Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3 kali
perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa lendir
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI
sering frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak
dapat disebut diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat
badan bayi meningkat normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan
intoleransi laktosa sementara akibat belum sempurnanya perkembangan saluran
cerna. Untuk bayi yang minum ASI secara eksklusif definisi diare yang praktis
adalah meningkatnya frekuensi buang air besar atau konsistensinya menjadi cair
yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti biasanya. Kadang – kadang pada
seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari, tetapi konsistensinya cair,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.6,7,8

Diare melanjut adalah diare yang yang berlangsung antara 7 sampai 14 hari.
Diare Persisten adalah diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Episode ini
dapat di mulai sebagai diare cair atau disentri. penyebab diare pada diare
persisiten E.coli, Shigella, dan Criptosporidium. Diare kronik adalah diare yang
diare yang berlangsung lebih dari 14 hari dan bukan disebabkan oleh non
bakterial seperti penyakit sensitive terhadap glutein dan gangguan metabolism
1,2
yang menurun. Disentri adalah diare yang disertai darah pada tinja. Akibat
terpenting disentri adalah anoreksi , penurunan berat badan dengan cepat , dan
kerusakan mukosa usus karena bakteri invasi. Penyebab utama disentri adalah
Shigella, dan Campilobacter jejuni. Yang jarang adalah E.coli enteroinvasiv atau
Salmonella. Entamoeba Histolytica dapat menyebabkan disentri yang serius pada
orang dewasa muda tapi jarang pada anak-anak.

3
B. Etiologi, Cara Penularan dan Faktor Risiko
1. ETIOLOGI
A. Faktor infeksi 3
a. Virus
Sejak tahun 1940-an, virus sudah dicurigai sebagai penyebab penting dari
gastroenteritis. Tetapi peranannya belum jelas sampai Kapikian et al. (1972)
mengidentifikasi adanya virus pada feses sebagai penyebab gastroenteritis. Satu
tahun kemudian, Bishop et al., mengobservasi keberadaan rotavirus pada mukosa
usus anak dengan gastroenteritis, dan pada tahun 1975, astrovirus dan adenovirus
diidentifikasi pada feses anak yang mengalami diare akut. Sejak saat itu, jumlah
virus yang dihubungkan dengan gastroenteritis akut semakin meningkat
Beberapa virus yang sering menyebabkan gastroenteritis adalah :
i. Rotavirus
Rotavirus adalah virus yang paling sering menyebabkan diare yang parah
pada anak-anak di Amerika Serikat. Hampir semua anak pernah terinfeksi virus
ini pada usia 3-5 tahun. Virus ini tercatat menyebabkan sekitar 1/3 kasus diare
yang dirawat inap dan menyebabkan 500.000 kematian di dunia setiap tahun.
Infeksi pada orang dewasa biasanya bersifat subklinis. Pada tahun 1973,
Bishop dan rekannya melihat dengan mikroskop elektron, pada epitel duodenum
anak yang mengalami diare, adanya virus berukuran 70 nm yang kemudian
dikenal sebagai rotavirus (dalam bahasa Latin , rota = wheel) karena tampilannya.
Rotavirus adalah anggota suku Reoviridae dengan struktur non-enveloped
icosahedral dan ketika diobservasi di bawah mikroskop elektron, mereka
memiliki bentuk seperti roda.
Rotavirus diklasifikasikan kedalam grup, subgrup dan serotipe berdasarkan
protein kapsidnya. Virus ini memiliki 7 grup yaitu A-G. Kebanyakan virus yang
menyerang manusia adalah grup A , tetapi grup B dan C juga dapat menyeebabkan
penyakit pada manusia.
Rotavirus menginfeksi enterosit yang matur pada ujung vili usus halus dan
menyebabkan atrofi epitelium vilus, hal ini dikompensasi dengan repopulasi dari
epitelium oleh immature secretor cell, dengan hiperplasia sekunder dari kripta.

4
Sudah dikemukakan bahwa terjadi kerusakan selular yang merupakan akibat
sekunder dari iskemi vilus. Mekanisme yang menginduksi terjadinya diare akibat
virus ini belum sepenuhnya dimengerti, tetapi ada yang mengatakan bahwa diare
muncul dimediasi oleh penyerapan epitelium vilus yang relatif menurun
berhubungan dengan kapasitas sekretori dari sel kripta. Terdapat juga hilangnya
permeabilitas usus terhadap makromolekul seperti laktosa, akibat penurunan
disakaridase pada usus. Sistem saraf enterik juga distimulasi oleh virus ini,
menyebabkan induksi sekresi air dan elektrolit. Hal ini menyebabkan terjadinya
diare.

ii. Enterik adenovirus


Virus ini menyebabkan 2-12% episode diare pada anak. Human adenovirus
merupakan anggota keluarga Adenoviridae dan merupakan virus DNA tanpa
kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu
Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus. Pada waktu kini
terdapat 51 tipe antigen human adenovirus yang telah diketahui. Virus ini
diklasifikasikan ke dalam enam grup (A-F) berdasarkan sifat fisik, kimia dan
kandungan biologis mereka. Serotipe enterik yang paling sering berhubungan
dengan gastroenteritis adalah adenovirus 40 dan 41, yang termasuk dalam
subgenus F. Lebih jarang lagi, serotipe 31, 12 dan 18 dari subgenus A dan serotipe
1, 2, 5 dan 6 dari subgenus C juga terlibat sebagai penyebab diare akut.
Sama dengan gastroenteritis yang disebabkan oleh rotavirus, lesi yang
dihasilkan oleh serotipe 40 dan 41 pada enterosit menyebabkan atrofi vili dan
hiperplasia kripta sebagai respon kompensasi, dengan akibat malabsorbsi dan
kehilangan cairan.

iii Astrovirus
Virus ini menyebabkan 2-10 % kasus gastroenteritis ringan sampai sedang
pada anak anak. Astrovirus dilaporkan sebagai virus bulat kecil dengan diameter
28 nm dengan tampilan seperti bintang bila dilhat dengan mikroskop elektron.
Genom virus ini terdiri dari single-stranded, positive-sense RNA. Astrovirus

5
diklasifikasikan menjadi beberapa serotipe berdasarkan kereaktifan dari protein
kapsid dengan poliklonal sera dan monoklonal antibodi.
Patogenesis penyakit yang diinduksi oleh astrovirus belum sepenuhnya
dipahami, walaupun telah diduga bahwa replikasi virus terjadi di jaringan usus.
Penelitian pada orang dewasa tidak memberikan gambaran mekanisme yang jelas.
Penelitian yang dilakukan pada hewan, Didapati adanya atrofi pada vili usus juga
infiltrasi pada lamina propria menyebabkan diare osmotik.

iv. Human calcivirus


Infeksi human calcivirus sangat sering terjadi dan kebanyakan orang dewasa
sudah memiliki antibodi terhadap virus ini. Virus ini merupakan penyebab
tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering menimbulkan wabah..
Human calcivirus adalah anggota keluarga Calciviridae, dan dua bentuk umum
sudah digambarkan yaitu Norwalk-like viruses(NLVs) dan Sapporo-like viruses
(SLVs) yang sekarang disebut norovirus dan sapovirus. Virionnya disusun oleh
single-structure capsid
Norovirus merupakan penyebab utama/terbanyak diare pada pasien dewasa
dan menyebabkan 21 juta kasus per tahun.
Pada penelitian yang pernah dilakukan, infeksi oleh calcivirus yang
diobservasi mengakibatkan adanya ekspansi dari vili usus halus proksimal. Sel
epitel masih intak dan terdapat pemendekan mikrovili. Mekanisme terjadinya
diare masih belum diketahui, Diduga bahwa perlambatan waktu pengosongan
lambung yang diobservasi pada gastroenteritis yang disebabkan Norwalk virus
mungkin memiliki peranan.
Infeksi oleh Norwalk virus menginduksi respon antibodi spesifik IgG, IgA
dan IgM, bahkan jika telah terjadi eksposur sebelumnya. Dua minggu setelah
infeksi Norwalk virus, terjadi peningkatan sintesis jejunum terhadap IgA, dan
kebanyakan pasien resisten terhadap reinfeksi selama 4-6 bulan.
v.. Virus lain
Terdapat juga beberapa virus lain yang dapat menyebabkan penyakit
gaastroenteritis seperti virus torovirus. Virus ini berhubungan dengan terjadinya

6
diare akut dan persisten pada anak, dan mungkin merupakan penyebab diare
nosokomial yang penting.Selain itu ada juga virus coronavirus, virus ini
dihubungkan dengan diare pada manusia untuk pertama kalinya pada tahun 1975,
tapi penelitian-penelitian belum mampu mengungkapkan peranan pastinya. Virus
lainnya seperti picobirnavirus. Virus ini diidentifikasi untuk pertama kalinya oleh
Pereira et al. pada tahun 1988.

b. Bakteri
Infeksi bakteri menyebabkan 10%-20% kasus gastroenteritis. Bakteri yang
paling sering menjadi penyebab gastroenteritis adalah Salmonella
species,Campylobacter species, Shigella species and Yersina species. Beberapa
bakteri yang dapat menyebabkan gastroenteritis adalah6 :

i. Salmonella
Infeksi salmonella kebanyakan melalui makanan atau minuman yang
tercemar kuman salmonella. Sekitar 40000 kasus salmonella gastroenteritis
dilaporkan setiap tahun. Salmonella mencapai usus melalui proses pencernaan.
Asam lambung bersifat letal terhadap organisme ini tapi sejumlah besar bakteri
dapat menghadapinya dengan mekanisme pertahanan. Pasien dengan gastrektomi
atau sedang mengkonsumsi bahan yang menghambat pengeluaran asam lambung
lebih cenderung mengalami infeksi salmonella. Salmonella dapat menembus
lapisan epitel sampai ke lamina propria dan mencetuskan respon leukosit.
Beberapa spesies seperti Salmonella choleraesuis dan Salmonella typhi dapat
mencapai sirkulasi melalui sistem limfatik. Salmonella menyebabkan diare
melalui beberapa mekanisme. Beberapa toksin telah diidentifikasi dan
prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan dan elektrolit mungkin
dihasilkan.

ii. Shigella
Ada dua bentuk yaitu bentuk diare (air) dan bentuk disentri. Shigella
tertentu melekat pada tempat perlekatan pada permukaan sel mukosa usus.

7
Organisme ini menembus sel dan berproliferasi. Multiplikasi intraepitel merusak
sel dan mengakibatkan ulserasi mukosa usus. Invasi epitelium menyebabkan
respon inflamasi. Pada dasar lesi ulserasi, erosi pembuluh darah mungkin
menyebabkan perdarahan. Spesies Shigella yang lain menghasilkan exotoksin
yang dapat menyebabkan diare.

iii. Campylobacter
Campylobacter memanfaatkan mobilitas dan kemotaksis untuk menelusuri
permukaan epitel saluran cerna, tampak menghasilkan adhesin dan sitotoksin dan
memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada makrofag, monosit dan sel epitel
tetapi terutama dalam vakuola.

iv. E. coli
E. coli terdapat sebagai komensal dalam usus manusia mulai dari lahir
sampai meninggal. Walaupun umumnya tidak berbahaya , tetapi beberapa jenis
dapat menyebabkan gastroenteritis.
E. coli yang dapat menyebabkan diare dibagi dalam tiga golongan, yaitu:
• Enteropathogenic (EPEC) : tipe klasik

• Enterotoxigenic (ETEC)

• Enteroinvasive (EIEC)

c. Parasit dan protozoa


Giardia lamblia adalah infeksi protozoa yang paling sering menyebabkan
gastroenteritis. Protozoa yang lain mencakup Cryptosporidium dan Entamoeba
hystolitica.6

i. Giardia lamblia
Giardia adalah protozoa yang memiliki flagel, ditransmisikan melalui jalur
fekal-oral melalui makanan atau air yang terkontaminasi feses. Setelah ditelan
dalam bentuk kista eksitasi melepaskan organisme di bagian atas usus halus.

8
Giardia kemudian melekat pada permukaan membran brush border enterosit.
Bakteri ini menyebabkan lesi sehingga terjadi defisiensi laktosa dan malabsorbsi.

ii. Cryptosporidium
Organisme ini ditransmisikan melalui berbagai cara yang mencakup fekal-
oral, tangan ke mulut, dan orang ke orang melalui makanan, air, atau hewan
peliharaan yang terkontaminasi terutama kucing.

iii. Entamoeba histolytica


Protozoa ini ditransmisikan melalui jalur fekal-oral. Infeksi protozoa ini
dimulai dengan tertelannya dalam bentuk kista. Eksitasi terjadi pada kolon
kemudian dilepaskan dalam bentuk trofozoid yang selanjutnya menginvasi
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut
pada anak-anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella,
Campylobacter jejuni dan Cryptosporidium.

B. Faktor Non Infeksi 3


1. Defek Anatomis
i. Malrotasi
ii. Penyakit Hirchsprung
iii. Short Bowel Syndrome
iv. Atrofi mikrovilli
v. Stricture

2. Malabsorpsi
i. Defisiensi disakaridase
ii. Malabsorpsi glukosa – galaktosa
iii. Cystic fibrosis
iv. Cholestosis
v. Penyakit Celiac

9
3. Endokrinopati
i. Thyrotoksikosis
ii. Penyakit Addison
iii. Sindroma Androgenital

4. Keracunan Makanan
i. Logam Berat
ii. Mushrooms

5. Neoplasma
i. Neuroblastoma
ii. Phaechromocytoma
iii. Sindroma Zollinger Blison

6. Lain-lain
i. Infeksi non GI
ii. Alergi susu sapi
iii. Defisiensi imun
iv. Gangguan motilitasusus
v. Pellagra

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui
makanan atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung
tangan dengan penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita
atau tidak langsung melalui lalat. ( melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).7,8,9
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara
lain : tidak memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan
bayi, tidak memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja,
kurangnya sarana kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang
buruk, penyiapan dan penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara
penyapihan yang tidak baik. Selain hal-hal tersebut, beberapa factor pada

10
penderita dapat meningkatkan kecenderungan untuk dijangkiti diare antara lain :
gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman lambung, menurunnya
motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan faktor
genetik.10,11,12

1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan.
Insidensi tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan
makanan pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan
kadar antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang
mungkin terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia
atau binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak
yang lebih besar dan pada orang dewasa.1,4,12

2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik
ini meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif.
Pada infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu,
tinja penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius.
Orang dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak
enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang
lain.7,11,12

3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah
sub tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat

11
terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,
sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.3,11,12

4. Epidemi dan pandemi


Vibrio cholera 0.1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi
dan pandemic yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera
0.1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar
di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir
tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi
di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.2,10,12

C. Epidemiologi
Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang
termasuk di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan
kesakitan tertinggi pada anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak
6 juta anak meninggal tiap tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian
tersebut terjadi di negara berkembang. Sebagai gambaran 17% kematian anak di
dunia disebabkan oleh diare sedangkan di Indonesia, hasil Riskesdas 2007
diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab kematian bayi yang terbanyak
yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4 tahun penyebab
kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%.2,5,9
Hasil survei pada 2006 menunjukkan bahwa kejadian diare di Indonesia
adalah 423 dari tiap 1.000 orang, dan terjadi 1-2 kali per tahun pada anak-anak
berusia di bawah 5 tahun. Pada 2001, angka kematian rata-rata yang diakibatkan
diare adalah 23 di tiap 100.000 orang penduduk, sedangkan angka yang lebih
tinggi terjadi pada kelompok anak berusia di bawah 5 tahun, yaitu 75 per 100.000
orang. Sementara kematian anak berusia di bawah tiga tahun akibat diare adalah

12
19 persen, dengan kata lain sekitar 100.000 anak meninggal dunia tiap tahunnya
akibat diare.4

D. Patogenesis13-18
Secara umum diare disebabkan 2 hal yaitu gangguan pada proses absorbsi
atau sekresi.
1. Gangguan absorpsi atau diare osmotik.
Secara umum terjadi penurunan fungsi absorpsi oleh berbagai sebab seperti celiac
sprue, atau karena:
a. mengkonsumsi magnesium hidroksida
b. defisiensi sukrase-isomaltase adanya laktase defisien pada anak yang lebih
besar
c. adanya bahan yang tidak diserap, menyebabkan bahan intraluminal pada
usus halus bagian proksimal tersebut bersifat hipertonis dan menyebabkan
hiperosmolaritas. Akibat perbedaan tekanan osmose antara lumen usus dan
darah maka pada segmen usus jejenum yang bersifat permeabel, air akan
mengalir ke arah lumen jejenum, sehingga air akan banyak terkumpul air
dalam lumen usus. Na akan mengikuti masuk ke dalam lumen, dengan
demikian akan terkumpul cairan intraluminal yang besar dengan kadar Na
yang normal. Sebagian kecil cairan ini akan diabsorpsi kembali, akan
tetapi lainnya akan tetap tinggal di lumen oleh karena ada bahan yang
tidak dapat diserap seperti Mg, glukose, sukrose,laktose, maltose di
segmen illeum dan melebihi kemampuan absorpsi kolon, sehingga terjadi
diare. Bahan-bahan seperti karbohidrat dari jus buah, atau bahan yang
mengandung sorbitol dalam jumlah berlebihan, akan memberikan dampak
yang sama.
2. Malabsoprsi umum.
Keadaan seperti short bowel syndrom, celiac, protein, peptida, tepung,
asam amino dan monosakarida mempunyai peran pada gerakan osmotik pada
lumen usus. Kerusakan sel (yang secara normal akan menyerap Na dan air) dapat
disebabkan virus atau kuman, seperti Salmonella, Shigella atau Campylobacter.

13
Sel tersebut juga dapat rusak karena inflammatory bowel disease idiopatik, akibat
toksin atau obat-obat tertentu. Gambaran karakteristik penyakit yang
menyebabkan malabsorbsi usus halus adalah atropi villi. Lebih lanjut,
mikororganisme tertentu (bakteri tumbuh lampau, giardiasis, dan enteroadheren E.
coli) menyebabkan malabsorbsi nutrien dengan merubah faal membran brush
border tanpa merusak susunan anatomi mukosa. Maldigesti protein lengkap,
karbohidrat, dan trigliserid diakibatkan insuficiensi eksokrin pankreas
menyebabkan malabsorbsi yang signifikan dan mengakibatkan diare osmotik.
Gangguan atau kegagalan ekskresi pankreas menyebabkan kegagalan
pemecahan kompleks protein, karbohidrat, trigliserid, selanjutnya menyebabkan
maldigesti, malabsorpsi dan akhirnya menyebabkan diare osmotik. Steatorrhe
berbeda dengan malabsorpsi protein dan karbohidrat dengan asam lemak rantai
panjang intraluminal, tidak hanya menyebabkan diare osmotik, tetapi juga
menyebabkan pacuan sekresi Cl- sehingga diare tersebut dapat disebabkan
malabsorpsi karbohidrat oleh karena kerusakan difus mukosa usus, defisiensi
sukrosa, isomaltosa dan defisiensi congenital laktase, pemberian obat pencahar;
laktulose, pemberian Mg hydroxide (misalnya susu Mg), malabsorpsi karbohidrat
yang berlebihan pada hipermotilitas pada kolon iritabel. Mendapat cairan
hipertonis dalam jumlah besar dan cepat, menyebabkan kekambuhan diare.
Pemberian makan/minum yang tinggi KH, setelah mengalami diare, menyebabkan
kekambuhan diare. Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan mukosa sehingga
menyebabkan gangguan sekresi enzim laktase, menyebabkan gangguan absorpsi
nutrisi laktose.
3. Gangguan sekresi atau diare sekretorik
Toksin penyebab diare ini terutama bekerja dengan cara meningkatkan
konsentrasi intrasel cAMP, cGMP atau Ca++ yang selanjutnya akan mengaktifkan
protein kinase. Pengaktifan protein kinase akan menyebabkan fosforilasi
membran protein sehingga mengakibatkan perubahan saluran ion, akan
menyebabkan Cl- di kripta keluar. Di sisi lain terjadi peningkatan pompa natrium,
dan natrium masuk kedalam lumen usus bersama Cl-. Bahan laksatif dapat
menyebabkan bervariasi efek pada aktivitas NaK-ATPase. Beberapa diantaranya

14
memacu peningkatan kadar cAMP intraseluler., meningkatkan permeabilitas
intestinal dan sebagian menyebabkan kerusakan sel mukosa. Semua kelainan
mukosa usus, berakibat sekresi air dan mineral berlebihan pada vilus dan kripta
serta semua enterosit terlibat dan dapat terjadi mukosa usus dalam keadaan
normal.

4. Diare akibat gangguan peristaltik


Meskipun motilitas jarang menjadi penyebab utama malabsorbsi, tetapi
perubahan motilitas mempunyai pengaruh terhadap absorbsi. Baik peningkatan
ataupun penurunan motilitas, keduanya dapat menyebabkan diare. Penurunan
motilitas dapat mengakibatkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan diare.
Perlambatan transit obat-obatan atau nutrisi akan meningkatkan absorbsi.
Kegagalan motilitas usus yang berat menyebabkan stasis intestinal berakibat
inflamasi, dekonjugasi garam empedu dan malabsorbsi. Diare akibat
hiperperistaltik pada anak jarang terjadi. Watery diare dapat disebabkan karena
hipermotilitas pada kasus kolon iritable pada bayi. Gangguan motilitas mungkin
merupakan penyebab diare pada thyrotoksikosis, malabsorbsi asam empedu dan
berbagai penyakit lain.

5. Diare inflamasi
Proses inflamasi di usus halus dan kolon menyebabkan diare pada
beberapa keadaan. Akibat kehilangan sel epitel dan kerusakan tight junction,
tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah dan limphatic menyebabkan air,
elektrolit, mukus, protein dan seringkali sel darah merah dan sel darah putih
menumpuk dalam lumen. Biasanya diare akibat inflamasi ini berhubungan dengan
tipe diare lain seperti diare osmotik dan diare sekretorik. Bakteri enteral patogen
akan mempengaruhi struktur dan fungsi tight junction, menginduksi sekresi cairan
dan elektrolit, dan akan mengaktiflkan kaskade inflamasi. Efek infeksi bakterial
pada tight junction akan mempengaruhi susunan anatomis dan fungsi absorpsi
yaitu cytoskeleton dan perubahan susunan protein. Penelitian oleh Berkes J dkk.

15
2003 menunjukkan bahwa peranan bakteri enteral patogen pada diare terletak
pada perubahan barrier tight junction oleh toksin atau produk kuman yaitu
perubahan pada cellular cytoskeleton dan spesifik tight junction. Pengaruh itu bisa
pada kedua komponen tersebut atau salah satu komponen saja sehingga akan
menyebabkan hipersekresi chloride yang akan diikuti natrium dan air. Sebagai
contoh C. difficile akan menginduksi kerusakan cytoskeleton maupun protein,
Bacteroides fragilis menyebabkan degradasi proteolitik protein tight junction, V
cholera mempengaruhi distribusi protein tight junction, sedangkan EPEC
menyebabkan akumulasi protein cytoskeleton.

6. Diare terkait imunologi


Diare terkait imunologi dihubungkan dengan reaksi hipersensitivitas tipe I,
III dan IV. Reaksi tipe I yaitu terjadi reaksi antara sel mast dengan IgE dan alergen
makanan. Reaksi tipe III misalnya pada penyakit gastroenteropati, sedangkan
reaksi tipe IV terdapat pada Coeliac disease dan protein loss enteropaties. Pada
reaksi tipe I, alergen yang masuk tubuh menimbulkan respon imun dengan
dibentuknya IgE yang selanjutnya akan diikat oleh reseptor spesifik pada
permukaan sel mast dan basofil. Bila terjadi aktivasi akibat pajanan berulang
dengan antigen yang spesifik, sel mast akan melepaskan mediator seperti
histamin, ECF-A, PAF, SRA-A dan prostaglandin. Pada reaksi tipe III terjadi
reaksi komplek antigen-antibodi dalam jaringan atau pembuluh darah yang
mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan
Macrophage Chemotactic Factor yang akan merangsang sel mast dan basofil
melepas berbagai mediator. Pada reaksi tipe IV terjadi respon imun seluler, disini
tidak terdapat peran antibodi. Antigen dari luar dipresentasikan sel APC(Antigen
Presenting Cell) ke sel Th1 yang MHC-II dependen. Terjadi pelepasan berbagai
sitokin seperti MIF, MAF dan IFN-γ oleh Th1. Sitokin tersebut akan mengaktifasi
makrofag dan menimbulkan kerusakan jaringan. Berbagai mediator diatas akan
menyebabkan luas permukaan mukosa berkurang akibat kerusakan jaringan,
merangsang sekresi klorida diikuti oleh natrium dan air.

16
E. Manifestasi klinis 19,20
Mula-mula anak cengeng, gelisah, suhu tubuh naik, nafsu makan
berkurang kemudian timbul diare. Tinja mungkin disertai lendir dan darah. Warna
tinja makin lama berubah kehijauan karena bercampur dengan, Daerah anus dan
sekitarnya timbul luka lecet karena sering deflkasi dan tinja yang asam akibat
laktosa yang tidak diabsorbsi usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau selama diare dan dapat
disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan
asam basa dan elektrolit. Bila kehilangan cairan terus berlangsung tanpa
pergantian yang memadai gejala dehidrasi mulai tampak yaitu : BB turun, turgor
kulit berkurang, mata dan ubun-ubun cekung (bayi), selaput lender bibir dan
mulut, serta kulit kering.
Bila berdasarkan terus berlanjut, akan terjadi renjatan hypovolemik dengan
gejala takikardi, denyut jantung menjadi cepat, nadi lemah dan tidak teraba,
tekanan daran turun, pasien tampak lemah dan kesadaran menurun, karena kurang
cairan, deuresis berkurang (oliguria-anuria). Bila terjadi asidosis metabolik pasien
akan tampak pucat, nafas cepat dan dalam (pernafasan kusmaul) 2,4
Bila terdapat panas dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat
dehidrasi. Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare..
Nyeri perut yang lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah
serta rektum menunjukkan terkenanya usus besar. Mual dan muntah adalah
simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin disebabkan oleh karena
organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti: enteric virus,
bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium. Muntah
juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak panas
atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya
imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.11, 16, 18

17
Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan :
 Kehilangan BB
1. Dehidrasi ringan ; menurun BB 0 - 5%
2. Dehidrasi sedang : menurun BB 5 - 10%
3. Dehidrasi berat : menurun BB > 10%
PENILAIAN A B C

18
Lihat
Keadaan Umum Baik, sadar *Gelisah, rewel *Lesu,lunglai, tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung
Air Mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa Haus Minum Biasa, Tidak *Haus ingin minum *Malas minum atau
haus banyak tidak bias minum
Periksa Turgor Kulit Kembali cepat *Kembali lambat *Kembali sangat
lambat
Derajat Dehidrasi TANPA DEHIDRASI DEHIDRASI DEHIDRASI BERAT
RINGAN SEDANG Bila ada 1 tanda* + 1
Bila ada 1 tanda* + atau lebih tanda lain
1 atau lebih tanda
lain
Terapi Rencana Terapi A Rencana terapi B Rencana C

F. Pemeriksaan Penunjang2,7,17
Pemeriksaan laboratorium lengkap pada diare akut pada umumnya tidak
diperlukan, hanya pada keadaan tertentu mungkin diperlukan misalnya penyebab
dasarnya tidak diketahui atau ada sebab-sebab lain selain diare akut atau pada
penderita dengan dehidrasi berat.
Contoh : pemeriksaan darah lengkap, kultur urine dan tinja pada sepsis atau
infeksi saluran kemih. Pemeriksaan laboratorium yang kadang-kadang diperlukan
pada diare akut :
1. Darah : darah lengkap, serum elektrolit, analisa gas darah, glukosa darah,
kultur dan tes kepekaan terhadap antibiotika.
2. Urine : urine lengkap, kultur dan test kepekaan terhadap antibiotika.
3. Tinja :
a. Pemeriksaan makroskopik:
Pemeriksaan makroskopik tinja perlu dilakukan pada semua penderita
dengan diare meskipun pemeriksaan laboratorium tidak dilakukan. Tinja yang
watery dan tanpa mucus atau darah biasanya disebabkan oleh enterotoksin virus,
protozoa atau disebabkan oleh infeksi diluar saluran gastrointestinal.

19
Tinja yang mengandung darah atau mukus bisa disebabkan infeksi bakteri
yang menghasilkan sitotoksin, bakteri enteroinvasif yang menyebabkan
peradangan mukosa atau parasit usus seperti : E. histolytica, B. coli dan T.
trichiura. Apabila terdapat darah biasanya bercampur dalam tinja kecuali pada
infeksi dengan E. Histolytica darah sering terdapat pada permukaan tinja dan pada
infeksi EHEC terdapat garis-garis darah pada tinja. Tinja yang berbau busuk
didapatkan pada infeksi dengan Salmonella, Giardia, Cryptosporidium
dan Strongyloides.
2,7,17
Test Laboratorium Organisme yg diduga

Pemeriksaan mikroskopik:
Pemeriksaan mikroskopik untuk mencari adanya lekosit dapat memberikan
informasi tentang penyebab diare, letak anatomis serta adanya proses peradangan
mukosa. Lekosit dalam tinja diproduksi sebagai respon terhadap bakteri yang
menyerang mukosa kolon. Lekosit yang positif pada pemeriksaan tinja
menunjukkan adanya kuman invasif atau kuman yang memproduksi sitotoksin
seperti Shigella, Salmonella, C. jejuni, EIEC, C. difficile, Y. enterocolitica, V.
parahaemolyticus dan kemungkinan Aeromonas atau P. shigelloides. Lekosit yang

20
ditemukan pada umumnya adalah lekosit PMN, kecuali pada S.typhii lekosit
mononuklear. Tidak semua penderita kolitis terdapat lekosit pada tinjanya, pasien
yang terinfeksi dengan E. histolytica pada umumnya lekosit pada tinja minimal.
Parasit yang menyebabkan diare pada umumnya tidak memproduksi lekosit
dalam jumlah banyak. Normalnya tidak diperlukan pemeriksaan untuk mencari
telur atau parasit kecuali terdapat riwayat baru saja bepergian kedaerah resiko
tinggi, kultur tinja negatif untuk enteropatogen, diare lebih dari 1 minggu atau
pada pasien immunocompromised. Pasien yang dicurigai menderita diare yang
disebabkan giardiasis, cryptosporidiosis, isosporiasis dan strongyloidiasis dimana
pemeriksaan tinja negatif, aspirasi atau biopsi duodenum atau yeyunum bagian
atas mungkin diperlukan. Karena organisme ini hidup di saluran cerna bagian atas,
prosedur ini lebih tepat daripada pemeriksaan spesimen tinja. Biopsi duodenum
adalah metoda yang spesifik dan sensitif untuk diagnosis giardiasis,
strongylodiasis dan protozoa yang membentuk spora. E. hystolitica dapat
didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik tinja segar. Trophozoit biasanya
ditemukan pada tinja cair sedangkan kista ditemukan pada tinja yang berbentuk.
Tehnik konsentrasi dapat membantu untuk menemukan kista amuba. Pemeriksaan
serial mungkin diperlukan oleh karena ekskresi kista sering terjadi intermiten.
Sejumlah tes serologis amubiasis untuk mendeteksi tipe dan konsentrasi antibodi
juga tersedia. Serologis test untuk amuba hampir selalu positif pada disentri
amuba akut dan amubiasis hati.
Kultur tinja harus segera dilakukan bila dicurigai terdapat Hemolytic
Uremic Syndrome, diare dengan tinja berdarah, bila terdapat lekosit pada tinja,
KLB diare dan pada penderita immunocompromised. Oleh karena bakteri tertentu
seperti : Y. enterocolitica, V. cholerae, V. Parahaemolyticus, Aeromonas, C.
difficile, E. coli 0157: H7 dan Camphylobacter membutuhkan prosedur
laboratorium khusus untuk identifikasinya, perlu diberi catatan pada label apabila
ada salah satu dicurigai sebagai penyebab diare yang terjadi. Deteksi toksin C.
difficile sangat berguna untuk diagnosis antimikrobial kolitis.
Proctosigmoidoscopy mungkin membantu dalam menegakkan diagnosis pada
penderita dengan simptom kolitis berat atau penyebab inflammatory enteritis

21
syndrome tidak jelas setelah dilakukan pemeriksaan laboratorium pendahuluan.9, 10,
18

G. Tatalaksana
Departemen Kesehatan mulai melakukan sosialisasi Panduan Tata Laksana
Pengobatan Diare pada balita yang baru didukung oleh Ikatan Dokter Anak
Indonesia, dengan merujuk pada panduan WHO. Tata laksana ini sudah mulai
diterapkan di rumah sakit-rumah sakit. Rehidrasi bukan satu-satunya strategi
dalam penatalaksanaan diare. Memperbaiki kondisi usus dan menghentikan diare
juga menjadi cara untuk mengobati pasien. Untuk itu, Departemen Kesehatan
menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus diare yang diderita
anak balita baik yang dirawat di rumah maupun sedang dirawat di rumah sakit,
yaitu:20,21,22,23
1. Rehidrasi dengan menggunakan oralit baru
Para ahli diare mengembangkan formula baru oralit dengan tingkat
osmolarits yang lebih rendah. Osmolaritas larutan baru lebih mendekati
osmolaritas plasma, sehingga kurang menyebabkan risiko terjadinya
hipernatremia. Ketentuan pemberian oralit formula baru:
a. Beri ibu 2 bungkus oralit formula baru
b. Larutkan 1 bungkus oralit formula baru dalam 1 liter air matang, untuk
persediaan 24 jam.
c. Berikan larutan oralit pada anak setiap kali buang air besar, dengan
ketentuan sebagai berikut:
i. Untuk anak berumur < 2 tahun : berikan 50-100 ml tiap kali BAB
ii. Untuk anak 2 tahun atau lebih : berikan 100-200 ml tiap BAB
d. Jika dalam waktu 24 jam persediaan larutan oralit masih tersisa,
maka sisa larutan harus dibuang.
2. Zinc diberikan selama 10 hari berturut-turut
Zinc mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat mengembalikan
nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa tahun terakhir
karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah

22
membuktikannya. Pemberian zinc yang dilakukan di awal masa diare selama 10
hari ke depan secara signifikan menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa pemberian zinc pada pasien anak penderita kolera
dapat menurunkan durasi dan jumlah tinja/cairan yang dikeluarkan. Zinc termasuk
mironutrien yang mutlak dibutuhkan untuk memelihara kehidupan yang optimal.
Meski dalam jumlah yang sangat kecil, dari segi fisiologis, zinc berperan untuk
pertumbuhan dan pembelahan sel, anti oksidan, perkembangan seksual, kekebalan
seluler, adaptasi gelap, pengecapan, serta nafsu makan. Zinc juga berperan dalam
sistem kekebalan tubuh dan merupakan mediator potensial pertahanan tubuh
terhadap infeksi. Dasar pemikiran penggunaan zinc dalam pengobatan diare akut
didasarkan pada efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cerna selama diare. 24,25
Pemberian zinc pada diare dapat meningkatkan aborpsi air dan elektrolit
oleh usus halus, meningkatkan kecepatan regenerasi epitel usus, meningkatkan
jumlah brush border apical, dan meningkatkan respon imun yang mempercepat
pembersihan patogen dari usus. Pengobatan dengan zinc cocok diterapkan di
negara-negara berkembang seperti Indonesia yang memiliki banyak masalah
terjadinya kekurangan zinc di dalam tubuh karena tingkat kesejahteraan yan
rendah dan daya imunitas yang kurang memadai. Pemberian zinc dapat
menurunkan frekuensi dan volume buang air besar sehingga dapat menurunkan
risiko terjadinya dehidrasi pada anak. Dosis zinc untuk anak-anak:
 Anak di bawah umur 6 bulan : 10 mg (1/2 tablet) per hari
 Anak di atas umur 6 bulan : 20 mg (1 tablet) per hari
Zinc diberikan selama 10-14 hari berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dari diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau
oralit. Untuk anak-anak yang lebih besar, zinc dapat dikunyah atau dilarutkan
dalam air matang atau oralit.

3. ASI dan makanan tetap diteruskan sesuai umur anak dengan menu yang
sama pada waktu anak sehat untuk mencegah kehilangan berat badan serta

23
pengganti nutrisi yang hilang. Pada diare berdarah nafsu makan akan berkurang.
Adanya perbaikan nafsu makan menandakan fase kesembuhan.26,27

4. Antibiotik jangan diberikan kecuali ada indikasi misalnya diare berdarah atau
kolera. Pemberian antibiotik yang tidak rasional justru akan memperpanjang
lamanya diare karena akan mengganggu keseimbangan flora usus dan Clostridium
difficile yang akan tumbuh dan menyebabkan diare sulit disembuhkan. Selain itu,
pemberian antibiotik yang tidak rasional akan mempercepat resistensi kuman
terhadap antibiotik, serta menambah biaya pengobatan yang tidak perlu. Pada
penelitian multipel ditemukan bahwa telah terjadi peningkatan resistensi terhadap
antibiotik yang sering dipakai seperti ampisilin, tetrasiklin, kloramfenikol, dan
trimetoprim sulfametoksazole dalam 15 tahun ini. Resistensi terhadap antibiotik
terjadi melalui mekanisme berikut: inaktivasi obat melalui degradasi enzimatik
oleh bakteri, perubahan struktur bakteri yang menjadi target antibiotik dan
perubahan permeabilitas membrane terhadap antibiotik.28,29

5. Nasihat pada ibu atau pengasuh: Kembali segera jika demam, tinja
berdarah,berulang, makan atau minum sedikit, sangat haus, diare makin sering,
atau belum membaik dalam 3 hari. Infeksi usus pada umumnya self limited, tetapi
terapi non spesifik dapat membantu penyembuhan pada sebagian pasien dan terapi
spesifik, dapat memperpendek lamanya sakit dan memberantas organisme
penyebabnya. Dalam merawat penderita dengan diare dan dehidrasi terdapat
beberapa pertimbangan terapi :
1. Terapi cairan dan elektrolit
2. Terapi diit
3. Terapi non spesifik dengan antidiare
4. Terapi spesifik dengan antimikroba
Walaupun demikian, berdasarkan penelitian epidemiologis di Indonesia dan
negara berkembang lainnya, diketahui bahwa sebagian besar penderita diare
biasanya masih dalam keadaan dehidrasi ringan atau belum dehidrasi. Hanya
sebagian kecil dengan dehidrasi lebih berat dan memerlukan perawatan di sarana

24
kesehatan. Perkiraan secara kasar menunjukkan dari 1000 kasus diare yang ada di
masyarakat, 900 dalam keadaan dehidrasi ringan, 90 dalam keadaan dehidrasi
sedang dan 10 dalam keadaan dehidrasi berat, 1 diantaranya disertai komplikasi
serta penyakit penyerta yang penatalaksanaannya cukup rumit. Berdasarkan data
diatas, sesuai dengan panduan WHO, pengobatan diare akut dapat dilaksanakan
secara sederhana yaitu dengan terapi cairan dan elektrolit per-oral serta
melanjutkan pemberian makanan, sedangkan terapi non spesifik dengan anti diare
tidak direkomendasikan dan terapi antibiotika hanya diberikan bila ada indikasi.
Pemberian cairan dan elektrolit secara parenteral hanya untuk kasus dehidrasi
berat.

Tentukan Derajat Dehidrasi


RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
PENDERITA DIARE TANPA DEHIDRASI

GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :


 Teruskan mengobati anak diare dirumah
 Berikan
4. Berikan terapi
anakawal
lebihbila terkenacairan
banyak diare lagi
daripada biasanya untuk mencegah
dehidrasi
Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan, seperti larutan
oralit,makanan yang cair (seperti sup, air tajin ) dan kalau tidak ada air
matang. Gunakan larutan oralit untuk anak seperti dijelaskan dalam kotak
dibawah (catatan jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan belum makan
makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang dari pada makanan
yang cair ). Berikan larutan ini sebanyak anak mau, berikan jumlah larutan
oralit seperti dibawah. Teruskan pemberian larutan ini hingga diare
berhenti 5
5. Beri anak makan untuk mencegah kurang gizi
Teruskan ASI, Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa
diberikan, untuk anak kurang dari 6 bulan dan belum mendapat makanan
padat , dapat diberikan susu,

25
Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat:
o Berikan bubur bila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan,
sayur, daging atau ikan , tambahkan 1 atau 2 sendok teh minyak
sayur tiap porsi
o Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan
kalium
o Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk
makanan dengan baik
o Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali
sehari
o Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan
diberikan porsi makanan tambahan setiap hari selama 2 minggu
6. Bawa anak kepada petugas kesehatan bila anak tidak membaik dalam
3 hari atau menderita sebagai berikut :

Buang Air besar cair lebih sering

Muntah berulang-ulang

Rasa haus yang nyata

Makan atau Minum sedikit

Demam

Tinja berdarah 5

Usia Jumlah Oralit yang diberikan Jumlah Oralit yang di sediakan


tiap BAB (ml) di rumah ((ml/hari)
<1 50 – 100 400 (2 bungkus)
1–4 100-200 600-800 (3-4 bungkus)
> 5 200-300 800- 1.000 (4-5 bungkus)
Dewasa 300-400 1.200- 2600

Tunjukan kepada ibu cara mencampur oralit


 Berikan sesendok the tiap 1-2 menit untuk usia < 2 tahun
 Berikanlah beberapa gelas untuk anak yang lebih tua

26
 Bila anak muntah tunggulah 20 menit. Kemudian berikan caiaran lain
untuk mendapatkankan tambahan oralit.
Komposisi Formula WHO (200 ml)
Na Klorida (garam ) : 0,7 g
Glukosa :4g
Atau
Sukrosa (gula biasa) :8g
Trisodium sitrat dihidrat :0,5 g
K Klorida : 0,3 g

RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG

JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA

Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan
berikan oralit sesuai tabel dibawah ini
Umur Umur < 1 Tahun 1 – 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa
Jumlah oralit 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah
Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air masak
selama masa ini

Setelah 3-4 jam nilai kembali anak menggunakan bagan penilaian kemudian
pilih rencana terapi a , b atau c untuk melanjutkan terapi
 Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang
anak biasanya kemudian mengantuk dan tidur
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B ,
tetapi tawarkan makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A
 Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C

27
Bila ibu harus pulang sebelum selesai rencana terapi B

Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah

Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam
rencana terapi A

Tunjukkan cara melarutkan oralit

Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah

Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti

Memberi makan anak sebagaimana biasanya

Membawa anak ke petugas kesehatan. 5

28
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT

Mulai diberikan cairan IV bila penderita bisa minum segera berikan oralit.
Sewaktu cairan IV di mulai beri 100 ml/kgBB

Umur Pemberian 30 Pemberian 70 ml / kgBB


ml/kgBB (jam ) (jam)
< 1 tahun 1 jam 5 jam

1 tahun ½ jam 2 ½ jam

Di ulangi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba


 Nilai lagi penderita 1-2 jam bila nadi belum teraba percepat tetesan intravena
 Berikan oralit 5ml/kgBB. Kemudian nilai kembali. Dan pilih rencana terapi yang
sesuai.

H. Komplikasi
Beberapa masalah mungkin terjadi selama pengobatan rehidrasi. Beberapa
diataranya membutuhkan pengobatan khusus.
1. Gangguan Elektrolit
i. Hipernatremia
Penderita diare dengan natrium plasma > 150 mmol/L memerlukan
pemantauan berkala yang ketat. Tujuannya adalah menurunkan kadar natrium
secara perlahan-lahan. Penurunan kadar natrium plasma yang cepat sangat
berbahaya oleh karena dapat menimbulkan edema otak. Rehidrasi oral atau
nasogastrik menggunakan oralit adalah cara terbaik dan paling aman.
Koreksi dengan rehidrasi intravena dapat dilakukan menggunakan cairan
0,45% saline – 5% dextrose selama 8 jam. Hitung kebutuhan cairan menggunakan
berat badan tanpa koreksi. Periksa kadar natrium plasma setelah 8 jam. Bila
normal lanjutkan dengan rumatan, bila sebaliknya lanjutkan 8 jam lagi dan periksa
kembali natrium plasma setelah 8 jam. Untuk rumatan gunakan 0,18% saline - 5%
dektrosa, perhitungkan untuk 24 jam.

29
Tambahkan 10 mmol KCl pada setiap 500 ml cairan infus setelah pasien
dapat kencing. Selanjutnya pemberian diet normal dapat mulai diberikan.
Lanjutkan pemberian oralit 10 ml/kgBB/setiap BAB, sampai diare berhenti.

ii. Hiponatremia
Anak dengan diare yang hanya minum air putih atau cairan yang hanya
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremi (Na< 130 mol/L).
Hiponatremi sering terjadi pada anak dengan Shigellosis dan pada anak malnutrisi
berat dengan oedema. Oralit aman dan efektif untuk terapi dari hampir semua
anak dengan hiponatremi. Bila tidak berhasil, koreksi Na dilakukan bersamaan
dengan koreksi cairan rehidrasi yaitu : memakai Ringer Laktat atau Normal
Saline. Kadar Na koreksi (mEq/L) = 125 – kadar Na serum yang diperiksa
dikalikan 0,6 dan dikalikan berat badan. Separuh diberikan dalam 8 jam, sisanya
diberikan dalam 16 jam. Peningkatan serum Na tidak boleh melebihi 2
mEq/L/jam.

iii. Hiperkalemia
Disebut hiperkalemia jika K > 5 mEq/L, koreksi dilakukan dengan
pemberian kalsium glukonas 10% 0,5 – 1 ml/kgBB i.v. pelan-pelan dalam 5 – 10
menit dengan monitor detak jantung.

iv. Hipokalemia
Dikatakan hipokalemia bila K < 3.5 mEq/L, koreksi dilakukan menurut kadar
K : jika kalium 2,5 – 3,5 mEq/L diberikan per-oral 75 mcg/kgBB/hr dibagi 3
dosis. Bila < 2,5 mEq/L maka diberikan secara intravena drip (tidak boleh bolus)
diberikan dalam 4 jam. Dosisnya: (3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 2
mEq/kgBB/24 jam) diberikan dalam 4 jam, kemudian 20 jam berikutnya adalah
(3,5 – kadar K terukur x BB x 0,4 + 1/6 x 2 mEq x BB). Hipokalemi dapat
menyebabkan kelemahan otot, paralitik ileus, gangguan fungsi ginjal dan aritmia
jantung. Hipokalemi dapat dicegah dan kekurangan kalium dapat dikoreksi

30
dengan menggunakan oralit dan memberikan makanan yang kaya kalium selama
diare dan sesudah diare berhenti.

2. Kegagalan Upaya Rehidrasi Oral


Kegagalan upaya rehidrasi oral dapat terjadi pada keadaan tertentu
misalnya pengeluaran tinja cair yang sering dengan volume yang banyak, muntah
yang menetap, tidak dapat minum, kembung dan ileus paralitik, serta malabsorbsi
glukosa. Pada keadaan-keadaan tersebut mungkin penderita harus diberikan cairan
intravena.

3. Kejang
Pada anak yang mengalami dehidrasi, walaupun tidak selalu, dapat terjadi
kejang sebelum atau selama pengobatan rehidrasi. Kejang tersebut dapat
disebabkan oleh karena : hipoglikemi, kebanyakan terjadi pada bayi atau anak
yang gizinya buruk, hiperpireksia, kejang terjadi bila panas tinggi, misalnya
melebihi 400C, hipernatremi atau hiponatremi.

I. Pencegahan
Upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara:
1. Mencegah penyebaran kuman patogen penyebab diare. Kuman-kuman
patogen penyebab diare umumnya disebarkan secara fekal - oral. Pemutusan
penyebaran kuman penyebab diare perlu difokuskan pada cara penyebaran
ini. Upaya pencegahan diare yang terbukti efektif meliputi:
a. Pemberian ASI yang benar.
b. Memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan pendamping
ASI.
c. Penggunaan air bersih yang cukup.
d. Membudayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sehabis
buang air besar dan sebelum makan.
e. Penggunaan jamban yang bersih dan higienis oleh seluruh anggota
keluarga.

31
f. Membuang tinja bayi yang benar.

2. Memperbaiki daya tahan tubuh pejamu ( host ).


Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh
anak dan dapat mengurangi resiko diare antara lain:
a. Memberi ASI paling tidak sampai usia 2 th.
b. Meningkatkan nilai gizi makanan pendamping ASI dan memberi makan
dalam jumlah yang cukup untuk memperbaiki status gizi anak.
c. Imunisasi campak.

Akhir-akhir ini banyak diteliti tentang peranan probiotik, prebiotik dan seng
dalam pencegahan diare.

1. Probiotik
Probiotik diberi batas sebagai mikroorganisme hidup dalam makanan yang
difermentasi yang menunjang kesehatan melalui terciptanya keseimbangan
mikroflora intestinal yang lebih baik. Pencegahan diare dapat dilakukan dengan
pemberian probiotik dalam waktu yang panjang terutama untuk bayi yang tidak
minum ASI. Pada sistematik review yang dilakukan Komisi Nutrisi ESPGHAN
(Eropean Society of Gastreoenterology Hepatology and Nutrition) pada tahun
2004, didapatkan laporan-laporan yang berkaitan dengan peran probiotik untuk
pencegahan diare. Saavedra dkk tahun 1994, melaporkan pada penelitiannya
bahwa susu formula yang disuplementasi dengan Bifidobacterium lactis dan
Streptococcus thermophiles bila diberikan pada bayi dan anak usia 5 - 24 bulan
yang dirawat di Rumah Sakit dapat menurunkan angka kejadian diare dari 31%
menjadi 7%, infeksi rotavirus juga berkurang dari 39% pada kelompok placebo
menjadi 10 % pada kelompok probiotik. Penelitian Phuapradit P. dkk di Thailand
pada tahun 1999 menunjukan bahwa bayi yang minum susu formula yang
mengandung probiotik Bifidobacterium Bb 12 dan Streptococcus thermophylus
lebih jarang menderita diare oleh karena infeksi rotavirus.

32
Oberhelman RA dkk tahun 2002 melaporkan penggunaan Lactobacillus GG
di Peru pada komunitas dengan resiko tinggi diare dapat menurunkan episode
diare terutama pada anakanak usia 18 – 29 bulan dibandingkan dengan placebo
(4,7 v 5,9 episod/anak/thn dengan p = 0,0005), akan tetapi penelitian yang sama di
Finlandia tahun 2001 tidak menemukan adanya efek proteksi pada konsumsi
jangka lama susu formula yang disuplementasi dengan probiotik. D’Souza dkk
tahun 2002 melaporkan bahwa probiotik jika diberikan bersama-sama dengan
antibiotika mengurangi resiko”Antibiotic Associated Diaorrhea”. Kemungkinan
mekanisme efek probiotik dalam pencegahan diare melalui: perubahan lingkungan
mikro lumen usus (pH, oksigen), produksi bahan anti mikroba terhadap beberapa
patogen usus, kompetisi nutrien, mencegah adhesi kuman patogen pada enterosit,
modifikasi toksin atau reseptor toksin efek trofik terhadap mukosa usus melalui
penyediaan nutrien dan imunomodulasi.
Disimpulkan bahwa beberapa probiotik potential mempunyai efek
protektif terhadap diare, tetapi masih diperlukan penelitian dan evaluasi lebih
lanjut termasuk efektifitas dan keamanannya, walaupun sejauh ini penggunaan
probiotik pada percobaan klinis dikatakan aman. Surveilans diperlukan untuk
mencari kemungkinan efek samping seperti infeksi pada kelompok resiko tinggi
antara lain bayi prematur dan pasien immuno compromised.

2. Prebiotik
Prebiotik bukan merupakan mikroorganisme akan tetapi bahan makanan.
Umumnya kompleks karbohidrat yang bila dikonsumsi dapat merangsang
pertumbuhan flora intestinal yang menguntungkan kesehatan. Oligosacharida
yang ada didalam ASI dianggap sebagai prototipe prebiotik oleh karena dapat
merangsang pertumbuhan Lactobacilli dan Bifidobacteria didalam kolon bayi
yang minum ASI. Data menunjukan angka kejadian diare akut lebih rendah pada
bayi yang minum ASI. Tetapi pada dua penelitian RCT di Peru th. 2003, bayi-bayi
dikomunitas yang diberi cereal yang disuplementasi dengan Fruktooligosakarida
( FOS ) tidak menunjukan penurunan angka kejadian diare. Penemuan lain yang
dilakukan di Yogyakarta pada tahun 1998, suatu penelitian RCT yang melibatkan

33
124 penderita diare dengan tanpa melihat penyebabnya menunjukkan adanya
perbedaan bermakna lamanya diare, dimana pada penderita yang mendapat FOS
lebih pendek masa diarenya dibanding placebo. Rekomendasi penggunaannya
untuk aspek pencegahan diare akut masih perlu menunggu penelitian-penelitian
selanjutnya.

34

Anda mungkin juga menyukai