Vaksin berasal dari kata vaccinus yang berarti berasal dari sapi.
Sejarah vaksinasi
• Dimulai sejak 1796 seorang dokter desa melakukan vaksinasi
menggunakan virus cacar sapi untuk memberi kekebalan pada manusia
terhadap infeksi cacar (smallpox).
• Pada akhir abad 19 pengetahuan tentang penyakit infeksi berkembang,
maka perkembangan vaksinpun mulai meramaikan dunia kesehatan dalam
memerangi penyakit infeksi.
• Sejak masa tersebut berbagai macam vaksin dibuat dan dikembangkan,
misalkan vaksin terhadap rabies, anthrax, penyakit-penyakit
enterobakteria.
Vaksin sekarang dan masa datang
Penggunaan vaksin untuk memerangi penyakit infeksi kesuksesan dalam
bidang kedokteran moderen.
Sejak adanya vaksinasi, penurunan kejadian morbiditas dan mortalitas pada
masa anak-anak, yang disebabkan oleh penyakit-penyakit infeksi yang
cukup mematikan, bahkan hampir mencapai 100% pada penyakit infeksi
tertentu.
Sukses paling besar adalah pada waktu penyakit cacar telah dinyatakan
musnah sejak tiga dasawarsa yang lalu.
Dewasa ini dibanyak negara di dunia sudah dinyatakan bebas dari penyakit
polio, walaupun Indonesia belum terbebas.
Vaksin sekarang dan masa datang
Pada saat ini lebih dari 25 vaksin digunakan dan diberikan pada anak
sejak lahir sampai remaja, bahkan pada orang dewasa. Dengan
demikian banyak penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan
vaksin, telah dapat dikontrol baik di negara maju maupun di negara
berkembang.
Namun demikian dewasa ini banyak pula penyakit-penyakit infeksi
baru yang ditemukan ataupun penyakit infeksi lama yang muncul lagi
dengan karakterisasi baru, seperti saat ini yang sedang kita yaitu virus
SARS-Cov2 dengan nama penyakit Covid-19
Kendala dan permasalahan penggunaan vaksin
Peningkatan penggunaan antibiotika berlebihan yang tidak semestinya baik
untuk profilaksi maupun yang lain, misalkan dalam makanan ternak maupun
produk pertanian lain, memberikan andil munculnya galur-galur mikroba yang
menjadi resisten terhadap antibiotika, bahkan yang terbaru.
Kendala-kendala yang dihadapi dalam penyebaran vaksin antara lain adalah
masalah-masalah teknis, ekonomi, budaya masyarakat dan hukum adanya
sebagian masyarakat yang menolak penggunaan vaksin
Sedikitnya produsen vaksin menyebabkan terjadinya kekurangan suplai vaksin
sehingga program vaksinasi terkadang tidak berjalan dengan semestinya.
Inkompatibilitas vaksin juga merupakan masalah dalam pembuatan vaksin
kombinasi.
Kendala dan permasalahan penggunaan vaksin
Dilarangnya penggunaan beberapa bahan aditif dalam formula vaksin menyebabkan
harga vaksin menjadi mahal. Sebagai contoh, pelarangan penggunaan timerosal sebagai
pengawet. Timerosal adalah senyawa merkuri organik sebenarnya merupakan pengawet
yang terbaik, tetapi karena merupakan senyawa merkuri diduga dapat menyebabkan
adverse reaction. Hal tersebut menyebabkan vaksin diproduksi dalam kemasan vaksin
dosis tunggal, yang tentu lebih mahal daripada dosis ganda. Alternatif lain adalah harus
dicarikan bahan aditif lain untuk menggantikan timerosal.
Demikian pula kekuatiran adanya kontaminasi dari patogen yang berasal dari inang
(host), utamanya dari binatang (sapi, kera ataupun kuda) untuk pembuatan vaksin,
misalkan: BSE~ penyakit sapi gila, menyebabkan penggunaan serum yang berasal dari
sapi, dilarang.
Problem ekonomi (harga vaksin mahal dan kondisi ekonomi populasi) juga dapat
menyebabkan kurang efektifnya vaksinasi. Terlebih kalau vaksin yang dibutuhkan harus
diimpor dari negara lain.
Penolakan vaksin
Penolakan vaksinasi oleh sekelompok populasi dapat menambah kompleksnya problem
vaksinasi.
Penolakan dapat disebabkan karena alasan kepercayaan (paham tertentu) atau kesalahan persepsi
tentang resiko terhadap paparan penyakit atau vaksinasi.
Informasi yang tidak tepatpun dapat menyebabkan populasi sering tidak dapat melihat bahwa
dengan vaksinasi dapat menghemat waktu dan biaya yang kadang cukup signifikan, kalau
dibandingkan apabila yang bersangkutan terpaksa sakit karena tidak divaksinasi.
Populasi yang tidak mengerti keuntungan vaksinasi akan menolak untuk menerima vaksinasi
apalagi kalau harus membayar.
Demikian pula jumlah vaksin (injeksi) yang harus diterima anak-anak (lebih dari 50 kali) sering
pula menyebabkan trauma dan merasa direpotkan yang pada akhirnya malas untuk divaksinasi
sesuai jadwal. Keadaan ini kemudian mendorong diperkenalkannya vaksin kombinasi.
Adverse reaction yang kadang muncul memberikan andil pula terhadap budaya menolak
vaksinasi. Hal ini sering bertambah parah oleh keterlibatan media.
Vaksin yang sudah digunakan ternyata tidak selamanya ada dipasaran,
beberapa jenis vaksin telah ditarik dari peredaran dengan berbagai alasan
((tabel).
Sebagai contoh vaksin cacar ditarik karena dunia telah dinyatakan bebas dari
cacar. Vaksin untuk batuk rejan juga telah digantikan dengan vaksin baru yang
tidak mengandung LPS (lipopolisakarida) yang kurang pirogenik (DaPT),
namun demikian biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat meningkat.
Vaksin polio oral (OPV) tidak lagi digunakan oleh beberapa negara maju
karena dapat menyebabkan penyakit polio yang disebabkan oleh virus polio
vaksin (VAPP~ vaccine- associated paralytic poliomyelitis)
Tabel: Vaksin yang ditarik dari peredaran (pasar USA)*
Vaksin Komentar
Cacar Penyakit cacar telah dieradikasi
Oral polio (OPV) Polio telah dinyatakan tidak ada (regional)
IPV lebih aman dari pada OPV (di negara maju)
Rotavirus Dapat menyebabkan intususepsion
HepB (plasma) Adanya kekuatiran dapat terkontaminasi HIV
Diganti dengan Vaksin rekombinan yang diperbaiki
HepB rekombinan Adanya dugaan menyebabkan adverse reaction (ditarik di Perancis)
Diduga berhubungan dengan multiple sclerosis
DPT Vaksin untuk batuk rejan mengandung LPS yang sangat pirogenik,
digantikan dengan DaPT
* vaccine development: current status and future needs (2005)
Keamanan vaksin mendapat perhatian yang sangat serius, sehubungan
dengan adanya reaksi yang kurang menguntungkan (adverse
reaction), walaupun jarang terjadi, masih dilaporkan.
Sesuai dengan harapan dunia bahwa mencegah penyakit akan lebih
baik daripada mengobati, maka pengembangan vaksin sangat
menjanjikan. Secara umum disebutkan bahwa penggunaan vaksin
ditujukan untuk preventif dan kuratif.
Latar belakang perlunya vaksin baru
kuat.
Attenuated vaccine
Kelemahan:
Kekurangan dari vaksin ini adalah agen infeksi yang terkandung di
immunocompromized
Killed vaccine
Yaitu merupakan vaksin yang mempunyai agen infeksi yang sama
dengan tipe liar tetapi telah dimatikan, sehingga tidak dapat
menimbulkan penyakit.
Tetapi karena tidak dapat tumbuh lagi dalam tubuh resipien maka
jumlah imunogen yang dimasukkan terbatas, sehingga harus
diberikan berulang-ulang agar dapat diperoleh respon imun yang
memadai.
Pereaksi-pereaksi yang digunakan untuk proses inaktivasi dan
pemurnian dapat menimbulkan adverse effects.
VAKSIN SUB UNIT
Kedua cara tersebut di atas masih menyisakan satu problem, yaitu tidak semua agen infeksi
dapat dikulturkan dengan baik, utamanya agen-agen infeksi yang berupa virus.
Keadaan tersebut menyebabkan tidak memungkinkan membuat vaksin dengan kedua
metode di atas. Oleh karena itu dicari metode alternatifnya, yaitu dengan membuat
vaksin sub unit.
Vaksin sub unit adalah vaksin yang terdiri dari bagian-bagian agen infeksi, misalkan
protein membran, pili, fimbriae, toksin dan lainnya.
Vaksin sub unit modern terdiri dari bagian yang lebih kecil yaitu protein atau fragmen
protein yang bersifat imunogen. Protein atau fragmen protein tersebut diperoleh dari hasil
rekayasa genetik.
Termasuk dalam vaksin sub-unit adalah vaksin rekombinan, vaksin DNA dan vaksin edibel
Rekombinasi DNA pada vaksin sub unit
Rekombinan DNA yang dihasilkan dapat digunakan untuk membuat :
a) vaksin rekombinan,
b) vaksin DNA,
c) vaksin peptida dan
d) vaksin edibel.
1. Vaksin rekombinan
adalah vaksin yang mengandung 1 macam protein atau lebih, hasil rekayasa
genetik.
Pembuatan vaksin ini dimulai dengan cara menyematkan gen, yang menyandi
protein yang bersifat imunogenik, pada suatu wahana yang disebut vektor.
Gen yang disematkan pada vektor bisa lebih dari satu gen sehingga pada
akhirnya dapat diperoleh lebih dari satu protein (gambar 1).
Konstruksi ini kemudian dimasukkan ke dalam inang yang cocok, misalkan
E. coli, S. cerevisiae atau sel hewan/manusia.
Setelah dipropagasi dalam kultur biakan dalam waktu tertentu kemudian
dapat diisolasi protein atau protein-protein yang selanjutnya diformulasikan
sebagai vaksin.
Gen protein
Vektor
DNA rekombinan
Transformasi
Sel inang
Protein
Gambar 1: Konstruksi rekombinan DNA untuk membuat protein yang akan dibuat sebagai
vaksin rekombinan
2. Vaksin DNA
Vaksin DNA sebenarnya sama dengan vaksin rekombinan.
Perbedaannya adalah kalau vaksin rekombinan mengandung protein-
protein yang diperoleh dari hasil rekayasa genetik, sedangkan vaksin
DNA mengandung rekombinan DNA yang terdiri vektor dan gen
penyandi protein.
Jika vaksin rekombinan yang dimasukkan ke tubuh resipien adalah
protein maka pada vaksin DNA yang dimasukkan adalah DNA nya
yang diharapkan di dalam tubuh akan mengekspresikan protein-
protein yang bersifat imunogenik.
3. Vaksin edibel
Vaksin edibel pada prinsipnya sama dengan vaksin rekombinan.
Perbedaannya adalah inang yang digunakan bukan mikroorganisme
tetapi berupa tanaman.
Rekombinan DNA yang menyandi protein imunogenik diperlakukan
pada tanaman tertentu.
Protein yang dihasilkan direkayasa sedemikian rupa sehingga dapat
diekspresikan di dalam buah, umbi ataupun daun.
Oleh karena itu dengan mengkonsumsi buah, umbi ataupun daun
sama dengan menjalani vaksinasi.
4. Vaksin peptida
Vaksin peptida adalah vaksin yang komponennya merupakan
fragment peptida pendek, yang terdiri dari 15 – 25 residu asam
amino.
Dasar pemikiran pembuatan vaksin peptida adalah untuk mengurangi
adverse reaction dengan cara memperkecil besarnya protein.
Hal ini didasari bahwa epitop yang merupakan bagian dari antigen
yang dikenali oleh antibodi dapat dibentuk dari sekurang-kurangnya 8
residu asam amino.
Kelebihan vaksin sub-unit
mempunyai kemungkinan adverse reaction yang lebih kecil dari
vaksin jenis lain, tidak dapat menyebabkan penyakit karena tidak lagi
berhubungan dengan agen infeksinya.
Kekurangan vaksin sub unit
tidak seperti vaksin attenuated, maka jumlah antigen yang
dimasukkan pada waktu vaksinasi sub unit terbatas sehingga harus
berulang-ulang, seringkali lebih mahal.
apabila terjadi mutasi pada protein agen infeksi maka antibodi yang
diinduksi menggunakan vaksin sub-unit menjadi tidak dapat lagi
mengenali protein yang mengalami mutasi tadi. Peristiwa mutasi yang
terjadi disebut sebagai antigenic drift.
Kendala vaksin sub unit