Anda di halaman 1dari 39

JAMUR ENTOMOPATOGENIK UNTUK PENGENDALIDAN NYAMUK :

SEBUAH TINJAUAN

Abstrak

Penyakit jamur pada serangga adalah halyang umum dan meluas

dan dapat mengurangi populasinya dalam epizootik spektakular. Semua

serangga suseptibel terhadap enyakit jamur, termasuk Diptera. Patogen

jamur seperti Lagenidium, Coelomomycses dan Xulicinomyces diketahui

mampu mempengaruhi populasi nyamuk dan telah diteliti secara luas. Oleh

karena itu ada banyakjamur lain yang menyerang dan juga membunuh

nyamuk pada tahapan alrva dan/atau dewasa. Temuan di tahun 1977 dari

bakterium nyamuk patogen selektif Bacillus ihuringiensis Berliener

israelensis (Bti) meluas dalam berbagai penelitian untuk at kontrol biologi

yang lebihsesuai.d alam beberapa tahun teakhir, perhatian terhadap jamur

pembunuh nymauk terus bergulir terutama tehaap kelanjutan dan

peningkatan kadar resistensi insektisida dan peningkatanr esiko global

penyakit yang ditularkan oleh nyamuk. Tinjauanini menghadirkan

pemutakhiran data yang telah dipubliaksikan pada jamur patogen nyamuk

dan interaksi patogen nyamuk, yang mencakup 13 genera jamur yang

berbeda. tanpa melihat potensi jamur sebagai zat pengontrol nyamuk, hanya

beberapa yang dikomersialisasi dan dipasarkan untuk digunakan dalam

1
program abatemen. Kita mengemukakan bahwa jamur entomopatogenik,

baik yang baru maupun yang sudah ada dengan kemanjuran yang tleah

diperbaharui dapat memberikan kontribusi bagi epngembangan alat

pengendlaidan nyamuk efektif dan ini memberikan kontribusi dalam cara

yang signifikand ans esuai untuk mengontrol penyakit yang ditularkan oleh

vektor seperti malaria, dengue dan filariasis.

Pendahuluan

Pilihan utama dunia untuk bertahan tehadap gigitan nyamuk atau

penularan aparasitnya atau penyakit arbovirus terus menjadi aplikasi

selektif dari isnektisida sintesis residu. Manfat kesehatan bagi msyarakat

diberikan dengan cara ini, keduandya dalam penentuan sumber tropis yang

kurang termasuk zona daerahs edang, yang tidak ditekankan berlebihan dan

menyeleamatkan rautsna nyawa setiap tahun. dikuatkan oleh lobby industri

yang kuat, serta senyawa yang baru dan bersahabat dengan lingkungan telah

menggantikan salah satu yang lebih berbahaya. Terhadap istilah kesehatan

masyarakat dan ekonomi, relaitas dampak lingkungan dan reesistensi

epngembangan terhadap masalah pemkiran khusus terus meningkat. Oleh

karena itu tidak mengherankan bahwa sangat menarik dalam strategi non

kimia alternatif yang terus meningkat dalam dekade terakhir. Penggunaan

zat kontrol biologi seperti ikan predator, bakteri, protozoa dan nematoda

2
adalah telihat menjanjikans ebagaic ara mengontrol populasi nyamuik dan

kemajuan di lapangan juga telah ditinjau. Ketersediaan literatur atas jamur

entomopatogenik untuk mengontrol nyamuk, adalah lebih menyebar dan

terus mendaptkan peninjauan. Tujuan penelitian saat ini adalah untuk

menghimpoun dan memutakhirkan informasi yang tersedia tentang jamur

entomopatogenik yang penting bagi nyamuk. Fokus utamama adalah spesies

yang termasukd alam genera lagenidium Coelomomyces, Entomophtora,

Culicinomyces, beauveria dan Metarhizum, yang membahas potensi dan

penghentian penggunbaan sebagai zat kontrol biologi untuk mengurangi

populasi nyamuk. Tabel 2 mengandung daftar komprehensif dari jamur yang

terisoalsi dan/atau diuji pada nyamuk. Kecuali untuk jamur anamorfik, kita

menggunakan nomenklator taksonomi untuk menyesuaikannya dengan edisi

ke 9 dari jamur.

1. Oomycota

Hubungan filogenetika dari Oomycetes terhadap jamur telah

dieprdebatkans elama beberapa tahun (Kerwin dan peterson 1997).

Pandangan ini adalah bahwa Oomyctes termasuk dalam kingdom Chromista,

yang termasuk alga diatom dan alga coklat. Watermold adalah organisme

akuatik, yang sebagian adalah bersifat parasit larva naymauk fakultatif.

Beberapa genera, seperti Aphanomyces, muncul ke permukaan dari waktu ke

3
waktu pada insektaria nyamuk dan menyebabkan epizootic temproal tetapi

merusak. Yang lain, seperti Leptolegnia, Pythium dan Cryptiloca, meskipun

patogen terhadap nyamuk, namun hanya mendaptkan perhatian yang sangat

terbatas. Lagenidum giganteum adalah spesies akuatik yang dipelajaris ecara

luas dan tesedia secara komerlsial sebagai zat pengontrol nyamuk.

1.1. Leptolegnia

Pada oomycete genus Leptolegnia, hanya Leptolegnia caudata

deBary dan leptolegnia chapmanii RL Seymour yang diisolasid aris erangga.

Leptolegnia caudata adalah terisolasi dari vektor malaria Anopheles

culcifacies giles. Dalam bioassay laboratorium, konsentrasi zoosphore 7 x 10 3

L-1 menyebabkan 100% mortalitas dari Anopheles culcifacies larva setelah 7

hari, dna penuis menekankan inklusi dari jamur ini dalam kampanye kontrol

larva untuk mengurangi penularan malaria. Leptolegnia chapmanii adalah

pertama kali diperhitungkan pada larva Ochlerotatus triseriatus di Lousiana

(USA) tahun 1971. Ini merupakan patogen virulen dari instar pertama dan

kedua dari Aedes aegypti (L) yang encaku 100% kematian dalam 24 jams

etelah kontak. Kurang dari 40% dari instar ketiga dan keempat terinfeksis

etelah 72 jam. Penulis melaporkan suseptibiltias yang sama dari Culex

quinquefasciatus say, Anopheles quadrimaculatus Say dan Anopheles

albimanus Wiedemann pada jamur. Nnakusumana (19786) menemukan

4
100% mortalitas dari larva anopheles gambiae giles setelah 72 jam. Lord et.al

(1988) meneliti potensi jamur terhadap nyamuk rawa air asin Ochlerotatus

taeniorhynchus di Florida, USA. Namun jamur ini gagal embentuk zoospora

dan oleh karena itu menjanjikans edikit potensi untuk mengontrol populasi

nyamuk dalam lingkungan air asin. mcInnis dan Schimmel (1986) meneliti

kisaran hosti Leptolegnia chapnamii dengan pengujiannya dalam enam

serangga akuatik, yang melaporkan ketiadaan infeksi. Leptolegnia spp

adalah mudah dikulturkan in vitro, tetapi cenderung kehilangan aktivitas

larvacidalnya setelah kultur yang lama, albeit dari efek ini dapat direduksi

melalui eprtumbuhanjamur pada media yang aya akan steril. Untuk

informasi yang rinci menyangkut daur hidup leptolegnia dan infeksi larva

nyamuk, lihat Zattau dan mcInnis (1987) dan Seymour (1984).

1.2. Pythium

Sebagian besar spesies termasukd lam genus Phytium adalah

patogen dari tanaman vascular, jamur lain dan alga. Beberapa spesies telah

ditemukan telah ditemukan bersifat patogen terhadap serangga. Pythium sp

menyebabkan tingkat mortalitas yang tinggi dalam kumpulan tiga nyamuk

lubang Ochlerotatus sierrensis, di tahun 1988, Saunders et.al mengisolasi

Poythium flevoense van der Plaats Niterink dari populasi liar Ochlerotatus

sierrensis di California, terjadi dalam 42% dari lubang pohon sapel,

5
meskipun jamur ini menyebabkan infeksi berkisar 14% dari larva selama 21

minggu kontak dengan bioassay laboratorium.

Nnakumusana (1985) menyebutkan bahwa dalam bioassay

labroatorium, spesies Phythium yang tidak teridentifikasi terbukti apgoen

terhadap instar awal dari Aedes aegypti, aedes africanus (Theobald), Aedes

simpsoni (Theobald), Culex quinquefasciatus, Culex trigipes Grandpre dan

Charmoy dan Anopheles gambiae, yang mencapai angka mortalitas antara 50

100%. Dalam uji laboratorium lainnya, spesies Pythium yang tidak

teridentifikasi membunuh larva anopheles freeborni Aitken secara selektif,

Ochlerotatus sierrensis, ochlerotatus triseriatus (Say), Culex tarsalis

Coqukleet, Culiseta Incidens, Culiseta inornata, Orthopodomya californica

Bohart, dan Uranotaenia anhydor dyar yang secara mekanisme diambil

dengan jepitan. Fakta bahwa jamur ini terinfeksis ecara mekanika ioleh larva

yang terluka dari pada larva yang sehat menunjukkan bahwa jamur ini lebih

opportunistik dari pada etnomopatogenik. Bahkan meskipun spesis nyamuk

yang berbeda terbukti lebih suseptibel, Clark dan teman-temannya

menyimpulkan bahwa kondisi di dalam mana thapan yang tidak efektif dari

jamur menjadi zat kontrol yang sangat penting yang sulit untuk dicapai, dan

tidak praktis.

Su et.al (2001) mengisolasi P. carolinianum Matthews dari provinsi

Guizhou, China di tahun 1994. Dalam bioaassay outdoor, pnulis menemukan

6
elvel infeksi 13.3-100% pada larva Culex quinquegasciantus dan

menyebutkan bahwa populasi Aedes albopictus (Skuse) adalah terkontrol

dengan baik tetpi tidak ada persentase infeksi yang diberikan. Tanpa melihat

patogenisitas dari spesies Pythium terhadap nyamuk, secara keseluruhan

tidak dianggap sesuai untuk pengontrolan nyamuk. Untuk informasi

taksonomi yang lebih rinci tentang genus Pythium, lihat van der Plaats

Niterink (1981).

1.3. Lagenidium

Hanya satus pesies genus Lagenidium yang diketauis ebagai parasit

fakulttif dari larva nyamukk yaitu Lagenidium giganteum. Terdirid ri dua

tahapan : oospora (seksual),k dan zoosfora (aseksual). Meskipun jamur ini

disebut lagenidium culicidium Umphleet dalam beberapa publiaksi, namun

yang terakhir ini diperlhatkans ebgai lagenidium giganteum.

Lagenidium giganteum adalah pertama kali dijelaskan oleh Couch

(1935) dari kombinasi koleksi copepod dan larva nyamuk (Culex dan

Anopheles) di Carolina Utara, Amerika Serikat. Distribusi geografisnya

cukup luas : Amerika Utara, Eropa, Afrika, Asia dan Antartika. Jamur ini

menyebabkan kematian besar-besaran pada populasi nyamuk di beberapa

laboratorium, penelitian lapangan berskala besar dan kecil khususnya di

Culex, mansonia, dan spesies anopheles. Uji laboratorium yang dilakukan

7
oleh McCray et.al (1973) memperlihatkan bahwa jamur ini berhasil

menginfeksi dan membunuh larva Aedes aegypti, Ochlerotatus triseriatus,

Aedes medio9vittatus, Ochlerotatus taniorrhynchus Wiedermann,

ochlerotatus sollicitans, Ochlerotatus taeniorhynchus theobald, Culex

qurinquefasciatus dan Xulex restuans Theobald. Anophelines tidak

ditemukan suseptibel. Demikian juga jamur tidak efektif untuk nyamuk

dalam air payau atau habiat akuatik yang kaya secara orgnaik. Jamur ini juga

tidak efektif terhadap Ochlerotatus taeniorhynchus Dyar dan Kbab,

Ochlerotatus tormentoer dyar dan Kbab,. Anopheles crucians Wiedermann,

Culex preccator Dyar dan Kab, Psorophora howardii Coqueillett,

Uranotaenia sapphirine (Osten Sacken), dan Aedes albopicus. Suh dan Axtell

(1999) menemukan virulensi maksimumd ri lagenidium giganteum terhadap

Culex quiquefasciatus pada konsentrasi > 150 zoopsora /ml air pada suhyu

air antara 20 dan 30 C . kelangsungan hidup Zoospora itu sebagaimana

diindikasikan oleh mortalitas lasrva nyamuk adalah sangat besr pada suhu

25 C, dan sama dengan 30, 33 dan 35 C. Tidak ada infeksi yang terjadi pada

17 C dan kurang dari 20% mortalitas lava yang terjadi pada suhu 19 C untuk

beberapa usia zoosfora. Golkar. Etlal (1993) meneliti variasi dalam

suseptibilitas antara culinin yang berbda dan anpheline dari segi ensiksting

zoosfora dan juga reaksi ertahanan. Untuk anopheles gambiae, ditemukan

bahwa meskipun sejumlah besar zoospora menempel pada cutikel dari pada

8
yang bersifat alami, efisiensinya lebih cepat dan intensifnya lebih apdat

dalam reaksi yang mampu melindungi 56% dari spesimen yang kontak dari

kematian. Respon kekebalan ini juga jauh lebih cepat dibandingkan dengan

yang diamati untuk Aedes aegyptii dan Culex pipiens L. Meskipun jumlah

zoosfora yang sangat kecil menempel dan menembus kutikel Aedes aegypti

dan Culex pipies (dibandingkan dengan jumlah yang menempel pada

anopheles gambie) hampir 99% dari kedua spesies itu mati akibat serangan

infeksi jamur. McCray et.al (1973) menemukan bahwa 100% mortalitas dari

beberapa larva Aedes dan culex, termasuk Culex quinquefasciatus. Penelitian

lain menunjukkan bahwa 100% mortalitas berlangsung ketika larva itu amsih

sangat muda. Orduz dan Axtell (1991) melaporkan tingkat virulensi yang

tinggi untuk lasrva yang berusia 1-2 hari, mortalitas sedang pada larva

berusia 3 hari dan mortalitas rendah pada larva berusia 4 5 hari. Karwin

dan Wahsino (1987) mendukung temuan ini dan menyatakan bahwa

zoospora Lagenidium gigantum tidak mengenali isntar terakhir dari spesies

nyamuk yang suseptibel.

Sebagai parasit fakultatif, Lagenidium giganteum dapat tumbuhs

ecara vegettif baiks ebagai aptogen pada larva mosquito ataus ebgai saprofit

dalam lingkungan akuatik. Mempertahankan jamur in vivo, melalui kondisi

padat karya adalahs angat dimungkinkan, tetapi kultur in vitro

menggunakan media yang kompleks dan telah terdefinisi yang lebih praktis

9
secara umum. untuk kultur Lagendiium igantum berskala kecil, media padat

akan digunakan. Untuk produksi berskala besar (10-1000 L), kultur cairand

ari media yang berbasis ekstrak ragi akan dimanfaatkan.

Reproduksi jamur adalah bersifat aseksual (zoosofra) dan seksual

(oospora). Untuk menginfeksi larva nyamuk, zoosfora harus terbentuk.

Biflagelate ini, zoospora motile adalah tahapan aseksuald ari jamur. Ini tidak

memiliki dinding sel dan oleh karena itu terlalu fragile untuk digunakan

langsung untuk mengontrol naymuk. Kelemahan lanjutand ari tahapan

aseksual ini adalah usia yang singkat; zoospora hanya bertahan 48 jam

setelah muncul dari larva yang terifneksi. Permasalahan lanjutan termasuk

perlu mempertahankan myceoium tertap terhidrasi, suseptibiltiasnya dapat

diatasi dengan mengkontaminasi organisme setelah formulasi, kurngnya

stabilitas dalam suhu ekstrimd an juga penanganan khusus yang dibutuhkan

untuk mempertahankan produk yang telah terformualsi menjadi aerob.

Beberapa metode telah diuji coba untuk mengatasi hal ini, misalnya dengan

menyalut jamur dalam beberapa tipe kalsium alginate. Ini terbukti mampu

meningkatkan retensi yang tidak efektif terhadap larva nyamuk dan juga

lebihs esuaid alam penyimpangan, penanganan dan aplikasi. Tingkat kontrol

anopheline misalnya ditemukan meningkat ketika 1% penyumbat alami

ditambahkan pada kapsul.

10
Oospora, tahapans eksual dari Lagenidium giganteum dapat

digunakan sebagai onokulum. Ini merupakan propagu dorman, Ini adalah

merupakan propagule dorman, yang tahan terhadap desikasi dan juga abrsi

mekanika dans tabil untuks etidaknya selama tujuh tahun, yang

memungkinkan keberadaan multivoltine dari jamur pada beberapa habitat.

Namun, hasil poroduksi massa dari oozpopra masih tetap berada di bawah

mycelia yang kurang stabil, dan juga terus menimbulkan masalah dengan

aktivasi spora yang telah menghalangi uji lapoangan berskala besar.

Penelitian terus dilakukan untuk meningkatkan hasil oospora yang

kemudian akan sangat bermanfaat dibandingkan dengan zoospora pada

proram kontrol nyamuk operasional berskala besar.

Zoospora dari amur terlihat tidak terolalu membahayakan bagi

invertebrata akuatik (satu atau spesies pada kelompok hewan dari

Polychaei, Ostracoda, Copepoda, Cladocera, Diptera, Coleoptera, hemiptera

dan odonata), dan pada vertebrata (intik jantan, marmut, tikus, dan kelinci).

Hanya Saphnia spp dan copepod yangdilaporkan oleh Couch (1935), tiga

spesies clasocerean dan spesies chironomid yang dilaporkan oleh Nestrud

dan Anderson (1994) yang ditemukanlebh suseptibel.

Disampng efek yang bukan target ini, produk berbasis Lagenidium

gigantum adalah dikomersialisasi di bawah nama Laginex oleh AgraQuest

(california, USA) hingga 1999. Diklaim ini efektif terhadap Culex spp, tetapi

11
jenis spora yang digunakan tidak disebutkan. Jamur ini adalah kompatibel

dengan zat bakteri Bti dan bacillus sphaericus Meyer dan neide ketika

diguhakan terhadap Culex quinquefasciantus dengan jamur yang memiliki

keuntungan yang berbeda atas Bti dalam mana mampu mendaur ulang air

stagnant, menginfeksi berbagai generasi nyamuk. Dalam uji lapangan

dimana Laginex 25 adalah dibandingkan dengan Vectoac `12 AS, laginex

mengurangi larva Culex quinquefasciatus sebesr 100% selama 22 haris

ementara Vectoac 12 AS membutuhkan perlakuan umum pada hari ke 10.

Hasil dari skala kecil ini dalam uji lapangan di Caqrolina Utara menunjukkan

Lagenidium giganteum yang didaur ulang untuk keseluruhan musim

disampong kelangkaan hosti dan kekeringan jangka pendeks elama infeksi

dimulaid ari 0 100%. Uji coba lapangan berskala besar di sawat di

California, mengunakan mycelum 20 atau 30 liter bir fermentasi per hektar

menghasilkan 40 90% infeksi dari Culex tarsalis dan Anpheles freeborni

dari larva. Untuk rincian tentang media kultur, lihat Herwin dan petersen

(1997) dan untuk informasi rincian tentang daur hidup dari lagenidium

giganteum, lihat Kerwin et.al (1994), kerwin dan peterson (1997), atau

woodring et.al (1995).

1.4. Crypticola

12
Crypticola clavulifera humebr, Frances dan Sweeney telah diisolasid

ari Forcipomyia marksse Tokunaga di Queensland, Australia, di tahun 1984.

Biologinya adalah sama dengan Lagenidium giganteum. Dalam laboratorium

jamur ini menginfeksi Aedes notoskriptus I(Skuse), Anopheles farauti

laveran, Culex annulirostris Skuse, Culex quinquefasciatus (Fances, 1991),

dan Aedes aegypti. Aedes Jkochi tidak suseptibel. Disamping

patogenisitasnya terhadap beberapa spesies nyamuk, tidak ada penelitian

lanjutan yang telah dipublikasikan untuk jamur ini.

13
2. Chytridiomycota

Anggota dari filum ini adalah saprobe aquakik atau parasit yang

tumbuh pada pembusukkan dan juga bahan organisme hidup, keduanya

dalam air tawar dan tanah. Juga memiliki zoospora flagelta, dan juga

chitinous hypae. Phylum terdiri dari 5 order, yang merupakan Blastocladiale

yang mengandung genus patogen nyamuk dari kelompok Coelomomyces

2.1. Ceolemomyces

Genus Coelomomyces tedirid ari lebih tujuh puluh spesies parasit

jamur akuatik yang mengalami daur hidup kompleks termasuk eprubahans

generasia seksial (gametofit) dan aseksual (sporofit). Genus ini ditemukan dis

emua benua keduali antartika. Tidak seperti jamur entomogen lainnya, yang

lebih luas, termasuks pesies dalam beerapa ordo seranggan, Coelomomyces

adalah terbatas pada serangga Dipteran akuatik, termasuk Cullicidae,

Psychodidae, Chironomidae, Simulidae dan tabanidae. Kajian

suspseiptibilitas menunjukkan bahwa sebagian besar Coelomomyces spp

adalah tidak spesiesik terhadap hosti, namun demikian memiliki kisaran

hosti yang relatif terbatas.

Karena patogenisitas yang tinggid ari beberapa spesies Coelomyces

terhadap alrga nyamuk, genus jamur ini semakin menarik perhatian para

14
peneliti. Publiaksi terhadap Coelomomyces dan Oomycetes lagenidium

giganteum bersama mengkompromisasi sebagian besr penelitian yang

dipubliaksikan pada jamur akuatik yang meneyrang larva nyamuk.

Chapman dan woodard (1966) mencaat semua hosti untuk Coelomomyces

yang ditemukan di Amerika Serikat. Ini mencatat tujuh belas spesies yang

termasuk dalam enam genera nyamuk (Culex, Culiseta, Aedes, Anoppheles,

Psorophora dan Uranotaemia) dengan jamur yang lebih umumd alam genus

Anopheles diikuti oleh Aees dan Culex. Roberts dan Strand (1977) mencatat

22 spesies Coelomomyces yang ditemukand alam 31 spesies nyamuk dan

Weiser (1988) mencatat hingga 28 spesies Coelomomyces yang ditemukan

lebih dari 60 spesies nyamuk. Daur hidup ditentukan untuk 11 dari 60 spesies

dan subspesies Coelomomyces yang diakui oleh Couch dan Bland (1985).

Dari 60 spesies, Coelomomyces indicus Iyengar, straind engan fitur khusus

dan terdistribusi melebar telah mendapatkan perhatian khusus,. Spesies ini

dilaporkan dari Afrika, Filipina, India dan Paksitan. Dipteran host termasuk

16 spesies dari nyamuk anopheline termasuk beberapa vektor penting

malaria,s eperti Anopheles gambiae. Diketahui terdapat dan meyebabkan

epizootik periodik di sawah di wilauah Asia Tenggara, mesir dan Kenya.

Daur hidup Coelomomyces adalah sangat kompleks dan termasuk

pengembangan wajib pada mikrocrustean intermediasi (cyclopoid copepods,

harpacticoid copepoods atau ostracods) dan dua generasi nyamuk untuk

15
kompleksi. Jamur yang ebrtahan pada kondisi lingkungan yang kurang

mendukung seperti pada musim dingina atau musim kering, menyisakan

spor\angia yang berkembang dari diploid hypae pada larva nyamuk yang

terinfeksi. Normalnya, larva meningga pada tahap ke 4 dan RS yang dilepas

sebagai cadaver decompose. Meiosis terjadi di RS dan secara psoterior pada

meizoospra yang tidak ebrflagelasi yang muncul dari RS yang menyerang

hosti mikrocrustasean dan membentuk tahapan haploid, gamoetofitik, yang

berkembang pada hemocoea. Pada saat matang, gametopfit ini terbati

membetuk ratusan gamet uniflageltat. Ini dapat mengakibtkan kematian dari

copepod dan juga gamet yang membetuk fusi untuk membetuk zigot

biflagelata (zygospora) yang menginfeksi larva nyamuk lain. sygot encysta

lebih menyukai membran intesegmentald ari larva namyk yang masih muda.

Mereka memasuki sel epithelial tepat di bawah cutikel larva dengan

menembus tabung., dari sana, jamur memasuki hemecocel dimana akan

menggunkan cadangan lemak tubuh larva untuk berkembang ke dalam

bentuk hyfa yang tidak beraturan tanpa dinding sel. Sporangia dihasilkand

alam hifae pada ujungnya. Sporangia ini umumnya menadi lebih nyata

mengisi hemocoeol. Dalam kasus ini, larva maka mati dan membentuks pora

yang lain. kadangkala, aaapupat larva yang terifneksi dan tertutup

menghasilkan dewsa yang terifneksi dan bahkan Mitchell (1976) diberi

penghargaan yang pertama kali dijelaskan oleh Zharov di tahun 1973 untuk

16
Aedes vaxans dewasa yang terifneksi dengan Coelomomyces psophorae

Couch. Fenomena yang sama jga dijelaskan untuk Co9elomomyces

stegomycae var. stegomyae Keilin yang menginfeksi Aedes albopictus

dewasa. Penelitian terakhir oleh Lucarroti (1992) Shoulkany et.al (1997) dan

Lucarottid an Shoulkamy (2000), menjelaskan proses ini lebih rinci untuk

Aedes aegypti dewsa yang terifneksi denganCoelomomyces stegomyae. Pada

Aedes aegypti betikna dewasa, infeksi ini akan terlokalsiasi pada ovarium.

Selama 72 jam setelah ecklosi, sebagai ovari yang membesr di bawah

epngaruh hormon juvenile, hifa pada hemocoeal adalah ditrnsfer ke ruang

intersisiald ari ovarium. Hyufae pada ovarium adalah matang pada RS yang

merespon perubahan pada level acdysome setelah mengisap darah.

Meskipun betina yang terinfeksi Coelomomyces akan kawin, namun tidak

ada telur yang berekbanmg ke dalam ovarium. Betina berusaha untuk

menjadi oviposit, tetapi diampoing telur, spora yang lain diletakkan.

Nyamuk betina dewasa memainkan eprand alam penularan jamur ke habitat

baru, yang secara khusus sangat bermanfaat untuks pesies Coelomomyces

yang menyerang nyamuk yang menempati habitat kecil seperti lubang pada

pohon, atau wadah yang berisi air.

Berbeda dengan tipe patogen lain yang dilapoorkand ari nyamuk,

beberapa spesies Coelomomyces diketahui menyebabkan epizootik yang

signifikan, yang ada dalam populasi larva dalam beberapa tahun dan

17
menghasilkan rpevalensi dan angka mortalitasi yang melebihi 50% dan

seringkali lebih dari 90%. Untuk tinjauan yang luas dari genus

Coelomomyces dan hsotinya, epizootiknya pada populasi nyamuk dan

program kontrol lihat couch dan Bland (1985). Untuk rincian proses infaksi

lihat Shoulamy dan Lucaroti (1998).

Dalam melihat beberapa data yang dieprolehd ari populasi nyamuk

di Lousiana, Chapman mencatat angka infeksi 96% untuk C0elomomyces

psorophorae di dalam Psorophora howardii coquelett dan Culisetta inormata,

97% untuk Coelomomyces macleayae Laird di dalam Aedes triseriatus, 92%

dari Coelomomyces pentagulatus dalam Culex erraticus dan 100% untuk

Ceolomomyces punctatus Couch di Anopheles crucians. Legner (1995)

menyebutkan kjian dimana level infeksi melebihi 95% dilaporkand ari

Cutiseta inormata dan P. howasrdii oleh Coelomomyces psorophora dan

dalam Ochlerotatus triseriatus oleh Coelomomyces macleayae dan 85 persen

dalam Culex preccator Dyar dan Knab oleh Coelomomyces pentangulatus.

Level infeksi setigngi 100% juga pernah dilaporkan.

Apperson et.al (1992) mentuip kajian oleh Deshevykh (1973), yang

menemukan Coelomomyces illiensis Dubitskij untuk periode dua tahund

alam Culex modestus ficalbi di kaqzacshtan dan muspratt, yang melaporkan

100% infeksi coelomomyces di beberapa populasi Anopheles gambiae

Zambian. Bahkan beberapa epizootik telah dilaporkan, insidensi lapangan

18
dari mycoses disebabkan oleh Coelomomyces spp pada larva nyamuk sangat

rendah. Laju infeksi 24 48% adalah dilaporkan pada Anopheles crucians

dan Anopheles quadrimaculatus pada wilayah tenggara Amerika Serikat.

Infeksi terakhir dieprtahandkans elama tiga tahun yang emeprlahtkan bahwa

jamur tidak ada meskipun kadar infeksi itu menurun dari waktuke waktu

hingga 10%. Penurunan pada angka infeksi ini selasma beberapa tahun

berkaitan dengan pengurangan populasi copepod yang diahsilkand ari

aprasitisasi oleh Coelomomyces. Di wilayahstenggara Amerika Serikat,

Umphlett (1970) dan chapmand an glenn (1972) melaporkan keberadaan

Coelomomyces punctatus selama 4 tahun dalam populasi larva anophelinea,

dengan angka infeksi ebrksiar dari 12 67%. Di tahun 1976, Coelomomyces

dibawa ke pulau Pasifik kecil untuk mengontrol Aedes polynesiensies marks,

vektor filariasis. Uji coba ini menandai satu dari beberapa usaha untuk

membentuk patogen nyamuk di darah ini dimana sebelumnya tidak ada.

Pengenalan ini berhasl dan jamur tetp aktif dalam beberapa lokalitas baru

setidaknya selama tujuh tahun. Uji coba lapangan lain yang cukup berhasil

telah dilakukan dengan C. iliensis di bekas Uni Soviet. Tingkat mortalitas

yang tinggi pada larva nyamuk dalam area geografia yang luas dilaporkans

etelah inokulasi habitat dengan bahan yang tidak aktif. Hasil dari uji coba

lapangan adalahs ering tidak jelas, akiabt variasi dalam tingkat infeksi.

Misalnya, penanganan berikut di sawah di daerah Mesir dengan sporangia

19
dari Anopheles pharoensis theobald, infeksi pada larva yang dikumpulkans

epanjang musim bervariasi antara 0 94%. Couch (1972) memeprkenaldkan

sporangia Coelomomyces punctatus ke dalam parit-parit di Carolina Utasra

sepanjang telur dari Anopheles quadrimaculatus. Angka infeksi dalam larva

dikumpulkan 10 15 hari kemudian bervariasi dari 0 100% (rata-rata 60%)l.

disampng itu, Federici (1981) menyebutkan bahwa Dzerzhinski et.al (1975)

mendapatkan tingkat infeksi yang berfluktuasi dengan Coelomomyces

iliensis terhadap Xulex modestus d bekas Uni Soviet.

Angka infeksi yang tidak terprediksi ini, bersama dengan daur

hidup yang terkomplikasi telah menjadikan jamur ini tidak sesuai untuk

mengontrol pop[ulasi nyamui, menurut Service (1983). Sebaliknya, Federici

(1981) dan laceyd an Undeen (1986), seelah melihat potensi dari berbagai

spesies Coelomomyces untuk kontrol nyamuk, menyimpulkan bahwa jamur

ini menawarkan potensi. Mereka memberikan penekanant ehadap berbagai

rangkaians pesies dan juga efek devastasid ari epizootik alami pada populasi

alrva. Kerwin dan petersen (1997) dan terhadap eprkembanganr esistensi ini

oleh nyamuk terhadap insektisida yang tesedia, dan juga perlu perbaikan

pengetahduan dan metodologi alternatif, seperti penggunaan

Coelomomyces, untuk mengontrol populasi nyamuk. Alasan yang lebih

penting untuk jamur tidak digunakan terutama untuk pengendalian biologi

dari nyamuk adalah sulit dari produksi massa. Karena daur hidup yang

20
kompleks termasuk micro crustasean. Meskipun beberapa kemajuan telah

dicapai dalam mycelia kultur pada media sintesis, namun tidak ada spesies

dari Coelomomyces yang telah berhasil dikulturkan in vitro hingga saat ini.

aplikasi lanjutan dari Coelomomyces sebagai zat kontrol nyamuk yang

langsung adalah tegantung pada pengembangan inokulum kultur yang

mudah.

3. Zygomycota

Filumzigomycota terdapat dalam dua kelas, trichomycetes dan

Zyfomicetes. Zygomisetes adalah ditandai oleh adanya coenocytic mycelium,

oleh ketiadaan spora flagelate, dan oleh reproduksi seksual melalui

deformasi zigospora. Entomopatogen yang lebih epnting dalam zygomycota

termasuk pada entomophtorale. Juga terdapat kurang lebih 200 spesies yang

telah diektahuid an diklasifiaksikan dalam enam genera ontomopatogenik

dalam order ini. semuanya tetapi satu genus (Massospora) adalah ditandai

oleh produksi spora yang dilepaskan dengan paksa. Entomophtolrael telah

dilaporkan dari beberapa wilayah termasuk Afrika, tetapi sebagian besar

laiteratur pada spesies ini berasal dari belahan utara, Beberapa epizootik

telah dilaporkan dan sebagian besr berada pada wilayah dingin (1-20C),

lembab (4-100%RH) dan di Eropa Tengah dan Utara, yang mewajibkan

patogen dari berbagai serangaga, khususnya yang mengindeksi dewasa

21
(kecuali untuk Entomophtora aquatica JF anderson dan Analgonostakis dan

entomophtora conglomerata Sorokin (Keller) yang telah ditemukan pada

tahap serangga akuatik), dan juga tidak mampu tumbuh secara saprofit.

Beberapa spesies memiliki batasan dan nyamuk yang lebih dominan

melakukan infeksi.

Daur hidup entomophtorale dimulai dengan spora yang

menginfeksi hosti dengan penetrasi integument. Ini berlangsung 12 jam

setelah kontak awal. Jamur berkembang secara vegetatif pada hemocoel hosti

dengan memperkenalkan badan hifa kecil, melilit dan menyerupai batang,

tergantung pada suhu, melengkapi normalitas siklus infeksi dalam beberapa

hari. Setelah menyelesaikan infeksi, hanya hosti yang mati, seranga

kadangkala diarahkan pada substrat oleh hifa khusus (rhyzoid). Setelah

menyelesikan infeksi, tepat sebelum kematian hosti, serangga itu akdangkala

difiksasi pada substrt oleh hifae khusus rhyzoid). Setelah ematian hosti,

jamur menghasilkan sporangiophora yang aktif untuk menghasilkan spora

yang baru. Spora primer ini berusia pendek. Eobert (1974) melaporikan

bahwa dewasa yang terifneksi tidak terlalu bermanfaast sebagai inokulum

delapoan haris etelah spora pertama diperkenalkan. Spora primer ini tidak

kontak dengan hosti yang sesuai setelah lepas dari kemampuan untuk

menghasilkan spora sekunder yang kemudian juga tedorong untuk

trdispersi. Meskipoiuh spora entomophto0lrae ini jauh lebih besr dari conidia

22
Hyphomycetes, distribusi serial bukan tidak umum. untuk kelangsungan di

musim penghujan, mereka mengembnagkan spora berdinding tebal yang

umumnya dirujuk sebagai spora yang ebrtahan, meskipun dalm istilah

mikologi yang terbtas, ini adalah zygospora. Spora ini tentu membnetuk

spora priemr baru di musim semi.

Dalam melihat entomopthorale, potensinya untuk biokontrol aalahs

eringkalit etekan karena tingkat infeksi yang diamati di alam dan teori yang

dapat aktif dalam loaksi hingga beberapa tahun. eksperimen dengan

Entomophtora maimaiga di Michigan memperlihatkan bahwa jamur ini

mampu membentuk kemduahan dalam teritori barunya dan menyebabkan

epizootik pada spesies target. Namun, tidak ada formulasi komerlsial yang

tersedia., untuk informasi yang lebih rinci tentang biologi, infeksi dan hosti

dari etnomopthorales.

Trichomycetes adalah jamur yang hidup tersembunyi di dalam

slauran encernaan spesies artorpoda dalam beberapa ordo (termasuk lkarva

Diptea, Ephemeroptera dan Plecopera dan dewasa dari isopod, cladocerans,

amphipods, copepods, Collembola, Coleoptera dan diplopod. Juga terlihat

sebagai jamur yang ebrcabang dan tidak yang menempel pada lapisan usus

dan terletak pada lumen usus drimana mereka mendapatkan nutrisi. Kelas

wadah untuk empat order, satu yang meupakan harpelles, mengandung

23
genus, Smittium dan juga spesoes patogen. Untuk informasi yang rinci

terhadap biologi trichomyceetes, Lihat Lichtward (1986).

3.1. Conidiobolus

Lowe.et.al (1968) melaporkan Conidiobolus coronatus (Constantin)

Batko (sebelumnya entomophtora coronata) dalam Culex quinquefasciatus

dari koloni nyamuk dewasa yang ada dalam wadah besar di luar ruangan.

Jamur ini ditemukan dalam beberapa ordo serangga dan dalam dua kelas

lain invertebrata, dan dianggap memiliki berbagai kisaran \ diantara

Entomophtorale, terapi tentu menjadi patogen yang sangat lemah.

Ochlerotatus taeniorrhynchus dewasa dn Culexc quinquefasciatus

diperlakukand engan Conidiobolus coronatus yang mengalami peningkatan

angka mortalita pada 7 haris etelah perlakuan. Ini mampu meningkat lebih

besar pada Ochlerotatus taeniorhynchus dibandingkan pada Culex

quinquefasciatus. Disampng infeksis erangga, spesies ini dilaporkans ebagai

penyebab infeksi fasial pada manusia, dan juda, oleh karena itu

mengesampingkan penggunaan zat biokontrol. Terlepas dari Conidiobolus

coronatus, tidak ada infeksi vertebrata yang telah dilaporkan pada

Entomopthorale parasitisasi.

3.2. Entomophtora

24
Seperti halnya pada entomopthoraleans lain, infeksi entomophtora

teutama terjadi pada dewas dari pada dalam bentuk larva. Entomophtora

culitis (Braun) Fraesenius adalah ditemukan dan dijelaskan dari Culex

pipiens dewasa di Jerman tahun 1855. kramer (1982) mencatat sejumlah

spesies nyamuk dimana jamur itu terdapat di alam, termasuk spesies Culex

lainnya, Ochlerotatus detritus (Haliday), Anopheles maculipennis Meigen,

Myzomya hispaniola Theobald (sinonim untuk Anoipheles cinereus Theblad)

dan spesies Aedes Asia yang belum dispesifikasikan. Di dalam kajian

laboratorium, 80% infeksi Auede saegypti dewasa dan 100% Anopheles

stephensis Liston dicapai dari midge dewasa yang berpenyakit, Chironomus

decorus johannsen. Dalam kajian yang dipubliaksikan ssetahun kemudian

oleh penulis yang sama, penularan Entomophtora culitis dari donor

Cricotopus simulis Geotgebuer terhadap nyamuk Anopheles stephensisn dan

Culex pipiens adalah dimungkinkan tetapi laju infeksinya berbeda. 100% dari

Anopheles stephensi menimbulkan infeksi dibandingkan dengan hanya 20%

dari Culex pipines. Mortalitas dari naymuk yang terifneksi dengan

entomophtora sp (seperti Entomophtora destruens Weiser dan batko dan e.

culicis) dalam damp, merupakan biotope yang relatif dingin seperti gua atau

basemen adalahs eringkali sangat tinggi. angka mortalitas 85 100% pada

bekas Czechoslovakia dan 80 90% di Belanda telah dilaporkan. Robert

(1974) menjelaskan penelitian oleh Goldberg (1970), dimana Xculex pipiens

25
adalah terinfeksid engan spesies Entomophtora. Dewasa yang terifneksi di

lapangan digunakans ebagai inokulum, menghasilkan 0% infeksi dalam larva

isntar 1 3, 25% pada isntar ke 4, 64 88% pada puape, 33 67% pada

dewasa jantan dan 65 100% pada betina dewasa. Robert (1974) kemudian

meringkaskan beberapa laporand ari entomopthora congloemrata,

entomophtora desruens, atau entomopthora sp yang tidak terklasifikasikan

yang mengifneksi Culex pipiens di alam (yang menghasilkan angka infeksi

49%, 100%, 97% yang menyatakan isolasi jamur dapat berupa spesies

spesifik. Entomphtora muscae (Cohn) Fresenius, spesies Entomphtora yang

telah diektahui menyebabkan epizootik diantara lalat yang terbukti mampu

menifneksi hanya 3% dari Aedes Aegypti yang terekspose. Lebih lanjut,

Entomopthora conica (Nowakoswksi) Remaudiere dan hebbnert,

Entomophtora conica, Entomopthora culitis, Entomophtora destruesn,

Entomopthora gracilis (Thazter), Entomophtora henrici, entomophtora

papilliate, entomopthora radicans, entomopthora rhizospora, entomphotora

scroeteri, Entomophtora taxteriane Petch dan entomophtora variabilis yang

telah ditemukan menginfeksi nyamuk yang termasuk ke dalam genera

Aedes, Culexz, Anopheles dan Culisetta.

Juga ada beberapa lokalits yang dimungkinkan dimana

Entomphotora spp, akan diperkenalkan untuk kontrol populasi nyamuk,

tetapi tentu tidak ada laporan uji coba hingga saat ini. demikian juga

26
penggunaan entomphotora untuk kontrol nyamuk yang akan membentuk

spora yang tidak dapat bertahan dalam kelembaban dibawah75% RH. Opsi

akan menggunakan spora yang tersisa, yang masih ertahan dalamw aktu

yang lama, tetapi dormansi yang lama dan perkecambahan asinkronis

tebukti menjadi kendala untuk pemakaian praktis. Untuk penggunaan

entomophtora guna mengontrol nyamuk, sistem pertumbuhan in vitro

efektif perlu diekmbangkan karena sebagian spesies ini tidak mampu

tumbuh di bawah kondisi fermentasi produksi massa. Entomphtora

destruens telah dikulturkan pada beberapa media, tetapi bahan jamur ini

tidak efektif. Entomophtora culitis telah diisolasi dan tumbuh pada beebrapa

media,t etapi menghasilkan jumlah yang dibutuhkan untuk boassay berskala

besr.

3.3. erynia

erynia aquatica adalah salahs atu dari beberapa spesies di dalam

Entomophtorale yang mengifneksi tahpan akuatik dari invertebrata. Hingga

tahun 1981, spesies ini termasukd alam genus Entomophthora sebelum

Humber merlokasi spesies ini ke dalam genus Erynia. Andersond an Ringo

menemukan jamur di tahun 1968 pada larva Ochlerotatus canadensis,

Culisita morsitans, dan Ochlerotatus cantator termasuk pada pupa

Ochlerotanus stimulants. Erynia aquatica adalah juga ditemukan pada lalat

27
dewasa, dimana tingkat infeksi, terutama pada populasi musim hujan

dewasa, seringkali mendekati 100%. Epizootik telah dilaporkan dalam

periode beberapa tahun. Erynia aquatika yang menginfeksi culex pipiens

dewsa adalah mampu terbang, mengisap darah dan oviposisi pada penelitian

oleh Andersond an Ringo (1969). Penulsi yhang sama juga mengelola kultur

Erynia aquatica pada media buastan, meskipun jamur tumbuhs ecara tidak

normal. Erynia conica ditemukan menginfeksi dewasa spesies blackfly

(Simulium) tetapi juga mampu menginfeksi Aedes aegyptii di dalam kajian

laboratorium,k membunuh hingga 24% nyamuk dewasa. Dua strain Erynia

radicans (Brefeld) Batko (sebelumnya Zoophtora radicans) terbukti patogenik

pada Aedes aegypti dewasa dalam kajian laboratorium, menginfeksi 100%

pada serangan penelitian melalui strain yang kehilangan patogenisitas

setelah beberapa bulan.

3.4. Smittium

Keracunan membentuk genus smittium di tahun 1936. sembilan

belas spesies telah dijelaskan dan tiga berasald ari larva Culicid; Smittium

culisetae Lichwardts, smittium culicus Manier dan Smittium morbosum

Sweeney. Dua spesies yang pertama tidak bersifat detrimental untuk

hostinya dan juga diarahkan pada lumen usus dan dikaitkan dengan kutikel

selama acdysis. Juga ada beberapa indikasi bahwa nyamuk iang terinfeksi

28
dengan Smittium culisetae atau Smittium culicis, dapat disuplaid engan

nutrien esensial yang disintesa oleh jamur dan juga memiliki keuntungan

selektif atas individu yang tidak terifnestasi.

Smittium morbosum tidak terlindungid engan kutikule usus pada

sat ngengat dan masih tetapd alam hosti, kadangkala ada melalui tahapan

pupal dan dewsa. Di laboratorium, Larva Anopheles yang terifneksi sering

kali mati karena penyumbatan usus oleh jamur ini. dalam artikel yang sama

Sweeney mengutip dua kajian laboratorium pada Smittium spp dimana

angka kematian yang tinggi dicatat diantara Anpopheles gamibae, Aedes

aegyptii dan Culex pipine smolestus yang diperlihatkan oleh sumbatan pada

rektum. Garcia et.al (1994) menemukan Smittium morbosum yang

menginfeksi tiga Aedes, satu Anopheles, empat Culex, Mansonia, Psorophora

dan Uranotenia di Argentina. Disampng catatan dimana Smittium morbosum

menyebabkan mortalitas larva yang tinggi di laboratorium, mereka tidak

pernah menemukan menyebabkan mortalitas yang sedang atau tinggi

diantaa nyamuk di lapangan.

4. Deuteromyces

Dalam kelas Deutreromyces kelompok morfologi jamur yang

dikenals ebgai Hiphomycetes telah ditemukan. Terdapat jamur filamen yang

dihasilkan oleh conidia secara umum terbentuks ecara aerial pada

29
conidiophora yang munculd ri substrat. Beberapa genera jamur

entomopathogenik berlangsung dalam kelompok jamur. Ini memiliki

berbagai rentang hosti diantara entomopthagoen, termasuk spesies nyamuk.

Jalur infestasi yang umum adalah melalui integuemnt lur, meskipun infeksi

melalui saluran encernaan juga dapat dimungkinkan. Conidia meneyrang

cutikle, berkecambah dan juga menembus cutikle. Setelah di dalam

hemoceao, mycelium tumbuh elalui hosti, membentuk badan hifa yang

disebut balstopora. Kematian serangga seringkali berkaitan dengan

kombinasi aksi toksin jamur, gangguan fisikd ri sirkulasid arah, invasi

organ.s etelah mati, hifae umumnya munculd ari cadaver dan dalam kondisi

abiotik yang sesuai, conidia dihasilkan pada eksterior hosti dan kemudian

disebarkan oleh angin dan udara.

4.1. Culicinomyces

Di tahun 1972, dua isolasi terpsiah dari jamur patogen nyamuk

diperoleh dari anopheline yang dibiakkan di laboratorium, satu dari

Anopheles hilli Woodhioll dan lee di Sydney, Australia dan yang laind ari

Anopheles quadrimaculatus di Carolina Utara, Amerika Serikat. Jamur

Australian tidak teridentifikasi pada saat ditemukant etapi status taksonomi

baru dibentuk untuk jamur Amerikan yang telah dijelaskans ebagai

Culicinomyces elavosporus Couch, Rommney dan B. rao. Kedua jamur ini

30
menghaislkan gejala yang sama dalam larva nyamuk berpenyakit, tetapi

tentu tidak hingga tahun 1982 ketika atas dasar eprbandingan morfologi

dianggap sebagai straind ari spesies yang sama. dalam tahun yang sama

nama spesies berubahd ari clavosporus menjadi clavisporus Couch. Isolast

ketiga adalah ditemukan di Canada pada larva Culisetta inornata yang

terdapat dalam kolam permanen, dan dua tahun kemudian tahun 1984,

jamur lainnya Culicinomyces ditemukan wsebagai larva parasit dari Aedes

kochi di Queensland, Austrlaia. Didasarkan pada karakteristik yang

dijelaskan oleh Sigler et.al (1987), ini diputuskan menjelaskan jamur sebagai

spesies baru yaitu Culicinomyces bisporalis Sigler, Frances dan panter.

Penelitian terakhir terofokus pada Culicinomyces clavisporus.

Seperti halnya semua deutromycota, siklus hidup Culicinomyces

adalah aseksual. Secara umum dimulai dengan mencerna conidia dari pada

menempel dan menembus melalui dinding chitonus pada usus depan atau

belakang. Invasi ini adalaht erjadi diantara jamur aprasit yang secara normal

menyeang serangga dengan menembus cutikle. Invasi jamur mengkoloni

rongga tubuh dengan mycelium hialine, septat dan hifa bercabang dapat

mati dalam 2 7 hari akibat pertumbuhan hifae melalui hemocoel, asdtau

dalam 2 haris etelah mencerna konsentrasi conidia yang tinggi (>10 5

conidia/.ml). dalam kasus terakhir, larva mati sebelum hemocoel

dikolonisais oleh mycelium. Alasan atas kematian yang cepat ini pada

31
konsentrasi inokulum yang tinggi tidak diketahui, tetapi tentu disebabkan

oleh zat toksik yang berkaitan dengan hifae yang menyrang yang mencapai

titer lethal ketika serangan masif itu berasal dari sejumlah conidia. Setelah

kematian larva, hifase menembus melalui cuticle eksternal untuk membentuk

lapisan conidiofora pada bagian luar cadaver. Conidiophora menghasilkan

conidia, yang seringkali9 berada pada segmen perut bagian belakang yang

tidak efektif untuk larva yang sehat. Debenham dan russell (1977)

mempelrhatkan bahwa infeksi culicinomyces clavisporus berasal pada larva

yang akan dibawa higng apada tahapa dewasa. Kemudian dinyastakan

bahwa infeksi nyamuk dewasa menjadi sangat penting dalam penyebaran

jamur.

Jamur adalah parasit fakultatif dari berbagai nyamuk dan larva

Dipteran yang erhubungan meskipound i lapangan hanya lima spesies

nyamuk yang ditemukan terifneksi, yaitu Ochlerotatus rupestris

Dobrotworsky, Ochlerotatus rubrithorax, Anopheles quadrimacultis,

Culisetta inormata dan Culisetta inconspicua. Penelitian atas isolat

Australia terlihat bahwa dalam Nematocera, hanya anggota divisi

Culicimorpoha yang lebih suseptibel (famili Culicidae, Chironomidae,

Ceratopogonidae, dan Simuliidae), sementara spesies dari divisi

Psichodomorpha (famili psichodidae) dan tipulimorf (famili Ripulidae) tidak

suseptibel. Kedua kajian labroatoriumd an lapoangan memperlihatkan

32
bahwa isolat australia dari jamur adalahs angt letal terhadap semua larva

genera Anopheles, Culex dn Aedes. Juga memperbaiki lethal terhdap spesies

air payau Anopheles farauti dan Anopheles amictus hilli woodhill dan lee

ketika larva itu dikembangkan di air taar. Kisran hosti dari strain Amerika

Culicinomyces clavisporus termasuks pesies Simullidae, Chaoborinae,

Ceratopogonidae, Chironomidae, Erphydridae, dan Syrphidae. Tidak ada

ada perbedan yang ditemukand alam virulensi antara strain Amerika dan

Australia pada Anopheles hilli, Culex quinquefasicatus dan Aedes aegypti

yang lebih suseptibel terhadap jamur dibandingkan dengan Anopheles hilli.

4.2. .

Pembahasan

Penelitian untuk patogen nyamuk yang efektif yang dapat

digunakan pada operasi pengendaldian nyamuk telah dilakukan selama

beberapa dekade. Kajdian laboratorium dan lapoangand ari jamur terlihat

memiliki potensi untuk penggunaan operasi, yang telah dievaluasi. Bila

menjanjikan, ini diikuti oleh pengembangan metode untuk produksi massa

dan implementasi akhir dalam program kontrol operasi, meskipun berapa

spesies jamur telah mencapai tahapan perkembangan.d ari penelitian

terhadap jamur yang dilihat dalam atikel ini, tiga kemunculan karakteristik

33
yang umum. pertama, patogen adalah terutama efektif terhadap tahapan

larva dari nyamuk. Kedua, konrol efektif membutuhkan pengulangan dari

pada aplikasi tunggal untuk zat elama musim perkembangbiakan nyamuk

dan ketiga, program kontrol vektor yang hanya lebih efektif dari biaya bila

zat kontrol dapat dihasilkan in vitro.

Menyangkut jamur patogenik nyamuk, tiga genera dianggap

epnting, Longenidium, Coelemomyces dan Cullicinomyces. Masing-masing

diantarandya memiliki satu sifat yang bermanfaat atau lebih untuk

mengontrol nyamuk, tetapi tak satupun diantaranya memiliki susunan sifat-

sifat yang dibutuhkan untuk kontrol yang diterpakand an efektif daris egi

biaya. Coelomomyces spp adalah sangat efektif dalam membunuh spesies

nyamuk, meskipun spesies individu memiliki rentang hosti yang sempit dan

telah dilaporkan menyebabkan epizootic, dengan kendala utama tergantung

pada produksi in vivo, membuat produksi massa sangat sulit. Lagenidium

giganteum dapat diterima sebagai jamur dengan sifat terbaikd alam

mengontrol larva nyamuk meskipun hanya untuk stagnan air,s eperti di

sawah. Kelebihan utama dari Lagenidium terhadap bakteria Bacillus

thuringiensis israelensis (Bti) adalah hanya satu aplikasi yang dibutuhkan per

musim. Ahkan aplikasi yang kurang sangat dimungkinkan pada beberapa

habitat seperti halnya indikasi dimana oospora dapat mengalami hierbannsi,

memulai epizootic dalam musim berikutnya, meskipun dua tingkatan infeksi

34
diamatis etelah populasi Lagenidium giganteum dibentuk, epizootic yang

terjadi dilaporkan. Dan ini hanya merupakan jamur yang diproduksis ecara

koemrsial sebagai zat pengendali nyamuk. Zoospora jamur telah diklaim

menginfeksi larva dari semua spesies namuk tetapi secara khusus akan

efektif terahdap Culex spp. Culicinomyces clavisporus membangkitkan hal

yang menarik pada awlanya tetapi tentu mengalami epnurunan ketika dosis

dibutuhkan untuk kontrol efektif dan persistensi conidia yang rendah di

dalam lingkungan.

Beberapa jamur patogenik nyamuk adalah diharapkan digunakan

untuk pengendaldian spesies vektor yang penting secara medis. Lacey dan

Undeen 1986. Namun, tak satupun jamur yang dijelaskan di atas diataptasis

ecara khusus sebagai zat larbasida terhadap spesies vektor penting seperti

vektor malaria Afrika dalam kompleks Anopheles gambiae. Habitat larva

dari spesies nyamuk ini termasuk varietas trnsient, terutama sinar mahtahari,

kolam air hujan seperti parit drain, pick pit atau bekas ban mobil, jejak kaki

dis ekitar kolam dan juga lubang air. Sebagian besar lokasi ini bersifast

transient, dand alam beberapa bidang ini bersifat musiman, dan mengikuti

pola curah hujan pada spesies tertentu. ini telihat dalam kondisi medan

normal, larva dari spesies nyamuk ini adalah kontakd engan amujr akuatik

yang dibahas di atas, meskipun beberapa betina yang terinfeksid dapat

mengkontamiansi lokasinya selama oviposisi. Lagenidium Coelomomyces

35
dan Culicinomyces adalah ditujukan pada ahapan larva dari nyamuk dan

tidak pada tahapan dewasa. Di lapangan, mortalitas dari nyamuk yang

belum dewasa berkisar 95% atau lebih, dna jumlah ini tentu masih cukup

untuk mempertahankan penularan enyakit. Masalah penting adalah

bagaimana populasi dewasa dapat dipengaruhi.

Beberapa jamur akuatik telah ditemukan pada nyamuk dewasa,

termasuks pesies Coelomomyces, Culicinomyces dan Smittium tetapi ini

jarang dan tidak dianggap penting. Dalam situasi ini, infeksi belangsung

pada larva isntar tahap akhir atau pupa, yang menghasilkan kelangsungan

hidup nyamuk sampai tahap dewasa. Kemungkinan tidak memeprhitungkan

mortlaitas dewasa, tetapi dewasa terinfeksi dapat mendispersi jamur ke pada

habitat lain. jamur patogenik yang terdapat di alam pada nyamuk dewasa

termasuk ke dalam entomorphotorales. Beberapa spesies ini menyebabkan

epizootik pada nyamuk hibernasi dalam kondisi yang relatif dingin, lembab

dan tempat yang geap di belahan utara. Namun demikian, spora ini memiliki

usia pendek. Lebih lanjut, ketidakmampoiuan jamur untuk tumbuh in vitro

telah menjadikannya sebagai zat kontrol yang tidak sesuai. Juga ada

beberapa jamur yang secara tidak normal berhubungan dengan nyamuk,

tetapi terbukti ebsifat patogen pada nyamuk dewasa. Hyphomycetes

Beauveria bassiana dan metarhizium anisophiae membunuh nyamuk dewasa

36
di laboratoriuj dan jamur terahir ini juga membunuh Anopheles gambiae

dewasa di Tanzania.

Kita akan melihat potensi untuk penggunaan hyphomycetes seperti

Metarhizium atau beauveria untuk kontrol biologi khususnya di Afrika,

vektor nyamuk yang tinggi; jamur ini adalah diproduksi secara massa

dengan biaya efektif, bahkans ecara lokal dan beberapa strain telah tersedia,

mengkondisikan konsumsi waktu dan proses registrasi yang membutuhkan

biaya termasuk penilaian resiko dari zat kontrol jamur baru. Baeuveria

dihasilkan lebih dari 14, dan metarhitium oleh lebih dari 10 perusahaan

(termasuk di Afrika) yang ditujukan pada pengontrolan erbagai hama

serangga termasuk kutu, kecoak, kumbang hitam, lalat poutih, aphid,

pengeratat jagung dan beberapa serangga lain. Lebih lanjut, perkembangan

formualsi ULC-CDA dari conidia untuk mengontrol lokus pada iklim kering

membuka kemungkinan untuk penggunaan jamur guna mengontrol spesies

vektor nyamuk di daerah kering seperti di daerah sub sahara Afrika seperti

Anopheles gambiae dan Anopheles funestus (Malaria), Aedes aegypti

(demam kuning, demam berdarah) dan Xulex quinquefasciatus (fialrisis,

encephalis virus.

Menyangkut masa depan dari myco insektisida, Burgess (1998)

mengemukakan : Perbaikan dalam lama hidup dan fprmulasi merupakan

kunci bagi masa depan dan harus memungkinkan jamur bersaing dalam

37
keunggulan dengan insektisida kimia dalam beberapa hal dan harus mampu

meningkatkan ukuan pasar yang diproyeksikan terhdap viabilitas industri.

Kemudian akan terus berlanjut dengan Budget yang harus diarahkan pada

penelitian yang cukup.

Ringkasnya, jamur ideal untuk pengendalidan nyamuk haruslah

memiliki sifat-sifat atau karakteristik berikut : a) membunuh larva dan

dewasa, b) hanya membutuhkan satu atau beberapa aplikasi per musim, c)

terdispersi secara aktif oleh betina dewasa pada lokasi perkembangbiakans

ebelumnya, d) memperlihatkan aktivitas residu dan eprsistensi pada

populasi nyamuk setelah digunakan, e) membunuh nyamuk secara selektif

dan tanpa organisme lain, f) adalah efektif terhadap berbagai kondisi kadar

garam, suhu, kelembaban relatif dan juga lokasi perkembang bikan dengan

mutu air yang bervariasi, g) mudah dan dapat diproduksis ecara massa

dengan biaya yang efisien, h) mempertahandkan aktivitas dalam waktu yang

lama selama penyimpanan dan i) tidak berbahaya bagi manusia dan juga

organisme lain yang tidak menjadi target. Tak satupun jamur patogenik

nyamuk diketahui memperlihatkan atau emiliki sifat-sifat seperti ini, tetapi

dapat emeprlhatkan sebagian diantandya. Untuk enentukan jamur mana

yang digunakan untuk mengontrol populasi nyamuk tergantung pada

beberapa faktor seperti faktor biologi dari spesies nyamuk target,

distribusinya, target usia hidup yang sesuai dengan ekosistem untuk

38
kelangsungan hidup dan viabilitas dari jamur (faktor biotik dan abiotik)

dengan metodologi aplikasi dan biayha, fasiltias penyimpanan dan apakah

jamur itu dapat diproduksis ecara masssa atau tidak.

Dalam jamur entomophatogenik kita menemukan bagian dari


aptogen alami yang belum ditemukan dan metodologi yang belum
dikembangkan untuk membantu manusia yang kemudian mempengaruhi
sebagian populasi nyamuk di seluruh dunia. Ini menyatakan manipoulasi
seperti peningkatan potensi inokulum, serta jamur yang lebih efisien dalam
pengontrolan nyamuk. Menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
penyakit manusia yang ditularkan oleh nyamuk dan kontrol nyamuk
(terutama yang tahan terhadap isnektisida) sangat penting untuk mencari zat
dan metode alterntif lain. menurut pandangan kami, jamur
entomopatogenik, baik yang baru maupun yang telah ada dengan efikasi
yang diperbaiki dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan arsenal
yang terbatas dari alat kontrol vektor efektif. Zat ini dan metode lain
haruslah digunakan pada strategi kontrol terpadu untuk mendaptkan
dampak maksimum pada populasi nyamuk dewasa dan larva.

39

Anda mungkin juga menyukai