BAHAN KAJIAN
KAJIAN
MK.
MK. Dasar
Dasar Ilmu
Ilmu Tanah
Tanah
EROSI TANAH
smno.jurtnh.fpub.nop2013
smno.jurtnh.fpub.nop2013
EROSI TANAH
Erosi adalah peristiwa pengikisan
padatan (sedimen, tanah, batuan,
dan partikel lainnya) akibat
transportasi angin, air atau es,
karakteristik hujan, rayapan
pada tanah dan material lain di
bawah pengaruh gravitasi, atau
oleh makhluk hidup seperti hewan
yang membuat liang, dalam hal ini
disebut bio-erosi.
EROSI TANAH
Erosi sebenarnya merupakan proses alami yang mudah dikenali,
namun di kebanyakan tempat kejadian ini diperparah oleh aktivitas
manusia dalam tata guna lahan yang buruk, penggundulan hutan,
kegiatan pertambangan, perkebunan dan perladangan, kegiatan
konstruksi / pembangunan yang tidak tertata dengan baik dan
pembangunan jalan.
Tanah yang digunakan untuk menghasilkan tanaman pertanian
biasanya mengalami erosi yang jauh lebih besar dari tanah dengan
vegetasi alaminya. Alih fungsi hutan menjadi ladang pertanian
meningkatkan erosi, karena struktur akar tanaman hutan yang kuat
mengikat tanah digantikan dengan struktur akar tanaman
pertanian yang lebih lemah.
Praktek tata guna lahan yang intensif dapat membatasi erosi,
menggunakan teknik terrasering, praktek konservasi lahan dan
penanaman pohon permanen.
TUTUPAN LAHAN
Jumlah dan tipe tutupan lahan sangat
dinamis.
Pada lahan hutan yang tak terjamah, tanah dilindungi oleh
seresah-hutan di permukaan tanah.
Apabila Pepohonan
dihilangkan (kebakaran atau
penebangan), runoff menjadi
banyak dan erosi menjadi
lebih intensif.
TUTUPAN LAHAN
Kegiatan konstruksi atau pembangunan
jalan.
Topsoil dihilangkan
atau dipadatkan, tanah
mudah tererosi.
Material tanah (hasil erosi) yang diendapkan di hilir berakibat buruk thd
bangunan atau tubuh-alam penyimpanan /penyalur air , pendangkalan
dapat berakibat kapasitas tampung menurun.
Oleh karenanya, usaha penanggulangan atau pengendalian erosi harus
menjadi bagian yang utama dari setiap rencana penggunaan lahan.
Penghancuran struktur
tanah diikuti pengangkutan
butir-butir tanah tersebut
oleh air yang mengalir
dipermukaan tanah. Secara
skematis proses terjadinya
erosi diperlihatkan pada
bagan berikut ini.
Pemindahan
butir-butir
tanah oleh
percikan
hujan
Butir-butir
tanah yg
terlepas
Butir-butir
tanah yg
terlepas
Sumber: diunduh dari:
Pengangkut
an oleh air
yg mengalir
http://onlinemanuals.txdot.gov/txdotmanuals/hyd/soil_erosion_control_considerations.htm)
Aliran sungai :
Transport sedimen
Erosi tebing sungai
Sumber: diunduh dari:
Output:
Debit aliran,
Muatan sedimen,
Unsur hara.
MUATAN SEDIMEN
Berdasarkan transportasinya, muatan sedimen dibagi dua
yaitu:
MUATAN DASAR:
partikel yang bergerak
pada dasar sungai atau
dekat dasar sungai dengan
pergerakan meloncat,
menggelinding atau
bergeser pada dasar
sungai.
MUATAN SUSPENSI:
Partikel yang melayang
dalam air, bergerak
disebabkan oleh aliran
turbulen.
Rill erosion refers to the development of small, ephemeral concentrated flow paths,
which function as both sediment source and sediment delivery systems for erosion
on hillslopes. Generally, where water erosion rates on disturbed upland areas are
greatest, rills are active. Flow depths in rills are typically on the order of a few
centimeters or less and slopes may be quite steep.
These conditions constitute a very different hydraulic environment than typically
found in channels of streams and rivers. Eroding rills evolve morphologically in
time and space. The rill bed surface changes as soil erodes, which in turn alters the
hydraulics of the flow.
Tipe-tipe
erosi
permukaan
(sumber:
http://www.ecy.w
a.gov/programs)
(sumber: http://www.civil.ryerson.ca/stormwater/)
(sumber: http://www.cep.unep.org/)
Tanah Longsor
Tanah longsor terjadi karena
gaya gravitasi. Biasanya
karena tanah di bagian
bawah tanah terdapat lapisan
yang licin dan kedap air
(sukar ketembus air) seperti
batuan liat. Dalam musim
hujan tanah diatasnya
menjadi jenuh air sehingga
berat, dan bergeser ke bawah
melalui lapisan yang licin
tersebut sebagai tanah
longsor.
Sumber: diunduh dari: Main parts of a general landslide. (sumber:
Faktor
Manusia
Kondisi
Iklim
Faktor manusia
adalah semua
tindakan
manusia yang
dapat
mempercepat
terjadinya erosi
dan longsor.
Sifat
Tanah
Bahan Induk
Tanah
Elevasi
dan
Lereng
Sumber: diunduh dari:
Iklim - HUJAN
Curah hujan merupakan unsur iklim yang sangat berpengaruh terhadap
kejadian longsor dan erosi. Air hujan yang terinfiltrasi ke dalam tanah dan
menjenuhi tanah menentukan terjadinya longsor, sedangkan pada kejadian erosi,
air limpasan permukaan adalah unsur utama penyebab terjadinya erosi.
Hujan dengan curahan dan intensitas yang tinggi, misalnya 50 mm dalam waktu
singkat (<1 jam), lebih berpotensi menyebabkan erosi dibanding hujan dengan
curahan yang sama namun dalam waktu yang lebih lama (> 1 jam). Namun curah
hujan yang sama tetapi berlangsung lama (>6 jam) berpotensi menyebabkan
longsor, karena pada kondisi tersebut dapat terjadi penjenuhan tanah oleh air
yang meningkatkan massa tanah.
Intensitas hujan menentukan besar kecilnya erosi, sedangkan longsor ditentukan
oleh kondisi jenuh tanah oleh air hujan dan keruntuhan gesekan bidang luncur.
Elevasi
Elevasi adalah istilah lain dari ukuran ketinggian lokasi di atas
permukaan laut.
Lahan pegunungan berdasarkan elevasi dibedakan atas dataran
medium (350-700 m dpl) dan dataran tinggi (>700 m dpl).
Elevasi berhubungan erat dengan jenis komoditas yang sesuai untuk
mempertahankan kelestarian lingkungan.
Badan Pertanahan Nasional menetapkan lahan pada ketinggian di
atas 1000 m dpl dan lereng >45% sebagai kawasan usaha terbatas,
dan diutamakan sebagai kawasan hutan lindung.
Lereng
Lereng atau kemiringan lahan adalah salah satu faktor pemicu terjadinya erosi
dan longsor di lahan pegunungan. Peluang terjadinya erosi dan longsor makin
besar dengan makin curamnya lereng.
Semakin curam lereng makin besar pula volume dan kecepatan aliran permukaan
yang berpotensi menyebabkan erosi. Selain kecuraman, panjang lereng juga
menentukan besarnya longsor dan erosi.
Semakin panjang lereng, erosi yang terjadi makin besar.
Pada lereng >40% longsor sering terjadi, terutama disebabkan oleh pengaruh
gaya gravitasi.
1.
2.
3.
4.
5.
PENDUGAAN EROSI
Pendugaan erosi diperlukan untuk meramalkan besar erosi yang telah dan/atau
akan terjadi pada suatu lahan dengan atau tanpa pengelolaan tertentu. Selain itu
juga digunakan untuk memilih praktek penggunaan lahan dalam arti luas yang
mempunyai produktivitas tinggi dan berkelanjutan. Pendugaan erosi dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan:
1. Pendekatan Laboratorium
Pendugaan erosi di laboratorium adalah dengan melakukan
pengukuran erosi tanah yang ditempatkan pada petak-petak kecil
dan diberi perlakuan hujan buatan (rainfall simulator).
Perilaku erosi di laboratorium tidak sama dengan keadaan alami di
lapangan. Namun demikian pengetahuan tentang erosi dapat
bertambah secara cepat, karena penelitian untuk mempelajari
dan/atau menduga erosi di laboratorium lebih mudah, lebih praktis,
sehingga dapat dilaksanakan setiap waktu.
PENDEKATAN LAPANGAN
Pengukuran erosi dapat dilakukan di lapangan dengan
menggunakan sistem petak kecil atau sistem petak besar.
Pendugaan erosi dengan menggunakan petak percobaan, memang
mendekati kondisi alami yang sebenarnya.
Cara ini membutuhkan banyak biaya, tenaga, dan waktu.
Pendekatan Lapangan
Salah satu penyebab utama kerusakan tanah pertanian adalah erosi, selain
merusak lahan yang tererosi juga akan menimbulkan masalah lain di hilirnya
berupa pendangkalan sungai, saluran irigasi, waduk dan lain-lain. Penyebab
utama erosi lahan adalah air hujan dan limpasan pennukaan.
Faktor-faktor yang berpengaruh tehadap erosi dan runoff adalah iklim, tanah,
topografi, kemiringan lereng, vegetasi dan kegiatan manusia.
Empat faktor pertama lebih banyak di tentukan oleh alam, sedangkan faktor
vegetasi dapat di atur oleh manusia.
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengendalikan erosi dan runoff adalah
pengaturan vegetasi penutup muka lahan.
Pendekatan Gabungan
Pendekatan ini dilakukan melalui interprestasi data dengan
penginderaan jauh (remote sensing images) misalnya foto udara dan
citra satelit.
Dengan metode ini erosi bentang lahan pada areal yang luas dapat
dilakukan dengan mudah dan efektif.
Metode ini dapat terlaksana dengan baik bila tersedia sarana dan
prasarana yang memadai terutama peralatan untuk pemrosesan
citra (image processor) dan juga alat untuk interpretasi potret udara
meliputi stereoskop dari yang sederhana sampai yang lebih canggih.
Pendekatan Permodelan:
MODEL PENDUGAAN EROSI
Model adalah kumpulan hukum-hukum fisik dan atau pengamatan empirik yang ditulis
dalam bentuk persamaan-persamaan matematik dan dikombinasikan sedemikian rupa
untuk menghasilkan sekumpulan hasil berdasarkan pada sekumpulan kondisi yang sudah
diketahui atau diasumsikan. Hubungan dengan erosi tanah, permodelan merupakan
penggambaran secara matematik proses-proses penghancuran, transport, dan deposisi
partikel tanah di atas permukaan lahan (Nearing et al., 1994).
Ada dua macam model penduga erosi yang sekarang ini banyak dipakai yakni model
berbasis empirik (empirically based model) dan model berbasis proses (process based model).
Model berbasis empirik mengaitkan langsung keluaran dari model (output) dengan input
(misalnya penggunaan lahan, luas, dan lereng) dengan menggunakan model-model statistik.
Model empirik umumnya membutuhkan lebih sedikit input dan perhitungan yang
lebih sederhana dibanding model berbasis proses (ICRAF, 2001; Schmitz dan
Tameling, 2000).
Umumnya model empirik ini memprediksi rata-rata tahunan aliran permukaan
dan erosi berdasarkan prediksi jangka panjang.
Model ini tidak mempertimbangkan distribusi spasial dari input parameter dan
interaksinya yang akan mempengaruhi output.
Model USLE
Pendekatan ini adalah dengan menggunakan pendekatan
matematika, yang dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978),
rumus ini pertama kali dikembangkan dari kenyataan bahwa erosi
adalah fungsi erosivitas dan erodibilitas.
Rumus ini dikenal dengan Persamaan Umum Kehilangan Tanah
(PUKT) atau Universal Soil-Loss Equation (USLE).
Model USLE
Rumus USLE tersebut adalah sebagai berikut (Wischmeir dan Smith, 1978):
A = R K LS C P
dimana :
A = Besarnya kehilangan tanah per satuan luas lahan. Besarnya kehilangan tanah atau erosi dalam hal ini hanya
terbatas pada erosi kulit dan erosi alur. Tidak termasuk erosi yang berasal dari tebing sungai dan juga tidak
termasuk sedimen yang terendapkan di bawah lahan-lahan dengan kemiringan besar.
R = Faktor erosivitas curah hujan dan air larian untuk daerah tertentu, umumnya diwujudkan dalam bentuk indeks
erosi rata-rata (El). Faktor R juga merupakan angka indeks yang menunjukkan besarnya tenaga curah hujan yang
dapat menyebabkan terjadinya erosi.
K = Faktor erodibilitas tanah untuk horizon tertentu, dan merupakan kehilangan tanah per satuan luas untuk indeks
erosivitas tertentu. Faktor K adalah indeks erodibilitas tanah, yaitu angka yang menunjukkan mudah tidaknya
partikel-partikel tanah terkelupas dari agregat tanah oleh gempuran air hujan atau air larian.
L = Faktor panjang lereng yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara besarnya
kehilangan tanah untuk panjang lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk panjang lereng 72,6 ft.
S = Faktor gradien (beda) kemiringan yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan antara
besarnya kehilangan tanah untuk tingkat kemiringan lereng tertentu dengan besarnya kehilangan tanah untuk
kemiringan 9%.
C = Faktor pengelolaan (cara bercocok tanam) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan perbandingan
antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi cara bercocok tanam yang diinginkan dengan besarnya
kehilangan tanah pada keadaan tilled continuous fallow.
P = Faktor praktek konservasi tanah (cara mekanik) yang tidak mempunyai satuan dan merupakan bilangan
perbandingan antara besarnya kehilangan tanah pada kondisi usaha konservasi tanah ideal (misalnya, teknik
penanaman sejajar garis kontur, penanaman dengan teras, penanaman dalam larikan) dengan besarnya
kehilangan tanah pada kondisi penanaman tegak lurus terhadap garis kontur.
R = 0,41 x H 1.09
dimana: R : Besarnya Erosivitas; H : Curah Hujan Tahunan.
Bols (1978) mengemukakan rumus untuk menghitung besarnya erosivitas hujan
dengan menggunakan ombrometer sederhana pada daerah tropika basah adalah
dengan memadukan parameter curah hujan bulanan dalam cm (Rb), jumlah hari
hujan (D) dan curah hujan maksimum selama 24 jam pada bulan tersebut (M)
dengan persamaan :
R = 6,119Rb1,21D-0,47M0,53
Sumber: diunduh dari:
No
Nilai
Klasifikasi
Kelas
Lereng
I
08%
Datar
II
8 15 %
Landai
III
15 25 %
Agak cuiram
IV
25 45 %
Curam
>45 %
Sangat curam
Macam Penggunaan
Tanah terbuka tanpa tanaman
Sawah
Tegalan tidak dispesifikan
Ubi kayu
Jagung
Kedelai
Kentang
Kacang Tanah
Padi
Tebu
Pisang
Akar wangi (sereh wangi)
Rumput bede (tahun pertama)
Rumput bede (tahun kedua)
Kopi dengan penutup tanah buruk
Sumber: diunduh dari:
Nilai Faktor C
1,000
0,010
0,700
0,800
0,700
0,399
0,400
0,200
0,561
0,200
0,600
0,400
0,287
0,002
0,200
Talas
Kebun campuran
0,850
18.
19.
- Kerapatan tinggi
- Kerapatan sedang
- Kerapatan rendah
Perladangan
Hutan alam
0,100
0,200
0,500
0,400
0,001
0,005
20.
- Seresah banyak
- Seresah sedikit
Hutan Produksi
21.
22.
23.
24.
25.
26.
- Tebang habis
- Tebang Pilih
Semak belukar/ padang rumput
Ubi kayu + kedelai
Ubi kayu + kacang tanah
Padi Sorgun
Padi kedelai
Kacang tanah + gude
0,500
0,200
0,300
0,181
0,195
0,345
0,417
0,495
0,571
0,049
29.
0,096
30.
0,128
31.
0,136
32.
0,259
33.
0,377
34.
0,387
35.
0,079
36.
37.
0,001
38.
Karet *
0,200
39.
Permukiman **
0,500
0,357
1.
Teras Bangku1)
Nilai P
Konstruksi Baik
0,04
Konstruksi Sedang
0,15
0,35
Teras Tradisional
0,40
2.
0,40
3.
4.
Kemiringan 0-8 %
0,50
Kemiringan 9-8 %
0,75
0,90
1,00
Sumber : Data pusat penelitian tanah (1973-1981 dalam Arsyad, 1989: 259)