PROPOSAL TESIS
OLEH
LAILY FAUZIYAH DWI PURWANINGTYAS
NIM 220721802599
A. Latar Belakang
Kurikulum yang diterapkan di Indonesia saat ini adalah Kurikulum Merdeka
yang berlaku sejak tahun ajaran 2021 pada masa pandemi. Kurikulum Merdeka
diimplementasikan pada semua satuan pendidikan dengan tujuan untuk memperbarui
proses pembelajaran yang terkendala oleh pandemi. Penerapan Kurikulum Merdeka
tentunya membawa perubahan dan efek yang cukup besar dari segi strategi
pembelajaran, metode pembelajaran, model pembelajaran bahkan sampai evaluasi
proses pembelajaran. Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum dengan
keberagaman intrakurikuler, di mana siswa memiliki waktu cukup untuk mendalami
konsep dan menguatan kompetensi secara lebih optimal (Barlian & Solekah, 2022).
Pada dasarnya Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memperdalam
kompetensi guru dan siswa agar dapat berinovasi serta meng-upgrade kualitas
pembelajaran yang independen (Merta Sari, 2022). Guru mendapat keleluasaan
dalam memilih berbagai perangkat ajar sesuai dengan kebutuhan belajar dan minat
siswa. Kebutuhan belajar siswa harus dipenuhi untuk menghadapi tantangan di masa
yang akan datang. Terdapat enam kebutuhan yang harus dipenuhi tersebut antara
lain, (1) Mampu berfikir kritis dan memecahkan masalah; (2) Mampu berkomunikasi
dan bekerja sama dengan orang lain; (3) Mampu menciptakan atau memperbarui
suatu karya; (4) Mampu berliterasi dalam teknologi dan komunikasi; (5) Mampu
belajar secara kontekstual; (6) Mampu memberikan informasi dan literasi media
(Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017).
Pembelajaran kontekstual mempermudah siswa dalam memahami materi
pembelajaran. Dalam pembelajaran kontekstual tidak hanya memuat isi materi
pembelajaran tetapi juga dikaitkan dengan kondisi nyata yang ada di lingkungan
sekitar siswa. Hal ini tentunya dapat memotivasi siswa untuk mengaplikasikan
materi tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan siswa dapat mengimplementasikan
pembelajaran kontekstual. Sehingga buku ajar berbasis kontekstual dapat
mengarahkan siswa belajar mandiri dengan memanfaatkan lingkungan baik
lingkungan alam maupun sosial sebagai sumber belajar (Fawaid, 2021).
Kondisi alam dan kehidupan manusia dalam kajian Geografi tentu memiliki
permasalahan yang perlu dicari solusinya. Setiap wilayah tentunya memiliki
permasalahan yang beragam dari segi penyebab dan cara mengatasi
permasalahannya. Dalam mengatasi permasalahan geografi di suatu wilayah, siswa
harus memiliki kompetensi menghubungkan pengetahuan yang diperoleh dalam
pembelajaran dengan kondisi nyata di lingkungan sekitar mereka. Melalui
pembelajaran kontekstual diharapkan siswa lebih peka terhadap kondisi lingkungan
di sekitar mereka.
Pembelajaran kontekstual dalam pelaksanaannya membutuhkan media
pembelajaran sebagai pendukung, salah satu media pembelajaran yang dapat
mendukung kegiatan belajar mengajar adalah ketersedianya buku ajar yang
berkualitas untuk siswa. Buku ajar menjadi media penyampaian informasi dari guru
kepada siswa. (Yusmiono, 2018) menyatakan “media pembelajaran merupakan
sarana yang bertujuan menyampaikan informasi instruksional pengajaran”. Media
dapat juga sebagai sarana untuk merangsang minat belajar siswa dan menyajikan isi
materi pelajaran kepada siswa. Criticos dalam Daryanto (2010) menyatakan ”media
merupakan salah satu komponen komunikasi sebagai pembawa pesan dari
komunikator menuju komunikan”.
Ketersediaan buku ajar kontekstual masih sangat terbatas. Guru mensiasati
ketidaktersedianya buku ajar dengan menggunakan buku lama dengan kurikulum
berbeda dan juga menggunakan ringkasan materi yang ada pada Lembar Kerja Siswa
(LKS). Penggunaan buku ajar yang tidak sesuai dengan pembelajaran kontekstual
akan menghambat penyerapan materi pelajaran oleh siswa. Hal tersebut karena
materi yang disajikan tidak kontekstual dengan lingkungan sekitar siswa, siswa
memiliki cara belajar yang monoton dan kurang kritis terhadap lingkungan
sekitarnya, materi yang disajikan pada buku ajar yang ada tidak sesuai dengan
tuntutan kurikulum yang baru. Hambatan-hambatan tersebut yang menyebabkan
kebutuhan belajar siswa tidak terfasilitasi dengan tepat.
Tidak hanya permasalahan ketersediaan buku ajar yang memadai, dalam
pendidikan geografi kualitas buku ajar juga masih menjadi hal yang perlu
diperhatikan. Kualitas buku ajar perlu dijaga karena peran buku teks masih sangat
penting dan dijadikan sebagai pedoman bahan ajar di kelas (Purwanto, 2010). Buku
ajar merupakan refleksi utama dalam perkembangan komunitas keilmuan. Buku ajar
menjadi salah satu media pendidikan yang strategis dan memberi pengaruh pada
mutu pendidikan, karena buku ajar dapat berfungsi sebagai sumber belajar untuk
tercapainya kompetensi yang menjadi tujuan pembelajaran.
Pada umumnya buku ajar yang tersedia di perpustakaan sekolah maupun
yang terjual bebas di toko buku berisi materi yang bersifat umum berlaku di wilayah
Indonesia. Materi geografi memberikan gambaran secara umum mengenai potensi
wilayah Indonesia secara luas. Potensi alam dan bentuk lahan wilayah Indonesia
sangat beragam, melalui keberagaman tersebut sebaiknya dapat disajikan ke dalam
buku ajar kontekstual yang akan dipelajari siswa sesuai dengan potensi wilayah yang
ada di sekitar mereka. Buku ajar yang mampu menyajikan potensi lingkungan yang
dekat dengan siswa merupakan buku ajar yang berdasarkan pada teori pembelajaran
kontekstual (Perwitasari, Wahdjoedi, and Akbar, 2018). Buku ajar yang berdasarkan
teori pembelajaran kontekstual dapat diterapkan pada materi potensi sumberdaya
alam Indonesia dan pengaruhnya terhadap kehidupan.
Pada undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
menyatakan bahwa bumi, air, udara, dan seluruh kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya harus dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Alam sebagai modal utama
pendukung pembangunan tentunya tidak akan luput dari pengaruh baik positif mau
pun negatif. Pengaruh negatif yang pada alam dapat merusak kelestarian alam
tersebut, sehingga akan menghambat pembangunan. Dalam usaha pengembangan
potensi sumber daya alam membutuhkan dukungan dari semua pihak termasuk
masyarakat. Selain itu pemerintah daerah juga perlu membagikan informasi terkait
potensi-potensi sumber daya alam yang tersebar di setiap wilayah.
Salah satu alternatif dalam melakukan sosialisasi potensi-potensi sumber
daya alam dapat dilakukan melalui pendidikan, dengan menyisipkan informasi
tersebut ke dalam materi-materi terkait dalam mata pelajaran. Siswa pada jenjang
SMA informasi potensi sumber saya alam dapat terintegrasi ke dalam materi
pelajaran. Melalui pemberian materi tersebut dapat memberikan keuntungan yaitu,
siswa memahami tentang sebaran potensi-potensi sumber daya alam yang ada di
wilayah sekitar mereka sehingga proses pembelajaran menjadi kontekstual. Materi
pembelajaran Geografi SMA tentang potensi-potensi sumber daya alam menjadi
bagian dari CP menganalisis, memahami, berpikir kritis dan menganalisis secara
keruangan tentang Posisi Strategis Indonesia.
Capaian pembelajaran ini dipelajari pada awal Fase E di kelas XI semester
ganjil. Materi pada Capaian Pembelajaran ini memiliki cakupan materi yang luas
karena membahas posisi strategis yang didasarkan pada letak astronomis, geografis,
dan geologis, dimana dari letak tersebut akan berpengaruh pada potensi-potensi yang
ada pada setiap wilayah yang ada di muka bumi. Pada materi posisi strategis siswa
harus memahami potensi-potensi sumber daya alam yang berada di wilayah
sekitarnya beserta pemanfaatan secara keberlanjutan dan konservasinya.
Beragamnya potensi-potensi sumber daya alam di suatu wilayah, maka siswa
membutuhkan buku ajar yang kontekstual.
Melalui pengamatan pada buku pelajaran Geografi SMA kelas XI belum ada
yang menyampaikan materi potensi-potensi sumber daya alam di wilayah secara
kontekstual. Pembelajaran kontekstual penting untuk diterapkan dalam proses
pembelajaran karena memiliki tujuan membangun kepedulian siswa terhadap
lingkungan di sekitarnya sehingga siswa akan lebih mencintai dan menjaga potensi
alam di wilayahnya. Akan tetapi jika melihat kenyataan yang ada di sekolah,
pastinya pembelajaran kontekstual akan sulit terlaksana. Pembelajaran kontekstual
mengenalkan siswa pada budaya yang ada di wilayah sekitar mereka agar mereka
mampu menjadi pewaris budaya dan menjaga eksistensi budaya dengan berfikir
kritis secara global dan mengikuti tuntutan zaman (Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2017).
Dari observasi awal di SMAN 1 Karangrejo menunjukkan siswa kurang
mampu mengidentifikasi potensi-potensi sumber daya alam yang di wilayah
Tulungagung. Kebanyakan dari siswa hanya mengetahui sumber daya alam yang ada
daerah dekat rumah mereka. Mereka juga belum mengetahui bagaimana potensi
alam yang ada di Tulungagung dimanfaatkan oleh masyarakat serta konservasinya.
Hasil wawancara dengan guru SMAN 1 Karangrejo, menyatakan belum ada buku
ajar yang membahas khusus tentang potensi-potensi alam yang ada di wilayah
sekitarnya, kebanyakan buku-buku yang tersedia di sekolah membahas tentang
potensi sumber daya alam yang secara umum tersebar di Indonesia.
Modul ajar materi posisi strategis Indonesia di SMAN 1 Karangrejo memiliki
keluasan materi dengan ranah kognitif C4 dengan KKO menganalisis. Apabila
materi yang disampaikan bersifat umum atau luas maka materi yang disampaikan
akan bersifat dangkal, ditambah dengan keterbatasan waktu yang tersedia
memungkinkan materi yang tidak tersampaikan secara keseluruhan kepada siswa.
Tujuan pembelajaran yang akan digunakan sebagai acuan dalam penelitian
pengembangan ini adalah peserta didik mampu menganalisis pengelolaan sumber
daya alam, dampak, dan permasalahannya. Wilayah negara Indonesia memiliki
kekayaan sumber daya alam yang sangat beragam, pada materi tersebut nantinya
akan dipersempit dan khusus wilayah Tulungagung agar siswa mampu mengenali
potensi sumber daya alam di wilayah sekitar mereka.
Dari uraian di atas dapat memberi gambaran bahwa pentingnya
pengembangan buku ajar Geografi yang kontekstual. Untuk itu penelitian ini akan
mengembangkan buku ajar Geografi dengan materi potensi sumber daya alam
wilayah Tulungagung sebagai buku pendamping pembelajaran. Diharapkan buku ini
mampu memberikan informasi, gambaran, dan pemahaman siswa tentang potensi
sumber daya alam di Tulungagung serta pemanfaatannya secara berkelanjutan.
B. Tujuan Penelitian
C. Spesifikasi Produk
Spesifikasi produk dari Pengembangan Buku Ajar Berbasis Kontekstual untuk
Materi Potensi Sumber Daya Alam Indonesia dan Pengaruhnya Terhadap
Kehidupan Pada Mata Pelajaran Geografi SMA Kelas XI adalah sebagai berikut:
1. Fisik buku ajar berbasis kontekstual pada sumber daya alam Tulungagung yang
dihasilkan sebagai berikut:
a. Menggunakan kertas ukuran B5 (18,3 cm x 25,7 cm).
b. Buku terdiri dari cover depan, isi buku, dan cover belakang.
c. Jenis huruf Calisto MT dengan ukuran 12pt, dan 14pt.
d. Dilengkapi dengan gambar potensi sumber daya alam Tulungagung.
e. Dilengkapi dengan barcode video potensi sumber daya alam Tulungagung
f. Bahasa yang digunakan bersifat lugas dan deskriptif.
g. Dilengkapi dengan peta persebaran potensi sumber daya alam
Tulungagung
2. Isi buku yang akan dihasilkan adalah:
a. Cover depan
b. Kata pengantar
c. Daftar isi
d. Bab I
e. Bab II
f. Bab III
g. Daftar Pustaka
h. Glosarium
i. Cover Belakang
F. Desinisi Operasional
1. Buku ajar adalah buku yang berisi tentang keseluruhan informasi dan
penjabaran materi tertentu, yang dapat dimanfaatkan sebagai buku
pendamping untuk menunjang buku pegangan siswa. Buku ajar merupakan
produk hasil dari penelitian pengembangan yang bertujuan untuk
memberikan pemahaman kepada siswa terkait dengan potensi-potensi
sumber daya alam Tulungagung serta pemanfaatannya secara berkelanjutan.
2. Berbasis kontekstual merupakan pembelajaran yang mengaitkan konsep
antara materi yang diajarkan sesuai dengan kondisi siswa sehingga dapat
mendorong pengetahuan yang dimiliki siswa dengan penerapannya dalam
kehidupan sehari hari.
3. Potensi sumber daya alam, kekuatan yang terkandung dan berasal dari alam
yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Buku Ajar
Sebagai bagian dari fasilitas dalam proses belajar mengajar di kelas tidak
dapat dilepaskan dari pendidikan dasar dan menengah (Behnke, 2021) . Tidak hanya
berguna untuk siswa sebagai aktor yang menuntut ilmu, buku ajar juga bermanfaat
bagi guru sebagai pengajar. Aspek kemanfaatan dari buku tersebut dapat dilihat dari
penggunaannya sehari-hari di kelas. Tanpa buku ajar, guru juga akan kesulitan dalam
menyampaikan materi pelajaran di kelas karena melalui buku ini, guru secara tidak
langsung juga telah dituntun untuk menyampaikan materi secara berurutan. Bahkan
dengan menggunakan buku ini, guru cenderung lebih mudah dalam menyampaikan
materi dan tidak perlu membuat kurikulum atau alur penyampaian materi secara lebih
kompleks. Di sisi lain, buku ini juga berguna bagi siswa sebagai patokan dalam
menerima materi yang disampaikan oleh guru di kelas. Dalam buku ajar pun juga
harus memuat 5 indikator penting, yaitu:
1. Belajar Mandiri
Salah satu sarana yang bisa digunakan untuk mendorong kemandirian
siswa adalah tersedianya buku ajar. Ketersediaan buku ajar tersebut biasanya
sudah difasilitasi oleh sekolah dimana siswa bisa membeli buku-buku tersebut
melalui sekolah. Di sisi lain, ada beberapa sekolah yang memang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mendapatkan buku ajar tersebut di luar sekolah
seperti di toko buku. Meskipun demikian, buku ajar yang seharusnya dimiliki
oleh siswa tersebut biasanya diseragamkan. Dengan kata lain, guru memberikan
instruksi untuk membeli buku dari penerbit dan penulis yang sudah ditentukan
karena hal tersebut juga bergantung pada kurikulum yang diberlakukan di
sekolah.
Dengan menggunakan buku ajar tersebut, siswa sebagai aktor yang
menerima pelajaran juga bisa mengetahui alur materi yang akan disampaikan di
kelas. Oleh karena itu, siswa juga bisa mempersiapkan sendiri di rumah terkait
materi yang akan disampaikan di m belajar. Sebagai contoh ketika guru mata
pelajaran tertentu berhalangan hadir di kelas, maka siswa dapat belajar secara
mandiri dengan menggunakan buku ajar.
2. Kreatif
Berpikir kreatif sangat diperlukan karena dijadikan sebagai unsur penting
untuk mengetahui pemahaman siswa terhadap materi dengan memberikan latihan
soal secara terus menerus untuk melatih kemampuan otak Menurut Fardah (2012)
bahwa penyelesaian tugas dapat dilakukan dengan adanya banyaknya cara
penyelesaian. Sehingga buku ajar yang baik adalah yang dapat mengasah kreativitas
siswanya.
Menurut (Bailin and Bailin, 1987) tujuan utama pendidikan adalah
meningkatkan pemikiran keterampilan peserta didik dan fokus mengupayakan
pengembangkan gagasan tentang berpikir kritis dan berpikir kreatif. Sebagai
pengajar berharap peserta didiknya menjadi (1) pemikir kritis yang lebih baik,
sehingga akan menyiratkan berpikir lebih efektif dalam bidang studi kurikulum (2)
memahami penalaran yang digunakan, yaitu, menilai secara mandiri dan tepat, dan
memecahkan masalah secara efektif (3) meningkatkan keterampilan berpikir dalam
berurusan dengan masalah kehidupan nyatadalam menilai informasi dan argumen
dalam sosial konteks dan membuat keputusan hidup. Konsep dari berpikir kritis dan
kreatif keduanya merupakan pencapaian pikiran. Kreativitas menguasai proses
membuat atau memproduksi, kekritisan proses menilai.
Definisi kata kreatif menyiratkan komponen kritis (misalnya, memiliki atau
menunjukkan imajinasi dan daya cipta artistik atau intelektual). Ketika terlibat dalam
pemikiran berkualitas tinggi, pikiran harus bersamaan menilai dan menghasilkan
produk yang dibuatnya.
3. Kritis
Pemikiran kritis dan kreatif adalah dua aspek yang tidak dapat dipisahkan.
Kekritisan dan kreativitas saling ketergantungan pada tingkat pemikiran yang
komplek serta tingkat pemikiran yang paling sederhana (Lloyd & Bahr, 2010) .
Sehingga dalam buku ajar juga harus dapat mengasah siswa untuk berfikir kritis.
Dengan berfikir kritis maka siswa akan lebih mengenali kondisi lingkungan tempat
tinggalnya. Dalam berpikir dibutuhkan pemikiran kritis dan kreatif. Keduanya terkait
erat untuk mencari tahu atau skeptis dengan lingkungan. Sehingga, melalui buku ajar
berbasis kontekstual ini nantinya setiap siswa akan memiliki pemikiran yang baik
akan berhasil merancang atau melahirkan, membentuk atau menciptakan, atau
menghasilkan hasil yang sesuai dengan tujuan dalam berpikir. Untuk mencapai
tujuan harus memiliki kriteria pengukuran, model, prinsip, standar, atau tes.
4. Literasi
Pengembangan buku ajar harus dapat membuat lingkungan belajar yang
kondusif. Lingkungan belajar yang kondusif dapat membantu siswa fokus dan
nyaman dalam proses pembelajaran. Buku ajar yang menyertakan dengan kemajuan
teknologi dalam pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan siswa
mengembangkan literasi mereka (Arohman et al., 2016) . Kemampuan literasi yang
baik nantinya akan mendorong diskusi dan refleksi. Diskusi dan refleksi dapat
membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang apa yang
mereka baca. Orang tua dan pendidik dapat mengajak siswa berdiskusi tentang buku
atau artikel yang mereka baca, serta membantu mereka merumuskan pertanyaan dan
opini mereka sendiri.Memberikan umpan balik dan dukungan.
Umpan balik dan dukungan dari pendidik sangat penting untuk membantu
siswa meningkatkan kemampuan literasi mereka. Orang tua dan pendidik dapat
memberikan umpan balik yang konstruktif dan memberikan dukungan pada siswa
dalam proses belajar. Dengan kemampuan literasi yang dimiliki siswa secara tidak
sadar dapat menambah wawasan kita mulai dari kosa kata, frasa yang baru,
keterampilan menulis, pemecahan masalah, dan pembelajaran yang kognitif untuk
membantu mengembangkan dasar yang kuat untuk pembelajaran di masa depan.
B. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru
mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia nyata siswa dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapan dalam kehidupan sehari-hari (Hosnan, 2014). Menurut Patarani, dkk (2013: 7)
langkah-langkah model pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL) “yaitu:
(1) Kegiatan apersepsi, (2) Pemodelan (Modelling), (3) Konstruktivisme
(Constructivism), (4) Inkuiri, (5) Masyarakat Belajar, (6) Penilaian Nyata, (7) Bertanya,
(8) Refleksi (Reflection), (9) Pemberian umpan balik”. Adapun prinsip pembelajaran
kontekstual yang akan dimasukkan ke dalam pengembangan buku ajar ini adalah sebagai
berikut:
1. Modelling (Pemodelan)
Modelling (pemodelan) adalah contoh yang bisa ditiru dalam sebuah pembelajaran.
Pemodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai
contoh yang dapat ditiru oleh setiap Modeling merupakan azas yang cukup penting
dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari
pembelajaran yang teoritis (abstrak) yang dapat memungkinkan terjadinya
verbalisme (Sanjaya, 2006:267). Konsep pemodelan (modeling), dalam CTL
menyarankan bahwa pembelajaran ketrampilan dan pengetahuan tertentu diikuti
dengan model yang bisa ditiru siswa. Cara pembelajaran seperti ini, akan lebih cepat
dipahami siswa dari pada hanya bercerita atau memberikan penjelasan kepada siswa
tanpa ditunjukan model atau contohnya (Muslich, 2009:46).
2. Eksplorasi
Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam pembelajaran kontekstual adalah
tahap eksplorasi. Pada tahap eksplorasi, siswa melakukan percobaan. Siswa berusaha
mencari tahu dan membangun pengetahuannya sendiri. Guru hanya berperan seagai
fasilitator dan buku ajar disajikan sebagai sarana pendukung utama dalam belajar dan
melakukan eksplorasi materi pada saat siswa melakukan kegiatan pembelajaran.
3. Learning Community
Didasarkan pada pendapat Vygotsky, bahwa pengetahuan dan pemahaman
anak banyak dibentuk oleh komunikasi dengan orang lain. Permasalahan tidak
mungkin dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Konsep
masyarakat belajar (Learning Comunity) dalam CTL hasil pembelajaran diperoleh
melalui kerja sama dengan orang lain, teman, antar kelompok, sumber lain dan
bukan hanya guru (Sanjaya, 2006:267). Muslich (2009:46) mengemukakan konsep
masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh
melalui kerjasama dengan orang.
4. Inquiry (Menemukan)
Menemukan merupakan bagian inti dari pembelajaran kontekstual.
Pengetahuan dan keterampilan proses diharapkan siswa melalui proses “penemuan”
sendiri, dan bukan hasil mengingat atau menghafal seperangkat fakta-fakta melalui
pemberian informasi di dalam buku ajar.
5. Kontrukstivisme
Konstruktivisme merupakan landasan filosofi pembelajaran kontekstual bahwa
pengetahuan dibangun dalam pikiran orang yang belajar. Pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta, konsep, prinsip, atau kaidah-kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata. Para konstrruktivisme akan memandang
bahwa belajar adalah proses menjadi tahu, bukan proses dari tidak tahu menjadi tahu.
Seperti yang dikmukakan oleh Zahorik, 1995 bahwa terdapat lima elemen yang perlu
diperhatikan dalam peraktik pembelajaran kontekstual, salah satunya adalah
pengaktifan pengetahuan yang telah dimiliki siswa (activiting knowledge).
Sesuai dengan pandangan konstruktivis, pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya akan menjadi kerangka logis yang menstransformasi,
mengorganisasi dan menginterpretasi pengalaman siswa sehingga siswa dapat
mengkonstruksi pengetahuan baru.
6. Refleksi
Refleksi merupakan cara berfikir tentang apa yang dipelajari atau berfikir ke
belakang tentang apa yang sudah dilakukan selama kegiatan pembelajaran. Dalam
hal ini buku ajar yang dikembangkan harus dapat mengajak siswa untuk melakukan
refleksi terhadap materi yang sudah di pelajari di dalam buku ajar. Dengan demikian,
refleksi dapat membantu siswa dapat membuat hubungan anatara pengetahuan awal
yang dimili dengan pengalaman baru yang diperoleh dari buku ajar yang dibacanya.
7. Autentic Assessment (Penilaian Autentik)
Penilaian atau assessment merupakan bagian penting dalam sebuah pembelajaran.
Dengan assessment kita dapat memperoleh informasi terhadap keseluruhan kegiatan
pembelajaran yang dilakukan oleh siswa. Dengan asessmen juga dapat mengetahui
sejauh mana pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari dalam materi yang
disajikan di dalam buku ajar.
C. Model Pengembangan ADDIE
Model pengembangan ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carey pada tahun
1996 bertujuan untuk merancang sistem pembelajaran, termasuk di dalamnya adalah
pengembangan pembelajaran. Model pengembangan ADDIE secara detil terdiri dari 5
langkah, yaitu Analysis, Design, Development or Production, Implementation or
Delivery and Evaluation (Mohamed Abdelmohsen, 2020) . Buku ajar menjadi bagian
yang sangat penting dalam sebuah pembelajaran. Dalam buku ajar memuat teori, ide,
bahasa dan pemikiran secara kreatif yang seharusnya dapat menmberikan informasi yang
lengkap kepada penggunanya sehingga dapat memudahkan siswa untuk belajar secara
mandiri.
Model pengembangan ADDIE memuat lima langkah pengembangan yaitu analis
(analyze) bertujuan untuk menganlisis kondisi siswa serta kebutuhan belajar siswa
terutama kaitannya dengan penggunaan buku ajar ajar, desain (design), pengembangan
(development), penerapan (implementation), dan evaluasi (evaluate). Masing-masing
langkah tersebut masih dijabarkan lagi ke dalam 9 sub langkah sehingga setiap langkah
akan dijabarkan dan memudahkan dalam pengembangan. Dalam pengembangan buku
ajar, model pengembangan ADDIE memiliki siklus mulai dari analisis sampai dengan
evaluasi yang masing-masing memiliki tujuan dan fungsi yang berbeda-beda. Proses
pengembangan buku ajar perlu adanya evaluasi untuk menunjang kebutuhan revisi
sehingga nanti ada perbaikan terhadap buku ajar yang dikembangkan. Oleh karena itu
dalam model pengembangan ADDIE membutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
analisis, implementasi dan evaluasi sebelum buku ajar di diseminasikan kepada siswa
(Tracey et al., 2022).
Inovasi menjadi bagian yang penting dalam sebuah pengembangan pembelajaran
terutama dalam pengembangan buku ajar ajar, karena sumber belajar yang baik harus
memiliki keterbaruan inovasi dan menyesuaikan dengan kebutuhan dari siswa. Kepuasan
siswa terhadap penggunaan buku ajar dapat diukur dengan pemahaman mereka terhadap
konten materi yang dipelajari dalam mata kuliah yang ditempuh (berdasarkan silabus
mata kuliah), sehingga siswa dapat mengembangkan peta konsep materi yang sudah
dipelajari (Tu et al., 2021) . Oleh karena itu kerangka pengembangan ADDIE ini sangat
efektif digunakan karena dapat melibatkan dari seluruh stakeholder seperti siswa, dosen,
pakar bahasa, pakar materi ajar Mata Kuliah Geografi Tanah, dan pihak lain yang terkait
sehingga produk yang dihasilkan akan lebih baik. Selain itu, dalam model ADDIE juga
melibatkan secara aktif melibatkan pengembang dalam mencari alternatif pemecahan
masalah (Peterson, 2003).
Kerangka pengembangan ADDIE dapat digunakan oleh para pendidik untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran jarak jauh (Spatioti et al., 2022) . Sehingga
dengan pengembangan buku ajar yang baik akan membantu siswa untuk belajar secara
mandiri. Penyajian buku ajar harus bisa disertai dengan pemanfaatan teknologi dalam
pendidikan, sesuai dengan kemampuan siswa, serta dapat membangun instruksi berfikir
siswa dalam hal ini ADDIE susuai jika diadopsi sebagai model pengembangan buku ajar
karena model ADDIE memiliki banyak kelebihan diantaranya menyajikan alur yang jelas
dan sangat efektif karena didalamnya terdapat evaluasi yang sangat penting untuk
perbaikan (Alnajdi, 2018). Berikut adalah tahapan pengembangan buku ajar berdasarkan
model pengembangan ADDIE:
1. Analisis
Langkah analisis terdiri atas, dua tahap yaitu analisis kinerja (performance analysis)
dan analisis kebutuhan (need analysis) (Branch, 2009). Tahap pertama yaitu analisis
kinerja dilakukan untuk mengetahui dan mengklasifikasikan permasalahan yang
dihadapi di sekolah berkaitan dengan penggunaan buku ajar pada materi pengelolaan
sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap kehidupan untuk Kelas XI SMA.
Kemudian, menemukan solusi dengan memperbaiki dengan mengembangkan buku
ajar berdasarkan analisis kebutuhan yang sudah dilakukan. Tahap kedua adalah
analisis kebutuhan yaitu menentukan keberadaan buku ajar yang diperlukan oleh
peserta didik untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan prestasi belajar peserta
didik.
2. Design (Desain)
Langkah kedua yang dilakukan yaitu merancang (desain), dengan menyusun
kerangka draft buku buku ajar yang akan dibuat, memasukkan tema-tema yang
sesuai dengan materi pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap
kehidupan untuk Kelas XI SMA. Pada pengembangan buku ajar desain yang dibuat
berdasarkan juga atas segi materi dan segi bahasa yang tentunya pada materi yang
dikembangkan disesuaikan dengan tema-tema kontekstual yang sesuai dengan
lingkungan tempat tinggal siswa (Spatioti et al., 2022) . Kemudian baru ke tahap
berikutnya dengan mengembangkan sebuah media pembelajaran.
3. Development (Pengembangan)
Langkah ketiga ini yaitu mengembangkan buku ajar berdasarkan rancangan media
awal. Adapun tahap-tahap yang dilakukan peneliti dalam mengembangkan buku ajar
berbasis kontekstual pada materi pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya
terhadap kehidupan untuk Kelas XI SMA adalah: 1) Menyun buku ajar berdasarkan
rancangan atau desain yang sudah dibuat sebelumnya; 2) Buku ajar dikembangkan
sesuai dengan kajian kegeografian dan bahasa yang mudah dimengerti siswa; 3)
Materi ajar yang disusun dikaitkan dengan tema-tema kontekstual berdasarkan
lingkungan tempat tinggal siswa; 4) Melakukan review terhadap buku teks yang
sudah dikembangkan kemudian melakukan validasi ahli materi dan ahli Bahasa; 5)
Memperbaiki buku ajar sesuai dengan saran dan masukan dari tim ahli materi dan
ahli bahasa sehingga terdapat perbandingan dari buku ajar awal dan buku setelah
revisi.
4. Implementation
Langkah ini yaitu melakukan implementasi buku ajar berbasis berbasis kontekstual
pada materi pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap kehidupan
untuk Kelas XI SMA dalam proses pembelajaran di sekolah. Dengan melakukan uji
coba kelompok kecil dan uji coba kelompok besar melibatkan siswa untuk
mengetahui respon siswa dan kemenarikan media pembelajaran.
5. Evaluation
Berdasarkan tahapan implementasi, buku ajar berbasis kontekstual pada materi
pengelolaan sumberdaya alam dan pengaruhnya terhadap kehidupan untuk Kelas XI
SMA perlu adanya dievaluasi. Pada tahap evaluasi dilakukan revisi akhir terhadap
produk yang dikembangkan berdasarkan saran dan masukan peserta didik yang
diberikan selama tahap implementasi (Usta & Güntepe, 2017) .
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Model Pengembangan
Penelitian ini menggunakan model pengembangan ADDIE dengan 5 alur
yang sesuai dengan pengembangan untuk menghasilkan buku ajar buku ajar berbasis
kontekstual untuk materi potensi sumber daya alam Indonesia dan pengaruhnya
terhadap kehidupan pada Mata Pelajaran Geografi SMAKelas XI. Adapun langkah
dari Model pengembangan ADDIE terdiri dari analisis, desain,
produksi/pengembangan, implementasi, dan evaluasi, dimana setiap tahapan ini terdiri
dari beberapa langkah yang nantinya disesuaikan dengan pengembangan buku ajar.
Secara umum penelitian pengembangan bertujuan untuk menghasilkan
produk baru dan menguji efektifan produk. Model pengembangan ADDIE dipilih
untuk mengembangkan buku ajar karena 1) model pengembangan ADDIE memiliki
keunggulan tahapan yang sistematis, setiap tahapan di evaluasi dan di revisi sehingga
produk yang dihasilkan valid, 2) model pengembangan ADDIE melibatkan ahli media
dan ahli materi, sehingga hasil produk telah melalui kajian terlebih dahulu, 3).
penyajian model secara sederhana dengan mengimplementasian yang runtut dan
interaktif.
1. Prosedur Pengembangan
Langkah-langkah model pengembangan ADDIE lebih jelasnya dapat dilihat pada
diagram alir pengembangan berikut:
Gambar 3.1 Bagan Diagram Alir Penelitian
Pengembangan buku ajar disusun sesuai dengan langkah-langkah dalam model
pengembangan ADDIE. Beberapa langkah dalam prosedur penelitian dan pengembangan
buku ajar tersebut antara lain:
a. Analisis
Pada tahap analisis dilakukan untuk mengetahui perlunya pengembangan buku ajar
kontekstual. Pertama dilakukan identifikasi kondisi lapangan yang kemudian dilanjut
dengan melakukan analisis kebutuhan siswa terhadap buku ajar. Peneliti melakukan
observasi dan wawancara kepada siswa kelas XI di 2 Sekolah Menengah Atas, kemudian
dengan guru Geografi SMA. Peneliti mengambil objek observasi di SMA Negeri 1
Kauman dan SMAN 1 Karangrejo. Wawancara dilakukan untuk mengetahui kondisi
pelaksanaan pembelajaran, terutama yang berhubungan kebutuhan sumber belajar yang
berupa buku pendamping yang berbasis kontekstual, kesesuaian dengan karakteristik
siswa, serta sarana prasarana di dalam kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru dan siswa, pembelajaran Geografi masih
menggunakan metode ceramah dan hanya dilengkapi Lembar Kerja Siswa (LKS) dan
siswa tidak memiliki buku ajar yang dapat digunakan sebagai sumber belajar mereka.
Hasil observasi juga menunjukkan belum ada buku ajar yang mampu menyajikan
fenomena yang mudah mereka temui di sekitar mereka. Padahal apabila mereka
mendapatkan contoh-contoh fenomena yang nyata ada di sekitar mereka maka
pembelajaran akan lebih berkesan dan bermakna. Melalui pembelajaran kontekstual
siswa dapat memiliki pengalaman dengan menghadirkan fenomena nyata ke dalam
kegiatan pembelajaran. Untuk lebih jelasanya tahapan analisis ini dapat dilihat pada
bagan berikut.
Gambar 3.2 Bagan Diagram Analisis Model Pengembangan Buku Ajar Berbasis
Kontekstual dengan Model Pengembangan ADDIE
b. Design
Tahap kedua dari pengembangan ini adalah melakukan desain media
pembelajaran. Desain media merupakan tahapan yang penting dalam pengembangan
media karena dalam tahapan ini terdapat alur dalam pembuatan media. Desain yang
dibuat akan memuat isi media dari awal sampai akhir. Pembuatan desain ini
bertujuan untuk memudahkan dalam proses pengembangan media. Desain tersebut
dapat dijelaskan dengan flow chart sebagai berikut:
c. Pengembangan (Development)
Tahap ketiga dalam model ADDIE yakni development/pengembangan. Tahap
development berisi kegiatan realisasi produk. Tahap ini merupakan lanjutan dari
tahap design dimana telah disusun kerangka/rancangan konseptual mengenai buku
ajar geografi SMA kelas XI. Pada tahap development kerangka/rancangan konseptual
tersebut dapat direalisasikan peneliti menjadi produk media pembelajaran yang siap
di uji coba. Pembuatan produk harus didasarkan pada hasil analisis dan
rancangan/design yang telah dilakukan pada tahap sebelumnya. Setelah produk telah
selesai dikembangkan kemudian dilakukan uji validasi yakni validasi media dan
validasi materi. Validasi oleh validator ahli dilakukan agar produk yang
dikembangkan lebih sempurna dan layak untuk dilanjukan ke tahap uji coba kepada
subjek.
d. Penerapan (Implementation)
Tahap Implementation merupakan tahap keempat dalam model ADDIE. Tahap ini
berisi kegiatan uji coba/implementasi atas produk yang telah dikembangkan. Pada
tahap ini peneliti melakukan uji coba pada subjek penelitian yakni sebagian siswa
kelas XI SMAN 1 Karangrejo Tulungagung. Implementasi menggunakan dua kelas
yaitu kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk melihat pengaruh penggunaan buku
ajar potensi sumber daya alam.
e. Evaluasi
Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari model pengembangan ADDIE.
Evaluasi bertujuan untuk menganalisis hasil pengembangan dan implementasi dari
produk dan memberikan nilai dalam pengembangan buku ajar potensi sumber daya
alam oleh validator dan subjek penelitian. Ada dua tahapan dalan evaluasi yaitu
evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif berorientasi pada tingkat
kelayakan buku ajar yang dikembangkan. Sedangkan evaluasi sumatif berorientasi
pada tingkat efektivitas buku ajar digunakan sesuai dengan tujuan dan sasaran
pembelajarannya.
2. Perlakuan Eksperimen
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur pemahaman siswa terhadap materi
antara kelas eksperimen dan kontrol. Pengukuran ini bertujuan untuk mengukur
tingkat efektivitas buku ajar potensi sumber daya alam secara kontekstual. Secara
umum perlakuan diberikan dalam beberapa tahapan pelaksanaan kegiatan
eksperimen.
Tahapan pertama adalah memberikan pretest pada kelas eksperimen yang
belajar menggunakan media pengembangan dan kelas kontrol yang menggunakan
metode pembelajaran konvensional. Pretest dilakukan untuk mengetahui
kemampuan awal siswa sebelum melakukan kegiatan pembelajaran. Kegiatan pretest
dilakukan dengan memberikan tes yang mendorong siswa berpikir kritis.
Tahapan kedua adalah kegiatan belajar. Kelas eksperimen menggunakan buku
ajar. Kelas kontrol menggunakan model konvensional. Kegiatan kontrol dilakukan
dengan melakukan pembelajaran konvensional melalui ceramah dan tanya jawab.
Tahapan ketiga adalah melakukan kegiatan post-test. Kegiatan tersebut
bertujuan untuk mengetahui kemampuan akhir siswa setelah dilakukan perlakuan.
Instrumen tes yang diberikan kepada kelas eksperimen dan kontrol sama yakni
instrumen tes kemampuan berpikir kritis siswa. Selanjutnya hasil post-test dikurang
dengan nilai pretest akan menghasilkan gain score. Normalized gain atau N-gain
score bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan suatu metode atau
perlakuan (treatment) tertentu. Uji N-gain score dilakukan dengan cara menghitung
selisih antara nilai pretest dan nilai posttest. Dengan menghitung selisih antara nilai
pretest dan posttest atau gain score tersebut, kita akan dapat mengetahui apakah
penggunaan atau penerapan suatu metode tertentu dapat dikatakan efektif atau tidak.
Adapun normalized gain atau N-gain score dapat kita hitung dengan
berpedoman pada rumus di bawah ini.
skor Posttest−skor pretest
N Gain ¿
Skor ideal−skor pretest
Keterangan: Skor Ideal adalah nilai maksimal (tertinggi) yang dapat diperoleh.
Kategorisasi perolehan nilai N-gain score dapat ditentukan berdasarkan nilai
N-gain maupun dari nilai N-gain dalam bentuk persen (%). Adapun pembagian
kategori perolehan nilai N- gain dapat kita lihat pada tabel berikut.
Tabel 3.4 Klasifikasi N-Gain
Nilai N-Gain Kategori
g > 0,7 Tinggi
0,3 ≤ g ≤ 0,7 Sedang
g< 0,3 Rendah
Sumber: Melzer (dalam Syahfitri: 2008)
Tabel 3.5 Klasifikasi N-Gain Dalam Presentase
Presentase % Kategori
< 40 Tidak Efektif
40 - 55 Kurang Efektif
56 - 75 Cukup Efektif
> 76 Efektif
Sumber: Hake (dalam Sundayana:2015)
Instrumen tes yang digunakan berupa soal pemahaman materi. Data yang
diperlukan di dalam penelitian ini didapat setelah mendapatkan perlakuan, maka
siswa tersebut maka harus diadakan tes, baik tes di awal (pretest) maupun di akhir
(post-test). Adapun tes yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
a) Tes awal (pretest) untuk mengetahui atau mengukur kemampuan awal dari
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.
b) Tes akhir (post-test) diberikan untuk mengetahui kemampuan siswa setelah
diberikan perlakukan pada kedua kelompok tersebut
Bahan tes diambil dari materi pelajaran Geografi SMA Kelas XI semester
ganjil, pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini adalah letak strategis
Indonesia. Tes yang digunakan berupa tes dalam bentuk uraian yang terdiri dari lima
butir soal. Adanya sebuah pedoman pemberian skor dimaksudkan agar terjadinya
hasil yang objektif, karena setiap langkah jawaban yang dinilai pada jawaban
pesertaa didik berpatokan pada pedoman yang jelas sehingga dapat mengurangi
kesalahan pada penilaian.
Adapun tabel klasifikasi hasil tes disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.6 Klasifikasi Kemampuan Berpikir Kritis
Rentangan Nilai Kualifikasi
76-100 Tinggi
51-75 Cukup Tinggi
26-50 Rendah
<25 Cukup Rendah
Sumber: Dokumentasi Penelitian 2023
Pada instrumen penelitian ini juga terdapat uji coba instrumen penelitian yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan instrumen dalam mengukur kemampuan
variabel yang ada di dalam penelitian. Proses uji coba instrumen penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui kesesuaian soal dengan tujuan belajar atau indikator,
ketetapan jumlah soal, dan kebenaran konsep yang digunakan.
Uji coba instrumen ini dilakukan sebelum instrumen diberikan kepada kelas
eksperimen maupun kontrol. Uji coba instrumen dalam penelitian ini meliputi uji
validitas dan uji reabilitas yang akan diuraikan sebagai berikut:
1. Validitas
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau
kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2016). Uji validitas dilakukan dengan tujuan
untuk menentukan kevalidan atau ketepatan pada sebuah instrumen sehingga dapat
diketahui butir soal yang dapat digunakan dan butir soal yang tidak dapat digunakan.
Teknik pengujian yang digunakan untuk menguji validitas pada penelitian ini
adalah menggunakan korelasi product moment pearson. Analisis ini dilakukan
dengan cara mengkorelasikan antara skor butir soal dengan skor soal total.
Perhitungan validitas ini menggunakan bantuan program SPSS (Statistical Package
for the Social Sciences) versi 23 for windows. Kriteria pengujiannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3.7 Kriteria Validitas Item Soal
Koefisien Koreksi Klasifikasi
0,800 – 1,000 Sangat Valid
0,600 – 0,799 Valid
0,400 – 0,599 Cukup Valid
0,200 – 0, 399 Kurang Valid
0,00 – 0, 199 Tidak Valid
Sumber: Purwanto (2014)
2. Reliabilitas
Reliabilitas merupakan derajat konsistensi data yang bersangkutan. Reliabilitas
berkenaan dengan pertanyaan apakah suatu data dapat dipercaya sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan. Instrumen yang sudah dipercaya atau reliabel, akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Suatu data dapat dikatakan reliabel
apabila memperoleh hasil yang sama jika diujikan dalam kelompok yang sama pada
waktu yang berbeda. Tujuan dari diketahuinya suatu tes uraian reliabel atau tidak
dapat menggunakan cara cronbach alpha pada program SPSS dengan berpedoman
pada tabel r product moment dengan taraf signifikan sebesar 5% Terdapat dua alasan
peneliti menggunakan uji Cronbach’s Alpha, yang pertama adalah karena teknik ini
merupakan teknik pengujian konsistensi instrumen yang paling sering digunakan
(Bryman dan Bell, 2007). Alasan kedua yaitu dengan melakukan uji Cronbach’s
Alpha, maka terdeteksi indikator-indikator yang tidak konsisten (Malhotra, 2012).
Berikut ini merupakan kriteria reliabilitas soal.
Tabel 3.8 Kriteria Reliabilitas Soal
Nilai Reliabilitas Kriteria
0,00 – 0,20 Sangat Rendah
0,21 – 0,40 Rendah
0,41 – 0,60 Cukup
0,61 – 0,80 Tinggi
0,81 – 1,00 Sangat Tinggi
Sumber: Purwanto (2014)
Adjat, Sakri. 2008. Cara Menulis Buku Ajar ITB, Cet X, Bandung: Bumi Aksara.
Arifin, Z. 2009. Evaluasi Pengembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Daryanto. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Penerbit Gava Media.
Degeng, 2001. Teori Belajar Strategi Pembelajaran, Cet I, Surabaya: Citra Raya.
Hartanto, Wiwin. 2016. Penggunaan E-Learning Sebagai Media Pembelajaran. Jurnal
Pendidikan Ekonomi: Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, Ilmu Ekonomi dan Ilmu
Sosial, 10 (1).
Heinich M., R., Michael, & Russel, J. D. 1985. Instructional Media. USA: John Wiley
and Sons, Inc.
John D. Latuheru. 1988. Media Audio Visual Untuk PEngajaran, Penerangan,
Penyuluhan. Jakarta: Depdikbud.
Lubis S. 2004. Teknik Penulisan Ilmiah Populer. e-USU Reporsitory: Bandung.
Mertasari, Ni Made. 2022. Summative Evaluation of ITC-Based Learning Media.
Jurnal of Education Research And Evaluation: Universitas Pendidikan Ganesa.
Miarso, Yusufhadi, Sadiman, Arief S., Suhedi., Suleiman., Habib, Zamris., Rahadjo,
R., Susanto, Djoko., &nHariandja, L. 1986. Teknologi Komunikasi Pendidikan.
Jakarta: Rajawali.
Mintowati, M. 2003.Panduan Penulisan Buku Ajar. Depdikbud.
Nababan, Novianti. 2020. Hubungan Minat Membaca Dengan Prestasi Belajar Siswa
Kelas IV SD Negeri Kanopan Tahun Ajaran 2019/2020. Universitas Quality.
Petty dan Geene, Developing Language Skill In The Elementary Schools, Diakses Dari
Internet, Tanggal 25/10/2022 www.google.com.
Purwanto. 2010. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sumarmi. 2012. Model-Model Pembelajaran Geografi. Malang: Aditya Media
Publishing.
Alnajdi, S. M. (2018). The Effectiveness of Designing and Using a Practical Interactive
Lesson based on ADDIE Model to Enhance Students’ Learning Performances in
University of Tabuk. Journal of Education and Learning, 7(6), 212.
https://doi.org/10.5539/jel.v7n6p212
Arohman, M., Saefudin, & Priyandoko, D. (2016). Kemampuan Literasi Sains Pada
Pembelajaran Ekosistem. Jurnal FMIPA Universitas Pendidikan Indonesia ISSN : 2528-
5742, 13(1), 90–92.
Behnke, Y. (2021). Well Designed Digital Textbooks-Users’ Requirements. Textbooks and
Educational Media: Perspectives from Subject Education: Proceedings of the 13th
IARTEM Conference 2015, Berlin, 180–192. https://doi.org/10.1007/978-3-030-80346-
9_14
Branch, R. M. (2009). Approach, Instructional Design: The ADDIE. In Department of
Educational Psychology and Instructional Technology University of Georgia. Springer.
Hosnan. (2014). Implementasi Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21 .
Ghalia Indonesia.
Lloyd, M., & Bahr, N. (2010). Thinking Critically about Critical Thinking in Higher
Education. Journal for the Scholarship of Teaching & Learning, 4(2), 1–16.
Mohamed Abdelmohsen, M. (2020). The Development and Validation of a Module on
Enhancing Students’ Critical Thinking, Collaboration and Writing Skills. SAR Journal -
Science and Research, 3(4), 166–177. https://doi.org/10.18421/sar34-04
Peterson, C. (2003). Bringing ADDIE to life: instructional design at its best - learning &
technology library (LearnTechLib). Journal of Educatioanal Multimedia and
Hypermedia, 12(3), 227–241. http://www.learntechlib.org/p/2074/
Spatioti, A. G., Kazanidis, I., & Pange, J. (2022). A Comparative Study of the ADDIE
Instructional Design Model in Distance Education. Information (Switzerland), 13(9), 1–
20. https://doi.org/10.3390/info13090402
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Tracey, M. W., Baaki, J., Budhrani, K., & Shah, S. (2022). “Behind the curtain”: exploring
how instructional design teams function to complete design and development.
International Journal of Technology and Design Education, 32(5), 2853–2871.
https://doi.org/10.1007/s10798-021-09715-0
Tu, J. C., Zhang, X., & Zhang, X. Y. (2021). Basic courses of design major based on the addie
model: Shed light on response to social trends and needs. Sustainability (Switzerland),
13(8). https://doi.org/10.3390/su13084414
Usta, N. D., & Güntepe, E. T. (2017). Pre-Service Teachers’ Material Development Process
Based on the ADDIE Model: E-book Design. Journal of Education and Training Studies,
5(12), 199. https://doi.org/10.11114/jets.v5i12.2820