Anda di halaman 1dari 5

PENGANTAR PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

TUGAS MANDIRI

KASUS REKLAMASI PANTAI JAKARTA

DISUSUN OLEH

SALSABILLA CANSA MAULIKA

NIM : D1091161029

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN SIPIL

PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2017
Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerah perairan/pesisir
pantai atau daerah rawa. Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh semakin tingginya tingkat
populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, yang menyebabkan lahan untuk pembangunan
semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segala aktivitasnya tidak bisa dilepaskan
dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunan yang ditujukan untuk menyejahterakan rakyat
yang lapar lahan telah mengantar pada perluasan wilayah yang tak terbantahkan. Hal ini
menyebabkan manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutama daerah strategis dimana
terjadi aktifitas perekonomian yang padat seperti pelabuhan, bandar udara atau kawasan
komersial lainnya, dimana lahan eksisting yang terbatas luasan dan kondisinya harus dijadikan
dan diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan kegiatan perkotaan.

Salah satu contoh studi kasusnya adalah di Pantai Utara Jakarta. Pantai Utara Jakarta
adalah kawasan yang meliputi teluk Jakarta yang terletak di sebelah utara kota Jakarta, pada
umumnya merupakan perairan dangkal yang memiliki kedalaman rata-rata 15 meter dengan luas
sekitar 514 km2. Teluk ini merupakan muara 13 sungai yang melintasi kawasan metropolitan
Jakarta dan daerah penyangga Bodetabek yang saat ini berpenduduk sekitar 20 juta jiwa.

Di era kepemimpian Ahok, proyek reklamasi dan revitalisasi yang dikembangkan oleh
Pemda DKI terhadap kawasan itu bermaksud untuk membangun kawasan tersebut menjadi
daerah kawasan aktifitas bisnis dan perekonomian maupun pemukiman elit. Dengan prakarsa itu
juga Pemda DKI dan beberapa perusahaan mitra kerjanya (salah satunya Agung Podomoro
Land) ingin mengubah predikat Jakarta pada sebutan Waterfront City. Hal ini akan secara
menyeluruh mengubah daerah tersebut dari keadaannya yang kumuh dan ditempati oleh
masyarakat menengah kebawah kepada kawasan elit yang menurut Pemda sebagai solusi untuk
menekan laju petumbuhan penduduk sekitar 2,7% per tahun dan untuk mengatasi kesulitan
penyediaan ruang untuk mengatasi perubahan-perubahan tersebut. Dalam Perda Nomor 1 Tahun
2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2012, terutama
dalam implementasi Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jakarta, khususnya di
Jakarta Utara direncanakan pengembangan reklamasi Pantura Jakarta. Proyek itu dimaksudkan
selain untuk memperbaiki kualitas lingkungan juga untuk pusat niaga dan jasa skala
internasional, perumahan, dan pariwisata.
Namun, harus disadari pula bahwa reklamasi pantura Jakarta bukan hanya sekadar
mengeruk, kemudian memunculkan daratan baru atau untuk kepentingan komersial semata.
Lebih dari itu, yang harus dipikirkan bagaimana dampak ekologis kawasan pantai dengan
reklamasi tersebut. Contoh saja ketika Pantai Indah Kapuk dibangun, yang terjadi kemudian
adalah akses jalan tol ke bandara tergenang air sehingga banjir. Lalu, saat PT Mandara Permai
membangun Perumahan Pantai Mutiara di Muara Karang, PLTU Muara Karang pun terganggu.
Padahal, pasokan listrik untuk Jakarta dan sekitarnya berasal dari PLTU Muara Karang, Jakarta
Utara.

Salah satu tujuan reklamasi ini untuk menekan laju pertumbuhan, dimana tempat yang
baru tersebut akan dijadikan pemukiman yang mampu menampung sekitar 1,5 juta penduduk
Jakarta. Namun permasalahan yang timbul kemudian adalah kondisi topografi yang landai dari
muara ke teluk Jakarta dan panjangnya aliran sungai akan menjadikan aliran lambat sehingga
mudah terjadi banjir. Oleh karena itu, reklamasi teluk Jakarta harus sangat memperhatikan
persyaratan teknisnya. Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata akibat
proyek reklamasi itu adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu antara lain
berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, burung
dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya. Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi
pantai adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah
bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan
itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus
laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu
akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan
oleh pemanasan global. Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai dipastikan juga
dapat menyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber-sumber kehidupannya.
Penggusuran itu dilakukan karena kawasan komersial yang akan dibangun mensyaratkan pantai
sekitarnya bersih dari berbagai fasilitas penangkapan ikan milik nelayan.

Di satu sisi reklamasi mempunyai dampak positif sebagai daerah pemekaran kawasan dari
lahan yang semula tidak berguna menjadi daerah bernilai ekonomis tinggi. Dan di sisi lain jika
tidak diperhitungkan dengan matang dapat berdampak negatif terhadap lingkungan. Di sinilah
diperlukan kepedulian dan kerja sama sinergis dari semua komponen stakeholders. Reklamasi
khususnya reklamasi pantai masih diperlukan selama dilakukan dengan kajian yang
komprehensif. Simulasi prediksi perubahan pola arus hidrodinamika laut secara teknis dapat
dilakukan dengan model fisik (laboratorium) atau model matematik. Dari pemodelan ini dapat
diperkirakan dampak negatif yang terjadi dan cara penanggulangannya.

Reklamasi ditinjau dari sudut pengelolaan daerah pantai, harus diarahkan pada tujuan
utama pemenuhan kebutuhan lahan baru karena kurangnya ketersediaan lahan darat. Usaha
reklamasi janganlah semata-mata ditujukan untuk mendapatkan lahan dengan tujuan komersial
belaka. Reklamasi di sekitar kawasan pantai dan di lepas pantai dapat dilaksanakan dengan
terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah (bukan pesanan)
terhadap seberapa besar kerusakan lingkungan yang diakibatkannya. Dengan kerja sama yang
sinergis antara Pemerintah dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat
maka keputusan yang manis dan melegakan dapat diambil. Jika memang berdampak positif
maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika negatif tidak perlu direncanakan.
Dari semua itu, yang lebih penting adalah adanya perubahan attitude dari masyarakat dan
Pemerintah. Pelaksanaan aturan hukum harus ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak yang
terkait. Berbagai biaya sosial dan lingkungan hidup itu seharusnya juga diperhitungkan dalam
perencanaan reklamasi. Namun, sayangnya terdapat paradigma yang memosisikan suatu kota
sebagai kota multifungsi, dimana diharapkan mampu mendatangkan keuntungan yang sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan warganya. Padahal paradigma itu telah terbukti gagal total dalam
implementasinya di lapangan. Berbagai permasalahan sosial dan lingkungan hidup dapat timbul
dan sulit dipecahkan di daerah reklamasi saat ini justru disebabkan oleh paradigma tersebut.

Perencanaan reklamasi sudah seharusnya diselaraskan dengan rencana tata ruang kota.
Tata ruang kota yang baru nantinya harus memerhatikan kemampuan daya dukung sosial dan
ekologi bagi pengembangan Kota. Daya dukung sosial dan ekologi tidak dapat secara terus-
menerus dipaksakan untuk mempertahankan kota sebagai pusat kegiatan ekonomi dan politik.
Fungsi kota sebagi pusat perdagangan, jasa dan industri harus secara bertahap dipisahkan dari
fungsi kota ini sebagai pusat pemerintahan.

Proyek reklamasi di sekitar kawasan pantai seharusnya terlebih dahulu diperhitungkan


kelayakannya secara transparan dan ilmiah melalui sebuah kajian tekhnis terhadap seberapa
besar kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya lalu disampaikan secara terbuka kepada
publik. Penting diingat reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap
keseimbangan lingkungan alamiah pantai yang selalu dalam keadaan seimbang dan dinamis, hal
ini tentunya akan melahirkan perubahan ekosistem seperti perubahan pola arus, erosi,
sedimentasi pantai, serta kerusakan biota laut dan sebagainya.

Sebuah ekosistem pantai yang sudah lama terbentuk dan tertata sebagaimana mestinya
dapat hancur atau hilang akibat adanya reklamasi. Akibatnya adalah kerusakan wilayah pantai
dan laut yang pada akhirnya akan berimbas pada ekonomi nelayan. Matinya biota laut dapat
membuat ikan yang dulunya mempunyai sumber pangan menjadi lebih sedikit sehingga ikan
tersebut akan melakukan migrasi ke daerah lain atau kearah laut yang lebih dalam, hal ini tentu
saja akan mempengaruhi pendapatan para nelayan setempat.

Bukan itu saja, sudah mejadi hukum alam, kegiatan mereklamasi pantai akan
menyebabkan penaikan masa air dan memicu terjadinya abrasi yang secara perlahan-lahan akan
menggeser dan menenggelamkan kawasan sepanjang pantai bukan hanya di kawasan dimana
reklamasi itu dilakukan, namun juga dikawasan lain yang dalam satu kesatuan ekosistim
alamiahnya, saat ini di beberapa kawasan, air pasang yang naik bahkan telah memasuki kawasan
pemukiman.

Selain problem lingkungan dan sosial ekonomi, maka permasalahan yuridis juga perlu
mendapatkan perhatian. Kajian terhadap landasan hukum rencana reklamasi, pelaksanaan, serta
peruntukannya perlu dipertimbangkan. Ada banyak produk hukum yang mengatur tentang
reklamasi mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Kepres, Permen hingga Peraturan
Daerah, yang menjadi persoalan adalah konsistensi penerapan dan penegakan aturan.

Anda mungkin juga menyukai