Anda di halaman 1dari 15

PENGEMBANGAN MEDIA E-MODULE BIOLOGI MODEL PROBLEM

BASED LEARNING (PBL) BERBANTUAN ASESMEN KINERJA UNTUK


MENINGKATKAN KEMAMPUAN ARGUMENTASI , KOLABORASI
DAN LITERASI SAINS SISWA

PROPOSAL TESIS

OLEH
Falah Putra Pratama
NIM 210341867640

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI
OKTOBER 2022
i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kurikulum di Indonesia telah mengalami beberapa pembaruan dan yang
sudah diresmikan oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan
Teknologi (Kemendikbudristek) yaitu kurikulum merdeka. Kurikulum merdeka
belajar dalam pendidikan sains di sekolah diharapkan dapat menjadi wahana bagi
siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari. Drago & Mih
(2013) pendidikan sains berkontribusi pada pengembangan kemampuan
pemahaman tentang cara paling efektif untuk menggunakan sains dalam
kehidupan sehari-hari dan tanggung jawab sosial. Kurikulum merdeka memiliki
peranan yang penting serta strategis dalam menentukan pelaksanaan dan
keberhasilan pendidikan di Indonesia (Mariati, 2021). Pendidikan sains memiliki
peran yang menguntungkan dalam pengetahuan dunia sekitarnya, oleh karena itu
salah satu tujuan terpenting dari pendidikan sains adalah pengembangan literasi
sains. Pada sekolah penelitian yakni SMAI Al Ma’arif Singosari Kabupaten
Malang menggunakan kurikulum merdeka pada tahun ajaran 2022/2023 meskipun
pada wawancara kemarin dengan guru serta waka kurikulum SMAI Al Ma’arif
Singosari Kabupaten Malang baru menggunakan kurikulum merdeka pada tahun
ajaran 2022/2023.
Delfita (2022) ada hubungan antara kemampuan literasi sains dengan
keterampilan argumentasi peserta didik SMA. Argumentasi sains memberikan
cara untuk meningkatkan pemahaman konsep ilmiah serta keterampilan literasi
ilmiah (Sengul, 2019). Rendahnya kemampuan argumentasi ilmiah siswa
menunjukkan kemampuan literasi sains siswa yang rendah (Tsai, 2013).
Pembelajaran Biologi juga membutuhkan kemampuan kolaborasi. Kolaborasi di
dalam pembelajaran melibatkan adanya interaksi di dalam proses belajar sehingga
menghasilkan kegiatan aktif dan konstruktif guna menyelesaikan sebuah masalah
(Lee et al., 2015). Dalam mendukung literasi juga dibutuhkan keterampilan
kolaborasi, siswa diharapkan dapat belajar aktif berkomunikasi, dalam hal ini

1
2

pembelajaran menekankan pentingnya kerjasama dalam menyelesaikan masalah


secara berkelompok (Anfa et al., 2016).
Konsep literasi sains mengharapkan siswa untuk memiliki rasa kepedulian
yang tinggi terhadap diri dan lingkungannya dalam menghadapi permasalahan
kehidupan sehari-hari dan mengambil keputusan berdasarkan pengetahuan sains
yang telah dipahaminya (Kola et al., 2020). Literasi sains merupakan kunci dalam
menghadapi apapun tantangan dalam abad-21, pada literasi sains ini terdapat
kunci dalam menghadapi abad-21 yakni konsep dasar sains serta teknologi yang
dapat menyelesaikan permasalahan kehidupan (Jago Duda et al., 2020). Literasi
sains dapat diartikan sebagai kemampuan dalam menggunakan pengetahuan sains
dan keterampilan proses ilmiah dalam memahami serta membuat keputusan yang
berkaitan dengan lingkungan alam (Budiarti & Tanta, 2021). Literasi sains
merupakan salah satu kemampuan ilmiah dari seseorang dalam menggunkan
pengetahuannya yang dimilikinya pada proses identifikasi pada masalah,
pengetahuan baru, fenomena ilmiah, serta menarik kesimpulan yang berdasarkan
bukti yang tepat sesuai dengan isu ilmiah (Sutrisna, 2021).
Menurut studi yang dilakukan oleh Organisation for Economic Cooperation
and Development (OECD) 2019 yang diukur melalui PISA (Programme for
International Student Assessment) didapatkan hasil secara keseluruhan
kemampuan literasi siswa di Indonesia yakni literasi numerasi, literasi berpikir,
literasi sains yang mendapat skor dibawah rata yang ditetapkan oleh PISA,
terutama pada skor literasi sains diketahui pada tahun 2015 Indonesia mendapat
skor rata-rata 403 dengan peringkat 62 dari 70 jumlah Negara peserta, sedangkan
pada tahun 2018 Indonesia mengalami penurunan dengan skor rata-rata 396
dengan peringkat 70 (OECD, 2019). Rendahnya kemampuan literasi siswa ini
dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah: 1) siswa belum terbiasa
menyelesaikan permasalahan permasalahan di kehidupan sehari-hari; 2) soal yang
diberikan guru pada level yang rendah; 3) keterbatasan sumber belajar pada
pembelajaran (Putri & Zulkardi, 2018). Data hasil studi literasi sains yang
dilakukan oleh Programme for International Student Assessment (PISA) tersebut
masih rendah, oleh karena itu perlu ditingkatkan literasi sains pada siswa terutama
3

pada abad ke-21 ini literasi menjadi salah satu aspek penting yang harus dimiliki
oleh siswa.
Zaman sekarang, seseorang harus bisa menguasai berbagai keterampilan
abad ke-21 salah satu keterampilan tersebut adalah keterampilan kolaborasi,
keterampilan kolaborasi tidak hanya sekedar definisi bekerjasama dengan orang
lain akan tetapi meliputi keterampilan mendengar, menanggapi dengan hormat
serta meyampaikan ide dengan jelas melalui berbagai jalur untuk mencapai
persetujuan bersama (Kundarti et al., 2019). Keterampilan abad ke-21 salah
satunya keterampilan kolaborasi, yang dimana keterampilan kolaborasi ini adalah
suatau keterampilan bentuk kerjasama yang dilakukan secara efektif dengan
menunjukkan rasa hormat kepada sesame anggota kelompok serta belajar tentang
kelancaran dalam membuat suatu keputusan (Redhana, 2019). Kolaborasi adalah
suatu proses pembelajaran yang dilakukan secara kelompok untuk mencapai suatu
tujuan dengan kegiatan berdiskusi seperti menyampaikan pendapat dan
memberikan saran dengan beberapa anggota kelompok yang memiliki perbedaan
dalam suatu pandangan serta pengetahuan (Trisdiono et al., 2019).
Keterampilan kolaborasi siswa dapat diketahui dari berbagai tugas yang
didalamnya terdapat unsur seperti menetapkan tujuan, pembuatan rencana,
menghasilkan atau pemilihan strategi serta mencoba sebuah solusi (Saenab et al.,
2019). Hasil observasi yang ditemukan menjelaskan bahwa kemampuan
kolaborasi tersebut termasuk kategori yang rendah, hal ini disebabkan karena
kesulitan guru dalam mendesain model pembelajaran yang sesuai dengan tumbuh
kembang siswa (Ulhusna et al., 2020). Hambatan dalam pengembangan
keterampilan kolaborasi pada siswa lainnya yakni susahnya menggunakan waktu
yang kurang dimaksimalkan, bermain atau bercanda bersama teman kelompok
saat menyelesaikan tugas dan tidak ada kerjasama yang baik dalam tim
(Nurwahidah et al., 2021). Oleh karena itu pada penelitian ini juga akan
meningkatkan keterampilan kolaborasi pada siswa karena keterampilan kolaborasi
pada siswa ini salah satu keterampilan abad ke-21 yang harus dimiliki oleh siswa.
Pada pembelajaran biologi juga diperlukan keterampilan argumentasi untuk
mendukung keterampilan sains karena untuk memperkuat pemahamannya akan
materi dan mengembangkan pengetahuan ilmiahnya (Kusdiningsih et al., 2019).
4

Argumentasi tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran sains, argumentasi adalah


hal yang mendasar dalam belajar bagaimana berpikir, bertindak, berkomunikasi
layaknya seorang ilmuwan (Probosari et al., 2016). Argumentasi adalah proses
pembuatan argumen yang dimaksudkan untuk mempertahankan anggapan, nilai,
dan tingkah laku yang dipercaya benar, sehingga dapat memengaruhi orang lain
(Inch et al., 2006). Keterampilan argumentasi akan digunakan siswa dalam
memecahkan setiap masalah yang dihadapinya serta siswa diharapkan menjadi
produk pendidikan yang mampu bertahan dan berinovasi dalam kehidupan
masyarakat, oleh karena itu diperlukan kemampuan argumentasi yang baik pada
diri siswa (Ekanara et al., 2018). Argumentasi merupakan salah satu kemampuan
dalam menggunakan bahasa untuk menunjukan suatu bukti atau menyatakan suatu
kemungkinan yang terjadi sehingga dapat merubah sikap atau pendapat seseorang
terhadap suatu hal (Dewina et al., 2017). Hal ini dikarenakan kemampuan siswa
dalam berargumentasi juga sangat terbatas dan konsep termodinamika bersifat
abstrak yakni pada materi Monera dan Fungi.
Materi Monera bagi sebagian besar pelajar baik mahasiswa ataupun siswa
sekolah sangat sulit untuk dipelajari, hal tersebut karena materi Monera terkesan
abstrak dan kontennya kebanyakan mikroorganisme mikroskopis sehingga
diperlukan media ajar untuk memudahkan siswa dalam memahami materi tersebut
(Amirullah & Susilo, 2018). Siswa kurang memahami materi kingdom Monera.
khususnya pada konsep mendeskripsikan karakteristik bakteri, menjelaskan
perkembangbiakan bakteri, mengidentifikasi dasar pengelompokan bakteri,
menjelaskan inokulasi bakteri dan macam-macam pengecatan gram (Fransiska et
al., 2021). Berdasarkan hasil analisis kebutuhan di SMAI Al Ma’arif Singosari
Kabupaten Malang materi kingdom Monera ini materi yang sulit dipelajari karena
berisikan menganalisis struktur dan cara hidup bakteri beserta peranannya dalam
berbagai aspek kehidupan.
Pada materi Fungi merupakan materi yang luas, karena dalam materi Fungi
mempelajari keanekaragaman Fungi yang terdiri dari beberapa divisi yang
mengakibatkan siswa susah memahami materi Fungi ini dalam proses
pembelajaran di kelas (Wahyuningtias & Isnawati, 2019). Pada materi Fungi ini
juga banyak pengelompokkan atau jenis-jenis Fungi yang ada di sekeliling
5

mereka, karena faktor inilah materi Fungi sulit untuk dipahami oleh siswa (Falah
& Isnawati, 2019). Berdasarkan hasil analisis kebutuhan di SMAI Al Ma’arif
Singosari Kabupaten Malang juga materi Fungi ini materi yang sulit dipelajari
karena macam-macam Fungi yang masih belum disertai gambar pada bahan ajar
atau buku penunjang pembelajaran.
Dikembangkannya E-module ini guna untuk membantu guru dalam
pembelajaran pada materi Monera dan Fungi agar efisien, efektif dan interaktif
serta membantu siswa dalam memahami materi Monera dan Fungi karena
kedalaman dan tidak ada bahan ajar yang memudahkan siswa dalam belajar.
Modul elektronik atau yang biasa kita kenal dengan sebutan E-Module dapat
menampilkan teks, gambar, animasi, dan video melalui perangkat elektronik
berupa Handphone. Modul elektronik dapat mengurangi penggunaan kertas dalam
proses pembelajarannya. Selain itu modul elektronik ini diharapkan dapat
digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang efisien dan efektif, serta interaktif
(Aryawan et al., 2018). E-Module merupakan media pembelajaran interaktif dan
komunikatif yang dapat memudahkan siswa dalam belajar (Prastyaningrum &
Handhika, 2017). Salah satu media yang bisa digunakan mendukung kegiatan
pembelajaran adalah E-module, pengertian dari E-module ini sendiri modul yang
berbasis elektronik yang bisa dijalankan melalui Handphone (Imansari &
Sunaryantiningsih, 2017). E-module atau modul elektronik ini bahan ajar mandiri
yang disusun secara sistematis ke dalam pembelajaran untuk mencapain tujuan
tertentu yang bersifat self interaction (Prasetiyowati & Tandyonomanu, 2015).
Dikembangkannya E-module ini guna untuk membantu guru dalam pembelajaran
pada materi Monera dan Fungi agar efisien, efektif dan interaktif serta membantu
siswa dalam memahami materi Monera dan Fungi karena kedalaman dan tidak
ada bahan ajar yang memudahkan siswa dalam belajar karena penunjang
pembelajaran atau buku yang dimiliki oleh siswa belum disertai gambar yang
jelas.
Tentunya E-Module sebagai bahan ajar perlu dikembangkan berbasis
model pembelajaran agar lebih efektif untuk meningkatkan keterampilan
argumentasi, kolaborasi, dan literasi sains. Yang dimana Model pembelajaran
Problem-Based Learning (PBL) adalah salah satu model pembelajaran yang
6

memulai sesuatu dengan suatu permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa.
Problem-Based Learning (PBL) atau Pembelajaran Berbasis Masalah adalah
pembelajaran yang menggunakan masalah nyata dalam kehidupan sehari-hari
(otentik) yang bersifat terbuka (open-ended) untuk diselesaikan oleh siswa untuk
mengembangkan keterampilan berpikir, keterampilan menyelesaikan masalah,
keterampilan sosial, keterampilan untuk belajar mandiri, dan membangun atau
memperoleh pengetahuan baru (Banawi, 2019). Model pembelajaran Problem-
Based Learning (PBL) salah satu model pembelajaran yang memulai sesuatu
dengan suatu permasalahan yang harus diselesaikan oleh siswa, selama proses
pemecahan masalah ini siswa membangun pengetahuan dan pengembangan
berbagai keterampilan (Aslan, 2021). Model Problem-Based Learning (PBL)
cocok juga dalam mendukung kurikulum merdeka yang dimana pembelajarannya
berbasis kepada suatu permasalahan. Pada hasil penelitian yang dilakukan oleh
Basith et al., (2014) disimpulkan bahwa penerapan Problem Based Learning
(PBL) bisa meningkatkan pemahaman siswa tentang materi Monera, model
Problem Based Learning (PBL) juga lebih direkomendasikan untuk mempelajarai
pemahaman konsep biologi. Pada penelitian yang dilakukan oleh Sofyan &
Lataami (2020) juga menggunakan Problem Based Learning (PBL) pada materi
Fungi yang mendapatkan kesimpulan terdapat peningkatan hasil belajar siswa
secara signifikan dari hasil pre-test dan post-test, ini menunjukkan bahwa
Problem Based Learning (PBL) efektif dalam meningkatkan hasil belajar siswa
pada materi Fungi.
Pengembangan E-Module dengan model PBL ini juga perlu didampingi
oleh penilaian kinerja karena penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mendemonstrasikan keterampilan. Performance assessment atau
penilaian kinerja memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
mendemonstrasikan keterampilan-keterampilan proses sains yang mereka miliki,
berpikir secara logis, menerapkan pengetahuan awal pada situasi baru, dan
mengidentifikasi pemecahan-pemecahan baru terhadap suatu masalah (Gustina et
al., 2018). Performance assessment atau penilaian kinerja ini akan membantu
guru-guru memusatkan pada hasil-hasil pendidikan secara nyata. Sebagai siswa
yang sedang belajar, hal itu akan menjadikan mereka kompeten dalam pemecahan
7

masalah, yakin dengan kemampuannya dalam berpikir logis dan dapat


mengkomunikasikan ideidenya dengan jelas (Widodo & Katmingsih, 2021).
Performance assessment atau penilaian kinerja ini ditampilkan selama
berlangsungnya kegiatan pembelajaran sehingga penilaiannya harus dilakukan
selama dan selajan dengan berlangsung proses pembelajaran, dengan dibantunya
penilaian kinerja ini dalam model pembelajaran Problem Based Learning bisa
menilai atau mencangkup ranah kognitif, agfektif, serta psikomotorik (Wajdi,
2017).
Hal ini juga didukung dengan hasil analisis kebutuhan yang dilakukan
terhadap siswa SMAI Al Ma’arif Singosari Kabupaten Malang pada kelas XI
dalam penelitian ini berupa hasil kuesioner dan test berupa soal uraian
kemampuan argumentasi dan literasi sains. Hasil kuesioner analisis kebutuhan
bahwa secara umum siswa mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran
(78%), bahan ajar atau penunjang pembelajaran masih sulit untuk dipahami
terutama pada materi Monera dan Fungi (71%), siswa terbiasa untuk mengerjakan
soal setelah pembelajaran tidak ada produk yang dihasilkan (68%), hasil analisis
kebutuhan siswa tentang kolaborasi pada setiap indikator juga masih rendah
dengan rata-rata (47%), hasil analisis kebutuhan siswa tentang keterampilan
argumentasi setiap indikator juga masih rendah dengan rata-rata (54%), dan hasil
analisis kebutuhan siswa tentang keterampilan literasi sains setiap indikator juga
masih rendah dengan rata-rata (46%).
Kenyataannya implementasi asesmen masih belum terealisasikan secara
keseluruhan di sekolah-sekolah yang dimana sekolah masih menggunakan pencil
and paper yang berbasis pada kognitif siswa saja, sedangkan pada asepek afektif
dan psikomotorik masih belum tercapai (Hairida & Setyaningrum, 2020).
Berdasarkan hasil Marhaeni (2015) penelitian juga dari guru juga mengalami
kesulitan dalam hal pelaksanaan asesmen karena minimnya waktu pembelajaran
dan kurang nya akan pemahaman dalam mengembangkan suatu instrument dalam
aspek psikomotorik dan afektif, serta guru juga masih belum menguasai tentang
kisi-kisi kognitif dan pedoman penskoran sehingga guru tidak menggunakan
asesmen autentik dalam penilaian di kelas. Berdasarkan pengamatan di lapangan
dan setelah melakukan wawancara dengan guru yang ada di sekolah SMAI Al
8

Ma’arif Singosari Malang bahwasannya sistem penilaian yang dilakukan guru


biologi di SMA tersebut masih menilai secara sederhana dan mudah yakni hanya
menilai kognitif saja tidak menilai secara keseluruhan, karena terlalu rumit dan
membutuhkan waktu serta tenaga dalam pembuatan penilaian ini, sehingga dari
sini bisa dilihat dapat menghambat tercapainya suatu kualitas pendidikan atau
pembelajaran di Indonesia. Oleh karena itu peneliti menggunakan E-module
berbantu asesmen kinerja (Performance assessment) dengan model pembelajaran
Problem Based Learning (PBL) untuk menghasilkan lulusan yang bermutu dan
meningkatkan kualitas atau mutu pendidikan di Indonesia serta membantu guru
dalam hal penilaian terhadap siswa.

B. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan pada latar belakang, yakni:
1. menghasilkan bahan ajar media yakni media E-Module yang sudah
tervalidasi oleh ahli media, ahli materi dan praktisi pada SMAI Al Ma’arif
Singosari Malang,
2. menghasilkan bahan ajar media yakni E-Module berbantu Penilaian Kinerja
pada SMAI Al Ma’arif Singosari Malang, dan
3. menghasilkan bahan ajar media yakni E-Module yang efektif untuk
meningkatkan kemampuan literasi sains, berargumentasi dan kolaborasi
siswa SMAI Al Ma’arif Singosari Malang.

C. Spesifikasi Produk
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat baik secara praktis
maupun teoritis bagi berbagai pihak, antara lain.
1. Bahan Ajar (E-Module )
Rencana buku atau bahan ajar E-Module terdiri dari materi Monera dan
materi Fungi. Jika dibandingkan dengan E-Module lainnya komponen pada E-
Module yang dibuat sangat lengkap dimulai dari adanya petunjuk penggunaan
yang berisikan konten petunjuk penggunaan media bahan ajar E-module materi
Monera dan Fungi, lalu ada identitas yang berisikan topik isi judul materi Monera
dan Fungi, ada ATP yakni alur tujuan pembelajaran, Mindmap, Materi, LKPD
9

berisikan identitas LKPD (nama, mata pelajaran, hari/tanggal, absen, kelas),


petunjuk pengerjaan LKPD, kompetensi yang akan dicapai, soal atau kasus, soal
latihan dan soal ulangan harian.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Terdiri dari beberapa komponen yang dibuat berdasarkan tahapan model
pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Komponen RPP menunjukkan
kapan observer bisa mengukur variable penelitian dan RPP bisa menunjukkan
kegiatan pembelajaran yang lebih detail.

D. Manfaat Peneletian
Hasil penelitian ini bisa diharapkan menghasilkan manfaat sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Sebagai sumbangan keilmuan mengembangkan pembelajaran pada jenjang
sekolah menengah atas (SMA) pada mata pelajaran biologi terutama pada materi
Monera dan Fungi.
2. Manfaat Praktis
a. Sumber informasi serta acuan dalam mengembangkan calon guru yang
diharapkan bisa meningkatkan pendidikan di Indonesia.
b. Sumber refrensi dalam memberdayakan calon guru dalam meningkatkan
kemampuan literasi sains, berargumentasi, dan kolaborasi
c. Sumbangan terhadap adanya bahan ajar media E-Module dengan
pendekatan PBL serta berbantu asesmen autentik pada mata pelajaran
biologi SMA pada materi khususnya Monera dan Fungi.
d. Bahan informasi kepada peneliti selanjutnya yang memiliki kajian bahan
yang relevan dengan penelitian ini.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini memiliki batasan sebagai berikut:
1. bahan ajar media yang dikembangkan yakni E-Module dengan pendekatan
PBL disertai asesmen autentik yang digunakan pada jenjang SMA pada
mata pelajaran biologi pada materi Monera dan Fungi,
10

2. penilaian validitas bahan ajar media dilakukan oleh ahli materi, ahli bahan
ajar media dan praktisi lapang, dan
3. penelitian ini dilaksanakan hanya pada materi Monera dan Fungi yakni
sebanyak 8 pertemuan, sehingga ada keterbatasan data yang diperoleh oleh
peneliti.

F. Definisi Operasional
Definisi operasional berupa penegasan untuk menghindari kesalahan
penafsiran dalam penelitian ini yang dituliskan sebagai berikut.
1. Bahan Ajar E-Module Berbantu Penilaian Kinerja
Media bahan ajar E-Module merupakan acuan yang digunakan dalam proses
pembelajaran berlangsung yang dijadikan kriteria minimal pelaksanaan proses
pembelajaran materi Monera dan Fungi yang didesain secara sistematis dan
menarik agar bisa membuat siswa paham akan materi yang akan dipelajarinya.
Media bahan ajar yang digunakan disini E-Module yang berisikan petunjuk
penggunaan, identitas E-Module pembelajaran, alur tujuan pembelajaran (ATP),
mind-map, materi (handout), LKDP, soal latihan, soal ulangan harian. Bahan ajar
ini sebelum dilakukan implementasi akan divalidasi oleh ahli materi, ahli media
serta praktisi lapangan yakni guru.
2. Kemampuan Literasi Sains
Literasi sains merupakan kemampuan ilmiah individu untuk menggunakan
pengetahuan yang dimilikinya pada proses identifikasi masalah, memperoleh
pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, dan menarik kesimpulan
berdasarkan bukti yang berhubungan dengan isu ilimiah. Literasi sains ini diukur
dengan pre-test dan post-tets serta rubrik penilaian dari PISA (2015) dengan
indikator yang digunakan: 1) menjelaskan fenomena secara ilmiah; 2) merancang
dan mengevaluasi penyelidikan ilmiah; 3) menafsirkan data dan bukti secara
ilmiah.
3. Keterampilan Kolaborasi
Keterampilan kolaborasi adalaah suatu keterampilan siswa dalam
bekerjasama berkelompok dan kepemimpinan serta berdaptasi dalam berbagai
peran dan tanggungjawab. Keterampilan kolaborasi dapat dikembangkan dengan
11

menggunakan pembelajaran kolaboratif yang mengedepankan kedekatan sosial


dan mampu mengembangkan pengetahuan serta pemahaman siswa. Keterampilan
kolaborasi diukur dengan peer-assessment dan lembar observasi dengan indikator
yang digunakan: 1) Kontribusi; 2) Manajemen waktu; 3) Dukungan tim; 4)
Pemecahan masalah; 5) Interaksi tim; 6) Refleksi.
4. Keterampilan Argumentasi
Keterampilan argumentasi merupakan keterampilan yang dapat mendorong
siswa untuk terlibat dalam memberikan fakta, data dan teori yang sesuai untuk
mendukung klaim terhadap suatu permasalahan. Keterampilan berargumentasi
diukur menggunakan pre-test dan post-test dengan indikator yang digunakan
yakni: 1) Claim (Klaim); 2) Evidence (Bukti); 3) Reason (Alasan).
5. Model Pembelajaran PBL
Problem Based Learning (PBL) pembelajaran berbasis masalah adalah
sebuah metode yang mengenalkan siswa pada suatu kasus yang memiliki
keterkaitan dengan materi yang dibahas. Siswa kemudian akan diminta untuk
mencari solusi untuk menyelesaikan kasus/masalah tersebut dengan sintaks
Sintaks pembelajaran terdiri dari beberapa tahapan yaitu (1) Mengorientasi siswa
pada masalah; (2) Mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) Membantu
penyelidikan mandiri atau kelompok; (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil
karya; serta (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Instrumen lembar obervasi keterlaksanaan tahapan model pembelajaran PBL
diperlukan untuk mengukuru sejauh mana tahapan keterlaksanaan tahapan.
12

Anda mungkin juga menyukai