Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

PENGENDALIAN HAYATI
HAMA, PENYAKIT DAN GULMA PADA JAGUNG
(Zea mays L.)
Disusun untuk memenuhi salah satu tugas akhir dari mata kuliah Pengendalian Hayati

Disusun oleh:
Kelompok 2
Rikza Maulana

(2403314116)

Jajang Nurjaman

(2403312041)

Ivtah Noor Aziz

(2403314072)

Neng Irma Aprilia

(2403314087)

Hendi Sukandar

(2403314055)

Rila Riliana

(2403314117)

Dosen Pengajar :
Jenal Mutakin, SP., MP.
Hanny Hidayati Nafiah, SP., MP.

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GARUT
2016

DAFTAR ISI

Daftar Isi ..........................................................................................................

I.

Pendahuluan ..............................................................................................

1.1. Latar Belakang ................................................................................

1.2. Tujuan ..............................................................................................

II. Isi Makalah ...............................................................................................

2.1. Pengertian Musuh Alami Serangga Hama ......................................

2.2. Jenis Hama beserta Pengendaliannya ..............................................

2.3. Jenis Penyakit beserta Pengendaliannya .........................................

11

2.4. Gulma ..............................................................................................

16

2.5. Jenis Gulma dan Pengendaliannya .................................................. 18


III. Kesimpulan ...............................................................................................
Daftar Pustaka

29

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman jagung sudah lama diusahakan petani Indonesia dan merupakan


tanaman pokok kedua setelah padi. Penduduk kawasan timur Indonesia seperti
Nusa Tenggara Timur, Madura, sebagian Maluku, dan Irian Jaya sudah biasa
menggunakan jagung sebagai makanan pokok sehari-hari. Produksi jagung
Indonesia sebagian besar berasal dari pulau Jawa ( 66%) dan sisanya barasal dari
di propinsi luar Jawa terutama Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan,
Sumatra Utara, dan Nusa Tenggara Timur.
Jagung memiliki peranan penting dalam industri berbasis agribisnis. Untuk
tahun 2009, Deptan melalui Direktorat Jendral Tanaman Pangan mengklaim
produksi jagung mencapai 18 juta ton. Jagung dimanfaatkan untuk konsumsi,
bahan baku industri pangan, industri pakan dan bahan bakar. Kebutuhan jagung
dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan seiring berkembangnya industri
pakan dan pangan.
Bagi petani kendala dalam budidaya jagung yang menyebabkan kegagalan
atau rendahnya produktivitas jagung antara lain adalah karena adanya serangan
hama dan penyakit serta keberadaan gulma. Di pertanaman jagung ada beberapa
jenis hama yang diantaranya berstatus penting yaitu lalat bibit (Atherigona sp.),
ulat tanah (Agrothis sp), kutu daun (Aphis sp.), penggerek batang jagung (Ostrinia
furnacalis), ulat grayak (Spodoptera litura,, Mythimna sp.), penggerek tongkol
(Helicoverpa armigera), kumbang bubuk (Sitohilus zeamais Motsch) dan
belalang. Penyakit penyakit yang dapat menyerang tanaman jagung diantaranya
penyakit bulai, peyakit Virus Mozaik Kerdil, hawar daun, hawar upih daun,dan
busuk tongkol.
Gulma mengganggu karena bersaing dengan tanaman utama terhadap
kebutuhan unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh, sehingga produksi tanaman
menjadi tidak optimal. Berdasarkan morfologinya jenis gulma yang tumbuh
diantara tanaman jagung antara lain : 1. jenis gulma golongan berdaun lebar

(broad leaves) seperti : krokot (Portulaca sp), Kirinyuh (Chromolaena odorata);


2. Jenis gulma golongan rumput (grasses) seperti : rumput grinting (Cynodon
dactylon), lulangan (Eluisine indica); 3. Jenis gulma dari golongan teki (Sedges)
seperti : rumput teki (Cyperus rotundus).
Upaya pengendalian untuk mengurangi tingkat kerusakan dan tanaman
pengganggu (gulma) pada tanaman yaitu adanya pengendalian hayati sebagai
komponen utama Pengendalian Hama Terpadu pada dasarnya adalah pemanfaatan
dan penggunaan musuh alami untuk mengendalikan populasi hama, penyakit dan
gulma yang merugikan. Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai
pengetahuan dasar ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh
pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
Pengendalian Hayati merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan
secara sengaja memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk
menurunkan atau mengendalikan populasi hama. De Bach tahun 1979
mendefinisikan Pengendalian Hayati sebagai pengaturan populasi organisme
dengan musuh-musuh alami sehingga kepadatan populasi organisme tersebut
berada di bawah rata-ratanya dibandingkan bila tanpa pengendalian.
Pengendalian Alami merupakan proses pengendalian yang berjalan sendiri
tanpa ada kesengajaan yang dilakukan oleh manusia. Pengendalian alami terjadi
tidak hanya oleh karena bekerjanya musuh alami, tetapi juga oleh komponen
ekosistem lainnya seperti makanan, dan cuaca.

1.2. Tujuan

Tujuan dari penulisan ini adalah supaya kita dapat mengetahui jenis hama
dan penyakit yang menyerang tanaman jagung serta cara pengendaliannya
terutama pemanfaatan musuh alaminya.

II. ISI MAKALAH

2.1. Pengertian Musuh Alami Serangga Hama


Musuh alami adalah organisme yang ditemukan di alam yang dapat
membunuh

serangga

sekaligus,

melemahkan

serangga,

sehingga

dapat

mengakibatkan kematian pada serangga, dan mengurangi fase reproduktif dari


serangga. Musuh alam biasanya mengurangi jumlah populasi serangga, inang atau
pemangsa, dengan memakan individu serangga.
Untuk beberapa spesies, musuh alami merupakan kekuatan utama yang
mengatur dinamika populasi serangga, sehingga penting bagi kita untuk
mengetahui bagaimana musuh alami dapat mempengaruhi populasi serangga
untuk mengestimasi pengaruhnya. Untuk menjelaskan kepadatan populasi
serangga dan memprediksi terjadinya outbreaks.
Dalam pest management program, kita perlu memahami musuh alami untuk
memanipulasinya di lapangan sebagai pengendali hama.
Pengendalian hayati (biological control) adalah taktik pengendalian hama
yang melibatkan manipulasi musuh alami hama yang menguntungkan untuk
memperoleh pengurangan jumlah populasi dan status hama di lapangan.
Biological control berbeda dengan natural control, natural control dalam
prakteknya melibatkan agen lain selain musuh alami, misalnya cuaca atau
makanan. Beberapa author mengungkapkan bahwa biological control dalam arti
luas termasuk semua metode yang melibatkan organism hidup sebagai bagian dari
taktik pengendalian, seperti penggunaan inang yang resisten, pelepasan serangga
steril, atau manipulasi genetic.
Organisme dalam aktivitas hidupnya selalu berinteraksi dengan organisme
lainnya dalam suatu keterkaitan dan ketergantungan yang kompleks. Interaksi
antar organisme tersebut dapat bersifat antagonistik, kompetitif atau simbiotik.
Sifat antagonistik ini dapat dilihat pada musuh alami yang merupakan agen hayati
dalam pengendalian hama. Musuh alami memiliki peranan dalam pengaturan dan
pengendalian populasi hama, sebagai faktor yang bekerjanya tergantung kepada

kepadatan, dalam kisaran tertentu musuh alami dapat mempertahankan populasi


hama di sekitar aras keseimbangan umum.
Setiap spesies serangga hama sebagai bagian dari komplekskomunitas dapat
diserang oleh serangga lain atau oleh patogen penyebab penyakit pada serangga.
Ditinjau dari segi fungsinya musuh alami dapat dikelompokan menjadi predator,
parasitoid dan patogen.
Predator / Pemangsa : Adalah binatang ( serangga, laba-laba dan binatang
lain ) yang memburu, memakan atau menghisap cairan tubuh binatang lain
sehingga menyebabkan kematian. Kadang-kadang disebut predator Pemangsa
berguna karena memakan hama tanaman. Semua laba-laba dan capung merupakan
contoh pemangsa.
Parasitoid : Adalah serangga yang hidup sebagai parasit di dalam atau pada
tubuh serangga lain ( serangga inang ), dan membunuhnya secara pelan-pelan.
Parasitoid berguna karena membunuh serangga hama. Ada beberapa jenis tawon
(tabuhan) kecil sebagai parasitoid serangga hama . Parasitoid yang aktif adalah
stadia larva sedangkan imago hidup bebas bukan sebagai parasit dan hidupnya
dari nectar, embun madu, air dll.
Patogen : Adalah Mikroorganisme yang dapat memnyebabkan infeksi dan
menimbulkan penyakit terhadap OPT. Secara spesifik mikroorganisme yang dapat
menimbulkan penyakit pada serangga disebut entomopathogen, patogen berguna
karena mematikan banyak jenis serangga hama tanaman, seperti jamur, bakteri
dan virus. Patogen yang bisa mengendalikan hama dan penyakit disebut sebagai
Pestisida Mikroba.
Agens antagonis : Adalah Mikroorganisme yang mengintervensi /
menghambat pertumbuhan patogen penyebab penyakit pada tumbuhan.
Pengendalian Alami (Natural Control) : Adalah Proses pengendalian OPT
yang berjalan sendiri tanpa ada kesengajaay yang dilakukan oleh manusia
Pengendalian Hayati (Biological Control) : Merupakan taktik pengelolaan
hama secara sengaja dengan memanfaatkan atau memanipulasi musuh
alami/agens hayati untuk menekan atau mengendalikan OPT

Cara Kerja Musuh Alami (Agens Hayati)


Predator :

Memakan mangsanya secara langsung

Parasitoid :

Meletakan telur pada tubuh hewan sasaran, kemudian setelah menetas


larvanya menghisap cairan tubuh hewan sasaran tersebut hingga mati

Patogen :

Jamur tersebut masuk kedalam tubuh serangga melalui kulit diantara ruasruas tubuh

Mekanisme penetrasinya dimulai dengan pertumbuhan spora pada kutikala

Didalam tubuh serangga hifa berkembang dan selanjutnya memasuki


pembuluh darah, melalui beberapa proses lebih lanjut di dalam tubuh
menyebabkan kematian serangga.

2.2. Jenis Hama beserta Pengendaliannya


1.

Penggerek Batang Jagung (Ostrina furnacalis Guen)


(Ordo : Lepidoptera, Famili : Noctudiae)

Bioteknologi
Ngengat aktif malam hari, dan menghasilkan beberapa generasi pertahun, umur
imago/ngengat dewasa 7 11 hari.
Telur diletakkan berwarna putih, berkelompok, satu kelompok telur beragam
antara 30-50 butir, seekor ngengat betina mampu meletakkan telur 602-817 butir,
umur telur 3-4 hari. Ngengat betina lebuh menyukai meletakkan telur pada
tanaman jagung yang tinggi dan telur diletakkan pada permukaan bagian bawah
daun utamanya pada daun ke 5-9, umur telur 3-4 hari,
Larva, larva yang baru menetas berwarna putih kekuning-kuningan, makan
berpindah-pindah, larva muda makan pada bagian alur bunga jantan, setelah instar
lanjut menggerek batang, umur larva 17-30 hari.
Pupa biasanya terbentuk di dalam batang, berwarna cokelat kemerahan, umur
pupa 6-9 hari.

Gejala serangan
Larva O. Furnacalis ini mempunyai karakteristik kerusakan pada setiap
bagian tanaman jagung yaitu lubang kecil pada daun, lubang gorokan pada
batang, bunga jantan atau pangkal tongkol, batang dan tassel yang mudah patah,
tumpukan tassel yang rusak.
Pengendalian
Pemanfaatan musuh alami seperti : Parasitoid Trichogramma spp.
Parasitoid tersebut dapat memarasit telur O. furnacalis. Predator Euborellia
annulata memangsa larva dan pupa O. Furnacalis. Bakteri Bacillus thuringiensis
Kurstaki

mengendalikan

larva

O.

Furnacalis,

Cendawan

sebagai

entomopatogenik adalah Beauveria bassiana dan Metarhizium anisopliae


mengendalikan larva O. Furnacalis. Ambang ekonomi 1 larva/tanaman.
2.

Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)


(Ordo : Lepidoptera, Famili: Noctuidae)

Bioekologi
Ngengat dengan sayap bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap
belakang berwarna keputihan, aktif pada malam hari.
Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang
tersusun 2 lapis), warna coklat kekuning-kuningan, berkelompok (masing-masing
berisi 25-500 butir) tertutup bulu seperti beludru.
Larva mempunyai warna yang bervariasi, ulat yang baru menetas berwarna hijau
muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok. Ulat
menyerang tanaman pada malam hari, dan pada siang hari bersembunyi dalam
tanah (tempat yang lembab). Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara
bergerombol dalam jumlah besar.
Pupa. Ulat berkepompong dalam tanah , membentuk pupa tanpa rumah pupa
(kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm.
Siklus hidup berkisar antara 30-60 hari (lama stadium telur 2-4 hari, larva yang
terdiri dari 5 instar : 20 46 hari, pupa 8 11 hari).
Gejala serangan, larva yang masih kecil merusak daun yang menyerang secara
serentak berkelompok. Dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas,

transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja. Biasanya larva berada di


permukaan bawah daun, umumnya terjadi pada musim kemarau.
Tanaman inang, hama ini bersifat polifag, selain jagung ulat grayak juga
menyerang tomat, kubis, cabai, buncis, bawang merah, terung, kentang kangkung,
bayam, padi, tebu, jeruk, pisang, tembakau, kacang-kacangan, tanaman hias,
gulma Limnocharis sp, dll.
Pengendalian
Pemanfaatan musuh alami seperti : Patogen SI-NPV (Spodoptera lituraNuclear Polyhedrosis Virus), Cendawan Cordisep, Aspergillus flavus, Beauveria
bassina, Nomuarea rileyi, dan Metarhizium anisopliae, Bakteri Bacillus
thuringensis, nematoda Steinernema sp,. Predator Sycanus sp,. Andrallus
spinideus, Selonepnis geminada,

parasitoid Apanteles sp., Telenomus

spodopterae, Microplistis similis, dan Peribeae sp.


3.

Penggerek tongkol jagung ( Helicoverpa armigera Hbn.)


(Ordo : Leppidoptera, famili : Noctuidae)

Imago, betina H. Armigera meletakkan telur pada rambut jagung. Rata-rata


produksi telur imago betina adalah 730 butir, telur menetas dalam tiga hari setelah
diletakkan.
Larva spesies ini terdiri dari lima sampai tujuh instar. Khususnya pada jagung,
masa perkembangan larva pada suhu 24 sampai 27,2 C adalah sampai 21,3 hari.
Larva serangga ini memiliki sifat kanibalisme. Spesies ini mengalami masa pra
pupa selama satu sampai empat hari. Masa pra pupa dan pupa biasanya terjadi
dalam tanah dan kedalamannya bergantung pada kekerasan tanah.
Pupa, pada umumnya pupa terbentuk pada kedalaman 2,5 sampai 17,5 cm.
Terkadang pula serangga ini berpupa pada permukaan tumpukan limbah tanaman
atau pada kotoran serangga ini yang terdapat pada tanaman. Pada kondisi
lingkungan mendukung, fase pupa bervariasi dari enam hari pada suhu 35C
sampai 30 hari pada suhu 15C.
Gejala Serangan
Imago betina akan meletakkan telur pada silk (rambut) jagung dan sesaat
setelah menetas, larva kan menginvasi masuk kedalam tongkol dann akan

memakan biji yang sedang mengalami perkembangan. Infestasi serangga ini akan
menurunkan kualitas dan kuantitas tongkol jagung.
Pengendalian
Musuh alami yang digunakan sebagai pengendali hayati dan cukup efektif
untuk mengendalikan penggerek tongkol adalah Parasit, Trichogramma spp yang
merupakan parasit telur dan Eriborus argentiopilosa (Ichneumonidae) parasit
pada larva muda. Cendawan, Metarhizium anisopliae.menginfeksi larva.
Bakteri, Bacillus thuringensis dan Virus Helicoverpa armigera Nuclear
Polyhedrosis Virus (HaNPV).menginfeksi larva.
4.

Lalat Bibit (Atherigona sp, Ordo: Diptera)

Imago, lama hidup serangga dewasa bervariasi antara 5 23 hari dimana betina
hidup dua kali lebih lama daripada jantan. Serangga dewasa sangat aktif terbang
dan sangat tertarik pada kecambah atau tanaman yang baru muncul di atas
permukaan tanah. Imago kecil dengan ukuran panjang 2,5 mm 4,5 mm.
Telur imago betina mulai meletakkan telur 3 5 hari setelah kawin dengan
jumlah telur 7 22 butir atau bahkan hingga 70 butir. Imago betina meletakkan
selama 3 7 hari, diletakkan secara tunggal, berwarna putih, memanjang
diletakkan dibawah permukaan daun.
Larva terdiri dari tiga instar yang berwarna putih krem pada awalnya dan
selanjutnya menjadi kuning hingga kuning gelap. Larva yang baru menetas
melubangi batang yang kemudian membuat terowongan hingga dasar batang
sehingga tanaman menjadi kuning dan akhirnya mati.
Pupa terdapat pada pangkal batang dekat atau di bawah permukaan tanah, umur
pupa 12 hari pada pagi atau sore hari. Puparium berwarna coklat kemerahmerahan sampai coklat dengan ukuran panjang 4,1 mm.
Gejala serangan
Tanaman muda menguning karena larva yang baru menetas melubangi
batang, kemudian membuat terowongan hingga ke dasar batang sehingga tanaman
menguning, akhirnya mati. Jika tanaman mengalami proses pemulihan, maka
pertumbuhannya akan kerdil.
Pengendalian

Parasitoid yang memarasit telur adalah Trichogramma spp, dan parasit


larva adalah Opius sp. Dan Tetrastichus sp. Predator Clubiona japonicola yang
merupakan predator imago.
5.

Kumbang Bubuk (Sitophilus zeamais Motsch)


(Coleoptera, Curculionidae)

Bioekologi
Sitophilus zeamais Motsch dikenal dengan maize weevil atau kumbang
bubuk, dan merupakan serangga yang bersifat polifag, selain menyerang jagung,
juga beras, gandum, kacang tanah, kacang kapri, kacang kedelai, kelapa dan
jambu mente, S. zeamais lebih dominan terdapat pada jagung dan beras. S.
zeamais merusak biji jagung dalam penyimpanan dan juga dapat menyerang
tongkol jagung yang masih berada di pertanaman.
Telur diletakkan satu per satu pada lubang gerekan didalam biji, Keperidian
imago sekitar 300-400 butir telur; stadia telur kurang lebih enam hari pada suhu
250C.
Larva kemudian menggerek biji dan hidup di dalam biji, umur kurang lebih 20
hari pada suhu 250C dan kelembaban nisbi 70%.
Pupa terbentuk di dalam biji dengan stadia pupa berkisar 5-8 hari.
Imago yang terbentuk berada di dalam biji selama beberapa hari sebelum
membuat lubang keluar. Imago dapat bertahan hidup cukup lama yaitu dengan
makan sekitar 3-5 bulan jika tersedia makanan dan sekitar 36 hari jika tanpa
makan.
Siklus hidup sekitar 30-45 hari pada kondisi suhu optimum 290C, kadar air biji
14% dan kelembaban nisbi 70%. Perkembangan populasi sangat cepat bila bahan
simpanan kadar airnya di atas 15%.
Pengendalian
Penggunaan agensi patogen dapat mengendalikan kumbang bubuk seperti
Beauveria bassiana pada konsentrasi 109 konidia/ml takaran 20 ml/kg biji dapat
mencapai mortalitas 50%. Penggunaan parasitoid Anisopteromalus calandrae
(Howard) mampu menekan kumbang bubuk.

10

6.

Belalang (Locusta sp., dan Oxya chinensis)

(Ordo: Orthoptera, Famili: Acridida)

Belalang yang menyerang tanaman jagung ada dua jenis, yaitu Locusta
sp., dan Oxya chinensis. Seperti halnya ulat tanah, hama jenis ini menyerang
tanaman jagung saat masih muda, dengan cara memakan tunas jagung muda (baru
tumbuh). Hama belalang pada tanaman jagung merupakan hama migran, dimana
tingkat kerusakannya tergantung dari jumlah populasi serta tipe tanaman yang
diserang.
Belalang (Locusta sp)
o Deskripsi
Pada fase hidup menyendiri, Belalang jantan mempunyai ukuran panjang 30
40 mm dan betina 30 70 mm. Namun dalam fase berkelompok, ukuran
pejantan lebih besar yaitu 42 - 45 mm dan betina 37 - 60 mm. Warna kulit
Belalang ini beraneka warna, di mana Belalang dewasa berwana hijau keabuabuan sampai kehitam-hitaman. Namun Belalang muda berwarna kehitamhitaman dan kehijauan (tergantung fasenya). Bentuk sayap berbintik-bintik.
o Biologi
Belalang (Locusta sp) ini menyerang tanaman tergantung pada keadaan
iklim (terutama musim kemarau atau kering). Belalang (Locusta, sp) ini dapat
hidup terpisah-pisah seperti di Sulawesi, Kalimantan dan Irian Jaya tetapi dari
Philipina kadang-kadang datang secara berkelompok.
Siklus hidup dari telur ke telur mencapai 70 - 110 hari, dengan masa
inkubasi telur 15 hari, 30 - 50 hari untuk stadia larva dan aktivitas serangga
dewasa dapat berlangsung sampai 50 hari. Telur-telur diletakkan pada permukaan
tanah yang tidak tertutup. Belalang betina mampu bertelur sampai 200 butir pada
7 - 8 tempat. Pada serangan yang parah (hebat) keberadaan musuh alami belum
dapat mengendalikan Belalang ini.
Belalang Hijau (Oxya chinensis )
Memiliki dua pasang sayap, yaitu sayap depan dan sayap belakang. Sayap
depan tebal dan permukaan luarnya halus yang mengandung zat tanduk sehingga
disebut elytra, sedangkan sayap belakang tipis seperti selaput.Apabila istirahat,

11

elytra seolah-olah terbagi menjadi dua (terbelah tepat di tengah-tengah bagian


dorsal). Sayap belakang membranus dan jika sedang istirahat melipat di bawah
sayap depan.
Metamorfose bertipe sempurna (holometabola) yang perkembangannya
melalui stadia : telur > larva > kepompong (pupa) > dewasa (imago).
Larva umumnya memiliki kaki thoracal (tipe oligopoda), namun ada
beberapa yang tidak berkaki (apoda). Kepompong tidak memerlukan pakan dari
luar (istirahat) dan bertipe bebas/libera. Tipe mulut menggigit. Alat mulut bertipe
penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik. Pada
beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada
moncong yang terbentuk di depan kepala.
Gejala Serangan:
Hama ini menyerang terutama di bagian daun, daun terlihat rusak karena
serangan dari belalang tersebut, jika populasinya banyak serta belalang sedang
dalam keadaan kelaparan, hama ini bisa menghabiskan tanaman jagung sekaligus
sampai tulangtulang daunnya.
Pengendalian
Hama belalang dapat diatas dengan musuh alami yakni burung, laba-laba
dan Systoecus sp. Agens hayati Metarrhizium anisopliae var. acridium, Serratia
sp/bakteri merah, Beauveria bassiana, Enthomophaga sp.
2.3. Jenis Penyakit beserta Pengendaliannya
1. Karat Daun (Puccinia polysora)
Gejala serangan:
Bercak-bercak kecil (uredinia) berbentuk bulat sampai oval terdapat pada
permukaan daun jagung di bagian atas dan bawah, uredinia menghasilkan
uredospora yang berbentuk bulat atau oval dan berperan penting sebagai sumber
inokulum dalam menginfeksi tanaman jagung yang lain dan sebarannya melalui
angin. Penyakit karat dapat terjadi di dataran rendah sampai tinggi dan infeksinya
berkembang baik pada musim penghujan atau musim kemarau.
Penyebab penyakit karat adalah Puccinia polysora

12

Cara pengendalian :

Menanam varietas tahan karat daun, seperti Lamuru, Sukmaraga, Palakka,


Bima-1 atau Semar-10.

Pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai ke akarnya (Eradikasi


tanaman) pada tanaman terinfeksi karat daun maupun gulma

Penyemprotan

fungisida

menggunakan

bahan

aktif

benomil.

Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasan.


2. Penyakit bulai (Peronosclerospora sp.)
Gejala serangan :
Gejala penyakit ini terjadi pada permukaan daun jagung berwarna putih
sampai kekuningan diikuti dengan garis-garis klorotik dan ciri lainnya adalah
pada pagi hari di sisi bawah daun jagung terdapat lapisan beledu putih yang terdiri
dari konidiofor dan konidium jamur.
Penyakit bulai pada tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik yang
meluas keseluruh bagian tanaman dan menimbulkan gejala lokal (setempat).
Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh sehingga
semua daun yang dibentuk terinfeksi. Tanaman yang terinfeksi penyakit bulai
pada umur masih muda biasanya tidak membentuk buah, tetapi bila infeksinya
pada

tanaman

yang

lebih

tua

masih

terbentuk

buah

dan

umumnya

pertumbuhannya kerdil, tetapi bila bertongkol, tongkolnya tidak normal dan dapat
pula menyebabkan tanaman mati.
Penyebab
Penyakit bulai di Indonesia disebabkan oleh cendawan Peronosclerospora
maydis dan Peronosclerospora philippinensis yang luas sebarannya, sedangkan
Peronosclerospora sorghii hanya ditemukan di dataran tinggi Berastagi Sumatera
Utara dan Batu Malang Jawa Timur.
Cara pengendalian :

Menanam varietas tahan: Bima 1, Bima 3, Bima 9, Bima 14, Bima 15,
Sukmaraga, Lagaligo, Srikandi, Lamuru dan Gumarang

Melakukan periode waktu bebas tanaman jagung minimal dua minggu


sampai satu bulan

13

Penanaman jagung secara serempak

Eradikasi tanaman yang terinfeksi bulai

Penggunaan fungisida metalaksil pada benih jagung (perlakuan benih)


dengan dosis 0,7 g bahan aktif per kg benih

3. Penyakit Virus Mozaik Kerdil (VMK)


Gejala serangan:
Gejala penyakit ini tanaman menjadi kerdil, daun berwarna mosaik atau
hijau dengan diselingi garis-garis kuning, dilihat secara keseluruhan tanaman
tampak berwarna agak kekuningan mirip dengan gejala bulai tetapi apabila
permukaannya daun bagian bawah dan atas dipegang tidak terasa adanya serbuk
spora.
Penyebab
Penyebab penyakit ini disebabkan oleh Virus Mozaik Tebu, Virus Mozaik
Ketimun atau Virus Mozaik Kerdil serta penularan virus dapat terjadi secara
mekanis atau melalui serangga Myzus percicae dan Rhopalopsiphum maydis
secara non persisten.
Cara Pengendalian :

Mencabut tanaman yang terinfeksi seawal mungkin agar tidak menjadi


sumber infeksi bagi tanaman sekitarnya ataupun pertanaman yang akan
datang

Mengadakan pergiliran tanaman, tidak menanam jagung terus menerus di


lahan yang sama

Penggunaan peptisida apabila di lapangan populasi vektor cukup tinggi

Tidak penggunakan benih yang berasal dari tanaman yang terinfeksi virus

4. Penyakit Hawar/Upih Daun (Rhizoctonia solani Kuhn.)


Gejala serangan:
Gejala bercak melebar pada daun juga pada pelepah berwarna merah keabuabuan, terlihat adanya butiran berwarna putih (sclerotia) yang dapat berubah
warna menjadi kecoklatan yang menempel pada permukaan daun/pelepah yang
terinfeksi. Umumnya menyerang pada musim hujan.

14

Penyebab penyakit ini adalah cendawan Rhizoctonia solani Kuhn. Dan


Helminthosporium turcicum.
Cara Pengendalian :

Menanam varietas tahan Bisma, Pioner2, pioner 14, Semar 2 dan 5

Eradikasi tanaman yang terinfeksi bercak daun

Penggunaan fungisida dengan bahan aktif mankozeb dan dithiocarbamate

Penggunaan cendawan antagonis Trichoderma viride (Sumartini dan


Hardaningsih 1995).

5. Penyakit Busuk Batang dan Busuk Tongkol (Fusarium sp).


a. Busuk Batang
Gejala serangan:
Tanaman jagung tampak layu atau kering seluruh daunnya. Umumnya
gejala tersebut terjadi pada stadia generatif, yaitu setelah fase pembungaan.
Pangkal batang yang terinfeksi berubah warna dari hijau menjadi kecoklatan,
bagian dalam busuk, sehingga mudah rebah, pada bagian kulit luarnya tipis. Pada
pangkal batang terinfeksi tersebut ada yang memperlihatkan warna merah jambu,
merah kecoklatan atau coklat.
Penyebab
Penyakit

busuk

batang

jagung

dapat

disebabkan

oleh

delapan

spesies/cendawan seperti Colletotrichum graminearum, Diplodia maydis,


Gibberella zeae, Fusarium moniliforme, Macrophomina phaseolina, Pythium
apanidermatum, Cephalosporium maydis, dan Cephalosporium acremonium. Di
Sulawesi Selatan penyebab penyakit busuk batang yang telah berhasil diisolasi
adalah Diplodia sp., Fusarium sp. dan Macrophomina sp.
Cara pengendalian :

Pengendalian penyakit busuk batang jagung dapat dilakukan dengan


menanam varietas tahan, hasil pengujian 54 varietas/galur jagung terhadap
Fusarium sp. melalui inokulasi tusuk gigi di dapat 17 varietas/galur yang
paling tinggi ketahanannya yaitu BISI-1, BISI-4, BISI-5, Surya, Exp.9572,
Exp. 9702, Exp. 9703, CPI-2, FPC 9923, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer12, Pioneer-13, Pioneer-14, Semar-9, Palakka, dan J1-C3.

15

Pergiliran tanaman, pemupukan berimbang, menghindari pemberian N


tinggi dan K rendah, dan drainase yang baik.

Pengendalian penyakit busuk batang (Fusarium) secara hayati dapat


dilakukan dengan cendawan antagonis Trichoderma sp.

b. Busuk tongkol
Gejala serangan:
Permukaan biji pada tongkol berwarna merah jambu sampai coklat, kadangkadang diikuti oleh pertumbuhan miselium seperti kapas yang berwarna merah
jambu. Cendawan berkembang pada sisa tanaman dan di dalam tanah, cendawan
ini dapat terbawa benih , dan penyebarannya dapat melalui angin atau tanah.
Penyebab penyakit busuk tongkol fusarium disebabkan oleh infeksi
cendawan Fusarium moniliforme
Cara pengendalian :

Pemeliharaan

tanaman

yang

sebaik-baiknya,

antara

lain

dengan

pemupukan seimbang.

Tidak membiarkan tongkol terlalu lama mengering di lapangan, jika


musim hujan bagian batang dibawah tongkol dipatahkan agar ujung
tongkol tidak mengarah keatas.

Mengadakan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan termasuk


padi-padian, karena patogen ini mempunyai banyak tanaman inang.

6. Penyakit bercak daun (Bipolaris maydis)


Gejala serangan :
Penyakit bercak daun pada tanaman jagung dikenal dua tipe menurut ras
patogennya yaitu ras O dan T. Ras O bercak berwarna coklat kemerahan
berukuran 0,6 x (1,2-1,9) cm, sedangkan Ras T bercak berukuran lebih besar yaitu
(0,6-1,2)x(0,6-2,7) cm. Ras T berbentuk kumparan, bercak berwarna hijau kuning
atau klorotik kemudian menjadi coklat kemerahan. Kedua ras ini, ras T lebih
berbahaya (virulen) dibanding ras O. Serangan pada bibit tanaman menyebabkan
tanaman menjadi layu atau mati dalam waktu 3-4 minggu setelah tanam.
Tongkol terserang/terinfeksi dini menyebabkan bijinya akan rusak lalu busuk,
bahkan tongkol jagung dapat gugur. Bercak pada ras T terdapat di seluruh bagian

16

tanaman (baik daun, pelepah, batang, tangkai kelobot, biji, maupun tongkol
jagung). Permukaan biji terinfeksi tertutup miselium berwarna abu-abu sampai
hitam sehingga dapat menurunkan hasil produksi secara signifikan. Cendawan ini
dalam bentuk miselium dan spora dapat bertahan hidup dalam sisa tanaman di
lahan atau pada biji jagung di penyimpanan. Konidia yang terbawa angin atau
percikan air hujan dapat menimbulkan infeksi pertama pada tanaman jagung.
Penyebab
Penyakit bercak daun penyebabnya adalah Bipolaris maydis Syn. Pada B.
maydis ada dua ras yaitu ras O dan ras T.
Pengendalian

Menanam varietas tahan serangan bercak daun, seperti Bima-1, Srikandi


Kuning-1, Sukmaraga atau Palakka

Pemusnahan seluruh bagian tanaman sampai akarnya (Eradikasi tanaman)


pada tanaman terinfeksi bercak daun

Penggunaan fungisida

menggunakan bahan aktif mancozeb atau

karbendazim. Dosis/konsentrasi sesuai petunjuk di kemasan.

Pergiliran tanaman.

Mengatur kondisi lahan tidak lembab

Prenventif diawal dengan GLIO

2.4. Gulma
Gulma adalah tanaman pengganggu yang tumbuh diantara tanaman utama.
Gulma mengganggu karena bersaing dengan tanaman utama terhadap kebutuhan
unsur hara, air, cahaya dan ruang tumbuh, sehingga produksi tanaman menjadi
tidak optimal. Berdasarkan morfologinya jenis gulma yang tumbuh diantara
tanaman jagung antara lain : 1. jenis gulma golongan berdaun lebar ( broad
leaves) seperti : krokot (Portulaca sp), Kirinyuh (Chromolaena odorata); 2. Jenis
gulma golongan rumput (grasses) seperti : rumput grinting (Cynodon dactylon),
lulangan (Eluisine indica); 3. Jenis gulma dari golongan teki (Sedges) seperti :
rumput teki (Cyperus rotundus).

17

Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk membunuh seluruh


gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan dan atau mengurangi populasinya
sampai pada tingkat dimana penurunan produksi yang terjadi tidak berarti atau
keuntungan yang diperoleh dari penekanan gulma sedapat mungkin seimbang
dengan usaha ataupun biaya yang dikeluarkan. Dengan kata lain pengendalian
bertujuan hanya menekan populasi gulma sampai tingkat populasi yang tidak
merugikan secara ekonomik atau tidak melampaui ambang ekonomik (economic
threshold), sehingga sama sekali tidak bertujuan menekan populasi gulma sampai
nol.
Sedangkan pemberantasan merupakan usaha mematikan seluruh gulma yang
ada baik yang sedang tumbuh maupun alat-alat reproduksinya, sehingga populasi
gulma sedapat mungkin ditekan sampai nol. Pemberantasan gulma mungkin baik
bila dilakukan pada areal yang sempit dan tidak miring, sebab pada areal yang
luas cara ini merupakan sesuatu yang mahal dan pada tanah miring kemungkinan
besar menimbulkan erosi. Eradikasi pada umumnya hanya dilakukan terhadap
gulma-gulma yang sangat merugikan dan pada tempat-tempat tertentu.
Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha meningkatkan daya
saing tanaman pokok dan melemahkan daya saing gulma. Keunggulan tanaman
pokok harus menjadi sedemikian rupa sehingga gulma tidak mampu
mengembangkan pertumbuhannya secara berdampingan atau pada waktu
bersamaan dengan tanaman pokok.
Terdapat

beberapa

metode/cara

pengendalian

gulma

yang

dapat

dipraktekkan di lapangan. Sebelum melakukan tindakan pengendalian gulma


sangat penting mengetahui cara-cara pengendalian guna memilih cara yang paling
tepat untuk suatu jenis tanaman budidaya dan gulma yang tumbuh disuatu daerah.
Teknik pengendalian yang tersedia adalah :
1.

Pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan/perundangan,


karantina, sanitasi dan peniadaan sumber invasi).

2.

Pengendalian

secara

mekanis/fisik

(pengerjaan

tanah,

pencabutan, pembabatan, penggenangan dan pembakaran).

penyiangan,

18

3.

Pengendalian secara kulturteknis (penggunaan jenis unggul terhadap gulma,


pemilihan saat tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam/heavy seeding,
tanaman sela, rotasi tanaman dan penggunaan mulsa).

4.

Pengendalian secara hayati (pengadaan musuh alami, manipulasi musuh


alami dan pengolahan musuh alami yang ada disuatu daerah).

5.

Pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan berbagai formulasi, surfaktan,


alat aflikasi dsb).

6.

Pengendalian dengan upaya memamfaatkannya (untuk berbagai keperluan


seperti sayur, bumbu, bahan obat, penyegar, bahan kertas/karton, biogas
pupuk, bahan kerajinan dan makanan ternak).

2.5. Jenis Gulma dan Pengendaliannya


A. Jenis Gulma
1. Babadotan (Ageratum conyzoides L.) (Famili Asteraceae)
Berumur semusim batang bulat, tegak, hingga 90 cm, berbulu, bercabang,
ruas batang dan bagian lain berbulu. Daun berhadapan, bulat telur, segitiga hingga
bulat telur atau belah ketupat hingga bulat telur, ujung lancip, tepi daun bergerigi.
Bunga berbentuk bongkol, mengelompok berwarna putih sampai keunguan.
Berkembang biak dengan biji. Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung
hingga ketinggian 1.250 m dari permukaan air laut .
2. Synedrella nodiflora (Famili Asteraceae)
Batang tegak, menggarpu ganda, tinggi hingga 90 cm, semusim. Daun
berhadapan, jorong atau bulat telur, tepi bergerigi, kedua permukaan berbulu
halus. Bunga berwarna kuning. Berkembang biak dengan biji. Tumbuh di tempat
terbuka atau terlindung hingga 1.200 m dpl.
3. Borreria alata (Famili Rubiaceae)
Batang segi empat bersayap, menjalar atau tegak, hingga 75 cm, bercabang
mulai dari pangkal, berumur semusim. Daun berhadapan, jorong hingga bulat
telur, tepi rata, permukaan licin, seringkali berwarna hijau j\kekuningan. Bunga
mengelompok di ketiak daun, berwarna ungu muda. Bunga berbentuk kapsul

19

dengan 2 butir biji. Brkembang biakdengan biji dan ruas batang yang keluar akar.
Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung hingga 1.700 m dpl.
4. Borreria laevis (Famili Rubiaceae)
Batang tegak hingga 50 cm, bersegi empat berbulu pendek, berwarna hijau
sampai kekuningan berumur semusim. Daun berhadapan, bulat panjang berbentuk
lanset, ujung lancip, tepi kasar berwarna keunguan, permukaan licin. Bunga
mengelompok di ketiak daun, berwarna putih keunguan. Berkembang biak dengan
biji. Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung hingga 1.100 m dpl.
5. Axonopus compressus (Famili Poaceae)
Tumbuh menjalar dan menanjak hinga 50 cm. Batang berbuku, padat, tiap
buku berakar, berumur tahunan. Daun berbentuk lanset, tepinya berbulu halus,
permukaan atas berbulu jarang, permukaan bawah gundul, lidah daun pendek,
berbulu pendek. Bunga berbentuk malai, mirip bulir, bercabang dua hingga
banyak, anak bulir jorong. Berkembang biak dengan biji dan setek batang.
Tumbuh di tempat terbuka/agak terlindung hingga 1.400 m dpl.
6. Cynodon dactylon (Famili Poaceae)
Batang tumbuh menjalar membentuk rimpang, buluh yang berbunga tegak
atau menanjak hingga 40 cm, buluh samping panjang, yang tua berongga,
berumur tahunan. Ruas buluh berseling antara yang panjang dan yang pendek,
daun dalam dua baris. Bunga berbentuk bulir ganda terdiri dari dua sampai
beberapa cabang, anak bulir berwarna putih lembayung. Berkembang biak dengan
biji dan setek batang. Tumbuh di tempat terbuka/terlindung hingg 1.650 m dpl.
7. Digitaria ciliaris (Famili Poaceae)
Batang menjalar kemudian menanjak hingga 60 cm, berumur semusim.
Daun bebentuk pita, lunak, berambut pada permukaannya, lidah daun rata. Bunga
berbentuk bulir majemuk menjari. Anak bulir berpasangan dua-dua, berbentuk
lanset. Berkembang biak dengan biji,dapat juga dari potongan buluh (ruas
batang). Tumbuh di tempat terbuka hingga 900 m dpl.
8. Eleusine indica (famili Poaceae)
Rumput berumpun, tegak atau menanjak, hingga 50 cm, pangkalnya
membentuk roset, berumur semusim atau tahunan namun tidak berumur panjang.

20

Daun berbentuk pita, lidah daun berbulu halus. Bunga berbentuk bulir terdiri dari
2 hingga 12 cabang tersusun secara enjari. Berkembang biak dengan biji. Tumbuh
di mana-mana hingga 2.000 m dpl.
9. Cyperus rotundus (Famili Cyperaceae)
Batang tumbuh berumpun, tegak hingga 50 cm, berumbi batang, banyak
membentuk rangkaian umbi dengan stolon, tiap umbi mempunyai beberapa mata
tunas, berumur tahunan. Daun berbentuk pita bersegi tiga, permukaan licin,
mengelompok dekat pangkal batang. Bunga bulir tunggal atau majemuk,
mengelompok atau membuka, berwarna cokelat. Berkembang biak dengan umbi
dan biji. Tumbuh di tempat terbuka atau agak terlindung hingga 1.000 m dpl.
10. Cyperus kyllingia (famili Cyperaceae)
Teki-tekian tumbuh tegak hingga 55 cm, berumur tahunan, ada yang
berimpang/berumbi ada yang tidak berumbi, berumur tahunan. Daun berbentuk
pita bersegi tiga permukaan licin dan kaku, pada pangkalnya berwarna
kemerahan. Bunga berbentuk bongkol, terdapat pada ujung tangkai bunga,
berwarna putih. Berkembang biak dengan biji dan rimpang. Tumbuh di tempat
terbuka atau agak terlindung hingga 1.300 m dpl. (Agus sudiman; Peneliti Balittro
Bogor).
11. Kirinyuh Chromolaena odorata (famili Asteraceae/Composite)
C. odorata dikenal dengan nama Kirinyuh. Tumbuhan ini termasuk dalam
berdaun oval dan bergerigi pada bagian tepi, serta berbunga pada musim kemarau,
serentak selama 3-4 minggu (Prawiradiputra, 1985). Tumbuhan ini dapat tumbuh
pada ketinggian 1.000-2.800 m dari permukaan laut, tetapi di Indonesia banyak
ditemukan di dataran rendah (0-500 m dpl) seperti di perkebunan karet, kelapa
sawit, kelapa, dan jambu mete serta padang penggembalaan. Sifatnya yang tidak
tahan naungan, membuat tumbuhan ini tumbuh subur dengan adanya sinar
matahari yang cukup (FAO, 2006).
Kirinyuh memiliki kemampuan mendominasi area dengan sangat cepat. Hal
ini didukung karena jumlah biji yang dihasilkan sangat melimpah. Setiap
tumbuhan dewasa mampu memproduksi sekitar 80 ribu biji setiap musim
(Departemen Sumber Daya Alam, Mineral dan Air dari Australia; 2006). Pada

21

saat biji pecah dan terbawa angin, lalu jatuh ke tanah, biji tersebut dapat dengan
mudah berkecambah. Dalam waktu dua bulan saja, kecambah dan tunas-tunas
telah terlihat mendominasi area. Kepadatan tumbuhan bisa mencapai 36 batang
tiap meter persegi, yang berpotensi menghasilkan kecambah, tunas, dan tumbuhan
dewasa berikutnya (Yadav dan Tripathi 1981).
12. Krokot (Portulaca oleracea)
Krokot merupakan jenis gulma berdaun lebar mempunyai batang berbentuk
bulat, lembut berwarna coklat keunguan panjangnya 10-50 cm. Memiliki mahkota
daun berjumlah lima berwarna kuning dan kecil. Bijinya banyak dengan warna
hitam coklat kilap. Jenis tanaman ini di perkirakan berasal dari daratan amerika
tropis di Brasil yang tumbuh didataran rendah sampai 1800 m dpl.
B. Pengendaliannnya
1.

Pengendalian secara Preventif


Tindakan paling dini dalam upaya menghindari kerugian akibat invasi

gulma adalah pencegahan (preventif). Pencegahan dimaksud untuk mengurangi


pertumbuhan gulma agar usaha pengendalian sedapat mungkin dikurangi atau
ditiadakan.
Pencegahan sebenarnya merupakan langkah yang paling tepat karena
kerugian yang sesungguhnya pada tanaman budidaya belum terjadi. Pencegahan
biasanya lebih murah, namun demikian tidak selalu lebih mudah. Pengetahuan
tentang cara-cara penyebaran gulma sangat penting jika hendak melakukan
dengan tepat.
a.

Peniadaan Sumber Invasi dan Sanitasi

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk meniadakan sumber


invasi adalah :

Menggunakan biji tanaman yang bersih dan tidak tercampur biji lain
terutama biji-biji gulma.

Menghindari penggunaan pupuk kandang yang belum matang.

Membersihkan tanah-tanah yang berasal dari tempat lain, tubuh dan kaki
ternak dari biji-biji gulma.

22

Mencegah pengangkutan tanaman beserta tanahnya dari tempat-tempat


lain, karena pada bongkahan tanah tersebut kemungkinan mengandung
biji-biji gulma.

Pembersihan gulma dipinggir-pinggir sungai dan saluran air.

Menyaring air pengairan agar tidak membawa biji-biji gulma ke petakpetak pertanaman yang diairi.

b.

Karantina Tumbuhan
Karantina tumbuhan bertujuan mencegah masuknya organisme pengganggu

tumbuhan lewat perantaraan lalu-lintas/perdagangan. Karantina tumbuhan


merupakan cara pengendalian tidak langsung dan relatif paling murah
2.

Pengendalian Mekanis
Pengendalian mekanis merupakan usaha menekan pertumbuhan gulma

dengan cara merusak bagian-bagian sehingga gulma tersebut mati atau


pertumbuhannya terhambat. Teknik pengendalian mekanis hanya mengandalkan
kekuatan fisik atau mekanik. Dalam praktek dilakukan secara tradisional dengan
tangan, dengan alat sederhana sampai penggunaan alat berat yang lebih modern.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam memilih peralatan untuk
digunakan dalam pengendalian gulma adalah sistem perakaran, umur tanaman,
kedalaman dan penyebaran sistem perakaran, umur dan luas infestasi, tipe tanah,
topografi, serta kondisi cuaca/iklim.
a.

Pengolahan Tanah (Land Preparation)


Pengolahan tanah dengan alat-alat seperti cangkul, bajak, garu, traktor dan

sebagainya, pada umumnya berfungsi untuk mengendalikan gulma.


Pengolahan tanah pada prinsipnya melepaskan ikatan antara gulma dengan
media tempat tumbuhnya. Efektivitas pengolahan tanah dalam pengendalian
gulma tergantung beberapa faktor seperti siklus hidup gulma dan tanamannya,
dalam dan penyebaran perakaran, lama dan luasnya infestasi, macam tanaman
yang dibudidayakan, jenis tanah, topografi dan iklim.
b.

Penyiangan (Weeding)
Penyiangan yang tepat biasanya dilakukan pada saat pertumbuhan aktif dari

gulma. Penundaan sampai gulma berbunga mungkin tak hanya gagal membongkar

23

akar gulma secara maksimum, tetapi juga gagal mencegah tumbuhnya biji-biji
gulma yang viabel sehingga memberi kesempatan untuk perkembangbiakan dan
penyebarannya.
Penyiangan sesudah gulma dewasa akan banyak membongkar akar tanaman
dan menimbulkan kerusakan fisik. Sedang penyiangan yang terlalu sering akan
menimbulkan kerusakan akar tanaman pokok
c.

Pencabutan (Hand Pulling)


Pencabutan dengan tangan ditujukan untuk gulma annual dan biennial.

Pelaksanaan pencabutan gulma terbaik adalah pada saat sebelum pembentukan


biji, sedang pencabutan pada saat gulma sudah dewasa mengakibatkan
kemungkinan adanya bagian bawah gulma yang tidak tercabut sehingga tumbuh
kembali.
d.

Pembabatan (Mowing)
Pembabatan pada umumnya hanya efektif untuk mengendalikan gulma-

gulma yang bersifat setahun (annual) dan kurang efektif untuk gulma tahunan
(perennial). Efektivitas cara ini sangat ditentukan oleh saat dan interval
pembabatan. Pembabatan sebaiknya dilakukan pada saat daun gulma sedang
tumbuh lebat, menjelang berbunga dan sebelum membentuk biji.
e.

Pembakaran (Burning)
Pembakaran merupakan salah satu cara mengendalikan gulma. Suhu kritis

yang menyebabkan kematian (Termodeash Point) pada sel adalah 4555 C, tetapi
biji yang kering lebih tahan daripada tumbuhan yang hidup.
Sebenarnya yang dimaksud dengan pembakaran adalah penggunaan api
untuk pengendalian gulma dengan alat pembakar (burner) seperti alat untuk
mengelas, flame cultivator atau weed burner yang menggunakan bahan bakar
butane dan propone. Atau pembakaran dengan memberikan panas dalam bentuk
uap (sceaming), terutama dalam usaha mematikan biji gulma pada tempat-tempat
tertentu seperti pembuatan bedengan.
f.

Penggenangan
Bila tersedia air, penggenangan dapat mengurangi pertumbuhan gulma.

Cara ini biasa digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan gulma darat

24

(terrestrial). Penggenangan efektif untuk mengendalikan gulma tahunan. Caranya


dengan membuat galangan pembatas dengan tinggi genangan 15-25 cm selama 3
8 minggu. Sebagian besar gulma tidak berkecambah pada kondisi anaerob.
3.

Pengendalian Alami dan Hayati


Berdasarkan campur tangan yang terjadi maka dibedakan antara

pengendalian alami dan pengendalian hayati. Perbedaan utama terletak pada ada
atau tidaknya campur tangan manusia dalam ekosistem. Dalam pengendalian
alami disamping musuh alami sebagai pengendali hayati masih ada iklim dan
habitat sebagai faktor pengendali non hayati. Sedang pada pengendalian hayati
ada campur tangan manusia yang mengelola gulma dengan memanipulasi musuh
alaminya.
Pengendalian hayati merupakan metode yang paling layak dan sekaligus
paling sulit dipraktekkan karena memerlukan derajat ketelitian tinggi dan
serangkaian test dalam jangka waktu panjang (bertahun-tahun) sebelum suatu
organ pengendali hayati dilepas untuk pengendalian suatu species gulma. Dasar
pengendalian hayati adalah kenyataan bahwa di alam ada musuh-musuh alami
yang mampu menekan beberapa species gulma.
Musuhmusuh Alami Gulma
Ada beberapa syarat utama yang dibutuhkan agar suatu makhluk dapat digunakan
sebagai pengendali alami :

Makhluk tersebut tidak merusak tanaman budidaya atau jenis tanaman


pertanian lainnya, meskipun tanaman inangnya tidak ada.

Siklus hidupnya menyerupai tumbuhan inangnya, misalnya populasi


makhluk ini akan meningkat jika populasi gulmanya juga meningkat.

Harus mampu mematikan gulma atau paling tidak mencegah gulma


membentuk biji/berkembang biak.

Mampu berkembang biak dan menyebar ke daerah-daerah lain yang


ditumbuhi inangnya.

Mempunyai adaptasi baik terhadap gulma inang dan lingkungan yang


ditumbuhinya.

25

Ordo serangga dengan spesies yang paling banyak digunakan adalah


berturut-turut dari yang paling banyak: Coleoptera (69 spesies), Lepidoptera (60
spesies), Diptera (20 spesies), dan Hemiptera, sedangkan selebihnya dengan
jumlah spesies yang sedikit adalah Orthroptera, Thysanoptera and Hymenoptera.
Dari seluruh spesies Coleoptera, Lepidoptera, Diptera, dan Hemiptera yang
digunakan, berturut-turut 65%, 55%, 70% dan 66% berhasil menjadi mapan dan
berturut-turut 29%, 20%, 19% dan 44% berhasil mengendalikan gulma secara
efektif. Sepuluh famili serangga yang spesiesnya paling banyak dilepaskan
sebagai agen pengendali hayati gulma adalah Chrysomelidae, Curculionidae,
Pyralidae, Dactylopiidae, Tingidae, Tephritidae, Cerambycidae, Noctuidae,
Apionidae, Agromyzidae, Gelechiidae, dan Tortricidae.
Calon pemakan gulma yang pertama kali lolos untuk disebarkan di
Indonesia

adalah

(Lepidoptera:

ngengat Pareuchaetes

Arctiidae).

Kemudian

pseudoinsulata Rego
menyusul

Barros

ngengat Actinote

anteas (Doubleday & Hewitson) (Lepidoptera: Nymphalidae) dan lalat puru


Cecidochares connexa Macquart (Diptera: Tephritidae).
4.

Pengendalian Kultur Teknis

Pengendalian kultur teknis merupakan cara pengendalian gulma dengan


menggunakan praktek-praktek budidaya, antara lain :

Penanaman jenis tanaman yang cocok dengan kondisi tanah.

Penanaman rapat agar tajuk tanaman segera menutup ruang kosong.

Pemupukan yang tepat untuk mempercepat pertumbuhan tanaman


sehingga mempertinggi daya saing tanaman terhadap gulma.

Pengaturaan waktu tanam dengan membiarkan gulma tumbuh terlebih


dahulu kemudian dikendalikan dengan praktek budidaya tertentu.

Penggunaan tanaman pesaing (competitive crops) yang tumbuh cepat dan


berkanopi lebar sehingga memberi naungan dengan cepat pada daerah di
bawahnya.

Modifikasi lingkungan yang melibatkan pertumbuhan tanaman menjadi


baik dan pertumbuhan gulma tertekan.

a.

Rotasi Tanaman (Crop Rotation)

26

Rotasi

tanaman

atau

pergiliran

tanaman

sebenarnya

bertujuan

memanfaatkan tanah, air, sinar matahari dan waktu secara optimum sehingga
diperoleh hasil yang memadai. Dengan pergiliran tanaman maka pada umumnya
permukaan tanah akan selalu tertutup oleh naungan daun tanaman, sehingga
gulma tertekan.
b.

Sistem Bertanam (Croping System)


Perubahan cara bertanam dari monokultur ke polikultur (intercropping atau

multiple croping) dapat mempengaruhi species gulma yang tumbuh sehingga


menimbulkan perbedaan interaksi dalam kompetisi.
Cara penanaman tumpang sari, tumpang gilir, tanaman sela atau lainnya ternyata
dapat menekan pertumbuhan gulma, karena gulma tidak sempat tumbuh dan
berkembang biak akibat sinar matahari serta tempat tumbuhnya selalu terganggu.
c.

Pengaturan Jarak Tanam (Crop Density)


Peningkatan kepadatan tanaman meningkatkan efek naungan terhadap

gulma sehingga mengurangi pertumbuhan dan reproduksinya. Meskipun demikian


pada jarak tanam yang sempit mungkin tanaman budidaya memberikan hasil
relatif kurang. Oleh sebab itu sebaiknya penanaman dilakukan pada jarak tanam
yang optimal.
d.

Pemulsaan (Mulching)
Mulsa akan mempengaruhi cahaya yang akan sampai ke permukaan tanah

dan menyebabkan kecambah-kecambah gulma serta berbagai jenis gulma dewasa


mati. Disamping mempertahankan kelembaban tanah, mulsa akan mempengaruhi
temperatur tanah.
e.

Tanaman Penutup Tanah (Legum Cover Crop-LCC)


Sering disebut tanaman pelengkap (smother crops) atau tanaman pesaing

(competitive crops). Sebagai tanaman penutup tanah biasa digunakan tanaman


kacang-kacangan (leguminosae) karena selain dapat tumbuh secara cepat sehingga
cepat menutup tanah tetapi dapat juga digunakan sebagai pupuk hijau.
Sifat penting yang diperlukan bagi tanaman penutup tanah adalah harus
dapat tumbuh dan berkembang cepat sehingga mampu menekan gulma. Jenisjenis leguminosae yang biasa digunakan adalah Calopogonium muconoides (CM),

27

Calopogonium caerelum (CC), Centrosoma pubescens (CP) dan Pueraria javanica


(PJ).
Selain pertumbuhan cepat sifat lainnya yang dikehendaki adalah tidak
menyaingi tanaman pokok. Apabila pertumbuhannya terlalu rapat maka harus
dilakukan pengendalian dengan cara pembabatan atau dibongkar untuk diganti
dengan penutup tanah yang lainnya.
Penggunaan tanaman penutup tanah untuk mencegah pertumbuhan gulmagulma berbahaya (noxious) terutama golongan rumput merupakan cara kultur
teknis yang dipandang paling berhasil diperkebunan.
5.

Pengendalian Kimia
Pengendalian

gulma

dengan

menggunakan

senyawa

kimia

tanpa

mengganggu tanaman pokok dikenal dengan nama Herbisida.


Kelebihan dan keuntungan penggunaan herbisida dalam pengendalian
gulma antara lain:

Herbisida dapat mengendalikan gulma yang tumbuh bersama tanaman


budidaya yang sulit disaingi.

Herbisida pre-emergence mampu mengendalikan gulma sejak awal.

Pemakaian herbisida dapat mengurangi kerusakan akar dibandingkan


pengerjaan tanah waktu menyiangi secara mekanis.

Erosi dapat dikurangi dengan membiarkan gulma (rumput) tumbuh secara


terbatas dengan pemakaian herbisida.

Banyak gulma yang bersifat pohon lebih mudah dibasmi dengan herbisida.

Lebih efektif membunuh gulma tahunan dan semak belukar.

Dapat menaikkan hasil panen tanaman dibandingkan dengan perlakuan


penyiangan biasa.

Disamping kelebihan dan keuntungan, herbisida mempunyai keurangankekurangan yang dapat merugikan, antara lain dapat menimbulkan : Efek
samping Species gulma yang resisten Polusi Residu dapat meracuni
tanaman.

Penggunaan

herbisida

yang

berhasil

sangat

tergantung

akan

kemampuannya untuk membasmi beberapa jenis gulma dan tidak

28

membasmi jenis-jenis lainnya (tanaman budidaya). Cara kerja yang


selektif ini merupakan faktor yang paling penting bagi keberhasilan suatu
herbisida.
Ada 4 (empat) faktor yang mempengaruhi keberhasilannya atau selektifitas
herbisida, yaitu :
Faktor Tanaman :

Umur dan kecepatan pertumbuhan.

Struktur luar seperti bentuk daun ( ukuran dan permukaan ), kedalaman


akar, lokasi titik tumbuh, dll

Struktur dalam seperti translokasi dan permeabilitas membran / jaringan

Proses-proses biokimia seperti pengaktifan enzim, herbisida, dll

Faktor Herbisidanya :

Struktur

Konsentrasi

Formulasi (cair atau granular)

Faktor Lingkungan :

Temperatur,

Cahaya,

Hujan,

Faktor-faktor tanah

Cara Pemakaian/Aplikasi :

Tipe herbisida (digunakan ke tanah, ke tanaman),

Volume penyemprotan,

Ukuran butiran semprotan,

Waktu penyemprotan.

III. KESIMPULAN

Dari uraian dan penjelasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :


1. Pengendalian secara hayati berupaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan sumberdaya alam serta memanfaatkan proses-proses alami.
2. Pengendalian OPT secara hayati tidak bertujuan untuk meningkatkan
produksi pertanian dalam jangka pendek, namun untuk mencapai tingkat
produksi stabil dan memadai dalam jangka panjang
3. Pemanfaatan musuh alami sebagai pengendali hama memang sangat
membantu untuk mengurangi tingkat kerusakan yang menyerang tanaman
jagung.
4. Gulma merupakan tumbuhan yang mengganggu proses pertumbuhan
tanaman yang dikembangkan .
5. Jenis gulma pada tanaman jagung memang sangat beragam, begitupun
kehadirannya sangat tidak diharapkan karena dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman jagung.
6. Pengendalian gulma yang tepat dapat menambah jumlah produksi suatu
tanaman.

29

DAFTAR PUSTAKA

Agus. 2015. Makalah Musuh Alami Dan Hama Pada Tanaman Jagung.
http://agussalim11.blogspot.co.id/2015/10/makalah-musuh-alami-dan-hama
-pada.html diakses pada tanggal 08 November 2016.
Anonim. 2012. Mengenal Belalang (Locusta migratoria) Pada Areal Tanaman
Kelapa Sawit. https://wwwpabriksawitcom.blogspot.co.id/2012/01/mengena
l-belalang-locusta-migratoria.html diakses pada tanggal 08 November 2016.
Mita, Nasra. 2016. Komunikasi pertanian mengendalikan hama pengerek batang
(Ostrinia fumacalis)

pada tanaman jagung. http://nasramitha.blogspot

.co.id/2016/01/makalah-tanaman-jagung.htmlc diakses pada tanggal 20


Desember 2016.
Muditaph.

2013.

Musuh

alami

golongan

pemakan

gulma.

http://muditaph.blogspot.co.id/2013/10/musuh-alami-golongan-pemakangulma.html diakses pada tanggal 13 Desember 2016.


Redy. 2013. Pengenalan dan pemanfaatan musuh alami. http://redyprasdianata.
blogspot.co.id/2013/04/pengenalan-dan-pemanfaatan-musuh-alami.html
diakses pada tanggal 13 Desember 2016.
Yantek. 2013. Gulma pada budidaya tanaman jahe. http://jaheunggul.blogspot.co.
id/2013/09/gulma-pada-budidaya-tanaman-jahe.html diakses pada tanggal
13 Desember 2016.

Anda mungkin juga menyukai