TEMBAKAU VIRGINIA
Nur Asbani dan Subiyakto*)
PENDAHULUAN
Pada masa mendatang konsumen akan semakin jeli dalam memilih produk-produk
pertanian. Produk pertanian yang diinginkan adalah produk yang berkualitas dan aman
dari residu pestisida kimia. Oleh karena itu budi daya pertanian harus mengarah pada
teknik budi daya ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tindakan pengendalian hama
tanaman harus berdasar pada landasan kebijakan yang mengacu konsep Pengendalian
Hama Terpadu (PHT). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budi Daya Tanaman, menjelaskan bahwa PHT digunakan sebagai dasar,
falsafah, prinsip dalam setiap kegiatan perlindungan tanaman.
Bagian IV Undang-undang RI No. 12 Tahun 1992 tersebut menyebutkan bahwa
perlindungan tanaman dilaksanakan dengan pengendalian hama terpadu. Dalam pelaksanaannya setiap orang atau badan hukum dilarang menggunakan sarana dan cara yang
dapat mengganggu kesehatan dan/atau mengancam kesehatan manusia, menimbulkan
gangguan dan kerusakan sumber daya alam dan/atau lingkungan hidup. Inti dari undangundang tersebut adalah bahwa setiap orang tidak sembarangan menggunakan cara atau
sarana dalam melaksanakan perlindungan tanaman. Prioritas utama yang digunakan
adalah cara-cara non-kimiawi seperti yang dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1995.
Tujuan implementasi PHT pada tanaman tembakau adalah untuk memasyarakatkan
penggunaan pestisida kimia secara rasional, mengurangi kerusakan lingkungan, dan bahaya pestisida terhadap kesehatan, memasyarakatkan metode alternatif pengendalian hama,
dan memenuhi UU RI No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budi Daya Tanaman. Sasarannya adalah lingkungan hidup lestari dan tercapainya pertanian berkelanjutan, pendapatan
petani meningkat, diperoleh bahan baku tembakau berkualitas, aman residu pestisida, biaya produksi terkontrol dan harga kompetitif, serta bisnis tembakau yang berkesinambungan.
Sikap, sifat, dan falsafah PHT adalah bahwa manusia tidak bermaksud mengendalikan alam tetapi menyesuaikan dengan alam, tidak semua serangga yang dijumpai pada
*) Masing-masing Peneliti pada Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang
97
tanaman tembakau berstatus hama, bahkan lebih banyak bermanfaat, penggunaan pestisida kimia yang rasional, dan pemilihan serta pengintegrasian taktik PHT disesuaikan
dalam konteks sosial, budaya, politik, dan ekonomi (Manuwoto 1999).
98
an. Pada tembakau, hama ini dapat menyerang di bagian akar (ulat tanah Agrotis ipsilon),
batang (penggerek batang Scrobipalpa sp.), maupun bunga (ulat pupus Helicoverpa sp.).
Salah satu hal penting yang perlu dipahami adalah mengenai hubungan antara hama
dengan kerusakan. Keberadaan suatu jenis hama di pertanaman tembakau tidak selalu
akan menimbulkan kerusakan dan kerugian (Peterson dan Higley 2000). Kerugian hanya
akan terjadi setelah kerapatan populasi hama mencapai batas tertentu akan merugikan.
Batas inilah yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan pengendalian kimiawi atau pestisida.
KOMPONEN PHT
Berdasarkan tujuan, sasaran, dan sikap maka implementasi PHT harus dapat memadukan agar tindakan yang dilakukan efektif, efisien, dan relatif aman. Beberapa komponen PHT yang dapat diimplementasikan yakni penanaman tanaman tahan, pemanfaatan
musuh alami, pengendalian melalui teknik budi daya, pengendalian secara fisik dan mekanik, pengendalian kimiawi atau pestisida (Untung 1993).
kelompok organisme dan cara menyerang. Beberapa musuh alami telah dikenal dan dimanfaatkan untuk pengendalian hama-hama penting tanaman tembakau (Tabel 1). Predator Syrphidae dan Coccinellidae cukup efektif memangsa hama dari kelompok kutu-kutuan seperti Myzus sp. sedangkan tawon Vespidae menjadi predator penting pada beberapa hama ulat (Gambar 1, 2, dan 3).
Tabel 1. Musuh alami hama penting tanaman tembakau
Hama
Musuh alami
Ulat grayak
Ulat pupus
Parasitoid: Trichogramma, Bracon spp., Charops spp., Chelonus sp., Cotesia sp., Neoaplectana
carpocapsae, Telenomus sp., Trichogrammatoidea armigera, Xanthopimpla punctata.
Predator: kumbang macan, Chrysopa, Chrysoperla carnea, Coccinella septempunctata, Orius spp.
Patogen: Bacillus thuringiensis, Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae, Nomuraea rileyi,
Granulosis virus, Ha-NPV.
Ulat tanah
Kutu kebul
Kutu daun
Belalang
Beberapa musuh alami belalang ini antara lain semut, larva kumbang Mylabris, dan Epicuata,
Scelio spp., lalat Sarcophagidae, dan jamur Metarrhizium
miliki berbagai inang alternatif sehingga pengendalian dapat dengan melakukan rotasi tanaman dengan bukan inang hama serta pembersihan lahan dari gulma-gulma yang menjadi inang alternatif.
101
Ulat grayak
Ulat pupus
Ulat tanah
dazomet
Kutu kebul
Kutu daun
Sumber: Direktorat Pupuk dan Pestisida (2002); CABI (2003); Pusat Perizinan dan Investasi (2010).
Usahakan menanam tembakau di lahan yang sehat yaitu bebas dari hama dan penyakit
serta diolah dengan baik dan sesuai standar. Masing-masing daerah atau pengelola tembakau mempunyai cara pengolahan tanah yang bervariasi. Umumnya pengolahan tanah
34 kali dinilai sudah cukup baik.
Buat guludan yang tinggi dan saluran yang memadai. Agar apabila terjadi hujan tidak
menggenangi lahan.
Lakukan pemupukan yang rasional sesuai dengan anjuran setempat. Masing-masing
daerah dan pengelola tembakau dosis dan macam pupuk dapat bervariasi.
Lakukan pemangkasan pucuk dan wiwilan tepat waktu sesuai dengan anjuran pengelola.
Lakukan sanitasi dan rotasi tanaman dengan tanaman palawija yang umum ditanam di
daerah tersebut.
2. Pemantauan Hama
Pemantauan lahan secara periodik atau rutin ini sangat penting dilakukan karena
kondisi agroekosistem yang bersifat dinamis. Perubahan-perubahan penting yang perlu diamati misalnya pada populasi hama dan musuh alaminya. Informasi yang menjadi dasar
dalam pengambilan keputusan pengendalian hama. Dinamika ini dapat diikuti antara lain
dengan:
Pengamatan populasi hama dilakukan secara rutin setiap 57 hari bersamaan dengan
mengontrol pertanaman tembakau.
Tindakan penyemprotan dengan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali
jika populasi lebih dari 10% tanaman yang belum dipangkas dijumpai koloni kutu daun
tembakau (1 koloni berisi sekitar 50 ekor) atau jika telah dipangkas berjumlah lebih dari 20% tanaman (Southern 1996).
Penyemprotan insektisida dilakukan apabila tercapai ambang kendali lebih dari 10% tanaman sebelum berbunga terdapat ulat dengan berbagai ukuran (Southern 1996).
Gambar 3. Pemangsaan ulat grayak oleh tawon Vespidae dan semut (Foto: Asbani)
104
PENUTUP
Serangan hama sebagai salah satu faktor pembatas produktivitas tanaman tembakau
sehingga memerlukan suatu tindakan pengendalian. Tindakan ini memerlukan pertimbangan yang menyeluruh baik dari aspek ekonomi, teknis, maupun ekologis. Petani dalam hal
ini memegang peranan kunci karena fungsinya sebagai pengambil keputusan. Pada akhirnya usaha budi daya tembakau dapat berlangsung secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA
CAB International. 2003. Crop Protection Compendium. Wallingford, UK: CAB International.
Direktorat Pupuk dan Pestisida. 2002. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta. 375 hlm.
Kalshoven, L.G.E. 1981. Pest of Crops in Indonesia. Rev. P.A. van deer Land. PT Ichtiar Baru-van Hoeve, Jakarta. 701p.
Manuwoto, S. 1999. Pengendalian hama ramah lingkungan dan ekonomis. Hal: 112. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Peranan Entomologi dalam Pengendalian Hama yang Ramah Lingkungan dan Ekonomis. Bogor, 16 Februari 1999. Persatuan Entomologi Indonesia.
Norris D.M. & M. Kogan. 1980. Biochemical and morphological base of resistance. In F.G. Maxwell & P.R.
Jenning (Ed.) Breeding Plant Resistant to Insect. A. Wiley Intertscience Pub. John Wiley and Sons, New
York Etc. 683p.
Peterson, R.K.D. & L.G. Higley. 2000. Illuminating the black box: The relationship between injury and yield.
In R.K.D. Peterson & L.G. Higley Biotic Stress and Yield Loss. CRC Press, New York.
Pusat Perizinan dan Investasi. 2010. Pestisida Pertanian dan Kehutanan Tahun 2010. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian, Jakarta. 782 hlm.
Subiyakto. 2002. Tembakau: Pengendalian Hama dan Penyakit. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Cetakan ke10. 81 hlm.
Subiyakto, Nurindah, IG.A.A. Indrayani, S. Hadiyani, Sujak, Suyatno, Supriyadi, D. Soetopo, Djajadi, A.M.
Amir, D. Winarno & Diwang H.P. 2008. Pengendalian hama tembakau ramah lingkungan. Laporan
Akhir Hasil Penelitian Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang. Tidak dipublikasikan.
Southern, S. 1996. Insect management. In Flue-Cured Tobacco Information. Agricultural Extension Service,
North Carolina State University.
Untung, K. 1993. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Gadjah Mada University Pres, Yogyakarta.
105