Anda di halaman 1dari 2

New Diagnostic Possibilities for Early Onset Neonatal Sepsis: Red Cell Distribution Width

to Platelet Ratio

Abstrak
Aims: Red cell distribution width to platelet ratio (RPR) has been reported as a useful inflammatory
marker and prognostic indicator of adult inflammatory diseases. In the present study, red cell distribution
width (RDW) and RPR parameters, which are parts of a complete blood count analysis, were compared to
the traditional C reactive protein (CRP) and procalcitonin (PCT) parameters to investigate the potential to
predict early onset sepsis (EOS) in neonates with or without positive blood cultures.
Methods: An observational, retrospective cohort study was conducted to evaluate newborns born in our
hospital.
Results: RDW, RPR, CRP, PCT, Immature to total neutrophil ratio (I/T), and white blood cell (WBC)
counts were higher in suspected and proven EOS compared to control group.
Conclusion: We believe that RPR may be used in diagnosis of early onset neonatal sepsis and may be a
good alternative to other tools as a readily available biomarker.
Fetal Pediatr Pathol (2020) 39:4 https://doi.org/10.1080/15513815.2019.1661051

Pendahuluan
Sepsis neonatorum (neonatal sepsis, NS) adalah suatu penyakit sistemik yang terjadi pada 28 hari
pertama kehidupan, dan merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas neonatus. NS
dapat diklasifikasikan menurut waktu onsetnya. Onset dalam 3 hari pertama kehidupan dianggap sebagai
sepsis onset dini (early onset sepsis, EOS), sedangkan onset dari 4 hingga 28 hari dianggap sebagai sepsis
onset lambat (late onset sepsis, LOS). EOS terjadi akibat transmisi vertikal mikroorganisme dari ibu ke
janin pada masa intrapartum. Transmisi mikroorganisme ke sirkulasi darah neonatus menyebabkan
sindrom respon inflamasi sistemik (systemic inflammation response syndrome, SIRS) yang pada akhirnya
dapat berkembang menjadi sepsis, kegagalan organ multipel, dan kematian. Dengan demikian, diagnosis
dini dan pengobatan sepsis dapat mencegah morbiditas dan mortalitas sekunder akibat sepsis. Kultur
darah merupakan baku emas diagnosis sepsis, namun metode ini memiliki beberapa keterbatasan antara
lain tingginya nilai negatif palsu yang berhubungan dengan penggunaan antibiotik maternal dan
rendahnya konsentrasi mikroorganisme, membutuhkan waktu 48-72 jam, hasil positif palsu akibat
kontaminasi, dan nilai sensitivitas yang hanya 19,2%. Maka dari itu, pemeriksaan lain seperti hitung
darah lengkap dan determinasi reaktan fase akut seperti C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin
(PCT) telah digunakan bersamaan dengan kultur darah untuk menentukan sepsis pada pasien. CRP adalah
protein fase akut yang meningkat setelah 12 jam onset sepsis. PCT sebagai prekursor kalsitonin
meningkat dalam 3-4 jam tetapi menjadi normal kembali pada 24 jam dari onset sepsis. Proses inflamasi
juga akan meningkatkan red cell distribution width (RDW) dan penurunan jumlah trombosit. Oleh karena
itu beberapa penelitian telah melaporkan bahwa rasio red cell distribution width terhadap trombosit (red
cell distribution width to platelet ratio, RPR) adalah sebagai penanda inflamasi sistemik yang berguna
dan indikator prognostik penyakit inflamasi pada populasi dewasa. Dalam penelitian ini, parameter RDW
dan RPR, yang merupakan bagian dari analisis hitung darah lengkap, dibandingkan dengan parameter
CRP dan PCT untuk menyelidiki potensi guna memprediksi EOS pada neonatus dengan atau tanpa kultur
darah positif.

Material dan Metode


Penelitian ini merupakan penilitian observasional kohort retrospektif yang dilakukan pada bayi baru lahir
yang lahir di rumah sakit penulis antara Maret 2015 hingga Februari 2018. Kelompok pasien termasuk
neonatus usia 37-42 minggu menurut Ballard Score. Bayi baru lahir dengan riwayat ibu dengan infeksi
saluran kemih, vaginitis, ketuban pecah dini, dan bukti klinis atau histologis korioamnionitis pada
trimester akhir ditindaklanjuti selama 72 jam untuk tanda-tanda klinis yang berhubungan dengan sepsis
dan skrining sepsis dilakukan untuk bayi baru lahir dengan gejala klinis 12 jam setelah lahir. Skrining
sepsis dilakukan pada bayi baru lahir tanpa gejala klinis yang berhubungan dengan sepsis pada 12-24 jam
pertama kehidupan pada bayi dengan riwayat ibu mengalami infeksi saluran kemih, vaginitis, ketuban
pecah dini, dan bukti klinis atau histologis korioamnionitis pada trimester akhir. Skrining sepsis meliputi
hitung sel darah lengkap, CRP, PCT, dan apusan darah tepi. Penulis menggunakan European Medicines
Agency (EMA) dan Report on the Expert Meeting on Neonatal and Pediatric Sepsis untuk mendiagnosis
sepsis. Neonatus dengan dua atau lebih gejala klinis dan dua atau lebih tanda laboratorium didiagnosis
dengan suspek EOS (Grup 1). Neonatus dengan kultur darah positif didiagnosis terkonfirmasi EOS (Grup
2). Kelompok kontrol terdiri dari bayi baru lahir sehat dengan usia gestasional 37-42 minggu (Grup 3).
Data dianalisis menggunakan metode t-test. Nilai p <0,05 dianggap signifikan secara statistik.

Hasil
Pada pasien suspek EOS (Grup 1), RPR memiliki AUC 0,786 untuk prediksi EOS. Pada tingkat cutoff
0,047, RPR memiliki sensitivitas 77,6%, spesifisitas 90,4%, positive predictive value (PPV) 88,9%, dan
negative predictive value (NPV) 79,8%. Dalam EOS (Grup 2) yang telah terbukti, RPR memiliki AUC
sebesar 0,816 untuk prediksi EOS. Pada tingkat batas 0,052, RPR memiliki sensitivitas 79,3%, spesifisitas
93,7%, PPV 92,6%, dan NPV 81,9%.

Pembahasan
NS memiliki gejala klinis beragam yang nonspesifik. Gejala klinis tersebut kerap bertumpang tindih
dengan penyakit neonatal lainnya dan menyebabkan sulitnya diagnosis NS, sehingga mengakibatkan
penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Pemeriksaan baku emas pada diagnosis NS adalah isolasi
mikroorganisme pada kultur darah, namun pemeriksaan kultur darah memerlukan waktu hingga 48 jam
dan hasil negatif pada kultur darah belum tentu menyingkirkan diagnosis NS. Untuk mendiagnosis NS
dan memulai tatalaksana segera, deteksi biomarker dapat dilakukan.
Beberapa biomarker telah diinvestigasi untuk diagnosis EOS dan LOS. Saat ini, parameter yang paling
sering digunakan antara lain CRP dan PCT. Belum ada biomarker yang memenuhi seluruh kriteria
biomarker ideal. Penelitian kami menunjukkan bahwa nilai RDW dan RPR pada kelompok studi lebih
tinggi secara signifikan dibandingkan kelompok kontrol. RPR memiliki spesifisitas dan PPV yang lebih
tinggi dibandingkan biomarker lain yang digunakan untuk diagnosis NS. Lebih lanjut, sensitivitas,
spesifisitas, PPV, dan NPV dari RPR lebih tinggi daripada CRP dan PCT.
Berdasarkan temuan ini, RPR bersifat terjangkau, mudah dihitung, dan dapat dinilai hanya dengan
menggunakan sampel darah yang sedikit.
Sepsis masih menjadi isu bagi neonatus juga karena belum adanya biomarker diagnostik yang ideal dan
adanya perubahan epidemiologis. Penting untuk menemukan biomarker dengan nilai diagnostik tinggi.
Penulis meyakini bahwa RPR dapat digunakan untuk mendiagnosis EOS dan mungkin merupakan
alternatif yang baik sebagai biomarker EOS.

Anda mungkin juga menyukai