Abstract: Sepsis is a high mortality disease with a in intensive care unit. CRP is expected to be a
marker of sepsis. CRP is an acute phase biomarker which the increase is induced by proinflamatory
cytokines. The purpose of this study was to determine sepsis and nonsepsis patients in the ICU based
on qSOFA scores, CRP levels and patient outcomes in the period August - October 2019. This
research was a descriptive observational prospect with repeated measurement of CRP levels. The
sampling technique used was consecutive sampling. The study population was all patients in the
intensive care unit of Ulin General Hospital Banjarmasin in the period August - October 2019. The
diagnosis of sepsis was made using the qSOFA score. CRP levels were measured on ICU admission
and 3 days after respectively. The results of this study included of 25 patients, consisted of 14 sepsis
patients and 11 nonsepsis patients. The CRP level average of sepsis patients was at H0 (35.07 ±
31.53); H1 (15.85 ± 15.54); H2 (19.28 ± 18.25) and H3 (12.54 ± 14.8).
Abstrak: Sepsis merupakan penyakit dengan angka kematian yang tinggi di ruang rawat
intensif. CRP diperkirakan dapat menjadi salah satu penanda diagnosis sepsis. CRP merupakan
biomarker fase akut yang peningkatannya diinduksi oleh sitokin proinflamasi. Tujuan penelitian ini
yaitu mengetahui gambaran pasien sepsis dan nonsepsis di ICU berdasarkan skor qSOFA, kadar CRP
dan luaran pasien pada periode Agustus – Oktober 2019. Jenis penelitian ini adalah observasional
deskriptif yang bersifat prospektif, dengan pengukuran berulang terhadap kadar CRP. Teknik
sampling yang digunakan adalah consecutive sampling. Populasi penelitian adalah seluruh pasien di
ruang rawat intensif RSUD Ulin Banjarmasin pada periode Agustus – Oktober 2019. Penegakkan
diagnosis sepsis dilakukan menggunakan skor qSOFA. Pengukuran kadar CRP dilakukan saat pasien
masuk ICU dan 3 hari setelahnya secara berturut-turut. Hasil penelitian ini terdiri dari 25 pasien,
dengan 14 pasien sepsis dan 11 pasien non sepsis. Rata-rata kadar CRP pasien sepsis pada H0
(35.07±31.53); H1 (15.85±15.54); H2 (19.28±18.25) dan H3 (12.54±14.8).
425
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 425-434
426
Haq, NI. dkk. Kadar Protein C-Reaktif Pasien…
menyatakan bahwa kadar CRP pada pasien Ulin Banjarmasin pada periode Agustus –
yang meninggal cenderung lebih tinggi Oktober 2019. Sampel penelitian ini
dibanding yang bertahan hidup.10 Saat adalah pasien yang dirawat di ICU RSUD
terjadi disfungsi multi-organ, angka Ulin Banjarmasin periode Agustus –
mortalitas meningkat menjadi 50-80%.12 Oktober 2019. Teknik pengambilan
Sepsis-3 menganjurkan penggunaan sampel dilakukan dengan cara consecutive
skor qSOFA untuk mendeteksi sampling.
kemungkinan sepsis, sebagaimana
namanya skoring ini merupakan skoring HASIL DAN PEMBAHASAN
untuk mendeteksi kemungkinan kegagalan Studi ini dilaksanakan pada Agustus –
organ secara cepat dengan menggunakan 3 Oktober 2019 di ruang perawatan intensif
parameter. Skor ini umumnya digunakan RSUD Ulin Banjarmasin. Total jumlah
sebagai parameter di luar ruang ICU untuk subjek penelitian sebanyak 25 pasien.
memudahkan penilaian sekaligus menekan Karakteristik subjek penelitian yang
rendahnya angka kesadaran pasien memenuhi kriteria inklusi pada penelitian
masyarakat terhadap sepsis. Penggunaan ini seperti yang terlihat pada tabel 1.
beberapa skoring sepsis sendiri Klasifikasi usia pasien penelitian ini
sebelumnya sering disandingkan dengan dibagi berdasarkan pengelompokkan yang
penggunaan biomarker lainnya seperti dilakukan Departemen Kesehatan
CRP dan procalctonin, untuk membantu (DEPKES) tahun 2009, yaitu remaja akhir
penegakan diagnosis yang lebih dini.13 (18-25 tahun), dewasa awal (26-35 tahun),
Pemeriksaan kadar serum CRP dewasa akhir (36-45 tahun), lansia awal
merupakan pemeriksaan penunjang rutin (46-55 tahun) dan lansia akhir (56-60
yang dilakukan setiap 2-3 hari sekali pada tahun). Berdasarkan data tersebut,
pasien yang dirawat di ICU RSUD Ulin. mayoritas pasien berusia 46-55 tahun
Karena pemeriksaan CRP hanya yaitu sebanyak 40%, dengan rerata usia
memerlukan waktu singkat dan mudah, pasien secara keseluruhan adalah 43.38
beberapa penelitian kerap menyandingkan tahun. Penelitian ini memiliki hasil rerata
CRP beserta skoring lain sebagai usia yang lebih rendah bila dibandingkan
parameter yang digunakan pada penelitian penelitian yang dilakukan Maskoen dkk di
mengenai sepsis. Berdasarkan latar RS Hasan Sadikin, Bandung yaitu 55.71
belakang tersebut, dapat disimpulkan CRP tahun.14
merupakan biomarker yang baik untuk Sebagian besar pasien penelitian ini
digunakan guna memantau perkembangan didominasi oleh laki-laki yaitu sebesar
pasien infeksi dan sepsis. 60% dan pasien perempuan 40%, dengan
mayoritas indikasi masuk ICU pasien
METODE PENELITIAN paska operasi kraniotomi. Hasil ini sejalan
Rancangan penelitian yang digunakan dengan penelitian lain dimana sebagian
dalam penelitian ini adalah observasionl besar pasien yang dirawat di ICU adalah
deskriptif yang bersifat prospektif dengan pasien dengan jenis kelamin laki-
pengukuran berulang terhadap kadar CRP. laki.14,15,16,17 Penelitian oleh Pribadi
Populasi dalam penelitian ini adalah menunjukkan 54,4% pasien kraniotomi
seluruh pasien yang dirawat di ICU RSUD berjenis kelamin laki-laki.15
427
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 425-434
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian yang Memenuhi Kriteria Inklusi di RSUD Ulin
Banjarmasin Periode Agustus – Oktober 2019
Sepsis Nonsepsis
Kategori
N % N %
Usia :
18 – 25 tahun 3 21.4 1 9
26 – 35 tahun 1 7. 2 2 18
36 – 45 tahun 2 14.3 2 18
46 – 55 tahun 5 35.7 5 46
56 – 60 tahun 3 21.4 1 9
Jenis Kelamin:
Laki-laki 10 71.4 5 46
Perempuan 4 0.36 6 54
Indikasi masuk ICU
Post operation craniotomy 7 50 5 46
Post operation laparotomi 2 15 2 18
Post operation CTT hemathothorax 0 0 1 9
Spinal cord injury 0 0 1 9
Post sectio caesaria 0 0 1 9
Post operation VP shunt 1 7 0 0
Post operation debridement 1 7 0 0
Post operation amputasi 1 7 0 0
SOB e.c CAP+HF+MDS+Cholestasis 1 7 0 0
Intracranial haemorrhage 1 7 0 0
Pancreatitis biopsy 0 0 1 9
CRP:
35.07692±24.720 18.85±21.751
H0
15.85714±15.541 29.45±18.869
H1
19.28571±18.256 16.36±18.800
H2
12.54545±14.808 25.20±30.698
H3
Luaran: 14 100 11 100
Bertahan hidup 7 50 10 90.9
Meninggal 7 50 1 9. 1
Keterangan:
CTT: Chest tube thoracotomy; VP: Ventriculoperitoneal; SOB: Shortness of breath; CAP:
Community Acquired Pneumonia; HF: Heart Failure; MDS: Myelodysplastic Syndrome
Indikasi pasien masuk ICU pada tahun saja, pada pasien yang ≤35 tahun
penelitian ini didominasi oleh pasien paska juga mengalami hipertensi. Secara
operasi kraniotomi (48%). Sebanyak keseluruhan pasien yang mengalami
66.67% penyebabnya merupakan hipertensi berjumlah 15 pasien. 6 dari 15
pendarahan intrakranial (ICH). Penyebab pasien mengalami hipertensi stadium 1, 9
utama dari pendarahan intrakranial ini pasien dengan hipertensi stadium 2 dan 10
tidak ditulis secara jelas di rekam medik. pasien lainnya tidak mengalami hipertensi
Namun berdasarkan tinjauan terhadap usia, pada pengukuran tekanan darah saat
pasien dengan pendarahan intrakranial ini pertama masuk ICU namun salah satu
tergolong lansia awal menurut DEPKES diantaranya mendapat terapi pengobatan
2009. Berdasarkan data yang diambil saat cardic support. Berdasarkan tinjauan
penelitian, nampak sebagian besar pasien terhadap tekanan darah pasien saat masuk
memiliki tekanan darah yang cukup tinggi ICU, rata-rata pasien paska operasi
pada saat masuk ICU. Keadaan ini tidak kraniotomi memiliki hemodinamik yang
hanya berlaku pada pasien berusia >36 kurang stabil. Ini dapat menjadi salah satu
428
Haq, NI. dkk. Kadar Protein C-Reaktif Pasien…
alasan mengapa pasien dengan indikasi frekuensi napas yang dibantu oleh alat
kraniotomi perlu dirawat di ICU. penunjang memiliki poin 1 dalam
Selain kraniotomi, pasien laparotomi penilaian qSOFA, hal ini berlaku juga
menempati posisi kedua terbanyak yang pada pasien yang menggunakan vasopresor
dirawat di ICU (17%). Pasien paska seperti adrenalin dan noradrenalin. Pasien-
operasi laparotomi memiliki kondisi pasein yang diberikan vasopresor diberi
hemodinamik yang lebih stabil, namun poin 1 pada penilaian tekanan darah
yang cukup khas adalah kadar leukosit sistolik.14 Hal ini tentu mempengaruhi
cenderung lebih tinggi. Hal ini mungkin penilaian skor qSOFA, sehingga
disebabkan pada operasi laparotomi, organ kebanyakan pasien memiliki skor yang ≥2.
yang terkait adalah pencernaan, khususnya Akan tetapi penilaian khusus ini
usus. Dimana pada usus, jumlah bakteri memberikan pengaruh yang lebih baik bila
cenderung lebih banyak dibanding organ dikaitkan pada mortaliatas dibanding
pencernaan lainnya. dengan melakukan penilaian qSOFA
Berdasarkan data pada tabel 1 secara murni tanpa mempertimbangkan
distribusi pasien kelompok skor qSOFA kondisi pasien di lapangan.
≥2 memiliki jumlah yang sedikit lebih Pada pengukuran kadar CRP, secara
banyak yaitu dengan selisih 22%. keseluruhan pasien memiliki kadar CRP
Pengukuran qSOFA dilakukan pada saat pada saat masuk ICU diatas kadar normal
pasien masuk ICU, meliputi pengukuran 10 mg/dl. Rerata kadar CRP pada H0 pada
GCS, laju napas dan tekanan darah penelitian adalah 29.40 ± 24.461. Kadar
sistolik. Setelah pengukuran skor qSOFA, ini menurun hingga hari kedua dan rata-
pasien dibagi menjadi dua kelompok. rata mengalami peningkatan pada hari
Distribusi jumlah pasien pada kedua ketiga dengan kadar rerata 18.57 ± 23.992.
kelompok memiliki jumlah yang hampir Kadar CRP hari pertama merupakan kadar
sama. Dikarenakan sebagian besar pasien tertinggi pada sebagian besar pasien
merupakan pasien pasca bedah mayor, penelitian ini. Hal ini mungkin disebabkan
alat intubasi telah terpasang sejak pasien karena mayoritas merupakan pasien paska
berada di ruang operasi, sehingga terdapat operasi, serta mengingat CRP merupakan
keterbatasan pada penilaian frekuensi biomarker fase akut maka kadarnya akan
napas. Pada pasien paska operasi, beberapa meningkat dengan cepat pada pasien paska
diantara-nya masuk ICU dalam keadaan trauma operasi. Hal serupa dinyatakan
masih dibawah pengaruh obat. Baik obat- pada penelitian yang dilakukan oleh Lobo
obatan yang mempengaruhi hemodinamik, et al, bahwa konsentrasi CRP sangat
maupun obat-obatan yang mempengaruhi mungkin meningkat sejak pertama pasien
kesadaran pasien. Terlebih pada pasien masuk ICU.11 Wadhyas et al menyatakan
paska operasi kraniotomi, beberapa dalam penelitiannya bahwa pada pasien
intervensi saat operasi mungkin multipel trauma, tingginya kadar CRP
mempengaruhi fungsi otak dalam akibat prosedur operasi, berhubungan
pengaturan tanda vital. Hal ini dengan risiko disfungsi organ.18 Pasien
menyebabkan penilaian skor qSOFA dengan kadar CRP yang tinggi memiliki
cukup membingungkan. Dalam penelitian skor SOFA yang lebih tinggi, infeksi, laju
ini, terdapat 7 pasien yang menggunakan mortalitas dan lama waktu perawatan di
ventilator dan 1 pasien yang menggunakan ICU dibanding pasien yang memiliki kadar
vasopresor. Untuk mengatasi beberapa CRP normal.11 Data hasil penelitian
keterbatasan tersebut, penilaian skor berupa gambaran kadar CRP, skor qSOFA
qSOFA merujuk pada penelitian serupa dan luaran didapatkan dari rekam medis
oleh Maskoen dkk, dimana pada kondisi pasien yang dirawat di ICU seperti yang
pasien yang terpasang alat intubasi, dengan terlihat pada tabel 2.
429
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 425-434
Tabel 2. Data Hasil Pengukuran Skor qSOFA, Rerata Kadar CRP dan Luaran pada Pasien
Nonsepsis yang Dirawat di ICU RSUD Ulin Banjarmasin Periode Agustus-Oktober
2019
Skor Pengukuran rerata kadar CRP
Luaran N %
qSOFA H0 H1 H2 H3
Bertahan hidup 10 90.9 14 27.6 15.6 22.67
<2
Meninggal 1 9.1 48 48 24 48
Jumlah pasien dengan skor qSOFA <2 qSOFA <2 dan peningkatan pada pasien
adalah sebanyak 11 pasien (tabel 5.2) dan qSOFA ≥2 (16.36±18.8 vs 19.28±18.25).
pasien dengan skor qSOFA ≥2 berjumlah Pada H3 rerata kadar CRP berbanding
14 pasien (tabel 3). Rerata kadar CRP H0 terbalik lagi pada kedua kelompok, pasien
pasien qSOFA <2 vs qSOFA ≥2 memiliki dengan qSOFA <2 memiliki kadar CRP
kadar yang cukup berbeda jauh yang meningkat, sementara pasien dengan
(18.86±21.752 vs 35.07±31.53). Pada H1 qSOFA ≥2 mengalami penurunan
rerata kedua kelompok berkebalikan (25.2±30.69 vs 12.54±14.8). Secara garis
dengan hari sebelumnya. pasien dengan besar, kadar rerata CRP kedua kelompok
qSOFA <2 mengalami peningkatan rerata, pasien bersifat fluktuatif. Pada pasien
sementara pasien dengan qSOFA ≥2 rerata kelompok skor qSOFA <2, kadar tertinggi
kadar CRP tampak menurun (29.45±18.86 didapatkan pada H1. Sementara pada
vs 15.85±15.54). Hal serupa terjadi pada kelompok pasien dengan skor qSOFA ≥2,
H2 didapatkan penurunan pada pasien kadar tertinggi didapatkan pada H0.
Tabel 3 Data Hasil Pengukuran Skor qSOFA, Rerata Kadar CRP dan Luaran pada Pasien
Sepsis yang Dirawat di ICU RSUD Ulin Banjarmasin Periode Agustus-Oktober
2019
Skor Pengukuran rerata kadar CRP
Luaran N %
qSOFA H0 H1 H2 H3
Bertahan hidup 7 50 30 13.71 23. 14 9
≥2
Meninggal 7 50 39.42 18 15.42 16.8
Tinjauan dari sudut CRP dan kadar CRP yang lebih rendah pada H0,
mortalitas menunjukkan hasil yang rerata kadar CRP pada kelompok ini terus
berbeda dibanding tinjauan CRP dengan menurun hingga H3. Penurunan terbanyak
skor qSOFA, dimana hasil penelitian terjadi dari H2 ke H3 yaitu dengan selisih
menunjukkan kadar CRP yang lebih stabil. rerata kadar CRP 3.71. Walaupun
Gambaran mengenai kedua kelompok penurunan tidak memiliki selisih yang
pasien dengan luaran bertahan hidup dan sangat drastis, gambaran kadar CRP yang
pasien dengan luaran meninggal terus menurun hingga H3 menjelaskan
ditunjukkan pada gambar 5.1. Pada grafik kemungkinan adanya perbaikan kondisi
tersebut, nampak bahwa pasien dengan tubuh baik dari segi inflamasi dan infeksi
luaran bertahan hidup memiliki rerata sejak pasien pertama masuk ICU.
430
Haq, NI. dkk. Kadar Protein C-Reaktif Pasien…
45
40
35
30
25
CRP
20
15
10
5
0
H0 H1 H2 H3
Bertahan hidup 22 21,88 18,71 17,2
meninggal 40,50 21,75 16,5 22
Gambar 1. Grafik Rerata Harian Pengukuran CRP Berdasarkan Luaran Pasien yang Dirawat
di ICU RSUD Ulin Banjarmasin Periode Agustus – Oktober 2019
431
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 425-434
432
Haq, NI. dkk. Kadar Protein C-Reaktif Pasien…
433
Homeostasis, Vol. 3 No. 3, Des 2020: 425-434
14. Maskoen TT, Philip LS, Indriasari dan 18. Waydhas C, Nast-Kolb D, Trupka A,
Fuadi I. The accuracy of SIRS criteria, Zettl R, Kick M, Wiesholler J et al.
qSOFA, and SOFA for mortality Post traumatic inflammatory response,
suspected sepsis patient admitted to secondary operations, and lae multiple
the Intensive Care Unit Dr. Hasan organ failure. J Trauma. 1996;40: 624-
Sadikin General Hospital, Bandung, 30.
January-December 2017. Bandung: 19. Seymour CW, Liu VX, Iwashyna TJ,
Crit Care. 2019;22(1):41-9. et al. Assessment of clinical criteria
15. Pribadi HT. Angka kematian pasien for sepsis: for the third international
kraniotomi di ICU dan HCU RSUP consensus definitions for sepsis and
DR. Kariadi. M.Med. Mud. 2012:7. septic shock (sepsis-3). JAMA.
16. Tanriono C, Lalenoh DC dan Laihad 2016;315(8):762–774.
ML. Profil pasien pasca kraniotomi di doi:10.1001/jama.2016.0288.
ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou 20. Angele MK, Pratschke S, Hubbard
Manado periode Juli 2016 – Juni WJ, Chaudry IH. Gender differences
2017. eCl. 2017;5(2):275. in sepsis: cardiovascular and
17. Gunawan VS, Arifin J, Ismail A. immunological aspects. Virulence.
Jumlah pasien masuk ruang perawatan 2014;5(1):12-9.
intensif berdasarkan kriteria prioritas doi:10.4161/viru.26982.
masuk di RSUP DR Kariadi periode
Juli - September 2014. M.Med. Mud.
2015;4(4):1565.
434