ISSN 1411-7525
184 Sudiono & Purnomo J. HPT Tropika, Vol.10, No.2, 2010
Vol. 10, No. 2: 184 – 189, September 2010
ABSTRACT
Application of predators to control whitefly (Bemisia tabaci), an insect vector of yellow diseases of chili in Tanggamus
district on dry and rainy season. The yellow disease is one of the important diseases in chili which is transmitted by whitefly.
Utilization of natural enemy such as predators is one of some methods in controlling whitefly. This study was conducted in
Gisting, Tanggamus District, Lampung province from June 2009 to January 2010. The objective of this research was to
determine effectiveness of controlling whitefly by its predators: Menochilus sp., Micraspis sp., and Paederus sp. The results
showed that Menochilus, Micraspis, and Paederus could effectively decrease the population of whitefly. The three predators
were more effective in rainy than in dry season.
1
Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
Jl. Sumantri Brojonegoro No. 1 Bandar Lampng 35145. E-mail: sudiono@unila.ac.id
Sudiono & Purnomo Penggunaan Predator untuk Mengendalian Kutu Kebul 185
berupa 5 jenis predator dan 1 jenis parasitoid: Paederus Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik
sp., Menochilus sp., Micraspis sp., Delphastus sp, ragam dan dilanjutkan dengan uji perbandingan nilai
Oxyopes sp., dan Encarsia sp. Penelitian ini bertujuan tengah menggunakan BNJ dengan menggunakan
untuk mengetahui efektivitas tiga jenis predator dalam program SAS.
menekan populasi kutu kebul pada pertanaman cabai. Pada bagian lain dirancang suatu percobaan untuk
mengetahui hubungan antara populasi kutu kebul dan
METODE PENELITIAN kejadian penyakit serta hubungannya dengan kehilangan
hasil. Pengamatan dilakukan terhadap satuan percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di lahan petani di yang berisi 25 tanaman cabai. Empat ulangan digunakan
daerah sentra pertanaman cabai Kecamatan Gisting, pada percobaan tersebut.
Kabupaten Tanggamus. Penelitian dilakukan pada
musim kemarau dan musim hujan, mulai bulan Juni 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN
sampai Januari 2010.
Percobaan disusun dalam Rancangan Acak Hasil percobaan pada musim kemarau dan musim
Kelompok, terdiri atas 4 perlakuan (1 kontrol dan 3 jenis hujan menunjukkan bahwa tiga jenis predator yang
predator) dengan 3 ulangan. Perlakuan ditentukan digunakan mampu secara nyata menurunkan populasi
berupa: (1) kontrol (tanaman cabai + 100 ekor kutu kutu kebul pada pertanaman cabai. Setelah 42 hari (6
kebul, tanpa predator), (2) tanaman cabai + 100 ekor minggu setelah pelepasan predator), populasi kutu kebul
kutu kebul dengan 10 pasang predator Menochilus sp., yang berada di dalam kurungan yang berisi predator lebih
(3) tanaman cabai + 100 ekor kutu kebul dengan 10 rendah dibandingkan populasi kutu kebul di dalam
pasang predator Micraspis sp., (4) tanaman cabai + kurungan yang tidak ada predatornya (Tabel 1).
100 ekor kebul dengan 10 pasang Paederus sp. Sebagai Pada pertanaman cabai musim kemarau tidak
satuan percobaan adalah 2 tanaman cabai berumur tiga terlihat perbedaan kemampuan tiga jenis predator.
minggu yang diberi kotak kurungan kain kasa berukuran Namun demikian, ketiganya mampu menekan populasi
60 x 60 x 100 cm. Pengamatan dilakukan setiap minggu kutu kebul untuk menjadi lebih rendah dibandingkan
hingga 6 minggu setelah perlakuan. Pengamatan dengan kontrol. Menochilus dan Micraspis, keduanya
dilakukan terhadap populasi imago kutu kebul yang anggota Famili Coccinellidae merupakan predator
berada di dalam kurungan. Penghitungan populasi kutu dengan kisaran inang yang cukup luas terutama serangga
kebul dilakukan dengan menggunakan hand counter. kelompok kutu-kutuan. Menurut Cock (1993) dalam
Percobaan tersebut di atas dilakukan dua kali musim Gerling (2001), kumbang Menochilus sexmaculatus
pertanaman cabai, yaitu pada musim kemarau dan (Coccinellidae) merupakan predator kutu kebul.
musim hujan. Serangga ini mampu memangsa 200 - 400 ekor nimfa
Tabel 1. Pengaruh pelepasan predator terhadap populasi kutu kebul pada pertanaman cabai
kutu kebul. Sunil et al. (2007) menyatakan bahwa dapat menjadi hama pada tanaman lain seperti pada
populasi Menochilus di lapangan tidak terpengaruh oleh tanaman tembakau (Aidawati et al., 2002). Di sejumlah
kelembaban, temperatur, dan curah hujan. Adapun negara menurut Hironao et al. (1995) beberapa spesies
Micraspis selain memangsa kutu kebul juga mampu kutu kebul kerap menjadi hama penting pada tanaman
memangsa wereng pada pertanaman padi (Galagher, kapas.
1995). Keberadaan predator ternyata sangat bermanfaat
Pada musim hujan kumbang Paederus dalam menekan populasi kutu kebul (Tabel 1).
(Coleoptera: Staphylinidae) memiliki kemampuan yang Penekanan populasi kutu kebul sangat bermanfaat dalam
lebih baik dibandingkan dua jenis kumbang lainnya (Tabel penekanan kejadian penyakit kuning oleh virus gemini.
1). Menurut Heinrich (1994), predator ini aktif mencari Hubungan antara populasi kutu kebul dan kejadian
mangsa pada malam hari dan dapat berenang di air atau penyakit kuning dapat dilihat pada Gambar 1. Pada
pada bagian tanaman. Paederus bersifat polifag, jenis gambar tersebut terlihat bahwa bertambahnya seekor
mangsanya adalah kutu kebul, wereng coklat, wereng kutu kubul per 25 tanaman cabai memungkinkan
hijau, wereng zig-zag, dan wereng punggung putih. bertambahnya kejadian penyakit kuning sebesar 0,4%.
Sudiono & Purnomo (2009) melaporkan Selanjutnya pada Gambar 2 ditunjukkan bahwa
hubungan antara populasi kutu kebul dengan keterjadian peningkatan kejadian penyakit sebesar 1% berpotensi
penyakit kuning menunjukkan korelasi positif, yakni menurunkan hasil 0,67 g per 25 tanaman.
semakin meningkatnya populasi kutu kebul akan Selain mampu menurunkan populasi kutu kebul,
meningkatkan keterjadian penyakit kuning pada tanaman keberadaan predator pada ekosistem pertanian dianggap
cabai. Perkembangan atau penyebaran penyakit memiliki kemampuan yang tinggi dalam beradaptasi
tanaman tidak terlepas dari penyebaran patogen di dengan lingkungan serta memiliki kemampuan
lapangan. Hal ini sesuai dengan kaidah segitiga penyakit memencar yang tinggi dibandingkan jenis musuh alami
yang terdiri dari tanaman inang, patogen dan faktor yang lain (Cisneros & Rosenheim, 1998). Menurut
lingkungan yang mendukung perkembangan penyakit. Wiedmann & Smith (1997), sifat predator yang umumnya
Kutu kebul dalam hal ini bertindak sebagai vektor generalis dapat mencegah terjadinya ledakan populasi
penularan penyakit yang demikian penting. Di Indonesia, hama yang menjadi mangsanya.
sejauh ini belum ada laporan yang menyebutkan kutu Gambar 3 menunjukkan bahwa predator yang
kebul (Bemisia tabaci) bertindak sebagai hama pada lebih lama bertahan adalah Micraspis. Hal ini erat
tanaman cabai, meskipun bukan tidak mungkin kutu kebul kaitannya dengan lama hidup imago Micraspis yang
70 Y = 0,004 + 0,3X
Y = 30+0,4X
r = 0,22
(%)
60 r = 0,22
Penyakit(%)
50
Kejadianpenyakit
40
30
Kejadian
20
10
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
PopulasiKutu
Populasi kutuKebul
kebul(ekor
(ekor
perper 25 tanaman)
tanaman)
memang lebih panjang dibandingkan Menochilus. Hasil ternyata lebih cepat menurun pada musim hujan
penelitian Mari et al. (2004) dan Chowdhury et al. dibandingkan pada musim kemarau. Salah satu karakter
(2008) menyebutkan bahwa lama hidup imago Micraspis musuh alami yang baik adalah ciri bertautan padat,
lebih dari 40 hari, ada pun lama hidup imago Menochilus semakin tinggi populasi inang semakin baik kinerja
30 hari. Pada Gambar 3 tersebut juga terlihat bahwa pemangsaannya, atau sebaliknya ketika populasi inang
populasi predator, seperti halnya populasi kutu kebul rendah makan kinerja pemangsaannya akan menurun.
400
per panen)
tanaman/panen)
350 Y = 234-72X
r = -0,13
300
25 tanaman
250
200
(g/25
150
(g per
Produksi
100
Produksi
50
0
0 10 20 30 40 50 60 70
Kejadian Penyakit (%)
60 Menochilus (K)
(ekor)
kebul(ekor)
Micraspis (K)
50 Paederus (K)
Kutukebul
Menochilus (H)
40 Micraspis (H)
Populasikutu
Paederus (H)
30
Rata-ratapopulasi
K = Kemarau
H = Hujan
20
Rata-rata
10
0
1 2 3 4 5 6
Minggu pengamatan
Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R & Tjahjono B. 1999. Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J &
Virus gemini asal cabai: kisaran inang dan cara Sosromarsono S. 2001. Deteksi virus gemini
penularan. Bull. HPT. 11(2): 26–31. pada cabai di Daerah Istimewa Jogyakarta.
Prosiding Kongres dan Seminar Nasional
Sudiono & Purnomo. 2009. Hubungan antara populasi Perhimpunan Fitopaologi Indonesia XVI,
kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dan penyakit Bogor-Jawa Barat.
kuning pada cabai di Lampung Barat. J. Hama
dan Penyakit Tumbuhan Tropika 9(2): 115–120. Sunil GKr, Laskar N & Senapati SK. 2007. Seasonal
incidence of predator Menochilus sexmaculatus
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R & Sosromarsono S. (Berliner) on brinjal and harmful effect of
2001. Deteksi molekuler dan uji kisaran inang insecticides on the predator. Indian J. Agr. Res.
virus gemini asal tanaman tomat. Prosiding 14(2): abstract.
Kongres dan Seminar Nasional Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia XVI, Bogor-Jawa Barat. Trisusilowati EB, Suseno R, Sosromarsono S, Barizi,
Soedarmadi & Nur MA. 1990. Transmissions,
Sudiono, Yasin N, Hidayat SH & Hidayat P. 2005. serological aspects and morphology of the tobacco
Penyebaran dan deteksi molekuler virus gemini krupuk virus. Indonesia. J. Trop. Agric. 1(2):
penyebab penyakit kuning pada tanaman cabai di 75–79.
Sumatera. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan
Tropika 5(2): 93–97. Wildeman RN & Smith JW. 1997. Attributes of natural
enemies in ephemeral crop habitat. Biol. Contr.
10(1): 16–22.