klinis yang telah didapatkan dan memenuhi syarat laboratoris artinya dapat
1. Tes Hematologi
18
Hematologis yang mendukung diagnosis sepsis meliputi jumlah total
leukosit, jumlah total neutrofil, jumlah neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur
dengan neutrofil total (I/T) ratio, ratio neutrofil imatur dengan matur, morfologi
neutrofil, badan Dohle, bakteri intraseluler, granulosit toksik dan jumlah platelet.
18,19
ditemukan pada 10-60% pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000
dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan. 20,21
spesifisitas yang sangat tinggi. I/T ratio 0,2 memiliki sensifitas yang tinggi. Pada
jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun
menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar
antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan
fisiologis lainnya. Oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-
Jumlah total neutrofil imatur yang lebih dari 1100/ul, 1400/ul dan 800/ul
berturut-turut saat lahir, umur 12 jam dan di atas 60 jam dianggap abnormal. Dari
19
satunya indikator yang paling sensitif dan spesifik untuk sepsis neonatal, dengan
nilai sensitifitas lebih dari 96% dan spesifisitas lebih dari 71%. 6
menandakan infeksi yang berat dan merupakan tanda yang lanjut dari sepsis
(jumlah trombosit kurang dari 100.000/L), MPV (Mean Platelet Volume) dan
PDW (Platelet Distribution Width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari
pertama kehidupan. 3
awitan dini terjadi pada 75% trombositopenia neonatus, pada umumnya telah ada
saat lahir atau timbul dalam 72 jam pertama setelah lahir pada neonatus prematur
atau yang lahir dari kehamilan yang mengalami komplikasi seperti insufisiensi
plasenta dan atau hipoksia janin pada pre-eklampsia atau pertumbuhan janin
kehidupan hampir selalu disebabkan oleh sepsis awitan lambat atau enterokolitis
tanda awal sepsis atau NEC kemudian trombosit turun drastis dan mencapai titik
20
Penelitian terbaru mengidentifikasi granulocyte colony stimulating factor
dari neutrofil. Kadar faktor ini cocok untuk marker infeksi awal dalam diagnosis
cepat sepsis neonatorum. Batas kadar ini adalah 200 pg/ml dan memiliki
skoring.
21
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan
sampai saat ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi
apakah bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram
pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah
Protein ini dihasilkan oleh hepar sebagai bagian dari respon inflamasi
cepat pada infeksi atau kerusakan jaringan. Salah satu bentuk protein fase akut
adalah C reaktif protein (CRP). C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang
disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan.
Protein ini diregulasi oleh IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen.
CRP meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. 26
CRP dihasilkan dalam 6-8 jam setelah paparan infeksi. Kadar CRP
bertahan dalam 19 jam dan dapat meningkat hingga 1000 kali lipat pada fase akut.
Spesifisitas CRP lebih baik daripada IT ratio ataupun jumlah neutrofil. Namun,
sensitivitasnya dalam mendiagnosis cepat hanya 60% dan pemeriksaan CRP ini
harus diulang dalam 24 dan 48 jam. Sehingga CRP disebut sebagai marker yang
spesifik tapi lambat dalam mendiagnosis infeksi neonatal. Selain itu, kadar CRP
22
juga meningkat pada aspirasi mekonium, nekrosis jaringan, pasca vaksinasi, dan
pembedahan. Saat ini beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda
klinis yang sesuai dengan infeksi disertai nilai C-reactive protein (CRP) >10mg/L
cukup untuk menegakkan diagnosis EONS dan LONS pada sepsis neonatorum.
26,27
dan CRP. Skrining sepsis sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat pula,
dianjurkan bahwa pemeriksaan awal dilakukan paling tidak 12-24 jam awal
diulangi pada 8-12 jam setelahnya. Jika hasil keduanya negatif maka sepsis dapat
disingkirkan. 28
Skrining sepsis berdasarkan lekosit dan CRP dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 4. Screening Sepsis (positif jika 2 poin) 26
Jika hasil skrining positif (2) maka nenonatorum harus dirawat dengan
diulang 12 jam kemudian. Perubahan pola CRP dan normalisasi kadar CRP pasca
23
peningkatan diterapkan sebagai monitor progres terapi dan sebagai petunjuk terapi
antibiotik. 29
Protein fase akut kedua yang berperan pada diagnosis adalah prokalsitonin
(PCT). Prokalsitonin merupakan prekursor kalsitonin teridiri dari 116 asam amino
dan dihasilkan oleh sel C pada glandula tiroid. Marker ini juga dihasilkan oleh
makrofag, sel monosit, dan beberapa organ lainnya pada infeksi bakteri yang
lanjut. Kadar PCT tidak tergantung dengan kalsitonin, dan PCT berkorelasi
sistemik. Lebih tepatnya dalam produksi monosit dan sel hepatik. Kadar PCT
meningkat 4 jam pasca infeksi, memuncak dalam 6-8 jam, dan tetap meningkat
selama 24 jam. Waktu paruh PCT adalah 25-30 jam. Kadar serumnya tidak
bergantung pada usia gestasi. Sensitivitas PCT adalah 87% dan spesifisitasnya
100%. Berbeda dengan CRP, PCT tidak meningkat pada infeksi virus, inflamasi
stres non infeksi seperti trauma lahir, sindrom aspirasi dan hipoksemia. 30
dengan proven sepsis dan kadarnya menurun setelah terapi dengan antibiotik.
Pada neonatus dengan infeksi gram negatif, 14 dari 17 neonatus memiliki kadar
PCT dan CRP yang meningkat. Sedangkan pada infeksi gram positif 18 dari 31
4. Kultur Darah
24
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah
dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut. 32
Survei hasil otopsi tahun 1999 pada 111 BBLR menemukan bahwa infeksi
merupakan penyebab tersering kematian BBLR dan diagnosis sepsis tidak dapat
ditegakkan pada 61% kasus tersebut. Pada pemeriksaan kultur darah masih
banyak ditemukan kasus hasil kultur negatif, meski telah didukung oleh gejala
klinis dan hasil otopsi yang jelas. Pemberian antibiotik pada sebagian besar ibu
tumbuhnya bakteri pada media kultur. Selain itu hasil kultur juga dipengaruhi oleh
pertumbuhan kuman. Hasil kultur negatif palsu juga dapat disebabkan akibat
sedikitnya jumlah sampel darah yang diperiksa. Suatu penelitian menemukan 60%
pemeriksaan kultur darah dapat memberikan hasil negatif palsu apabila volume
darah yang diperiksa hanya 0,5 ml dengan hitung koloni <4 CFU/ml darah.
banyak dibandingkan pada dewasa. Hasil kultur positif palsu dapat terjadi akibat
25
anaerob diindikasikan untuk neonatus yang disertai dengan abses, hemolisis masif
10%. Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik.
pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif,
pungsi lumbal diulang 24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai
didapatkan kuman pada LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis. Dari
penelitian, terdapat 15% bayi dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah
negatif. 32
Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk
mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik
dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil
melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik kandung kemih. Kultur lainnya
kuman yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik
tersebut. Selain itu hasil kultur dipengaruhi pula oleh kemungkinan pemberian
26
nosokomial. Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih
cepat dapat dilakukan pewarnaan Gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan
reseptor terhadap molekul adhesi interseluler pada sel darah putih. Hal ini memicu
cascade sitokin untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8, dan kemokin. Beberapa
proinflamasi. 35
27
Perhatian khusus terutama tertuju pada IL-6, IL-8 dan tumor nekrosis
faktor . IL-6 merupakan sitokin penting dari respon cepat pejamu pada infeksi.
Namun, IL-6 memiliki waktu paruh yang pendek dan konsentrasinya menurun
tajam pasca pengobatan. IL-6 pada darah tali pusat secara konsisten dibuktikan
dapat menjadi marker yang sensitif untuk mendiagnosis sepsis neonatorum awitan
dini, dengan sensitivitas 87-100% dan nilai prediktif negatif sebesar 93-100%.
Akan tetapi sensitifitasnya menurun dalam waktu 24-48 jam (bertutur-turut 67%
dan 58%) karena konsentrasi IL-6 turun dengan cepat hingga tidak terdeteksi
setelah 24 jam. Kombinasi pemeriksaan IL-6 (dini dan sensitif) dan CRP (lambat
dan spesifik) dalam 48 jam pertama pada pasien suspek sepsis meningkatkan
Selain IL-6, IL-8 dan TNF juga merupakan kemokin atau sitokin
proinflamasi yang diproduksi dari fagosit yang telah teraktivasi dalam merespon
inflamasi sistemik. IL-8 memiliki akurasi yang tinggi dengan sensitifitas 80-91%
28
Pemeriksaan yang digunakan dalam memprediksi adanya sepsis
melalui darah corda fetalis. Dua tolak ukur yang efektif untuk digunakan adalah
a. IL-6
neonatorum onset dini. IL-6 berfungsi sebagai marker respon inflamasi dan
meningkat tajam di awal proses infeksi. IL-6 dapat meningkat 2 hingga 4 hari
memprediksi kelahiran prematur dan outcome yang kurang baik pada fetus seperti
b. IL-10
negatif. Kadar IL-10 yang tinggi menurunkan produksi monosit dari TNF-a, IL-6
dan IL-8, disisi sebelunya mengaktivasi produksi IL-1Ra. Berbeda dengan IL-6,
IL-10 saat disupresi meningkatkan produksi TNF- serum dan IL-6, sehingga IL-
29
6. Marker Permukaan Sel
tertentu pasca sel inflamatori teraktivasi oleh bakteri atau produk bakteri. Contoh
antigen leukosit seperti Neutrofil CD11b dan CD64 ditemukan sebagai marker
yang sangat rendah pada neutrofil yang belum teraktivasi. Kadarnya meningkat
dalam beberapa menit pasca infeksi sehingga sangat berfungsi sebagai peringatan
mendiagnosis. CD25, CD45RO juga merupakan marker dari sel lmfosit namun
daripada menginfeksi bakteri akut. Saat ini belum dapat ditentukan ambang batas
46-
dari jenis marker ini sehingga penelitian mengenai marker ini fokus ke arah itu.
47
30
7. Adrenomedulin dan Antithrombin
pada pasien sepsis yang meninggal dibanding pasien sepsis yang hidup. Hagag et
prognosis pada bayi sepsis. Dalam studinya, Hagag et all juga menemukan bahwa
kadar antithrombin secara signifikan lebih rendah pada neonatus dengan sepsis
pada sepsis berat dibanding sepsis ringan dan lebih rendah pada bayi sepsis
meninggal dibanding bayi sepsis hidup. Hagag et all pun menyimpulkan bahwa
neonatus dengan kadar antithrombin yang rendah berisiko tinggi untuk menjadi
dieliminasi dari sirkulasi darah sehingga tolak ukur yang lebih stabil yang dapat
terjadi karena 2 hal yang pertama ADM merupakan bagian dari famili gen CALC
dimana pada keadan sepsis, gen ini diuraikan menjadi komponen kalsitonin,
klirens ADM oleh ginjal. Sedangkan antithrombin merupakan inhibitor potent dari
31
8. Pencitraan
Distress Syndrome).
ditemukan pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang
32