Anda di halaman 1dari 59

Kelompok 3 :

● Intan Permatasari (04)


● Mhd. Ricky Karunia L. (06)
● Nauval Muhammad (09)
● Raka Putra (13)

PEMBERDAYAAN SEKTOR PERTANIAN, SDA,


ENERGI DAN PEMBANGUNAN INDUSTRI
SDGS 7 dan 14
Pemberdayaan
Sektor
Pertanian,
Sumber Daya
Alam (SDA),
Energi dan
Pembangunan
Industri
1 Ekonomi Pertanian

CONTENTS 2

3
Ekonomi Kelautan
Ekonomi SDA Ekstraktif
Transformasi
4
Pembangunan Industri
Kedaulatan Energi dan
5
Perekonomian
6 Deindustrialisasi
Kebijakan Pemerintah
7 dalam Pengelolaan SDA
dan Industri
PART 1

EKONOMI PERTANIAN
Apa itu Ekonomi
EKONOMI Pertanian ?
Ekonomi Pertanian pada dasarnya
PERTANIAN adalah Ilmu Ekonomi yang mempelajari
fenomena dan persoalan pertanian, baik
mikro maupun makro (Mubyarto 1972).

Pertanian dalam arti luas adalah semua yang mencakup kegiatan pertanian
(tanaman pangan dan hortikultura), perkebunan, kehutanan, dan peternakan,
perikanan.

Pertanian dalam arti sempit adalah suatu budidaya tanaman kedalam suatu
lahan untuk mencukupi kebutuhan manusia.
APLIKASI ILMU EKONOMI PERTANIAN PADA PERTANIAN

Perubahan ekonomi
Penentuan Penjelasan Sistem Pengujian produksi pertanian dan
Harga Pemasaran Permasalahan manajemen usaha tani
PERANAN PERTANIAN PADA PEREKONOMIAN INDONESIA

Pertama
Penghasil Bahan Pangan
Keempat
Penyedia Faktor
Kedua Produksi,
Penyedia Lapangan
Kerja
Kelima
Ketiga Penghasil Devisa

Pendorong Munculnya
Kesempatan Berusaha
KONTRIBUSI PERTANIAN

Pertanian menjadi salah satu sektor


yang mendominasi struktur produk
domestik bruto (PDB) Indonesia
menurut lapangan usaha. Struktur
sektor pertanian sebesar 13,45% atau
kedua tertinggi setelah sektor industri
19,62% pada kuartal III-2019.

Sumber: Katadata, BPS (diolah)


Komoditas
Pertanian
Indonesia dikenal sebagai salah satu
negara penghasil kelapa sawit
terbesar di dunia. Berdasarkan data
Food & Agriculture (FAO), komoditas
pertanian paling banyak diproduksi
Indonesia adalah kelapa sawit. Pada
2020, produksi kelapa sawit di
Indonesia tercatat sebesar 256,5 juta
ton.

Sumber: BPS (diolah)


Menko Airlangga menjelaskan, secara khusus stimulus dan insentif
yang dikeluarkan untuk tetap menjaga kinerja di sektor pertanian
dan perikanan, antara lain:

1. Program Padat Karya Pertanian;


2. Program Padat Karya Perikanan;
3. Banpres Produktif UMKM Sektor Pertanian;
4. Subsidi Bunga Mikro/Kredit Usaha Rakyat;
5. Dukungan Pembiayaan Koperasi dengan Skema Dana Bergulir.

Sumber: Website Kemenko Bidang Perekonomian RI


PART 2

EKONOMI KELAUTAN
Apa itu Ekonomi Kelautan ?
Ekonomi kelautan adalah kegiatan
EKONOMI ekonomi di wilayah pesisir dan lautan
serta di darat. Ekonomi kelautan
KELAUTAN menggunakan sumber daya alam (SDA)
dan jasa lingkungan kelautan untuk
menghasilkan barang dan jasa.

Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Menurut Poernomosidhi (2007): wilayah pesisir merupakan interface antara
kawasan laut dan darat yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi satu
sama lainnya, baik secara biogeofisik maupun sosial ekonomi.
Sustainable Development Goals - 14
MENJAGA EKOSISTEM LAUT

Tujuan 14 TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan)


adalah melestarikan dan memanfaatkan secara
berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudera
untuk pembangunan berkelanjutan.
Sustainable Development Goals - 14
TARGET
1 Pada tahun 2025, mencegah dan secara signifikan mengurangi semua jenis
pencemaran laut, khususnya dari kegiatan berbasis lahan, termasuk
sampah laut dan polusi nutrisi.

2 Pada tahun 2020, mengelola dan melindungi ekosistem laut dan pesisir
secara berkelanjutan untuk menghindari dampak buruk yang signifikan,
termasuk dengan memperkuat ketahanannya, dan melakukan restorasi
untuk mewujudkan lautan yang sehat dan produktif.

3 Meminimalisasi dan mengatasi dampak pengasaman laut, termasuk


melalui kerjasama ilmiah yang lebih baik di semua tingkatan.
Sustainable Development Goals - 14
TARGET
4 Pada tahun 2020, secara efektif mengatur pemanenan dan
menghentikan penangkapan ikan yang berlebihan, penangkapan ikan
ilegal dan praktek penangkapan ikan yang merusak, serta
melaksanakan rencana pengelolaan berbasis ilmu pengetahuan, untuk
memulihkan persediaan ikan secara layak dalam waktu yang paling
singkat yang memungkinkan, setidaknya ke tingkat yang dapat
memproduksi hasil maksimum yang berkelanjutan sesuai karakteristik
biologisnya.

Pada tahun 2020, melestarikan setidaknya 10 persen dari wilayah pesisir


5 dan laut, konsisten dengan hukum nasional dan internasional dan
berdasarkan informasi ilmiah terbaik yang tersedia.
Sustainable Development Goals - 14
TARGET
6 Pada tahun 2020, melarang bentuk-bentuk subsidi perikanan tertentu
yang berkontribusi terhadap kelebihan kapasitas dan penangkapan
ikan berlebihan, menghilangkan subsidi yang berkontribusi terhadap
penangkapan ikan ilegal, yang tidak dilaporkan & tidak diatur dan
menahan jenis subsidi baru, dengan mengakui bahwa perlakuan khusus
dan berbeda yang tepat dan efektif untuk negara berkembang & negara
kurang berkembang harus menjadi bagian integral dari negosiasi
subsidi perikanan pada the World Trade Organization

7 Pada tahun 2030, meningkatkan manfaat ekonomi bagi negara


berkembang kepulauan kecil dan negara kurang berkembang dari
pemanfaatan berkelanjutan sumber daya laut, termasuk melalui
pengelolaan perikanan, budi daya air dan pariwisata yang
berkelanjutan.
Sustainable Development Goals - 14
TARGET
8 Meningkatkan pengetahuan ilmiah, mengembangkan kapasitas
penelitian dan alih teknologi kelautan, dengan mempertimbangkan the
Intergovernmental Oceanographic Commission Criteria and Guidelines
tentang Alih Teknologi Kelautan, untuk meningkatkan kesehatan laut
dan meningkatkan kontribusi keanekaragaman hayati laut untuk
pembangunan negara berkembang, khususnya negara berkembang
kepulauan kecil dan negara kurang berkembang.

9 Menyediakan akses untuk nelayan skala kecil


(small-scale artisanal fishers) terhadap sumber daya laut

Meningkatkan pelestarian dan pemanfaatan berkelanjutan lautan dan


sumber dayanya dengan menerapkan hukum internasional yang

10
tercermin dalam the United Nations Convention on the Law of the Sea,
yang menyediakan kerangka hukum untuk pelestarian dan pemanfaatan
berkelanjutan lautan dan sumber dayanya, seperti yang tercantum
dalam ayat 158 dari “The future we want”.
Tantangan Ekonomi Kelautan Berkelanjutan

Tantangan Pertama Tantangan Keempat

Status Pengarusutamaan Perlindungan HAM pekerja


Pembangunan Ekonomi migran Indonesia di sektor
Berkelanjutan kelautan dan perikanan

Tantangan Kedua Tantangan Kelima

Pengelolaan Ekosistem Kebijakan pengelolaan


Karbon Biru penangkapan ikan terukur

Tantangan Ketiga Tantangan Keenam

Keamanan maritim yang menghadapi Perlindungan dan


ancaman kedaulatan serta pemberdayaan nelayan kecil
permasalahan sampah plastik
POTENSI EKONOMI KELAUTAN
INDONESIA

PERIKANAN TANGKAP DAN HUTAN BAKAU TERUMBU KARANG


PERIKANAN BUDI DAYA

PERTAMBANGAN DAN PADANG LAMUN PARIWISATA BAHARI


ENERGI (SEAGRASS)
Kontribusi Perikanan Terhadap PDB Indonesia

Berdasarkan data BPS, nilai produk


domestik bruto (PDB) Perikanan pada
Triwulan II sebesar Rp188 triliun atau
2,83 persen terhadap nilai PDB
Nasional. Nilai PDB ini naik
dibandingkan dengan Triwulan I
sebesar Rp109,9 triliun atau 2,77 persen
terhadap nilai PDB Nasional.
PART 3

EKONOMI SUMBER DAYA ALAM EKSTRAKTIF


Ekonomi SDA Ekstraktif

Kegiatan ekonomi yang


berfokus pada pemanfaatan
sumber daya alam, seperti
pertanian, perkebunan,
perhutanan, perikanan,
peternakan, dan
pertambangan, baik secara
badan usaha atau perorangan.

Perbandingan Kontribusi Ekspor Komoditas


Primer Antar Negara di Asia
Kelebihan Kegiatan Ekonomi Ekstraktif

● Penggunaan sumber daya alam


untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat
● Mendorong ekspor, meningkatkan
pemasukan atau devisa negara
● Menyediakan lapangan pekerjaan
● Secara umum dapat membantu
mendorong pembangunan
nasional
Kekurangan Kegiatan Ekonomi Ekstraktif

● Menurunnya kualitas
lingkungan, menghasilkan
limbah industri dan
pencemaran lingkungan, dapat
menyebabkan terganggunya
aktivitas masyarakat
● Beban dan tanggung jawab
besar bagi perusahaan industri
ekstraktif untuk melakukan
pengelolaan seefisien mungkin
terutama untuk sumber daya Jumlah Hilangnya Forest Coverage (dalam Juta
alam yang tidak dapat Hektar) Berdasarkan Penyebabnya
diperbaharui
● Kerusakan alam yang masif,
terutama berkurangnya tutupan
hutan atau forest coverage
Solusi atas Kegiatan Ekonomi SDA Ekstraktif

● Indonesia menerapkan Extractive Industries


Transparency Initiatives (EITI), standar global
bagi transparansi tata kelola di sektor
industri ekstraktif (termasuk minyak bumi,
gas bumi, mineral dan batu bara)
● Beralih ke Ekonomi Hijau, yang menekankan
perekonomian yang meningkatkan
kesejahteraan manusia dan kesetaraan
sosial dengan mengurangi risiko alam dan
kelangkaan sumber daya secara signifikan
Prinsip Dasar RPJMN
2020-2024
Rekomendasi INDEF kepada Pemerintah

● Meningkatkan minat investasi dengan


mengalihkan fokus dari kuantitas ke
kualitas
● Menghentikan pemberian insentif pada
sektor yang bersifat eksploitatif dan
merusak lingkungan
● Mengalihkan ekspor dari komoditas
primer ke komoditas dengan nilai tambah
lebih tinggi
● Konsisten dalam membuat kebijakan dan
regulasi yang berkaitan dengan
transformasi ekonomi hijau
● Memberikan prioritas kepada UMKM dan
ekonomi berbasis masyarakat adat Potensi Ekonomi atas
sebagai bagian dari transformasi hijau Transisi Ekonomi Hijau
yang inklusif
PART 4

Transformasi Pembangunan Industri


Making Indonesia 4.0
10 Prioritas Nasional
1. Perbaikan alur aliran barang dan
material
2. Desain ulang zona industri
3. Mengakomodasi standar
keberlanjutan (sustainability)
4. Memberdayakan UMKM
5. Membangun infrastruktur digital
nasional
6. Menarik minat investasi asing
7. Peningkatan kualitas SDM
Membangun 5 Sektor 8. Pembangunan ekosistem inovasi
Manufaktur dengan Daya Saing
9. Insentif untuk investasi teknologi
Regional
10. Harmonisasi aturan dan kebijakan
Membangun
Industri F&B
Powerhouse di
ASEAN
Menuju Produsen
Functional
Clothing
Terkemuka
Menjadi Pemain
Terkemuka
dalam Ekspor
ICE dan EV
Menjadi Pemain
Terkemuka
Industri Biokimia
Mengembangkan
kemampuan
pelaku industri
domestik
PART 5

KEDAULATAN ENERGI DAN


PEREKONOMIAN
Real

4R Kedaulatan Energi (Hughes, 2009)

REVIEW REDUCE REPLACE RESTRICT


Understanding the Using less energy, Shifting from oil Limiting new demand
problem regarding: through: and coal as to secure sources.
1. Existing sources, 1. Energy major energy Connecticut’s RPS is
suppliers, and
conservation sources to an example of
supplies of energy
2. Existing
2. Energy natural gas and restriction in that it
infrastructure, efficiency renewables requires its electricity
energy services, and such as providers to meet a
energy intensities percentage of their
biodiesel and
3. Potential secure total retail load from
energy supplies
nuclear plant
renewable sources
Bauran Energi Nasional

Sumber: DEN, Kementerian ESDM (diolah)


Sumber: Katadata, BPS (diolah)
Sumber: Katadata
Sumber: Katadata, BPS (diolah)
Sumber: Statistik Kelistirikan Nasional (diolah)
Strategi Menciptakan Kedaulatan Energi Indonesia
1. Menargetkan produksi minyak 1 juta bph pada tahun 2030. Menurut SKK Migas,
Indonesia memiliki potensi cadangan minyak sebesar 783 billions of barrels of oil
equivalent (Bboe). Selain itu, Indonesia juga mempunyai 128 cekungan yang
menyimpan kandungan minyak. Dari total cekungan tersebut, baru sekitar 50
cekungan telah digarap.
2. Percepatan proyek pemasangan jargas untuk menyalurkan gas bumi atau LNG
ke rumah tangga oleh BUMN untuk menekan impor gas terutama LPG.
3. Selain itu, pemerintah juga mendorong pemanfaatan energi baru terbarukan
untuk digunakan sebagai energi alternatif untuk pembangkit listrik. Salah satu
upaya pemerintah untuk mendorong penggunaan energi terbarukan adalah
melalui PLTS, yaitu melalui Permen ESDM Nomor 26 Tahun 2021 tentang PLTS Atap
yang Terhubung pada Jaringan Tenaga Listrik Pemegang IUPTL untuk
Kepentingan Umum.
4. Proyek hilirisasi atau pengolahan sumber daya alam seperti gasifikasi batu bara
dan biodiesel dan pembangunan infrastruktur seperti pipa gas diharapkan
mampu menekan impor migas.
PART 6

DEINDUSTRIALISASI
Fenomena Deindustrialisasi di Dunia
Dunia modern dalam berbagai hal merupakan produk industrialisasi (Rodrik, 2015). Dalam
sejarahnya, revolusi industri lah yang pertama kali memungkinkan pertumbuhan produktivitas
secara berkelanjutan di Eropa dan Amerika Serikat, yang kemudian membagi dunia ke dalam
kelompok negara kaya dan miskin. Industrialisasi pula lah yang memungkinkan terjadinya
catch-up dan konvergensi dengan Barat oleh sejumlah kecil negara non-Barat; Jepang pada
akhir abad ke-19, Korea Selatan, Taiwan, dan sejumlah negara lainnya pada tahun 1960an.

Namun, ini adalah berita lama di negara maju yang telah lama beralih ke fase perkembangan
post-industri baru. Negara maju tak luput dari deindustrialisasi selama beberapa dekade terakhir,
yang ditunjukkan oleh penyerapan tenaga kerja dan pertumbuhan output di sektor manufaktur.
Menurut Iversen dan Cusack (2000), salah satu sumber penyebab deindustrialisasi di
negara-negara maju adalah adanya proses memindahkan fasilitas produksi ke negara-negara
dengan biaya upah yang lebih rendah atau relokasi industri ke negara-negara berkembang,
sehingga pada gilirannya akan mengurangi jumlah permintaan tenaga kerja sektor industri di
negara maju.

Relokasi industri ke negara berkembang umumnya dilakukan oleh sektor-sektor industri padat
karya. Motivasi utama relokasi ini adalah minimalisasi biaya, khususnya biaya tenaga kerja.
Sebagai konsekuensi, yang dihadapi oleh negara-negara maju adalah terjadinya pengalihan
lapangan pekerjaan dari negara maju ke negara berkembang.
Deindustrialisasi Dini
Namun, yang mengejutkan adalah deindustrialisasi juga terjadi di negara berkembang. Negara
berkembang mengalami laju pertumbuhan ekonomi yang melambat akibat penurunan output
yang dihasilkan oleh industri manufaktur. Apa yang dialami oleh negara berkembang hari ini
disebut sebagai deindustrialisasi prematur, yaitu istilah yang pertama kali digunakan oleh
Dasgupta dan Singh (2006). Negara yang mengalami gejala ini beralih ke ekonomi berbasis jasa
tanpa mengalami fase industrialisasi yang cukup sebelumnya.

Menurut Rodrik (2015), deindustrialisasi di negara berkembang dapat dijelaskan dengan


fenomena perdagangan dan globalisasi. Ketika negara berkembang membuka diri pada
perdagangan, sektor manufaktur mengalami pukulan. Negara yang tidak memiliki keunggulan
komparatif dalam manufaktur, seperti upah tenaga kerja murah, infrastruktur memadai, atau
logistik yang efisien, akan menjadi net importir barang-barang manufaktur.

Deindustrialisasi prematur memiliki konsekuensi yang serius, baik secara ekonomi maupun politik.
Secara ekonomi, deindustrialisasi menurunkan pertumbuhan ekonomi yang potensial dan
kemungkinan konvergensi dengan tingkat pendapatan negara maju. Secara politik,
deindustrialisasi prematur membuat proses demokratisasi menjadi lemah dan rentan. Kebangkitan
politik merkantilis, ultranasionalis, dan bahkan fasis menjadi indikasi kekecewaan yang dirasakan
oleh sekelompok orang yang kehilangan pekerjaan akibat deindustrialisasi, seperti yang dialami
beberapa negara maju.
Deindustrialisasi dapat dilihat melalui beberapa indikator:

Penyerapan tenaga
Kontribusi terhadap
kerja Daya saing global
PDB
Tingkat penyerapan tenaga kerja pada Kecenderungan penurunan
Kontribusi sektor industri manufaktur
sektor industri pengolahan mengalami daya saing produksi barang
terhadap PDB yang terus mengalami
stagnasi yang cenderung menurun dalam negeri di pasar global
penurunan. Pertumbuhan ekonomi tidak
dibandingkan dengan sektor lain seperti dan jaringan produksi
mampu diimbangi oleh pertumbuhan
konstruksi dan perdagangan. manufaktur global.
industri manufaktur.
Sumber: BPS (diolah)
Sumber: Bank Dunia (diolah)
Global Competitiveness Index

Sumber: Bank Dunia


PART 7

KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM


PENGELOLAAN SDA DAN INDUSTRI
Dasar Hukum

Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 :

“bumi dan air dan kekayaan alam yang


terkandung didalamnya dikuasai oleh negara
dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat”
Kebijakan
Pemerintah

1 Revisi UU Minerba
Disahkannya UU No. 3 Tahun 2020 tentang
perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara

2 Rencana Aksi Kebijakan Kelautan


Indonesia (KKI) 2021-2025
Perpres No. 34 Tahun 2022 tentang Rencana Aksi
KKI sebagai pedoman umum kebijakan kelautan
untuk mendukung percepatan poros maritim dunia

3 Rencana Induk Pengembangan Industri


Nasional (RIPIN) 2015-2035
Menjadi pedoman bagi pemerintah dan pelaku
industri dalam perencanaan dan pembangunan
industri

4 Mendorong Energi Terbarukan


PP No. 29 Tahun
Pemberdayaan Industri
2018 tentang

5 Making Indonesia 4.0


Memberi arah dan strategi bagi pergerakan
industri Indonesia di masa yang akan
datang, tujuh sektor yang menjadi fokus dan
10 prioritas nasional
Revisi UU Minerba

Pengelolaan dan
Divestasi
perizinan
Penguasaan minerba Pemegang IUP yang sahamnya
diselenggarakan oleh pemerintah dimiliki asing wajib divestasi 51%
pusat kepada pemerintah

Perpanjangan izin WPR, Reklamasi dan


operasi Pasca Tambang
Kelanjutan operasi Kontrak Karya & Peningkatan luas WPR, kewajiban
PKP2B menjadi IUPK reklamasi hingga 100%

Hilirisasi Memperkuat BUMN


Pengolahan dan pemurnian di BUMN menjadi prioritas sebagai
dalam negeri maks. tahun 2023 pembeli saham divestasi
Rencana Aksi
KKI 2021-2025
Perpres Tahun 2022
Sebagai lanjutan dari Perpres Nomor 16 Tahun 2017 tentang Kebijakan Kelautan Indonesia (jilid pertama) perlu

34 didukung berbagai program dan kegiatan kelautan sesuai target pembangunan nasional pada tingkat K/L dan
pemda.

Fungsi
● Pedoman K/L dan pemda untuk
perencanaan pembangunan kelautan;
● Acuan Masyarakat dan pelaku usaha
untuk ikut mewujudkan kelautan sebagai
poros maritim dunia

Fokus 7 Pilar
Pembangunan ekosistem industri kemaritiman Sumber Daya Kelautan dan pengembangan SDM;
yang berkesinambungan dengan dasar renaksi Hankam, penegakan hk. & keselamatan laut;
jilid II Tata kelola dan kelembagaan laut;
Ekonomi, infrastruktur kelautan & kesejahteraan;
Pengelolaan & perlindungan lingkungan laut;
Budaya bahari; dan
Diplomasi maritim
RIPIN 2015-2035

PP No. 14 tahun 2015 Visi 10 Industri Prioritas Sasaran dan Cakupan


tahapan Capaian
1. Struktur industri 1. Industri Pangan 1. Tahap I (2015-20019) 1. Bangun Industri
nasional yang kuat, 2. Industri Farmasi, Kosmetik Nasional (BIN);
Meningkatkan nilai
dan Alat Kesehatan 2. Pembangunan
Menjadi pedoman bagi dalam, sehat, dan tambah Sumber Daya
3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Sumber Daya
pemerintah dan pelaku berkeadilan; Kaki dan Anek Alam
2. Industri yang berdaya Industri;
industri dalam 4. Industri Alat Transportasi 2. Tahap II (2020-2024)
saing tinggi di tingkat 5. Industri Elektronika dan
3. Pembangunan
perencanaan dan Keunggulan kompetitif sarana dan
global; dan Telematika/ICT
pembangunan industri 6. Industri Pembangkit Energi berwawasan prasarana industri;
3. Industri yang berbasis
inovasi dan teknologi
7. Industri Barang Modal, lingkungan 4. Pemberdayaan
Komponen, Bahan 3. Tahap III (2025-2035) industri;
Penolong dan Jasa
Negara industri 5. Perwilayahan
Industri
tangguh industri; dan
8. Industri Hulu Agro
9. Industri Logam Dasar dan 6. Kebijakan afirmatif
Bahan Galian Bukan Industri Kecil dan
Logam Menengah
10. Industri Kimia Dasar
Berbasis Migas dan
Batubara
Mendorong
Energi Terbarukan

PP 29 tahun 2018 tentang Pemberdayaan


Industri
Komitmen penurunan emisi Gas Rumah Kaca
Industri Hijau adalah industri yang dalam proses
29%
produksinya mengutamakan upaya efisiensi dan
efektivitas penggunaan sumber daya secara Pemberian fasilitas dan insentif fiskal dan
berkelanjutan, sehingga dapat menyelaraskan nonfiskal
pembangunan industri dan memberikan manfaat bagi
masyarakat. Didukung industri semen, pupuk dan petrokimia,
logam, keramik, serta industri pulp & kertas

Efisiensi

2018 2019

1,8 Triliun 3,5 Triliun


12.673 terajoule 11.381 terajoule
Making Indonesia
4.0

10 besar ekonomi 10 Prioritas Nasional


dunia 1. Pebaikan alur aliran
Net Ekspor material; Smart-eco
PP No. 18 Tahun 7 Sektor Prioritas Industrial Park
mencapai 10% 2. Desain ulang zona
2020 1. Industri F&B
industri; ● Automation;
dari PDB pada 2. Industri tekstil
RPJMN 2020-2024; 3. Akomodasi standar ● Artificial intelligent;
2030; produktivitas dan pakaian sustainability;
pengembangan Industri ● Internet of Things;
industri; 3. Otomotif 4. Kualitas SDM;
4.0 untuk 5 sektor prioritas dan
pendanaan R&D 4. Kimia 5. Ekosistem Inovasi;
6. Insentif investasi ● Digital Ecosystem
5. Elektronik
teknologi;
6. Farmasi 7. Harmonisasi aturan;
7. Alat kesehatan 8. Pemberdayaan UMKM;
9. Infrastruktur digital; dan
10. Investasi asing
TERIMA KASIH !

Anda mungkin juga menyukai