Anda di halaman 1dari 46

REKLAMASI PANTAI DAN DAMPAKNYA TERHADAP WILAYAH PESISIR

Pendahuluan
Reklamasi adalah suatu proses membuat daratan baru pada suatu daerahperairan/pesisir pantai atau daerah rawa.
Hal ini umumya dilatarbelakangi oleh semakintingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir,
yang menyebabkanlahan untuk pembangunan semakin sempit. Pertumbuhan penduduk dengan segalaaktivitasnya
tidak bisa dilepaskan dengan masalah kebutuhan lahan. Pembangunanyang ditujukan untuk menyejahterakan
rakyat yang lapar lahan telah mengantar padaperluasan wilayah yang tak terbantahkan.Hal ini menyebabkan
manusia memikirkan untuk mencari lahan baru, terutamadaerah strategis dimana terjadi aktifitas perekonomian
yang padat seperti pelabuhan,bandar udara atau kawasan komersial lainnya, dimana lahan eksisting yang
terbatasluasan dan kondisinya harus dijadikan dan diubah menjadi lahan yang produktif untuk jasa dan
kegiatan perkotaan.Pembangunan kawasan komersial jelas akan mendatangkan banyakkeuntungan ekonomi
bagi wilayah tersebut. Asumsi yang digunakan disini adalahsemakin banyak kawasan komersial yang dibangun
maka dengan sendirinya juga akanmenambah pendapatan asli daerah (PAD). Reklamasi memberikan keuntungan
dandapat membantu kota dalam rangka penyediaan lahan untuk berbagai keperluan(pemekaran kota), penataan
daerah pantai, pengembangan wisata bahari, dan lain-lain.Namun harus diingat pula bahwa bagaimanapun juga
reklamasi adalah bentuk campur tangan (intervensi) manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah pantai
yangselalu dalam keadaan seimbang dinamis sehingga akan melahirkan perubahanekosistem seperti perubahan
pola arus, erosi dan sedimentasi pantai, dan berpotensigangguan lingkungan.Undang-undang no. 27 tahun 2007
pada pasal 34 menjelaskan bahwa hanyadapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih
besar daribiaya sosial dan biaya ekonominya. Namun demikian, pelaksanaan reklamasi jugawajib menjaga dan
memperhatikan beberapa hal seperti a) keberlanjutan kehidupandan penghidupan masyarakat; b) keseimbangan
antara kepentingan pemanfaatan danpelestarian lingkungan pesisir; serta c) persyaratan teknis pengambilan,
pengerukandan penimbunan material.
Prinsip Perencanaan Reklamasi Pantai
Pada dasarnya kegiatan reklamasi pantai tidak dianjurkan namun dapatdilakukan dengan memperhatikan
ketentuan berikut:- Merupakan kebutuhan pengembangan kawasan budi daya yang telah ada di sisidaratan;-
Merupakan bagian wilayah dari kawasan perkotaan yang cukup padat danmembutuhkan pengembangan wilayah
daratan untuk mengakomodasikan kebutuhanyang ada;- Berada di luar kawasan hutan bakau yang merupakan
bagian dari kawasan lindungatau taman nasional, cagar alam, dan suaka margasatwa;- Bukan merupakan kawasan
yang berbatasan atau dijadikan acuan batas wilayahdengan daerah/negara lain.Terhadap kawasan reklamasi pantai
yang sudah memenuhi ketentuan di atas,

terutama yang memiliki skala besar atau yang mengalami perubahan bentang alamsecara signifikan perlu disusun
rencana detil tata ruang (RDTR) kawasan. PenyusunanRDTR kawasan reklamasi pantai ini dapat dilakukan bila
sudah memenuhi persyaratanadministratif seperti a) Memiliki RTRW yang sudah ditetapkan dengan Perda
yangmendeliniasi kawasan reklamasi pantai; b) Lokasi reklamasi sudah ditetapkan denganSK Bupati/Walikota,
baik yang akan direklamasi maupun yang sudah direklamasi; c)Sudah ada studi kelayakan tentang pengembangan
kawasan reklamasi pantai ataukajian/kelayakan properti (studi investasi); dan d) Sudah ada studi AMDAL
kawasanmaupun regional.Rencana detil tata ruang kawasan reklamasi pantai meliputi rencana struktur ruang dan
pola ruang. Struktur ruang di kawasan reklamasi pantai antara lain meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih,
jaringan drainase, jaringan listrik, jaringan telepon.Pola ruang di kawasan reklamasi pantai secara umum
meliputi kawasan lindung dankawasan budi daya. Kawasan lindung yang dimaksud dalam pedoman ini adalah
ruangterbuka hijau. Kawasan budi daya meliputi kawasan peruntukan permukiman, kawasanperdagangan dan
jasa, kawasan peruntukan industri, kawasan peruntukan pariwisata,kawasan pendidikan, kawasan pelabuhan
laut/penyeberangan, kawasan bandar udara,dan kawasan campuran.Tata ruang kawasan reklamasi pantai harus
memperhatikan aspek sosial,ekonomi dan budaya di kawasan reklamasi. Reklamasi pantai memberi
dampakperalihan pada pola kegiatan sosial, budaya dan ekonomi maupun habitat ruangperairan masyarakat
sebelum direklamasi.Perubahan terjadi harus menyesuaikan 1)Peralihan fungsi kawasan dan pola ruang kawasan;
2) Selanjutnya, perubahan di atasberimplikasi pada perubahan ketersediaan jenis lapangan kerja baru dan
bentukkeragaman/diversifikasi usaha baru yang ditawarkan. Aspek sosial, budaya, wisata danekonomi yang
diakumulasi dalam jaringan sosial, budaya, pariwisata, dan ekonomikawasan reklamasi pantai memanfaatkan
ruang perairan/pantai.
Permasalahan dan Dampak Reklamasi Pantai
Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata akibatproyek reklamasi itu adalah kehancuran
ekosistem berupa hilangnya keanekaragamanhayati. Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat
proyek reklamasiitu antara lain berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan,kerang,
kepiting, burung dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya.Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi
pantai adalah meningkatkanpotensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang
alam(geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan ituantara lain berupa tingkat
kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut,pola arus laut sepanjang pantai dan merusak kawasan tata
air. Potensi banjir akibatproyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila dikaitkan dengan adanya kenaikanmuka
air laut yang disebabkan oleh pemanasan global.Sementara itu, secara sosial rencana reklamasi pantai dipastikan
juga dapatmenyebabkan nelayan tradisional tergusur dari sumber-sumber kehidupannya.Penggusuran itu
dilakukan karena kawasan komersial yang akan dibangunmensyaratkan pantai sekitarnya bersih dari berbagai
fasilitas penangkapan ikan miliknelayan.

Latar Belakang Rencana Reklamasi


Pembangunan selalu berkembang yang ditandai dengan pertumbuhan penduduk, urbanisasi dan
migrasi, sertapergeseran peruntukan lahan yang menyebabkan alih fungsi lahan meningkat setiap
tahun. Terjadinya alih fungsilahan tersebut disebabkan berbagai faktor antara lain: pelaksanaan
tata ruang yang tidak konsisten, pengendalianyang lemah, serta kesadaran masyarakat dalam
menaati rencana tata ruang yang masih rendah. Kemajuanmenuntut perubahan. Perubahan inilah
yang wajib menjadi pemikiran kita bersama.Bali yang secara geografis sangat sempit, terus
mengalami pengurangan lahan pertanian karena alih fungsi akibatkemajuan pembangunan. Untuk
itu, kita harus memikirkan berbagai upaya terobosan dalam menjaga perkembanganpembangunan
pariwisata kita sejalan dengan kelestarian pertanian sebagai nafas kebudayaan Bali.
Konseppariwisata budaya yang merupakan ikon pariwisata Bali, tidak bisa kita kembangkan
hanya dengan mengandalkanapa yang ada dan apa yang kita miliki saat ini. Diperlukan berbagai
program terobosan dalam pembangunan
pariwisata, yang tetap mendukung kelestarian alam dan budaya Bali, sesuai slogan Pariwisata
untuk Bali.
Di sisi lain, beberapa pantai di Pulau Bali merupakan daerah yang rawan bencana, khususnya
bencana tsunami.Menjadi kewajiban kita untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dan
mitigasi bencana tersebut. Sejalan dengankemajuan pembangunan di wilayah Bali selatan,
eksploitasi yang berlebihan terhadap alam dan lingkungannya,harus diimbangi dengan upaya
pelestarian lingkungannya.Dipilihnya rencana reklamasi di kawasan Teluk Benua, mengingat
kondisi di wilayah perairan tersebut yang salahsatunya adalah keberadaan Pulau Pudut, sudah
sangat terancam yang salah satunya akibat perubahan iklim global.Tujuan pemanfaatan kawasan
Teluk Benoa antara lain untuk mengurangi dampak bencana alam dan dampak iklimglobal, serta
menangani kerusakan pantai pesisir. Kebijakan rencana pengembangan Teluk Benoa adalah
untukmeningkatkan daya saing dalam bidang destinasi wisata dengan menciptakan ikon
pariwisata baru denganmenerapkan konsep green development, sebagai upaya mitigasi bencana,
khususnya bahaya tsunami. Reklamasi iniakan menambah luas lahan dan luas hutan bagi Pulau
Bali, yang tentu sangat prospektif bagi kemajuan dankesejahteraan masyarakat Bali, apabila
dikelola dengan tepat, arif dan bijak.Saya menyadari pula bahwa akan muncul berbagai dampak
apabila rencana tersebut dapat diwujudkan, antara lainmasalah lingkungan, ketidak-nyamanan
selama proses pembangunan, kemacetan, dan beberapa masalah lainnya,yang tentu dalam kajian
final-nya nanti akan kita lihat, seberapa besar kerugiannya.
Reklamasi untuk Masa Depan
Pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa seluas 838 Ha, menurut rencana yang masih harus
menunggu kajianfinal, sebagian besar diantaranya atau sekitar 438 Ha akan dibangun hutan
mangrove. Sementara sekitar 300 Hadibangun fasilitas umum seperti art centre, gedung pameran
kerajinan, gelanggang olahraga, tempat ibadah,sekolah, dsb, dan hanya sebagian kecil atau sekitar
100 Ha dibangun akomodasi pariwisata. Kawasan tersebutsekaligus menjadi penyangga wilayah
Bali selatan, yang dikembangkan tetap berdasarkan filosofi tri hita karana.Dalam perkembangan
pembangunan ke depan, reklamasi dan kehadiran pulau baru ini memiliki keuntungan bagiBali
sebagai berikut:
1. Secara geografis, luas pulau Bali akan bertambah. Pulau baru yang dibangun investor di
kawasan ini akanmenjadi milik Bali, milik masyarakat Bali. Demikian pula luas hutan kita,
khususnya hutan mangrove, akanbertambah. Keberadaan hutan bakau yang sangat luas di
kawasan tersebut, akan sangat melindungikawasan pesisir dari ancaman abrasi akibat iklim global,
termasuk melindungi Bali dari bencana tsunami2. Dalam hal lapangan kerja, dibangunnya
akomodasi pariwisata dan fasilitas umum akan memberikanpeluang lapangan kerja bagi
masyarakat Bali dalam 5 sampai 10 tahun mendatang. Diperkirakan sekitar 200.000 lapangan
kerja baru akan tersedia di kawasan ini. Saat ini jumlah angkatan kerja, khususnyalulusan
perguruan tinggi, terus bertambah. Sementara lapangan kerja mengalami stagnasi, karena
sangatbergantung pada kondisi dan perkembangan pariwisata yang sangat rentan terhadap kondisi
keamanan,dan kondisi sosial lainnya. Sebagai contoh, pada saat diskusi digelar, berlangsung
upacara wisuda lulusanUniversitas Udayana. Saat itu lebih dari 900 mahasiswa diwisuda, dari
jenjang diploma hingga pascasarjana. Mungkin sebagian dari jumlah itu sudah bekerja, sementara
sebagian lainnya menjadipengangguran. Belum lagi lulusan perguruan tinggi negeri dan swasta
lainnya di Bali yang berjumlah sekitar 40 buah, yang meluluskan mahasiswanya ratusan orang
setiap tahun, bahkan ada perguruan tinggi yangmelaksanakan wisuda dua sampai tiga kali dalam
setahun. Dapat dihitung berapa lulusan perguruan tinggiyang berpotensi menganggur bertambah
setiap tahun. Demikian pula lulusan SMA/SMK yang tidakmelanjutkan ke perguruan tinggi,
mereka adalah angkatan kerja potensial yang belum tentu semuanyamendapatkan pekerjaan.
Angka pengangguran kita di Bali saat ini memang terbaik di tanah air, tetapi itutidak menjamin
dalam tahun-tahun mendatang dapat bertahan, apabila kita tidak berupaya menyiapkanlapangan
kerja baru seluas-luasnya. Terlebih lagi tahun 2015 kita akan menjadi bagian dari
KomunitasTunggal ASEAN, sejalan dengan diberlakukannya ASEAN Free Trade Area (AFTA).
Dalam masa tersebut,para pekerja dari luar negeri akan datang ke Bali untuk bersaing
mendapatkan pekerjaan dalam seluruhbidang, mulai dari manager, sopir, sampai tukang sapu.
Keberadaan lapangan kerja baru akan sangatmembantu persaingan kerja bagi para tenaga kerja
lokal Bali. Demikian pula para penari dan senimanlulusan SMK Kesenian, dan juga perguruan
tinggi seni, akan mendapat kesempatan luas untuk tampildengan dibangunnya art centre
dan akomodasi pariwisata baru.3. Dalam mendukung pembangunan pariwisata, keberadaan pulau
reklamasi akan menjadi destinasi wisatabaru. Konsep pariwisata budaya mutlak
diimplementasikan dalam membangun dan mengembangkankawasan dan atraksi wisata di
kawasan tersebut. Kejenuhan wisatawan asing atas atraksi dan obyek wisatayang ada saat ini,
wajib diantisipasi untuk 5 sampai 10 tahun ke depan. Kita berharap pariwisata budaya kitamenuju
quality tourism, dalam arti wisatawan yang datang adalah yang memang berwisata dan
berbelanjadi Bali. Di sisi lain, kita tidak boleh menutup mata terhadap kemajuan yang dialami
pariwisata negara-negara tetangga, seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura. Kita tidak boleh
malu belajar dari kemajuanyang mereka capai. Belum lagi daerah-daerah lainnya di tanah air yang
sedang gencar-gencarnyamembangun pariwisatanya, mulai dari yang terdekat yaitu Banyuwangi
dan NTB, sampai padapengembangan Kepulauan Raja Ampat, yang sangat berobsesi
mengalahkan kemajuan pariwisata Bali.Kawasan yang sudah ada di Bali, sangat sulit
dikembangkan mengingat sempitnya lahan. Oleh karena itu,kawasan pulau baru akan mudah
dikembangkan termasuk melalui diversifikasi program dan atraksi wisatabudaya. Para perajin kita
telah disediakan arena pameran dan promosi. Para seniman, budayawan dan

sekaa-sekaa kesenian yang ada, akan disiapkan art centre dan panggung-panggung seni lainnya,
sehinggaakan mendorong kelestarian seni budaya kita.
Lahirnya Keputusan Gubernur Bali
Kebijakan Pemerintah Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi izin pemanfaatan, sudah melalui
proses danmekanisme pembahasan, mulai dari permohonan yang diajukan investor, rekomendasi
DPRD Provinsi Bali, sampaiturunnya Keputusan Gubernur. Rekomendasi tersebut masih
memerlukan beberapa kajian pendukung, sinkronisasidan harmonisasi dengan peraturan
perundang-undangan, serta beberapa tahapan perizinan yang wajib dimiliki olehinvestor, di
mana izin-izin tersebut menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota.Rekomendasi tersebut
belum cukup dipakai acuan melaksanakan kegiatan reklamasi, tetapi baru sebatas sebagaidasar
bagi investor melakukan kegiatan pengkajian, survey, serta pengurusan perizinan yang
dibutuhkan sesuaiketentuan peraturan perundang-undangan. Sekarang tugas kita bersama adalah
mengawasi pelaksanaan kajiantersebut kalau memang benar-benar memenuhi semua aspek, untuk
kemudian dilanjutkan pada tahapan berikutnya.Dalam membuat kajian feasibility tersebut
berbagai peraturan perundang-undangan masih perlu diacu,disinkronisasikan, dan
diharmonisasikan, antara lain Peraturan Presiden No. 45 Tahun 2011 tentang kawasanperkotaan
Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan (Sarbagita), Rancangan Perda Arahan Peraturan Zonasi
SistemProvinsi, dan Draft Arahan Peraturan Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang
sedang disusun dokumenakademisnya di Pemerintah Provinsi Bali. Sementara Pemerintah
Kabupaten Badung juga sedang menyiapkanRaperda Arahan Peraturan Zonasi Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Badung sebagai tindaklanjutamanat Undang-Undang Nomor
27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.Dalam Keputusan ini,
Saya dengan tegas mencantumkan hal-hal yang wajib dipenuhi dalam
pengembangan rencanareklamasi ini oleh calon investor, yaitu: 1) menaati ketentuan perundang-
undangan yang berlaku, 2) memperhatikankelestarian lingkungan, 3) mengikutsertakan dan
mempekerjakan masyarakat di sekitar tempat usaha sertamembantu meningkatkan taraf hidup
masyarakat sekitar, dan 4) menghormati nilai-nilai agama, budaya, kesusilaandan/atau ketertiban
umum dalam penyelenggaraan kegiatan.Proses reklamasi ini masih sangat panjang, yang
memerlukan pemikiran kita bersama untuk mewujudkannya,sehingga nantinya benar-benar
memberikan manfaat bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Bali di masamendatang. Bali yang
maju adalah Bali yang tidak tercerabut dari akar budayanya yang adiluhung, dengan
kemajuanpembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Saya mengajak seluruh
rakyat Bali, untukmembangun Bali dengan dasar cinta, dan menyumbangkan pemikiran dan hasil
karya sesuai kompetensi danswadharma masing-masing. Terima kasih.
AMPAK REKLAMASI PANTAI TERHADAP KELESTARIAN LINGKUNGAN
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai garis pantai terpanjang keempat di dunia
setelah Amerika Serikat, Kanada, dan Rusia dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km.
Wilayah Laut dan pesisir Indonesia mencapai wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 dari 7.827.087
km2). Hingga saat ini wilayah pesisir memiliki sumberdaya dan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan manusia. Seiring dengan perkembangan peradaban dan kegiatan sosial ekonominya,
manusia memanfatkan wilayah pesisir untuk berbagai kepentingan. Konsekuensi yang muncul
adalah masalah penyediaan lahan bagi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakat. Agar
mendapatkan lahan, maka kota-kota besar menengok daerah yang selama ini terlupakan, yaitu
pantai (coastal zone) yang umumnya memiliki kualitas lingkungan hidup rendah. Fenomena ini
bukan saja dialami di Indonesia, tapi juga dialami negara-negara maju, sehingga daerah pantai
menjadi perhatian dan tumpuan harapan dalam menyelesaikan penyediaan hunian penduduk
perkotaan. Penyediaan lahan di wilayah pesisir dilakukan dengan memanfaatkan lahan atau
habitat yang sudah ada, seperti perairan pantai, lahan basah, pantai berlumpur dan lain sebagainya
yang dianggap kurang bernilai secara ekonomi dan lingkungan sehingga dibentuk menjadi lahan
lain yang dapat memberikan keuntungan secara ekonomi dan lingkungan atau dikenal dengan
reklamasi.

Pengertian Reklamasi
Menurut pengertiannya secara bahasa, reklamasi berasal dari kosa kata dalam Bahasa
Inggris, to reclaim yang artinya memperbaiki sesuatu yang rusak. Secara spesifik dalam Kamus
Bahasa Inggris-Indonesia terbitan PT. Gramedia disebutkan arti reclaim sebagai menjadikan
tanah (from the sea). Masih dalam kamus yang sama, arti kata reclamation diterjemahkan sebagai
pekerjaan memperoleh tanah. Para ahli belum banyak yang mendefinisikan atau memberikan
pengertian mengenai reklamasi pantai. Kegiatan reklamasi pantai merupakan upaya teknologi
yang dilakukan manusia untuk merubah suatu lingkungan alam menjadi lingkungan buatan, suatu
tipologi ekosistem estuaria, mangrove dan terumbu karang menjadi suatu bentang alam
daratan.(Maskur, 2008).
Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan
manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU No 27 Thn 2007).
Pengertian reklamasi lainnnya adalah suatu pekerjaan/usaha memanfaatkan kawasan atau
lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara
dikeringkan. Misalnya di kawasan pantai, daerah rawa-rawa, di lepas pantai/di laut, di tengah
sungai yang lebar, ataupun di danau. Pada dasaranya reklamasi merupakan kegiatan merubah
wilayah perairan pantai menjadi daratan. Reklamasi dimaksudkan upaya merubah permukaan
tanah yang rendah (biasanya terpengaruh terhadap genangan air) menjadi lebih tinggi (biasanya
tidak terpengaruh genangan air). (Wisnu Suhartodalam Maskur, 2008).
Sesuai dengan definisinya, tujuan utama reklamasi adalah menjadikan kawasan berair
yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanfaat. Kawasan baru tersebut, biasanya
dimanfaatkan untuk kawasan pemukiman, perindustrian, bisnis dan pertokoan, pertanian, serta
objek wisata. Dalam perencanaan kota, reklamasi pantai merupakan salah satu langkah pemekaran
kota. Reklamasi diamalkan oleh negara atau kotakota besar yang laju pertumbuhan dan kebutuhan
lahannya meningkat demikian pesat tetapi mengalami kendala dengan semakin menyempitnya
lahan daratan (keterbatasan lahan). Dengan kondisi tersebut, pemekaran kota ke arah daratan
sudah tidak memungkinkan lagi, sehingga diperlukan daratan baru. (http//www.lautkita.org)
Cara reklamasi memberikan keuntungan dan dapat membantu negara/kota dalam rangka
penyediaan lahan untuk berbagai keperluan (pemekaran kota), penataan daerah pantai,
pengembangan wisata bahari, dll.

Reklamasi kawasan perairan merupakan upaya pembentukan suatu kawasan daratan baru
baik di wilayah pesisir pantai ataupun di tengah lautan. Tujuan utama reklamasi ini adalah untuk
menjadikan kawasan berair yang rusak atau belum termanfaatkan menjadi suatu kawasan baru
yang lebih baik dan bermanfaat untuk berbagai keperluan ekonomi maupun untuk tujuan strategis
lain. Kawasan daratan baru tersebut dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman,
perindustrian, bisnis dan pertokoan, pelabuhan udara, perkotaan, pertanian, jalur transportasi
alternatif, reservoir air tawar di pinggir pantai, kawasan pengelolaan limbah dan lingkungan
terpadu, dan sebagai tanggul perlindungan daratan lama dari ancaman abrasi serta untuk menjadi
suatu kawasan wisata terpadu.

Tujuan Reklamasi
Biasanya kegiatan reklamasi ini dilakukan oleh suatu otoritas (negara, kota besar,
pengelola kawasan) yang memiliki laju pertumbuhan tinggi dan kebutuhan lahannya meningkat
pesat, tetapi mengalami kendala keterbatasan atau ketersediaan ruang dan lahan untuk mendukung
laju pertumbuhan yang ada, sehingga diperlukan untuk mengembangkan suatu wilayah daratan
baru. Dalam konteks pengembangan wilayah, reklamasi kawasan pantai ini diharapkan akan dapat
meningkatkan daya tampung dan daya dukungan lingkungan (environmental carrying capacity)
secara keseluruhan bagi kawasan tersebut. Reklamasi dilakukan dalam rangka meningkatkan
manfaat sumberdaya lahan yang ditinjau dari sudut lingkungan dan social ekonomi dengan cara
pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (UU 27, 2007). Hal ini umumnya terjadi karena
semakin tingginya tingkat populasi manusia, khususnya di kawasan pesisir, sehingga perlu dicari
solusinya.
Tujuan reklamasi juga yaitu untuk memperbaiki daerah atau areal yang tidak terpakai atau
tidak berguna menjadi daerah yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan manusia antara
lain untuk lahan pertanian, perumahan, tempat rekreasi dan industri (Ensiklopedi Nasional
Indonesia, 1990). Sedangkan menurut max wagiu 2011. Tujuan dari program reklamasi yaitu:
a. Untuk mendapatkan kembali tanah yang hilang akibat gelombang laut
b. Untuk memperoleh tanah baru di kawasan depan garis pantai untuk mendirikan bangunan yang
akan difungsikan sebagai benteng perlindungan garis pantai
c. Untuk alasan ekonomis, pembangunan atau untuk mendirikan konstruksi bangungan dalam
skala yang lebih besar.

Gambar 1. a. Foto Satelit Shenzen, Hongkong - Reklamasi yang menyambung dengan daratan. b. Rencana
Palm Island, Dubai Reklamasi yang terpisah dari daratan utama. (Sumber; Djakapermana,
2013)

Manfaat Reklamasi
Reklamasi pantai sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan lahan perkotaan menjadi
kemutlakan karena semakin sempitnya wilayah daratan. Kebutuhan dan manfaat reklamasi dapat
dilihat dari aspek tata guna lahan, aspek pengelolaan pantai dan ekonomi. Tata ruang suatu
wilayah tertentu kadang membutuhkan untuk direklamasi agar dapat berdaya dan hasil guna.
Untuk pantai yang diorientasikan bagi pelabuhan, industri, wisata atau pemukiman yang perairan
pantainya dangkal wajib untuk direklamasi agar bisa dimanfaatkan.
Terlebih kalau di area pelabuhan, reklamasi menjadi kebutuhan mutlak untuk
pengembangan fasilitas pelabuhan, tempat bersandar kapal, pelabuhan peti-peti kontainer,
pergudangan dan sebagainya. Dalam perkembangannya pelabuhan ekspor impor saat ini
menjadi area yang sangat luas dan berkembangnya industri karena pabrik, moda angkutan,
pergudangan yang memiliki pangsa ekspor impor lebih memilih tempat yang berada di lokasi
pelabuhan karena sangat ekonomis dan mampu memotong biaya transportasi.
Aspek perekonomian adalah kebutuhan lahan akan pemukiman, semakin mahalnya
daratan dan menipisnya daya dukung lingkungan di darat menjadikan reklamasi sebagai pilihan
bagi negara maju atau kota metropolitan dalam memperluas lahannya guna memenuhi kebutuhan
akan pemukiman. Fungsi lain adalah mengurangi kepadatan yang menumpuk dikota dan
meciptakan wilayah yang bebas dari penggusuran karena berada di wilayah yang sudah disediakan
oleh pemerintah dan pengembang, tidak berada di bantaran sungai maupun sempadan pantai.
Aspek konservasi wilayah pantai, pada kasus tertentu di kawasan pantai karena perubahan pola
arus air laut mengalami abrasi, akresi sehingga memerlukan pembuatan Groin (pemecah ombak)
atau dinding laut sebagai mana yang dilakukan di daerah Ngebruk Mankang Kulon. Reklamasi
dilakukan diwilayah pantai ini guna untuk mengembalikan konfigurasi pantai yang terkena abrasi
kebentuk semula.
Reklamasi merupakan megaproject dari sebuah pengembangan perkotaan. Besarnya
sumber daya dan dana yag dikeluarkan harus sebanding dengan nilai fungsi yang ada setelah
reklamasi digunakan. Perencanaan dan studi harus mendalam perihal Pekerjaan Reklamasi
seperti: (Indonesia Water Institute. 2012)
1. Pengendalian Dampak Negatif Lingkungan - Campur tangan manusia terhadap alam akan
berimbas kepada ekosistem yang ada di laut sebelumnya, maka perlu dilakukannya pencegahan
dampak meluas akibat reklamasi ini. Salah satu contoh: ketika Reklamasi Pantai Indah Kapuk
selesai, maka persoalan muncul, ketika jalan Tol ir Sedyatmo (Tol Bandara) mengalami banjir
beberapa pendapat dikarenakan limpasan dari area Pantai Indah Kapuk.
2. Supply Air dan Energy Air dan Energy akan dibutuhkan di daerah pengembangan termasuk
juga di daerah rekalamasi, dari sini perencana harus memperhitungkan betul dari mana sumber
energy dan listrik. Contoh kasus : bandara Kansai, Jepang, menggunakan Energi Listrik dari
Angin untuk memenuhi kebutuhan listrik.
3. Transportasi yang Terintegrasi Pengembangan daerah akan berdampak pada arus
transportasi di daerah akan meningkat, maka daerah utama dan daerah reklamasi harus
diperhitungkan arus transportasi agar menghindari kemacetan karena tidak adanya integrasi dari
daerah reklamasi dan daerah utama (daerah asli) . Contoh : Reklamasi di Incheon sebagai Bandara
Internasional Korea Selatan, di bangun 3 moda transportasi yaitu, Jlan raya, Kereta, dan Subway
untuk menghindari stagnan arus transportasi.
4. Tata Ruang dan Wilayah Hal ini tidak terlepas dari awal perencanaan dari Reklamasi. Lahan
hasil reklamasi akan digunakan sesuai kebutuhan maka master plan tata ruang dan wilayah harus
benar- benar dikerjakan dan diawasi pelaksanaannya. Hal ini menghindari penyebaran daerah
kumuh / tak tertata dari sebuah kawasan.
5. Struktur Lapisan Tanah Reklamasi Hal ini merupakan syarat utama dari ketahanan
struktur. Kekuatan lahan reklamasi terhadap abrasi dan beban bangunan diatasnya harus
diperhitungkan agar tidak terjadi kerugian yang besar.

Pelaksanaan reklamasi pantai dibedakan menjadi dua yaitu : (Yuwono, 2007)


a. Daerah reklamasi yang menyatu dengan garis pantai semula, dimana garis pantai yang baru
akan menjadi lebih jauh menjorok ke laut.
b. Daerah reklamasi yang memiliki jarak tertentu terhadap garis pantai

Gambar 2. Bentuk reklamasi pantai (Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005)

Yang Secara umum bentuk reklamasi ada dua, yaitu reklamasi menempel pantai dan
reklamasi lahan terpisah dari pantai daratan induk. Cara pelaksanaan reklamasi sangat tergantung
dari sistem yang digunakan. Menurut Buku Pedoman Reklamasi di Wilayah Pesisir (2005)
dibedakan atas 4 sistem, yaitu :

a. Sistem Timbunan
Reklamasi dilakukan dengan cara menimbun perairan pantai sampai muka lahan berada di atas
muka air laut tinggi (high water level) yang aman.
b. Sistem Polder
Reklamasi dilakukan dengan cara mengeringkan perairan yang akan direklamasi dengan
memompa air yang berada didalam tanggul kedap air untuk dibuang keluar dari daerah lahan
reklamasi.
c. Sistem Kombinasi antara Polder dan Timbunan
Reklamasi ini merupakan gabungan sistem polder dan sistem timbunan, yaitu setelah lahan
diperoleh dengan metode pemompaan, lalu lahan tersebut ditimbun sampai ketinggian tertentu
sehingga perbedaan elevasi antara lahan reklamasi dan muka air laut cukup aman.
d. Sistem Drainase
Reklamasi sistem ini dipakai untuk wilayah pesisir yang datar dan relatif rendah dari wilayah di
sekitarnya tetapi elevasi muka tanahnya masih lebih tinggi dari elevasi muka air laut.
Pembangunan reklamasi di Indonesia harus mengacu pada berbagai pedoman dan undang-
undang yang mengatur tentang reklamasi pantai, antara lain:
Pedoman perencanaan tata ruang kawasan reklamasi pantai (Peraturan Menteri PU No.
4/PRT/M/2007) yang mencakup penjelasan tentang faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam
tahapan-tahapan pelaksanaan kegiatan reklamasi, yaitu aspek fisik, ekologi, sosial ekonomi dan
budaya, tata lingkungan dan hukum, aspek kelayakan, perencanaan dan metode yang digunakan.
Pedoman ini juga memberikan batasan, persyaratan dan ketentuan teknis yang harus dipenuhi agar
suatu wilayah dapat melakukan reklamasi pantai.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang memberi wewenang
kepada daerah untuk mengelola wilayah laut dengan memanfaatkan sumber daya alam secara
optimal.

Undang-undang No 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.


Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang yang merupakan guide line bagi
daerah untuk mengatur, mengendalikan dan menata wilayahnya dalam satu-kesatuan matra
ekosistem,

Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil yang mengamanatkan wilayah pesisir diatur secara komprehensif mulai dari perencanaan,
pengelolaan, pengawasan dan pengendalian.

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana yang mengatur tentang
perlindungan terhadap aset baik berupa jiwa

Contoh Pelaksanaan Reklamasi


Reklamasi pantai telah dilaksanakan di berbagai tempat di dalam, maupun luar negeri
diantaranya :

1. Bandara Kansai, Jepang Reklamasi di buat di tengah laut, dan lahan seluas 10 km2 ini
digunakan sebagai Bandara Internasional Jepang.
2. Sea Landfill Phoenix Centre, Osaka Jepang, Lahan Reklamasi ini dibuat untuk pengolahan
limbah terpadu.
3. Tokyo Bay Landfill , Lahan Reklamasi ini juga di buat untuk pengolahan limbah terpadu.
4. Incheon Korea Selatan, Lahan Reklamasi ini merupakan daerah pengembangan yang
dilakukan pemerintah Korea Selatan. Lahan ini digunakan sebagai Bandara Internasional
Incheondan pembangunan kawan Industri di kawasan Incheon.
5. Semakau Landfill, Singapura . Lahan digunakan sebagai pengeolahan limbah di Singapura.
Selain itu Area ini digunakan sebagai konservasi flora dan fauna juga sebagai daerah rekreasi.
6. Dubai, Negara ini menjadi reklamasi sebagai megaproject dalam pengembangan kawasan
hunian. Terdapat 4 proyek Reklamasi yaitu : The Palm Jeber Ali, Deira, Jumairah, dan The World
7. Tianjin China, tujuan dari Reklamasi lahan di daerah Tianjin adalah untuk memenuhi
efisiensi lahan yang dirasa sudah menggangu di daerah daratan. Pemerintah China membangun
Reklamasi ini untuk memenuhi kebutuhan pengembangan daerah Industri, Pelabuhan dan Free
Trade Zone.
8. Linggang New City Project, Shanghai , China, Lahan reklamsi seluas 133.2 km2 ini
merupakan proyek pengembangan daerah bisnis terpadu di daerah Shanghai. Kawasan Industri,
pelabuhan dan Bandara dibangun untuk menunjang peningkatan pesat perekonomian di China.
9. Indonesia:
Kawasan Teluk Jakarta, Pengembangan yang sudah ada saat ini adalah pengembangan kawasan
Hunian Real Estate.
Mamuju, Sulawesi Barat - 8.3 Hektar lahan Reklamasi pantai Mamuju juga bertujuan untuk
mempercantik kota karena di sekitar reklamasi pantai akan dibangun jalan dua jalur di
sampingdibangun fasilitas pelayanan publik. Diharapkan dari adanya pembangunan fasilitas
publik lainnya juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi Mamuju, misalnya proyek
pembangunan pusat jajan serba ada (pujasera), pusat bisnis, perumahan dan kantor, mall dan pusta
perbelanjaan, serta area pengembangan Hotel.
Denpasar, Bali Reklamasi seluas 380 Ha ini bertujuan untuk menghubungkan gugusan Pulau
Serangan. Namun konsekuensi dari penggabungan gugusan tersebut kini dirasan masyarakat
sekitar dari aspek Lingkungan, Budaya, hingga Sosial.
Manado, Sulawesi Utara - Adanya reklamasi pantai di Kota Manado yang dikembangkan sebagai
kawasan fungsional dengan pola super blok dan mengarah pada terbentuknya Central Business
District (CBD)
Semarang Reklamasi di daerah pesisir pantai semarang ini digunakan untuk perluasa lahan
aratan yang digunakan sebagai lahan perekonomian dan bisnis di kawasan tersebut. Reklamasi ini
juga untuk menyangga daerah daratan yang terus mengalami penurunan tinggi permukaan tanah.
Tanggerang Pemerintah Kota Tanggerang akan menambah sekitar 7500 hektar lahan daratan.
eklamasi ini akan menjadi megaproject dari Pemkot Tanggerang, Pembangunan kawasan terpadu
seperti bisnis, hunian, wisata akan menjadi daya tarik tersendiri. akan ada 6 pulau reklamasi yang
akan dibuat.
Makassar - Makasar sebagai titik tengah pembangunan Indonesia. Di kawasan Center Point of
ndonesia, dengan luas total 600 hektar ini, nantinya akan dibangun pusat bisnis dan pemerintahan,
kawasan hiburan, hotel hotel kelas dunia yang dilengkapi dengan lapangan golf dengan view ke
laut lepas, hampir serupa dengan apa yang dibangun melalui rencana reklamasi pantai utara di
Jakarta.
Ternate - keterbatasan lahan bagi pengembangannya maka kegiatan reklamasi pantai sangat
diperlukan untuk mendukung kegiatan perekonomian dan pengembangan Kota
Ternate penambahan luas lahan di wilayah pesisir Kota Ternate yaitu sebesar 9.7 Ha yang
berdasarkan fungsi dan jenis fasilitas yang sudah dibangun kawasan komersial yang sudah
mengisi lahan reklamasi pantai.
Dampak Reklamasi
Dalam melakukan reklamasi terhadap kawasan pantai, harus memperhatikan berbagai
aspek/dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Dampak-dampak tersebut
antara lain dampak lingkungan, sosial budaya maupun ekonomi. Dampak lingkungan misalnya
mengenai perubahan arus laut, kehilangan ekosistem penting, kenaikan muka air sungai yang
menjadi terhambat untuk masuk ke laut yang memungkinkan terjadinya banjir yang semakin
parah, kondisi lingkungan di wilayah tempat bahan timbunan, sedimentasi, perubahan
hidrodinamika yang semuanya harus tertuang dalam analisis mengenai dampak lingkungan.
Dampak sosial budaya diantaranya adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran HAM (dalam
pembebasan tanah), perubahan kebudayaan, konflik masyarakat, dan isolasi masyarakat.
Sementara dampak ekonomi diantaranya berapa kerugian masyarakat, nelayan, petambak yang
kehilangan mata pencahariannya akibat reklamasi pantai.
Kegiatan Reklamasi pantai memungkinkan timbulnya dampak yang diakibatkan. Adapun
untuk menilai dampak tersebut bisa dibedakan dari tahapan yang dilaksanakan dalam proses
reklamasi, yaitu : (Maskur, 2008)
Tahap Pra Konstruksi, antara lain meliputi kegiatan survey teknis dan lingkungan, pemetaan dan
pembuatan pra rencana, perijinan, pembuatan rencana detail atau teknis.
Tahap Konstruksi, kegiatan mobilisasi tenaga kerja, pengambilan material urug, transportasi
material urug, proses pengurugan.
Tahap Pasca Konstruksi, yaitu kegiatan demobilisasi peralatan dan tenaga kerja, pematangan
lahan, pemeliharaan lahan.

Wilayah yang kemungkinan terkena dampak adalah :


a. Wilayah pantai yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau
berkurang karena akan dimanfaatkan kegiatan privat. Dari sisi lingkungan banyak biota laut yang
mati baik flora maupun fauna karena timbunan tanah urugan sehingga mempengaruhi ekosistem
yang sudah ada.
b. System hidrologi gelombang air laut yang jatuh ke pantai akan berubah dari alaminya.
Berubahnya alur air akan mengakibatkan daerah diluar reklamasi akan mendapat limpahan air
yang banyak sehingga kemungkinan akan terjadi abrasi, tergerus atau mengakibatkan terjadinya
banjir atau rob karena genangan air yang banyak dan lama.
c. Ketiga, aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di wilayah pantai sebagian besar adalah petani
tambak, nelayan atau buruh. Dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi ikan yang ada di laut
sehingga berakibat pada menurunnya pendapatan mereka yang menggantungkan hidup kepada
laut. Selanjutnya adalah aspek ekologi, kondisi ekosistem di wilayah pantai yang kaya akan
keanekaragaman hayati sangat mendukung fungsi pantai sebagai penyangga daratan. Ekosistem
perairan pantai sangat rentan terhadap perubahan sehingga apabila terjadi perubahan baik secara
alami maupun rekayasa akan mengakibatkan berubahnya keseimbangan ekosistem.
Ketidakseimbangan ekosistem perairan pantai dalam waktu yang relatif lama akan berakibat pada
kerusakan ekosistem wilayah pantai, kondisi ini menyebabkan kerusakan pantai.
Ada bermacam dampak reklamasi daerah pesisir pantai yang banyak dilakukan pada
negara atau kota maju dalam rangka memperluas daratan sehingga bisa digunakan untuk area
bisnis, perumahan,wisata rekreasi dan keperluan lainya. selalu ada dampak positif dan negatif
dalam setiap kegiatan termasuk dalam hal pengurugan tepi laut ini, bisa jadi yang melakukan
kegiatan hanya mendapat keuntunganya saja sementara kerugian harus ditanggung oleh pihak
yang tidak mengerti apa-apa, tanpa disadari banyak daerah pesisir pantai terpencil yang hilang
karena aktifitas reklamasi ini.

Gambar 3. Kerusakan lingkungan akibat reklamasi pantai

a. Dampak negatif atau kerugian reklamasi pesisir pantai


Peninggian muka air laut karena area yang sebelumnya berfungsi sebagai kolam telah berubah
menjadi daratan.
Akibat peninggian muka air laut maka daerah pantai lainya rawan tenggelam, atau setidaknya air
asin laut naik ke daratan sehingga tanaman banyak yang mati, area persawahan sudah tidak bisa
digunakan untuk bercocok tanam, hal ini banyak terjadi diwilayah pedesaan pinggir pantai.
Musnahnya tempat hidup hewan dan tumbuhan pantai sehingga keseimbangan alam menjadi
terganggu, apabila gangguan dilakukan dalam jumlah besar maka dapat mempengaruhi perubahan
cuaca serta kerusakan planet bumi secara total.
Pencemaran laut akibat kagiatan di area reklamasi dapat menyebabkan ikan mati sehingga nelayan
kehilangan lapangan pekerjaan.

b. Dampak positif atau keuntungan reklamasi pesisir pantai


Ada tambahan daratan buatan hasil pengurugan pantai sehingga dapat dimanfaatkan untuk
bermacam kebutuhan.
Daerah yang dilakukan reklamasi menjadi aman terhadap erosi karena konstruksi pengaman sudah
disiapkan sekuat mungkin untuk dapat menahan gempuran ombak laut.
Daerah yang ketinggianya dibawah permukaan air laut bisa aman terhadap banjir apabila dibuat
tembok penahan air laut di sepanjang pantai.
Tata lingkungan yang bagus dengan perletakan taman sesuai perencanaan, sehingga dapat
berfungsi sebagai area rekreasi yang sangat memikat pengunjung.
Sumber ; dari berbagai sumber

Gambar 4. Keuntungan dari reklamasi pantai

Melihat kelebihan dan kekurangan reklamasi tersebut nampaknya tetap lebih banyak
dilakukan karena dampak negatif lingkungan justru ditanggung daerah lain yang terkadang tidak
tahu apa-apa tentang adanya reklamasi pantai yang letaknya jauh dari tempat tinggal. solusi
terbaik bisa dilakukan dengan mencari teknologi terbaru mengenai pemanfaatan wilayah laut
untuk aktifitas hidup manusia contohnya dengan membuat gedung atau rumah terapung di atas
permukaan laut, namun hal ini tentu perlu penelitian yang dalam sehingga apa yang diharapkan
bisa tercapai, bagi yang hendak memberikan uraian atau solusi mengenai kegiatan reklamasi
pantai bisa berbagi disini.

Reklamasi Dan Aspek Pelestarian Lingkungan


Rujukan utama dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia adalah Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang secara regulatif melandasi
kebijakan di Indonesia. Undang-undang ini menjamin dalam pelaksanaan pembangunan
diharapkan adanya keselarasan hubungan antara manusia dengan manusia, manusia dengan
lingkungan dan komponen lingkungan lainnya, serta dapat memenuhi masa kini dan menjaga
kelestarian untuk masa datang.
Dampak lingkungan hidup yang sudah jelas nampak di depan mata akibat proyek
reklamasi itu adalah kehancuran ekosistem berupa hilangnya keanekaragaman hayati.
Keanekaragaman hayati yang diperkirakan akan punah akibat proyek reklamasi itu antara lain
berupa hilangnya berbagai spesies mangrove, punahnya spesies ikan, kerang, kepiting, burung
dan berbagai keanekaragaman hayati lainnya.
Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi pantai adalah meningkatkan potensi
banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan
aliran air (hidrologi) di kawasan reklamasi tersebut. Perubahan itu antara lain berupa tingkat
kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai dan
merusak kawasan tata air. Potensi banjir akibat proyek reklamasi itu akan semakin meningkat bila
dikaitkan dengan adanya kenaikan muka air laut yang disebabkan oleh pemanasan global.

Studi Kasus Dampak Reklamasi Terhadap Kelestarian Lingkungan di Indonesia

1. Kawasan Teluk Jakarta


Untuk kawasan teluk Jakarta kegiatan reklamasi dalam Fase Operasi memberikan dampak
terhadap lingkungan seperti : (Esp2indonesia. 2011)
a. Dampak terhadap paras muka laut dan perendaman di hilir .
b. Dampak terhadap kinerja pembangkit listrik akibat resirkulasi thermal
c. Dampak terhadap jaringan pipa dan kabel bawah laut
d. Dampak terhadap geomorfologi garis pantai
e. Dampak terhadap kualitas perairan akibat menurunnya penggelontoran air
f. sungai yang diperparah dengan peningkatan asupan limbah dari operasional
g. permukiman, bisnis, dan industri yang berlangsung di lahan reklamasi
h. Dampak terhadap komunitas mangrove yang tersisa (wilayah konservasi) akibat perubahan
kualitas perairan, kondisi hidrologi dan sedimentasi
i. Dampak sosial-ekonomi terhadap nelayan (hilangnya wilayah penangkapan ikan, sulitnya akses
menuju Tempat Pendaratan Ikan, dampak jangka panjang berupa perairan yang keruh)
j. Dampak terhadap lalu lintas di daratan (Antisipasi) Tekanan terhadap infrastruktur dan
pelayanan umum (air, buangan limbah, komunikasi, listrik, dan lain-lain) Emisi gas buang selama
kegiatan reklamasi berlangsung (akibat peningkatan frekuensi kegiatan pelayaran, pembangkit
listrik, dan lain-lain).

2. Mamuju, Sulawesi Barat -


Dampak kegiatan proyek reklamasi pantai Manakarra Mamuju terhadap lingkungan
sekitar yaitu aktivitas dari truk yang menimbulkan debu karna puluhan truk pengangkut timbunan
milik PT KMP, tidak menggunakan penutup untuk mengangkut timbunan. Selain itu, lanjutnya,
timbunan yang diangkut truk milik PT KMP juga berjatuhan di jalanan, sehingga mengotori
jalanan dan mengganggu masyarakat pengguna kendaraan yang melintas di Pantai Manakarra
Mamuju. (ANTARA News, 2010).

3. Denpasar, Bali
Dampak dari kegiatan reklamasi terhadap lingkungan di bali mempengaruhi terhadap
jumlah ikan, dan kepiting, udang dan cumi-cumi karna sama sekali tidak ada di dataran pasang
surut; karang rusak; rumput laut yang dulu ada banyak hampir hilang; dan jalan air berubah dekat
pulau karena kedalaman yang dulu rata-rata 3m sekarang 10m. Di daratan, pohon-pohon yang
dulu banyak, termasuk pohon kelapa dan hutan bakau, sekarang kurang dan kondisinya sakit. Dan
terjadi perubahan suhu yang mana suhu udara lebih panas (Woinarski 2002).

4. Manado
Pada dasarnya reklamasi pantai boulevard bermanfaat untuk kelangsungan peningkatan
ekonomi daerah kota Manado,akan tetapi dewasa ini reklamasi pantai sudah mulai disalah
gunakan bagi para pengelolah pusat hiburan.Banyak dampak negatif yang ditimbulkan bagi
lingkungan hidup yang ada dikota Manado antara lain daerah disekitar pesisir pantai rawan banjir
karena peninggian air laut yang disebabkan oleh luas volume di laut yang berkurang.Musnahnya
tempat tinggal hewan dan tumbuhan khususnya disekitar daerah pesisr pantai yang bila terus
menerus berlanjut akan menyebabkan kerusakan yang lebih parah bahkan total bagi ekosistem
laut yang ada dikota Manado.Perubahan cuaca yang meningkat drastis akibat matinya tanaman
bakau yang ikut berperan dalam menghasilkan oksigen bagi mahluk hidup.Dampak lainnya yaitu
pencemaran laut didaerah sekitar reklamasi pantai,seperti pembuangan limbah pusat hiburan
berupa sampah anorganik yang bisa membawa dampak buruk bagi ekosistem laut,terutama bagi
ikan-ikan dilaut,sehingga turut dirasakan oleh para nelayan bahwa penangkapan sangat menurun
drastis. (Manado.tribunnews. 2011)

5. Semarang
Dampaknya, reklamasi berdampak pada lingkungan fisik di semarang yaitu makin
parahnya banjir yang terjadi di kawasan reklamasi karena sistem drainase yang tidak bekerja
dengan baik. Dan Akibatnya, reklamasi juga berdampak pada perubahan pola arus air laut,
hilangnya akses publik terhadap kawasan pantai, dan rusaknya kawasan tanaman mangrove
(Kampus.okezone, 2010).
6. Tanggerang
Dampak dari reklamasi di tangerang lahan untuk daeerah reklamasi yang terdapat hutan
bakau dikikis habis sehinggamengakibatkan banjir rob (limpahan air laut pasang yang sampai ke
daratan) menenggelamkan kawasan pesisir Pantai Utara Tangerang. Tak lagi ada pohon-pohon
yang menghiasi daerah pesisir, tidak ada lagi udara bersih, tidak ada lagi air bersih dan
penghidupan nelayan tak lagi seperti dulu. Hasil tangkapan ikan menurun drastis, sebab limbah
sudah membunuh ikan dan udang. (Green.kompasiana, 2010)

7. Makassar
Dampak yang tejadi di Makassar yang paling nyata adalah kerusakan ekosistem
pantai,bencana banjir,dan hilangnya lapangan kerja masyarakat pesisir. yang berdomisili
dipinggir pantai,terutama nelayan (Kopel-online, 2012).
8. Ternate
Dampak yang ditimbulkan diantaranya rusaknya ekosistem didaerah yang direklamasi
seperti hilangnya ekosistem lamun dan rusaknya terumbu karang. drainase perkotaan yang
buruk,sehingga terjadinya banjir. reklamasi pantai memberikan dampak negatif terhadap
kedalaman laut dan sedimentasi, telah terjadi perubahan kedalan air laut pada perairan sekitar
lahan reklamasi kedalaman air hanya mencapai 1.5 meter, padahal seharusnya kedalamannya
melebihi 3 meter. (Herry 2005).

Kesimpulan

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Kegiatan reklamasi dapat menimbulkan keuntungan maupun dampak secara sosial, ekonomi dan
lingkungan.
Kegiatan reklamasi dapat dilaksanakan jika manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar
dari biaya sosial dan biaya ekonominya, serta memperhatikan dan menjaga kehidupan masyarakat
serta kelestarian lingkungan.
Beberapa kasus yang terjadi menunjukkan bahwa implementasi kegiatan reklamasi di lapangan
seringkali tidak sesuai dengan perencanaannya sehingga mengakibatkan kerusakan secara sosial,
ekonomi maupun lingkungan, sehingga menimbulkan resistensi dari masyarakat.
Diperlukan koordinasi dan komunikasi yang sinergis dari segenap stakeholders dalam kegiatan
reklamasi sehingga prinsip-prinsip reklamasi dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA

Djakapermana D Ruchyat. 2013.(Pengamat Penataan Ruang dan Pengembangan) Reklamasi Pantai


Sebagai Alternatif Pengembangan Kawasan, Sekretaris Direktorat Jenderal Penataan Ruang,
Kementerian PU
Herry J, 2005, Reklamasi pantai dan pengaruhnya terhadap lingkungan fisik di wilayah kepesisiran Kota
Ternate, tesis Ilmu Lingkungan (Magister Pengelolaan Lingkunga Universitas Gadjah Mada.
Maskur A, 2008, Rekonstruksi Pengaturan Hukum Reklamasi Pantai Di Kota Semarang Tesis Program
magister ilmu hukumProgram pascasarjana Universitas diponegoro Semarang
Peraturan Menteri PU No. 40/PRT/M Tahun 2007 - bkprn
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil.
Woinarski 2002, Pulau Serangan: Dampak Pembangunan pada Lingkungan dan Masyarakat, Laporan
Studi Lapangan, Universitas Muhammadiyah Malang Kerja Sama Dengan Australian
Consortium For In-Country Indonesian Studies.
2.3 Tugas Ilmu Pengetahuan Lingkungan

Pencemaran Pesisir dan Laut

BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan dan memiliki garis pantai yang terpanjang di
dunia, mencapai 81.000 km, yang secara garis besar dapat dibagi menjadi kawasan budidaya dan
kawasan non budidaya. Pantai non budidaya dapat berupa daerah konservasi dan daerah yang
tidak dibudidayakan, misalnya karena sumber daya alam yang miskin dan atau karena keadaan
alamnya yang sulit, dicapai seperti daerah pantai yang terjal, kering, rawan bencana alam.
Kondisi lingkungan pesisir di beberapa pantai di Indonesia cenderung mengalami
penurunan kualitas sehingga lingkungan pesisir di lokasi tersebut dapat berkurang fungsinya atau
bahkan sudah tidak mampu berfungsi lagi untuk menunjang pembangunan dan kesejahteraan
penduduk secara berkelanjutan. Penurunan kualitas lingkungan pesisir di banyak tempat terjadi
terutama akibat pencemaran dan atau perusakan lingkungan di sekitanya.

Pencemaran lingkungan pantai dapat terjadi karena masukan polutan dari kegiatan di
sepanjang garis pantai, dan atau secara tidak langsung: melalui aliran sungai, kegiatan di lepas
pantai, karena intrusi air laut ke dalam air tanah dan sebagainya.Sedangkan kerusakan lingkungan
Pantai berupa: abrasi pantai, kerusakan hutan bakau (mangrove), kerusakan terumbu karang,
penurunan sumber daya perikanan, kerusakan padang lamun dan sebagainya.
Keadaan ini disebabkan oleh sering terjadinya pencemaran, baik yang berasal dari
kegiatan di daratan maupun aktivitas di perairan itu sendiri, perusakan taman laut, terumbu karang
dan hutan bakau, ini akibat eksploitasi yang berlebihan terhadap sumber daya alam lingkungan
pesisir dan laut pada umumnya. Agar fungsi lingkungan pesisir dapat dilestarikan, maka perlu
dilakukan tindak kerja pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan tersebut.
Berkenaan dengan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, UU No. 4/ 82 ditetapkan
bahwa pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mewujudkan lingkungan yang baik dan sehat
(Pasal 4), dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan baku mutu lingkungan
(Pasal 15).
UU No. 4/82 tersebut juga menetapkan ketentuan bahwa setiap kegiatan berkewajiban
untuk memelihara kelestarian kemampuan lingkungan hidup yang serasi dan seimbang untuk
menunjang pembangunan yang berkesinambungan.

1.2Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian dan kondisi geografis dari pesisir dan laut Indonesia.
2. Mengetahui contoh pencemaran pesisir dan laut.
3. Mengetahui dampak pencemaran pesisir dan laut.
4. Mengetahui upaya-upaya yang dapat dilakukakn untuk menanggulangi pencemaran pesisir dan
laut.

1.3Rumusan Masalah
1. Apa itu pesisir dan laut?
2. Apa contoh pencemaran pesisir dan laut?
3. Dampak apa saja yang ditimbulkan dari pencemaran pesisir dan laut?
4. Upaya-upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat
pencemaran pesisir dan laut.

1.4Manfaat Penulisan
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan
mahasiswa FKIP Universitas Riau pada khususnya untuk meningkatkan kesadaran pentingnya
menjaga dan melestarikan laut, serta mencegah terjadinya pencemaran.

BAB II
ISI

2.1 Pencemaran Pesisir


2.1.1 Pengertian dan Kondisi Geografis Pesisir Indonesia
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-
sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh
vegetasinya yang khas, sedangkan batas wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batas
terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf), dimana ciri-ciri perairan ini masih
dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Bengen, 2002).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Pedoman Umum
Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah peralihan
antara ekosistem darat dan laut yang saling berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis
pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu (kewenangan propinsi) untuk
kabupaten/kota dan ke arah darat batas administrasi kabupaten/kota.
Wilayah pesisir/pantai adalah suatu hal yang lebarnya bervariasi, yang mencakup tepi laut
(shore) yang meluas kearah daratan hingga batas pengaruh marin masih dirasakan (Bird, 1969
dalam Sutikno, 1999).
Berdasarkan batasan tersebut di atas, beberapa ekosistem wilayah pesisir yang khas seperti
estuaria, delta, laguna, terumbu karang (coral reef), padang lamun (seagrass), hutan mangrove,
hutan rawa, dan bukit pasir (sand dune)tercakup dalam wilayah ini. Luas suatu wilayah pesisir
sangat tergantung pada struktur geologi yang dicirikan oleh topografi dari wilayah yang
membentuk tipe-tipe wilayah pesisir tersebut. Wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi
benua yang meluas (trailing edge) mempunyai konfigurasi yang landai dan luas. Ke arah darat
dari garis pantai terbentang ekosistem payau yang landai dan ke arah laut terdapat paparan benua
yang luas. Bagi wilayah pesisir yang berhubungan dengan tepi benua patahan atau
tubrukan (collision edge), dataran pesisirnya sempit, curam dan berbukit-bukit, sementara
jangkauan paparan benuanya ke arah laut juga sempit.
Klasifikasi pantai menurut Valentin, 1952 (Sutikno, 1999), dasar
klasifikasinya adalah perkembangan garis pantai maju atau mundur.
Pantai maju dapat disebabkan oleh pengangkatan pantai atau progradasi
oleh deposisi, sedangkan pantai mundur disebabkan pantai tenggelam atau
retrogradasi oleh erosi.

Dalam
menentukan tingkat
perubahan pantai
yang dapat
dikatagorikan
kerusakan daerah
pantai adalah tidak mudah. Untuk melakukan penilaian terhadap perubahan pantai diperlukan
suatu tolok ukur agar supaya penilaian perubahan pantai dapat lebih obyektif dalam penentuan
tingkat kerusakan tersebut. Perubahan pantai harus dilihat tidak dalam keadaan sesaat, namun
harus diamati dalam suatu kurun waktu tertentu. Perubahan garis pantai
yang terjadi sesaat tidak berarti pantai tersebut tidak stabil, hal ini mengingat pada analisis
perubahan garis pantai dikenal keseimbangan dinamis daerah pantai. Keseimbangandinamis
berarti pantai tersebut apabila ditinjau pada suatu kurun waktu tertentu (misalnya satu tahun) tidak
terjadi kemajuan atau kemunduran yang langgeng, namun pada waktu-waktu tertentu pantai
tersebut dapat maju atau mundur sesuai musim yang sedang berlangsung pada saat itu. Untuk
mengetahui perubahan pantai secara tepat perlu adanya patok pemantau (monitoring) yang
diketahui koordinatnya, dan dipasang pada tempat-tempat yang rawan erosi dan diamati pada
setiap bulan (minimum dilakukan selama satu tahun).
Mendasarkan pada batasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa wilayah pesisir merupakan
wilayah peralihan(interface) antara daratan dan laut. Oleh karena itu, wilayah pesisir merupakan
ekosisitem khas yang kaya akan sumberdaya alam baik sumberdaya alam dapat pulih (renewable
resources) seperti ikan, terumbu karang, hutan mangrove, dan sumberdaya tak dapat pulih (non-
renewable resources) seperti minyak dan gas bumi, bahan tambang dan mineral lainnya. Selain
itu, wilayah pesisir juga memiliki potensi energi kelautan yang cukup potensial seperti
gelombang, pasang surut, angin, dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), serta memiliki
potensi jasa-jasa lingkungan (environmental services) seperti media transportasi, keindahan alam
untuk kegiatan pariwisata, dan lain-lain.
Dari definisi wilayah pesisir tersebut secara umum memberikan gambaran besar, betapa
kompleksitas aktivitas ekonomi dan ekologi yang terjadi di wilayah ini. Kompleksitas aktivitas
ekonomi seperti perikanan, pariwisata, pemukiman, perhubungan, dan sebagainya memberikan
tekanan yang cukup besar terhadap keberlanjutan ekologi wilayah pesisir seperti ekosistem
mangrove, padang lamun dan terumbu karang. Tekanan yang demikian besar tersebut jika tidak
dikelola secara baik akan menurunkan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang terdapat di wilayah
pesisir.
2.1.2 Contoh Pencemaran Pesisir

Pertumbuhan jumlah penduduk yang mendiami wilayah pesisir dan meningkatnya


kegiatan pariwisata juga akan meningkatkan jumlah sampah dan kandungan bakteri yang dapat
menyebabkan berbagai kerugian bagi lingkungan pesisir. Penggunaan pupuk untuk menyuburkan
areal persawahan di sepanjang Daerah Aliran Sungai yang berada di atasnya serta kegiatan-
kegiatan industri di darat yang membuang limbahnya ke dalam badan sungai yang kemudian
terbawa sampai ke laut melalui wilayah pesisir. Hal ini akan menperbesar tekanan ekologis
wilayah pesisir.

Sumber pencemaran yang berasal dari limbah industri dan kapal-


kapal di sepanjang wilayah pesisir umumnya mengandung logam berat.
Kandungan logam berat diperairan diperkirakan akan terus meningkat dan
akan mengakibatkan terjadinya erosi dan pencucian tanah, masuknya
sampah industri dan pembakaran bahan baker fosil ke perairan dan
atmosfer, serta pelepasan sedimentasi logam dari lumpur aktif secara
langsung. Ciri-Ciri Pencemaran Pesisir dan Pantai:

Adanya limbah idustri di sungai yang meresap ke tanah.

Terdapat banyak sampah-sampah di daerah pesisir dan pantai. Sampah yang bersifat
organic maupun nonorganik juga dibuang ke laut melalui sistem DAS.
Terjadinya perubahan kondisi alam menjadi lingkungan buatan dengan dibangunnya
beberapa fasilitas penunjang yang diperluka.

Adanya pencemaran limbah minyak yang terjadi di pantai baik yang di sengaja maupun
yang tidak disengaja.

Rusaknya hutan mangrove di daerah pesisir pantai.

Hancurnya organisme yang membuat laut menjadi semakin tidak subur.

Selain hal-hal di atas, dengan semakin besar dan banyaknya aktivitas perekonomian yang
dilakukan di wilayah pesisir dan lautan, seringkali pula menimbulkan pengaruh dalam
pengelolaan sumber daya dan lingkungan wilayah pesisir misalnya (Dahuri 2001):

Perkapalan dan transportasi: tumpahan minyak, air ballast limbah padat dan kecelakaan.

Pengilangan minyak dan gas : tumpahan minyak, pembongkaran bahan pencemar,


konversi kawasan pesisir.

Perikanan: overfishing, destruksi habitat, pencemaran pesisir, pemasaran dan distribusi,


modal dan tenaga/ keahlian

Budidaya perairan : ekstensifikasi dan konversi mangrove.

Kehutanan: penebangan dan konversi hutan.

Pertambangan: penambangan pasir dan terumbu karang

Industri: reklamasi dan pengerukan tanah.

Pariwisata: pembangaunan infrastruktur dan pencemaran.


Beberapa kegiatan manusia yang dapat menyebabkan pencemaran pesisir dan pantai adalah
sebagai berikut:
Penambangan karang dengan atau tanpa bahan peledak,
Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak.
Penambatan jangkar perahu.
Pembuangan sampah rumah tangga
Pembukaan lahan untuk pertanian, pengembangan kota dan industri, penebangan kayu dan
penambangan di daerah aliran sungai (DAS) mengakibatkan terjadinya pencemaran dan
perobahan lingkungan wilayah pesisir.
Pembukaan hutan mangrove untuk kepentingan pemukiman, pembangunan infrastuktur dan
perikanan tambak dapat mengakibatkan erosi pantai.
Sumber pencemaran pesisir dan pantai dapat dikelompokkan menjadi 6 bagian yaitu:
1) Industri,
2) Limbah cair pemukiman (sewage),
3) Limbah cair perkotaan (urban stormwater),
4) Pertambangan,
5) Pelayaran (shipping)
2.1.3 Dampak Pencemaran Pesisir
Dampak negatif dari pencemaran tidak hanya membahayakan kehidupan biota dan
lingkungan laut, tetapi juga dapat membahayakan kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan
kematian, mengurangi atau merusak nilai estetika lingkungan pesisir dan lautan dan menimbulkan
kerugian secara sosial ekonomi.
Kerusakan garis pantai di Indonesia mencapai 20 persen dari total 95.000 km garis pantai
di sepanjang wilayah Indonesia. Kerusakan ini antara lain diakibatkan oleh perubahan lingkungan
dan abrasi pantai.
Kerusakan yang mencapai 20 persen ini amat
disayangkan mengingat Indonesia yang mempunyai garis
pantai sekitar 95.000 km merupakan negara dengan garis pantai
terpanjang kedua di dunia setelah Kanada.
Laporan kerusakan garis pantai di Indonesia ini
disampaikan oleh Direktur Jenderal Sumber Daya Air
Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Dr Moch Amron, di Kementerian PU, Jakarta, Kamis, 30
September 2010. 20 persen garis pantai di Indonesia mengalami kerusakan, katanya
sebagaimana dilansir Alamendahs Blog dari Antara.
Kerusakan garis pantai Indonesia diakibatkan oleh perubahan lingkungan dan abrasi pantai.
Akibat dari rusaknya garis pantai ini dapat memberikan pengaruh pada berbagai sektor seperti
pariwisata, transportasi laut, keberadaan lahan produktif, keanekaragaman hayati, hingga
pergeseran batas negara..
Sebuah kenyataan yang pahit melihat rekor garis pantai kita yang terpanjang kedua di dunia
harus bersanding dengan rekor kerusakan yang mencapai 20 persen.Tanpa perlu mencari kambing
hitam, sepertinya kita bersama harus mulai menanamkan kesadaran akan arti pentingnya garis
pantai yang kita punyai sehingga kita tergerak untuk menjaganya.
2.1.4 Usaha Penangulangan Pencemaran Pesisir
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut perlu dilakukan secara hati-hati
agar tujuan dari upaya dapat dicapai. Mengingat bahwa subjek dan objek penanggulangan ini
terkait erat dengan keberadaan masyarakat pesisir, dimana mereka juga mempunyai
ketergantungan yang cukup tinggi terhadap ketersediaan sumberdaya di sekitar, seperti ikan,
udang, kepiting, kayu mangrove, dan sebagainya, maka penanggulangan kerusakan lingkungan
pesisir dan laut yang berbasis masyarakat menjadi pilihan yang bijaksana untuk
diimplementasikan.
Penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut
berbasis masyarakat diharapkan mampu menjawab persoalan
yang terjadi di suatu wilayah berdasarkan karakteristik
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia di wilayah tersebut.
Dalam hal ini, suatu komunitas mempunyai hak untuk dilibatkan
atau bahkan mempunyai kewenangan secara langsung untuk
membuat sebuah perencanaan pengelolaan wilayahnya disesuaikan dengan kapasitas dan daya
dukung wilayah terhadap ragam aktivitas masyarakat di sekitarnya.
Tujuan khusus penanggulangan kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat
dalam hal ini dilakukan untuk
(i) Meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menanggulangi kerusakan
lingkungan;
(ii) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan serta dalam pengembangan rencana
penanggulangan kerusakan lingkungan secara terpadu yang sudah disetujui bersama;
(iii) Membantu masyarakat setempat memilih dan mengembangkan aktivitas ekonomi yang lebih
ramah lingkungan; dan
(iv) Memberikan pelatihan mengenai sistem pelaksanaan dan pengawasan upaya penanggulangan
kerusakan lingkungan pesisir dan laut berbasis masyarakat.

Pantai Lestari adalah nama atau label dari program kerja pengendalian pencemaran dan
perusakan lingkungan pesisir berskala nasional. Yang dimaksud dengan lingkungan pesisir dalam
hal ini adalah lingkungan perairan pantai, lingkungan pantai itu sendiri dan lingkungan daratan
pantai. Ruang lingkup program kerja difokuskan dan bertolak pada fungsi lingkungan pesisir
sepanjang garis pantai.
Namun mengingat bahwa lingkungan pesisir di sepanjang garis pantai, dapat
dipengaruhi/mempengaruhi lingkungan perairan dan daratannya, maka dalam pelaksanaannya,
ruang, lingkup program kerja ini akan meliputi lingkungan perairan dan daratan pantai yang
mempengaruhi dan akan dipengaruhi oleh lingkungan pantai.
2.2 Pencemaran Laut
2.2.1 Pengertian dan Kondisi Geografis Laut Indonesia
Dari sisi Bahasa Indonesia pengertian laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang
banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut adalah
merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung
garam dan berasa asin. Biasanya air mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut.
Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas dan kurang terjaga sehingga
mudah mendatangkan ancaman sengketa batas wilayah dengan negara tetangga. Untuk landas
kontinen negara kita berhak atas segala kekayaan alam yang terdapat di laut sampai dengan
kedalaman 200 meter. Batas laut teritorial sejauh 12 mil dari garis dasar lurus dan perbatasan laut
zona ekonomi ekslusif (ZEE) sejauh 200 mil dari garis dasar laut.
Laut memiliki banyak fungsi / peran / manfaat bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup
lainnya karena di dalam dan di atas laut terdapat kekayaan sumber daya alam yang dapat kita
manfaatkan diantaranya yaitu :
1. Tempat rekreasi dan hiburan
2. Tempat hidup sumber makanan kita
3. Pembangkit listrik tenaga ombak, pasang surut, angin, dsb.
4. Tempat budidaya ikan, kerang mutiara, rumput laun, dll.
5. Tempat barang tambang berada
6. Salah satu sumber air minum (desalinasi)
7. Sebagai jalur transportasi air
8. Sebagai tempat cadangan air bumi
9. Tempat membuang sampah berbahaya (fungsi buruk)
10. Sebagai objek riset penelitian dan pendidikan
Macam-Macam / Jenis-Jenis Laut :
A. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Sebab Terjadinya :
1. Laut Ingresi : Adalah laut yang terjadi karena penurunan dasar laut dengan kedalaman 200
meter lebih.
2. Laut Transgresi : Adalah laut yang terjadi karena terjadi peninggian permukaan air laut yang
memiliki kedalaman kurang dari 200 meter.
3. Laut Regresi : Adalah laut yang ada karena proses sedimentasi lumpur daratan yang masuk ke
laut akibat erosi daratan.
B. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Letak Laut :
1. Laut Tepi : Adalah laut yang ada di tepi benua.
2. Laut Pedalaman : Adalah laut yang dikelilingi oleh daratan benua yang hampir seluruhnya
terkepung benua.
3. Laut Tengah : Adalah laut yang ada di tengah-tengah antara benua.
C. Jenis/Macam Laut Berdasarkan Kedalaman Laut :
1. Laut Zona Litoral : Adalah laut yang berada di batas antara garis pasang surut air laut yang bisa
kering dan bisa tergenang air laut.
2. Laut Zona Neritik : Adalah laut yang mempunyai kedalaman kurang dari 200 meter.
3. Laut Zona Batial : Adalah laut yang memiliki kedalaman laut antara 200 hingga 1800 meter.
4. Laut Zona Abisal : Adalah laut yang memiliki kedalaman yang lebih dari 1800 meter.
Laut Indonesia memiliki luas lebih kurang 5,6 juta km 2 dengan garis pantai sepanjang
81.000 km, dengan potensi sumberdaya, terutama perikanan laut yang cukup besar, baik dari segi
kuantitas maupun diversitasnya. Selain itu Indonesia tetap berhak untuk berpartisipasi dalam
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam di laut lepas di luar batas 200 mil laut ZEE, serta
pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan alam dasar laut perairan internasional di luar batas landas
kontinen. Nampak bahwa kepentingan pembangunan ekonomi di Indonesia lebih memanfaatkan
potensi sumberdaya daratan daripada potensi sumberdaya perairan laut.
Memperhatikan konfigurasi Kepulauan Indonesia serta letaknya pada posisi silang yang
sangat strategis, juga dilihat dari kondisi lingkungan serta kondisi geologinya, Indonesia memiliki
5 ( lima ) keunggulan komparatif dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, yaitu :
Marine Mega Biodiversity ; wilayah perairan Indonesia memiliki
keragaman hayati yang tidak ternilai baik dari segi komersial maupun
saintifiknya yang harus dikelola dengan bijaksana.
Plate Tectonic ; Indonesia merupakan tempat pertemuan tiga
lempeng tektonik, sehingga wilayah tersebut kaya akan kandungan
sumberdaya alam dasar laut, namun juga merupakan wilayah yang relatif rawan terhadap
terjadinya bencana alam.
Dynamic

Oceanographic and Climate Variability , perairan Indonesia merupakan tempat melintasnya


aliran arus lintas antara samudera Pasifik dan samudera Indonesia, sehingga merupakan wilayah
yang memegang peranan penting dalam sistem arus global yang menentukan variabilitas iklim
nasional, regional dan global dan berpengaruh terhadap distibusi dan kelimpahan sumberdaya
hayati.

Indonesia dengan konsep Wawasan Nusantara, sebagaimana diakui dunia internasional sesuai
dengan hukum laut internasional (UNCLOS 82), memberikan konsekuensi kepada negara dan
rakyat Indonesia untuk mampu mengelola dan memanfaatkannya secara optimal dengan tetap
memperhatikan hak-hak tradisional dan internasional.
Indonesia sebagai negara kepulauan telah menetapkan alur perlintasan pelayaran internasional,
yaitu yang dikenal dengan Alur Lintas Kepulauan Indonesia (ALKI), hal ini mengharuskan kita
untuk mengembangkan kemampuan teknik pemantauannya serta kemampuan untuk menjaga
kelestarian lingkungan sekitarnya.9i
Pembangunan kelautan dan perikanan dimasa datang diharapkan menjadi sektor andalan
dalam menopang perekonomian negara dalam pemberdayaan masyarakat yang bergerak di sektor
kelautan dan perikanan. Menyadari hal tersebut, maka peran ilmu pengetahuan dan teknologi
kelautan dan perikanan menjadi sangat penting dan perlu dioptimalkan serta diarahkan agar
mampu melaksanakan riset yang bersifat strategis yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat luas
terutama oleh para pelaku industri dan masyarakat pesisir pada umumnya.
2.2.2 Contoh Pencemaran Laut
Belakangan kita sering membaca kejadian pencemaran laut. Berbagai pihak mengeluhkan
salah satu ancaman terhadap lingkungan ini. Beberapa menyalahkan industri besar yang kurang
peduli, lainnya menyebutkan hanya kesalahan prosedur, lainnya beranggapan semua punya
potensi untuk mencemari laut. Berikut lebih jauh dibahas tentang seluk beluk pencemaran laut.
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri,
pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut,
yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Pencemaran laut menurut PP No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran
dan/atau Perusakan Laut adalah mempunyai pengertian atau definisi sebagai masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut
oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai tingkat tertentu yang menyebabkan
lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.
Komponen-komponen yang menyebabkan pencemaran laut seperti partikel kimia, limbah
industri, limbah pertambangan, limbah pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran
organisme invasif (asing) di dalam laut yang berpotensi memberi
Beberapa contoh pencemaran laut yang terjadi di Indonesia seperti penangkapan ikan
dengan cara pengeboman dan trawl, peluruhan potasium yang dilakukan nelayan asal dalam
maupun luar negeri yang selalu meninggalkan kerusakan dan pencemaran di lautan Indonesia.
Belum lagi pencemaran minyak dan pembuangan limbah berbahaya jenis lainnya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel
kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah
pengurai ataupun filter feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam
laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan
semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel
kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Klasifikasi Bahan-bahan pencemar
o a) Golongan non-konservatif terbagi dalam tiga bentuk yaitu :
o Buangan yang dapat terurai
o Pupuk
o b) Golongan konservatif terbagi dalam dua bentuk yaitu :
o Partikulat, seperti buangan dari penambangan
o Buangan yang terus-menerus (persistent waste) yang terbagi lagi dalam tiga bentuk :
logam-logam berat
hidrokarbon terhalogenasi
bahan-bahan radioaktif.
Sumber-sumber Polutan
o Aktivitas di darat
Penebangan hutan
Buangan limbah industri,limbah pertanian, limbah cair domestik, limbah padat
Konversi lahan mangrove dan lamun (mangrove and swamp conversion).
o Aktivitas di laut
Perkapalan
Dumping di laut
Pertambangan
Eksplorasi dan eksploitasi minyak
Budidaya laut
Perikanan
Salah satu sumber utama pencemaran minyak di laut:
o kebocoran kapal
o supertanker minyak
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut
maupun melalui tumpahan. Berikut beberapa sumber polutan yang masuk ke laut.
1. Buangan Kapal
Kapal dapat mencemari sungai dan samudera dalam banyak
cara. Antara lain melalui tumpahan minyak, air penyaring dan residu
bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai
dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu
kehidupan liar alam, dan air dari balast tankdapat menyebarkan
ganggang/alga berbahaya dan spesies asing yang dapat
mempengaruhi ekosistem lokal.
Salah satu kasus terburuk dari satu spesies invasif menyebabkan kerugian bagi suatu
ekosistem, yang tampaknya tidak berbahaya salah satunya adalah ubur-ubur. Mnemiopsis leidyi,
suatu spesies ubur-ubur yang tersebar, sehingga sekarang mendiami muara di banyak bagian
dunia.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan diduga telah dibawa ke Laut Hitam dalam
air pemberat kapal. Populasi ubur-ubur melonjak secara eksponensial dan pada tahun 1988, hal
tersebut mendatangkan malapetaka atas industri perikanan lokal.
2. Plastik
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang
dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh
persen) dari sampah di laut adalah plastik, sebuah komponen yang
telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II. Massa
plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta
metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa
liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun
termakan. Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring
ini dikenal sebagai hantu jala sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung
laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan
luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
3. Racun
Selain plastik, ada masalah-masalah tertentu dengan racun yang
tidak hancur dengan cepat di lingkungan laut. Terbagi dua, pertama
kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk terus menerus seperti
pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu
unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan
bersifat racun atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam
berat yang sering mencemari adalah air raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring
makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit,
yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis kehidupan air dalam
proses yang disebut bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam dasar perairan,
seperti muara dan teluk berlumpur. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan mutasi keturunan dari
organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal seperti yang terjadi pada
kasus yang terjadi di Teluk Minamata.
4. Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa
yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan
peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan
dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan
kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain. Muara merupakan
wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan
terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan
cenderung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen)
wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah
pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di
Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah secara signifikan (red tide) yang
membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan
beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
5. Peningkatan keasaman
Lautan biasanya menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karena kadar karbon dioksida
atmosfer meningkat, lautan menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat
mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang
atau rangka.
6. Polusi Kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber
seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut.
Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan laut, seperti paus, cenderung
memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi
akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan.
Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh
desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Jelas sekarang bahwa sumber pencemaran sangat bervariasi. Tidak hanya dari hal-hal yang
menurut kita hanya bisa dilakukan oleh industri besar, namun juga bisa disebabkan oleh aktiftas
harian kita.
Tingkat pencemaran laut di Indonesia masih sangat tinggi. Pencemaran berat terutama
terjadi di kawasan laut sekitar dekat muara sungai dan kota-kota besar. Tingkat pencemaran laut
ini telah menjadi ancaman serius bagi laut Indonesia dengan segala potensinya.
2.2.3 Dampak Pencemaran Laut
Pencemaran laut telah mengakibatkan degradasi lingkungan
dan kehidupan bawah laut. Apalagi mengingat Indonesia sebagai
negara maritim terbesar di dunia dengan luas perairan mencapai 93
ribu km2, 17.480 pulau, dan garis pantai sepanjang 95.000 km.
Indonesia juga merupakan negara denganterumbu karang terbaik dan
paling kaya keanekaragaman hayatinya di dunia dengan luas terumbu karang mencapai 284,300
km2 atau setara dengan 18% tota l terumbu karang dunia. Kekayaan alam dan keanekaragaman
hayati laut tersebut terancam oleh pencemaran laut yang terus meningkat di Indonesia.
Selain berakibat pada degradasi lingkungan, pencemaran laut juga memberi akibat
penurunan perekonomian nelayan. Dampak dari pencemaran laut dan limbah telah mengakibatkan
penurunan hasil tangkapan nelayan di sejumlah kawasan di Indonesia. Sektor pariwisata pesisir
dan laut Indonesia juga menerima dampak dari pencemaran laut ini.
Sayangnya banyak diantara kita yang masih tidak peduli dengan pencemaran yang
mengancam salah satu harta kita, laut Indonesia. Ketika PBB (1992) menetapkan 8 Juni sebagai
Hari Kelautan, banyak negara melakukan peringatan masing-masing. Namun anehnya, di
Indonesia dengan rekor wilayah lautan sangat luas gaung itu sima, tidak semenarik bila
dibandingkan dengan gonjang-ganjing politik. Dan jika pencemaran laut terus berlangsung dan
dibiarkan bukan tidak mungkin laut Indonesia yang kaya dan indah tinggal menjadi sepotong
kenangan.
1. Dampak Pencemaran minyak di laut
Jangka pendek
Masuknya molekul-molekul hidrokarbon minyak ke
dalam sel. Berbagai jenis udang dan ikan akan beraroma dan
berbau minyak. Minyak menyebabkan kematian pada ikan
disebabkan kekurangan oksigen, keracunan karbon dioksida,
dan keracunan langsung oleh bahan berbahaya.
Jangka panjang
Terutama bagi biota laut yang masih muda. Minyak di dalam laut dapat termakan oleh
biota-biota laut. Sebagian senyawa minyak dapat terakumulasi dalam senyawa lemak dan protein.

2.2.4 Usaha Penangulangan Pencemaran Laut


Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat pencemaran laut
diantaranya adalah :
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi kehidupan.
2. Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta isinya.
3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.
4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau, dan lain-lain
yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.
5. Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang akan
mencemari laut.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat
meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air yang masih mendapat pengaruh sifat-
sifat laut seperti angin laut, pasang surut, perembesan air laut (intrusi) yang dicirikan oleh
vegetasinya yang khas. Pencemaran pesisir dapat disebabkan beberapa factor, diantaranya
: industri,, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban
stormwater), pertambangan, pelayaran (shipping). Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah
yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Beberapa
contoh pencemaran laut yang terjadi di Indonesia seperti penangkapan ikan dengan cara
pengeboman , peluruhan potasium yang dilakukan nelayan asal dalam maupun luar negeri yang
selalu meninggalkan kerusakan dan pencemaran di lautan Indonesia, serta pencemaran minyak
dan pembuangan limbah berbahaya jenis lainnya.
3.2 Saran
Dari pembahasan yang telah kami sampaikan sebelumnnya, kami memberikan beberapa saran,
diantaranya :
1. Kesadaran untuk menjaga dan melestarikan laut dimulai dari diri sendiri, kemudian dilanjutkan
oleh pelajar, pemuda dan mahasiswa sebagai kaum intelektual yang memiliki wawassan tentang
pesisir dan laut.
2. Pemerintah meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya fungsi laut, dan bahaya
yang ditimbulkan dari pencemaran laut.
3. Perlunya digalakkan suatu gerakan yang menghimpun masyarakat terutama daerah pesisir untuk
senantiasa menjaga dan melestarikan pesisir dan segala potensinya.
4. Perlunya peningkatan kesadaran masyarakat tentang dampak dari pembuangan sampah ke
sungai yang bermuara ke laut, penggunaan bahan beracun maupun bahan peledak untuk
penangkapan ikan,
II. ANCAMAN TERHADAP EKOSISTEM PESISIR

5 Maret 2015 zafriankkp

Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan pesatnya kegiatan pembangunan di pesisir bagi
berbagai peruntukan (pemukiman, perikanan, pelabuhan dll), maka tekanan ekologis terhadap
ekosistem pesisir semakin meningkat pula. Meningkatnya tekanan ini tentunya dapat mengancam
keberadaan dan kelangsungan ekosistem pesisir, baik secara langsung (misalnya kegiatan
konversi lahan) maupun tidak langsung (misalnya pencemaran oleh limbah berbagai kegiatan
pembangunan). Karena itu agar supaya ekosistem dan sumberdaya pesisir dapat berfungsi optimal
dan memberikan manfaat secara berkesinambungan, maka upaya perlindungan dan rehabilitasi
dari setiap ancaman kerusakan perlu dilakukan.

Beberapa ancaman penting dari berbagai aktivitas


pembangunan terhadap ekosistem pesisir adalah ancaman terhadap kualitas lingkungan dan
sumberdaya alam serta jasa-jasa pesisir. Ancaman-ancaman ini dapat berdiri sendiri atau saling
berkaitan dalam setiap bidang kegiatan pembangunan
1. Sedimentasi dan Pencemaran
Kegiatan pembukaan lahan atas dan pesisir untuk pertanian, pertambangan dan pengembangan
kota merupakan sumber beban sedimen dan pencemaran perairan pesisir dan laut. Adanya
penebangan hutan dan penambangan di Daerah Aliran Sungai (DAS) telah menimbulkan
sedimentasi serius di beberapa daerah muara dan perairan pesisir. Pembukaan lahan atas sebagai
bagian dari kegiatan pertanian, telah meningkatkan limbah pertanian baik padat maupun cair yang
masuk ke perairan pesisir dan laut melalui aliran sungai. Limbah cair yang ; mengandung nitrogen
dan fosfor berpotensi menimbulkan keadaan lewat subur (eutrofikasi) yang merugikan ekosistem
pesisir.

Selain limbah pertanian, sampah-sampah padat rumah tangga dan kota merupakan sumber
pencemar perairan pesisir dan laut yang sulit dikontrol, sebagai akibat perkembangan pemukiman
yang pesat. Sumber pencemaran lain di pesisir dapat berasal dari kegiatan pembangunan lainnya,
seperti kegiatan pertambangan dan industri.
Masukan kuantitas limbah ke dalam ekosistem pesisir di Indonesia terus meningkat secara tajam,
terutama dalam dua dasawarsa terakhir. Misalnya, jika pada tahun 1972 penggunaan pupuk
nitrogen untuk seluruh kegiatan pertanian di tanah air tercatat sekitar 350.000 ton, maka pada
tahun 1990 jumlah tersebut i| meningkat menjadi 1.500.000 ton.

Status pencemaran pesisir di Indonesia, terutama di daerah padat penduduk, kegiatan industri,
pertanian intensif dan lalulintas pelayaran, seperti Teluk Jakarta, Selat Malaka, Semarang,
Surabaya dan Balikpapan sudah memprihatinkan. Konsentrasi logam berat Merkuri (Hg) di
perairan Teluk Jakarta pada tahun 1977-1978 berkisar antara 0,002-0,35 ppm (BATAN, 1979),
kemudian pada tahun 1982 tercatat antara 0,005-0,029 ppm (LON-LIPl, 1983). Sementara itu
baku mutu lingkungan dalam KEPMEN KLH NO.02/1988 adalah sebesar 0,003 ppm. Dengan
demikian kondisi Teluk Jakarta dapat dikatakan telah tercemar logam berat (khususnya merkuri).
2. Degradasi Habitat
Erosi pantai merupakan salah satu masalah serius degradasi garis pantai. Selain proses-proses
alami, seperti angin, arus, hujan dan gelombang, aktivitas manusia juga menjadi penyebab penting
erosi pantai. Kebanyakan erosi pantai akibat aktivitas manusia adalah pembukaan hutan pesisir
untuk kepentingan pemukiman dan pembangunan infrastruktur, sehingga sangat mengurangi
fungsi perlindungan terhadap pantai.

Ancaman lain terhadap degradasi habitat adalah degradasi terumbu karang. Degradasi terumbu
karang di perairan pesisir disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia, di antaranya pemanfaatan
ekosistem terumbu karang sebagai sumber pangan (ikan-ikan karang), sumber bahan bangunan
(galian karang), komoditas perdagangan (ikan hias), dan obyek wisata (keindahan dan
keanekaragaman hayati). Degradasi terumbu karang akibat pemanfaatannya sebagai sumber
pangan maupun ikan hias sebagian besar dikarenakan oleh penggunaan bahan

Pentingnya Pengelolaan Pesisir Terpadu Berbasis Ekosistem

Berdasarkan perspektif pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu, pengelolaan ekosistem pesisir
pada dasarnya adalah bagaimana mengelola segenap kegiatan pembangunan yang memanfaatkan
ekosistem pesisir agar total dampaknya tidak melebihi kapasitas fungsionalnya. Setiap ekosistem
alamiah, termasuk di wilayah pesisir, memiliki 4 fungsi pokok bagi kehidupan manusia : (1)
sebagai penyedia jasa-jasa pendukung kehidupan, (2) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, (3)
sebagai penyedia sumberdaya alam, dan (4) sebagai penerima limbah (Ortolano, 1984).

Dari keempat fungsi ekosistem alamiah tersebut, dapatlah dimengerti bahwa kemampuan dua
fungsi yang pertama sangat bergantung pada dua fungsi yang terakhir. Ini berarti bahwa jika
kemampuan dua fungsi terakhir dari suatu ekosistem alamiah tidak dirusak oleh kegiatan manusia,
maka fungsinya sebagai pendukung kehidupan dan penyedia jasa-jasa kenyamanan diharapkan
tetap terpelihara.
Berdasarkan keempat fungsi ekosistem di atas, maka secara ekologis terdapat tiga persyaratan
yang dapat menjamin tercapainya pengelolaan ekosistem yang optimal dan lestari, yaitu : (1)
keharmonisan spasial, (2) kapasitas asimilasi, dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan
spasial mensyaratkan, bahwa suatu wilayah pesisir hendaknya memiliki tiga zona, yaitu zona
preservasi, konservasi dan pemanfaatan, atau dengan kata lain suatu wilayah pesisir seyogyanya
tidak seluruhnya diperuntukkan bagi zona pemanfaatan, tetapi juga dialokasikan untuk zona
preservasi dan konservasi. Contoh daerah preservasi adalah daerah pemijahan ikan (spawning
ground) dan jalur hijau pantai. Dalam zona preservasi ini tidak diperkenankan adanya kegiatan
pembangunan, kecuali penelitian. Sementara itu, beberapa kegiatan pembangunan, seperti
pariwisata alam, pemanfaatan hutan mangrove dan perikanan secara berkelanjutan dapat
berlangsung dalam zona konservasi

Keberadaan zona preservasi dan konservasi dalam suatu wilayah pembangunan . sangat penting
dalam memelihara berbagai proses penunjang kehidupan, seperti ; siklus hidrologi dan unsur hara,
membersihkan limbah secara alamiah, dan ; sumber keanekaragaman
hayati (biodiversity). Selanjutnya, setiap kegiatan pembangunan (industri, pertanian, budidaya
perikanan, pemukiman dan lainnya)? dalam zona pemanfaatan hendaknya ditempatkan pada
lokasi yang secara biofisik sesuai, sehingga membentuk suatu mozaik yang harmonis. Penempatan
setiap kegiatan dalam zona pemanfaatan ini hendaknya memperhatikan: (1)
kesesuaian (suitability)dari unit lahan atau perairan bagi setiap kegiatan pemanfaatan; (2)
pengaruh (dampak) kegiatan di lahan atas/daratan, (f> terutama dalam bentuk pencemaran,
sedimentasi, dan perubahan regim hidrologi; dan (3) keserasian (compatibility) antar kegiatan
pemanfaatan.

Kesesuaian unit lahan/perairan untuk kegiatan pembangunan pada dasarnya mensyaratkan agar
setiap kegiatan pembangunan ditempatkan pada lokasi yang secara ekologis (biogeofisik-
kimiawi) sesuai dengan kegiatan pembangunan dimaksud. Untuk wilayah pesisir yang menerima
dampak negatif (negative externalities) berupa bahan pencemar, sedimen, atau perubahan regim
hidrologi, baik melalui aliran sungai, limpasan air permukaan (run off), atau aliran air
tanah (ground water), dampak kegiatan tersebut hendaknya ditekan seminimal mungkin,
sehingga kegiatan yang berada di wilayah pesisir masih dapat menenggang segenap dampak
negatif tersebut. Contohnya, jika suatu wilayah pesisir sudah diperuntukkan bagi kegiatan
pariwisata, budidaya tambak, marikultur, atau kawasan konservasi, maka dampak negatif
(pencemaran, sedimentasi, atau perubahan regim hidrologi) yang diakibatkan oleh kegiatan
pembangunan di lahan atas/daratan hendaknya diminimalkan atau kalau mungkin ditiadakan.

Pemanfaatan sumberdaya alam yang dapat pulih (ikan, udang, kayu mangrove, rumput laut, dll)
hendaknya dilakukan tidak boleh melebihi potensi lestarinya. Sementara itu, pemanfaatan
sumberdaya alam tidak dapat pulih perlu dilakukan secara efisien, hemat hingga dapat ditemukan
sumberdaya substitusinya, dan dampaknya diminimalkan. Manakala perairan pesisir digunakan
untuk tempat penampungan limbah, maka jenis limbah yang dibuang tidak boleh mengandung
B3(Bahan Beracun dan Berbahaya). Selain itu, jumlah limbah yang dibuang ke dalamnya tidak
boleh melampaui kapasitas asimilasi (assimilative capacity) dari perairan pesisir bersangkutan.

Keunikan dan kompleksitas wilayah pesisir dengan beragam ekosistem yang ada, mengisyaratkan
pentingnya pengelolaan wilayah tersebut secara terpadu dengan berbasis pada ekosistemnya. Hal
ini dapat dijelaskan dengan alasan sebagai berikut:

Pertama, secara empiris, terdapat keterkaitan ekologis (hubungan fungsional) baik | antar
ekosistem di dalam wilayah pesisir maupun antara wilayah pesisir dengan lahan atas dan laut
lepas. Dengan demikian perubahan yang terjadi pada suatu ekosistem pesisir
(ekosistem mangrove, misalnya), cepat atau lambat akan mempengaruhi ekosistem lainnya.
Begitu pula halnya, jika pengelolaan kegiatan pembangunan (industri, pertanian, pemukiman, dan
lain-lain) di lahan atas suatu DAS (Daerah Aliran Sungai) tidak dilakukan secara arif (berwawasan
lingkungan), maka dampak negatifnya akan merusak tatanan dan fungsi ekologis wilayah pesisir
dan laut (Gambar 5). Fenomena inilah yang kemungkinan besar merupakan factor penyebab
utama tingginya tingkat pencemaran dan juga sedimentasi di beberapa teluk (misalnya Teluk
Jakarta).

Kedua, dalam beragam ekosistem di wilayah pesisir (Teluk Balikpapan, misalnya), |


biasanya terdapat lebih dari satu macam sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
yang dapat dikembangkan untuk kepentingan pembangunan.

Ketiga, baik secara ekologis maupun ekonomis, pemanfaatan tunggal ekosistem di wilayah
pesisir (single use) adalah sangat rentan terhadap perubahan internal maupun eksternal yang
menjurus pada kegagalan usaha. Contohnya, pembukaan sebagian besar area hutan nipah dan
mangrove menjadi tambak udang di delta Mahakam sejaktahun 1982, telah mengancam
produktivitas hayati kawasan pesisir delta Mahakam, sehingga mengakibatkan terjadinya
penurunan produksi perikanan tangkap di kawasan pesisir yang cukup signifikan.

Dengan berbagai alasan keunikan dan kompleksitas sistem pada wilayah pesisir sebagaimana
dikemukakan di atas, maka untuk menjamin pemanfaatan potensi sumberdaya dan lingkungan
kawasan ini secara bekelanjutan, mutlak diperlukan suatu pendekatan pengelolaan yang terpadu
yang berbasis pada ekosistem.

Pentingnya pengelolaan wilayah pesisir (misalnya Teluk Balikpapan) secara terpadu bertujuan
agar supaya peran dan fungsi ekosistem di wilayah ini, terutama sebagai penyedia sumberdaya
alam dan jasa-jasa lingkungan untuk menopang kehidupan manusia, tidak mengalami kehancuran.
Dengan adanya keterpaduan pengelolaan diharapkan pemanfaatan ekosistem pesisir yang
memiliki sumberdaya alam yang dianggap milik bersama (common property resource) dan dapat
dimanfaatkan oleh setiap orang (open access), dapat berkelanjutan. Berkelanjutan mengisyaratkan
bahwa pemanfaatan ekosistem pesisir hendaknya secara ekologi, ekonomi, dan sosial bersifat
berkelanjutan. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa kegiatan pemanfaatan harus
dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan, dan konservasi
sumberdaya alam termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity). Berkelanjutan secara
ekonomis berarti bahwa kegiatan pemanfaatan harus dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi,
dan adanya penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien. Sementara itu, berkelanjutan
secara sosial mengisyaratkan bahwa kegiatan pemanfaatan hendaknya dapat menciptakan
pemerataan kesempatan, mobilitas sosial, kohesi sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan
masyarakat, dan pengembangan kelembagaan.

2.4 Perkembangan pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan dengan segala
aktifitasnya termasuk budidaya laut dapat menekan kualitas perairan. Kualitas perairan akan
terganggu apabila terjadi ketidakseimbangan unsur-unsur yang terkandung di dalam perairan
tersebut. Gangguan tersebut dapat berupa masuknya unsur lain kedalam perairan baik secara
alamiah maupun dampak dari pembangunan dan pemanfaatan wilayah pesisir dan lautan. Hal ini
bukan berarti bahwa tidak diperbolehkan untuk memanfaatkan wilayah pesisir dan lautan untuk
kepentingan manusia, tetapi lebih cenderung untuk melakukannya penyelarasan fungsi-fungsi
perairan dengan pemanfaatannya. Oleh karena itu, perlu untuk melakukan pendekatan yang tepat
untuk mengkaji keterkaitan antara kualitas perairan dan pemanfaatannya.

Teknologi pemodelan dapat mensimulasikan proses-proses yang terjadi di dalam suatu perairan
dalam kaitannya dengan kualitas perairan baik perairan yang masih alami maupun perairan yang
telah berinteraksi dengan aktifitas manusia. Bahan-bahan pencemar alami maupun hasil buangan
dari aktifitas manusia yang masuk ke dalam sistem pesisir dan lautan dapat dimodelkan dengan
membangun skenario-skenario ambang batas bahan pencemar dari regulasi yang ada untuk
mendapatkan kombinasi yang optimal sehingga selaras dengan daya dukung lingkungan perairan.
Pada akhirnya dapat terjaga kualitas habitat di perairan tersebut.

PENENTUAN STATUS KUALITASPERAIRAN PESISIR


2.1. Tematik Yang Digunakan
Mutu atau kualitas perairan pesisir dan laut tidak hanya dicerminkan oleh kondisikualitas airnya,
tetapi juga ditentukan oleh kualitas dari biota, termasuk kualitas dari ekosistem
ekosistem yang ada di dalamnya. Kualitas air adalah komponen perairanyang paling dinamis,
diantara komponen-komponen lainnya. Kualitas air dapatberubah karena pengaruh antropogenik,
dinamika laut, musim, dan cuaca.Demikian juga komponen plankton yang terdiri dari fitoplankton
dan zooplakton,dinamika perubahannya relatif cepat
dibandingkan komponen lainnya. Komponenfitoplankton akan menjadi pelengkap penting dalam
penentuan tingkat kualitas dariaspek biologi dalam hubungannya dengan pencemaran organik dan
nutrien diperairan.Komponen biologi lain yang penting adalah biota dasar
perairan (benthos). Benthosadalah biota perairan yang tinggal atau berada di dasar perairan dan
relatif menetapdalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga keberadaan benthos
akanmemberikan gambaran kondisi perairan dalam jangka waktu yang telah dilaluibenthos
selama tinggal di perairan ini dengan dinamika kualitas air yang terjadi.Komponen lainnya adalah
sedimen perairan. Walaupun kondisi sedimen dapatdigambarkan oleh kondisi biota dasar atau
benthos, akan tetapi informasi mengenaikualitas sedimen dapat menjadi pelengkap berkaitan
dengan sedimentasi yangterjadi ataupun kondisi tanah dasar (batuan) setempat.Oleh karena itu,
dalam aplikasinya nanti, komponen sedimen ini dapat menjadikomponen alternatif dari benthos
atau komponen pelengkap, dalam arti bisa dipilihapakah akan menggunakan komponen benthos
atau sedimen atau keduanya,disesuaikan dengan kesiapan laboratorium dan sumberdaya manusia
(SDM) daerahsetempat.Ekosistem yang terdapat di wilayah perairan laut dan pesisir dapat berupa
ekosistemmangrove, terumbu karang, padang lamun, atau lainnya seperti pantai landaiberpasir,
pantai berbatu, atau estuari.

Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan padang lamun adalah ekosistem yangkhas yang
mempunyai peran ekologis cukup besar pada kondisi pesisir secaraumum. Kondisi atau tingkat
kualitas masing-masing ekosistem ini berperan dalammenggambarkan status atau kondisi
perairan pesisir secara keseluruhan. Ketigaekosistem ini telah ada pedoman penentuan tingkat
kerusakannya atau bakumutunya, sehingga dapat ditentukan tingkat kualitasnya.Ekosistem estuari
adalah juga ekosistem yang khas dan berperan ekologis tinggi,sehubungan dengan adanya
masukan air sungai yang bisa sangat berfluktuasi danbervariasi kondisinya antara satu estuari
dengan lainnya. Kualitas ekosistem estuaridapat dievaluasi melalui komponen kualitas air,
fitoplankton, serta sedimen dan/ataubenthos.Oleh karena itu, tidak diperlukan parameter khusus
untuk menilai kondisi estuari.Demikian juga pada ekosistem pantai landai berpasir, pantai
berbatu, atau lainnyatidak diamati secara khusus karena sudah dapat diwakili oleh kondisi atau
tingkatkualitas dari komponen kualitas air, fitoplankton dan sedimen/benthos.Abrasi dan akresi
juga tidak menjadi komponen penilaian dalam pedoman ini adalahkarena tidak ada acuan
yang bisa menjadi standard penilaian. Abrasi dan akresilebih merupakan bagian dari kerusakan
atau perubahan garis pantai yang dapatterjadi secara alami ataupun karena adanya kegiatan
konstruksi buatan manusia dipantai.Dampaknya pada kualitas air adalah sedimentasi yang dapat
terdeteksi
padaparameter kekeruhan dan kandungan padatan tersuspensi. Dalam kaitannyadengan
penentuan tingkat kualitas perairan pesisir ini, bila di suatu perairan pesisirtertentu terdapat
indikasi adanya abrasi/akresi diharapkan menjadi catatantambahan yang disertakan dalam laporan
penilaian status mutu laut/pesisir yangdilakukan.Berdasarkan uraian diatas, maka tematik yang
digunakan dalam Penentuan StatusMutu Perairan Pesisir di suatu wilayah perairan terdiri atas
enam komponen yakni:
1. Kualitas air
2. Fitoplankton
3. Benthos
4. Mangrove
5. Terumbu karang
6. Padang lamun
2.2. Penentuan Tingkat Kualitas Air dan Ekosistem
Masing-masing ekosistem atau komponen ditentukan kriteria tingkat kualitasnyaberdasarkan
peraturan/perundangan yang telah ada, kajian dari berbagai literatur,serta pertimbangan-
pertimbangan lain yang logis dan secara ilmiah dapat diterima.Selain itu, dalam penentuan tingkat
kualitas perairan ini perlu dilakukan kajianterhadap data masing-masing komponen untuk
mendapatkan gambaran kondisiperairan pesisir di suatu wilayah, apakah ada kondisi alami
tertentu yang khas yangmungkin tidak sesuai dengan baku mutu. Hasil kajian data ini menjadi
catatantambahan dalam penilaian tingkat kualitas yang dilaporkan.Hal yang perlu menjadi
perhatian adalah rona awal dari kondisi perairan - yangmencakup komponen-komponen yang
telah disebutkan - di wilayah yang akan dikaji.Rona awal kondisi perairan seyogyanya ditetapkan
terlebih dahulu, berdasarkanatas studi literatur dan data yang telah ada sebelumnya. Bila ternyata
tidak cukupdata untuk menetapkan rona awal, maka hasil pengamatan saat ini bisa
dijadikansebagai rona awal. Rona awal ini selanjutnya menjadi acuan dalam penentuanstatus
mutu laut di wilayah yang bersangkutan, terutama berkaitan dengan statusmutu komponen
mangrove, terumbu karang, atau kualitas air

2.5 PARAMETER
Kualitas air dalam hal analisis kualitas air mencakup keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat
mempengaruhi ketersediaan air untuk kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi, dan
pemanfaatan air lainnya (Asdak 1995). Menurut Lagler (1997) didalam lingkungan perairan ada
tiga unsur pokok yang mempengaruhi kehidupan biota perairan. Pertama adalah unsur fisik yang
berupa sifat-sifat fisika air seperti suhu, kekeruhan, kekentalan, cahaya, suara, getaran serta berat
jenis. Unsur kedua adalah sifat kimiawi air seperti pH, kadar oksigen terlarut, karbondioksida
terlarut, alkalinitas dan lain-lainnya. Unsur ketiga adalah yaitu sifat-sifat biologinya seperti
keadaan organismenya, pemakai dan pengurai. Ketiga unsur pokok tersebut tergantung pada
sumber alam pokok yaitu sinar matahari dan iklim.

I. Parameter Fisika
1. Suhu
Pola temperatur ekosistem air dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari,
pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya, ketinggihan geografis dan juga oleh faktor
kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi. Di samping itu pola
temperatur perairan dapat di pengaruhi oleh faktor-faktor anthropogen (faktor yang di akibatkan
oleh aktivitas manusia) seperti limbah panas yang berasal dari air pendingin pabrik, penggundulan
DAS yang menyebabkan hilangnya perlindungan, sehingga badan air terkena cahaya matahari
secara langsung

Suhu tinggi tidak selalu berakibat mematikan tetapi dapat menyebabkan gangguan kesehatan
untuk jangka panjang, misalnya stres yang ditandai dengan tubuh lemah, kurus, dan tingkah laku
abnormal. Pada suhu rendah, akibat yang ditimbulkan antara lain ikan menjadi lebih rentan
terhadap infeksi fungi dan bakteri patogen akibat melemahnya sistem imun. Pada dasarnya suhu
rendah memungkinkan air mengandung oksigen lebih tinggi, tetapi suhu rendah menyebabkan
menurunnya laju pernafasan dan denyut jantung sehingga dapat berlanjut dengan pingsannya
ikan-ikan akibat kekurangan oksigen

2. Kecerahan
Kecerahan merupakan ciri penentu untuk pencerahan, penglihatan yang mana suatu sumber dilihat
memancarkan sejumlah kandungan cahaya.dalam kata lain kecerahan adalah pencerahan yang
terhasil dari pada kekilauan sasaran penglihatan, kecerahan merupakan suatu ukuran dimana
cahaya didalam air yang disebabkan oleh adanya partikel-partikel kaloid dan suspensi dari suatu
bahan pencemaran, antara lain bahan organik dari buangan-buangan industri, rumah tangga,
pertanian yang terkandung di perairan ( Chakroff dalam Syukur, 2002).
3 Kedalaman

Kedalaman disuatu perairan saangat penting untuk diperahatikan, hal ini diakrenakan kedalaman
suatu perairan dapat mempengaruhi jumlah cahaya yang akan masuk ke perairan dan ketersediaan
oksigen diperairan tersebut, jika disuatu perairan kekurangan cahaya masuk kedalamnya maka
ikan tersebut akan stress. Begitu juga halnya dengan kandungan oksigen, biasanya diperairan
dalam ketersediaan oksigen lebih sedikit dibandingkan dengan perairan dangkal.

II. Parameter Kimia


1. pH (Derajat Keasaman)
pH adalah suatu ukuran keasaman dan kadar alkali dari sebuah contoh cairan. Kadar pH dinilai
dengan ukuran antara 0-14. Sebagian besar persediaan air memiliki pH antara 7,0-8,2 namun
beberapa air memiliki pH di bawah 6,5 atau diatas 9,5. Air dengan kadar pH yang tinggi pada
umumnya mempunyai konsentrasi alkali karbonat yang lebih tinggi. Alkali karbonat
menimbulkan noda alkali dan meningkatkan farmasi pengapuran pada permukaan yang keras.

2. DO (Disolved Oxigent)
Oksigen adalah unsur vital yang di perlukan oleh semua organisme untuk respirasi dan sebagai
zat pembakar dalm proses metabolisme. Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah
penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses
fotosintesis. Selanjutnya daur kehilangan oksigen melalui pelepasan dari permukaan ke atmosfer
dan melalui kegiatan respirasi dari semua organisme.

Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada
pencampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan
limbah (effluent) yang masuk ke dalam air (Effendi, 2003).

III. Parameter Biologi


1. Jenis-Jenis Plankton
Plankton adalah organisme yang berkuran kecil yang hidupnya terombang-ambing oleh arus.
Mereka terdiri dari makhluk yang hidupnya sebagai hewan (zooplankton) dan sebagai tumbuhan
(fitoplankton). Zooplankton ialah hewan-hewan laut yang planktonik sedangkan fitoplankton
terdiri dari tumbuhan laut yang bebas melayang dan hanyut dalam laut serta mampu
berfotosintesis (Dianthani, 2003).
Karena organisme planktonik biasanya ditangkap dengan menggunakan jaring-jaring yang
mempunyai ukuran mata jarring yang berbeda, maka penggolongoan plankton dapat pula
dilakukan berdasarkan ukuran plankton. Penggolongan ini tidak membedakan fitoplankton dari
zooplankton, dan dengan cara ini dikenal lima golongan plankton, yaitu : megaplankton ialah
organisme plaktonik yang besarnya lebih dari 2.0 mm; yang berukuran antara 0.2 mm-2.0 mm
termasuk golongan makroplankton; sedangkan mikroplankton berukuran antara 20 m-0.2 mm.
Ketiga golongan inilah yang biasanya tertangkap oleh jaring-jaring plankton baku. Dua golongan
yang lainnya: nanoplankton adalah organisme planktonik yang sangat kecil, yang berukuran 2
m-0.2 mm; organisme planktonik yang berukuran kurang dari 2 m termasuk golongan
ultraplankton. Nanoplankton dan ultraplankton tidak dapat ditangkap oleh jaring-jaring
plankton baku.Untuk dapat menjaringnya diperlukan mata jaring yang sangat kecil.
2.Ikan

Ikan adalah makhluk hidup yang hidupnya diperairan dan juga ikan merupakan parameter biologi
yang dapat digunakan untuk meneliti parameter kualitas air disuatu perairan. Jika disuatu perairan
memiliki jenis ikan tertentu dalam jumlah yang sedikit ini menunjukkan bahwa perairan itu
tercemar atau kurang baik untuk dilakukannya budidaya ikan, begitu pula sebaliknya, jika suatu
perairan jumlahnya yang terdapat didalamnya jumlah yang banyak dan beragam jenisnya, maka
hal ini menunjukkan bahwa perairan tersebut tidak mengalami pencemaran dan cocok untuk
pembudidayaan.
Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai jumlah pulau sangat banyak. Data
SLHI 2013 yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup, jumlah Pulau di Indonesia 13.466
pulau dengan garis pantai sepanjang 80.791 km. Indonesia memiliki peluang sekaligus tantangan
yang besar dalam mengembangkan dan mengelola potensi sumberdaya pesisir dan laut. Wilayah
pesisir dan laut Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar serta menyediakan jasa-jasa
lingkungan yang beragam, seperti minyak dan gas, mineral, perikanan, ekosistem terumbu karang
dan mangrove, maupun pariwisata. Sayangnya, sumberdaya di wilayah pesisir dan laut Indonesia
pada masa lampau belum mendapat perhatian serius sebagaimana halnya pembangunan di wilayah
daratan. Beberapa kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan telah terjadi serta pencurian
sumberdaya laut oleh pihak asing yang tidak terkendali. Kemiskinan di wilayah pesisir juga
banyak ditemukan.
Jumlah penduduk di wilayah pesisir perkotaan yang makin meningkat, ternyata mengakibatkan
sumberdaya di daratan semakin terbatas, maka wilayah pesisir dan laut beserta sumberdayanya
menjadi alternatif pendukung pembangunan daerah maupun nasional yang strategis di masa
mendatang. Oleh karena itu sangatlah beralasan, jika dalam pembangunan jangka panjang bangsa
Indonesia mengorientasikan kiprah pembangunannya terutama pada wilayah pesisir dan laut.
Komitmen pemerintah dalam bidang ini dapat terlihat dari masih diperlukannya kementerian yang
mengurusi masalah lingkungan hidup serta kelautan, bahkan pada kabinet saat ini ditambah
dengan Menteri Koordinator Maritim.
Saat ini yang masih menjadi keprihatinan kita, beberapa kegiatan pembangunan di kawasan
daratan dan lautan, masih banyak yang memberikan dampak negatif pada lingkungan yang
akhirnya berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan pesisir dan laut maupun kelestarian
sumberdaya alam, yaitu berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan serta pemanfaatan yang
berlebih atas sumberdaya pesisir dan laut. Sehubungan dengan hal tersebut, maka upaya
pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan yang mungkin timbul harus menjadi bagian
dari kebijakan dan langkah aksi pengelolaan lingkungan pada setiap sektor kegiatan
pembangunan.
Disamping permasalahan tersebut di atas, juga terdapat masalah lain, yaitu sistem manajemen
yang belum terpadu. Pengelolaan pesisir saat ini masih banyak dilakukan secara sektoral dan tidak
ada keterpaduan antara pengelolaan daratan dan lautan.
Padahal sumber pencemaran dan kerusakan di wilayah pesisir berasal dari kegiatan yang ada di
daratan dan di lautan. Menurut Undang-Undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup serta Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pengelolaan di
wilayah pesisir ini harus dilakukan secara terpadu.

Anda mungkin juga menyukai