Anda di halaman 1dari 5

1.

Definisi KDB, KLB, KDH, dan KTB


a. KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
Menurut Pasal 12 Ayat (1) UU No 28 Tentang Bangunan Gedung, yang dimaksud
dengan koefisien dasar bangunan (KDB) adalah koefisien perbandingan antara luas lantai
dasar bangunan gedung dan luas persil/ kaveling/blok peruntukan. KDB merupakan
angka presentase perbandingan antara luas lantai dasar bangunan gedung dan luas
persil/kaveling/blok peruntukan. Hal ini menjadi acuan luas area yang diizinkan untuk
dibangun. Untuk beberapa daerah yang sudah memiliki aturan mengenai bangunan
gedung yang diatur oleh Pemerintah Daerah melalui rencana tata bangunan dan
lingkungan (RTBL), maka harus tetap disesuaikan dengan KDB maksimum yang ada
dalam Peraturan Bangunan Setempat (PBS) tersebut.
b. KLB (Koefisien Lantai Bangunan)
Menurut Pasal 12 Ayat (1) UU No 28 Tentang Bangunan Gedung, Yang dimaksud
dengan koefisien lantai bangunan (KLB) adalah koefisien perbandingan antara luas
keseluruhan lantai bangunan gedung dan luas persil/ kaveling/blok peruntukan. KLB
didapatkan melalui angka perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan dengan luas
tanah/lahan yang dimiliki. Namun perlu digaris bawahi perhitungan ini berlaku jika
rumah kita memiliki lebih dari satu lantai.
c. KDH (Koefisien Dasar Hijau)
Menurut Pasal 1 poin 10 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa
Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah rangka persentase perbandingan antara luas
seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. KDH sendiri
didapatkan melalui angka presentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di
luar bangunan yang ditujukan untuk penghijauan. Umumnya, KDH ditetapkan minimal
10% pada daerah padat atau sangat padat. Angka ini bisa berubah mengikuti ketinggian
dan kepadatan suatu wilayah.
d. KTB (Koefisien Tapak Basement)
Menurut Pasal 1 poin 11 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, disebutkan bahwa
Koefisien Tapak Basement (KTB) adalah rangka persentase perbandingan antara luas
tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai
rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan. KTB didapatkan melalui
angka presentase perbandingan antara luas tapak basemen dengan luas tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai. Angka ini biasanya berbeda di tiap daerah
dan hanya berlaku jika pemilik bangunan atau gedung akan membangun basemen.

2. Tujuan/Manfaat adanya pengaturan mengenai KDB, KLB, KDH, dan KTB


KDB merupakan peraturan yang menentukan seberapa besar luas lantai dasar
bangunan yang boleh dibangun. Nilai KDB antara satu wilayah dengan wilayah lainnya
tidak sama. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain adanya perbedaan
peruntukan lahan dan juga lokasi daerahnya. Nilai KDB yang berada di daerah perkotaan
pasti akan berbeda dengan nilai KDB di daerah pinggiran kota. Nilai KDB di kawasan
industri pasti akan berbeda dengan nilai KDB di kawasan komersial. Biasanya nilai KDB
dapat ditemukan dalam Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) di masing-masing wilayah.
Nilainya ditentukan oleh pemerintah berdasarkan kebutuhan setiap daerah. Peraturan
tentang Koefisien Dasar Bangunan atau KDB adalah sebuah cara untuk menciptakan
ruang yang tertata dan terkendali sehingga ruang dalam kota tidak tumbuh secara liar.
Selain itu, adanya peraturan KDB berfungsi untuk menjaga keseimbangan antara jumlah
lahan terbangun dan jumlah ruang area terbuka hijau. Dengan demikian, diharapkan
sistem dalam kota tetap terjaga dengan baik.
KLB berkaitan dengan peraturan tentang Ketinggian Bangunan. Dengan mengetahui
KLB dari lahan yang akan dibangun. Sama seperti peraturan bangunan lainnya, adanya
aturan tentang Koefisien Lantai Bangunan ini pada dasarnya agar dapat mengendalikan
tata ruang kota sehingga tercipta ruang yang nyaman bagi kita tinggal. Selain itu,
peraturan tentang Koefisien Lantai Bangunan ini adalah sebuah bentuk pengendalian tata
ruang yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatur kepadatan penduduk dan
meminimalkan kemacetan. Koefisien Lantai Bangunan di setiap wilayah memiliki nilai
yang berbeda-beda. Perbedaan nilai KLB tersebut biasanya terjadi karena adanya
perbedaan peruntukan lahan dan juga zonasi kawasan. Semakin padat sebuah kawasan,
maka semakin besar nilai KLB. Apa artinya jika nilai KLB semakin besar? Itu artinya
luas keseluruhan lantai yang dapat dibangun semakin besar. Nilai tersebut berbeda-beda
disebabkan oleh beberapa hal, antara lain harga lahan, ketersediaan dan tingkat
pelayanan prasarana (jalan), dampak atau kebutuhan terhadap prasarana tambahan, serta
ekonomi dan pembiayaan.
KDH ditetapkan sesuai dengan peruntukan dalam rencana tata ruang wilayah yang
ditetapkan. KDH minimal 10% pada daerah yang padat hingga sangat padat. Besarnya KDH
yang ditetapkan meningkat setara dengan naiknya ketinggian bangunan dan berkurangnya
kepadatan wilayah. Tujuan dari adanya aturan mengenai KDH sendiri adalah untuk tetap
menjaga keseimbangan antara lahan terbangun dengan ruang hijau yang mana ruang hijau ini
memiliki peranan penting untuk keberlangsungan hidup manusia dan merupakan aset sebagai
investasi jangka panjang. Selain itu, aturan mengenai KDH sendiri diberlakukan untuk
meminimalisir terjadinya peningkatan polusi dan bencana alam.
KTB Maksimum didasarkan pada batas KDH Minimum yang ditetapkan. Adanya aturan
mengenai KTB sendiri memiliki tujuan yaitu untuk pembangunan basement di dasar
bangunan dapat digunakan untuk fungsi parkir, ruang servis dsb. Besarnya tapak basement
dalam suatu bangunan dipertimbangkan untuk tidak melebihi luasan lantai dasar
bangunannya, hal ini dipertimbangkan agar terdapat lahan untuk meresapkan air ke dalam
tanah. Persyaratan lainnya harus ada ventilasi yang sempurna untuk menghilangkan emisi
kendaraan ataupun gas CO, ataupun CO2 yang berasal dari generator set. Pembuatan void
atau mekanisme elektronik atau manual juga dapat dipilih untuk membuang emisi kendaraan
yang berada di dalam basement.

3. Contoh Perhitungan KDB, KDH, KLB, dan KTB


a. KDB
Pak Reyhan memiliki bangunan berupa rumah tinggal yang ada di Cimahi. Rumah
tinggal tersebut memiliki luas dasar bangunan sebesar 37,48 m2 dan luas lahan (luas
daerah perencanaan) sebesar 51 m2. Diketahui KDB maksimum untuk tempat tinggal Pak
Reyhan berdasarkan RTRW setempat adalah 80%. Berdasarkan data tersebut hitunglah
berapa luas KDB dan persentase KDB yang dimiliki oleh tempat tinggal Pak Reyhan.
Jawab :
KDB = (Luas Lantai Dasar Bangunan : Luas Daerah Perencanaan) x 100%
KDB = (37,48 m2 : 51 m2) x 100%
KDB = 73,49%
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, tempat tinggal Pak Peyhan memiliki KDB sebesar
73,49%. Ini tidak melebihi batas maksimum KDB yang sudah ditentukan dalam
Peraturan RTRW Kota Cimahi sebesar 80%.
Luas KDB = Luas Lahan x %KDB maksimum
Luas KDB = 51 m2 x 80%
Luas KDB = 40,8 m2
Maka dapat diketahui di atas lahan seluas 51m² yang dimiliki oleh Pak Reyhan, idealnya
maksimal seluas 40,8m² dapat digunakan untuk mendirikan bangunan.
b. KLB
Pak Reyhan memiliki bangunan berupa tempat tinggal yang ada di Cimahi. Rumah yang
dimiliki tersebut memiliki 2 lantai dengan jumlah seluruh lantai bangunan 76,28 m2 yang
dibangun diatas lahan seluas 51 m2. Diketahui untuk wilayah Kota Cimahi memiliki KLB
maksimum sebesar 1,6. Berdasarkan data tersebut hitunglah berapa KLB dan luas ideal
KLB pada rumah Pak Reyhan.
Jawab :
KLB = Jumlah Seluruh Lantai Bangunan : Luas Daerah Perencanaan
KLB = 76,28 m2 : 51 m2
KLB = 1,49
Maka diketahui tempat Pak Reyhan memiliki KLB 1,49. Hal tersebut tidak melebihi
batas maksimum KLB sebesar 1,6
Luas KLB = KLB x Luas Daerah Perencanaan
Luas KLB = 1,6 x 51 m2
Luas KLB = 81,6 m2
Maka, di atas lahan seluas 51m² dapat dibangun diatasnya bangunan dengan total luas
lantai bangunan maksimal sebesar 81,6 m². Dalam hal tersebut tidak melebihi batas
maksimum, karena luas total tempat tinggal milik Bapak Aa Rusyandi seluas 76,28 m²
masih kurang 5,32 m² dari total luas lantai bangunan maksimal yang ditentukan
c. KDH
Diketahui Pak Reyhan memiliki tempat tinggal di Cimahi dengan luas lahan sebesar 51
m2 dan ruang hijau sebesar 4 m2. Menunrut RTRW Kota Cimahi KDH minimum
ditetapkan sebesar 10%. Berdasarkan data tersebut hitunglah KDH pada tempat tinggal
Pak Reyhan. Apakah KDH tempat tinggal Pak Reyhan memenuhi aturan atau tidak? Jika
tidak tentukan KDH ideal yang harus dimiliki oleh Pak Reyhan.
Jawab :
KDH = (Luas Ruang Hijau : Luas Lahan) x 100%
KDH = ( 4m2 : 51 m2) x 100%
KDH = 7,84%
Maka, dapat disimpulkan KDH di tempat tinggal Pak Reyhan sebesar 7,84% tidak
memenuhi aturan yang berlaku dimana KDH minimum seharusnya 10%.
Luas KDH ideal = Luas Ruang Hijau : Luas Lahan x 100%
10% = Luas Ruang Hijau : 51 m2 x 100%
(10% : 100%) x 51 m2 = luas ruang hijau
5,1 m2 = luas ruang hijau
Maka, dapat disimpulkandi tempat tinggal Pak Reyhan yang memiliki lahan seluas 51m2
seharusnya memiliki luas ruang hijau sebesar 5,1 m2 jika ingin KDH sebesar 10%
terpenuhi.
d. KTB
Diketahui Pak Reyhan akan membuat sebuah rumah yang memiliki basement dengan
luas 50 m2 diatas lahan seluas 100 m2. Berdasarkan data tersebut, berapakah KTB nya?
Jawab :
KTB = (Luas Lantai Basement : Luas Lahan) x 100%
KTB = (50 m2 : 100 m2) x 100%
KTB = 50%

Anda mungkin juga menyukai