Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

PENGEMBANGAN KONSERVASI DIWILAYAH PESISIR DAN


KEPULAUAN

Diajukan Sebagai Tugas

Mata Kuliah Kesehatan Lingkungan Pesisir dan Kepulauan

Dosen Pengampu :

Yusup Saktiawan, SE., M.Ling

Disusun Oleh :

1. Hendro Kartiko (211513251435)


2. Maria Asti Mila (211513251446)
3. Rivandro Umbu Delu (211513251427)
4. Sukma Dwi Utami (211513251429)

PROGRAM STUDI S1 KESEHATAN LINGKUNGAN


STIKES WIDYAGAMA HUSADA
MALANG
2023
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami panjatkan puja dan puji syukur kepada Allah yang telah
memberikan rahmat dan berkah-Nya, yang tiada putus putus-Nya sehingga atas
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul
Pengembangan Konservasi Diwilayah Pesisir Dan Kepulauan. Shalawat serta
salam kami haturkan kepada baginda Rasulullah yang telah membawa kita dari alam
kegelapan menuju ke alam yang terang-menerang.

Sebelumnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


Bapak Yusup Saktiawan, SE., M. Ling Selaku dosen mata kuliah Kesehatan
Lingkungan Pesisir dan Kepulauan, dalam kajian makalah ini kami penuhi sebagai
pengajuan tugas dari mata kuliah tersebut. Untuk itu makalah ini sudah kami susun
secara maksimal.

Adapun dalam makalah ini terdapat 4 Bab, yang meliputi Bab 1 berisi
pendahuluan, Bab 2 berisi tentang tinjauan pustaka, Bab 3 beisi tentang isi
pembahasan, dan Bab 4 berisi tentang kesimpulan yang berupa ringkasan dari
makalah dan saran. Terlepas dari segala hal tersebut, kami menyadari sepenuhnya
bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Malang, 05 November 2023

Kelompok 5
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kepulauan
dengan luas wilayah perairan terbesar keempat di dunia. Hasil inventarisasi pulau
yang dilakukan oleh Badan Informasi Geospasial menunjukkan jumlah total pulau
adalah sebesar 13.446 pulau. Jumlah tersebut didasarkan hasil survey dari tahun
2007 hingga 2010 oleh Tim Nasional Pembakuan Nama Rupabumi (Timnas
PNR). Hasil survey tersebut telah dilaporkan ke United Nations Group of Expert
on Geograpichal Names (UNGEGN) (Menkokesra,2010). Wilayah pesisir
Indonesia yang kaya dan beragam sumberdaya alamnya telah dimanfaatkan oleh
bangsa Indonesia sebagai salah satu sumber bahan makanan utama, khususnya
protein hewani, sejak berabad-abad lamanya. Perairan Indonesia memiliki peran
sentral bagi ekosistem laut dunia karena keberagaman dan keasliannya.
Semenjak digulirkannya ICZM pada tahun 2002, pemerintah Indonesia
telah banyak melakukan langkah untuk mengelola sumberdaya pesisirnya,
termasuk dibentuknya kementerian yang mengurusi permasalahan kelautan.
Pemerintah pusat memberi perhatian dan prioritas pada permasalahan kelautan
dan membangun Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 1999
(Nirwansyah, 2012). Peraturan ini memiliki semangat untuk mengembalikan
kejayaan ekonomi maritim Indonesia di tengah tantangan dan permasalahan sosial
ekonomi masyarakat pesisir yang masih hidup dalam bayangbayang garis
kemiskinan.
Pengembangan kawasan perairan dimanfaatkan sebagai kawasan
konservasi laut yang diperlukan untuk menjaga kestabilan ekosistem ikan dan
terumbu karang. Aspek keberlangsungan serta peran serta masyarakat juga
diperlukan guna mengoptimalkan fungsi kawasan perairan bagi masyarakat di
masa yang akan datang. Hasil kajian Enderass (2011) menunjukkan bahwa hasil
potensi ini merupakan ekosistem yang kompleks dengan kombinasi berbagai jenis
terumbu karang dan ikan hias (Nirwansyah, 2014).
Berdasarkan penelitian Siahaya dkk, (2016) kondisi ekosistem hutan
mangrove di pesisir Pulau Tarakan yang mengalami degradasi cukup serius telah
mendorong masyarakat lokal untuk meningkatkan partisipasinya dalam
konservasi mangrove. Masyarakat sangat memahami bahwa keberadaan hutan
mangrove sangat besar peranannya bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
kawasan tersebut. Pemahaman ini ditunjang oleh upaya masyarakat dalam
memanfaatkan pengetahuan ekologis tradisionalnya dan mengembangkan
kelembagaan lokal berupa norma dan nilai budaya yang sangat berperan bagi
konservasi mangrove. Masyarakat percaya bahwa aturanaturan tertulis maupun
tidak tertulis dapat berfungsi menjaga kelestarian alam terutama kawasan
mangrove baik dari segi penguasaan maupun pemanfaatannya.
Berdasarkan dari uraian diatas, maka dapat dirumuskan bahwasanya
pengembangan konservasi diwilayah pesisir dan kepulauan sangat perlu
dilakukan, pada dasarnya sebagai tempat berkembangnya biota laut, konservasi
cagar alam, dan pembudidayaan mangrove selain itu juga yang paling utama
dimanfaatkan sebagai objek wisata lingkungan setempat.
1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana pengembangan konservasi diwilayah pesisir dan kepulauan.

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui tujuan dari pengembangan konservasi di wilayah pesisir dan
kepulauan;
2. Mengetahui manfaat dari pengembangan konservasi di wilayah pesisir dan
kepulauan;
3. Mengetahui kriteria penetapan kawasan konservasi perairan, pesisir dan
pulau-pulau kecil;
4. Mengetahui pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau-
pulau kecil di Indonesia.
5. Mengetahui konservasi cagar alam di wilayah pesisir dan kepulauan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Konservasi


Konservasi adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin
keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-
Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragamannya. Salah satu aspek konservasi di wilayah pesisir dan
kepulauan adalah pelestarian kehidupan laut. Ini mencakup penegakan regulasi
yang ketat untuk melindungi terumbu karang, padang lamun, dan satwa laut
lainnya. Selain itu, kawasan cagar alam laut dan taman laut dibentuk untuk
menjaga populasi ikan dan satwa laut yang terancam punah serta sebagai tempat
penelitian ilmiah. Konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan juga melibatkan
partisipasi masyarakat setempat dalam manajemen sumber daya alam. Ini
termasuk pemberdayaan komunitas pesisir untuk mengelola sumber daya secara
berkelanjutan, pengembangan ekowisata, dan pendidikan lingkungan. Dengan
demikian, konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan berperan sebagai pagar
pertahanan untuk melindungi ekosistem laut yang berharga dan mendukung mata
pencaharian penduduk lokal, Menurut undang-undang Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau
kecil (Lambaniga et al., 2021).

2.1.1 Macam-macam Konservasi

1. Kawasan Konservasi: Pendirian taman laut, cagar alam, dan kawasan


konservasi lainnya untuk melindungi ekosistem laut dan pesisir.
2. Pengelolaan Sumber Daya: Menerapkan regulasi yang ketat terkait
dengan penangkapan ikan, penanaman terumbu karang, dan eksploitasi
sumber daya alam lainnya.
3. Reforestasi Mangrove: Melindungi dan memulihkan hutan mangrove yang
berperan penting dalam perlindungan pesisir dari badai dan pemulihan
ekosistem.
4. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Mengedukasi masyarakat setempat
tentang pentingnya konservasi dan dampak negatif dari aktivitas merusak
lingkungan.
5. Pemberdayaan Komunitas: Melibatkan komunitas lokal dalam pengambilan
keputusan dan implementasi program konservasi.
6. Pantauan dan Penelitian: Melakukan pemantauan dan penelitian untuk
memahami perubahan lingkungan dan ekologi wilayah pesisir dan
kepulauan.
7. Pengendalian Polusi: Mengurangi polusi air, udara, dan limbah di wilayah
pesisir untuk menjaga kualitas lingkungan.
8. Restorasi Terumbu Karang: Melakukan upaya pemulihan terumbu karang
yang rusak akibat berbagai faktor, seperti perubahan suhu laut.
9. Zonasi Pesisir: Menetapkan zona-zona penggunaan lahan yang
mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan, seperti zona perlindungan,
zona rekreasi, dan zona pembangunan.
10. Pengembangan Ekowisata: Memanfaatkan potensi ekowisata untuk
mendukung konservasi dan memberikan sumber pendapatan kepada
komunitas lokal.
11. Penerapan kombinasi metode ini dapat membantu menjaga keberlanjutan
lingkungan di wilayah pesisir dan kepulauan.

2.2 Definisi Pesisir


Menurut UU No. 1 tahun 2014 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil menjelaskan bahwa pesisir adalah daerah peralihan antara
ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
Kemudian menurut (Dahuri, 2013) menyatakan bahwa pesisir merupakan
wilayah yang unik, karena dalam konteks bentang alam, wilayah pesisir
merupakan tempat bertemunya daratan dan lautan. Pesisir memiliki peran yang
sangat penting dalam kehidupan manusia. Banyak komunitas manusia tinggal di
pesisir dan menggantungkan mata pencaharian mereka pada sumber daya laut,
seperti perikanan. Pesisir seringkali memiliki karakteristik geografis yang unik,
seperti pantai, laguna, rawa-rawa, dan hutan bakau. Pesisir juga sering menjadi
rumah bagi berbagai spesies hewan dan tumbuhan yang sangat bergantung pada
kedekatan dengan laut. Keberagaman ekosistem di pesisir membuatnya menjadi
daerah yang penting dari sudut ekologi, sosial, dan ekonomi. Selain itu, pesisir
juga sering menjadi tujuan pariwisata yang populer, menghasilkan pendapatan
ekonomi yang signifikan. Namun, pesisir juga rentan terhadap ancaman seperti
erosi pantai, pencemaran laut, dan kenaikan permukaan air laut yang terkait
dengan perubahan iklim (Pahlevi, 2021).
2.3 Definisi Kepulauan
Kepulauan adalah sekelompok daratan yang terpisah dan dikelilingi oleh
air, seperti laut atau samudera. Kepulauan dapat berupa gugusan pulau-pulau
yang tersebar di wilayah geografis tertentu. Mereka memiliki karakteristik
geografis yang khas, seperti garis pantai yang panjang, keanekaragaman hayati
yang tinggi, dan lingkungan ekosistem laut yang beragam. Kepulauan juga sering
menjadi tempat tinggal bagi beragam budaya dan masyarakat yang
menggantungkan diri pada sumber daya alam laut dan laut. Kepulauan dapat
menjadi rumah bagi beragam ekosistem, spesies flora dan fauna yang unik, serta
budaya yang berbeda. Di berbagai belahan dunia, kepulauan memiliki peran
penting dalam kehidupan manusia, terutama dalam aspek ekonomi, transportasi,
dan pariwisata. Kepulauan juga memiliki karakteristik geologis khusus, seperti
batuan vulkanik, yang dapat membentuk pulau-pulau tersebut. Selain itu,
kepulauan juga sering menjadi bagian penting dari keragaman budaya manusia.
Berbagai kelompok etnis dan masyarakat di kepulauan dapat memiliki tradisi,
bahasa, dan kepercayaan yang unik, yang terkadang terbentuk seiring dengan
isolasi geografis di antara pulau-pulau. Hal ini membuat kepulauan menjadi
tempat yang menarik untuk mempelajari keragaman alam dan budaya di dunia
(Hukom, 2018).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Tujuan Dari Pengembangan Konservasi


Tujuan dari pengembangan konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan
adalah untuk melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan
memperkaya sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta sistem ekologisnya
secara berkelanjutan. Selain itu, pengembangan konservasi juga bertujuan untuk
menciptakan keharmonisan dan sinergi antara pemerintah dan pemerintah daerah
dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil, memperkuat peran
serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif masyarakat
dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil agar tercapai
keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan, serta meningkatkan nilai sosial,
ekonomi, dan budaya masyarakat. Selain itu, pengembangan konservasi juga
bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas keanekaragaman
hayati. Program pengembangan konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan juga
mencakup penataan kawasan konservasi sesuai dengan potensi lestari,
pengembangan Alur Laut sesuai dengan perlindungan lingkungan maritim, dan
pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan ruang wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil (Arianti, 2018).
3.2 Manfaat Dari Pengembangan Konservasi
Pengembangan konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan memiliki
berbagai manfaat, antara lain (Pattiwael, 2018):
1. Perlindungan dan pelestarian ekosistem: Konservasi wilayah pesisir dan
kepulauan bertujuan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem serta
keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Hal ini penting untuk menjaga
keseimbangan ekosistem dan kelangsungan hidup spesies-spesies yang ada.
2. Pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan: Pengembangan konservasi
juga melibatkan upaya dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada di
wilayah pesisir dan kepulauan secara berkelanjutan. Dengan demikian,
sumber daya alam tersebut dapat terus dimanfaatkan oleh generasi
mendatang.
3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat: Pengelolaan wilayah pesisir dan
kepulauan yang baik juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat
yang tinggal di sekitar wilayah tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui
peningkatan nilai sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat melalui
pengembangan sektor pariwisata, peningkatan pendapatan langsung
masyarakat, dan penggerakan sektor ekonomi pendukung di wilayah pesisir
4. Meningkatkan profil suatu wilayah sebagai tujuan ekowisata: Pengembangan
konservasi juga dapat meningkatkan profil suatu wilayah sebagai tujuan
ekowisata. Hal ini dapat memberikan manfaat ekonomi tambahan bagi
masyarakat setempat melalui peningkatan kunjungan wisatawan dan
pendapatan dari sektor pariwisata.
5. Pengendalian dampak negatif kegiatan pariwisata: Melalui pengelolaan
kawasan konservasi perairan, dampak negatif kegiatan pariwisata dapat
dikendalikan. Hal ini penting untuk menjaga kelestarian ekosistem dan
keanekaragaman hayati di wilayah pesisir dan kepulauan.
6. Peningkatan pendanaan jasa lingkungan: Manfaat langsung pariwisata bahari
dapat menjadi sumber pendanaan jasa lingkungan bagi pengelolaan kawasan
konservasi. Pendanaan ini dapat digunakan untuk menjaga keberlanjutan
pengelolaan sumber daya alam di wilayah pesisir dan kepulauan.
3.3 Kriteria Penetapan Kawasan Konservasi Perairan
Berikut adalah kriteria umum penetapan kawasan konservasi perairan:
1. Kriteria alamiah: Kawasan konservasi perairan harus memiliki kondisi
alamiah yang baik, yaitu tidak terdapat gangguan atau perusakan pada
ekosistem yang ada di dalamnya.
2. Kriteria ilmiah: Penetapan kawasan konservasi perairan harus didasarkan
pada data dan informasi ilmiah yang akurat dan terkini mengenai kondisi
ekosistem perairan yang ada di dalamnya.
3. Kriteria sosial: Penetapan kawasan konservasi perairan harus
mempertimbangkan dukungan masyarakat, potensi konflik kepentingan, dan
kearifan lokal serta adat istiadat yang ada di sekitar kawasan tersebut.
4. Kriteria ekonomi: Penetapan kawasan konservasi perairan harus
mempertimbangkan nilai penting perikanan, potensi rekreasi dan pariwisata,
estetika, dan kemudahan akses.
5. Kriteria estetika: Penetapan kawasan konservasi perairan harus
mempertimbangkan panorama laut, daratan, atau lainnya yang memiliki nilai
estetika.
Selain itu, penetapan kawasan konservasi perairan juga harus
mempertimbangkan jenis kawasan konservasi perairan yang sesuai dengan tujuan
pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Ada
beberapa jenis kawasan konservasi perairan, antara lain taman laut, suaka
perikanan, dan kawasan konservasi perairan lainnya. Penetapan kawasan
konservasi perairan juga harus dilakukan dengan sistem zonasi, yang membagi
kawasan konservasi perairan menjadi beberapa zona dengan tingkat perlindungan
yang berbeda-beda. Zona-zona tersebut antara lain zona inti, zona pemanfaatan
terbatas, zona pemanfaatan lestari, zona rehabilitasi, dan zona tradisional (Romer
et al., 2022).
3.4 Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan

Pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil di


Indonesia melibatkan beberapa undang-undang, peraturan, dan kebijakan.
Berikut ini adalah beberapa poin penting yang terkait dengan pengelolaan
kawasan konservasi perairan, pesisir, dan pulau-pulau kecil di Indonesia:

1. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir


dan Pulau-Pulau Kecil mendefinisikan pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil sebagai suatu pengoordinasian perencanaan, pemanfaatan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil
yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antarsektor, antara
ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya harus dilakukan
berdasarkan kesatuan ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu
dengan pulau besar di dekatnya. Pemanfaatan tersebut diprioritaskan untuk
kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan, budi daya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan
serta industri perikanan secara lestari, pertanian organik, dan lain-lain.
3. Kawasan Konservasi Perairan adalah kawasan perairan yang dilindungi,
dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya
ikan dan ekosistem laut secara berkelanjutan.
4. Pengelolaan efektif kawasan konservasi dilakukan terhadap tiga aspek yang
menjadi indikator utama, yaitu perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
secara berkelanjutan.
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 17 Tahun 2008 mengatur
tentang kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Sasaran
pengaturan kawasan konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil
ditujukan untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir
dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan, dan keberlanjutan sumber daya (Febriani dkk, 2020).
3.5 Konservasi Cagar Alam diwilayah Pesisir & Kepulauan
Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan bertujuan untuk
melindungi ekosistem pesisir dan laut yang memiliki peran penting untuk
kesehatan lingkungan dan manusia. Berikut adalah beberapa kawasan konservasi
di wilayah pesisir dan kepulauan di Indonesia:
1. Taman Nasional Laut: kawasan pelestarian alam meliputi area daratan dan
laut yang memiliki ekosistem yang asli dikelola dengan sistem zonasi.
Contohnya: Taman Nasional Kepulauan Seribu, Taman Nasional
Karimunjawa.
2. Taman Wisata Alam Laut (TWAL): kawasan konservasi kategori taman
berfungsi untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan
keanekaragaman hayati dan/atau sumberdaya ikan. Contohnya: Taman
Wisata Alam Laut Pulau Sangiang.
3. Suaka Margasatwa Laut: kawasan konservasi yang ditetapkan untuk
melindungi satwa laut dan habitatnya. Contohnya: Suaka Margasatwa Laut
Sindangkerta.
4. Cagar Alam Laut: kawasan konservasi yang ditetapkan untuk melindungi
ekosistem laut dan pantai. Contohnya: Cagar Alam Laut Leuweung
Sancang, Cagar Alam Laut Pananjung Pangandaran.
5. Kawasan Konservasi Maritim: kawasan konservasi yang lebih banyak
mengarah pada kegiatan yang di dalamnya terkandung unsur adat dan
budaya, situs arkeologi, ritual keagaamaan dan lain sebagainya.
6. Kawasan Konservasi Provinsi Bali: kawasan konservasi yang terdapat di
Provinsi Bali, seperti Taman Nasional Bali Barat, Taman Nasional Nusa
Penida, dan Taman Nasional Moyo.
Kawasan konservasi di wilayah pesisir dan kepulauan di Indonesia dikelola
oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan dibagi ke
dalam beberapa kategori pengelolaan. Selain itu, kawasan konservasi juga perlu
melibatkan masyarakat setempat sebagai pelestari (Rahajeng dkk, 2014).
BAB IV
PENUTUP
5.1 Kesimpulan

5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, D., & Satlita, L. (2018). Collaborative Governance Dalam Pengembangan


Konservasi Mangrove Baros di Desa Tirtohargo Kecamatan Kretek
Kabupaten Bantul. Journal of Public Policy and
Dahuri, R., Rais, J., Ginting Putra, S., & Sitepu, M. J. (2013). Pengelolaan Sumber
Daya Pesisir Secara Terpadu. PT. Balai Pustaka (Persero). Jakarta Timur.
Endrass, B., Nakano, Y., Lipi, A. A., Rehm, M., & André, E. (2011). Culture-related
topic selection in small talk conversations across Germany and Japan.
In Intelligent Virtual Agents: 10th International Conference, IVA 2011,
Reykjavik, Iceland, September 15-17, 2011. Proceedings 11 (pp. 1-13).
Springer Berlin Heidelberg.
Febriani, Z., & Hafsar, K. (2020). Dampak pengelolaan kawasan konservasi perairan
terhadap hasil tangkapan nelayan Pulau Mapur Kabupaten Bintan. Jurnal
Maritim, 1(2), 68-73.

Hukom, F. D. (2018). Kepulauan sebagai Identitas dan Sumber Kekayaan Maritim.


Jurnal Tata Laksana, 6(1), 95-110.

Lambaniga, O. C., & Franklin, P. J. (2021). POTENSI EKOWISATA DI


KAWASAN KONSERVASI KEPULAUAN SOMBORI KABUPATEN
MOROWALI. SPASIAL, 8(3), 459-467.

Menkokesra. 2010. Di Indonesia Ada 13. 466 Pulau, Bukan 17.508 Pulau.

Nirwansyah, A. W. (2012). Mangrove-Community Contribution On Disaster


RiskReduction Due To Coastal Flood (A Case Study In Lawangrejo Village,
Pemalang Regency). Proceeding of Ecosystem Based Disaster Risk
Reduction. JSP of Center for Natural Resource Development (CNRD).

Nirwansyah, A. W. (2014). Model Pengembangan Kawasan Konservasi Laut Untuk


Pulau-Pulau Kecil (Studi Di Pulau Boano, Kabupaten Seram Bagian
Barat). Geo Edukasi, 3(1).
Pahlevi, M. F. (2021). Implementasi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau-pulau Kecil Di Kabupaten
Lingga (Doctoral dissertation, Universitas Islam Riau).
Pattiwael, M. (2018). Konsep pengembangan ekowisata berbasis konservasi di
Kampung Malagufuk Kabupaten Sorong. J-DEPACE (Journal of
Dedication to Papua Community), 1(1), 42-54.
Rahajeng, M. A., Hendrarto, B., & Purwanti, F. (2014). Pengetahuan, persepsi dan
partisipasi masyarakat dalam konservasi di kawasan Cagar Alam Pulau
Sempu Kabupaten Malang. Management of Aquatic Resources Journal
(MAQUARES), 3(4), 109-118.
Rombe, K. H., Surachmat, A., & Rusdi, Y. (2022). Pemetaan Zonasi Kawasan
Konservasi Perairan Daerah Tana Lili Kabupaten Luwu Utara dengan
Menggunakan Sofware Marxan. Jurnal salamata, 3(2), 25-31.
Siahaya, M. E., Salampessy, M. L., Febryano, I. G., Rositah, E., Silamon, R. F., &
Ichsan, A. C. (2016). Partisipasi masyarakat lokal dalam konservasi hutan
mangrove di wilayah Tarakan, Kalimantan Utara. Jurnal Nusa Sylva, 16(1),
12-17.

Anda mungkin juga menyukai