Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PATOFISIOLOGI SEPSIS

Selama dalam kandungan, janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena

terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion, dan

beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian kemungkinan

kontaminasi kuman dapat timbul melalui berbagai jalan yaitu: 9,10,11

1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin melalui aliran

darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin. Keadaan ini ditemukan

pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau Listeria dll.

2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor antisepsis misalnya saat

pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau amniosentesis. Paparan

kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan

pada akhirnya terjadi kontaminasi kuman pada janin.

3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan lebih berperan

dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk ke dalam rongga uterus

dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui saluran pernafasan ataupun saluran

cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi yang belum lahir akan meningkat

apabila ketuban telah pecah lebih dari 18-24 jam.

3
Gambar 1. Penjalaran infeksi pada neonatus di dalam kandungan. Secara umum

dapat dibagi menjadi dua yaitu infeksi pranatal dan infeksi intranatal. Infeksi

pranatal yang mengganggu perkembangan janin dapat menyebabkan kecacatan. 11

Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena infeksi

silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat prosedur

neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator, rawat inap yang

terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.11

Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki aliran

darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan kuman dari tubuh.

Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula bermacam gambaran gejala

klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan penyakit, klinis yang terlihat akan berbeda.

Oleh karena itu, pada penatalaksanaan selain pemberian antibiotik, harus memperhatikan

pula gangguan fungsi organ yang timbul akibat beratnya penyakit.12

Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi dan

lain-lain. Faktor risiko ibu dibagi dua menjadi mayor dan minor: 12

Mayor
1 Ketuban Pecah Dini lebih dari 24 jam
2 Demam Intrapartum > 38 C

4
3 Khorioamnionitis
4 Ketuban berbau
5 DJJ > 160x/menit dan menetap

Minor
1 Ketuban Pecah Dini lebih dari 12 jam
2 Demam Intrapartum > 37,5 C
3 APGAR menit 1 <5 dan menit 5 <7
4 BBLSR <1500gr
5 Usia gestasi < 37 minggu
6 Gemelli
7 Keputihan gatal dan berbau

Faktor risiko pada bayi: 12

1. Prematuritas dan berat lahir rendah.

2. Dirawat di Rumah Sakit.

3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress

dan trauma pada proses persalinan.

4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus,

pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun,

atau asplenia.

6. Asfiksia neonatorum.

7. Cacat bawaan.

8. Tidak diberi ASI.

9. Pemberian nutrisi parenteral.

10. Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.

11. Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded.

5
12. Buruknya kebersihan di NICU.

Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi

pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada

bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang

tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya

kebersihan di NICU. Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan

masih menjadi masalah sampai saat ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu

berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai

gambaran klinis. 3

1. Respon Inflamasi

Inflamasi merupakan respon dari jaringan yang cidera atau adanya invasi bakteri

ke dalam pembuluh darah. Jaringan yang cidera mengeluarkan mediator-mediator sel

seperti histamin dan menyintesis zat proinflamasi seperti prostaglandin, thromboxanes,

leukotriens, dan sitokin seperti interleukin 1, dan TNF-. Mediator-mediator ini

bertanggung jawab terhadap inisiasi respon inflamasi non spesifik yang merupakan bagian

dari imunitas didapat. 13

Sedangkan invasi mikroorganisme ke dalam pembuluh darah dapat menyebabkan

cidera sel sehingga bisa memicu keluarnya mediator, tetapi dapat juga menyebabkan

komponen spesifik bakteri terutama dinding selnya dikenali oleh sistem imun dan memicu

produksi mediator inflamasi sehingga memicu respon inflamasi. Komponen bakteri yang

dapat dikenali meliputi endotoksin seperti lipopolisakarida, dan eksotoksin pada kasus

bakteri gram negatif yang bersifat seperti peptidoglikans, asam lipotekoik, enterotoksin,

dan eksotoksin superantigenik pada bakteri gram positif. 13

6
Gambar 2. Komponen Bakteri Gram Positif dan Negatif. Bakteri Gram (+) memiliki

struktur dinding sel yang mengandung peptidoglikan adan asam lipotekoik. Sedangkan

pada bakteri Gram (-), tidak memiliki dinding sel sehingga antigen utamanya adalah

membran sel yang mengandung lipopolisakarida atau eksotoksin. 12

Sepsis terjadi akibat interaksi yang kompleks antara patogen dengan pejamu.

Meskipun memiliki gejala klinis yang sama, proses molekular dan selular yang memicu

respon sepsis berbeda tergantung dari mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapannya

sama dan tidak bergantung pada organisme penyebab. 13

Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme, yakni (1)

dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan (2) dengan

melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen mengaktifkan

sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi dalam jumlah yang sangat

banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan eksotoksin dapat menginduksi

syok dengan merangsang respon imun non spesifik melalui mekanisme yang sama dengan

7
bakteri Gram negatif. Kedua kelompok organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang

dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan

dari sel-sel akibat aktivasi makrofag. Pelepasan mediator ini akan mengaktivasi sistem

koagulasi dan komplemen. 14

Kebanyakan sepsis terjadi akibat infeksi bakteri gram negatif sehingga LPS

merupakan antigenik yang paling sering. Ketika memasuki sirkulasi, LPS berikatan pada

LPS binding protein atau LPB, kompleks LPS-LPB kemudian berikatan pada reseptor

spesifik yang berada pada permukaan fagosit mononuklear (mCD14) atau reseptor di

sirkulasi (sCD14). CD14 juga berikatan ke prostaglandin dan asam lipotekoik dari bakteri

gram positif. Sehingga respon inflamasi pada gram positif maupun negatif tidak jauh

berbeda. Kompleks LPS-LPB-CD14 (gram negatif) atau kompleks PG-LTA-CD14 (gram

positif) bertanggung jawab terhadap aktivasi seluler dari fagosit mononuklear melalui toll-

like receptor yang mentransmisikan sinyal aktivasi melalui membran sel. 13

8
Gambar 3. Aktivasi Sinyal Intraseluler oleh Toll Like Receptor. NF- berada di

sitoplasma dalam kondisi inaktif, mencegah pembentukan mediator inflamasi yang

tidak terkontrol. Inaktivasi ini terjadi karena perikatan NF- kepada reseptor

protein I-. Agen proinflamatori menyebabkan fosforilasi I-, membebaskan

NF-, sehingga dapat memasuki nukleus dan mengaktivasi kode genetik

trasnkripsi sitokin inflamasin dan mediator inflamasi. 13

Infeksi akan dilawan oleh tubuh, baik melalui sistem imunitas selular yang

meliputi monosit, makrofag, dan netrofil serta melalui sistem imunitas humoral dengan

membentuk antibodi dan mengaktifkan jalur komplemen. Seperti telah dijelaskan

sebelumnya, pengenalan patogen oleh CD14 dan TLR-2 serta TLR-4 di membran monosit

dan makrofag akan memicu pelepasan sitokin untuk mengaktifkan sistem imunitas

selular.14

TLR bertanggung jawab mengenali berbagai macam tipe patogen mikroba. Sinyal

TLR akan mengubah nuclear factor kappa beta (NF-) terfosforilasi menjadi (NF-)

bebas. NF- akan memberikan sinyal ke inti sel untuk mengtranskrip spesifik protein

yang nantinya akan menjadi sitokin proinflamasi dan enzim-enzim seperti nitrit oksida,

fosfolipase A, siklooksigenase-2. Aktivasi seluler juga dapat terjadi melalui jalur

terbentuknya stress oksidatif jaringan akibat kerusakan jaringan oleh respon fagosit

jaringan spesifik yang menghasilkan stimulus proinflamasi seperti TNF- dan IL-1. 13

Salah satu efek aktivasi NF- menyebabkan sel T akan berdiferensiasi menjadi

sel T helper-1 (Th1) dan sel T helper-2 (Th2). Sel Th1 mensekresikan sitokin proinflamasi

seperti tumor necrosis factor (TNF), interferon (IFN- ), interleukin 1- (IL-1), IL-2,

IL-6 dan IL-12. Sel Th2 mensekresikan sitokin antiinflamasi seperti IL-4, -10, dan -13.14

9
Gambar 4. Patofisiologi Kaskade Sepsis. Interaksi dari faktor inisiasi dan kekebalan pejamu antara

proinflamasi dan antiinflamasi mediator pada kasus infeksi, perkembangannya menjadi sepsis dan

syok septik. 13

Efek di jaringan akibat terekspresinya sitokin proinflamasi dan enzim spesifik

perubahan pertama yang terjadi adalah vasodilatasi lokal tempat awal infeksi dan

peningkatan permeabilitas membran. Dua hal ini secara spesifik disebabkan oleh histamin,

serotonin, kinin, prostaglandin, platelet activation factor, produk degradasi fibrin, dan

produk komplemen. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel dan

selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan mikrotrombus

sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan meningkatkan jumlah

reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi koagulasi pada tempat yang

mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga berkaitan dengan gangguan fibrinolisis.

Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan

10
ekspresi molekul antitrombik. Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan

vasodilatasi pada otot polos pembuluh darah. 15

Perubahan terjadi pada endotelium vaskular menyebabkan diaphedesis neutrofil.

Neutrofil bersama makrofag akan memfagositosis zat asing, sisa jaringan aibat cidera, sel-

sel yang mati dan menghancurkan yang telah dia fagosit melalui proses oksidatif maupun

non oksidatif. Selama proses fagositosis, makrofag juga mengeluarkan sitokin-sitokin

untuk memperkuat sistem imun lokal seperti IL-1, TNF-a, IL-6, IL-12, IL-18 untuk

memanggil lebih banyak makrofag. Jika proses yang terjadi tidak hanya lokal namun

komponen bakteri tersebar dalam pembuluh darah, maka akan terjadi vasodilatasi dan

proses oksidatif sistemik karena semua sitokin proinflamasi juga meiliki reseptor soluble

yang berdar dalam sirkulasi. 13

IL-6, IL-1, dan TNF-a juga menginisiasi respon fase akut dengan memicu hepar

mengeluarkan protein fase akut. Protein ini berguna untuk aktivasi komplemen, koagulasi,

fibrinolisis, dan transportasi zat-zat penting dalam pembuluh darah, inhibisi protease

neutrofil, dan modulasi dari respon inflamasi. Protein fase akut juga memicu pembentukan

regulator antiinflamasi yang berfungsi menekan proses inflamasi agar tidak terlalu luas.

Regulator ini meliputi IL-4, IL-10, IL-13, adrenal corticosteroids, transforming growth

factor-b, prostaglandin-E2 yang berfungsi menghambat aktivasi makrofag dengan

berkompetisi bersama proinflamasi untuk berikatan pada reseptor. 13

Pembentukan sitokin proinflamasi dan anti inflamasi diatur melalui mekanisme

umpan balik yang kompleks. Sitokin proinflamasi terutama berperan menghasilkan sistem

imun untuk melawan kuman penyebab. Namun, pembentukan sitokin proinflamasi yang

berlebihan dapat membahayakan dan dapat menyebabkan syok, kegagalan multi organ

serta kematian. Sebaliknya, sitokin anti inflamasi berperan penting untuk mengatasi proses

inflamasi yang berlebihan dan mempertahankan keseimbangan agar fungsi organ vital

11
dapat berjalan dengan baik. Sitokin proinflamasi juga dapat mempengaruhi fungsi organ

secara langsung atau secara tidak langsung melalui mediator sekunder nitric oxide (NO),

tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin, dan komplemen.14

Patofisiologi sepsis bayi baru lahir merupakan interaksi respon kompleks antara

mikroorganisme patogen dan pejamu. Keadaan hiperinflamasi yang terjadi pada sepsis

melibatkan beberapa komponen, yaitu bakteri, sitokin, komplemen, sel netrofil, sel

endotel, dan mediator lipid. Faktor inflamasi, koagulasi dan gangguan fibrinolisis

memegang peran penting dalam patofisiologi sepsis. Meskipun manifestasi klinisnya

sama, proses molekuler dan seluler untuk menimbulkan respon sepsis tergantung

mikroorganisme penyebab, sedangkan tahapan-tahapan pada respon sepsis sama dan tidak

tergantung penyebab. 16

Sitokin proinflamasi primer yang diproduksi adalah Tumour Necrosis Factor (TNF-

), interleukin (IL)1, 6, 8, 12 dan interferon (IFN-). Peningkatan IL-6 dan IL-8 mencapai

kadar puncak 2 jam setelah masuknya endotoksin. Sitokin ini dapat mempengaruhi fungsi

organ secara langsung atau tidak langsung melalui mediator sekunder nitricoxide (NO),

tromboksan, leukotrien, platelet activating factor (PAF), prostaglandin, dan komplemen.

Mediator proinflamasi ini mengaktivasi berbagai tipe sel, memulai kaskade sepsis dan

menyebabkan kerusakan endotel. Imunoglobulin pertama yang dibentuk fetus sebagai

respons infeksi bakteri intrauterin adalah IgM dan IgA. IgM dibentuk pada usia kehamilan

10 minggu yang kadarnya rendah saat lahir dan meningkat saat terpapar infeksi selama

kehamilan. Peningkatan kadar IgM merupakan indikasi adanya infeksi fetal. 16

Gerakan awal dari SIRS adalah aktivasi endotel menyeluruh, menyebabkan

aktivasi produksi mediator vasoaktif yang merubah homeostasis vaskular. Sitokin

proinflamasi bertanggung jawab terhadap aktivasi dari endotel dan leukosit spesifik yang

menghasilkan lebih banyak lagi sitokin proinflamasi beserta enzim inflamasi. Aktivasi

12
endotel menyebabkan sel endotelial merenggang satu sama lain menghasilkan jarak

interseluler sehingga meningkatkan permeabilitas membran. Aktivasi endotel juga memicu

produksi faktor jaringan dan faktor von Willebrand, menyebabkan trombosis dan

perlengketan platelet. 13

Salah satu enzim terkait inflamasi yaitu tromboksan A2 menyebabkan

vasokonstriksi pulmonal memicu hipertensi pulmonal. Hipertensi ini diikuti dengan

hipotensi sistemik akibat penurunan tonus arteri dan menyebabkan penurunan preload

ventrikel kiri diombinasikan dengan vasodilatasi sistemik menghasilkan penurunan venous

return. Kompensasi akan dilakukan oleh jantung dengan meningkatkan heart rate agar

cardiac output dapat dipertahankan. 13

13
Gambar 5. Representasi skematik dari perkembangan proses inflamasi dan

patofisiologi yang bersangkutan sebagai respon terhadap infeksi organisme yang

menghasilkan cidera jaringan. 13

2. Aktivasi Inflamasi dan Koagulasi

Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi. Mediator

inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan (TF). Ekspresi TF secara langsung akan

mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik dan melalui lengkung umpan balik secara tidak

langsung juga akan mengaktifkan jalur instrinsik. Kaitan antara jalur ekstrinsik dan

intrinsik adalah melalui faktor VIIa dan faktor IXa. Hasil akhir aktivasi kedua jalur

tersebut saling berkaitan dan sama. Protrombin diubah menjadi trombin dan fibrinogen

diubah menjadi fibrin. Kolagen dan kalikrein juga mengaktivasi jalur intrinsik. Trombin

mempunyai pengaruh yang beragam terhadap inflamasi dan membantu mempertahankan

keseimbangan antara koagulasi dan fibrinolisis. Trombin memiliki efek proinflamasi pada

sel endotel, makrofag dan monosit untuk menyebabkan pelepasan TF, faktor pengaktivasi

trombosit dan TNF-. Selain itu, trombin merangsang kemotraktan bagi neutrofil dan

monosit untuk memfasilitasi kemotaksis serta merangsang degranulasi sel mast yang

melepaskan bioamin untuk meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan

menyebabkan kebocoran kapiler.13,15

Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur ekstrinsik

yang terjadi akibat produksi faktor jaringan yaitu thromboplastin yang meningkat akibat

rangsangan dari mediator inflamasi. Thromboplastin berfungsi mengubah protombin

menjadi thrombin. Aktivasi yang kedua terjadi karena cidera endotel oleh degranulasi

neutrofil menyebabkan adhesi platelet sistemik. Selain itu, secara tidak langsung TF juga

akan mengaktifkan jalur intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan

antara jalur ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah

pembentukan fibrin. Normalnya fibrin akan difibrinolisis, namun pada keadaan SIRS,
14
sistem fibrinolitik akan tersupresi akibat meningkatnya jumlah plasminogen-activator

inhibitor type 1 sebagai inhibitor primer fibrinolisis yang dihasilkan melalui rangsangan

TLR. 13,15

Kolagen
Kalikrein
Faktor XII Faktor XIIa

JALUR Faktor XI Faktor XIa Prekalikrein Kalikrein


INSTRINSIK
Faktor IX Faktor IXa

Faktor VIIIa Faktor VIII

Faktor IXa-Faktor VIIIa-Ca++PL


Faktor Jaringan
Faktor VIIa Faktor X Faktor Xa

JALUR Faktor Va Faktor V


EKSTRINSIK
Faktor Xa-Faktor Va-Ca++PL

Protrombin Trombin

Fibrinogen Fibrin

Faktor XIIIa

Faktor XIII

Fibrin (cross linked)

Gambar 6. Kaskade Koagulasi. Pada inflamasi infeksi terjadi pengeluaran faktor jaringan

yaitu thromboplastin yang merubah protrombin jadi trombin sehingga mengaktivasi jalur

ekstrinsik. Trombin selain mengaktivasi jalur ekstrinsik juga akan mengaktivasi jalur
15
intrinsik melalui jalur bersama yaitu dengan mengaktivasi faktor X.

3. Gangguan Fibrinolisis

Fibrinolisis adalah respon homeostasis tubuh terhadap aktivasi sistem koagulasi.

Penghancuran fibrin penting bagi angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru),

rekanalisasi pembuluh darah, dan penyembuhan luka. Aktivator fibrinolisis [tissue-type

15
plasminogen activator (t-PA) dan urokinase-type plasminogen activator (u-PA)] akan

dilepaskan dari endotel untuk merubah plasminogen menjadi plasmin. Jika plasmin

terbentuk, akan terjadi proteolisis fibrin. Tubuh juga memiliki inhibitor fibrinolisis

alamiah yaitu plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1) dan trombin-activatable

fibrinolysis inhibitor (TAFI). Aktivator dan inhibitor diperlukan untuk mempertahankan

keseimbangan. 14

Sepsis mengganggu respon fibrinolisis normal dan menyebabkan tubuh tidak

mampu menghancurkan mikrotrombi. TNF- menyebabkan supresi fibrinolisis akibat

tingginya kadar PAI-1 dan menghambat penghancuran fibrin. Hasil pemecahan fibrin

dikenal sebagai Fibrin Degradation Product (FDP) yang mencakup D-dimer, dan sering

diperiksa pada tes koagulasi klinis. Mediator proinflamasi (TNF- dan IL-6) bekerja

secara sinergis meningkatkan kadar fibrin, sehingga menyebabkan trombosis pada

pembuluh darah kecil hingga sedang dan selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ.

Secara klinis, disfungsi organ dapat bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi,

gagal ginjal dan pada kasus yang berat dapat menyebabkan kematian. Pada sepsis, saat

aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan tertekan. Respon akut sistem

fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen khususnya t-PA dan u-PA dari tempat

penyimpanannya dalam endotel. Namun, aktivasi plasminogen ini dihambat oleh

peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan fibrin menjadi tidak adekuat, dan

mengakibatkan pembentukan trombus dalam mikrovaskular. 15

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) atau Pembekuan Intravaskular

Menyeluruh (PIM) merupakan komplikasi tersering pada sepsis. Konsumsi faktor

pembekuan dan trombosit akan menginduksi komplikasi perdarahan berat. PIM secara

bersamaan akan menyebabkan trombosis mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM,

kadar PAI-1 yang tinggi dihubungkan dengan prognosis buruk. 15

16
Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan mekanisme

inflamasi dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap anti inflamasi dan

koagulasi yang lebih dominan terhadap fibrinolisis, memudahkan terjadinya trombosis

mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik,

dapat menyebabkan kegagalan multi organ, dan berakhir dengan kematian. Patofisiologi

sepsis terdiri dari aktivasi inflamasi, aktivasi koagulasi, dan gangguan fibrinolisis. Hal ini

mengganggu homeostasis antara mekanisme prokoagulasi dan antikoagulasi. 14

Gambar 7. Mekanisme Prokoagulasi dan Antikoagulasi. 15

17

Anda mungkin juga menyukai