Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

TEORI PERENCANAAN
“Teori Perencanaan dan Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota ”

Dosen :
Dr. Fauzi Asman, S.T., M.T
Disusun Oleh :
Diki Juliyansyah Putra (1810015311029)

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Teori
Perencanaan dan Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota” ini tepat pada
waktunya. Dan tak lupa pula sholawat dan salam kita sanjungkan kepada Nabi
Muhammad SAW.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas  pada mata kuliah Teori Perencanaan. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan tentang Perencanaan dan Perencanaan Wilayah dan Kota.

Selanjutnya saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. Fuzi Asman,


S.T., M.T, selaku  dosen mata kuliah Teori Perencanaan yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang
studi yang saya tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat saya butuhkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Tebo, 10 Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I Pendahuluan ..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................................1
1.2 Tujuan ..........................................................................................................................1
1.3 Manfaat ........................................................................................................................1
1.4 Sistematika Penulisan .................................................................................................2
BAB II Pembahasan .........................................................................................................3
2.1. Teori Perencanaan......................................................................................................3
A. Teori Sinoptik..........................................................................................................3
B.Teori Incremental......................................................................................................3
C. Teori Transactive.....................................................................................................3
D. Teori Advocacy.......................................................................................................4
E. Teori Radikal............................................................................................................4
F. Teori SITAR.............................................................................................................4
2.2. Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota.........................................................5
A. Teori Alfred Weber..................................................................................................6
B. Teori Archibugi........................................................................................................9
C. Teori Glasson...........................................................................................................10
D. Teori Gordon...........................................................................................................10
E. Teori Spiro Kostof dan Gallion................................................................................12
F. Teori Shirvani...........................................................................................................13
BAB III Penutup................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................17
Daftar Pustaka...................................................................................................................18

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Teori Perencanaan memiliki keterkaitan dengan perencanaan dari sebuah kota.
Tetapi didalam suatu perkembangan perencanaan tidak dikembangkan
berdasarkan teori perencanaan , tetapi sebaliknya teori perencanaan berkembang
sebagai kelanjutan dari pengalaman mengenai usaha manusia mengatasi keadaan
lingkungan kehidupannya.
Teori perencanaan berguna baik itu untuk perencanaan secara umum maupun
perencanaan wilayah dan kota. Yaitu untuk menentukan metode dan cara dalam
menyusun perencanaan. Untuk mencapai tujuan di masa depan serta menentukan
berbagai tahapan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
Planologi atau Perencanaan Wilayah dan Kota adalah suatu program studi
yang mempelajari tentang cara merencana suatu wilayah dan kota. Dalam
penyusunan rencana wilayah dan kota tersebut juga dilandasi dengan teori-teori
serta teknik dalam perencanaan nya.
Pelaksanaan perencanaan wilayah dan kota salah satu tujuan nya ialah untuk
tata ruang. Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang
wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Selain itu,
penataan ruang diharapkan dapat mengefisiensikan pembangunan dan
meminimaliisr resiko terjadinya konflik maupun bencana.
1.2. Tujuan
A. Untuk mengetahui pengertian Teori Perencanaan
B. Untuk mengetahui pengertian Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan
Kota
C. Untuk mengetahui apa saja contoh Teori Perencanaan dan Teori Dalam
Perencanaan Wilayah dan Kota
1.3. Manfaat
A. Diketahuinya pengertian Teori Perencanaan
B. Diketahuinya pengertian Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota

1
C. Diketahuinya apa saja contoh Teori Perencanaan dan Teori Dalam
Perencanaan Wilayah dan Kota

1.4. Sistematika Penulisan


Pada makalah ini terdapat tiga bab yang berguna untuk mempermudah
pembaca dalam memahami isi dari makalah tentang teori perencanaan dan teori
dalam perencanaaan wilayah dan kota.

BAB I merupakan bab pendahuluan dan merupakan awal dari makalah ini, yang
berisikan latar belakang, tujuan, dan juga sistematika dari penulisan.

BAB II merupakan pembahasan dari makalah ini dan berisi penjelasan dari teori
perencanaan dan teori perencanaan wilayah dan kota.

BAB III merupakan bab akhir dari makalah ini, dan berisi tentang kesimpulan
dari seluruh pembahasan yang ada.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Teori Perencanaan


Teori Perencanaan dapat dimaknai sebagai ide atau gagasan yang menjelaskan
tentang upaya untuk mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan
melalui sebuah prosedur yang terangkai secara logis sehingga dapat menjelaskan
tahapan yang harus dilalui hingga tercapainya tujuan
Menurut Hudson dalam Tanner (1981) teori perencanaan meliputi, antara
lain; sinoptik, inkremental, transaktif, advokasi, dan radial. Selanjutnya di
kembangkan oleh tanner (1981) dengan nama teori SITAR sebagai
penggabungan dari taksonomi Hudson.
A. Teori Sinoptik
Disebut juga system planning, rational system approach, rasional
comprehensive planning. Menggunakan model berfikir system dalam
perencanaan, sehingga objek perencanaan dipandang sebagai suatu
kesatuan yang bulat, dengan satu tujuan yang disbebut visi. Langkah-
langkah dalam perencanaan ini meliputi ; (a) pengenalan masalah, (b),
mengestimasi ruang lingkup problem (c) mengklasifikasi kemungkinan
penyelesaian, (d) menginvestigasi problem, (e) memprediksi alternative,
(f) mengevaluasi kemajuan atas penyelesaian spesifik.
B. Teori Incremental
Didasarkan pada kemampuan institusi dan kinerja personalnya.
Bersifat desentralisasi dan tidak cocok untuk jangka panjang. Jadi
perencanaan ini menekankan perencanaan dalam jangka pendek saja.
Yang dimaksud dengan desentralisasi pada teori ini adalah si perencana
dalam merencanakan objek tertentu dalam lembaga pendidikan, selalu
mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan.
C. Teori Transactive

3
Menekankan pada harkat individu yang menjunjung tinggi
kepentingan pribadi dan bersifat desentralisasi, suatu desentralisasi yang
transactive yaitu berkembang dari individu ke individu secara
keseluruhan. Ini berarti penganutnya juga menekankan pengembangan
individu dalam kemampuan mengadakan perencanaan.
D. Teori Advocacy
Menekankan hal-hal yang bersifat umum, perbedaan individu dan
daerah diabaikan. Dasar perencanaan tidak bertitik tolak dari pengamatan
secara empiris, tetapi atas dasar argumentasi yang rasional, logis dan
bernilai (advocacy= mempertahankan dengan argumentasi). Kebaikan
teori ini adalah untuk kepentingan umum secara nasional. Karena ia
meningkatkan kerja sama secara nasional, toleransi, kemanusiaan,
perlindungan terhadap minoritas, menekankan hak sama, dan
meningkatkan kesejahteraan umum. Perencanaan yang memakai teori ini
tepat dilaksanakan oleh pemerintah/ atau badan pusat.
E. Teori Radikal
Teori ini menekankan pentingnya kebebasan lembaga atau organisasi
lokal untuk melakukan perencanaan sendiri, dengan maksud agar dapat
dengan cepat mengubah keadaan lembaga supaya tepat dengan kebutuhan.
Perencanaan ini bersifat desentralisasi dengan partisipasi maksimum
dari individu dan minimum dari pemerintah pusat / manajer tertinggilah
yang dapat dipandang perencanaan yang benar. Partisipasi disini juga
mengacu kepada pentingnya kerja sama antar personalia. Dengan kata lain
teori radikal menginginkan agar lembaga pendidikan dapat mandiri
menangani lembaganya. Begitu pula pendidikan daerah dapat mandiri
menangani pendidikannya.
F. Teori SITAR
Merupakan gabungan kelima teori diatas sehingga disebut juga
complementary planning process. Teori ini menggabungkan kelebihan
dari teori diatas sehingga lebih lengkap. Karena teori ini memperhatikan

4
situasi dan kondisi masyarakat atau lembaga tempat perencanaan itu akan
diaplikasikan, maka teori ini menjadi SITARS yaitu S terakhir adalah
menunjuk huruf awal dari teori situational.

2.2. Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota


A. Teori Alfred Weber (Lokasi optimum dan Aglomerasi lndustri)
Alfred Weber (1907 – 1933), memiliki teori yang menyebutkan bahwa
lokasi industri sebaiknya diletakkan di tempat yang memiliki biaya yang
paling minimal. Menurut teori Weber pemilihan lokasi industri
didasarkan atas prinsip minimisasi biaya. Weber menyatakan bahwa
lokasi setiap industri tergantung pada total biaya transportasi dan tenaga
kerja di mana penjumlahan keduanya harus minimum. Tempat dimana
total biaya transportasi dan tenaga kerja yang minimum adalah identik
dengan tingkat keuntungan yang maksimum. Dalam menjelaskan
keterkaitan biaya transportasi dan bahan baku Weber menggunakan
konsep segitiga lokasi atau locational triangle untuk memperoleh lokasi
optimum yang menunjukkan apakah lokasi optimum tersebut lebih dekat
ke lokasi bahan baku atau pasar.

Menurut Weber, ada tiga faktor utama yang mempengaruhi lokasi


industri, yaitu faktor tenaga kerja dan biaya transportasi yang merupakan
faktor regional yang bersifat umum serta faktor deglomerasi/aglomerasi
yang bersifat lokal dan khusus. Weber berbasis kepada beberapa asumsi
utama, antara lain:

• Lokasi bahan baku ada di tempat tertentu begitu pula dengan situasi
dan ukuran tempat konsumsi, sehingga terdapat suatu persaingan
sempurna
• Ada beberapa tempat pekerja yang bersifat tak mudah bergerak

5
Dalam menyusun konsepnya, Weber melakukan penyederhanaan
dengan membayangkan adanya bentang lahan yang homogen dan datar,
serta mengesampingkan upah buruh dan jangkauan pasaran.

Dengan menggunakan ketiga asumsi di atas, maka biaya transportasi


akan tergantung dari dua hal, yaitu bobot barang dan jarak pengangkutan.
Apabila yang menjadi dasar penentu bukan bobot melainkan volume,
maka yang menentukan biaya pengangkutan adalah volume barang dan
jarak pengangkutan. Pada prinsipnya, yang harus diketahui adalah unit
yang merupakan hubungan fungsional dengan biaya serta jarak yang
harus ditempuh dalam pengangkutan itu (memiliki tarif sama). Di sini
dapat diasumsikan bahwa harga satuan angkutan sama, sehingga
perbedaan biaya angkutan hanya disebabkan oleh perbedaan berat benda
yang diangkut dan jarak yang ditempuh.

Selain itu, Weber juga mengelompokkan industri menjadi dua, yaitu


industri yang weight losing (industri yang hasil produksinya memiliki
berat yang lebih ringan daripada bahan bakunya, misalnya industri kertas.
Industri ini memiliki indeks material <> 1). Dengan indeks material > 1,
maka biaya transportasi bahan baku menuju pabrik akan lebih mahal
apabila dibandingkan dengan biaya transportasi produk jadi menuju
pasaran (market). Oleh karena itu, lokasi pabrik seharusnya diletakkan di
dekat sumber bahan baku (resources oriented). Sebaliknya, bagi industri
yang berjenis weight gaining, maka lokasi industri lebih baik diletakkan
di dekat pasar. Penggunaan kedua prinsip untuk menentukan lokasi
industri di atas akan mengalami kesulitan apabila berat benda yang masuk
ke dalam perhitungan tidak jauh berbeda.

Pada intinya, lokasi akan optimal apabila pabrik berada di sentral,


karena biaya transportasi dari manapun akan rendah. Biaya tersebut
berkaitan dengan dua hal, yaitu transportasi bahan mentah yang

6
didatangkan dari luar serta transportasi hasil produksi yang menuju ke
pasaran.

Weber juga menjelaskan mengenai adanya gelaja aglomerasi industri.


Gejala aglomerasi merupakan pemusatan produksi di lokasi tertentu.
Pemusatan produksi ini dapat terjadi dalam satu perusahaan atau dalam
berbagai perusahaan yang mengusahakan berbagai produk. Gejala ini
menarik industri dari lokasi biaya angkutan minimum, karena
membawakan berbagai bentuk penghematan ekstern yang disebut
Aglomeration Economies. Tentu saja perpindahan ini akan
mengakibatkan kenaikan biaya angkutan, sehingga dilihat dari segi ini
tidak lagi optimum. Oleh karena itu, industri tersebut baru akan pindah
bila penghematan yang dibawa oleh Aglomeration Economies lebih besar
daripada kenaikan biaya angkutan yang dibawakan kepindahan tersebut.

Perkembangan suatu kawasan (region) berasal dari satu titik, yaitu


pusat kota yang dalam tahap selanjutya bersifat menyebar. Setiap
perkembangan yang terjadi pada suatu kawasan, terutama dalam
kaitannya dengan sektor industri, akan memberikan pengaruh yang cukup
besar dalam mendorong perkembangan sektor- sektor lainnya. Maka,
dapat dikatakan pula bahwa perkembangan suatu kawasan mempunyai
dampak terhadap perkembangan kota yang berada di sekitarnya.

Salah satu faktor yang juga mempengaruhi perkembangan kawasan


industri tersebut adalah terdapatnya sarana transportasi yang memadai.
Peranan sarana transportasi ini sangat penting bagi suatu kawasan untuk
menyediakan aksesibilitas bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari akan barang dan jasa, serta untuk meningkatkan kehidupan
sosial ekonomi. Semakin kecil biaya transportasi antara lokasi bahan baku
menuju pabrik dan dari pabrik menuju pasaran (market), maka jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk mengangkut bahan baku maupun hasil
produksi juga akan semakin rendah.

7
Dengan memperhitungkan berat bahan baku = w (S1) ton yang akan
ditawarkan di pasar M, w (S1) dan w (S2) ton material yang berasal dari
masing- masing S1 dan S2 yang diperlukan, masalahnya berada dalam
mencari lokasi pabrik yang optimal P terletak di masing-masing jarak d
(M), d (S1) dan d (S2). Beberapa metodologi dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah seperti menggambarkan sebuah analogi ke dalam
sistem bobot dan pulleys (Varignon's solusi) atau menggunakan
trigonometri. Cara lain yang biasanya dipilih oleh para ahli geografi
adalah dengan SIG.

Teori Lokasi Weber ini bisa menjelaskan dengan sangat baik mengenai
indutri berat mulai revolusi industri sampai dengan pertengahan abad dua
puluh. Bahwa kegiatan yang lebih banyak menggunakan bahan baku
cenderung untuk mencari lokasi dekat dengan lokasi bahan baku, seperti
pabrik alumunium lokasinya harus dekat lokasi tambang dan dekat
dengan sumber energi (listrik). Kegiatan yang menggunakan bahan baku
yang mudah ditemukan dimana saja seperti air, cenderung dekat dengan
lokasi pasar. Untuk menilai masalah ini, Weber mengembangkan material
index yang diperoleh dari berat input dibagi berat dari produk akhir
(output). Jika material indexnya lebih dari 1 maka lokasi cenderung
kearah dekat dengan bahan baku, jika kurang dari 1 maka penentuan
lokasi industri cenderung mendekati pasar.

Industri primer adalah Industri yang menghasilkan barang-barang


tanpa pengolahan lebih lanjut sehingga bentuk dari bahan baku/mentah
masih tampak.Contohnya : industri pengasinan ikan, penggilingan padi,
anyaman. Jadi industri primer ini aktivitasnya lebih banyak menggunakan
bahan baku, sehingga menurut teori webber lokasi industrinya yang tepat
adalah dekat dengan bahan baku.

Dan jika dihitung berdasarkan teori material indexnya weber misal :


industri pengasinan ikan, berat input (ikan segar) lebih berat dari berat

8
ikan asin jadi material idexnya lebih dari 1, maka menurut webber untuk
menghemat biaya transportasi dan untuk mendapatkan keuntungan
maksimal maka lokasi industrinya yang tepat adalah yang dekat dengan
bahan baku.

9
B. Teori Archibugi ( Penerapan Komponen Perencanaan Wilayah )

Menurut Archibugi (2008) berdasarkan penerapan teori perencanaan


wilayah dapat dibagi atas empat komponen yaitu :

 Physical Planning(Perencanaan fisik).


Perencanan yang perlu dilakukan untuk merencanakan secara
fisik pengembangan wilayah. Muatan perencanaan ini lebih
diarahkan kepada pengaturan tentang bentuk fisik kota dengan
jaringan infrastruktur kota menghubungkan antara beberapa titik
simpul aktivitas. Teori perencanaan ini telah membahas tentang
kota dan sub bagian kota secara komprehensif. Dalam
perkembangannya teori ini telah memasukkan kajian tentang
aspek lingkungan. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
perencanaan wilayah yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota
Medan dalam bentuk master plan (tata ruang, lokasi tempat
tinggal, aglomerasi, dan penggunaan lahan).

 Macro-Economic Planning(Perencanaan Ekonomi Makro).


Dalam perencanaan ini berkaitan perencanaan ekonomi
wilayah. Mengingat ekonomi wilayah menggunakan teori yang
digunakan sama dengan teori ekonomi makro yang berkaitan
dengan pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi,
pendapatan, distribusi pendapatan, tenaga kerja,
produktivitas,perdagangan, konsumsi dan investasi.

Perencanaan ekonomi makro wilayah adalah dengan membuat


kebijakan ekonomi wilayah guna merangsang pertumbuhan
ekonomi wilayah. Bentuk produk dari perencanaan ini adalah
kebijakan bidang aksesibilitas lembaga keuangan, kesempatan
kerja, tabungan).

10
 Social Planning (Perencanaan Sosial).

Perencanaan sosial membahas tentang pendidikan, kesehatan,


integritas sosial, kondisi tempat tinggal dan tempat kerja, wanita,
anak-anak dan masalah kriminal. Perencanaan sosial diarahkan
untuk membuat perencanaan yang menjadi dasar program
pembangunan sosial di daerah. Bentuk produk dari perencanaan
ini adalah kebijakan demografis.

 Development Planning(Perencanaan Pembangunan).


Perencanaan ini berkaitan dengan perencanaan program
pembangunan secara komprehensif guna mencapai pengembangan
wilayah.

C. Teori Glasson (Tipe-tipe perencanaan)


Menurut Glasson dalam buku Tarigan (2005) menyebutkan tipe-tipe
perencanaan terdiri dari; physical planning and economic planning,
allocative and innovative planning, multi or single objective planning dan
indicative or imperative planning. Selanjutnya menurut Tarigan (2005) di
Indonesia juga dikenal jenis top-down and bottom-up planning, vertical
and horizontal planning, dan perencanaan yang melibatkan masyarakat
secara langsung dan yang tidak melibatkan masyarakat sama sekali.

D. Teori Gordon (Perencanaan Strategi Untuk Pemerintah Lokal/Strategic


planning for Local Government)
Strategic Planning memberikan arahan mengenai apa yang ingin
dicapai oleh di masa depan dan bagaimana cara mencapainya. Strategic
planning penting karena berpengaruh terhadap keberhasilan perencanaan
dalam jangka panjang.

Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan bagaimana


pengelolaan bagi sebuah perubahan, hal ini telah menjadi hasil penelitian
beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony,1965; Lorange, 1980; Steiner,

11
1979).Keuntungan menggunakan tipe perencanaan strategis yaitu kita
dapat melakukan, antara lain (Gordon, 1993: 3-6):

 Antisipasi terhadap masa depan


Terutama terhadap peluang dan permasalahan strategis. Bila
jauh hari, kemungkinan permasalahan dapat diantisipasi sebelum
benar-benar terjadi, maka permasalahan tersebut dapat
diminimalkan dan dampaknya dapat dikendalikan. Bila peluang
tidak diantisipasi, maka kita akan kehilangan kesempatan dan
mungkin problema muncul karenanya.

 Evaluasi diri.
Dengan perencanaan strategis, kita semua dapat bekerja
bersama untuk mengevaluasi diri, terutama tentang kekuatan dan
kelemahan yang kita miliki. Kesadaran akan kekuatan dan
kelemahan diri akan membuat kita lebih realistis dalam
merencanakan masa depan kita.

 Perumusan tujuan bersama melalui konsensus.


Dengan tipe perencanaan strategis yang menggaris bawahi
pembangunan konsensus antar stakeholders maka dapat
dirumuskan ke arah mana kita akan menuju dan dengan cara apa
yang terbaik untuk sampai ke tujuan tersebut.

 Alokasi sumberdaya.
Perencanaan strategis mengalokasikan sumberdaya dengan
menetapkan prioritas dalam perumusan strategi, terutama
sumberdaya manusia dan prasarana. Alokasi sumberdaya
dilakukan antar bidang layanan perkotaan yang saling
berkompetisi dalam meningkatkan kualitas layanan.

 Pemantapan tolok banding (benchmarks), yang berupa rumusan


tujuan dan sasaran.

12
Hasil implementasi atau tindakan dibandingkan dengan tolok
banding keberhasilan. Dengan menilai kinerja akan dapat ditarik
"pelajaran" dari pengalaman dan masukan balik diperlukan untuk
meningkatkan kualitas rencana strategis dalam hal proses maupun
produknya.

E. Teori Spiro Kostof dan Gallion ( Pertumbuhan Kota)


Menurut Spiro Kostof (1991), Kota adalah Leburan Dari bangunan dan
penduduk, sedangkan bentuk kota pada awalnya adalah netral tetapi
kemudian berubah sampai hal ini dipengaruhi dengan budaya yang
tertentu. Bentuk kota ada dua macam yaitu geometri dan organik.Terdapat
dikotomi bentuk perkotaan yang didasarkan pada bentuk geometri kota
yaitu Planned dan Unplanned.

• Bentuk Planned (terencana) dapat dijumpai pada kota-kota


eropa abad pertengahan dengan pengaturan kota yang selalu
regular dan rancangan bentuk geometrik.

• Bentuk Unplanned (tidak terencana) banyak terjadi pada kota-


kota metropolitan, dimana satu segmen kota berkembang secara
sepontan dengan bermacam-macam kepentingan yang saling
mengisi, sehingga akhirnya kota akan memiliki bentuk semaunya
yang kemudian disebut dengan organik pattern, bentuk kota
organik tersebut secara spontan, tidak terencana dan memiliki pola
yang tidak teratur dan non geometrik.

Elemen-elemen pembentuk kota pada kota organik, oleh kostol


dianalogikan secara biologis seperti organ tubuh manusia, yaitu :

 Square, open space sebagai paru-paru.


 Center, pusat kota sebagai jantung yang memompa darah (traffic).
 Jaringan jalan sebagai saluran arteri darah dalam tubuh.
 Kegiatan ekonomi kota sebagai sel yang berfikir.

13
 Bank, pelabuhan, kawasan industri sebagai jaringan khusus dalam
tubuh.
 Unsur kapital (keuangan dan bangunan) sebagai energi yang
mengalir ke seluruh sistem perkotaan.
Dalam suatu kota organik, terjadi saling ketergantungan antara
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Contohnya : jalan-jalan dan
lorong-lorong menjadi ruang komunal dan ruang publik yang tidak teratur
tetapi menunjukkan adanya kontak sosial dan saling menyesuaikan diri
antara penduduk asli dan pendatang, antara kepentingan individu dan
kepentingan umum. Perubahan demi perubahan fisik dan non fisik
(sosial) terjadi secara sepontan. Apabila salah satu elemnya terganggu
maka seluruh lingkungan akan terganggu juga, sehingga akan mencari
keseimbangan baru. Demikian ini terjadi secara berulang-ulang.

F. Teori Shirvani (Elemen-Elemen Fisik Kota/Desain perkotaan)


Menurut Hamid Shirvani terdapat 8 elemen fisik perancangan kota,
yaitu:

 Tata Guna Lahan (Land Use)


Prinsip Land Use adalah pengaturan penggunaan lahan untuk
menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan fungsi
tertentu, sehingga kawasan tersebut berfungsi dengan seharusnya.
Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa
denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruang-ruang tiga dimensi
(bangunan) akan dibangun di tempat- tempat sesuai dengan fungsi
bangunan tersebut. Sebagai contoh, di dalam sebuah kawasan
industri akan terdapat berbagai macam bangunan industri atau di
dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam
pertokoan atau pula di dalam kawasan pemerintahan akan
memiliki bangunan perkantoran pemerintah. Kebijaksanaan tata

14
guna lahan juga membentuk hubungan antara sirkulasi/parkir dan
kepadatan aktivitas/penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam
penataan ruang kota, termasuk di dalamnya adalah aspek
pencapaian, parkir, sistem transportasi yang ada, dan kebutuhan
untuk penggunaan lahan secara individual. Pada prinsipnya,
pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan
penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam
mengalokasikan fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan
gambaran keseluruhan bagaimana daerah- daerah pada suatu
kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

 Bentuk dan Massa Bangunan (Building Form and Massing)


Bentuk dan massa bangunan ditentukan oleh tinggi dan
besarnya bangunan, KDB, KLB, sempadan, skala, material,
warna, dan sebagainya. Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design
yang berkaitan dengan bentuk dan massa bangunan meliputi:

- Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, dan


dimensi bangunan sekitar.

- Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota,


batas, dan tipe-tipe ruang.

- Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek


dalam ruang yang dapat tersusun untuk membentuk urban space
dan pola aktifitas dalam skala besar dan kecil.

Building form and massing membahas mengenai bagaimana


bentuk dan massa- massa bangunan yang ada dapat membentuk
suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak
bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan
hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-

15
bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya
harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur,
mempunyai garis langit – horizon (skyline) yang dinamis serta
menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai).

Building form and massing dapat meliputi kualitas yang


berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu : ketinggian
bangunan, kepejalan bangunan, KLB, KDB, garis sempadan
bangunan, langgam, skala, material, tekstur, warna.

 Sirkulasi dan Perparkiran

Sirkulasi kota meliputi prasarana jalan yang tersedia, bentuk


struktur kota, fasilitas pelayanan umum, dan jumlah kendaraan
bermotor yang semakin meningkat. Semakin meningkatnya
transportasi maka area parkir sangat dibutuhkan terutama di pusat-
pusat kegiatan kota (CBD).

Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara


langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota,
sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari
jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang
saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan).
Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat
untuk menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat
membentuk, mengarahkan, dan mengendalikan pola aktivitas
dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi dapat membentuk karakter
suatu daerah, tempat aktivitas dan lain sebagainya.

Tempat parkir mempunyai pengaruh langsung pada suatu


lingkungan yaitu pada kegiatan komersial di daerah perkotaan dan
mempunyai pengaruh visual pada beberapa daerah perkotaan.
Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual

16
yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan
kota.

 Ruang Terbuka (Open Space)

Open space selalu berhubungan dengan lansekap. Lansekap


terdiri dari elemen keras dan elemen lunak. Open space biasanya
berupa lapangan, jalan, sempadan, sungai, taman, makam, dan
sebagainya.

Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu


menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras
(hardscape seperti : jalan, trotoar, patung, bebatuan dan
sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan
air. Ruang terbuka biasa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai,
green belt, taman dan sebagainya.

Dalam perencanan open space akan senantiasa terkait dengan


perabot taman/jalan (street furniture). Street furniture ini bisa
berupa lampu, tempat sampah, papan nama, bangku taman dan
sebagainya.

17
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa Teori Perencanaan apat
dimaknai sebagai ide atau gagasan yang menjelaskan tentang upaya untuk
mencapai satu atau beberapa tujuan yang telah ditetapkan melalui sebuah
prosedur yang terangkai secara logis sehingga dapat menjelaskan tahapan yang
harus dilalui hingga tercapainya tujuan
Teori Dalam Perencanaan Wilayah dan Kota terdapat banyak sekali
dari para ahli, misalnya : Alfred weber, Archibugi, Glasson, Gordon,
Spiro Kostof dan Gallion, Shirvani yang masing-masing nya memiliki
pembahasan yang beragam seperti desain kota, pertumbuhan kota, dan
sebagainy. Yang dapat digunakan untuk merencanakan suatu kota atau
wilayah.

18
DAFTAR PUSTAKA
http://ais-zakiyudin.blogspot.com/2012/06/teori-perencanaan.html

LW. Fransiskus Oktovianey, Jenis Jenis Teori Perencanaan, Universitas Bosowa 45


Makassar 2014

19

Anda mungkin juga menyukai