Anda di halaman 1dari 14

BAB III

PEMBAHASAN

Gejala pada hepatitis akut melingkupi sindroma flu akibat infeksi virus,

dan gangguan konjugasi bilirubin akibat inflamasi hepatosit. Secara umum gejala

hepatitis meliputi:

1. Demam

2. Lemas

3. Nafsu makan menurun

4. Mual

5. Muntah

6. Nyeri perut

7. BAB keabuan atau BAK warna teh

8. Nyeri sendi

9. Ikterik

Pada pasien ini, gejala yang muncul meliputi: demam, lemas, nafsu makan turun,

BAK berwarna teh, dan mata berwarna kekuningan.

Gejala ini muncul diawali dengan masuk nya virus kedalam tubuh melalui saluran

pencernaan atau aliran darah, kemudian masuk kealiran darah menuju hati (vena porta),lalu

menginvasi ke sel parenkim hati. Di sel parenkim hati, virus mengalami replikasi yang

menyebabkan sel parenkim hati menjadi rusak. Setelah itu, virus akan keluar dan menginvasi sel

parenkim yang lain atau masuk kedalam ductus biliaris yang akan dieksresikan bersama feses.

Sel parenkim yang telah rusak akan merangsang reaksi inflamasi yang ditandai dengan adanya

34
agregasi makrofag, pembesaran sel kupfer yang akan menekan ductus biliaris sehingga aliran

bilirubin direk terhambat, kemudian terjadi penurunan eksresi bilirubin ke usus. Keadaan ini

menimbulkan ketidakseimbangan antara uptake dan ekskresi bilirubin dari sel hati sehingga

bilirubin yang telah mengalami proses konjugasi (direk)akan terus menumpuk dalam sel hati

yang akan menyebabkan reflux (aliran kembali keatas) ke pembuluh darah sehingga akan

bermanifestasi kuning pada jaringan kulit terutama pada sklera, kadang disertai rasa

gatal dan air kencing seperti teh pekat akibat partikel bilirubin direk berukuran kecil

sehingga dapat masuk ke ginjal dan di eksresikan melalui urin. Akibat bilirubin

direk yang kurang dalam usus mengakibatkan gangguan dalam produksi asam empedu(produksi

sedikit) sehingga proses pencernaan lemak terganggu (lemak bertahan dalam lambung dengan

waktu yang cukup lama) yang menyebabkan regangan pada lambung sehingga merangsang

saraf simpatis dan saraf parasimpatis mengakibatkan teraktifasi nya pusat muntah yang berada di

medula oblongata yang menyebabkan timbulnya gejala mual, muntah dan menurun nya nafsu

makan. 12,13,14

Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama

pirogen. Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi dua

yaitu pirogen eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien. Contoh

dari pirogen eksogen adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau

mikroorganisme seutuhnya. Salah satu pirogen eksogen klasik adalah endotoksin

lipopolisakarida yang dihasilkan oleh bakteri gram negatif. Jenis lain dari pirogen

adalah pirogen endogen yang merupakan pirogen yang berasal dari dalam tubuh

pasien. Contoh dari pirogen endogen antara lain IL-1, IL-6, TNF-, dan IFN.

Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya adalah monosit, neutrofil, dan

35
limfosit walaupun sel lain juga dapat mengeluarkan pirogen endogen jika

terstimulasi. 12

Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah putih

(monosit, limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa toksin,

mediator inflamasi, atau reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan

mengeluarkan zat kimia yang dikenal dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-

, dan IFN). Pirogen eksogen dan pirogen endogen akan merangsang endotelium

hipotalamus untuk membentuk prostaglandin (Dinarello & Gelfand, 2005).

Prostaglandin yang terbentuk kemudian akan meningkatkan patokan termostat di

pusat termoregulasi hipotalamus. Hipotalamus akan menganggap suhu sekarang

lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga ini memicu mekanisme-

mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain menggigil, vasokonstriksi kulit

dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga akan terjadi

peningkatan produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada

akhirnya akan menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut. 12

Anoreksia terutama dipengaruhi oleh sekresi CRH. Pada infeksi hati,

sangat mudah terjadi efek inflamasi sistemik karena hati yang merupakan tempat

perlewatan darah sistemik maupun darah portal. Salah satu efek inflamasi adalah

peningkatan hormon CRH agar terjadi peningkatan sekresi hormon kortisol untuk

membantu metabolisme tubuh yang meningkat. Sedangkan, Andreasson et al

mengungkapkan bahwa CRH merupakan sitokin yang bersifat anoreksogenik

sehingga menurunkan nafsu makan karena menstimulasi leptin. Defini penurunan

nafsu makan pada kasus inflamasi sendiri adalah penurunan ukuran makanan

36
bukan penurunan frekuensi makan. Penurunan nafsu makan disertai lipolisis

akibat rangsangan hormon kortisol memicu penurunan berat badan pada pasien. 10-
13

Mual muntah pada pasien hepatits dapat berhubungan oleh peningkatan

enzim SGOT-SGPT atau sitokin yang dikeluarkan oleh hepatosit yang rusak

mengaktifkan CTZ (chemotrigger zone) sebagai pusat mual dan muntah. Hipotesa

yang terakhir adalah hepar yang membesar karena abses mendesak duodenum

sehingga menyebabkan gangguan pengosongan lambung. 14-15

Berdasarkan pemeriksaan fisik, tanda yang sering ditemukan pada pasien

dengan hepatits adalah hepatomegali. Hal ini terjadi karena hepatosit rusak akibat

proses infeksi seperti pada hepatitis, akan memacu mekanisme-mekanisme yang

merangsang proliferasi hepatosit yang tersisa (hiperplasia). Beragam faktor

pertumbuhan dan sitokin berperan dalam memposisikan hati dalam suatu

keseimbangan antara proliferasi dan kematian sel. 16

Pada pemeriksaan fisik didapatkan sklera yang ikterik, menandakan

terjadinya ganggguan konjugasi bilirubin pada pasien. Ikterus adalah perubahan

warna kulit, sklera mata atau jaringan lainnya (membran mukosa) yang menjadi

kuning karena pewarnaan oleh bilirubin yang meningkat kadarnya dalam sirkulasi

darah. Jaringan permukaan yang kaya elastin seperti sklera dan permukaan bawah
3
lidah biasanya pertama kali menjadi kuning. Ikterus yang ringan dapat dilihat

paling awal di sklera mata, dan bila ini terjadi kadar bilirubin sudah berkisar

antara 2-2,5 mg/dl (34-43 umol/L). Kadar bilirubin serum normal adalah bilirubin

direk : 0-0.3 mg/dL, dan total bilirubin: 0.3-1.9 mg/dL.4

37
Pembagian terdahulu mengenai tahapan metabolisme bilirubin

yang berlangsung dalam 3 fase, yaitu prehepatik, intrahepatik, pascahepatik.

Prehepatik atau hemolitik yaitu menyangkut ikterus yang disebabkan oleh hal-hal

yang dapat meningkatkan hemolisis (rusaknya sel darah merah)

a. Pembentukan Bilirubin. Sekitar 250 sampai 350 mg bilirubin atau

sekitar 4 mg per kg berat badan terbentuk setiap harinya; 70-80% berasal dari

pemecahan sel darah merah yang matang, sedangkan sisanya 20-30% berasal dari

protein heme lainnya yang berada terutama dalam sumsum tulang dan hati.

Peningkatan hemolisis sel darah merah merupakan penyebab utama peningkatan

pembentukan bilirubin.

b. Transport plasma. Bilirubin tidak larut dalam air, karenanya bilirubin

tak terkojugasi ini transportnya dalam plasma terikat dengan albumin dan tidak

dapat melalui membran gromerolus, karenanya tidak muncul dalam air seni.

Intrahepatik yaitu menyangkut peradangan atau adanya kelainan pada hati

yang mengganggu proses pembuangan bilirubin

a. Liver uptake. Terjadinya pengambilan bilirubin melalui transport yang

aktif dan berjalan cepat, namun tidak disertai pengambilan albumin.

b. Konjugasi. Bilirubin bebas yang terkonsentrasi dalam sel hati mengalami

konjugasi dengan asam glukoronik membentuk bilirubin diglukuronida /

bilirubin konjugasi / bilirubin direk. Bilirubin tidak terkonjugasi

merupakan bilirubin yang tidak larut dalam air kecuali bila jenis bilirubin

terikat sebagai kompleks dengan molekul amfipatik seperti albumin.

Karena albumin tidak terdapat dalam empedu, bilirubin harus

38
dikonversikan menjadi derivat yang larut dalam air sebelum diekskresikan

oleh sistem bilier. Proses ini terutama dilaksanakan oleh konjugasi

bilirubin pada asam glukuronat hingga terbentuk bilirubin glukuronid /

bilirubin terkonjugasi / bilirubin direk. Pada peradangan hati, proses ini

terganggu, sehingga jumlah bilirubin indirek meningkat.

Pascahepatik yaitu menyangkut penyumbatan saluran empedu di luar hati oleh

batu empedu atau tumor sehingga mengganggu ekskresi bilirubin. Bilirubin

konjugasi dikeluarkan ke dalam kanalikulus bersama bahan lainnya. Di dalam

usus, flora bakteri mereduksi bilirubin menjadi sterkobilinogen dan

mengeluarkannya sebagian besar ke dalam tinja yang memberi warna coklat.

Sebagian diserap dan dikeluarkan kembali ke dalam empedu, dan dalam jumlah

kecil mencapai mencapai air seni sebagai urobilinogen. Ginjal dapat

mengeluarkan bilirubin konjugasi tetapi tidak bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini

menerangkan warna air seni yang gelap khas pada gangguan hepatoseluler atau

kolestasis intrahepatik. Pada gangguan ekskresi, bilirubin direk tidak dapat masuk

saluran bilier sehingga refluks ke hepar dan masuk aliran darah.

Pada pasien ini, tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin spesifik, hanya

dilakukan pemeriksaan bilirubin total yaitu meningkat menjadi 8,78mg/dl dari

angka normal yaitu dibawah 1,9mg/dL. Keluhan pada pasien yang menyatakan

sebelum demam, air seninya menjadi warna gelap dapat menjadi tanda bahwa

ikterik yang terjadi pada pasien mungkin disesbabkan proses intrahepatic atau

pascahepatik. Pemeriksaan USG pada pasien yang mengesankan hepatitis,

memperkuat diagnosis bahwa ikterik yang terjadi akibat proses intrahepatik.

39
Pemeriksaan abdomen menunjukkan bising usus yang menurun,

hepatomegali sebesar 4 jari di bawah arcus costae, dan nyeri tekan ulu hati.

Hepatomegali adalah pembesaran organ hati yang disebabkan oleh berbagai jenis

penyebab seperti infeksi virus hepatitis, demam tifoid, amoeba, penimbunan

lemak (fatty liver), penyakit keganasan seperti leukemia, kanker hati (hepatoma)

dan penyebaran dari keganasan (metastasis).

Hepatomegali umumnya terjadi melalui lima mekanisme yaitu

peradangan, penyimpanan berlebih, infiltrasi, kemacetan, dan Obstruksi. Infeksi

dari virus, bakteri, jamur, dan parasit meningkatkan peradangan dan hyperplasia

sel kupffer yang juga dapat menyebabkan hepatomegali.

Produksi penyimpanan glikogen, lemak, logam, dan protein yang

menumpuk membuat hepar membesar. Penyimpanan glikogen yang berlebih

seperti diabetes mellitus dan beberapa pasien yang menerima nutrisi secara

parenteral. Steatosis, akumulasi lemak dihati paling sering terjadi pada penyakit

metabolik tertentu. Hepatomegali yang disebabkan oleh akumulasi tembaga pada

penyakit Wilson, dan protein yang abnormal pada defisiensi alfa-1-antitrypsin.

Infiltrasi dapat terjadi dari tumor utama dari hati atau dari penyakit yang

metastase. Tumor ganas seperti hepatoblastoma atau karsinoma hepatoselular,

tumor jinak yaitu hemangioma, teratoma dan hyperplasia nodular fokal. Infiltrasi

metastasi terjadi pada leukemia, limfoma, neuroblastoma, dan histiositoma. Kista

parasit, meskipun jarang tetapi merupan penyebab umum dari pembesaran hati di

Amerika. Hematopoiesis ekstramedular dan hemophagocytic sindrom adalah

penyebab hepatomegali karena infiltrasi oleh sel darah.

40
Aliran darah kongestif dalam hati menyebabkan hepatomegali. Obstruksi

Suprahepatic dari gagal jantung kongestif, penyakit perikardial, trombosis vena

hepatika (Budd-Chiari), atau jaringan pembuluh darah suprahepatic. Penyakit

venaoklusif menyebabkan hepatomegali dengan menghalangi aliran darah

intrahepatik. Masalah ini terjadi terutama pada pasien transplantasi sumsum

tulang. Terakhir, obstruksi aliran empedu menyebabkan pembesaran hati. Hal ini

mungkin disebabkan tumor di luar hati atau masalah bawaan dan diperoleh dari

sistem empedu. Atresia bilier, kista choledochal, dan cholelithiasis adalah contoh

penyakit yang aliran empedu terhambat.

41
Gambar 4.1 Penyebab-penyebab hepatomegali

Berdasarkan gejala dan tanda yang dialami pasien, diagnosis yang paling

mendekati adalah hepatitis akut. Pada langkah awal dalam memberikan terapi,

dilakukanlah pemeriksaan penunjang berupa laboratorium darah.

Teorinya, untuk menegakkan organ mana yang bermasalah, dilakukanlah

pemeriksaan fungsi organ masing-masing. Pada pemeriksaan laboratorium, selain

pemeriksaan darah rutin, perlu bagi klinisi melakukan pemeriksaan SGOT-SGPT.

Pada nekrosis hepatosit akan terjadi peningkatan kadar SGOT dan SGPT.

42
Pada pemeriksaan laboratorium pasien yaitu darah lengkap tanggal 08

Oktober 2017, didapatkan hasil yang abnormal yaitu peningkatan SGOT dan

SGPT sebesar 333 dan 335 U/L. Lain-lain dalam batas normal. Pada pemeriksaan

urine lengkap tanggal 8 Oktober 2017 didapatkan beberapa hasil yang abnormal

yaitu: warna urine berupa kuning tua, albumin urin +1, bilirubin urin +2, darah

samar +1, leukosit esterase +1, nitrit +, dan bakteri +. Pada pemeriksaan darah

tanggal 9 Oktober 2017 didapatkan kadar bilirubin total 8,78 mg/dL. Berdasarkan

dua hasil pemeriksaan penunjang ini, pasien didiagnosis kerja Hepatitis Akut dan

Infeksi Saluran Kemih.

Gambar 4.2. Profil Tes Hepatitis Akut

Peningkatan SGPT atau aspartat aminotransferase (AST) dan alanin

aminotransferase serum, yang sering disebut sebagai uji fungsi hati, merupakan

pengukuran kadar enzim-enzim yang normalnya terletak di dalam hepatosit.

Karena itu, keberadaan keduanya dalam serum adalah tanda nekrosis sel hati dan

bukan merupakan indikasi sejati fungsi hati. 16

Dalam menegakkan diagnosis hepatitis, diperlukan pemeriksaan

penunjang yang lebih sensitif. Berdasarkan hasil pemeriksaan USG pasien di RS

43
Karya Medika I, didapatkan kesimpulan berupa hepatomegaly dengan

echostruktur hypoechoic, mengarah hepatitis akut, simple cyst ren sinistra.

Dalam kasus hepatitis, mendiagnosis etiologi utama merupakan hal yang

penting mengingat keadaan hepatitis kronis bisa meningkatkan risiko sirosis

hepatis pada pasien. Diagnosis etiologi hepatitis dilakukan melalui pemeriksaan

penunjang panel serologi Hepatitis yaitu:

1. IgM anti HAV

2. IgM anti HEV

3. HbsAg

4. Anti HBc

5. Anti HCV

Gambar 4.3 Panel Serologi Hepatitis


Pada pasien ini tidak dilakukan panel tes serologi hepatitis. Namun,

berdasarkan anamnesis didapatkan data bahwa perjalanan penyakit melalui onset

yang singkat kurang dari 20hari sejak munculnya demam, pasien mengalami

ikterik. Pasien juga tidak memiliki riwayat transfuse darah dalam 1 tahun terakhir,

44
tidak melakukan seks bebas, tidak menggunakan narkoba jarum suntik, dan tidak

pernah mendapatkan tato. Sehingga etiologi hepatitis yang ditularkan melalui

parenteral dapat dieliminasi.

Tidak ada pengobatan khusus untuk penyakit hepatitis, terapi yang

dilakukan hanya untuk mengatasi gejala yang ditimbulkan. Terapi suportif seperti

penurun panas dan hepatoprotektor. Kortikosteroid diberikan jika sudah

mencapai derajat fulminant.

Hepatitis fulminan banyak dikenal sebagai gagal hati fulminan

atau g a g a l h a t i a k u t . H e p a t i t i s f u l m i n a n d i d e f i n i s i k a n s e b a g a i

a k i b a t n e k r o s i s h e p a t o s i t m a s i f a t a u g a n g g u a n fungsional hepatosit

berat pada penderita yangsebelumnya tidak menderita penyakit.

P e r j a l a n a n f u l m i n a n ya n g d i t a n d a i o l e h k e g a g a l a n h a t i a k u t ya

n g terkait dengan nekrosis masif dan submasif sel hati, terjadi pada kira-kira 1%

kasus hepatitis B dan hepatitis C, dan lebih terjadi jarang pada

hepatitis A. Hepatitis fulminant ditandai dengan adanya ensefalopati


14
hepatikum.

Pada pasien ini, terapi suportif telah tepat diberikan. Terapi

hepatoprotektor yang pernah diberikan adalah HpPro dan Curcuma. Hp

Pro pernah diberikan pada hari perawatan ke-4, kemudian di stop. Hp

Pro merupakan hepatoprotektor atau suplemen hati yang mengandung

Curcuma Zedoaria, Curcuma xhantorriza, Ipomoea pres-caprael.s, Phylanthus

urinaria, madu. Dosis minumnya adalah 1 sampai 3 kali sehari 1 tablet. Sedangkan

Curcuma adalah kapsul hepatoprotektor berisi kandungan temulawak. Khasiat

45
temulawak terutama disebabkan oleh dua kelompok kandungan kimia utamanya,

yaitu senyawa berwarna kuning golongan kurkuminoid dan minyak atsiri. Paduan

antara kurkuminoid dan minyak atsiri mempunyai kemampuan mempercepat

regenerasi sel-sel hati yang mengalami kerusakan akibat pengaruh racun kimia.

Pada saat ini sejalan dengan perkembangan ilmu kimia, orang dengan mudah

memisahkan kurkuminoid dan minyak atsiri, dan kemudian mencampurkannya

kembali (rekombinasi) dengan perbandingan yang sesuai dengan dosis yang

dikehendaki dibuat sediaan bentuk kapsul atau kaplet yang praktis penggunaannya
16

Sistenol adalah golongan NSAID. Sistenol mengandung Parcetamol 500

mg dan N-acetylcysteine 200 mg. Pada pasien ini terdapat keluhan demam.

Namun, pasien mengalami gangguan hati sehingga kontraindikasi diberikan

acetaminophen. Seharusnya untuk menurunkan demam, pasien dapat diberi

46
golongan ibuprofen. N- acetylcysteine pada sistenol berfungsi sebagai

antioksidan, sehingga penggunaannya pada paracetamol diharapkan dapat menjadi

hepatoprotektor efek samping dari parasetamol. 16

Omeprazol dan ondansetron adalah obat-obatan untuk mengurangi gejala

sindrom dyspepsia seperti mual dan muntal. Ondansetron adalah golongan

antiemetik. Omeprazol adalah golongan proton pump inhibitor. Sukralfat adalah

protector mukosa lambung yang berfungsi mencegah iritasi asam lambung pada

pasien dengan ulkus.

Kortikosteroid tidak diberikan pada pasien ini karena pasien belum

mengalami hepatitis fulminant. Selama perawatan, kesadaran pasien selalu

kompos mentis, tidak ada tanda ensefalopati hepatikum. Antivirus hanya

diberikan pada semua kasus hepatitis kronis. Pada kasus hepatitis akut, antivirus

tidak direkomendasikan.

47

Anda mungkin juga menyukai