Anda di halaman 1dari 9

Refarat Divisi Infeksi dan Penyakit Tropis Kepada Yth.

Vancomycin – Resistant Enterococcus (VRE)

Penyaji : Muhammad Akbar


Tanggal : 11 Juli 2019
Pembimbing : Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM),Sp.A(K)
Supervisor : Prof. Dr. dr. H. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc(CTM),Sp.A(K)
dr. Ayodhia P. Pasaribu, M.Ked(Ped),SpA(K), PhD(ClinTropMed)

Pendahuluan
Vancomycin-resistant Enterococcus (VRE), spesies Enterococcus faecium, pertama kali
diisolasi di Inggris dan Prancis pada tahun 1986, diikuti tahun berikutnya dengan isolasi
VRE faecalis di Amerika Serikat. Di Eropa, kenaikan kasus VRE terutama terjadi di
masyarakat, karena penularan dari produk makanan hewani kepada manusia, diduga timbul
dari penggunaan avoparcin antibiotik glikopeptida sebagai promotor pertumbuhan pada
ternak, sedangkan di Amerika Serikat (AS), dominasi VRE adalah di rumah sakit, diyakini
karena meningkatnya penggunaan vankomisin.1
Selanjutnya, di AS mengalami penyebaran VRE cepat di rumah sakit pada 1990-an,
Eropa mengikuti pada tahun 2000-an, dan akhirnya terjadi penyebaran di seluruh dunia. Pada
tahun 2002, ancaman kolonisasi dan infeksi VRE meningkat ketika kasus pertama pasien
VRE yang mentransmisikan gen resistansi vanA ke Methicillin-Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA) untuk membentuk isolasi Vancomysin Resisten Staphylococcus aureus
(VRSA). 1,2
Saat ini, 54 spesies berbeda dan dua subspesies enterococci telah dideskripsikan,
dengan E. faecalis dan E. faecium menjadi spesies yang paling relevan secara klinis, diisolasi
di AS dengan rasio masing - masing 1,6 : 1. E. faecalis adalah lebih patogen daripada E.
faecium, tetapi yang terakhir menunjukkan lebih banyak resistensi, dan mejadi sebagian
besar penyebab infeksi VRE. Munculnya VRE sebagai patogen nosokomial penting
diketahui karena kecenderungannya berkolonisasi saluran gastrointestinal (GI), persisten
dalam lingkungan rumah sakit, kencendrungan plastisitas genom serta mutasi genetik dan
peningkatan mortalitas. Ditemukannya berbagai mekanisme resistensi VR menjadikan
3
terbatas pilihan pengobatan. Oleh karenanya, penting untuk mengetahui bagaimana
terjadinya VRE, pengobatan, serta kontrol atau pengendalian terhadap VRE.

Tujuan dari penyusunan refarat ini adalah untuk mengetahui mengenai Vancomysin
Resistant Enterococcus

1
Tinjauan Kepustakaan
Kolonisasi dan Transmisi VRE
Mayoritas kolonisasi VRE terjadi di saluran gastrointestinal (GI), tetapi juga dapat
ditemukan pada kasus yang lebih sedikit yaitu pada kulit, saluran genitourinari (GU), dan di
3
rongga mulut. E. faecalis adalah penyebab utama dalam hal ini. Begitu kolonisasi di GI
dengan VRE terjadi, E. faecalis dapat bertahan selama berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun dan upaya dekolonisasi biasanya bersifat sementara, dengan kambuhnya VRE
beberapa hari atau minggu kemudian. Tangan petugas layanan kesehatan adalah sumber
penularan yang paling konsisten. VRE dapat bertahan hingga 60 menit di tangan dan selama
4 bulan di permukaan tubuh. Mekanisme umum nosokomial VRE melalui kontak dari orang
ke orang atau paparan benda yang terkontaminasi. Mikrobiota usus kemudian ditekan
melalui tekanan selektif antimikroba, memungkinkan pertumbuhan berlebih VRE, karena
secara intrinsik resisten terhadap beberapa antibiotik. Ketika pasien mengalami keaadaan
imunosupresi, VRE dapat berkembang dan menyebabkan timbulnya penyakit. 2

Faktor Resiko VRE


Faktor risiko kolonisasi meliputi karakteristik inang dan pajanan terhadap antimikroba.
Peningkatan risiko kolonisasi VRE terjadi pada imunosupresi, keganasan hematologi,
transplantasi organ, peningkatan unit perawatan intensif (ICU) atau lama rawatan di rumah
sakit, tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, terdapat infeksi tambahan pada tubuh,
rawat inap di unit dengan prevalensi VRE yang tinggi, kondisi komorbid yang serius seperti
diabetes, gagal ginjal, dan skor Acute Physiology and Chronic Health Evaluation
4
(APACHE) II yang tinggi. Paparan sebelumnya terhadap antimikroba adalah prediktor
terbesar meningkatnya kolonisasi VRE, termasuk pemberian vancomycin oral dan intravena,
aminoglikosida, sefalosporin, agen antianaerob seperti klindamisin dan metronidazol, dan
karbapenem. 5

Distribusi VRE
Di antara enterococci, E. faecalis adalah penyebab paling umum dari infeksi VRE, tetapi E.
faecium secara intrinsik lebih resisten terhadap antibiotik dengan lebih dari setengah isolat
nosokomial di AS menunjukkan resistensi terhadap ampisilin dan vankomisin dan high level
resistance (HLR) terhadap aminoglikosida.1
Di seluruh dunia, tingkat VRE adalah yang tertinggi di Amerika Utara. Menurut the
National Healthcare Safety Network (NHSN), dari 2009 hingga 2010, 35,5% infeksi yang
berhubungan dengan enterococcal di rumah sakit resisten terhadap vankomisin, hal ini
6
penyebab paling tinggi kedua infeksi nosokomial di AS. Sebaliknya, hasil studi
CANWARD oleh George dkk, untuk menilai aktivitas antimikroba terhadap 22746 patogen

2
yang diisolasi dari pasien di rumah sakit Kanada antara 2007 dan 2011 didapati hasil bahwa
Kanada memiliki prevalensi VRE yang jauh lebih rendah; yakni terdapat 6% enterococci di
Kanada resisten terhadap vankomisin dari 2007 hingga 2011. 7
Di Eropa, VRE jauh lebih tidak lazim, tetapi sedang meningkat. Untuk 2013,
European Antimicrobial Resistance Surveillance (EARSS) melaporkan hanya 4% prevalensi
VRE. Namun, prevalensi ini bervariasi tergantung pada negara, dengan VRE mulai dari
kurang dari 1% di Perancis, Spanyol, dan Swedia, hingga lebih besar dari 20% di Yunani,
Irlandia, Portugal, dan Inggris. 8

Mekanisme Resistensi
Enterococci sangat mudah dalam mencapai resistensi antimikroba, menampilkan berbagai
mekanisme untuk menjadi resistensi intrinsik. Enterococci memiliki plastisitas genom yang
luar biasa dan menggunakan plasmid, transposon, dan urutan penyisipan dan mentransfer
elemen resistensi seluler, memfasilitasi penyebaran gen resistansi. 3

Resistensi β-laktam
Enterococci memberikan resistensi intrinsik tingkat rendah terhadap β-laktam karena
Penicillin-binding proteins5 (PBP5) memiliki afinitas rendah untuk agen mikroba ini.
Dibandingkan dengan streptokokus, E. faecalis 10-100 kali lipat kurang sensitif terhadap
penisilin, dan dibandingkan dengan E. faecalis, E. faecium adalah 4-16 kali lipat lebih rentan.
Oleh karena itu, sebagian besar enterococci toleran terhadap aktivitas bakterisida β-laktam,
menjadikannya bakteriostatik. 9
Resistensi β-laktam tingkat tinggi dalam enterococci pada prinsipnya disebabkan
oleh dua mekanisme: produksi PBP5 afinitas rendah, atau produksi β-laktamase. Produksi
berlebih PBP5 dengan afinitas rendah yang mengikat β-laktam adalah karakteristik dari E.
faecium tetapi tidak umum di antara E. faecalis. Faktanya, sebagian besar strain VRE
faecium di AS mengekspresikan resistensi tingkat tinggi atau high level resistant (HLR)
terhadap ampisilin, sementara sebagian besar strain fecalis VRE tetap rentan terhadap
ampisilin. Produksi β-laktamase adalah jarang terjadi pada enterococci, tetapi dapat
menyebabkan HLR dengan menghidrolisis β-laktam sebelum mencapai targetnya di dinding
sel. 9

Resistensi aminoglikosida
Enterococci secara intrinsik resisten terhadap kadar aminoglikosida yang rendah karena
penurunan permeabilitas seluler pada agen-agen ini, tetapi hal ini dapat diatasi dengan
penambahan zat aktif dinding sel seperti β-laktam, yang meningkatkan masuknya
aminoglikosida ke dalam sel. HLR untuk aminoglikosida diperoleh melalui dua mekanisme

3
resistensi: modifikasi perlekatan ribosom, dan produksi enzim pengubah aminoglikosida.
Gentamisin atau streptomisin adalah agen sinergi yang direkomendasikan untuk digunakan
dengan β-laktam untuk mendapatkan aktivitas bakterisida. Kehadiran HLR untuk
aminoglikosida menghancurkan aktivitas bakterisidal yang diperoleh dengan sinergi β-
laktam dan aminoglikosida dalam praktik klinis. 10

Resistensi glikopeptida
Dinding sel bakteri terbuat dari peptidoglikan yang terbentuk ketika prekursor pentapeptida
dinding sel yang berakhiran D-Ala-D-Ala mentranslokasi dari sitoplasma ke permukaan sel
dan dimasukkan ke dalam peptidoglikan yang baru dengan transglikosilasi, membentuk
ikatan silang oleh transpeptidasi untuk memperkuat dinding sel. Glikopeptida, seperti
vankomisin dan teicoplanin, adalah agen dengan sel-dinding-aktif, yang memberikan efek
antibakteri dengan pengikatan afinitas tinggi, untuk menghambat sintesis peptidoglikan.
Resistensi glikopeptida muncul ketika prekursor pentapeptida afinitas rendah d-Ala-d-Lac
atau d-Ala-d-Ser terbentuk dan prekursor afinitas tinggi d-Ala-d-Ala dihilangkan. 9
Saat ini, delapan varian fenotipik resistensi glikopeptida yang diperoleh dalam
enterococci (VanA, VanB, VanD, VanE, VanG, VanL, VanM, dan VanN), dengan satu jenis
resistensi intrinsik (VanC) yang unik untuk E. gallinarum dan E casseliflavus. Perubahan
prekursor ke D-Ala-D-Lac (VanA, VanB, VanD, VanM) menyebabkan penurunan afinitas
untuk vankomisin 1.000 kali lipat, dan perubahan pada D-Ala -D-Ser (VanC, VanE, VanG,
VanL, VanN) menyebabkan penurunan afinitas 7 kali lipat untuk vancomycin. VanA
bertanggung jawab untuk sebagian besar kasus manusia VRE di seluruh dunia, dan sebagian
besar dibawa oleh E faecium. 9

Manifestasi Klinis VRE


Bakterimia
Bakteremia tanpa endokarditis adalah gambaran umum dari penyakit enterokokus, terutama
pada pasien sedang sakit kritis dan mendapat antibiotik. Di AS, 18% dari semua infeksi
central line associated bloodstream infections (CLABSI) disebabkan oleh enterococci, Bakteremia
VRE dikaitkan dengan peningkatan 2,5 kali lipat mortalitas bila dibandingkan dengan
bakteremia Vancomysin sensitive Enterococcus (VSE). 3

Endokarditis infektif
Enterococci adalah penyebab paling umum kedua endocarditis infektif pada 5% -20% kasus.
Endocarditis yang disebabkan oleh VRE faecalis dikaitkan dengan jalur vena sentral,
transplantasi hati, dan infeksi katup mitral, sedangkan VRE faecium endocarditis dikaitkan
dengan infeksi pada katup trikuspid. Endokarditis enterokokal biasanya muncul sebagai

4
perjalanan subakut, dengan manifestasi klinis yang paling umum adalah adanya murmur,
demam, penurunan berat badan, malaise, dan nyeri. Yang jarang terlihat adalah tanda-tanda
perifer endokarditis seperti nodus Osler, petekia, dan bintik-bintik Roth.9

Infeksi intra-abdominal dan panggul


Karena enterococci adalah komensal dari saluran GI, biasanya mereka diisolasi dari infeksi
panggul dan intra-abdominal, biasanya bersama dengan organisme Gram-negatif dan
anaerob. Sebagian besar mempertimbangkan pengobatan infeksi panggul dan intra-
abdominal pada pasien immunocompromised dan sakit yang berhubungan dengan abses,
luka, atau peritonitis. 9

Infeksi saluran kemih


VRE cepat menjadi penyebab utama infeksi saluran kemih (ISK) yang berhubungan dengan
perawatan kesehatan. Enterococci menyumbang 15% dari semua infeksi saluran kemih
terkait kateter. Lebih sering terjadi pada pria dan biasanya terkait dengan ISK berulang,
pemberian antibiotik sebelumnya, penggunaan kateter yang menetap, instrumentasi, dan
abnormalitas traktus genitourinari. 4

Infeksi sistem saraf pusat


Infeksi sistem saraf pusat (SSP) merupakan manifestasi yang sangat jarang untuk VRE.61
Infeksi ini biasanya terjadi pada pasien yang lebih tua dengan penyakit yang mendasari
serius, seperti keganasan hematologis, tumor padat, penyakit paru-paru, dan penyakit
jantung. VRE faecium adalah penyebab khas infeksi ini dibandingkan dengan VRE faecalis,
masing-masing 82% berbanding 5%. Manifestasi klinis termasuk demam akut, perubahan
status mental, dan jarang dengan koma, syok, defisit SSP fokal, dan ruam petekie. Pada
cairan serebrospinal ditemukan pleositosis, glukosa rendah, dan peningkatan kadar protein.
3

Penatalaksanaan VRE
Pengobatan harus dimulai dengan mengatasi sumber infeksi, karena sebagian besar infeksi
mewakili kolonisasi, dan penyembuhan dapat diperoleh tanpa terapi antibakteri yang
10
diarahkan pada enterococci.

Sinergis β-laktam dan aminoglycoside


Monoterapi ampisilin dapat digunakan secara untuk infeksi VRE yang peka ampisilin yang
tidak memerlukan aktivitas bakterisidal. Untuk ISK, ampisilin dosis tinggi (18-30 g/hari)
atau amoksisilin (500 mg setiap 8 jam) mendapatkan konsentrasi urin yang cukup untuk

5
membuat pengobatan ampisilin dan Enterococcus yang resisten terhadap vankomisin
menjadi mungkin. 9,10
Untuk bakteremia yang disebabkan oleh VRE sensitif-ampisilin, monoterapi dengan
ampisilin dianjurkan, karena tidak ada manfaat yang ditemukan dengan sinergi
aminoglikosida. Jika aktivitas bakterisida diperlukan untuk pengobatan infeksi
endovaskular, kombinasi sinergisik dari β-laktam dengan aminoglikosida (gentamisin atau
streptomisin) harus digunakan. Untuk ampisilin dan VRE tanpa HLR pada aminoglikosida,
ampisilin dosis tinggi dengan aminoglikosida dapat dipertimbangkan. 10
Untuk Endokarditis infektif karena E. faecalis yang sensitif terhadap ampisilin,
ampisilin dengan ceftriaxone harus dipertimbangkan sebagai opsi pengobatan alternatif,
karena telah menunjukkan efektifitas yang setara dengan ampisilin dengan gentamisin, tetapi
dengan nefrotoksisitas yang lebih rendah. 9

Quinupristin / dalfopristin
Quinupristin / Dalfopristin (Q/D) adalah kombinasi parenteral dari streptogramin tipe A
(70% dalfopristin) dan tipe B (30% quinupristin). Quinupristin / Dalfopristin (Q/D)
memiliki aktivitas bakterisidal terhadap berbagai bakteri Gram-positif, tetapi bersifat
bakteriostatik terhadap VRE faecium, dan tidak memiliki aktivitas melawan E. faecalis.
Resistensi terhadap Q/D oleh VRE faecium dimediasi oleh modifikasi target atau inaktivasi
obat. Toksisitas pembatas dosis, dari mialgia dan artralgia dapat menyebabkan penghentian
pengobatan, dan pemberian melalui kateter vena sentral diperlukan untuk menghindari
flebitis. 2,3
Untuk pengobatan berbagai infeksi VRE, Q/D memiliki tingkat keberhasilan
keseluruhan 66%. Q/D direkomendasikan sebagai pilihan untuk pengobatan E. faecium yang
resisten ampisilin dan vancomycin dengan HLR pada aminoglikosid, namun memiliki
penetrasi SSP yang buruk karena berat molekulnya yang tinggi, dan telah menunjukkan
kegagalan dalam pengobatan infeksi VRE CNS bila digunakan sendiri. Hanya 15% -19%
dari metabolit aktifnya diekskresikan dalam urin, tetapi telah digunakan dalam pengobatan
VRE ISK dengan tingkat respons 80%. Karena efek samping dan kegagalan pengobatan,
Q/D harus dipertimbangkan sebagai pilihan alternatif untuk infeksi VRE setelah penggunaan
linezolid atau daptomycin. 9

Linezolid
Linezolid adalah oxazolidinone bakteriostatik parenteral dan oral dengan aktivitas spektrum
luas terhadap organisme Gram-positif, termasuk VRE faecalis dan faecium. Ini adalah satu-
satunya agen yang disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk pengobatan
infeksi VRE. Resistansi terhadap linezolid jarang terjadi. Resistensi terhadap linezolid

6
dalam VRE adalah hasil dari penurunan pengikatan karena mutasi pada RNA ribosomal 23S
atau akuisisi cfr (resistansi kloramfenikol-florfenol) melalui transmisi horizontal,
menyebabkan metilasi RNA ribosom 23S.10
Linezolid telah menunjukkan kemanjuran dalam pengobatan bakteremia faecium
VRE dengan open-label nonrandomized, yang melaporkan tingkat kesembuhan
mikrobiologis dan klinis masing-masing sebesar 85,3% dan 79,0 %. Linezolid
direkomendasikan sebagai pilihan pengobatan lini pertama untuk endokarditis infektif yang
disebabkan resistensi ampisilin dan VRE dengan HLR pada aminoglikosida, tetapi tidak
bakterisida. Linezolid memiliki penetrasi pada genitourinari yang baik sekitar 40%, tetapi
ini menurun pada disfungsi ginjal. Linezolid memiliki penetrasi yang baik ke dalam SSP
sekitar 70% dan memiliki telah berhasil digunakan sebagai monoterapi untuk infeksi VRE
SSP. Walaupun sebagai satu-satunya agen yang efektif untuk pengobatan semua pengobatan
infeksi VRE lainnya, linezolid tetapi harus dipertimbangkan pilihan alternatif untuk
endokarditis infektif, karena tidak memiliki aktivitas bakterisida. 2,9

Tedizolid
Tedizolid adalah oksazolidinon parenteral dan oral generasi baru dengan spektrum luas
aktivitas bakteriostatik terhadap bakteri Gram-positif yang resisten termasuk VanA dan
VanB VRE dan memiliki aktivitas terhadap linezolid yang resisten dengan mutasi cfr.
Tedizolid telah disetujui untuk pengobatan infeksi kulit bakteri akut, dan saat ini sedang
menjalani uji klinis untuk pengobatan bakteremia dan pneumonia. Dengan aktivitas yang
lebih kuat melawan VRE dibandingkan dengan linezolid, tedizolid berpotensi menjadi agen
lini pertama untuk pengobatan infeksi VRE yang berat.10

Daptomycin
Daptomycin adalah lipopeptida siklik dengan aktivitas bakterisidal tergantung konsentrasi
cepat terhadap banyak organisme Gram-positif yang resisten, termasuk VRE faecalis dan
faecium. Dua meta-analisis baru-baru ini membandingkan daptomycin dengan linezolid
untuk pengobatan bakteremia VRE menemukan kematian yang lebih tinggi pada pasien yang
diobati dengan daptomycin dibandingkan dengan linezolid. Namun, penelitian ini dibatasi
oleh heterogenitas, takaran variabel daptomycin, dan bias seleksi untuk penggunaan
daptomycin pada mereka yang memiliki kelainan hematologis. Baik linezolid dan
daptomycin masih harus digunakan sebagai pilihan lini pertama untuk pengobatan
bakteremia VRE, tetapi tinggi -dosis penggunaan daptomycin harus dipertimbangkan ( dosis
: 8-12 mg / kg).9
Resistensi Daptomycin dikaitkan dengan durasi terapi yang lebih lama dan
merupakan fungsi dari mutasi genetik dalam gen yang bertanggung jawab untuk biogenesis,

7
permeabilitas, dan potensi membran sel. Daptomycin yang diberi dosis hingga 12 mg / kg
telah terbukti aman dan ditoleransi dengan baik oleh pasien.10
Tabel 1. Dosis terapi VRE bakteremia10

Pengendalian VRE
Penularan VRE dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pasien yang terinfeksi atau
melalui kontak tidak langsung melalui tangan petugas kesehatan atau health-care workers
(HCWs), atau melalui peralatan perawatan pasien yang terkontaminasi atau lingkungan
rumah sakit. Pengendalian atau kontrol bertujuan untuk mengurangi kolonisasi VRE dan
infeksi di rumah sakit meliputi: pendidikan petugas kesehatan dengan penerapan dan
kepatuhan praktik cuci tangan, isolasi pasien positif-VRE; isolasi pre-emptive pasien
berisiko tinggi; dan pembatasan penggunaan antibiotik. 3

Kesimpulan

VRE telah menjadi patogen nosokomial utama di seluruh dunia karena strategi dalam
kolonisasi dalam lingkungan, dan plastisitas genom. Infeksi biasanya berkembang pada
imunosupresi, di mana virulensi bervariasi, dan manifestasi klinis termasuk bakteremia,
Endokarditis infeksi, infeksi intraabdomen dan pelvis dan infeksi saluran kemih, infeksi
kulit, dan infeksi SSP. Saat ini terdapat agen dalam terapi dalam infeksi VRE, namun
pengendalian dan kontrol kolonisasi penting untuk menurunkan kejadian infeksi VRE.

8
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, D. J., Eberly, M. D., Goudie, A., & Nylund, C. M. (2016). Rising
Vancomycin-Resistant Enterococcus Infections in Hospitalized Children in the
United States. Hospital Pediatrics, 6(7), 404–411.
2. Mazuski, J. E. (2008). Vancomycin-ResistantEnterococcus: Risk Factors,
Surveillance, Infections, and Treatment. Surgical Infections, 9(6), 567–571.
3. Tacconelli, E., & Cataldo, M. A. (2008). Vancomycin-resistant enterococci (VRE):
transmission and control. International Journal of Antimicrobial Agents, 31(2), 99–
106.
4. Lochan, H., Moodley, C., Rip, D., Bamford, C., Hendricks, M., Davidson, A., &
Eley, B. (2016). Emergence of vancomycin-resistant Enterococcus at a tertiary
paediatric hospital in South Africa. South African Medical Journal, 106(6), 562.
5. Flokas, M. E., Karageorgos, S. A., Detsis, M., Alevizakos, M., & Mylonakis, E.
(2017). Vancomycin-resistant enterococci colonisation, risk factors and risk for
infection among hospitalised paediatric patients: a systematic review and meta-
analysis. International Journal of Antimicrobial Agents, 49(5), 565–572.
6. Weiner, L. M., Webb, A. K., Limbago, B., Dudeck, M. A., Patel, J., Kallen, A. J., …
Sievert, D. M. (2016). Antimicrobial-Resistant Pathogens Associated With
Healthcare-Associated Infections: Summary of Data Reported to the National
Healthcare Safety Network at the Centers for Disease Control and Prevention, 2011–
2014. Infection Control & Hospital Epidemiology, 37(11), 1288–1301.
doi:10.1017/ice.2016.174
7. Zhanel, G. G., Adam, H. J., Baxter, M. R., Fuller, J., Nichol, K. A., … Denisuik, A.
J. (2013). Antimicrobial susceptibility of 22746 pathogens from Canadian hospitals:
results of the CANWARD 2007-11 study. Journal of Antimicrobial Chemotherapy,
68(suppl 1), i7–i22.
8. Surveillance report 2015. Enterococci, in Antimicrobial resistance surveillance in
Europe.
9. Crank, C., & O’Driscoll, T. (2015). Vancomycin-resistant enterococcal infections:
epidemiology, clinical manifestations, and optimal management. Infection and Drug
Resistance, 217.doi:10.2147/idr.s54125
10. Tamma, P. D., & Hsu, A. J. (2014). Optimizing therapy for vancomycin-resistant
enterococcal bacteremia in children. Current Opinion in Infectious Diseases, 27(6),
517–527.

Anda mungkin juga menyukai