Anda di halaman 1dari 6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 BENCANA TSUNAMI

Tsunami merupakan bencana yang tidak dapat diprediksi waktu kemunculannya, namun jika terjadi
dapat menimbulkan kerusakan dan dampak yang besar, Daya rusak bencana tsunami sangat dahsyat
terutama di wilayah pesisir dan dapat menjangkau wilayah yang cukup luas hingga puluhan kilometer
dari garis pantai. Daerah yang masih mempunyai potensi mendapat kerusakan karena terpaan
gelombang tsunami disebut dengan daerah rawan bencana tsunami (LAPAN, 2015).

Bencana tsunami merupakan bencana alam yang paling mematikan (Wei Chek et al., 2020). Dan
berbahaya di daerah yang rawan terkena bencana, tsunami juga merupakan rangkaian gelombang
lauttyang memicu dan terjadiikarena adanyaapergeseran di dasar lauttyang diakibatkan oleh gempa
bumi. Di daerah yang rawan terkena tsunami, bencana ini bisa dikatakan bencana yang berbahaya,
karena bencana ini bisa merenggut banyak nyawa dan juga menimbulkan terjadinya kerusakan
lingkungan alam dan sekitarnya.

Tsunami (berasal dari Bahasa Jepang: Tsu = pelabuhan, Nami = gelombang, secara harafiah berarti
“ombak besar di pelabuhan”) yang artinya adalah perpindahan badan air atau gelombang laut yang
terjadi karena adanya gangguan impulsif. Gangguan impulsif tersebut terjadi akibat adanya perubahan
bentuk dasar laut yang disebabkan oleh perubahan permukaan laut secara vertikal dengan tiba-tiba
(Pond and Pickard, 1983) atau dalam arah horizontal (Tanioka and Satake, 1995).

Perubahan permukaan laut tersebut bisa disebabkan oleh gempa bumi yang berpusat di bawah laut,
letusan gunung berapi bawah laut, longsor bawah laut, atau atau hantaman meteor di laut. Gelombang
tsunami dapat merambat ke segala arah. Tenaga yang dikandung dalam gelombang tsunami adalah
tetap terhadap fungsi ketinggian dan kelajuannya. Di laut dalam, gelombang tsunami dapat merambat
dengan kecepatan 500-1000 km per jam. Setara dengan kecepatan pesawat terbang. Ketinggian
gelombang di laut dalam hanya sekitar 1 meter. Dengan demikian, laju gelombang tidak terasa oleh
kapal yang sedang berada di tengah laut.

2.1.1 Penyebab Terjadinya Tsunami

a. Gempa Bumi

Gempa bumi yang terjadi di bawah laut merupakan penyebab paling mengakibatkan dasar laut naik atau
turun secara tiba-tiba, yang menyebabkan gangguan keseimbangan air yang ada di atasnya. Hal ini
mengakibatkan terjadinya aliran energi laut, yang ketika sampai di pantai menjadi tsunami. Meskipun
demikian tidak semua gempa yang terjadi di bawah laut menyebabkan tsunami. Gempa bumi dibawah
laut yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut :

1) Gempa bumi yang terjadi di dasar laut.

2) Pusat gempa kurang dari 30 km dari Permukaan laut


3) Magnitudo gempa lebih besar dari 6,0 SR 4) Jenis pensesaran gempa tergolong sesar vertikal
(sesar naik atau turun).

b. Letusan Gunung Berapi di Dasar Laut

Gunung berapi bisa berada juga di bawah laut, dalam hal ini dikenal sebagai gunung berapi bawah laut.
Jika letusan gunung berapi terjadi di darat, tsunami akan cenderung disebabkan oleh material dan lahar
dari gunung berapi yang mengalir ke laut sehingga menyebabkan riak besar air laut. Sedangkan jika
letusan terjadi di bawah laut, maka kekuatan letusan yang sangat besar akan mengirimkan getaran dan
menimbulkan riak air. Kemudian air di laut akan pecah menjadi gelombang yang melintasi lautan hingga
bersentuhan dengan pantai. Di sinilah, tsunami terbentuk. Meskipun letusan gunung merapi sangat
jarang terjadi, tetapi dampak yang ditimbulkan sangatlah besar terutama bila terjadi letusan gunung
merapi di bawah permukaan laut.

c. Longsor Bawah Laut

Longsor bawah laut terjadi akibat tabrakan antara lempeng benua dan lempeng samudra yang
disebabkan oleh gempa dan perubahan air laut. Proses ini membentuk palung laut dan pegunungan
secara tiba-tiba yang berpengaruh pada pergerakan volume air yang mendadak. Tsunami yang terjadi
akibat longsoran bawah laut ini dikenal dengan nama tsunamic submarine landslide.

d. Hambatan Meteor Laut

Jatuhnya meteor yang berukuran besar di laut juga merupakan penyebab terjadinya Tsunami. Tsunami
juga dapat disebabkan oleh meteor yang jatuh di atas laut. Penggambarannya kira kira seperti melempar
bola bowling ke atas kolam renang yang menyebabkan rentetan gelombang yang cukup besar di tepi
kolam. Dapat dikatakan peristiwa ini sangat jarang terjadi, tetapi apabila meteor jatuh ke permukaan
laut dengan diameter yang cukup besar maka akan menyebabkan tsunami yang amat besar (mega
tsunami).

2.2. TEMPAT PENGUNGSIAN

Tempat Pengungsian adalah tempat tinggal sementara selama korban bencana mengungsi, baik berupa
tempat penampungan massal maupun keluarga, atau individual sesuai standar pelayanan minimum dan
dilengkapi dengan utilitas dasar yang dibutuhkan (BNPB, 2018). Tujuan utama dari tempat pengungsian
adalah untuk menyelamatkan nyawa dan memberikan tempat yang aman bagi orang-orang yang
terlantar akibat kejadian tersebut. Tempat-tempat pengungsian biasanya dilengkapi dengan fasilitas
dasar seperti tempat tidur, makanan, air minum, dan perawatan medis, serta dapat menjadi tempat
sementara bagi warga yang kehilangan rumah atau tempat tinggal akibat bencana.

Tempat pengungsian juga dapat berperan sebagai pusat koordinasi untuk penyelenggaraan bantuan dan
evakuasi. Selain itu, tempat pengungsian sering kali memiliki aturan tertentu, seperti jam malam dan
pembatasan aktivitas, guna menjaga keamanan dan kenyamanan pengungsi. Dalam situasi krisis,
tempat-tempat pengungsian menjadi elemen penting dalam upaya penyelamatan dan pemulihan
komunitas yang terdampak. Tenda-tenda darurat dibangun di lokasi yang relatif aman agar
memudahkan proses pembersihan puing-puing bekas tsunami. Beberapa tempat pengungsian
menggunakan gedung perkantoran yang masih berfungsi dengan baik seperti gedung sekolah dan
perkantoran. Di tempat pengungsian dan tenda darurat inilah bantuan makanan, air bersih, pakaian dan
perlengkapan rumah tangga didistribusikan. Proses ini terjadi mulai minggu pertama hingga satu tahun
pasca tsunami.

Hunian sementara dalam bentuk unit (shelter) memberikan dampak penting terhadap pemenuhan hak
pribadi setiap anggota keluarga terdampak. Sebutan shelter sebenarnya tidak cukup tepat mengingat
shelter biasa dikenal sebagai fasilitas atau gedung evakuasi yang memiliki beberapa lantai sebagai
tempat berlindung sementara. Fenomena konflik, isu sensitif dan kriminalitas yang terjadi sering terjadi
selama masa tinggal di barak yang dialami oleh penghuni barak dapat terkurangi signifikan. Barak
merupakan sebuah hunian sementara yang terbuat dari papan, dihuni oleh beberapa keluarga dan
disekat dengan menggunakan kayu lapis (tripleks) sebagai tanda batas antar penghuni barak. Barak
pengungsian biasanya dibangun di lokasi pengungsian awal tempat didirikannya tenda sementara. Lebih
lanjut barak pengungsian ini biasanya diberikan nama menurut lokasi tempat barak tersebut di bangun
(misal: Barak Bakoy) dan setiap kamar diberikan nomor. Sedangkan shelter biasanya berupa unit
terpisah dengan luasan sedang serta bersifat bangun pasang dan dapat dipindahkan (portable).
Beberapa shelter dibangun di lokasi pengungsian namun ada juga yang dibangun di pekarangan dekat
dengan rumah tempat korban berdomisili sebelum tsunami. Akibat jumlah shelter yang terbatas serta
tidak semua lokasi memungkinkan dibangun shelter, sejumlah besar pengungsi masih harus tinggal di
barak pengungsian hingga rumah permanen selesai dibangun.

2.3 PENYAKIT MENULAR

Penyakit yang menular, yang juga dikenal sebagai penyakit yang dapat berpindah/transmisi
(transmissible disease) atau penyakit yang dapat berkomunikasi (communicable disease) adalah
penyakit akibat suatu infeksi yang dihasilkan dari keberadaan agen mikroba patogen, termasuk di
antaranya adalah virus, bakteri, jamur, protozoa, organisme multiseluler, dan protein menyimpang yang
dikenal sebagai prion. Penularannya (misalnya, influenza) melalui kontak fisik langsung dengan orang
yang sakit maupun orang yang telah terinfeksi berupa sentuhan ataupun penyebaran tetesan dari
bagian tubuhnya (droplet). Penyebaran lainnya melalui sekresi atau kontak tidak langsung seperti
penularan melalui udara (airborne), benda yang terkontaminasi, makanan dan air minum, kontak orang
dengan binatang, tempat penampungan hewan, gigitan serangga, dan tempat penampungan lingkungan
adalah cara lain penularan penyakit menular. Penyakit menular menjadi sangat berbahaya jika obat atau
vaksin penyembuhnya langka atau belum ditemukan, serta jumlah orang yang terinfeksi tidak stabil dan
cenderung meningkat. Situasi penyakit menular menjadi permasalahan internasional bila penyebaran
penularannya dari endemi, epidemi menjadi pandemi dengan tingkat infeksi yang tinggi semakin masif,
sulit diprediksi dan tidak terkendalikan melewati perbatasan nasional, regional, benua dan dunia (Fidle,
1998).

Masalah kesehatan yang disebabkan oleh bencana adalah terjadinya peningkatan potensi penyakit
menular seperti Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA), sakit kulit, gatal-gatal, maupun penyakit tidak
menular. Bencana seringkali menimbulkan kerusakan sistem sanitasi terutama air bersih, juga potensi
wabah (KLB) penyakit yang menular melalui perantara air (water-borne diseases) misal diare dan
leptospirosis. (Pan American Health Organization, 2006 dalam Fathoni, 2015).
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR DI PENGUNGSIAN

3.2 PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DI PENGUNGSIAN

Anda mungkin juga menyukai