Anda di halaman 1dari 9

J. Hort. Vol. 21 No.

4, 2011

J. Hort. 21(4):344-352, 2011

Kompatibilitas Minyak Serai dengan Predator Menochilus


sexmaculatus untuk Pengendalian Vektor
Penyakit Virus Kuning
Setiawati, W. dan R. Murtiningsih
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391
Naskah diterima tanggal 12 September 2011 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 3 November 2011

ABSTRAK. Penggunaan insektisida kimia sintetis secara intensif di lapangan dapat mengurangi populasi musuh
alami, sehingga mengakibatkan populasi hama meningkat. Bemisia tabaci merupakan salah satu hama penting pada
tanaman cabai merah yang dapat menyebabkan kerusakan langsung dengan cara menghisap cairan tanaman dan
tidak langsung menularkan penyakit virus kuning. Cara pengendalian yang ramah lingkungan merupakan faktor
penting dalam menekan kehilangan yang diakibatkan oleh serangan B. tabaci. Penelitian bertujuan untuk mengetahui
kompatibilitas insektisida nabati yang berasal dari minyak serai dengan predator Menochilus sexmaculatus dalam
menekan populasi B. tabaci. Penelitian dilakukan di Laboratorium dan Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran
mulai bulan Juni sampai dengan Desember 2009. Penelitian menggunakan metode pencelupan (dipping method)
untuk kutukebul, film kering (dry film), dan odor effect untuk predator M. sexmaculatus. Rancangan percobaan yang
digunakan ialah acak kelompok terdiri atas enam perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang digunakan ialah enam
konsentrasi minyak serai yaitu 5.000, 4.000, 3.000, 2.000, 1.000, dan 0 ppm sebagai kontrol. Untuk menentukan nilai
LC50 dan LT50 digunakan analisis Probit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi minyak serai pada konsentrasi
2.000-5.000 ppm efektif menekan populasi nimfa B. tabaci instar I dan II, sedangkan untuk instar III dan IV pada
konsentrasi 3.000-5.000 ppm dengan nilai penekanan sebesar 92-98% bila dibandingkan dengan kontrol. Nilai LC50
untuk nimfa B. tabaci instar I-IV berturut-turut sebesar 1.266,48, 1.755,81, 2.305,46, dan 2.343,59 ppm. Pada
konsentrasi 2.000 ppm, LT50 minyak serai untuk nimfa B. tabaci ialah sekitar 2,95 hari setelah perlakuan. Minyak
serai yang aman untuk larva predator M. sexmaculatus ialah pada konsentrasi 1.000 ppm bila diaplikasikan secara
kontak dan 1.000-2.000 ppm bila diaplikasikan sebagai odor effect. Minyak serai pada konsentrasi 1.000-5.000 ppm
aman terhadap imago M. sexmaculatus. Konsentrasi 2.000 ppm minyak serai merupakan konsentrasi yang sesuai
diaplikasikan sebagai insektisida alami untuk pengendalian B. tabaci, aman dan kompatibel dengan predator M.
sexmaculatus. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa minyak serai dan M. sexmaculatus memiliki potensi
dalam mengendalikan B. tabaci pada cabai.

Katakunci: Bemisia tabaci; Menochilus sexmaculatus; Minyak serai; Pengendalian; Kompatibilitas

ABSTRACT. Setiawati, W. and R. Murtiningsih. 2011. Compatibility of Citronella Oils with Menochilus
sexmaculatus for Controlling Vector of Yellow Virus Disease. There is a tendency of diminishing the number
of natural enemies caused by utilization of non-selective insecticides that lead to serious consequences for pest
population dynamics. Bemisia tabaci is an extremely polyphagous pest that causes direct damage and can act as a viral
vector on hot peppers causing yellow virus disease. The activity of natural enemies can be exploited by employing
propers conservation and augmentation techniques. Natural enemies might play roles to control of B. tabaci on hot
peppers. The study was conducted in the Laboratory and Screenhouse of IVEGRI from June to December 2009. The
objective of this study was to determine compatibility of citronella oil with M. sexmaculatus to control B. tabaci.
Dipping methods, dry film, and odor effect were used in this study. Randomized completely block design with six
treatments and four replications was used in this study. The treatments were citronella oils at different consentration
5,000, 4,000, 3,000, 2,000, 1,000, and 0 ppm as a control and stages of B. tabaci (1st, 2nd, 3rd, and 4th instars) and
M. sexmaculatus. Probit analysis was used to ditermine LC50 and LT50 value. The results indicated that citronella oils
at concentration of 2,000-5,000 ppm was effective to control nymphs of B. tabaci at 1st and 2nd instar , while 3,000-
5,000 ppm for 3rd and 4th instar. The first two nymphal stages were more susceptible to citronella oil compared to the
third and fourth nymphal stage. LC50 value for first to fourth nymphal stage was 1,266.48; 1,755.81; 2,305.46, and
2,343.59 ppm respectively. The LT50 occurred at 2.95 days in all instar stages. Menochilus sexmaculatus predators
were highly susceptible to the essential oil vapours and the selective toxicity ratio varied depending on the methods
and stages. Citronella oil at 1,000-2,000 ppm was compatible with M. sexmaculatus larvae on odor effect and 1,000
ppm on dry film method. Menochilus sexmaculatus adult more tolerant to citronella oil compared to larvae stage at
concentration 1,000-5,000 ppm. Concentration 2,000 ppm of citronella oil was the appropriate concentration applied
as bioinsecticide for B. tabaci, safety and compatibility for M. sexmaculatus. Based on the study known citronella oil
and M. sexmaculatus had potential to be incorporated in controlling B. tabaci on hot peppers.

Keywords: Bemisia tabaci; Menochilus sexmaculatus; Citronella oil; Controlling; Compatibility

344
Setiawati, W. dan R. Murtiningsih : Kompatibilitas
Minyak Serai dengan Predator ...

Kutukebul, Bemisia tabaci (Hemiptera: Salah satu faktor lingkungan yang mengendalikan
Aleyrodidae) merupakan salah satu hama penting populasi hama ialah musuh alami, baik predator,
pada tanaman cabai merah yang dapat menyebabkan parasitoid, maupun patogen. Musuh alami
kerusakan langsung dengan menghisap cairan dikenal sebagai faktor pengatur dan pengendali
tanaman dan tidak langsung menularkan penyakit populasi serangga hama yang efektif karena sifat
virus kuning (Gerling et al. 2001, Naranjo et al. pengaturannya yang bergantung pada kepadatan
2002). Gejala serangan kutukebul berupa bercak populasi.
nekrotik dan klorosis pada daun, yang disebabkan Zang et al. (2007) melaporkan bahwa terdapat
oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat sembilan jenis predator yang memangsa kutukebul
serangan nimfa dan serangga dewasa. Dalam yaitu Propylaea japonica, Harmonia axyridis,
keadaan populasi tinggi, serangan kutukebul dapat Scymus hoffmanni, Orius sauteri, Chrysopa
menghambat pertumbuhan tanaman. Embun madu pallens, Chrysopa formosa, Erigonnidium
yang dikeluarkannya dapat menimbulkan serangan graminicolum, Neoscona doenitzi, dan Menochilus
cendawan embun jelaga yang berwarna hitam sexmaculatus. Predator M. sexmaculatus Fabr.
dan menyerang pada berbagai stadia tanaman (Coleoptera: Coccinellidae) merupakan salah satu
(Setiawati et al. 2008). Namun demikian, kerusakan predator yang sangat potensial untuk pengendalian
yang disebabkan oleh penyakit virus kuning yang kutukebul secara hayati (Setiawati et al. 2005,
ditularkan lebih merugikan dibandingkan dengan Mohamad et al. 2005, Eusebio 2005, Nopempeth
kerusakan yang disebabkan oleh hama kutukebul 2005). Predator tersebut tersebar luas pada
sendiri. Kehilangan hasil yang diakibatkannya berbagai jenis tumbuhan yang berbunga (sumber
dapat mencapai 20-100% (Setiawati et al. 2007). polen) dan terserang kutu (sumber mangsa)
Direktorat Perlindungan Hortikultura (2011) dengan sebaran dari dataran rendah sampai
melaporkan bahwa penyakit virus kuning dengan dataran tinggi. Imago M. sexmaculatus
menyebar ke berbagai sentra produksi cabai mampu bertahan hidup tanpa makan selama
merah di 15 provinsi di Indonesia dan enam 4 hari. Selain itu M. sexmaculatus termasuk
provinsi yang mempunyai serangan terluas yaitu predator generalis, memangsa Aphis cracivora,
Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, NAD, Myzus persicae, Nilaparvata lugens, B. tabaci,
Bali, dan Bengkulu. Setiap tahun serangan Thrips parvispinus, dan Aspidiotus destructor.
penyakit virus kuning cenderung meningkat. Pada Dalam 1 hari predator M. sexmaculatus mampu
tahun 2003 luas serangan virus kuning mencapai memangsa B. tabaci sebanyak 51,50 ekor,
884 ha, tahun 2006 tercatat sekitar 1.125, 5 ha, sedangkan pada M. persicae mampu memangsa
dan tahun 2010 meningkat tajam hingga mencapai sebanyak 168,75 ekor (Muharam dan Setiawati
4.299,1 ha. 2007). Khan dan Khan (2002) menyatakan M.
Persentase infeksi virus kuning berkorelasi sexmaculatus mampu memangsa sebanyak 240
positif dengan populasi serangga vektor, terutama ekor aphid.
serangga yang viruliferus. Selain itu keragaman Stern et al. (1957 dalam Naranjo dan
serangga vektor juga memengaruhi persentase Akey 2005) menyatakan bahwa, dalam
infeksi. Perpindahan dan pergerakan kutukebul konsep pengendalian hama terpadu (PHT)
menentukan penularan penyakit virus kuning, yang paling penting ialah kompatibilitas
walaupun cabai merah bukan termasuk tanaman penggunaan insektisida dan pengendalian secara
inang preferensi. Virus kuning dapat bertahan hayati. Namun demikian, biaya pengendalian
dalam tubuh kutukebul sepanjang hidupnya menggunakan musuh alami secara tunggal lima
(persisten) (Lapidot dan Friedmann 2002). kali lebih mahal dibandingkan dengan penggunaan
Sosromarsono dan Untung (2006) melaporkan insektisida (Parrella 1995). Oleh sebab itu, masih
bahwa terjadinya serangan hama antara lain dapat diperlukan komponen pengendalian lainnya
disebabkan oleh terganggunya keseimbangan seperti penggunaan insektisida yang aman
populasi organisme pada jenjang populasi terhadap musuh alami.
tertentu. Penyebabnya ialah faktor lingkungan Penggunaan insektisida selektif tanpa
dan juga faktor dalam populasi sendiri yang mengganggu musuh-musuh alami dapat dilakukan
mengendalikan perkembangan populasi tersebut. dengan cara (1) penggunaan pestisida selektif
345
J. Hort. Vol. 21 No. 4, 2011

dengan dosis minimal, (2) penggunaan pestisida Rancangan penelitian yang digunakan pada
pada daerah/tempat pertanaman secara terbatas, setiap kegiatan ialah acak kelompok terdiri
yaitu tempat terjadinya ledakan hama, (3) atas enam perlakuan termasuk kontrol dengan
penggunaan umpan beracun, dan (4) aplikasi empat ulangan. Data peubah pengamatan
pestisida berdasarkan ambang pengendalian hama dianalisis dengan sidik ragam, jika terdapat
sasaran. Salah satu insektisida yang diketahui perbedaan pengaruh perlakuan yang nyata, maka
selektif terhadap B. tabaci dan predator M. dilanjutkan dengan uji lanjut LSD pada taraf nilai
sexmaculatus antara lain teflubenzuron 50 EC, kepercayaan 5%.
imidakloprid 200 SL, dan metidation 25 WP
(Setiawati et al. 2007). Perbanyakan Serangga
Serai wangi (Cymbopogon nardus) merupakan Bemisia tabaci dan M. sexmaculatus yang
tumbuhan yang banyak digunakan sebagai digunakan dalam penelitian diperoleh dari hasil
insektisida nabati. Setiawati et al. (2011) perbanyakan di Rumah Kasa Balitsa. Stadia yang
melaporkan bahwa kandungan yang terdapat digunakan untuk B. tabaci ialah nimfa instar I, II,
pada minyak serai terdiri atas 37 jenis senyawa. III, dan IV, serta untuk M. sexmaculatus ialah
Kandungan yang paling besar ialah sitronela larva dan serangga dewasa (imago).
(35,97%), nerol (17,28%), sitronelol (10,03%),
geranyle acetate (4,44%), elemol (4,38%), Metode Pengujian
limonene (3,98%), dan citronnellyle acetate
Metode pencelupan (Dipping method)
(3,51%). Senyawa sitronela mempunyai sifat racun
dehidrasi (desiccant). Racun tersebut merupakan 1. Konsentrasi minyak serai yang digunakan
racun kontak yang dapat mengakibatkan kematian ialah (5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000
karena kehilangan cairan terus menerus. Dengan ppm, masing-masing ditambah dengan 0,05%
demikian, serangga yang terkena racun tersebut Tween 20 sebagai pengemulsi dan perata),
dapat mati karena mengalami kekurangan dan kontrol (air + 0,05% Tween 20).
cairan. Serai wangi dilaporkan efektif untuk 2. Daun terung yang terinfestasi oleh nimfa B.
mengendalikan berbagai jenis hama. Pada tabaci (instar I, II, III, dan IV) dicelupkan
konsentrasi 3.000-5.000 ppm efektif untuk ke dalam larutan minyak serai sesuai dengan
mengendalikan H. armigera pada tanaman cabai perlakuan selama 10 detik dengan empat
merah (Hasyim et al. 2010). Namun demikian, kali ulangan, kemudian ditiriskan dan
selektivitasnya terhadap musuh alami belum dikeringanginkan, lalu diletakkan ke dalam
banyak diketahui. cawan petri (Ø 10 cm) kemudian ditutup
Penelitian ini bertujuan mengetahui (Prabhaker et al. 1985).
kompatibilitas minyak serai dengan predator M. 3. Jumlah masing-masing nimfa yang digunakan
sexmaculatus untuk pengendalian kutukebul pada ialah 20 ekor.
tanaman cabai merah. Hipotesis yang diajukan
ialah penggunaan minyak serai efektif terhadap 4. Pada 48 jam setelah perlakuan (JSP), jumlah
B. tabaci namun aman terhadap predator M. nimfa yang mati dihitung.
sexmaculatus. Metode film kering (Dry film method)
1. Konsentrasi minyak serai yang digunakan
BAHAN DAN METODE
ialah (5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000
Penelitian dilakukan di Laboratorium dan ppm ditambah masing-masing dengan 0,05%
Rumah Kasa Balai Penelitian Tanaman Sayuran Tween 20 sebagai pengemulsi dan perata) dan
(Balitsa) Lembang, pada suhu 27± 20C dan kontrol (air + 0,05% Tween 20).
kelembaban 75-80%, mulai Juni sampai 2. Dengan menggunakan pipet mikro, diteteskan
dengan Desember 2009. Metode penelitian masing-masing 1 ml larutan minyak serai
yang digunakan untuk kutukebul ialah metode yang diuji (ad 1) ke dalam tabung reaksi
pencelupan (dipping method), sedangkan untuk berukuran panjang 20 cm, diameter 3 cm, dan
predator M. sexmaculatus film kering (dry film) disebarkan secara merata ke seluruh tabung
dan odor effect. reaksi.
346
Setiawati, W. dan R. Murtiningsih : Kompatibilitas
Minyak Serai dengan Predator ...

3. Setelah kering, ke dalam tabung reaksi po - pc


tersebut dimasukkan masing-masing 10 ekor
P= x 100%
larva/imago M. sexmaculatus. Tiap perlakuan
100 - pc
diulang empat kali (40 ekor/perlakuan).
di mana:
4. Pengamatan mortalitas larva dan imago
dilakukan pada 1, 3, 6, 12, 24, dan 48 JSP. P = Persentase jumlah serangga yang mati
setelah dikoreksi,
Odor effect method Po = Persentase jumlah serangga yang mati
1. Konsentrasi minyak serai yang digunakan karena perlakuan minyak serai,
ialah (5.000, 4.000, 3.000, 2.000, dan 1.000 Pc = Persentase jumlah serangga yang mati pada
ppm masing-masing ditambah dengan 0,05% kontrol (mortalitas alami).
Tween 20) dan kontrol (air + 0,05% Tween
3. Mencari garis regresi probit, yaitu hubungan
20).
antara logaritma konsentrasi dengan probit
2. Dengan menggunakan pipet mikro, diteteskan mortalitas untuk tiap perlakuan minyak serai
masing-masing 1 ml larutan minyak serai yang diuji, baik terhadap masing-masing
yang diuji (ad 1) ke dalam kapas kemudian nimfa B. tabaci maupun terhadap larva dan
digantungkan pada mulut tabung reaksi. imago M. sexmaculatus.
4. Ke dalam tabung reaksi dimasukkan masing- 4. Penghitungan nilai LC50 tiap insektisida yang
masing 10 ekor larva/imago M. sexmaculatus. diuji terhadap masing-masing serangga uji
Tiap perlakuan diulang empat kali (40 ekor/ dilakukan dengan analisis probit menurut
perlakuan). Busvine (1971).
5. Pengamatan mortalitas larva dan imago
dilakukan pada 1, 3, 6, 12, 24, dan 48 JSP.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penentuan Nilai LT50
Hasil pengamatan terhadap mortalitas nimfa
Untuk menentukan nilai LT 50 minyak B. tabaci akibat perlakuan minyak serai disajikan
serai pada nimfa B. tabaci digunakan metode pada Tabel 1. Pada tabel tersebut dapat dilihat
pencelupan. Konsentrasi yang digunakan bahwa konsentrasi minyak serai dan stadia nimfa
disesuaikan dengan hasil penelitian penentuan yang digunakan sangat memengaruhi mortalitas
nilai LC 50 (penelitian tahap I). Pengamatan nimfa. Hal itu menunjukkan bahwa semakin
mortalitas B. tabaci dilakukan pada 1-6 hari tinggi konsentrasi minyak serai yang digunakan,
setelah perlakuan (HSP). maka semakin tinggi mortalitas B. tabaci yang
Menentukan Nilai LC50 terjadi. Minyak serai pada konsentrasi 2.000-
5.000 ppm merupakan konsentrasi yang paling
Data hasil pengamatan digunakan untuk
efektif membunuh nimfa B. tabaci pada berbagai
menghitung nilai LC50 untuk tiap insektisida
stadia dan berbeda nyata bila dibandingkan
yang diuji terhadap larva B. tabaci dan M.
dengan kontrol (P > 0,05). Hasil serupa dilaporkan
sexmaculatus, dengan cara sebagai berikut :
oleh Abramson et al. (2006) bahwa minyak
1. Persentase kematian (mortalitas) nimfa serai pada konsentrasi 3.000-7.000 ppm efektif
B. tabaci dan M. sexmaculatus, untuk terhadap menekan populasi kutudaun (Hyadaphis
tiap perlakuan insektisida yang diuji dan foeniculi).
kontrol, dihitung pada 48 JSP dengan cara
Tabel 2 menunjukkan bahwa LC50 minyak
membandingkan jumlah serangga yang mati
serai terhadap nimfa B. tabaci instar I sampai
dengan jumlah serangga uji yang digunakan
dengan instar IV berturut-turut sebesar 1.266,48,
dikalikan 100%.
1.755,81, 2.305,46, dan 2.343,59 ppm. Hasil
2. Rerata persentase kematian serangga dikoreksi penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat
menggunakan rumus Abbot (Busvine 1971) kepekaan nimfa B. tabaci terhadap minyak serai
sebagai berikut : berbeda berdasarkan konsentrasi minyak serai

347
J. Hort. Vol. 21 No. 4, 2011

Tabel 1. Mortalitas nimfa B. tabaci pada beberapa stadia akibat perlakuan berbagai konsentrasi
minyak serai (Mortality of B. tabaci nymphs at various stages after treatment of citronella
oil at various concentrations)
Mortalitas (Mortality), %
Konsentrasi
(Concentrations), ppm Instar I Instar II Instar III Instar IV
(1st instar) (2nd instar) (3rd instar) (4th instar)
0 (Kontrol/control) 4,30 ± 2,6 b 3,17 ± 1,1 b 2,50 ± 1,8 b 1,10 ± 0,9 b
1.000 12,83 ± 7,1 ab 10,00 ± 2,7 b 20,65 ± 6,3 b 28,75 ± 3,1 ab
2.000 59,43 ± 4,0 a 43,55 ± 1,3 a 36.75 ± 2,0 b 37,50 ± 15,1 ab
3.000 77,81 ± 3,7 a 62,27 ± 6,3 a 64,52 ± 2,2 a 43,75 ± 8,1 a
4.000 85,00 ± 9,0 a 70,10 ± 5,2 a 50,00 ± 7,9 a 53,75 ± 6,7 a
5.000 86,76 ± 8,1 a 87,64 ± 3,0 a 74,19 ± 3,0 a 77,70 ± 10,7 a
KK (CV), % 7,07 6,50 18,82 12,94

Tabel 2. Nilai LC50 minyak serai pada berbagai stadia nimfa B. tabaci (LC50 of citronella oil
on four stage of nymphs of B. tabaci at various stages)
Nimfa (Nymph) LC50, ppm Fiducial limit, ppm Slope
Instar I (1st instar) 1.266,48 1.029,18 – 2.130,21 3,47 ± 0,15
Instar II (2nd instar) 1.755,81 1.318,10 – 2.922,12 6,24 ± 0,46
Instar III (3rd instar) 2.305,46 1.956,17 – 18.091,76 8,20 ± 0,18
Instar IV (4th instar) 2.343,59 1.731,67 – 42.713,19 1.41 ± 0,26
Rerata (Mean) 1.917,84

dan stadianya. Konsentrasi minyak serai yang Berdasarkan nilai LT 50 terlihat adanya
diperlukan untuk menyebabkan kematian nimfa perbedaan waktu untuk mematikan 50% nimfa
instar muda (I dan II) lebih rendah dibandingkan B. tabaci (instar I-IV). Nilai LT50 berhubungan
dengan nimfa instar tua (III dan IV). Berdasarkan dengan instar nimfa yang digunakan, semakin
kenyataan tersebut, maka pengendalian B. tabaci lanjut instar B. tabaci yang digunakan, maka
dengan minyak serai sebaiknya dilakukan pada nilai LT50 semakin tinggi kecuali untuk instar
nimfa instar muda. Oleh karena itu perlu ada III. Hal ini kemungkinan terjadi karena jumlah
monitor hama di lapangan. makanan yang diambil oleh instar III lebih
Dilihat dari nilai kemiringan garis regresi banyak, sehingga minyak serai yang diserap juga
(slope), nimfa B. tabaci instar II dan III memiliki semakin banyak. Waktu yang paling singkat
nilai tertinggi dibandingkan dengan instar I ditemukan pada instar I sebesar 2,46 hari dan
ataupun instar IV. Semakin besar nilai kemiringan, tertinggi terdapat pada instar IV sebesar 3,43
maka tanggap populasi terhadap insektisida hari dengan rerata sebesar 2,95 hari (Tabel 3).
semakin homogen. Pada populasi yang homogen Coudriet et al. (1985) melaporkan bahwa pada
kepekaan setiap individu terhadap insektisida perlakuan yang menggunakan pestisida nabati
relatif sama (Himawati 2003). yang berasal dari tanaman nimba, mortalitas
nimfa B. tabaci terjadi pada 2-5 HSP. Kumar dan
Tabel 3. LT 50 minyak serai terhadap Poehling (2007) melaporkan bahwa mortalitas B.
berbagai stadia nimfa B. tabaci tabaci mencapai 100% terjadi pada hari keempat
(Lethal time of citronella oil on setelah perlakuan, sedangkan bila menggunakan
four stage of nymphs of B. tabaci at insektisida abamektin mortalitas 100% terjadi
various stages) pada 24 JSP.
Nimfa (Nymph) LT50, Hari (Days) Hassan (1985) menetapkan bahwa kategori
Instar I (1 st instar) 2,46 hasil evaluasi pengaruh samping insektisida
Instar II (2 nd instar) 3,02 di laboratorium terhadap keamanan musuh
Instar III (3 rd instar) 2,87 alami, yaitu aman (mortalitas <50%), sedang
Instar IV (4 th instar) 3,43 (mortalitas 50-79%), berbahaya (mortalitas
Rerata (Mean) 2,95 80-99%), dan sangat berbahaya (>99%). Hasil
348
Setiawati, W. dan R. Murtiningsih : Kompatibilitas
Minyak Serai dengan Predator ...

Tabel 4. Pengaruh beberapa konsentrasi minyak serai terhadap mortalitas larva dan imago
predator M. sexmaculatus (The effect of citronella oil on mortality larvae and adult
of M. sexmaculatus at various concentrations)
Minyak serai Larva (larvae) Imago (Adult)
(Citronella oil), ppm Dry film Odor effect Dry film Odor effect
5.000 90,00 ± 5,36 a 87,50 ± 1,87 a 50,00 ± 3,7 a 27,50 ± 3,0 a
4.000 80,00 ± 0,77 a 62,50 ± 2,88 ab 20,50 ± 2,2 ab 20,00 ± 0,9 a
3.000 70,00 ± 1,27 a 70,00 ± 1,08 a 17,65 ± 1,3 ab 17,50 ± 5,0 a
2.000 70,00 ± 2,78 a 50,00 ± 1,7 ab 11,75 ± 3,2 ab 15,00 ± 1,3 a
1.000 50,00 ± 1,90 a 27,50 ± 4,0 b 8,75 ± 1,8 b 10,00 ± 0,37 a
KK (CV) (%) 11,40 10,04 13,23 14,69

penelitian pengaruh minyak serai terhadap larva Hal ini menunjukkan bahwa minyak serai pada
M. sexmaculatus dengan metode film kering konsentrasi 1.000-5.000 ppm aman terhadap
menunjukkan bahwa mortalitas akibat kontak imago M. sexmaculatus. Hasil serupa dilaporkan
dengan minyak serai berkisar antara 50-90%. oleh Kimbaris et al. (2010) yang menyatakan
Peningkatan konsentrasi minyak serai dari bahwa essential oil aman terhadap predator M.
1.000 ppm sampai dengan 5.000 ppm tidak sexmaculatus dan Adalia bipunctata. Abransom
menunjukkan peningkatan mortalitas yang et al. (2006) melaporkan bahwa minyak serai
berbeda nyata (Tabel 4). pada konsentrasi 1.000-5.000 ppm aman terhadap
Pada metode odor effect mortalitas larva M. predator Cycloneda sanguinea L. (Coleoptera:
sexmaculatus berkisar antara 27,50-87,50%. Coccinelidae).
Hasil analisis probit menunjukkan bahwa nilai Rendahnya imago M. sexmaculatus yang
LC50 untuk larva M. sexmaculatus masing-masing mati menunjukkan bahwa imago tersebut tidak
sebesar 1.658,55 ppm (odor effect) dan 1.001, 310 sensitif terhadap minyak serai yang digunakan.
(dry film). Berdasarkan hasil percobaan, minyak Insektisida dapat meracuni serangga apabila
serai mempunyai pengaruh sedang terhadap masuk ke dalam tubuh serangga tersebut melalui
larva M. sexmaculatus. Konsentrasi minyak difusi jaringan inang dan diteruskan melalui
serai yang aman untuk larva ialah 1.000 ppm bila kutikula dan trakhea. Apabila serangga sensitif
diaplikasikan secara kontak dan 1.000-2.000 ppm terhadap minyak serai, maka serangga mengalami
bila diaplikasikan sebagai odor effect. kematian (Stark et al. 1992).
Mortalitas imago M. sexmaculatus pada Berdasarkan konsep pengendalian secara
kedua metode yang digunakan (dry film dan alami, populasi hama tidak harus dimusnahkan,
odor effect) lebih rendah dibandingkan dengan namun ditekan sampai di bawah ambang
pada larva. Mortalitas berkisar antara 8,75- pengendalian agar musuh alami dapat
50%, dengan nilai LC50 masing-masing sebesar berkembang. Gambar 1 dan 2 menunjukkan
28.293,84 ppm dengan fiducial limitnya sebesar bahwa pada konsentrasi 2.000 ppm (LC50 rerata
2.811,34-284.754,86 ppm (odor effect) dan nimfa B. tabaci) mortalitas M. sexmaculatus
9.353,683 ppm dengan fiducial limitnya sebesar sangat dipengaruhi oleh stadia M. sexmaculatus
3.479,889-25.142,001 ppm (dry film) (Tabel 5). dan teknik aplikasi yang digunakan. Larva M.

Tabel 5. Nilai LC50 minyak serai terhadap larva dan imago predator M. sexmaculatus (LC50
of citronella oil to larvae and adult of M. sexmaculatus at various stages)
Metode/stadia (Methods/stages) LC50, ppm Fiducial limit, ppm Slope
Odor effect
Larva (Larvae) M. sexmaculatus 1.658,55 525,544 – 5.234,192 1,25
Imago (Adult) M. sexmaculatus 28.293,84 2.811,34 – 284.754,86 0,91
Dry film
Larva (Larvae) M. sexmaculatus 1.001,310 380,975 – 2.631,726 0,81
Imago (Adult) M. sexmaculatus 9.353,683 3.479,889 – 25.142,001 1,50

349
J. Hort. Vol. 21 No. 4, 2011

40
Mortalitas larva (Lariae mortality), %
35

30
25
20

15

10

5
0
1 JSP (HAT) 3 JSP (HAT) 6 JSP (HAT) 12 JSP (HAT) 24 JSP (HAT) 48 JSP (HAT)

Waktu pengamatan (Observation time)

Dryfilm Ordor effect

Gambar 1. Pengaruh aplikasi minyak serai pada konsentrasi 2.000 ppm terhadap mortalitas
larva M. sexmaculatus (The effect of application of citronella oils on larvae of M.
sexmaculatus at 2,000 ppm)

25
Mortalitas imago (Adult mortality), %

20

15

10

0
1 JSP (HAT) 3 JSP (HAT) 6 JSP (HAT) 12 JSP (HAT) 24 JSP (HAT) 48 JSP (HAT)

Waktu pengamatan (Observation time)

Dryfilm Ordor effect

Gambar 2. Pengaruh aplikasi minyak serai pada konsentrasi 2.000 ppm terhadap mortalitas
imago M. sexmaculatus (The effect of application of citronella oils on adult of M.
sexmaculatus at 2,000 ppm)

sexmaculatus lebih peka dibandingkan dengan KESIMPULAN


imago M. sexmaculatus. Metode dry film lebih
membahayakan predator M. sexmaculatus 1. Aplikasi minyak serai pada konsentrasi 2.000-
dibandingkan dengan odor effect. Hal ini 5.000 ppm efektif untuk menekan populasi
menunjukkan bahwa penggunaan minyak serai nimfa B. tabaci instar I dan II, sedangkan
lebih aman bila aromanya (odor effect) yang untuk instar III dan IV pada konsentrasi
digunakan atau sebagai penolak serangga 3.000-5.000 ppm.
dibandingkan bila diaplikasikan pada tanaman.
350
Setiawati, W. dan R. Murtiningsih : Kompatibilitas
Minyak Serai dengan Predator ...

2. Nilai LC 50 untuk nimfa B. tabaci instar 8. Hassan, S.A. 1985. Standard Methods to Test the Side
I-IV berturut-turut ialah sebesar 1266,48, Effects of Pesticides on Natural Enemies of Insect and
Mite Developed by the IOBC/WPRS Working Group
1.755,81, 2.305,46, dan 2.343,59 ppm. Pada “Pesticides and Beneficial Organism”. Bulletin OEPP/
konsentrasi 2.000 ppm, LT50 minyak serai EPPO. 15:214-255.
adalah sekitar 2,95 HSP. 9. Hasyim, A., W. Setiawati, dan R. Murtiningsih. 2010.
Efikasi dan Persistensi Minyak Serai sebagai Biopestisida
3. Minyak serai yang aman untuk larva predator terhadap Helicoverpa armigera Hubn. (Lepidoptera :
M. sexmaculatus ialah pada konsentrasi 1.000 Noctuidae). J. Hort. 20(4):377-386.
ppm bila diaplikasikan secara kontak dan 10. Himawati, M.K. 2003. Toksisitas Metoksifenozida
1.000-2.000 ppm bila diaplikasikan sebagai terhadap Helicoverpa armigera. Agrosains. 5(1):40-47.
odor effect. 11. Khan, M.R and M.R. Khan. 2002. Mass Rearing of
Menochilus sexmaculatus Fabricum (Coccineliidae) on
4. Minyak serai pada konsentrasi 1.000- Natural and Artificial Diets. Int. J. Agri. & Biol. 04:107-
5.000 ppm aman terhadap imago M. 109.
sexmaculatus. 12. Kimbaris, A.C.,  D. P. Papachristos, A. Michaelakis, A. F.
Martinou, and M. G. Polissiou. 2010. Toxicity of Plant
5. Aplikasi minyak serai pada konsentrasi Essential oil Vapours to Aphid Pests and Their Coccinellid
2.000 ppm yang diaplikasikan sebagai odor Predators. Biocontrol Sci. and Technol. 20(4):411-422.
effect dapat digunakan sebagai insektisida 13. Kumar, P and H.M. Poehling. 2007. Effects of
alami untuk pengendalian B. tabaci dan Azadirachtin, Abamectin, and Spinosad on Sweetpotato
Whitefly (Homoptera: Aleyrodidae) on Tomato Plants
aman serta kompatibel dengan predator M.
Under Laboratory and Greenhouse Conditions in the
sexmaculatus. Humid Tropics. J. Econ. Entomol. 100:411-420.
14. Lapidot, M. and M. Friedmann. 2002. Breeding for
Resistance to Whitefly-transmitted Geminiviruses. Ann.
PUSTAKA Appl. Biol. 140:109-127.
1. Abramson, C.L, P. A. Wanderley, M. J. A. Wanderley, A. 15. Lima, L.H.C., D. Navia, P.W. Inglis., and M.R.V. Oliveria.
J. S. Mina, and O. B. de Souza. 2006. Effect of Essential 2000. Survey of Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera:
Oil from Citronella and Alfazema on Fennel Aphids Aleyrodidae) Biotypes in Brazil Using RAPD Markers.
Hyadaphis foeniculi Passerini (Hemiptera: Aphididae) Gen. and Molecular Biol. 23:781-785.
and its Predator Cycloneda sanguinea L. (Coleoptera: 16. Mohamad Roff, M.N., S.A.N. Khalid, A.B. Idris, R.Y.
Coccinelidae). Am. J. Environ. Sci. 3(1):9-10. Othman, and S. Jamaludin. 2005. Status of whiteflies as
Plant Pest and Virus Vector on Vegetables and Prospect
2. Barro, D.E, P.J., A. Bourne, S.A. Akhan, and V.A.L.
for Control in Malaysia. In Te-Yeh Ku and Ching-Ling
Brancatini. 2006. Host Plant and Biotype Density
Wang (Eds.). Procceding of the International Seminar on
Interactions - Their Role in the Establishment of the
Whitefly Management and Control Strategy. Taichung,
Invasive B Biotype of Bemisia tabaci. Biol. Invasions.
Taiwan. Oct 3-8, 2005. pp. 229-241.
8:287-294.
17. Morales, F.J. and P.K. Anderson. 2001 The Emergence
3. Busvine, J.R. 1971. A Critical Review of the Techniques
and Dissemination of Whitefly-transmitted Geminiviruses
for Testing Insecticides. Commonwealth Agricultural
in Latin America - Brief Review. Archives of Virol. 146:
Bureau, London. 345. pp.
415-441.
4. Coudriet, D.L., N. Prabhaker, and D. E. Meyerdirk,
18. Muharam, A. dan W. Setiawati. 2007. Teknik Perbanyakan
1985. Sweet Potato Whitefly (Homoptera, Aleyrodidae)
Masal Predator Menochilus sexmaculatus Pengendali
- Effects of Neemseed Extract on Oviposition and
Serangga Bemisia tabaci Vektor Virus Kuning pada
Immature Stages. Environ Entomol. 14:776-779.
Tanaman Cabai Merah. J. Hort. 17(4):365-373.
5. Eusebio, E.A.J. 2005. Developments in White Fly
Management in the Philippines. In Te-Yeh Ku and 19. Naranjo, S. E., P. C. Ellsworth., C.C. Chu, and T.J.
Ching-Ling Wang (Eds.). Procceding of the International Henneberry. 2002. Conservation of Predatory Arthropods
Seminar on Whitefly Management and Control Strategy. in Cotton: Role of Action Thresholds for Bemisia tabaci
Taichung, Taiwan. Oct 3 – 8, 2005. Pp. 173-182. (Homoptera: Aleyrodidae). J. Econ. Entomol. 95(4):
682-691.
6. Fernandes, M.E.S., F.L. Fernandes, M.C. Picanço, 20. ____________. and D.H. Akey. 2005. Conservation of
R.B. Queiroz, R.S. Silva, and A.A.G. Huertas. 2008. Natural Enemies in Cotton: Comparative Selectivity of
Physiological Selectivity of Insecticides to Aphis Acetamiprid in the Management of Bemisia tabaci. Pest.
mellifera (Hymenoptera: Aphidae) and Protonectarina Manag. Sci. 61(6):555-566.
sylveirae (Hymenoptera: Vespidae) in Citrus. Sociobiol.
21. Nopempeth, B. 2005. Management of White Flies of
51:765-774.
Economic Important in Thailand. In Te-Yeh Ku and
7. Gerling. D., O. Alomar, and J. Arno. 2001. Biological Ching-Ling Wang (Eds.). Procceding of the International
Control of Bemisia tabaci Using Predator and Parasitoids. Seminar on Whitefly Management and Control Strategy.
Crop Protec. 20(9):779-799. Taichung, Taiwan. Oct 3-8, 2005. pp. 157-170.
351
J. Hort. Vol. 21 No. 4, 2011

22. Parrella, M. P. 1995. Managing the Silverleaf Whitefly. In 27. _______________________________. 2008. Pengaruh
Bannar, W. and M. Klopmeyer (Eds.). Proceedings for the Varietas dan Sistem Tanam Cabai Merah terhadap
Eleventh Conference on Insect and Disease Management Penekanan Populasi Hama Kutukebul. J. Hort. 18(1):55-
on Ornamentals, 18-20 February, 1995, Fort Meyers, 61.
FL. Society of American Florists, Alexandria, VA, pp. 28. ____________, W., A. Hasyim, and,. R. Murtiningsih.
131-150. 2011. Laboratory and Field Evaluation of Essential Oils
23. Pinheiro, P. V., E. D. Quintela, J. P. de Oliveira, and J. C. from Cymbopogon nardus as Oviposition Deterrent and
Seraphin. 2009. Toxicity of Neem Oil to Bemisia tabaci Ovicidal Activities Against Helicoverpa armigera Hubner
Biotype B Nymphs Reared on Dry Bean. Pesq. Agropec. on Chili Pepper. IJAS. 12(1):9-16
Bras. Brasília. 44(4):354-360. 29. Sosromarsono, S dan K. Untung. 2006. Keanekaragaman
24. Prabhaker, N., D.L. Coudriet, and D.E. Meyerdirk. 1985. Hayati Arthropoda Predator dan Parasitoid di Indonesia
Insecticide Resistance in the Sweet Potato Whitefly, dan Pemanfaatannya. http://kasumbogo.staff.ugm.ac.id/
Bemisia tabaci (Homoptera : Aleyrodidae). J. Econ. detailarticle [4 Agustus 2011].
Entomol. 78:748-752. 30. Stark, J.D., T.Y. Wong, Roger, and R.K. Thalman. 1992.
25. Setiawati, T.A. Soetiarso, and A.S. Duriat. 2005. Whitefly Survival, Longevity, and Reproduction of Tephritid Fruit
and its Control in Indonesia. In Te-Yeh Ku and Ching- Fly Parasitoid (Hymenoptera : Braconidae) Reared from
Ling Wang (Eds.). Procceding of the International Fruit Flies Exposed to Azadirachtin. J. Econ. Entomol.
Seminar on Whitefly Management and Control Strategy. 58:1125-1130.
Taichung, Taiwan. Oct 3-8, 2005. Pp. 211-225. 31. Zhang,G.F., L.Z. Chuang, and W.F. Hao. 2007. Detection
26. ________, W.,K. Udiarto, dan T.A. Soetiarso. 2007. of Bemisia tabaci Remains in Predator Guts Using a
Selektivitas Beberapa Insektisida terhadap Hama Sequence Characterized Amplified Region Marker.
Kutukebul (Bemisia tabaci Genn.) dan Predator Entomol. Experimentalis et Applicata. 123(1):81-90.
Menochilus sexmaculatus Fabr. J. Hort. 17(2):168-174.

352

Anda mungkin juga menyukai