Anda di halaman 1dari 38

Alyvia Risvianti Putri (195244004)

Daniyah Nurkhalisa Oktafian (195244008)


Kyla Vania Ahdina (195244015)
Nur Aini (195244023)
Zakiyya Zahra Nur Azizah (195244032)
2a - manajemen aset
1. Pengertian Penataan Ruang
2. Klasifikasi Penataan Ruang
3. Asas Penataan Ruang
4.Tujuan Penataan Ruang
penataan ruang sempadan pantai
1. Pengertian Sempadan Pantai
2. Fungsi dan Manfaat Sempadan Pantai
3. Pengaturan Batas Kawasan Sempadan Pantai
4. Kriteria Kawasan Sempadan Pantai
5. Sanksi terhadap Pelanggaran Tata Ruang
Sempadan Pantai
1. Pengertian Bangunan Gedung
2. Fungsi Bangunan Gedung
3. Komponen Penataan Perencanaan Tata Guna Bangunan
- Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
- Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
- Koefisien Daerah Hijau (KDH)
- Koefisien Tapak Besmen (KTB)
- Garis Sempadan Bangunan (GSB)
4.Tujuan Penataan Ruang
izin mendirikan bangunan
1. Pengertian IMB
2. Dasar Hukum IMB
3. Proses IMB
4.Sanksi Pelanggaran Bangunan
Gedung Tanpa IMB
Pariwisata merupakan sektor primadona pada setiap daerah di dunia. Sektor ini bisa menjadi
penggerak sektor lainnya (multiplier effect). Tentunya sektor ini memiliki prospek yang cerah
dan peluang untuk dikembangkan. Salah satu pulau yang terkenal dengan sebutan “Pulau Dewata”
di Indonesia, yaitu Pulau Bali adalah salah satu pulau yang sudah menjadi destinasi pariwisata
dunia dengan mendatangkan wisatawan dari berbagai belahan dunia dan menunjukkan terjadinya
peningkatan kunjungan setiap tahunnya yang cukup signifikan.
Hal tersebut berdampak kepada pembangunan-pembangunan infrastruktur pendukung
pariwisata. Banyak tempat yang menjadi kawasan konservasi maupun kawasan yang
steril dari pembangunan telah berubah menjadi pondok wisata atau hotel. Seperti yang
terjadi di Kabupaten Buleleng. Di sana banyak sekali terjadi pemanfaatan kawasan
sempadan pantai yang sepantasnya menjadi kawasan konservasi maupun kawasan lindung
telah berubah fungsi menjadi pondok wisata yang berjejer mewah di sepanjang pantai.
Para pelaku usaha pariwisata memanfaatkan daerah sempadan pantai untuk kegiatan-
kegiatan usaha seperti pembangunan tempat rekreasi/wisata, resort, hotel maupun
pondok wisata. Rata-rata jarak antara bangunan pondok wisata dengan bibir pantai
sekitar 40-70 meter.
Pembangunan pondok wisata di kawasan sempadan pantai memberikan
kontribusi yang besar dalam peningkatan kerusakan pantai-pantai di Bali dan
membuat kawasan pantai menjadi semakin sempit, serta mereduksi vegetasi
alami sebagai penahan abrasi sehingga sangat mudah daerah pantai ini
tergerus tanpa ada penahan. Dengan adanya bangunan-bangunan tersebut maka
pantai juga tidak lagi menjadi ruang publik dan terbebas dari monopoli pihak
bermodal besar. Terkait adanya pondok wisata yang berada di kawasan
sempadan pantai, masyarakat merasakan dampak negatif, diantaranya akses
jalan menuju pantai menjadi tertutup, kesulitan nelayan tradisional Desa
Dencarik menaruh perahunya, serta mulai timbulnya kerusakan lingkungan pada
pantai berupa terjadinya abrasi pantai dan sampah yang mulai membanjiri
pantai di Desa Dencarik.
Masalah pada studi kasus 1
1. Penetapan izin pembangunan pondok wisata lebih mengutamakan
faktor kemanfaatan ekonomi daripada kepastian hukum.
Terdapat faktor-faktor pendorong terjadinya pembangunan pondok
wisata di Desa Dencarik yang akhirnya dilaksanakan rencana
pembangunan. Rencana tersebut telah disetujui oleh masyarakat sekitar
yang tentunya akan bermanfaat bagi masyarakat, walaupun dapat
dikatakan lokasi rencana pembangunan pondok wisata tersebut berada
pada Kawasan lindung yaitu kawasan sempadan pantai yang artinya tidak
sesuai dengan peruntukan kawasan.
Masalah pada studi kasus 1
2. Pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik melanggar ketentuan
kriteria kawasan sempadan pantai
Terdapat beberapa pondok wisata di Desa Dencarik berada di kawasan sempadan
pantai yaitu sekitar 40-70 meter dari bibir pantai. Sedangkan 100 m dari titik pasang
air laut tertinggi ke arah darat merupakan wilayah daratan sempadan pantai.
Sebagaimana yang dimuat dalam ketentuan Pasal 50 ayat (4) Peraturan Daerah Provinsi
Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun
2009-2029.
Adapun menurut Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali
Tahun 2009-2029, jelas menyatakan bahwa sempadan pantai sebagai kawasan lindung
serta penetapan ketentuan kriteria kawasan sempadan pantai tersebut. sehingga jelas
ada pencegahan, pelarangan dan pengendalian dari kegiatan budidaya terhadap kawasan
sempadan pantai sebagai kawasan lindung.
Perlu adanya penegakan hukum dengan pemberian sanksi administrasi yang diatur
diatur dalam ketentuan Pasal 144 Ayat (2) Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009
tentang RTRW Provinsi Bali Tahun 2009-2029. Sanksi administrasi tersebut
berbunyi bahwa:
.

“Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berupa:


a. peringatan tertulis;
b. penghentian kegiatan untuk sementara
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif
Upaya-upaya yang telah ditempuh untuk melindungi kawasan sempadan pantai dari
kegiatan pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik, diantaranya:
a. Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng
Selaku pihak yang memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan hukum
terhadap kawasan sempadan pantai, Pemerintah Kabupaten Buleleng melakukan
berbagai upaya melalui beberapa tindakan dalam melindungi kawasan sempadan
pantai dari kegiatan pembangunan pondok wisata khususnya di Desa Dencarik.
Upaya Pemerintah Kabupaten Buleleng tersebut dapat dilaksanakan oleh
beberapa Instansi, Tim dan Satuan Kerja yang ada pada Kabupaten Buleleng.
Kemudian upaya dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, dengan
komitmen dan tindakannya untuk tidak akan memberikan atau menerbitkan
dokumen AMDAL atau UKL-UPL kepada pemohon yang akan mendirikan pondok
wisata jika lokasi pembangunan tersebut dilakukan pada kawasan lindung,
termasuk kawasan sempadan pantai.
b. Upaya Pemerintah Desa Dinas Dencarik
Upayanya dapat bersifat preventif (pencegahan) untuk melindungi kawasan sempadan pantai
dari pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik. Upaya yang telah dilakukan berupa
pemberian himbauan dan nasehat kepada masyarakat agar tidak menjual tanahnya kepada
para investor yang melakukan kegiatan pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik.
c.Pemerintah Desa Adat Dencarik
Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Desa Adat Dencarik sama dengan upaya yang dilakukan
Pemerintah Desa Dinas Dencarik, yakni memberikan himbauan dan nasehat kepada
masyarakat agar tidak menjual tanahnya kepada para investor yang melakukan kegiatan
pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik. Namun upaya ini dapat dikatakan belum
optimal untuk mencegah terjadi pembangunan pondok wisata yang melanggar ketentuan
kriteria kawasan sempadan pantai di Desa Dencarik, permasalahan yang dihadapi adalah
banyaknya masyarakat yang menjual tanahnya untuk pembangunan pondok wisata tanpa
sepengetahuan pihak desa adat, kejadian ini mengakibatkan banyak investor yang
memanfaatkan dan melanggar ketentuan sempadan pantai dengan adanya pondok wisata
tersebut.
Jajaran Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Selatan menyegel mati lahan seluas
9.000 meter persegi di Jalan TB Simatupang, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Selasa
(16/2/2016). Penyegelan terjadi karena pembangunan itu tidak memiliki Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan mengambil lahan seluas 1.008 meter persegi yang
sudah dibebaskan untuk Tol Depok Antasari.
Dipimpin langsung Walikota Jakarta Selatan, Tri Kurniadi dan didamping
Sekko Pemkot Jakarta Selatan, Desi Putra, proses penertiban sempat
dihalang-halangi oleh sekuriti yang berjaga disana. Bahkan, plang merah yang
sebelumnya sudah ditempel oleh petugas Suku Dinas Penataan Kota Kecamatan
Pasar Minggu ditempatkan di dalam proyek pembangunan. Pembangunan
pondasi untuk struktur bawah sudah dilakukan disana. Tak hanya itu, dua
crane yang berdiri tegak sudah mulai bekerja. Rencananya, pembangunan hotel
dan apartemen itu akan dibangun 41 lantai. Ternyata, bangunan yang telah
mulai dibangun itu tidak memiliki IMB.
“Pembangunan ini belum memiliki IMB sama sekali, maka kita segel. Dan ini ketahuan waktu kita
undang rapat di Walikota kemarin, saya langsung bilang besok akan saya segel, ternyata pas mau
disegel dihalang-halangi oleh oknum Prabu tapi tetap kita segel.” Kata Tri saat melakukan penyegelan
di Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Selasa (16/2). Mantan Wakil Wali Kota Jakarta Utara itu
menambahkan Senin (15/2) sebelumnya Seksi Penataan Kota Kecamatan Pasar Minggu telah
melakukan penyegelan. Namun, setelah diperiksa, segel dipasang dalam area proyek sehingga tidak
terlihat dari luar. “Saya cek masuk ke lokasi pembangunan, Ternyata segel itu dipasang di dalam,
makanya kita pindahin keluar lagi, saya kunci mati, nggak boleh ada kegiatan lagi. Nunggu besi turun,
keluar, Truknya kita segel” Tutur Tri.
Ditambahkan Tri, selain tidak berizin, pembangunan basement Ratu Prabu III mengambil
tanah jalan seluas 1008 meter persegi yang sudah dibebaskan oleh Desari. Pembangunan
tersebut juga tidak mematuhi garis sempadan jalan (GSJ) dan garis sempadan bangunan
(GSB). Karena nantinya, jalur di Jalan TB Simatupang akan dibuat 3 jalur yang sebelumnya
dua jalur. Pihak Kecamatan Pasar Minggu sebelumnya sudah menggusur lapak PKL yang
berada disana. Dan Kepala Suku Dinas Penataan Kota Jakarta Selatan, Syukuria mengatakan
pihaknya sudah memberikan surat peringatan 1 sebelum dilakukan penyegelan.
analisis studi kasus 2
Kasus ini melanggar aturan pendirian bangunan yang
seharusnya memenuhi persyaratan administratif dan
teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (Pasal 7 ayat
1 UUBG). Berdasarkan pasal 7 ayat 1 UUBG, persyaratan
administratif pembangunan gedung yakni:
a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah;
b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c. Izin mendirikan bangunan gedung; sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
analisis studi kasus 2
Pasal 37, ayat (1) UUBG menyatakan :
"Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah menurut kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan."
.

Pembangunan suatu gedung dapat dilaksanakan setelah rencana teknis bangunan gedung disetujui oleh
Pemerintah Daerah dalam bentuk izin mendirikan bangunan (Pasal 35 ayat 4 UUBG). Dan memiliki
IMB merupakan kewajiban dari pemilik bangunan gedung (Pasal 40 ayat 2 huruf b UUBG). Peraturan
mengenai IMB terdapat dalam PP No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU no. 28 tahun
2002 tentang Bangunan Gedung yaitu: Pasal 1:
"Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
a) Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi,
dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan
teknis yang berlaku.
b) Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan
gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung."
analisis studi kasus 2
Setiap orang yang ingin mendirikan bangunan gedung harus memiliki Izin
Mendirikan Bangunan yang diberikan oleh Pemda melalui proses
permohonan izin (Pasal 14 ayat 1 dan 2 PP 36/2005). Untuk wilayah DKI
Jakarta, mengenai IMB diatur dalam Pergub DKI Jakarta No. 85 Tahun
2006 tentang Pelayanan Penerbitan Perizinan Bangunan (“ 85/2 6”) B
Pasal 3 ayat (2) Pergub 85/2006, pemberian IMB diterbitkan
berdasarkan Permohonan Izin Mendirikan Bangunan-Penggunaan
Bangunan yang disampaikan melalui Seksi Dinas Kecamatan atau Suku
Dinas. Selanjutnya, IMB diterbitkan oleh Seksi Dinas Kecamatan atau
Suku Dinas atau Dinas (Pasal 3 ayat [3] Pergub 85/2006). Dinas yang
dimaksud adalah Dinas Penataan dan Pengawasan Bangunan Provinsi DKI
Jakarta.
solusi Masalah studi kasus 2
Jika suatu bangunan tidak memenuhi kewajiban persyaratan
pembangunan, maka pemilik bangunan dalam hal ini dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
• dikenakan sanksi penghentian sementara sampai dengan diperolehnya
IMB gedung (Pasal 115 ayat 1 PP 36/2005).
• dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal 115 ayat 2 PP
36/2005).
• dilakukannya penyegelan sementara
Selain sanksi administratif, pemilik bangunan juga dapat dikenakan
sanksi berupa denda paling banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang
atau telah dibangun (Pasal 45 ayat 2 UUBG).
Permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) sebuah gedung lima lantai yang terletak
di jalan Fatmawati Raya, Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan dipastikan akan
ditolak. Penolakan tersebut disampaikan Kepala Unit Pelaksana Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (UPPTSP) Jakarta Selatan, Indarini Ekaningtiyas merujuk sejumlah
pelanggaran dalam pelaksanaan pembangunan gedung.
Pelanggaran yang dimaksud, yakni aturan Koefisien Dasar Bangunan (KDB)
dengan luas pembangunan hanya 30% dari total luas lahan. Tidak hanya itu,
pembangunan gedung juga diduga melanggar aturan jarak bebas samping kiri
dan kanan. Sebab, berdasarkan informasi rencana kota di laman
jakartasatu.jakarta.go.id, bangunan di kawasan itu memiliki tipe tunggal. Hal
tersebut tidak sesuai dengan aturan zonasi ataupun rencana kota.
Diketahui, gedung berlokasi termasuk zona perkantoran, perdagangan dan jasa dengan
Koefisien Dasar Bangunan Rendah. KDB yang ditetapkan sebesar 30% atau luas
bangunan yang diperbolehkan untuk dibangun adalah sebesar 30% dari total luas lahan.
Sedangkan Koefisien Dasar Hijau (KDH) yang ditetapkan sebesar 45%. Sehingga luas
seluruh ruang terbuka di luas bangunan yang ditujukan untuk penghijauan sebesar 45%
dari total luas lahan. Sementara Koefisien Lantai Bangunan (KLB) angka perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan dengan luas lahan sebesar 1,2.

Berdasarkan pantauan, gedung yang dibangun tersebut terlihat melanggar


seluruh ketentuan yang diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) DKI Jakarta
Nomor 7 Tahun 2010 tentang Bangunan Gedung. Pelanggaran yang terjadi
diantaranya meliputi KDB, KLB serta KDH. Pasalnya, gedung dibangun penuh di
atas lahan dan tidak sesuai dengan ketentuan Informasi Rencana Kota.
Sehingga, tidak ada lahan hijau atau daerah resapan di area gedung.
Gedung berlantai lima bakal hotel ini belum memiliki IMB dan memang sedang
mengajukan, namun berkas-berkasnya belum dilengkapi. Ironisnya, meski belum
memiliki IMB, pembangunan gedung masih terus berlanjut. Bahkan bangunan yang
berdekatan dengan SDN 05 Pagi Pondok Labu itu terlihat sudah menjulang tinggi saat
ini.
Selain itu, untuk menghindari sorotan masyarakat, bangunan tersebut
dikatakan pihaknya untuk usaha kos-kosan bukan untuk hotel. Sebelumnya,
diberitakan sebuah gedung di Jalan Fatmawati RT 04/10 Pondok Labu,
Cilandak, Jakarta Selatan ditertibkan oleh Satpol PP Jakarta Selatan, Kamis
(27/5/2021). Gedung yang memiliki lima lantai itu dibongkar karena sisi
belakangnya menyerobot GSB seluas 4 x 13 meter. Sehingga pembongkaran
dilakukan secara menyeluruh pada sisi belakang gedung, mulai dari lantai satu
hingga lantai lima.
Gedung lima lantai bakal hotel yang berada di Jalan Fatmawati Raya, Pondok Labu,
Cilandak, Jakarta Selatan telah melakukan beberapa pelanggaran dalam konteks tata
ruang, yaitu:
• Bangunan tersebut telah melampaui Koefisien Dasar Bangunan (KDB),Koefisien
Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau (KDH). Berdasarkan masalah
tersebut diatas, maka gedung lima lantai bakal hotel tersebut telah melanggar
Perda DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 Tentang Bangunan Gedung. Pelanggaran
KDB, KLB, dan KDH tersebut disebabkan karena dalam proses pembangunan
gedung lima lantai tersebut, pihak pembangunan menjadikan seluruh lahan sebagai
bangunan tanpa memperhatikan aturan KDB dengan luas pembangunan hanya 30%
dari luas total seluruh lahan, KLB dengan angka perbandingan antara luas seluruh
lantai bangunan dengan luas lahan sebesar 1,2 dan KDH dengan aturan 45% dari
luas seluruh lahan sehingga tidak ada lahan hijau dan daerah resapan yang
tersedia.
• Pelanggaran terkait dengan jarak bebas bangunan yang
mana dalam proses pembangunan gedung diduga melanggar
aturan jarak bebas samping kiri dan kanan. Sebab,
berdasarkan informasi rencana kota di laman
jakartasatu.jakarta.go.id, bangunan di kawasan itu
memiliki tipe tunggal. Selain pelanggaran tersebut,
bangunan juga melanggar GSB bagian belakang
menyerobot seluas 4 x 13 meter.
• Adanya pendahuluan pekerjaan pembangunan sebelum
diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan (IMB) oleh
Dinas P2B DKI Jakarta.
solusi Masalah studi kasus 3
Gedung lima lantai bakal hotel di Jalan Fatmawati tersebut akan mendapatkan
tindakan penyidikan, sanksi dan penertiban karena telah melanggar Peraturan
Daerah DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah
DKI Jakarta. Berdasarkan berbagai pelanggaran yang terjadi, tindakan
pemerintah terhadap pembangunan gedung lima lantai bakal hotel di Jalan
Fatmawati ini adalah dilakukan oleh Kepala Seksi Penindakan Ruang dan
Bangunan Suku Dinas Ciptakan Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata)
Jakarta Selatan dimana pihak terkait sudah melayangkan surat peringatan,
segel hingga surat perintah bongkar kepada pemilik bangunan. Hanya saja,
teguran dan tindakan yang dilayangkan sejak bulan Februari hingga Maret 2021
lalu itu dihiraukan oleh pemilik bangunan. Sehingga akhirnya pada tanggal 8
Maret 2021 bangunan tersebut dibongkar paksa oleh Satpol PP. maka dalam hal
ini tindakan yang dilakukan pemerintah sudah sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
• Pembangunan pondok wisata di Desa Dencarik merupakan salah satu contoh bangunan yang tidak
memenuhi garis sempadan pantai. bangunan tersebut berada di kawasan sempadan pantai yaitu
sekitar 40-70 meter dari bibir pantai dan berada di kawasan lindung. Sehingga melanggar
ketentuan Pasal 50 ayat (4) Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang RTRW Provinsi Bali
Tahun 2009-2029, pembahasan mengenai sempadan pantai. Solusinya yaitu diberikan sanksi
administrasi berupa tidak diberikan atau diterbitkan dokumen AMDAL atau UKL-UPL kepada
pemohon yang akan mendirikan pondok wisata jika lokasi pembangunan tersebut dilakukan pada
kawasan lindung, termasuk kawasan sempadan pantai.
• Sebuah gedung yang akan menjadi hotel dan apartemen Ratu Prabu III tidak memiliki IMB
sehingga proyek pembangunannya disegel mati oleh Pemerintah Kota Administrasi Jakarta
Selatan. Pembangunan tersebut juga tidak mematuhi GSJ dan GSB. Bangunan gedung ini
melanggar aturan pendirian bangunan yang seharusnya memenuhi persyaratan administratif
dan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung (Pasal 7 ayat 1 UUBG). bangunan tersebut
dapat dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara sampai dengan diperolehnya
IMB gedung, dikenakan sanksi perintah pembongkaran (Pasal 115 ayat 2 PP 36/2005),
dilakukannya penyegelan sementara, atau dapat juga dikenakan sanksi berupa denda paling
banyak 10% dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun (Pasal 45 ayat 2 UUBG).
• Sebuah gedung lima lantai bakal hotel yang berada di Jalan Fatmawati Raya,
Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan telah melakukan beberapa pelanggaran
dalam konteks tata ruang. Bangunan tersebut telah melampaui Koefisien Dasar
Bangunan (KDB),Koefisien Lantai Bangunan (KLB), dan Koefisien Dasar Hijau
(KDH). Kemudian, bangunan tersebut juga melakukan pelanggaran mengenai
jarak bebas bangunan yakni melanggar aturan jarak bebas samping kiri dan
kanan. GSB bagian belakangnya menyerobot lahan seluas 4 x 13 meter, dan
pekerjaan pembangunannya dilakukan sebelum diterbitkannya IMBoleh Dinas
P2B DKI Jakarta. Akibatnya gedung tersebut akan mendapatkan tindakan
penyidikan, sanksi dan penertiban karena telah melanggar Peraturan Daerah
DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 1991 Tentang Bangunan Dalam Wilayah DKI
Jakarta. Kepala Seksi Penindakan Ruang dan Bangunan Suku Dinas Ciptakan
Karya Tata Ruang dan Pertanahan (Citata) Jakarta Selatan melayangkan surat
peringatan, segel hingga surat perintah bongkar kepada pemilik bangunan
gedung bakal hotel tersebut.
• Pemerintah Kabupaten Buleleng diharapkan dengan kewenangan yang dimilikinya dapat membuat
kebijakan-kebijakan untuk melindungi kawasan sempadan pantai sebagai kawasan lindung dari kegiatan-
kegiatan yang dapat mengganggu fungsi dan kelestarian kawasan sempadan pantai. Begitupun Pemerintah
Desa Dencarik dan Desa Adat. Misalnya pihak desa adat Dencarik dapat membentuk awig-awig desa adat
Dencarik (peraturan adat) dalam melindungi kawasan sempadan pantai dari kegiatan-kegiatan yang
mengancam fungsi dan kelestarian sempadan pantai. juga Masyarakat Desa Dencarik diharapkan dapat
melakukan pengawasan terhadap pembangunan pondok wisata serta melaporkan kepada pihak terkait
apabila dalam pembangunan pondok wisata tersebutmelanggar kriteria kawasan sempadan pantai.
• Jika hendak mendirikan bangunan atas pemanfaatan ruang untuk kegiatan tertentu harus
terlebih dahulu memperoleh IMB yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang dengan
harus melewati beberapa proses salah satunya yaitu memenuhi syarat-syarat, salah satunya
yaitu memiliki IMB. Dalam pemberian sanksi terhadap bangunan tanpa Izin Mendirikan
Bangunan ini perlu adanya ketegasan dari pemerintah, bukan hanya sanksi administratif
namun juga harus berlandaskan asas keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. kemudian
perlu adanya sarana perangkat perizinan mendirikan bangunan dan rencana tata ruang yang
mantap. Masyarakat juga perlu berpartisipasi dan pemerintah harus dapat merangkul
masyarakat dengan melakukan Sosialisasi kepada masyarkat dan pemerintah perlu
meningkatkan koordinasi antar instansi.
• Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan
Ruang (UUPR) diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi
peraturan-peraturan lainnya yang berkaitan serta mendukung
RTRW DKI Jakarta. Serta segala bentuk pelanggaran harus
dapat ditindak tegas melalui prosedur yang tepat, dan
lahirnya UUPR yang baru diharapkan dapat memberikan
perlindungan bagi kepentingan umum yang menyangkut
kehidupan masyarakat luas. serta perlu dilakukan sosialisasi
kepada masyarakat mengenai aturan RTRW masing-masing
daerah, dan tentunya Pemerintah harus bertindak lebih sigap
dan tegas dalam melakukan pengawasan.

Anda mungkin juga menyukai