunikasi, berkonsultasi dan bernegosiasi dengan publik. Hanya dengan
jalan ini maka pembangunan yang dilaksanakan akan benar-benar dapat
diterima semua pihak dan memberikan keuntungan bagi lingkungan hidup dan
masyarakat Donggala.
Berbagai biaya sosial dan lingkungan hidup itu seharusnya juga
diperhitungkan dalam perencanaan reklamasi. Namun, sayangnya terdapat
paradigma yang memosisikan suatu kota sebagai kota multifungsi, dimana
diharapkan mampu mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan warganya. Padahal paradigma itu telah terbukti gagal total dalam
implementasinya di lapangan. Berbagai permasalahan sosial dan lingkungan
hidup dapat timbul dan sulit dipecahkan di daerah reklamasi saat ini justru
disebabkan oleh paradigma tersebut.
Perencanaan reklamasi sudah seharusnya diselaraskan dengan rencana
tata ruang kota. Tata ruang kota yang baru nantinya harus memerhatikan
kemampuan daya dukung sosial dan ekologi bagi pengembangan Kota. Daya
dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-menerus dipaksakan untuk
mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik. Fungsi kota
sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara bertahap dipisahkan
dari fungsi kota ini sebagai pusat pemerintahan.
Proyek reklamasi di sekitar kawasan pantai seharusnya terlebih dahulu
diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah melalui sebuah
kajian tekhnis terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang akan
ditimbulkannya lalu disampaikan secara terbuka kepada publik. Penting diingat

reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap


keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang
dan dinamis, hal ini tentunya akan melahirkan perubahan ekosistem seperti
perubahan pola arus, erosi, sedimentasi pantai, serta kerusakan biota laut dan
sebagainya.
Sebuah ekosistem pantai yang sudah lama terbentuk dan tertata
sebagaimana mestinya dapat hancur atau hilang akibat adanya reklamasi.
Akibatnya adalah kerusakan wilayah pantai dan laut yang pada akhirnya akan
berimbas pada ekonomi nelayan. Matinya biota laut dapat membuat ikan yang
dulunya mempunyai sumber pangan menjadi lebih sedikit sehingga ikan
tersebut akan melakukan migrasi ke daerah lain atau kearah laut yang lebih
dalam, hal ini tentu saja akan mempengaruhi pendapatan para nelayan setempat.
Selain problem lingkungan dan sosial ekonomi, maka permasalahan
yuridis juga perlu mendapatkan perhatian. Kajian terhadap landasan hukum
rencana reklamasi, pelaksanaan, serta peruntukannya perlu dipertimbangkan.
Ada banyak produk hukum yang mengatur tentang reklamasi mulai dari
Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Permen hingga Peraturan
Daerah, yang menjadi persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan
aturan

BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Kegiatan reklamasi dapat menimbulkan keuntungan maupun dampak secara sosial,
ekonomi dan lingkungan.
2. Kegiatan reklamasi dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang
diperoleh lebih besar dari biaya sosial dan biaya ekonominya, serta memperhatikan
dan menjaga kehidupan masyarakat serta kelestarian lingkungan.
3. Beberapa kasus menunjukkan bahwa implementasi reklamasi seringkali tidak
sesuai dengan perencanaan sehingga mengakibatkan kerusakan secara sosial,
ekonomi maupun lingkungan, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat.
4. Perlu koordinasi dan komunikasi yang sinergis dari segenap stakeholders dalam
kegiatan reklamasi sehingga prinsip-prinsip reklamasi dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Asballah, Raja., 2003, Hubungan Reklamasi Pantai dengan Komponen Perkembangan
Kawasan, Tesis, Program Studi MPKD, Program Pasca Sarjana UGM,
Yogyakarta
Bengen G, Dietriech., 2001, Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut,
Sinopsis, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB, Bogor
Sunarto, 2000, Kausalitas dan Equilibirium Dinamik sebagai Paradigma Pengelolaan
Ekosistem Pesisir, dalam Prosiding Makalah Penunjang dalan Seminar
Nasional Pengelolaan Ekosistem Pantai dan Pulau-Pulau Kecil dalam
Konteks Negara kepulauan, Badan Penerbit Fak. Geografi UGM, Yogyakarta
www.blog.unila.ac.id. Dampak Reklamasi Pantai Terhadap Kondisi Ekonomi-Sosial
Nelayan Di Teluk Lampung
www.tempointeraktif.com. Menimbang Reklamasi Pantai Donggala, Harian Mercusuar
16 November 2009
www.sinarharapan.co.id. Reklamasi Pantura Jakarta, Berkah atau Bencana?

Anda mungkin juga menyukai