Anda di halaman 1dari 18

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepualauan yang memiliki batas-batas dengan negara-
negara lain, Indonesia yang terdiri dari perairan dan kepulauan dengan luas laut sekitar 5,9 juta km 2 yang terdiri dari 3,2 juta km2
perairan territorial dan 2,7 Juta km2 perairan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE), dan berada pada kawasan yang strategis, dengan
kekayan alam yang melimpah dan sumberdaya manusia besar, dengan 270,2 juta penduduknya merupakan sebuah kekayaan yang
mestinya dapat dikelola agar mendapatkan kebermanfaatan bagi negara, jika diukur dari indeks pembangunan manusia Indonesia
dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara maka Indeks Pembangunan Manusia Indonesia masih berada di negara seperti
Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand dan Filipina. (Pradhani, 2018)

Sebagai negara maritim tentunya Indonesia memiliki potensi ekonomi pada sumber maritim tersebut yang bisa dimanfaatkan
untuk menyejahterakan masyarakat. Dengan adanya potensi maritim indonesia yang begitu besar tersebut sehingga Presiden Joko
Widodo menjadikan indonesia sebagai poros maritim dunia, tentu saja tujuannya pemerintah tersebut untuk menyejahterakan
masyarakat. Hal ini merupakan upaya pemerintah yang memandang perlu konektivitas antar pulau-pulau indonesia yang pada
akhirnya dapat menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi antar-wilayah. (Prasetyo et al., 2019)
Meskipun indonesia memiliki potensi maritim di dunia, namun pada kenyatannya sumbangsih ekonomi dari sumber perairan
untuk pendapatan negara masih cukup rendah, tercatat sumber pertumbuhan ekonomi dari perikanan indonesia pada tahun 2020
sebesar (0,02) dan pada tahun 2021 sebesar (0,13). Sumbangan pertumbuhan ekonomi yang berasal dari perikanan indonesia
sedikit meningkat namun belum dapat menyejahterakan masyarakat pesisir khusunya.
(seri 2010) Sumber pertumbuhan Produk Domestik Bruto, Badan Pusat Statistik 2022.

Sebagai negara kepulauan pemerintah perlu menjadikan kebijakan Blue Economy sebagai patokan dalam menjaga kelestarian
lingkungan, kemanfaatan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat dan mencegah terjadinya berbagi macam kejahatan di perairan
indonesia, Oleh sebab pemerintah perlu menerapkan kebijakan Blue Economy tersebut yang merupakan hasil rekomendasi dari
perserikatan bangsa-bangsa yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan dan manusia.

 
METODELOGI
PENELITIAN
METODELOGI
PENELITIAN
Penulisan dalam penelitian ini dirancang dengan pendekatan
kualitatif dengan jenis penelitian menggunakan metode studi pustaka
(library research). Jenis penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan
gambaran mengenai masalah yang diteliti. Metode pengumpulan data
adalah penelitian kepustakaan yang didukung oleh media cetak seperti
buku, majalah, koran, jurnal, dan juga media elektronik, terutama
internet yang mana data merupakan sumber sekunder. Data-data ini
akan dianalisis dalam kerangka teori yang telah ditentukan untuk
membuktikan bahwa hipotesis itu akurat dan akhirnya dapat menjawab
pertanyaan penelitian. Untuk mensistematisasikan data yang
dikumpulkan, analisis ini dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:
reduksi data, pemaparan data, deskripsi dan verifikasi serta menarik
kesimpulan.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Blue Economy
Konsep Blue economy atau Ekonomi Biru merupakan sebuah gagasan baru tentang konsep ekonomi yang
mengedepankan pilar profit, people dan planet dimana konsep ini dapat diwujudkan agar mendapatkan keuntungan secara
finansial maupun energi baru sebagai tujuan utama namun mengutamakan alam yang tetap menjaga kelangsungan
lingkungan agar tetap terjaga keberlangsungan hidup manusia, dan planet. konsep blue economy pertama kali dilontarkan
oleh Prof. Gunter Pauli dalam bukuya yang berjudul The Blue Economy, 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs, yang
menggambarkan potensi manfaat teorinya bagi perlindungan lingkungan hidup komunitas dunia, pelestarian sumber daya
alam, inisiatif pengurangan biaya industri dengan pengalihan pada konsumsi energi hijau, bersih, hasil daur ulang atau
terbarukan. Dalam bukunya tersebut, Pauli (2006) menyebutkan bahwa Blue Economy is a collection of innovations
contributing towards the creation of a global consciousness rooted in the search for practical solutions based on sustainable
natural systes . Istilah Blue Economy merupakan sebuah paradigma (konsep) baru yang bertujuan untuk menghasilkan
pertumbuhan ekonomi dari sektor kelautan dan perikanan, sekaligus menjamin kelestarian sumberdaya serta lingkungan
pesisir dan lautan (Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif C. Sutardjo, 2012) dalam (Wiratma & Nurgiyanti, 2019).

Blue economy sebenarnya adalah simbol kegiatan industri khususnya industri perikanan yang pro lingkungan. Walaupun
sebenarnya tanpa konsep ini, para pelaku usaha perikanan sudah seharusnya untuk menerapkan kegiatan yang sesuai dengan
standar keamanan lingkungan. Bagi pelaku usaha yang secara pemikiran sudah maju ataupun skala usahanya sudah sangat
mapan penyelenggaraan kegiatan industri yang berwawasan lingkungan adalah sebuah hal wajib yang harus dilakukan.
Disamping karena kesadaran pribadi, hal lain yang menjadi penyebab adalah tuntutan pasar (pembeli) yang sering
mempersyaratkan kegiatan perikanan harus pro lingkungan, namun bagi pelaku usaha kecil dan menengah, pemikiran kearah
tersebut belum menjadi prioritas.  Maka menjadi sebuah tugas besar bagi pihak-pihak terkait terutama kalangan pencetus
program blue economy untuk peduli dan memperhatikan serta mengangkat usaha perikanan terutama skala kecil dan
menengah agar usahanya semakin pro ekosistem. Jika hal ini dapat terwujud maka blue economy yang terintegrasi dengan
program industrialisasi perikanan akan semakin berhasil dan memajukan sektor perikanan. blue economy yaitu konsep
pembangunan ekonomi yang tepat. Sektor ini mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat secara adil, memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan pesisir dan lautan
PEMBAHASAN
Perkembangan kemaritiman Indonesia dan kelestarian lingkungan
Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas. Dua per tiga wilayah merupakan lautan, mempunyai potensi
kekayaan yang luar biasa besar di bidang kelautan dan perikanan. Estimasi potensi sumber daya ikan dari perikanan tangkap
laut (ikan pelagis kecil, ikan pelagis besar selain tuna dan cakalang, ikan demersal, ikan karang, udang penaeid, lobster,
kepiting, rajungan dan cumi cumi) sekitar 12,01 juta ton. Potensi sumberdaya perikanan tangkap tersebut tersebar di sebelas
Wilayah. ( https://www.bps.go.id ).
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI). Hal ini tertuang dalam Keputusan Menteri Kelautan dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2022. Jumlah tangkapan yang diperbolehkan dari 12,01 juta ton setiap tahun
adalah sebesar 8,6 juta ton per tahun (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2022). sisi lain, produksi perikanan tangkap laut
pada tahun 2020 sekitar 6,49 juta ton. Terlihat bahwa dalam upaya pemanfaatan perikanan tangkap dengan memperhitungkan
penangkapan yang berkelanjutan (8,6 juta ton per tahun), masih relatif besar peluangnya, namun terindikasi harus diimbangi
dengan monitor yang ketat agar upaya keberlanjutan tetap dapat terjaga.
Lihat keputusan Menteri KKP. Sumber : https://jdih.kkp.go.id/peraturan/df947-2022kepmen-kp19.pdf

Meskipun perikanan budidaya terindikasi semakin berkembang, namun fakta bahwa Indonesia memiliki wilayah
perairan yang sangat luas terindikasi masih tetap mendominasi karakteristik mata pencarian penduduk yang tinggal di tepi
pantai. Berdasarkan hasil pendataan Potensi Desa pada tahun 2021, secara umum, desa yang sebagian besar penduduknya
bekerja pada subsektor perikanan tangkap berada pada 2.850 desa dan 2.269 desa diantaranya berbatasan langsung dengan
laut. Sementara itu, desa yang sebagian besar penduduknya bekerja pada subsektor perikanan budidaya, jumlahnya masih
relatif jauh lebih sedikit dibandingkan pada subsektor perikanan tangkap. Tercatat untuk perikanan budidaya tersebut berada
pada 438 desa, sebanyak 294 desa diantaranya berbatasan langsung dengan laut.
Diantara manfaat mangrove adalah mendukung ketahanan pangan, gizi, dan mata pencaharian masyarakat. Tanaman
mangrove dapat diolah menjadi makanan. Makanan yang diolah dari nipah contohnya adalah gula, jelly. Makanan hasil
pengolahan dari pohon api-api berupa makanan ringan (camilan). Pohon bruguiera gymnorrhiza memberikan bahan makanan
yang dapat diolah menjadi dodol dan onde-onde. Pohon sonneratia memberikan bahan pangan yang dapat diolah menjadi
dodol dan sirup. Terdapat pula madu dari lebah avis cerana, dan sebagainya (Kusmana, 2017) dalam (BPS, 2020)
PEMBAHASAN

Ekosistem mangrove merupakan habitas hidup udang, kepiting, siput, ikan dan hewan air lain yang dapat dikonsumsi
dan dijual sebagai penunjang kesejahteraan masyarakat pesisir. Selain untuk ketahanan pangan, fungsi ekosistem mangrove
diantaranya sebagai penyedia sumberdaya barang/produk, sandang, kayu, dan obat-obatan. Ekosistem mangrove sangat
berperan sebagai sistem penunjang kehidupan seperti proteksi abrasi dan angin topan, pembentuk sedimen dan penahan
unsur hara, memurnikan air terpolusi, proteksi intrusi, habitat satwa liar (Kusmana, 2017). Hutan mangrove sebagai lahan
basah, memiliki potensi karbon biru yang cukup tinggi. Ekosistem lahan basah pesisir menyerap dan menyimpan blue
carbon dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama, yang tersimpan dalam vegetasi dan sedimennya (Krisnawati,
2022).
Ekosistem mangrove di Indonesia menjadi perhatian penting pemerintah mengingat peranannya yang relatif besar.
Hasil analisis data yang dikeluarkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menunjukkan terdapat perubahan
luasan yang cukup signifikan. Luas eksisting mangrove dari Peta Mangrove Nasional (PMN) 2013-2019 sebesar 3.311.245
Hektar dan hasil pemutakhiran PMN di tahun 2021 menjadi seluas 3.364.080 Ha ( https://indonesia.go.id/ ).

Di sisi lain, berdasarkan pendataan Potensi Desa tahun 2021, keberadaan mangrove terdapat di 6.366 desa yang tersebar
di seluruh provinsi di Indonesia. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa sekitar 50-an persen desa yang berbatasan dengan
laut di Indonesia terdapat mangrove. Provinsi yang relatif besar persentase desa yang berbatasan dengan laut dengan
keberadaan mangrove terdapat di Kalimantan Tengah (92,50 persen), Riau (86,07 persen), Kepulauan Bangka Belitung
(84,62 persen), Kalimantan Timur (84,18 persen) dan Sumatera Selatan (80, 65 persen). Apabila dilihat dari jumlah
absolut desa yang berbatasan dengan laut dengan keberadaan mangrove, maka provinsi dengan keberadaan desa tersebut
terbesar terdapat di Sulawesi Tengah (539 desa), Sulawesi Tenggara (536 desa), Maluku Utara (427 desa), Maluku (422
desa), Nusa Tenggara Timur (399 desa), Sulawesi Selatan (305 desa), Papua (286 desa). Namun demikian, pendataan
Potensi Desa secara metologi tidak memungkinkan untuk mendata luas mangrove dari masing-masing desa tersebut
PEMBAHASAN
Berdasarkan informasi dari Kementerian Kelautan dan Perikaan (2021), bahwa dari seluas 3.364.080 hektar mangrove,
sebanyak 3.121.239 hektar atau 93 persen dalam kondisi mangrove lebat (penutupan tajuk lebih dari 70 persen). Sementara
itu, mangrove sedang (penutupan tajuk antara 30 sampai 70 persen) seluas 188.363 hektar atau 5 persen. Kondisi mangrove
jarang (penutupan tajuk kurang dari 30 persen) seluas 54.464 hektar atau 2 persen. Berdasarkan Peta Mangrove Nasional
tersebut, tercatat bahwa kondisi mangrove yang lebat tertinggi berada di Provinsi Papua (1.084.514 hektar), sementara
terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (8 hektar). Kemudian, kondisi mangrove dengan tutupan sedang tertinggi
berada di Provinsi Kalimantan Utara (41.615 hektar) dan terendah di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (3 hektar).
Berikutnya, kondisi mangrove dengan tutupan jarang tertinggi berada di Provinsi Sumatera Utara (8.877 hektar), terendah
di Provinsi Bali (75 hektar).

Konsep ekonomi biru sangat mendukung pelestarian lingkungan, khususnya pelestarian lingkungan di daerah pesisir
pantai. Terkait pelestarian lingkungan, pendataan Potensi Desa 2021 mencakup keberadaan desa yang terdapat kegiatan
pelestarian lingkungan seperti penanaman/pemeliharaan pepohonan di lahan kritis, penanaman mangrove, dan sebagainya.
Pada tahun 2021, dari 12.510 desa yang tercatat berbatasan langsung dengan laut, sebesar 3.350 desa (28,38 persen)
terdapat kegiatan pelestarian lingkungan.
PEMBAHASAN
Kebijakan Pemerintah dan permasalahan masyarakat pesisir dalam upya menyongsong negara maritim dunia.

Untuk mewujudkan visi Indonesia menjadi poros maritim adalah dengan memprioritaskan pengembangan
infrastruktur. Kebijakan pengembangan infrastruktur sangat penting sebagai landasan bagi pengembangan ekonomi
masyarakat pesisir (Kumastanto dan Satria). Pemerataan infrastruktur akan mengurangi ketimpangan terutama dalam hal
kemiskinan. Kenyataannya, desa pesisir di Indonesia masih dihadapi dengan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat
pesisir. Pada tahun 2010, kemiskinan di 10.640 desa pesisir mencapai 7,8 juta jiwa (Pelita, 2011).

Namun kenyataannya, masih banyak ditemui masyarakat pesisir yang memiliki tingkat pendidikan rendah.
Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat pesisir dapat disebabkan oleh kurangnya sarana dan prasarana pendidikan
yang tersedia. Jauh dan sulitnya mengakses fasilitas pendidikan yang membutuhkan biaya transportasi yang cukup
banyak akan sangat membebani masyarakat pesisir di bidang pendidikan (Wasak, 2012). Kondisi pendidikan masyarakat
pesisir yang cukup memprihatinkan menyebabkan keterbelakangan dan kemiskinan menjadi masalah utama yang
dihadapi penduduk di desa-desa pesisir dan desa di pulau-pulau kecil, dan desa terluar Indonesia (Nainggolan, 2012)
dalam (BPS, 2020).

Berdasarakan laporan Badan Pusat Statistik pada tahun 2011-2014 persentasi desa maritim yang memiliki fasilitas
Pendidikan Sekolah Menengah Umum dan Sekolah Menengah Kejuaruan dan setaranya mengalami kenaikan 2,14
persen
Dalam Peraturan Pemerintah No. 129 Tahun 2000, peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut dilakukan
melalui a). Peningkatan pelayanan kepada masyarakat, b). Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi,c). Percepatan
pertumbuhan pembangunan ekonomi daerah, d). Percepatan pengelolaan potensi daerah, e). Peningkatan keamanan dan
ketertiban,f). Peningkatan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah. Begitu juga dengan fasilitas Kesehatan
Peningkatan derajat kesehatan masyarakat akan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia
PEMBAHASAN

Dalam RPJMN 2015-2019, pembangunan suatu daerah difokuskan pada pemenuhan pelayanan dasar publik.
Salah satu yang termasuk dalam pelayanan dasar publik adalah kesehatan. Pemenuhan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) dilakukan dengan meningkatkan pelayanan dasar publik tersebut. Mengingat Kesehatan begitu penting
dalam memperkuat kondisi social masyakrakat maka layanan Kesehatan oleh pemerintah menjadi sangat penting
dalam upaya mendukung sumberdaya manusia di wilayah pesisir, dan bentuk kebijakan pemerintah untuk
mendorong Indonesia sebagai negara maritim dunia yang memperhatikan manusia dan lingkungannya. (BPS, 2020).
PEMBAHASAN
Mengapa pengembangan ekonomi kelautan
dan perikanan penting ?
POTENSI LAUT INDONESIA
2/3 wilayah Indonesia adalah laut • 619 UPI Skala Potensi Kelautan dan Perikanan
Besar (2012), dengan kapasitas terpasang ± 1. Rp 48,8 trilyun dari ikan
3.195.897 ton/tahun
2. Transportasi laut
• Jumlah Produk Perikanan diproduksi oleh ±
63.155 UMKM 3. Migas

• Memiliki historis sebagai sebagai negara maritim 4. REKREASI

• Peran ekosistim global dari perairan Indonesia 1. US$12000/km2 POTENSI IKAN

• Peran ekonomi di Asia Pasifik 2. US$ 31,78 juta RUMPUT LAUT


3.US$ 40 milyar biofarma UNTUK KESEHATAN
DARI LAUT
NILAI STRATEGIS
4. Industri kreatif
Tujuan Nasional : Kesejahteraan  laut sebagai sumber
ekonomi & pangan  
• Penyelenggaran Pangan Nasional (UU. No. 18/2012 5. SEMUANYA DIATAS DIDUKUNG OLEH
tentang Pangan dan UU no. 45/2009 tentang Perikanan MARITIM DAN KEAMANAN LAUT
PEMBAHASAN
TANTANGAN YANG DIHADAPI

1. Rendahnya daya saing dan tingkat pendapatan pelaku usaha (UKM) pengolahan dan

pemasaran hasil perikanan;

2. Kurangnya nilai tambah produk kelautan dan perikanan;

3. Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) yang sudah mulai tahun 2015

4. Belum mantapnya keberlanjutan usaha;

5. Belum meratanya distribusi ikan untuk konsumsi dan pemenuhan bahan baku industri;

6. Belum meratanya pemenuhan protein hewani yang bersumber dari ikan

PRINSIP BLUE ECONOMY

1. Efisiensi sumberdaya alam

2. Tanpa limbah - tidak ada sisa untuk limbah: limbah dari satu proses menjadi bahan baku dari
proses produksi yang lain

3. Kepedulian sosial: lebih banyak hasil-lebih banyak penyerapan tenaga kerja-lebih banyak
peluang bagi orang miskin

4. Sistem produksi siklus (non linier) dengan prinsip generasi dan regenerasi serta keseimbangan
produksi dan konsumsi

5. Inovasi dan adaptasi: prinsip-prinsip hukum fisika & adaptasi alam berkelanjutan

6. Keuntungan/efek ekonomi yang berlipat


 
PEMBAHASAN

PRIORITAS KEBIJAKAN PENINGKATAN NILAI TAMBAH

KEBJAKAN TEKNIS

LANGKAH OPERASIONAL :

1. Pengurangan ekspor produk primer yang berasal dari komoditas tertentu

2. Fasilitasi peningkatan efisiensi dalam proses produksi dan pemasaran

3. Peningkatan akses penerapan teknologi pengolahan produk-produk siap saji/siap

makan

4. Penyediaan informasi pasar

5. Pengembangan kewirausahaan pelaku bisnis

6. Peningkatan kualitas kompetensi SDM pengolahan hasil perikanan.


KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Penerapan kebijakan blue economy atau ekonomi biru merupakan konsep baru berdasarakan hasil pertemuan

Konferensi Tingkat Tinggi pad tahun 2012 di Brazil. Konsep ini selaras dan perlu diterapkan dalam menjaga kelestarian

lingkungan dan memetik manfaat ekonomi, tanpa merusak alam, lingkungan masyarakat pesisir mengingat Indonesia

sebagai negara kepulauan. Penerapan blue economy ini adalah bentuk keseriusan pemerintah dalam menjaga

keberlangungan hidup masyarakat pesisir di Indonesia yang merupakan negara kepulauan, yang sering terjadi kehilangan

sumberdaya perikanan akibat dari illegal fishing ataupun kurangnya pemanfaatan kelautan untuk kesejahteraan

masyarakat. Bukan hanya masalah keamanan laut dan problem ekonomi menjadi singgungan, upaya pemerintah

menjadikan Indonesia sebagai negara maritim dunia, namun persoalan lingkungan akibat kurangnya pengelolaan dan

kelestariannya menjadi problema baru dalam menghadapi gerak perubahan zaman. Upaya pemerintah untuk menetapkan

Indonesia sebagai negara maritim dunia juga perlu keseriusan dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, dan social

masyarakat serta peningkatan sumberdaya manusia sehingga mampu menopang pendapatan negara dari sisi perikanan

dan mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang menjaga kelestariannya lingkngannya.


SEKIAN DAN TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai