Anda di halaman 1dari 15

BAB III

PEMERIKSAAN PENUNJANG PADA SEPSIS NEONATORUM

Tabel 1 menunjukkan syarat ideal suatu tes dalam mendiagnosis sepsis

neonatorum. Kriteria ini haruslah memenuhi syarat klinis artinya menunjang

klinis yang telah didapatkan dan memenuhi syarat laboratoris artinya dapat

dilakukan dan memiliki tolak ukur yang homogen. 17

Tabel 1. Karakteristik dari Marker Infeksi yang Ideal 17

No. Kriteria Klinis


Memiliki ambang batas nilai yang dapat dibandingkan antara
1
neonatus
Memiliki sensitivitas mendekati 100%, spesifisitas lebih dari 85%,
2 kemampuan prediktif positif lebih dari 85% dan kemampuan
prediksi negatif mendekati 100%.
3 Dapat mendeteksi infeksi pada stadium awal
Dapat mendeteksi sumber infeksi yang berbeda antara virus dengan
4
bakteri
5 Dapat menuntun penggunaan antibiotik
6 Dapat memonitor keberhasilan terapi
7 Dapat berguna untuk alat prognostik
Kriteria Laboratoris
1 Susunannya stabil
Memiliki rentang waktu untuk pengambilan sampel ( meningkat
2 atau menurunnya paling lambat 48 jam setelah onset manifestasi
muncul)
3 Pengukurannya secara kuantitatif bukan kualitatif
4 Cukup diperlukan sedikit bahan
5 Pengukurannya sederhana
6 Perubahan nilainya secara laboratoris cepat
7 Harga pemeriksaan murah

1. Tes Hematologi

18
Hematologis yang mendukung diagnosis sepsis meliputi jumlah total

leukosit, jumlah total neutrofil, jumlah neutrofil imatur, rasio neutrofil imatur

dengan neutrofil total (I/T) ratio, ratio neutrofil imatur dengan matur, morfologi

neutrofil, badan Dohle, bakteri intraseluler, granulosit toksik dan jumlah platelet.
18,19

Pada sepsis neonatorum umumnya ditemukan peningkatan leukosit yang

didominasi oleh sel PMN, leukopenia (leukosit <5.000/L), leukositosis (leukosit

>30.000/L), dan neutropenia absolut (PMN <1.500). Trombositopenia dapat

ditemukan pada 10-60% pasien. Jumlah trombosit biasanya kurang dari 100.000

dan terjadi pada 1-3 minggu setelah diagnosis sepsis ditegakkan. 20,21

Sensitivitas pemeriksaan total leukosit berkisar 17%-90% dan spesifisitas

berkisar antara 31-100%. Namun, leukopenia dan neutropenia memiliki

spesifisitas yang sangat tinggi. I/T ratio 0,2 memiliki sensifitas yang tinggi. Pada

pemeriksaan IT ratio, semua bentuk neutrofil imatur dihitung, dan rasio

maksimum yang dapat diterima untuk menyingkirkan diagnosis sepsis pada 24

jam pertama kehidupan adalah 0,16. Pada kebanyakan neonatus, rasio turun

menjadi 0,12 pada 60 jam pertama kehidupan. Sensitivitas rasio I/T berkisar

antara 60-90%, dan dapat ditemukan kenaikan rasio yang disertai perubahan

fisiologis lainnya. Oleh karena itu, rasio I/T ini dikombinasikan dengan gejala-

gejala lainnya agar diagnosis sepsis neonatorum dapat ditegakkan. 3

Jumlah total neutrofil imatur yang lebih dari 1100/ul, 1400/ul dan 800/ul

berturut-turut saat lahir, umur 12 jam dan di atas 60 jam dianggap abnormal. Dari

indeks neutrofil, rasio neutrofil imatur/neutrofil total (I/T) merupakan satu-

19
satunya indikator yang paling sensitif dan spesifik untuk sepsis neonatal, dengan

nilai sensitifitas lebih dari 96% dan spesifisitas lebih dari 71%. 6

Jumlah platelet yang rendah dan perubahan morfologis neutrofil

menandakan infeksi yang berat dan merupakan tanda yang lanjut dari sepsis

neonatorum. Pada penderita sepsis neonatorum dapat terjadi trombositopenia

(jumlah trombosit kurang dari 100.000/L), MPV (Mean Platelet Volume) dan

PDW (Platelet Distribution Width) meningkat secara signifikan pada 2-3 hari

pertama kehidupan. 3

Berdasarkan waktu terjadinya, trombositopenia dapat dibagi tiga, yaitu

trombositopenia fetal, trombositopenia neonatus awitan dini dan trombositopenia

neonatus awitan lambat. Trombositopenia fetal biasanya disebabkan oleh proses

aloimun, autoimun, infeksi kongenital dan aneuplodi. Trombositopenia neonatus

awitan dini terjadi pada 75% trombositopenia neonatus, pada umumnya telah ada

saat lahir atau timbul dalam 72 jam pertama setelah lahir pada neonatus prematur

atau yang lahir dari kehamilan yang mengalami komplikasi seperti insufisiensi

plasenta dan atau hipoksia janin pada pre-eklampsia atau pertumbuhan janin

terhambat. Trombositopenia neonatus awitan lambat terjadi setelah 72 jam

kehidupan hampir selalu disebabkan oleh sepsis awitan lambat atau enterokolitis

nekrotikans (NEC). Trombositopenia telah ada seiring dengan ditemukan tanda-

tanda awal sepsis atau NEC kemudian trombosit turun drastis dan mencapai titik

terendah dalam waktu 24-48 jam. Penurunan trombosit dapat mencapai

50.000//L dan sering dibutuhkan transfusi trombosit. 22

20
Penelitian terbaru mengidentifikasi granulocyte colony stimulating factor

yang dihasilkan sumsum tulang untuk memfasilitasi proliferasi dan diferensiasi

dari neutrofil. Kadar faktor ini cocok untuk marker infeksi awal dalam diagnosis

cepat sepsis neonatorum. Batas kadar ini adalah 200 pg/ml dan memiliki

sensitifitas sebesar 95% dan spesifisitas sebesar 99%. 23,24

Secara umum dalam menggunakan pemeriksaan hematologi tidak dapat

dilakukan 1 tes saja, diperlukan beberapa pemeriksaan yang dinilai berdasarkan

skoring.

Tabel 2. Skoring Hematologi Pada Diagnosis Dini Sepsis Neonatorum 25


Kriteria Abnormalitas Skor
Hitung WBC total 5.000/ul 1
25.000 saat lahir 1
30.000 usia 12-24 jam
21.000 usia 2 hari
Hitung PMN total Tidak ditemukan PMN matur 2
Meningkat/menurun 1
Hitung PMN imatur Meningkat 1
Rasio I:T PMN Meningkat 1
Rasio I:M PMN 0,3 1
Perubahan degeneratif pada Granular toksik/vakoula 1
PMN sitoplasmik 1
Hitung platelet 150.000/ul
Nilai normal :
Total hitung PMN : 1800-5400
Hitung PMN imatur : 600
Imatur : Total rasio PMN : 0,120
Imatur : Matur rasio PMN : 0,3.

Tabel 3. Interpretasi Skoring Hematologi 25


Skor Interpretasi
2 Tidak mungkin sepsis
3 atau 4 Mungkin sepsis
5 Sepsis atau infeksi sangat mungkin
2. Pewarnaan Gram

21
Selain biakan kuman, pewarnaan Gram merupakan teknik tertua dan

sampai saat ini masih sering dipakai di laboratorium dalam melakukan identifikasi

kuman. Pemeriksaan dengan pewarnaan Gram ini dilakukan untuk membedakan

apakah bakteri penyebab termasuk golongan bakteri Gram positif atau Gram

negatif. Walaupun dilaporkan terdapat kesalahan baca pada 0,7% kasus,

pemeriksaan untuk identifikasi awal kuman ini dapat dilaksanakan pada rumah

sakit dengan fasilitas laboratorium yang terbatas dan bermanfaat dalam

menentukan penggunaan antibiotik pada awal pengobatan sebelum didapatkan

hasil pemeriksaan kultur bakteri. 17

3. Protein Fase Akut

Protein ini dihasilkan oleh hepar sebagai bagian dari respon inflamasi

cepat pada infeksi atau kerusakan jaringan. Salah satu bentuk protein fase akut

adalah C reaktif protein (CRP). C-reactive protein (CRP) merupakan protein yang

disintesis di hepatosit dan muncul pada fase akut bila terdapat kerusakan jaringan.

Protein ini diregulasi oleh IL-6 dan IL-8 yang dapat mengaktifkan komplemen.

Sintesis ekstrahepatik terjadi di neuron, plak aterosklerotik, monosit dan limfosit.

CRP meningkat pada 50-90% bayi yang menderita infeksi bakteri sistemik. 26

CRP dihasilkan dalam 6-8 jam setelah paparan infeksi. Kadar CRP

bertahan dalam 19 jam dan dapat meningkat hingga 1000 kali lipat pada fase akut.

Spesifisitas CRP lebih baik daripada IT ratio ataupun jumlah neutrofil. Namun,

sensitivitasnya dalam mendiagnosis cepat hanya 60% dan pemeriksaan CRP ini

harus diulang dalam 24 dan 48 jam. Sehingga CRP disebut sebagai marker yang

spesifik tapi lambat dalam mendiagnosis infeksi neonatal. Selain itu, kadar CRP

22
juga meningkat pada aspirasi mekonium, nekrosis jaringan, pasca vaksinasi, dan

pembedahan. Saat ini beberapa peneliti berpendapat bahwa adanya satu tanda

klinis yang sesuai dengan infeksi disertai nilai C-reactive protein (CRP) >10mg/L

cukup untuk menegakkan diagnosis EONS dan LONS pada sepsis neonatorum.
26,27

Skrining sepsis kebanyakan biasanya kombinasi dari pemeriksaan lekosit

dan CRP. Skrining sepsis sebaiknya dilakukan pada waktu yang tepat pula,

dianjurkan bahwa pemeriksaan awal dilakukan paling tidak 12-24 jam awal

kehidupan. Jika pemeriksaan didapatkan hasil negatif, maka pemeriksaan harus

diulangi pada 8-12 jam setelahnya. Jika hasil keduanya negatif maka sepsis dapat

disingkirkan. 28
Skrining sepsis berdasarkan lekosit dan CRP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:
Tabel 4. Screening Sepsis (positif jika 2 poin) 26

Jika hasil skrining positif (2) maka nenonatorum harus dirawat dengan

kemungkinan kemungkinan sepsis, tapi apabila hasil negatif maka pemeriksaan

diulang 12 jam kemudian. Perubahan pola CRP dan normalisasi kadar CRP pasca

23
peningkatan diterapkan sebagai monitor progres terapi dan sebagai petunjuk terapi

antibiotik. 29

Protein fase akut kedua yang berperan pada diagnosis adalah prokalsitonin

(PCT). Prokalsitonin merupakan prekursor kalsitonin teridiri dari 116 asam amino

dan dihasilkan oleh sel C pada glandula tiroid. Marker ini juga dihasilkan oleh

makrofag, sel monosit, dan beberapa organ lainnya pada infeksi bakteri yang

lanjut. Kadar PCT tidak tergantung dengan kalsitonin, dan PCT berkorelasi

dengan neurotransmisi, imunomodulasi, dan kontrol vaskular selama infeksi

sistemik. Lebih tepatnya dalam produksi monosit dan sel hepatik. Kadar PCT

meningkat 4 jam pasca infeksi, memuncak dalam 6-8 jam, dan tetap meningkat

selama 24 jam. Waktu paruh PCT adalah 25-30 jam. Kadar serumnya tidak

bergantung pada usia gestasi. Sensitivitas PCT adalah 87% dan spesifisitasnya

100%. Berbeda dengan CRP, PCT tidak meningkat pada infeksi virus, inflamasi

stres non infeksi seperti trauma lahir, sindrom aspirasi dan hipoksemia. 30

Zahedpasha et all menyatakan bahwa PCT meningkat pada neonatus

dengan proven sepsis dan kadarnya menurun setelah terapi dengan antibiotik.

Pada neonatus dengan infeksi gram negatif, 14 dari 17 neonatus memiliki kadar

PCT dan CRP yang meningkat. Sedangkan pada infeksi gram positif 18 dari 31

neonatus memiliki kadar CRP dan PCT yang meningkat. 31

Protein fase akut lainnya adalah 1 antitripsin, fibronektin, haptoglobin,

laktoferin, neopterin, dan orosomukoid. Namun, protein ini jarang digunakan

karena akurasi diagnostiknya belum terbukti. 29

4. Kultur Darah

24
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam

menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil

biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu

dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan

dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing-masing klinik. Kultur darah

dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut. 32

Survei hasil otopsi tahun 1999 pada 111 BBLR menemukan bahwa infeksi

merupakan penyebab tersering kematian BBLR dan diagnosis sepsis tidak dapat

ditegakkan pada 61% kasus tersebut. Pada pemeriksaan kultur darah masih

banyak ditemukan kasus hasil kultur negatif, meski telah didukung oleh gejala

klinis dan hasil otopsi yang jelas. Pemberian antibiotik pada sebagian besar ibu

hamil untuk mencegah persalinan prematur diduga sebagai penyebab tidak

tumbuhnya bakteri pada media kultur. Selain itu hasil kultur juga dipengaruhi oleh

kemungkinan pemberian antibiotik sebelumnya pada bayi yang dapat menekan

pertumbuhan kuman. Hasil kultur negatif palsu juga dapat disebabkan akibat

sedikitnya jumlah sampel darah yang diperiksa. Suatu penelitian menemukan 60%

pemeriksaan kultur darah dapat memberikan hasil negatif palsu apabila volume

darah yang diperiksa hanya 0,5 ml dengan hitung koloni <4 CFU/ml darah.

Penghitungan jumlah koloni bakteri pada bakteremia membutuhkan minimal 1

mL darah. Jumlah koloni pada neonatus dengan bakteremia diharapkan lebih

banyak dibandingkan pada dewasa. Hasil kultur positif palsu dapat terjadi akibat

kontaminasi saat pengambilan sampel. Kultur bakteri aerob bermakna untuk

seluruh etiologi bakteri penyebab sepsis neonatorum, sedangkan kultur bakteri

25
anaerob diindikasikan untuk neonatus yang disertai dengan abses, hemolisis masif

dan pneumonia yang tidak membaik dengan pengobatan. 32

Kemungkinan terjadinya meningitis pada sepsis neonatorum adalah 1-

10%. Bayi dengan meningitis mungkin saja tidak menunjukkan gejala spesifik.

Pungsi lumbal dilakukan untuk menegakkan diagnosis atau menyingkirkan sepsis

neonatorum bila dicurigai terdapat meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan baik

pada sepsis neonatorum awitan dini maupun lanjut. Kemudian dilakukan

pemeriksaan kultur dari cairan serebrospinal (LCS). Apabila hasil kultur positif,

pungsi lumbal diulang 24-36 jam setelah pemberian antibiotik untuk menilai

apakah pengobatan cukup efektif. Apabila pada pengulangan pemeriksaan masih

didapatkan kuman pada LCS, diperlukan modifikasi tipe antibiotik dan dosis. Dari

penelitian, terdapat 15% bayi dengan meningitis yang menunjukkan kultur darah

negatif. 32

Kultur urin dilakukan pada anak yang lebih besar. Pemeriksaan ini untuk

mengetahui ada atau tidaknya infeksi di saluran kemih. Kultur urin lebih baik

dilakukan pada kasus sepsis neonatorum awitan lambat. Spesimen urin diambil

melalui kateterisasi steril atau aspirasi suprapubik kandung kemih. Kultur lainnya

seperti kultur permukaan kulit, endotrakea dan cairan lambung menunjukkan

sensitivitas dan spesifisitas yang kurang baik. 32

Interpretasi hasil kultur perlu pertimbangan hati-hati khususnya bila

kuman yang ditemukan berlainan jenis dari kuman yang biasa ditemukan di klinik

tersebut. Selain itu hasil kultur dipengaruhi pula oleh kemungkinan pemberian

antibiotika sebelumnya atau adanya kemungkinan kontaminasi kuman

26
nosokomial. Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih

cepat dapat dilakukan pewarnaan Gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan

jenis kuman secara lebih spesifik. 33

Tabel 5. Hasil Kultur Darah Neonatus Berdasarkan IDAI 2004 34

Bakteri Sepsis onset Sepsis awitan Total%


awal lambat
(usia <72 jam) (usia 72 jam)
Coagulase-negative 18 16 34 (31,2)
Staphylococci
Klebsiella 14 9 23 (21,2)
Pneumonia
Pseudomonas 14 5 19 (17,4)
Aeruginosa
Klebsiella oxytoca 8 5 13 (11,9)
Streptococcus fecalis 4 2 6 (5,5)
Escherichia coli 2 1 3 (2,8)
Acinetobacter 1 2 3 (2,8)
calcoacon
Enterobacter 2 1 3 (2,8)
aerogenes
Serratia marcescens - 1 1 (0,9)
Staphylococcus - 1 1 (0,9)
aureus
Klebsiella sp 2 1 2 (2,8)

5. Kemokin, Sitokin, Molekul adhesi dan Komponen Sistem Imun

Sebagai respons terhadap antigen misalnya endotoksin bakteri, makrofag

jaringan yang teraktivasi akan memproduksi TNF dan Interleukin-1. Sitokin-

sitokin proinflamasi ini merangsang sel endotelial untuk mengekspresikan

reseptor terhadap molekul adhesi interseluler pada sel darah putih. Hal ini memicu

cascade sitokin untuk meningkatkan produksi IL-6, IL-8, dan kemokin. Beberapa

bakteri langsung mengaktivasi sel epithelial untuk memproduksi sitokin

proinflamasi. 35

27
Perhatian khusus terutama tertuju pada IL-6, IL-8 dan tumor nekrosis

faktor . IL-6 merupakan sitokin penting dari respon cepat pejamu pada infeksi.

Konsentrasinya meningkat tajam setelah paparan produk bakteri dan mendahului

peningkatan CRP. IL 6 dari darah umbilikus secara konsisten berfungsi sebagai

marker sensitif diagnosis infeksi neonatal dalam 72 jam pasca kelahiran.

Sensitivitas sitokin ini sebesar 87-100% dan spesifisitasnya berkisar 93-100%.

Namun, IL-6 memiliki waktu paruh yang pendek dan konsentrasinya menurun

tajam pasca pengobatan. IL-6 pada darah tali pusat secara konsisten dibuktikan

dapat menjadi marker yang sensitif untuk mendiagnosis sepsis neonatorum awitan

dini, dengan sensitivitas 87-100% dan nilai prediktif negatif sebesar 93-100%.

Akan tetapi sensitifitasnya menurun dalam waktu 24-48 jam (bertutur-turut 67%

dan 58%) karena konsentrasi IL-6 turun dengan cepat hingga tidak terdeteksi

setelah 24 jam. Kombinasi pemeriksaan IL-6 (dini dan sensitif) dan CRP (lambat

dan spesifik) dalam 48 jam pertama pada pasien suspek sepsis meningkatkan

sensitivitas dibanding hanya salah satu pemeriksaan. 29,35

Selain IL-6, IL-8 dan TNF juga merupakan kemokin atau sitokin

proinflamasi yang diproduksi dari fagosit yang telah teraktivasi dalam merespon

inflamasi sistemik. IL-8 memiliki akurasi yang tinggi dengan sensitifitas 80-91%

dan spesifisitas 76-100%. 36-38

Sitokin lain seperti IL1, sIL2R, interferon , molekul adhesi seperti

ICAM-1, VCAM-1, E-selectin, L-selectin ataupun aktivator komplemen seperti

C3a-desArg, C3bBbP, sC5b-9 juga ditemukan meningkat signifikan pada sepsis,

tapi tidak memenuhi kriteria klinis dan laboratoris sesuai tabel 1. 29

28
Pemeriksaan yang digunakan dalam memprediksi adanya sepsis

neonatorum di kemudian hari adalah parameter inflamasi dan stres oksidatif

melalui darah corda fetalis. Dua tolak ukur yang efektif untuk digunakan adalah

IL-6 dan IL1. 39

a. IL-6

Kadar interleukin ini sangat efektif dalam mengidentifikasi sepsis

neonatorum onset dini. IL-6 berfungsi sebagai marker respon inflamasi dan

dikarakterisasi sebagai alarm sitokin karena konsentrasinya dalam serum

meningkat tajam di awal proses infeksi. IL-6 dapat meningkat 2 hingga 4 hari

sebelum manifestasi sepsis neonatorum muncul, dan kadarnya stabil hingga 24

jam pasca manifestasi muncul.

Penelitian sebelumnya menunjukkan kadar IL-6 maternal dapat

memprediksi kelahiran prematur dan outcome yang kurang baik pada fetus seperti

intraventrikular haemorrhages. Namun, kadar IL-6 tidak dapat berfungsi sebagai

marker prognostik. 39-42

b. IL-10

Interleukin ini merupakan regulator utama inflamasi pada respon imun

bawaan. Interleukin ini berfungsi sebagai sitokin inflamatori melalui feedback

negatif. Kadar IL-10 yang tinggi menurunkan produksi monosit dari TNF-a, IL-6

dan IL-8, disisi sebelunya mengaktivasi produksi IL-1Ra. Berbeda dengan IL-6,

IL-10 saat disupresi meningkatkan produksi TNF- serum dan IL-6, sehingga IL-

10 dapat digunakan sebagai prediktor prognosis dari keparahan penyakit. IL-10

bertahan selama 48 jam pasca infeksi terjadi . 41-43

29
6. Marker Permukaan Sel

Antigen leukosit permukaan spesifik diketahui terekspresi dalam jumlah

tertentu pasca sel inflamatori teraktivasi oleh bakteri atau produk bakteri. Contoh

antigen leukosit seperti Neutrofil CD11b dan CD64 ditemukan sebagai marker

menjanjikan dalam mendiagnosis sepsis neonatorum onset dini. CD11b adalah

subunit dari integrin 2 molekul adhesi. Biasanya ditemukan dalam konsentrasi

yang sangat rendah pada neutrofil yang belum teraktivasi. Kadarnya meningkat

dalam beberapa menit pasca infeksi sehingga sangat berfungsi sebagai peringatan

awal suspek sepsis neonatorum. Sensitivitas CD11b berkisar 96-100% dan

spesifisitasnya 100%. 44-45

Sedangkan CD64 memiliki sensitifitas 97% dan spesifisitas 90% dalam

mendiagnosis. CD25, CD45RO juga merupakan marker dari sel lmfosit namun

tidak bermakna kadarnya pada infeksi nasokomial. CD450 merupakan antigen

memori dari limfosit T, berperan dalam mendeteksi infeksi virus kongenital

daripada menginfeksi bakteri akut. Saat ini belum dapat ditentukan ambang batas
46-
dari jenis marker ini sehingga penelitian mengenai marker ini fokus ke arah itu.
47

30
7. Adrenomedulin dan Antithrombin

Kadar adrenomedulin pada sirkulasi darah secara signifikan lebih tinggi

pada pasien sepsis yang meninggal dibanding pasien sepsis yang hidup. Hagag et

all pun menyimpulkan bahwa adrenomedulin dapat digunakan sebagai prediktor

prognosis pada bayi sepsis. Dalam studinya, Hagag et all juga menemukan bahwa

kadar antithrombin secara signifikan lebih rendah pada neonatus dengan sepsis

ringan-sedang dibanding pada neonatus sehat. Antithrombin juga lebih rendah

pada sepsis berat dibanding sepsis ringan dan lebih rendah pada bayi sepsis

meninggal dibanding bayi sepsis hidup. Hagag et all pun menyimpulkan bahwa

neonatus dengan kadar antithrombin yang rendah berisiko tinggi untuk menjadi

DIC dan meninggal. 48,49

Adrenomedulin tidak mungkin dapat terukur karena secara cepat

dieliminasi dari sirkulasi darah sehingga tolak ukur yang lebih stabil yang dapat

digunakan adalah pro-adrenomedulin merupakan hasil degradasi aktif dari peptida

adrenomedulin. ADM memiliki aktivitas bakterisidal melalui kemampuannya

meregulasi dan memodulasi aktivitas komplemen. Peningkatan kadar ADM

terjadi karena 2 hal yang pertama ADM merupakan bagian dari famili gen CALC

dimana pada keadan sepsis, gen ini diuraikan menjadi komponen kalsitonin,

prokalsitonin, dan ADM. Kedua, peningkatan ADM terjadi karena penurunan

klirens ADM oleh ginjal. Sedangkan antithrombin merupakan inhibitor potent dari

kerusakan vaskular yang dimediasi thrombin pada keadaan sepsis. 42,43

31
8. Pencitraan

Pemeriksaan radiografi toraks dapat menunjukkan beberapa gambaran, misalnya:7

Menunjukkan infiltrat segmental atau lobular, yang biasanya difus, pola

retikulogranular, hampir serupa dengan gambaran pada RDS (Respiratory

Distress Syndrome).

Efusi pleura juga dapat ditemukan dengan pemeriksaan ini.

Pneumonia : Penting dilakukan pemeriksaan radiologi toraks karena

ditemukan pada sebagian besar bayi, meninggal akibat sepsis awitan dini yang

telah terbukti dengan kultur.

32

Anda mungkin juga menyukai