Anda di halaman 1dari 48

PENGEMBANGAN LEMBAR KERJA SISWA

BERMUATAN ETNOSAINS MATERI LARUTAN


PENYANGGA UNTUK MENINGKATKAN
LITERASI SAINS SISWA SMA

PROPOSAL TESIS
diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Magister Pendidikan

Oleh
Agnes Ariningtyas
0402515046

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN


ALAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
TAHUN 2016

1
1. Judul
Pengembangan Lembar Kerja Siswa Bermuatan Etnosains Materi Larutan
Penyangga Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA

2. Latar Belakang
Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan
manusia. Kegiatan belajar dapat mengembangkan potensi-potensi yang dibawa
sejak lahir. Komponen-komponen yang ada dalam kegiatan belajar di antaranya
adalah guru, siswa dan masyarakat beserta dengan budaya yang berkembang
dalam masyarakat tersebut. Seorang guru dituntut mempunyai pengetahuan,
keterampilan, dan sikap yang profesional dalam membelajarkan siswa-siswanya.
Pendidikan bukanlah hanya penerapan teori belajar dan pembelajaran di
ruang kelas, tetapi pendidikan juga diharapkan mampu membuat siswa
mengetahui informasi terjadinya proses ilmu pengetahuan dan fakta dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga siswa diharapkan mampu mengaplikasikan ilmu
pengetahuan dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, pencapaian siswa dalam
pengetahuan dan keterampilan sains diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pendidikan yang ada di Indonesia.
Pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk
membelajarkan siswa dalam belajar memperoleh dan memproses pengetahuan,
keterampilan, dan sikap (Zaini, 2008). Secara konsepsional kegiatan pembelajaran
harus dekat dengan lingkungan. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran
seharusnya memanfaatkan secara optimal potensi lingkungan agar lebih
bermakna. Tetapi pada kenyataannya hal ini belum selalu dilakukan oleh guru.
Pembelajaran yang berlangsung saat ini cenderung tidak kontekstual. Potensi
lingkungan setempat khususnya budaya lokal, tidak dimanfaatkan guru secara
optimal dalam proses pembelajaran. Pembelajaran cenderung hanya
mengutamakan pengembangan aspek intelektual dengan buku teks pegangan guru
menjadi sumber belajar utama.
Sebagai seorang pendidik dituntut secara kreatif mendesain suatu bahan
ajar yang memungkinkan peserta didik secara langsung memanfaatkan sumber

2
belajar yang tersedia (Prastowo, 2012). Salah satunya dengan membuat Lembar
Kerja Siswa (LKS). Sesuai penelitian Trnova (2014) guru menciptakan modul
baru yang merupakan ekspresi komprehensif kreativitas guru dan mengubah gaya
mengajar dengan menegaskan kegiatan yang lebih berpusat pada siswa,
menghibungkan dengan kehidupan nyata, pertanyaan terbuka, dan dorongan
berpikir kreatif.
Lembar Kerja Siswa harus dapat memandu peserta didik untuk melakukan
kegiatan tertentu berkaitan dengan indicator yang akan dicapai, sehingga pada
akhir kegiatan peserta didik dapat menguasai satu atau lebih kompetensi dasar dan
dapat mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna. Sesuai dengan hasil
penelitian Hilyana (2013), LKS yang dikembangkan dapat meningkatkan
kompetensi memecahkan masalah, bekerja sama dan berkomunikasi.
Pembelajaran berpendekatan etnosains berlandaskan pandangan
konstruktivisme yang mengutamakan penciptaan makna. Sayakti (2003)
menekankan pentingnya pembelajaran menggunakan konsep lingkungan dan
budaya, khususnya budaya lokal sebagai sumber belajar agar hasil belajar lebih
bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang bermakna merupakan pembelajaran
yang dikemas sesuai dengan karakteristik siswa.
Menurut Yusuf (2012: 2), menghadapi kehidupan abad ini, siswa perlu
literate terhadap sains. Literate terhadap sains seperti kemampuan berbahasa,
matematika, dan sains sebagai kemampuan dasar minimal agar mereka dapat
bertahan dalam kehidupan yang semakin kompleks dan kompetitif ini. Literate
menurut Echol&Shadily (1993: ), berasal dari kata literacy yang berarti “melek”.
Literate terhadap sains ini penting dikuasai oleh siswa dalam kaitannya dengan
cara mereka dapat memahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan
masalah-masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang sangat
bergantung pada teknologi dan kemajuan serta perkembangan ilmu pengetahuan.
Literate dalam sains ini dikenal dengan literasi sains.
Tingkat literasi sains siswa, dapat dinilai salah satunya melalui program
internasional yang diselenggarakan oleh Organization for Economic Co-operation
and Development (OECD) melalui program PISA. PISA diselenggarakan setiap

3
tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan
seterusnya. Indonesia mulai berpartisipasi dari tahun 2000. Pada tahun 2000 studi
PISA diikuti sebanyak 41 negara, sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi
40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Tujuan PISA adalah
untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa sekolah
berusia 15 tahun di negara-negara peserta. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat
diperoleh antara lain adalah untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa
Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di negara lain dan
faktor-faktor yang mempengaruhinya. Oleh karena itu, hasil studi ini diharapkan
dapat digunakan sebagai masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan
mutu pendidikan.
Berdasarkan observasi awal di SMAN 1 Ungaran melalui penyebaran
angket kepada siswa kelas XI-1 IPA tahun ajaran 2015/2016 didapatkan
informasi, bahwa selama ini pembelajaran kimia masih berkutat pada ranah
kognitif. Banyak siswa masih buta ilmu untuk mengaplikasikan materi pelajaran
kimia dalam kehidupan sehari-hari, karena siswa belajar dengan menghafal materi
dan rumus tanpa memahami konsep, sehingga perlu dikembangkan pembelajaran
yang dapat meningkatkan literasi sains siswa. Di sisi lain, hasil wawancara guru
kimia di SMA N 1 Ungaran, guru sangat memerlukan LKS yang dirancang sesuai
dengan model pembelajaran yang diamanatkan kurikulum dan sesuai dengan
kebutuhan siswa, karena bahan ajar yang digunakan masih berupa buku paket dan
LKS dari penerbit tertentu yang isinya hampir sama dalam tiap tahunnya. Dalam
hal ini terlihat bahwa buku ajar dan lembar kerja siswa yang digunakan siswa
sebagai sumber belajar belum dikembangkan oleh guru.
Literasi sains siswa bergantung pada kreativitas pembelajaran yang
dilaksanakan di dalam kelas. Motivasi guru terhadap siswa, baik secara verbal,
maupun nonverbal, mempengaruhi minat siswa dalam memperbanyak literasi
sains-nya. Dengan demikian, guru juga hendaknya memberikan literasi sains yang
efektif bagi pembelajaran sains, terutama kimia, misalnya mengembangkan
Lembar Kerja Siswa kimia buatan guru sendiri.

4
Pengembangan Lembar Kerja Siswa bermuatan etnosains sangat
diperlukan untuk meningkatkan literasi sains siswa, karena dengan menggali
konsep, aplikasi dan proses sains, siswa dapat mengaplikasi ilmu yang diajarkan
di sekolah dan mengetahui fakta-fakta sains dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga siswa dapat “melek” ilmu pengetahuan.
Salah satu subtopik menarik dalam pembelajaran kimia SMA adalah
pokok bahasan larutan penyangga. Larutan penyangga (buffer) adalah larutan
yang terdiri dari (1) asam lemah atau basa lemah dan (2) garamnya; kedua
komponen itu harus ada. Larutan ini mampu melawan perubahan pH dengan
adanya penambahan sedikit asam atau sedikit basa (Chang, 2005:156). Aplikasi
larutan penyangga dalam kehidupan sehari-hari sangat banyak, namun, pada
kenyataannya, kecenderungan yang terjadi adalah siswa kurang memahami,
bahwa produk-produk tersebut adalah aplikasi larutan penyangga. Dengan
demikian, diperlukan literasi yang cukup untuk memberikan gambaran kepada
siswa agar siswa mampu memahami dan menguasai subtopik ini dengan
memaksimalkan apa yang tersedia.
Dalam pembelajaran menggunakan Lembar Kerja Siswa kimia bermuatan
etnosains, tentulah siswa diarahkan dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD
(cooperative learning). Dengan pembelajaran ini, siswa diarahkan untuk
membangun hubungan yang positif, baik antarsiswa, maupun siswa dengan guru.
Terciptanya hubungan positif ini dapat membantu siswa untuk lebih memahami
materi dengan cara diskusi, saling memberikan dukungan, koreksi, dan kerja sama
yang efektif dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. Dengan demikian,
diharapkan semua siswa dapat memahami dan menguasai materi dengan tingkatan
yang sama.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis terdorong untuk
mengembangkan suatu Lembar Kerja Siswa kimia materi Larutan Penyangga
bermuatan etnosains untuk meningkatkan literasi sains siswa. Penulis pun
berupaya dengan mengadakan penelitian pengembangan yang berjudul
“Pengembangan Lembar Kerja Siswa Bermuatan Etnosains Materi Lariutan
Penyangga Untuk Meningkatkan Literasi Sains Siswa SMA”.

5
3. Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan peneliti di SMA N 1 Ungaran,
identifikasi masalah yang diperoleh yaitu :
1. Buku subjek pembelajaran masih kurang dalam penanaman konsep, sehingga
dalam pembelajaran siswa lebih berfokus pada guru, karena lebih banyak
menghafal materi dan rumus
2. Siswa banyak yang belum mengetahui aplikasi materi pelajaran kimia dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga perlu dikembangkan pembelajaran yang dapat
meningkatkan literasi sains siswa
3. Belum adanya Lembar Kerja Siswa kimia bermuatan etnosains dalam
pembelajaran kimia di SMA N 1 Ungaran yang mencakup aspek literasi sains.

4. Cakupan Masalah
Untuk membatasi masalah dan menghindari kesalahpahaman terhadap istilah yang
ada dalam penelitian ini, maka perlu dikemukakan cakupan masalah. Adapun
cakupan masalah berdasarkan judul penelitian ini adalah:
1. Lembar Kerja Siswa merupakan suatu bahan ajar cetak berupa lembaran berisi
tugas yang didalamnya berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan
tugas. Lembar kerja siswa dapat berupa panduan untuk latihan pengembangan
aspek kognitif maupun panduan untuk pengembangkan semua aspek
pembelajaran dalam bentuk panduan eksperimen dan demonstrasi (Prastowo,
2012).
2. Etnosains adalah cabang pengkajian budaya yang berusaha memahami
bagaimana pribumi memahami alam mereka. Pribumi biasanya memiliki
ideologi dan falsafah hidup yang mempengaruhi mereka mempertahankan
hidup (Henrietta: 1998). Dalam penelitian ini etnosains diimplementasikan
dalam LKS bermuatan etnosains dengan cara memasukkan budaya, yang
berkembang di masyarakat ke dalam pembelajaran larutan penyangga,
kemudian membahas proses-proses yang terjadi.
3. Penelitian ini meneliti tiga aspek literasi sains, yaitu aspek isi, aspek proses,
aspek konteks sebagai hasil belajar

6
4. Pengukuran hasil belajar pada ranah kognitif dengan menggunakan
pengukuran aspek isi dan aspek konteks, aspek isi diukur melalui soal pilihan
ganda dan aspek konteks diukur melalui soal essay
5. Pengukuran hasil belajar pada ranah psikomotorik melalui observasi
digunakan untuk mengukur aspek proses sains siswa
6. Bentuk Lembar Kerja Siswa kimia materi larutan penyangga bermuatan
etnosains yang valid dan efektif untuk mengukur literasi sains.

5. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang menjadi fokus pada penelitian ini yaitu:
1. Apakah Lembar Kerja Siswa kimia bermuatan etnosains valid untuk
pembelajaran materi larutan penyangga?
2. Apakah Lembar Kerja Siswa kimia bermuatan etnosains materi larutan
penyangga yang dikembangkan dapat meningkatkan literasi sains siswa SMA?
3. Bagaimanakah respon siswa terhadap Lembar Kerja Siswa kimia bermuatan
etnosains materi larutan penyangga yang dikembangkan?

6. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan rumusan masalah
di atas, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengembangkan Lembar Kerja Siswa bermuatan etnosains materi larutan
penyangga untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA
2. Menganalisis peningkatan literasi sains siswa melalui Lembar Kerja Siswa
bermuatan etnosains materi larutan penyangga yang dikembangkan
3. Menganalisis respon siswa terhadap Lembar Kerja Siswa bermuatan etnosains
materi larutan penyangga yang dikembangkan.

7. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian pengembangan modul kimia ini dapat memberikan banyak
manfaat yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung bagi

7
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang pendidikan. Manfaat yang
dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan secara teoritis dapat menghasilkan beberapa
prinsip-prinsip dalam pembelajaran yang berkontribusi terhadap pengembangan
literasi sains siswa serta menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang
pendidikan terutama pada jenjang SMA.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah produk (perangkat
pembelajaran) sebagai bahan masukan guru dalam mengembangkan dan
meningkatkan literasi sains siswa, serta dapat memberikan kontribusi kepada
pihak sekolah untuk menyiapkan lulusan SMA yang memiliki kemampuan literasi
sains seperti kemampuan berbahasa, matematika, dan sains sebagai kemampuan
dasar minimal yang dapat bertahan dalam kehidupan yang semakin kompleks dan
kompetitif, dan secara tidak langsung menciptakan lulusan SMA yang berkualitas.

8
8. Kajian Pustaka
8.1 Belajar
Belajar, perkembangan, dan pendidikan merupakan suatu hal yang
menarik untuk dipelajari. Ketiga gejala tersebut terkait dengan proses
pembelajaran. Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu
proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hampir semua ahli telah merumuskan dan
membuat tafsiran tentang "belajar" diantaranya: Belajar adalah suatu proses yang
ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil
dari proses belajar dapat ditunjukkan dengan berbagai bentuk, seperti dalam
bentuk pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, ketrampilan, kecakapan
dan kemampuan, daya kreasi, daya penerimaan, dan lain-lain yang ada atau terjadi
pada individu tersebut (Sudjana, N. 2004:28).
Menurut Benjamin Bloom dalam Sudjana, N. (2004:50-54) belajar adalah
perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif (yaitu pengetahuan, ingatan,
pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi), ranah afektif (yaitu
penerimaan, reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi) serta ranah
psikomotorik (yaitu gerakan refleks, ketrampilan gerakan dasar, kemampuan
ketepatan, gerakan-gerakan skill dan gerakan ekspresif dan interpretatif).

9
Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto
2003:2).
Dari beberapa definisi tentang belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa
belajar adalah suatu kegiatan yang mengakibatkan terjadinya perubahan dalam
diri seseorang baik itu mengenai pengetahuan atau sikap yang mencakup tiga
aspek yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Belajar senantiasa
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan dengan serangkaian kegiatan,
misal membaca, mengamati, mendengarkan, meniru, dan sebagainya.

8.2 Lembar Kerja Siswa Bermuatan Etnosains


Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran yang berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik. LKS biasanya berupa petunjuk, langkah untuk
menyelesaikan suatu tugas, suatu tugas yang diperintahkan dalam lembar kegiatan
harus jelas kompetensi dasar yang akan dicapainya.(Depdiknas; 2004;18). Trianto
(2008 :148) mendefinisikan bahwa Lembar Kerja Siswa adalah panduan siswa
yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan dan pemecahan masalah.
Menurut pengertian di atas maka LKS berwujud lembaran berisi tugas-
tugas guru kepada siswa yang disesuaikan dengan kompetensi dasar dan dengan
tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Atau dapat dikatakan juga bahwa LKS
adalah panduan kerja siswa untuk mempermudah siswa dalam pelaksanaan
kegiatan pembelajaran.
Tujuan Lembar Kerja Siswa (LKS) dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai berikut a) menyajikan bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk
berinteraksi dengan materi yang diberikan; b) menyajikan tugas-tugas yang
meningkatkan penguasaan peserta didik terhadap materi yang telah diberikan; c)
melatih kemandirian belajar peserta didik; dan d) memudahkan pendidik dalam
memberikan tugas kepada peserta didik. (Prastowo, 2012)
1

Kegunaan Lembar Kerja Siswa (LKS) yaitu a) memberikan pengalaman


kongkret bagi siswa; b) membantu variasi belajar; c) membangkitkan minat siswa;
d) meningkatkan retensi belajar mengajar; dan e) memanfaatkan waktu secara
efektif dan efisien (Hadi Sukamto, 1992/1993:2)
Pembelajaran berpendekatan Etnosains menurut Pannen dalam Sardjiyo
(2005) merupakan salah satu cara yang dipersepsikan dapat:
1. Menjadikan pembelajaran bermakna dan kontekstual sangat terkait dengan
komunitas budaya di mana suatu bidang ilmu dipelajari dan akan
diterapkan, serta dengan komunitas budaya dari mana siswa berasal.
2. Menjadikan pembelajaran menarik dan menyenangkan. Kondisi belajar
yang memungkinkan terjadinya penciptaan makna secara kontekstual
berdasarkan pada pengalaman awal siswa sebagai seorang anggota suatu
masyarakat budaya merupakan salah satu prinsip dasar dari teori
konstruktivisme.
Teori Konstrukstivisme dalam pendidikan berkembang dari hasil
pemikiran Vygotsky (dalam Dahar: 1989) tentang Social and Emancipatory
Contructivism yang menyimpulkan bahwa siswa mengkonstruksikan pengetahuan
atau penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran dan berinteraksi dalam suatu
konteks sosial. Konstruktivisme juga dikembangkan oleh Piaget (dalam Dahar:
1989) tentang Piagetian Psychological Contructivism, menyatakan bahwa setiap
individu menciptakan makna dan pengertian baru berdasarkan interaksi antara apa
yang telah dimiliki, diketahui, dan dipercayai dengan fenomena, ide, atau
informasi baru yang dipelajari. Richardson (1997) menyatakan bahwa setiap
siswa membawa pengertian dan pengetahuan awal yang sudah dimilikinya ke
dalam setiap proses belajar yang harus ditambahkan, dimodifikasi, diperbaharui,
direvisi, dan diubah oleh informasi baru yang dijumpai dalam proses belajar.
Proses belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi
karena persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis (Vygotsky dalam
Dahar: 1989). Belajar merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari
pemikiran individu dan melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal

1
2

ini, tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih baik
atau benar.
Beragam perwujudan dari kenyataan digunakan untuk beragam tujuan
dalam konteks yang berbeda-beda. Pengetahuan tidak terpisahkan dari aktivitas di
mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan, serta dari
komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan diterapkan. Melalui
aktivitas interaksi sosial tersebut penciptaan makna terjadi (Vygotsky dalam
Dahar: 1989).
Pembelajaran berpendekatan etnosains merupakan pendekatan
pembelajaran yang berbeda dari pendekatan pembelajaran yang berbasis materi
bidang studi (content based) yang biasa digunakan oleh guru di banyak sekolah.
Ada empat hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran berpendekatan
etnosains, yaitu substansi dan kompetensi bidang ilmu / bidang studi,
kebermaknaan dan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, serta peran
budaya. Keempat komponen tersebut saling berinteraksi dan masing-masing
memiliki implikasi yang perlu diperhatikan untuk menjadi suatu pembelajaran
berpendekatan etnosains yang efektif. Pembelajaran berpendekatan etnosains
lebih menekankan tercapainya pemahaman yang terpadu (integrated
understanding ) dari pada sekedar pemahaman mendalam (inert understanding)
(Krajciket et al, 1999).
Pemahaman terpadu membuat siswa mampu bertindak secara mandiri
berdasarkan prinsip ilmiah untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya,
kreatif terus mencari dan menemukan gagasan berdasarkan konsep dan prinsip
ilmiah. Pemahaman terpadu sebagai hasil pembelajaran berpendekatan etnosains
mempersyaratkan adanya penciptaan makna oleh siswa atas substansi bidang studi
dan konteksnya. Konteks dalam hal ini adalah komunitas budaya. Sedangkan
substansi meliputi:
1. content knowledge: konsep dan prinsip dalam bidang ilmu
2. inquiry and problem solving knowledge: pengetahuan tentang proses
penemuan dan proses penyelesaian masalah dalam bidang studi

2
3

3. epistemic knowledge: pengetahuan tentang aturan main (rules of the game)


yang berlaku dalam bidang studi.
Pengetahuan tentang konsep dan prinsip dalam bidang ilmu sangat penting
untuk siswa agar dapat mencapai pemahaman terpadu. Disamping itu,
pengetahuan tentang proses penemuan dan proses penyelesaian masalah dalam
bidang ilmu sangat diperlukan siswa agar mampu merumuskan permasalahan dan
hipotesis, merancang percobaan dan penelitian, serta menghasilkan pemecahan
masalah yang sahih dan terpercaya. Pengetahuan tentang aturan main dalam
bidang studi sangat penting agar siswa dapat menjadi ahli dalam bidangnya.
Pemahaman terpadu dicapai tidak hanya melalui pemahaman terhadap
pengetahuan dalam bidang studi (knowlegde acquisition) tetapi juga melalui
pemahaman dan keterampilan untuk menerapkan pengetahuan bidang ilmu dan
berbagai pengetahuan lainnya (yang sudah dimiliki individu) untuk memecahkan
masalah (problem solving skills) dalam konteks yang lebih luas lagi, yaitu
komunitas budaya, nasional, regional, atau bahkan internasional; serta melalui
sikap dan keterampilan untuk berpola pikir ilmiah selalu mencari,
mempertanyakan, menemukan, menganalisis, dan menyimpulkan segala sesuatu
berdasarkan kaidah ilmiah dari bidang ilmu dan berbagai bidang ilmu lainnya
dalam berbagai situasi dan konteks (scientific inquiri).
Dalam penelitian ini pendekatan etnosains yang diimplementasikan adalah
pembelajaran menggunakan LKS yang bermuatan etnosains melalui budaya, yaitu
memasukkan budaya kebiasaan menginang dalam masyarakat desa yang masih
berhubungan dengan larutan penyangga.

8.3 Literasi Sains


Secara harfiah literasi berasal dari kata literacy yang bearti “melek” huruf
(Echols&Shadily, 1993: 361), sedangkan istilah sains berasal dari bahasa
Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan. Sains berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga sains bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan (Depdiknas

3
4

dalam Mahyuddin, 2007). Menurut De Boer (2000) dinyatakan, orang pertama


yang menggunakan istilah “Scientific Literacy” adalah Paul deHart Hurd dari
Stamford University menyatakan, bahwa Scientific Literacy berarti memahami
sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat.
Literasi sains menurut PISA (OECD, 2009) didefinisikan sebagai
kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan
menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka memahami serta
membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia.
Definisi literasi sains ini memandang literasi sains bersifat
multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan sains,
melainkan lebih dari itu antara lain juga menilai pemahaman siswa terhadap
karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan
teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta
keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains, sebagai manusia yang
reflektif.
Aspek literasi sains mencakup :
1. Memahami sains alam, norma dan metode sains
2. Memahami konsep-konsep penting sains, prinsip, dan teori
3. Kemampuan mengkomunikasikan konteks sains, seperti kemampuan
membaca, menulis, dan memahami sistem pengetahuan manusia
4. Menerapkan berbagai pengetahuan sains dan kemampuan mengemukakan
alasan dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Holbrook&Rannikmae (2009), pembelajaran literasi sains
memiliki karakteristik sebagai berikut.
1. Literasi sains lebih dari sekedar pengetahuan dan sarana pengetahuan
2. Literasi sains lebih dari sekedar aplikasi sains atau pengembangan sikap
positif terhadap sains
3. Pada dasarnya, literasi sains tidak hanya berbicara mengenai sains,
melainkan cara memperoleh pendidikan yang berarti melalui sains

4
5

4. Pengajaran literasi sains merupakan pembelajaran yg menyenangkan


mendapat penghargaan perkembangan sains dan kesadarannya.
Berpikir ilmiah merupakan tuntutan warga negara, bukan hanya ilmuwan.
Keinklusifan literasi sains sebagai suatu kompetensi umum bagi kehidupan
merefleksikan kecenderungan yang berkembang pada pertanyaan-pertanyaan
ilmiah.
Hasil Studi PISA tahun 2009, menunjukkan tingkat literasi sains siswa
Indonesia yang tidak jauh berbeda dengan hasil studi tahun 2006. Tingkat literasi
sains siswa Indonesia berada pada peringkat ke 60 dari 65 negara peserta dengan
skor yang diperoleh 383 dan skor ini berada di bawah rata-rata standar dari PISA
(OECD, 2009 ).
8.3.1. Aspek Literasi Sains Menurut PISA
PISA (Programme for International Student Assessment) adalah studi
internasional tentang prestasi literasi membaca, matematika, dan sains siswa yang
berusia 15 tahun. Studi ini dikoordinasikan oleh OECD (Organization for
Economic Cooperation and Development) yang berkedudukan di Paris, Perancis.
PISA menetapkan tiga aspek literasi sains dalam pengukurannya, yakni
aspek isi, proses, konteks.
1. Aspek Isi
Aspek isi sains merujuk pada konsep-konsep kunci dari sains yang
diperlukan untuk memahami fenomena alam dan perubahan yang dilakukan
terhadap alam melalui aktivitas manusia. Kaitan ini, PISA tidak secara khusus
membatasi cakupan isi sains hanya pada pengetahuan yang menjadi materi
kurikulum sains sekolah, namun termasuk pula pengetahuan yang dapat
diperoleh melalui sumber-sumber informasi lain yang tersedia.
Oleh karena PISA bertujuan mendeskripsikan kemampuan siswa
mengaplikasikan pengetahuan dalam konteks yang terkait kehidupannya, dan
soal-soal PISA hanya mencakup sampel pengetahuan sains, maka PISA
menentukan kriteria pemilihan isi sains sebagai berikut.
a. Relevan dengan situasi kehidupan nyata

5
6

b. Merupakan pengetahuan penting sehingga penggunaannya berjangka


panjang
c. Sesuai untuk tingkat perkembangan anak usia 15 tahun.
Berdasarkan kriteria isi seperti itu, dipilih pengetahuan yang diperlukan untuk
memahami alam dan memaknai pengalaman dalam konteks personal, sosial
dan global. Pengetahuan yang dipilih tersebut diambil dari bidang-bidang studi
biologi, fisika, kimia, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa dengan
merujuk pada kriteria tersebut. Siswa harus mampu mengaplikasikan
pengetahuan dan kompetensi sains dalam aspek isi yang dipandang sebagai
sistem.
2. Aspek Proses
PISA memandang pendidikan sains berfungsi untuk mempersiapkan
warga negara masa depan, yakni warga negara yang mampu berpartisipasi
dalam masyarakat yang semakin terpengaruh oleh kemajuan sains dan
teknologi. Oleh karenanya, pendidikan sains perlu mengembangkan
kemampuan siswa memahami hakekat sains, prosedur sains, serta kekuatan dan
literasi sains. Siswa perlu memahami bagaimana ilmuwan sains mengambil
data dan mengusulkan eksplanasi-eksplanasi terhadap fenomena alam,
mengenal karakteristik utama penyelidikan ilmiah, serta tipe jawaban yang
dapat diharapkan dari sains.
PISA menetapkan tiga aspek dari komponen proses sains dalam penilaian
literasi sains, yakni mengidentifikasi pertanyaan ilmiah, menjelaskan fenomena
secara ilmiah dan menggunakan bukti ilmiah.
Sejak kelahirannya, PISA menjadikan proses sains ini sebagai salah satu
domain penilaiannya. Namun dalam perkembangan terakhir, PISA memilih
istilah “kompetensi sains” sebagai pengganti proses sains. Proses sains merujuk
pada proses mental yang terlibat ketika menjawab suatu pertanyaan atau
memecahkan masalah, seperti mengidentifikasi dan menginterpretasi bukti
serta menerangkan kesimpulan. Termasuk di dalam proses sains mengenal
jenis pertanyaan yang dapat dan tidak di jawab oleh sains, mengenal bukti apa

6
7

yang diperlukan dalam suatu penyelidikan sains, serta mengenal kesimpulan


yang sesuai dengan bukti yang tersedia.
3. Aspek Konteks
PISA menilai pengetahuan sains relevan dengan kurikulum pendidikan
sains di negara partisipan tanpa membatasi diri pada aspek-aspek umum
kurikulum nasional setiap negara. Penilaian PISA dibingkai dalam situasi
kehidupan umum yang lebih luas dan tidak terbatas pada kehidupan di sekolah
saja.
Dalam aspek konteks, yang dinilai oleh PISA adalah pemahaman dan
kemampuan dalam sains, serta sikap-sikap yang harus dimiliki siswa pada
akhir masa wajib belajar. Sebagai studi Internasional, konteks yang digunakan
untuk soal-soal PISA harus dipilih yang tepat sehingga sesuai dengan minat
dan kehidupan siswa di setiap negara-negara partisipan. Butir-butir soal PISA
dikembangkan dan dipilih dengan memperhatikan faktor keragaman budaya
dan bahasa di negara-negara partisipan PISA.
Studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang
telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan
angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan
pengendalian mutu. Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab
konsorsium internasional yang beranggotakan the Australian Council for
Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for
Educational Measurement (Citogroup), the National Institute for Educational
Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States.
(http://litbang.kemdikbud.go.id/detail.php?id=215)

8.4 Materi Pokok Larutan Penyangga


8.4.1 Pengertian Dan Prinsip Larutan Penyangga / Buffer
Berdasarkan Teori Asam-Basa Arrhenius, larutan yang mengandung
campuran asam lemah dan garam yang anionnya senama dengan asam lemah
tersebut akan membentuk larutan penyangga. Demikian juga jika larutan
mengandung campuran basa lemah dan garam yang kationnya senama dengan

7
8

basa lemah akan membentuk larutan penyangga. Berdasarkan Teori Asam-Basa


Bronsted-Lowry, larutan yang mengandung campuran dari pasangan asam lemah
dan basa konjugasi atau basa lemah dan asam konjugasinya akan membentuk
larutan penyangga. Prinsip larutan penyangga berdasarkan teori asam basa
Arrhenius terbatas hanya untuk campuran asam lemah dan garamnya atau basa
lemah dan garamnya, sedangkan prinsip berdasarkan Bronsted-Lowry lebih
umum, selain asam lemah dan garamnya, juga mencakup campuran garam dan
garam (Sunarya, 2010).
8.4.2 Komponen dan cara kerja larutan penyangga
a) Komponen Larutan Penyangga
Larutan Penyangga asam
Larutan penyangga asam mempertahankan pH pada daerah asam (pH<7).
Larutan penyangga asam mengandung suatu asam lemah (HA) dan basa
konjugasinya (A-). Larutan itu dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya:
(1) Mencampurkan asam lemah (HA) dengan garamnya (LA, garam LA
menghasilkan ion A- yang merupakan basa konjugasi dari asam HA).
Contoh:
CH3COOH + CH3COONa (komponen penyangganya adalah
CH3COOH dan CH3COO-)
(2) Mencampurkan suatu asam lemah dengan suatu basa kuat dimana
asam lemah dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan
menghasilkan garam yang mengandung basa konjugasi dari asam
lemah yang bersangkutan.
Larutan Penyangga Basa
Larutan penyangga basa mempertahankan pH pada daerah basa (pH>7).
Larutan penyangga basa mengandung suatu basa lemah (B) dan asam
konjugasinya (BH+). Larutan itu dapat dibuat dengan berbagai cara, misalnya:
(1) Mencampurkan basa lemah dengan garamnya.
Contoh:
larutan NH3 + NH4Cl (komponen penyangganya NH3 dan NH4+).

8
9

(2) Mencampurkan suatu basa lemah dengan suatu asam kuat dimana basa
lemah dicampurkan dalam jumlah berlebih. Campuran akan
menghasilkan garam yang mengandung asam konjugasi dari basa
lemah yang bersangkutan.
b) Cara Kerja Larutan Penyangga
Larutan Penyangga Asam
Contoh: Larutan penyangga yang mengandung CH3COOH dan CH3COONa.
Dalam larutan tersebut terdapat kesetimbangan:
CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+(aq)
CH3COONa (aq) CH3COO-(aq + Na+(aq)
(1) Jika ditambahkan sedikit asam kuat, ion H+ yang ditambahkan akan
bereaksi dengan ion CH3COO- membentuk CH3COOH, sehingga akan
menggeser kesetimbangan ke kiri,
Reaksi yang terjadi:
CH3COO-(aq) + H+(aq) CH3COOH(aq)
Jadi penambahan sedikit asam kuat ke dalam larutan penyangga akan
menurunkan konsentrasi basa konjugasi (CH3COO-) dan meningkatkan
konsentrasi asam (CH3COOH). Perubahan ini menyebabkan
kesetimbangan baru, namun perbandingan konsentrasi asam dan basa
konjugasi tidak berubah secara signifikan sehingga tidak menyebabkan
perubahan pH yang besar.
(2) Jika yang ditambahkan adalah sedikit basa kuat, maka ion OH- dari
basa itu akan bereaksi dengan ion H+ membentuk air. Karena
konsentrasi H+ berkurang, maka akan menyebabkan CH3COOH
terionisasi membentuk H+ dan CH3COO-, sehingga kesetimbangan
bergeser ke kanan.
Reaksi yang terjadi:
CH3COOH(aq) + NaOH(aq) CH3COONa(aq) + H2O(l)
CH3COOH(aq) CH3COO-(aq) + H+(aq)
Jadi penambahan basa menyebabkan berkurangnya konsentrasi asam
(CH3COOH), sedangkan konsentrasi basa konjugasi (CH3COO-)

9
10

bertambah. Perubahan ini menyebabkan kesetimbangan baru, namun


perbandingan konsentrasi asam dan basa konjugasi tidak berubah
secara signifikan sehingga tidak menyebabkan perubahan pH yang
besar.
Larutan Penyangga Basa
Contoh:L arutan penyangga yang mengandung NH4OH dan NH4Cl.
Dalam larutan terdapat kesetimbangan:

NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH-(aq)


NH4Cl (aq) NH4+(aq) + Cl-(aq)
(1) Jika ke dalam larutan ditambahkan sedikit asam kuat, maka ion H+ dari
asam akan mengikat ion OH- membentuk air. Karena konsentrasi OH-
berkurang, maka akan menyebabkan NH4OH terionisai membentuk
NH4+ dan OH-,sehingga kesetimbangan bergeser ke kanan.
Reaksi yang terjadi:
H+(aq) + OH-(aq) H2O(l)
NH4OH(aq) NH4+(aq) + OH-(aq)
Jadi penambahan sedikit asam kuat menyebabkan berkurangnya
konsentrasi basa (NH4OH) dan bertambahnya konsentrasi asam
konjugasi (NH4+). Perubahan ini menyebabkan kesetimbangan baru,
namun perbandingan konsentrasi basa dan asam konjugasi tidak
berubah secara signifikan sehingga tidak menyebabkan perubahan
pOH dan pH yang besar.
(2) Jika yang ditambahkan adalah sedikit basa kuat, maka ion OH-
mengikat ion asam konjugat (NH4+) membentuk NH4OH, sehingga
kesetimbangan bergeser kekiri.
Reaksi yang terjadi:
NH4+(aq) + OH-(aq) NH4OH(aq)
Jadi penambahan sedikit basa kuat menyebabkan bertambahnya
konsentrasi basa (NH4OH) dan berkurangnya konsentrasi asam
konjugasi (NH4+). Perubahan ini menyebabkan kesetimbangan baru,
namun perbandingan konsentrasi basa dan asam konjugasi tidak

10
11

berubah secara signifikan sehingga tidak menyebabkan perubahan


pOH dan pH yang besar.
Pengaruh pengenceran terhadap larutan penyangga
Derajat keasaman atau pH suatu larutan penyangga ditentukan oleh
komponen-komponennya. Dalam perhitungannya, komponen-komponen
tersebut membentuk perbandingan tertentu. Jika suatu campuran
tersebut diencerkan maka harga perbandingan komponen-komponen
tersebut tidak berubah sehingga pH larutan penyangga juga praktis tidak
berubah. Untuk pengenceran yang kurang dari 10 kali volume semula,
pH larutan penyangga dianggap tidak mengalami perubahan.
8.4.3 Perhitungan pH larutan Penyangga
a. Larutan Penyangga Asam (campuran asam lemah dan basa konjugasinya)
[A]
[H+] = Kaх
[G]
[A]
pH = pKa – log
[G]
dengan Ka = tetapan ionisasi asam lemah
[A] = konsentrasi asam lemah
[G] = konsentrasi basa konjugasi
contoh soal
Tentukan pH 1 L larutan yang mengandung 0,6 mol HCOOH dan 0,2
mol HCOONa (Ka = 10 4 )
jawab:
jenis penyangga : penyangga asam
HCOOH = 0,6 mol = a
HCOONa = 0,2 mol = g
a
[H  ] = Ka
g
0,6
= 10 4 ×
0,2

= 3 × 10 4

11
12

pH = -log [ H  ]
= -log ( 3 × 10 4 )
= 4 – log 3 =3,5
b. Larutan Penyangga Basa (campuran basa lemah dan asam
konjugasinya)
[B]
[OH-] = Kb х
[G]
[B]
pOH = pKb – log
[G]
pH = 14 - pOH
dengan Kb = tetapan ionisasi basa lemah
[B] = konsentrasi basa lemah
[G] = konsentrasi asam konjugasi
contoh soal:
Tentukan pH campuran antara 400 mL C 5 H 5 N 0,5 M dengan 100 mL
4
C 5 H 5 NHCl 0,5 M (K a = 10 )
Jawab : jenis penyangga : penyangga basa
400
Mol C 5 H 5 N = × 0,5 = 0,2 mol
1000
100
Mol C 5 H 5 NHCl = × 0,5 = 0,05 mol
1000
b
[OH  ] = Ka
g
0,2
= 10 4 ×
0,05

= 4× 10 5
pOH = - log [ OH  ]
= - log 4× 10 5
= 5 –log 4
pH = 14 – pOH
= 14 – ( 5 –log 4 )

12
13

= 9 + log 4 = 9,6
8.4.4 Fungsi Larutan Penyangga
(1) Dalam Tubuh Makhluk Hidup
Semua cairan yang terdapat di dalam tubuh merupakan larutan penyangga.
Hal ini untuk menjaga agar pH darah konstan saat metabolisme berlangsung.
Penelitian membuktikan bahwa cairan tubuh kita merupakan larutan penyangga.
Larutan penyangga yang berperan di dalam tubuh kita adalah penyangga
hemoglobin, penyangga karbonat dan penyangga posfat.
a) Penyangga hemoglobin
Hemoglobin mempunyai kemampuan untuk mengikat H+ dari asam
karbonat dan membentuk asam hemoglobin kembali. Jadi pH dalam darah tetap
terkontrol.
b) Penyangga karbonat dan posfat
Dalam darah manusia terdapat penyangga H2PO4-dan HPO42- yang
berfungsi mencegah perubahan pH dalam darah. Selain dalam darah, penyangga
posfat juga terdapat di dalam air ludah, yaitu berfungsi menetralkan asam pada
makanan yang dapat merusak email gigi.
(2) Dalam Kehidupan Sehari-hari
Larutan penyangga dipakai dalam berbagai bidang, misalnya bidang
industri makanan yaitu larutan penyangga antara asam sitrat dan natrium sitrat
yang berfungsi agar pH makanan tetap dan makanan tidak mudah rusak oleh
bakteri. Selain itu dalam industri farmasi larutan penyangga banyak dipakai pada
pembuatan berbagai jenis obat.

9. Kerangka Berpikir
Literasi sains merupakan kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti,
dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan
perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Dengan
demikian, siswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami lingkungan,
fenomena dan fakta yang berkaitan dengan sains dalam kehidupan sehari-hari.

13
14

Pada penelitian ini produk yang dihasilkan berupa perangkat pembelajaran


yang valid dan efektif untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA. Perangkat
pembelajaran harus diuji keefektifan produk, supaya berfungsi di masyarakat
luas, sedang uji validitas merupakan derajad ketepatan antara data yang terjadi
pada obyek penelitian dengan data yang dilaporkan. Uji validitas pada perangkat
pembelajaran dapat diterapkan dan perangkat pembelajaran memiliki derajat
akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai yaitu untuk meningkatkan
literasi sains siswa SMA.
Lembar kerja siswa Kimia memacu siswa agar dapat meningkatkan
literasi sains siswa, karena mencakup aspek literasi sains berisi konsep dan
aplikasi pembelajaran kimia dalam kehidupan sehari-hari, merangsang proses
sains siswa untuk dapat berpikir kreatif, meningkatkan aktifitas belajar baik
secara individu maupun kelompok sehingga dapat meningkatkan literasi sains
siswa pada aspek isi, konteks, dan proses sains sehingga siswa memberikan
respon positif terhadap kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Penggunaan LKS
Kimia pada kelas kontrol berisi konsep dan soal aplikatif. Namun demikian, LKS
Kimia dianggap kurang dapat meningkatkan literasi sains siswa.
Penelitian ini menggunakan dua kelas sebagai subyek penelitian yaitu
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas belajar melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan perangkat pembelajaran masing-masing,
kemudian hasil belajar diukur dengan pemberian posttest. Diharapkan hasil
belajar kelas eksperimen lebih baik dari hasil belajar kelas kontrol, sehingga
dapat disimpulkan Lembar kerja siswa bermuatan etnosains materi larutan
penyangga dapat meningkatkan literasi sains siswa siswa dan minimal 70 % dari
jumlah siswa menunjukkan respon yang baik atau respon positif terhadap kegiatan
pembelajaran yang telah dilakukan.

14
15

Latar Belakang Masalah

Pembelajaran masih berkutat pada guru memerlukan LKS yang dirancang sesuai
ranah kognitif dan kurangnya aplikasi dengan model pembelajaran yang diamanatkan
materi dalam kehidupan sehari-hari kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan siswa,

Rumusan Masalah

Perlu diadakan lembar kerja siswa yang menarik untuk


meningkatkan literasi sains siswa

Solusi
Pengembangan Lembar Kerja Siswa Bermuatan Etnosains Materi Larutan Penyangga untuk
Meningkatkan literasi Sains Siswa SMA

Hasil
Bahan masukan guru
Penguasaan Konsep Peserta didik yang dapat
dalam mengembangkan mengaplikasikan materi kimia
dan meningkatkan
dalam kehidupan sehari-hari
literasi sains siswa

Gambar 1. Kerangka Berpikir

10. Hipotesis
Hipotesis atau hipotesa adalah jawaban sementara terhadap masalah yang
masih bersifat praduga karena masih harus dibuktikan kebenarannya. Hipotesis
ilmiah mencoba mengutarakan jawaban sementara terhadap masalah yang kan
diteliti. Hipotesis menjadi teruji apabila semua gejala yang timbul tidak
bertentangan dengan hipotesis tersebut. Peneliti dapat saja dengan sengaja
menimbulkan atau menciptakan suatu gejala dalam upaya membuktikan hipotesis
yang ada. Merujuk dari rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat
dirumuskan hipotesis, yaitu:
1. Lembar kerja siswa bermuatan etnosains materi larutan penyangga yang
dikembangkan untuk siswa SMA memenuhi kriteria valid

15
16

2. Lembar kerja siswa bermuatan etnosains materi larutan penyangga produk


pengembangan dapat meningkatkan literasi sains siswa SMA
3. Siswa memberikan respon positif terhadap bermuatan etnosains materi
larutan penyangga yang dikembangkan.

11. Metode Penelitian


11.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan atau Research and
Development (R&D). Pada penelitian ini digunakan jenis penelitian
pengembangan untuk menghasilkan produk Lembar kerja siswa bermuatan
etnosains materi larutan penyangga untuk meningkatkan literasi sains siswa SMA
kelas XI.
Model pengembangan yang digunakan oleh peneliti menggunakan model
pengembangan sistem instruksional Thiagarajan, semmel dan semmel (model 4D)
yang dimodifikasi. Model 4-D terdiri atas empat tahap pengembangan
yaitu Define (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan),
dan Disseminate (penyebaran). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi model 4-
D, yaitu penyederhanaan dari empat tahap menjadi tiga tahap, yaitu Define
(pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan). Tahap
Disseminate (penyebaran) tidak dilakukan karena pertimbangan waktu
pelaksanaan serta pertimbangan bahwa pada tahap Develop (pengembangan)
sudah dihasilkan Lembar kerja siswa bermuatan etnosains materi larutan
penyangga yang baik (valid).
Lembar kerja siswa bermuatan etnosains di ujicobakan dengan subyek
siswa kelas XI IPA, satu sebagai kelas eksperimen untuk meningkatkan literasi
sains siswa SMA dan kelas XI IPA satu lagi menggunakan LKS Kimia sebagai
kelas kontrol.
Rancangan uji efektivitas, menurut Sugiyono (2011: 112) dapat dilakukan
pengujian dengan cara membandingkan antara kelas kontrol dan kelas
eksperimen. Bentuk desainnya seperti pada Gambar 2.

36
16
17

Eksperimen
1 2
Kontrol 3 4

Gambar 2. Desain Penelitian Control Group Design


Keterangan
: Tes Awal sama dengan Tes Akhir
: Pembelajaran kimia dengan Lembar kerja siswa bermuatan etnosains
untuk meningkatkan literasi sains pada kelas experimen
: Pembelajaran kimia pada kelas kontrol dengan LKS Kimia
Data hasil tes siswa sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan
cara membandingkan skor tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi
sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung dengan rumus faktor g (N-gain) yang
dikembangkan oleh Hake (1999)

11.2 Sumber Data dan Subjek Penelitian


11.2.1 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah lembar hasil wawancara siswa. Dari data
tersebut akan dideskripsikan kemampuan berpikir kritis siswa.
Tabel 3.Data dan sumber data
No Data Sumber Data Instrumen
1 Kemampuan awal siswa Dokumen nilai UTS Tabulasi data
2 Kemampuan berpikir kritis Tes Tes
siswa Observasi Lembar Observasi
Wawancara Pedoman Wawancara
3 Kesalahan kesalahan siswa Tes Tes
dalam menyelesaikan soal Wawancara Pedoman Wawancara

17
18

12 Subjek Penelitian
Subyek ujicoba yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas
XI IPA SMA N 1 Ungaran tahun pelajaran 2016/2017. Hal ini mengingat bahwa
materi pokok larutan penyangga terdapat pada kurikulum kelas XI SMA.

13 Variabel Penelitian
Variabel merupakan objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu
penelitian. Dalam penelitian ini variabel yang digunakan yaitu:
(1) Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pembelajaran dengan menggunakan
pengembangan LKS bermuatan etnosains pada kelas eksperimen dan
pembelajaran dengan menggunakan pengembangan LKS kimia pada kelompok
kontrol.
(2) Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian adalah literasi siswa, meliputi hasil belajar
kognitif, afektif dan psikomotorik pada materi pokok larutan penyangga siswa
kelas XI SMA N 1 Ungaran.
(3) Variabel Kontrol
Variabel Kontrol untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
a) Jumlah jam pelajaran
Jumlah jam pelajaran untuk kelas XI adalah 4 jam pelajaran per minggu.
b) Sumber ajar
Bahan ajar yang digunakan untuk siswa kelas XI mata pelajaran Kimia adalah
buku Kimia kelas XI pengarang Shidiq Premana dicetak oleh Pustaka Mandiri.
c) Waktu Pembelajaran
Waktu pembelajaran untuk materi pokok kelarutan dan hasil kali kelarutan siswa
kelas XI adalah sesuai dengan silabus, yaitu 10 jam pelajaran (5 kali pertemuan).
d) Kurikulum
Kurikulum yang sama juga merupakan salah satu ciri-ciri populasi. Kurikulum
yang digunakan saat ini adalah kurikulum KURIKULUM 2013.

18
19

14 Prosedur Penelitian
Tahap-tahap pengembangan perangkat pembelajaran pada penelitian ini
dapat diuraikan sebagai berikut.
14.1.1 Tahap Penelitian Awal
Pada tahap ini dilakukan:
1. Penentuan lokasi penelitian
2. Observasi dan wawancara dengan guru kimia SMA N 1 Ungaran tentang
karakteristik siswa dan kegiatan belajar mengajar
3. Observasi untuk mengetahui situasi pembelajaran di kelas
4. Observasi untuk mengetahui media yang digunakan selama ini.
14.1.2 Tahap Pengembangan Perangkat pembelajaran
Tahap pengembangan Lembar kerja siswa bermuatan etnosains kimia
terdiri atas empat tahap pengembangan yaitu Define, Design, Develop,
dan Disseminate, namun, tahap dessiminate tidak dilakukan dalam penelitian ini.
1. Tahap Define
Tahap Define adalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-
syarat pembelajaran.
a. Analisis Ujung Depan
Analisis ujung depan diiakukan untuk menetapkap kerangka dasar
pengembangan perangkat pembelajaran.
b. Analisis Kurikulum
Langkah ini dilakukan untuk menyesuaikan kurikulum yang digunakan di
Sekolah uji coba dengan pedoman penyusunan kurikulum 2013 yang
keluarkan oleh Kementerian Pendidikan Nasional.
c. Analisis karakteristik siswa.
Langkah ini dilakukan untuk menelaah siswa, dengan melakukan
identifikasi terhadap karakteristik siswa yang sesuai dengan rancangan dan
pengembangan pembelajaran.
d. Analisis materi pada topik larutan penyangga pada standar isi mata
pelajaran kimia SMA kelas XI
e. Analisis tugas

19
20

Analisis tugas dilakukan untuk merinci isi materi larutan penyangga dan
membuat prosedur untuk menentukan isi dalam satuan pembelajaran.
f. Merumuskan tujuan pembelajaran
Analisis yang dilakukan untuk menentukan atau merumuskan tujuan-
tujuan pembelajaran yang akan dicapai oleh siswa.
2. Tahap Design
Tahap Design bertujuan untuk merancang perangkat pembelajaran. Tiga
langkah yang harus dilakukan pada tahap ini sebagai berikut.
a. Menyusun dan mengembangkan perangkat pembelajaran berupa silabus,
RPP, dan Lembar kerja siswa bermuatan etnosains kimia untuk
meningkatkan literasi sains siswa. langkah ini merupakan penghubung
antara tahap define dan design,
b. Menyusun instrumen penelitian, seperti lembar pengamatan, angket, dan
soal evaluasi
c. Pemilihan media dan format.
Langkah ini dilakukan untuk menentukan media yang tepat dengan
penyajian materi pelajaran.
3. Tahap Develop
Tahap Develop (pengembangan) adalah tahap untuk menghasilkan produk
pengembangan yang dilakukan melalui dua langkah, yaitu: (1) penilaian ahli yang
diikuti dengan revisi, (2) uji coba pengembangan. Pada tahap ini dilakukan
pembelajaran menggunakan perangkat dan instrumen pembelajaran yang
dikembangkan. Pelaksanaan pembelajaran dilakukan dengan guru yang
bersangkutan dan teman sejawat sebagai observer. Kegiatan pada tahap ini
meliputi validasi ahli, uji coba terbatas, dan uji coba luas. Penjelasan dari tahap ini
sebagai berikut.
a. Validasi Ahli
Sebelum produk diujicobakan kepada siswa, produk yang telah
dikembangkan divalidasi oleh ahli materi (validator). Validasi ahli materi perlu
dilakukan untuk mendapatkan data bahwa produk awal yang dikembangkan layak

20
21

diujicobakan pada siswa dari aspek kevalidan, Validasi juga digunakan untuk
mengantisipasi kesalahan materi, kekurangan materi saat ujicoba di lapangan.
b. Uji Coba Terbatas
Tujuan ujicoba terbatas ini adalah untuk memperoleh bukti-bukti empirik
tentang keefektifan pada produk awal secara terbatas pada kelompok kecil. Semua
data yang diperoleh pada tahap ini disusun dan dianalisis untuk merevisi produk.
Hasil simulasi di kelas uji coba terbatas dianalisis dan direvisi untuk mendapatkan
perangkat pembelajaran yang akan digunakan untuk uji luas.
c. Uji Coba Luas
Tujuan ujicoba ini untuk menentukan apakah produk yang dihasilkan
sudah memiliki kelayakan, dilihat dari segi keefektifan sehingga layak digunakan.
Prosedur pelaksanaan ujicoba lapangan sebagai berikut.
(1). Memilih siswa secara random yang dapat mewakili populasi untuk kelompok
kontrol dan kelompok eksperimen kemudian memberikan tes awal untuk
mengetahui kemampuan awal siswa terhadap topik yang dipelajari
(2). Meminta siswa untuk mempelajari Lembar kerja siswa bermuatan etnosains
kimia tersebut
(3). Memberikan tes akhir untuk mengukur pencapaian hasil belajar siswa setelah
menggunakan media tersebut
(4). Meminta siswa mengisi lembar angket untuk mengetahui tanggapan mereka
terhadap Lembar kerja siswa bermuatan etnosains kimia tersebut
(5). Menganalisis data-data yang diperoleh dan merevisi, berdasarkan hasil revisi
ini akan diperoleh produk baru.
d. Tahap Analisis
Pada tahap ini dilakukan analisis secara kualitatif dan kuantitatif untuk
menyusun laporan dan rekomendasi. Berdasarkan tahapan tersebut, maka
pengembangan perangkat pembelajaran kimia dapat dilihat pada Gambar 2.

21
22

Analisis Awal : pembelajaran kimia


masih mengutamakan kognitif

Analisis karakteristik siswa secara


individu atau kelompok
D
e
f
Analisis tugas sesuai indikator KD Analisis konsep i
n
Larutan penyangga garam e
Merumuskan indikator dan tujuan pembelajaran materi larutan
penyangga garam

Merancang LKS bermuatan etnosains kimia yang dikembangkan

D
Menentukan layanan penunjang pembelajaran e
s
i
Menyusun instrumen g
n
Desain awal LKS bermuatan etnosains kimia materi larutan
penyangga garam yang dapat meningkatkan literasi sains siswa (draf
1)

Validasi ahli

Revisi 1:draf 2
Uji Coba Terbatas

Analisis Hasil Revisi II Uji coba luas LKS D


Ujicoba : draft 3 bermuatan etnosains e
kimia materi larutan v
penyangga garam untuk e
meningkatkan literasi
l
sains siswa
o
p
Produk akhir

Gambar 2. Langkah pengembangan Perangkat Pembelajaran 4-D yang dimodifikasi


(Adaptasi Thiagarajan)

22
23

14.2 Metode Pengumpulan Data


1. Metode Wawancara
Metode wawancara digunakan untuk memperoleh informasi awal mengenai
kegiatan, kendala-kendala, dan permasalahan dalam pembelajaran kimia di
SMA N 1 Ungaran yang diperoleh dari wawancara dengan guru kimia
2. Metode Dokumentasi
Metode dukumentasi digunakan untuk memperoleh informasi dari obyek yang
diamati selama penelitian berlangsung yang berupa foto kegiatan dan tugas-
tugas siswa
3. Metode Tes
Metode tes merupakan metode yang digunakan untuk mengukur kemampuan
dasar dan pencapaian atau prestasi (Arikunto 2006: 223). Metode tes dalam
penelitian ini berupa soal evaluasi pilihan ganda untuk mengukur aspek
konten (konsep) dan soal essay untuk mengukur tingkat aspek konteks
4. Metode Observasi
Untuk mengamati aspek proses sains siswa dan penilaian afektif selama proses
pembelajaran pada uji coba luas.
5. Metode Angket
Angket yang berupa check list. Lembar check list untuk menilai perangkat
pembelajaran serta respon siswa setelah mengikuti pembelajaran
14.3 Instrumen pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti
untuk memperoleh data yang diharapkan agar pekerjaannya lebih mudah dan
hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap, dan sistematis sehingga
lebih mudah diolah (Arikunto 2006:160). Instrumen dalam penelitian ini meliputi.
1. Lembar validasi perangkat
2. Lembar observasi aspek proses sains
3. Lembar validasi soal evaluasi materi
4. Evaluasi siswa, berupa soal tes
5. Angket respon siswa.

23
24

Instrumen tersebut berupa jenis data, metode dan instrumen pengumpulan


data, serta teknik analisis data sebagaimana tercantum pada Tabel 3.1.
Table 3.1. Jenis Data, Metode dan Instrumen Pengumpulan Data, Serta Teknik
Analisis Data
Metode Instrumen
Teknik Analisis
Pengumpulan Pengumpulan
Jenis Data Data
Data Data
Observasi awal Wawancara Lembar wawancara Deskriptif
Angket Lembar angket
Foto Kegiatan dan Dokumentasi Pengambilan
tugas-tugas siswa gambar pada saat
pelaksanaan -
pengumpulan tugas Penilaian
Validasi perangkat Angket Lembar validasi Deskriptif
Aspek proses sains Observasi Lembar observasi Deskriptif
afektif Lembar observasi Deskriptif
Hasil belajar (aspek Tes Lembar soal tes Uji Validitas,
konten dan aspek uji reliabilitas,
konteks) daya beda dan
tingkat kesukaran
Respon siswa angket check list Lembar angket Uji Reliabilitas
respon siswa Persentase
14.4 Teknik Analisis Data
14.4.1 Analisis Uji Coba Tes
Sebelum instrumen tes diberikan kepada siswa, terlebih dahulu dilakukan
uji coba tes penguasaan konsep dan konteks selanjutnya dianalisis validitas,
reliabilitas, tingkat kesukaran soal dan daya beda instrumen.
1. Validitas Tes Soal Pilihan Ganda
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu
mengukur apa yang diinginkan (Arikunto, 2006). Validitas tes harus sesuai

24
25

dengan kriterium. Kesejajaran tes dengan kriterium menggunakan rumus korelasi


point biserial yaitu sebagai berikut.
M p  Mt p
rpbis  ……………….. (Arikunto, 2006).
St q

Keterangan :
M p = rata-rata skor total yang menjawab benar pada butir soal

M t = rata-rata skor total

St = standar deviasi skor total

p = proporsi siswa yang menjawab benar pada tiap butir soal

q = proporsi siswa yang menjawab salah pada setiap butir soal

rpbis yang diperoleh dimasukkan ke dalam rumus t.

rpbis n  2
t
1  rpbis
2

Kriteria : jika thit > ttab, maka butir soal valid, dengan dk = (n-2) dan n
jumlah siswa (Sudjana 1996: 377).
2. Validitas Tes Soal Essay
Tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium,
dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes dengan kriterium, dalam arti
memiliki kesejajaran antara hasil tes dengan kriterium. Teknik yang digunakan
untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yaitu
sebagai berikut.
𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑋𝑌 = ..………… (Arikunto, 2006)
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋)2 }{𝑁 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 }

Keterangan :
r xy = koefisien korelasi product moment
 X = jumlah skor dalam sebaran X
 X2 = jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran X
 Y = jumlah skor dalam sebaran Y

25
26

 Y2 = jumlah skor yang dikuadratkan dalam sebaran Y


 XY = jumlah hasil kali skor X dan Y yang berpasangan
N = jumlah sampel
Setelah harga koefisien validitas tiap butir soal diperoleh, perlu dilakukan uji
signifikansi untuk mengukur keberartian koefisien korelasi berdasarkan distribusi
kurva normal dengan menggunakan statistik uji-t dengan persamaan:

rXY N  2
t
1  rXY
2

dengan: t merupakan nilai hitung koefisien validitas, rxy adalah nilai koefisien
korelasi tiap butir soal, dan N adalah jumlah siswa uji coba. Kemudian hasil diatas
dibandingkan dengan nilai t dari tabel pada taraf kepercayaan 95% dan derajat
kebebasan (dk) = N–2. Jika thit > ttab, maka koefisien validitas butir soal pada taraf
signifikansi yang dipakai.
3. Reliabilitas Soal Pilihan ganda
Reliabilitas adalah ukuran yang menunjukkan tigkat keandalan suatu
instrumen. Untuk menguji reliabilitas soal digunakan rumus KR-21

k M  (k  M )
r11  [ ][1  ] ………………(Arikunto, 2006 : 189)
k 1 kVt

Keterangan :
R11 = reliabilitas soal
K = Jumlah butir soal
M = rata-rata skor total
Vt = jumlah butir soal
Harga r11 selanjutnya dikonsultasikan dengan r table product moment
dengan taraf signifikan 5%. Jika r hitung > r table, maka soal bersifat reliabel.
Kriteria tingkat reliabilitas :
0,000 < r  0,200 : sangat rendah
0,200 < r  0,400 : rendah
0,400 < r  0,600 : cukup
0,600 < r  0,800 : tinggi

26
27

0,800 < r  1,000 : sangat tinggi


4. Reliabilitas Soal Essay
Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan rumus Cronbach Alpha. ∝
𝑘 ∑ 𝑠𝑥2
= (𝑘−1) (1 − ) …………………(Arikunto, 2006: 109)
𝑠𝑡2

Keterangan:
α = reliabilitas yang dicari
k = jumlah item
∑ sx2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
st2 = varians total
5. Indeks Kesukaran
Untuk memperoleh kualitas soal yang baik, disamping memenuhi kriteria
validitas dan reliabilitas, perlu juga dianalisis tingkat kesukarannya.
Rumus analisis tingkat kesukaran soal :
JBA  JBB
IK  ………………(Arikunto, 2006: 211)
JS A  JS B

Keterangan :
IK = Indeks kesukaran
JBA = jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok atas
JBb = jumlah siswa yang menjawab benar pada butir soal kelompok bawah
JSA = banyak siswa pada kelompok atas
JSB = banyak siswa pada kelompok bawah
Tabel 3.2. Klasifikasi Indeks Kesukaran

Interval Kriteria
IK = 0,00 Terlalu sukar
0,00 < IK  0,30 Sukar
0,30 < IK  0,70 Sedang
0,70 < IK  1,00 Mudah
IK = 1,00 Terlalu mudah
Sumber: Arikunto (2006: 211)

27
28

6. Daya Pembeda Soal


Daya pembeda (DP) soal dari sebuah butir soal menyatakan bagaimana
kemampuan butir soal tersebut mampu membedakan antara siswa yang
mengetahui jawabannya dengan benar dengan siswa yang tidak mampu menjawab
soal. Dengan kata lain, daya pembeda sebuah butir soal adalah kemampuan butir
soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa
yang berkemampuan rendah.
Langkah-langkah yang digunakan untuk menghitung daya pembeda soal
adalah sebagai berikut.
a. Merangking skor hasil tes uji coba, yaitu mengurutkan skor hasil tes siswa
mulai dari skor tertinggi hingga skor terendah
b. Mengelompokkan seluruh peserta tes menjadi dua kelompok yaitu
kelompok atas dan kelompok bawah
c. Menghitung indeks diskriminasi soal dengan rumus :
JBA  JBB
DP  ……………… (Sudijono, 2006 : 389)
JS A
Keterangan:
DP = Daya pembeda soal
JBA = jumlah siswa kelompok atas yang menjawab soal dengan benar.
JBB = jumlah siswa kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar.
JS A = jumlah siswa kelompok atas.
JS B = jumlah siswa kelompok bawah.
Klasifikasi daya pembeda soal adalah :
DP ≤ 0,00 = Sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 = Jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 = Cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 = Baik
0,70 < DP ≤ 1,00 = Sangat baik (Arikunto, 2006)

28
29

14.4.2 Analisis Uji Coba Angket


1. Validitas
Untuk mengetahui validitas angket digunakan pertimbangan dan penilaian
ahli.
2. Reliabilitas
Pengujian reliabilitas angket dilakukan dengan rumus Cronbach Alpha.
𝑘 ∑ 𝑠𝑥2
∝ = (𝑘−1) (1 − ) ………………(Arikunto, 2006: 100)
𝑠𝑡2

Keterangan:
α = reliabilitas yang dicari
k = jumlah item
∑ sx2 = jumlah varians skor tiap-tiap item
st2 = varians total
14.4.3 Analisis Lembar Observasi Proses sains
Pengujian validitas lembar observasi menggunakan validitas konstruk
dengan pendapat ahli.
14.4.4 Analisis Validitas perangkat pembelajaran Lembar kerja siswa
Kevalidan perangkat pembelajaran dalam penelitian ini adalah validitas
isi. Validitas isi (content validity) adalah validitas yang diperoleh setelah
dilakukan penganalisaan, penelusuran atau pengujian sesuai isi kurikulum
(Sugiyono, 2010).
Pedoman penilaian dan teknik penskoran selengkapnya terdapat pada
lembar validasi. Rata-rata skor dari masing-masing perangkat pembelajaran
dihitung dengan cara sebagai berikut.

jumlah rata − rata skor perangkat


Rata − rata skor perangkat (R) =
jumlah aspek penilaian perangkat

(Azwar, 2002: 89)


Kriteria penilaian dirujuk pada interval penentu nilai kevalidan perangkat
pembelajaran sebagaimana tercantum pada Tabel 3.3.

29
30

Tabel. 3.3. Kriteria Nilai Kevalidan Perangkat pembelajaran


Persentase Kriteria
1,00 ≤ V <2,00 Tidak Valid
2,00 ≤ V<2,80 Kurang Valid
2,80 ≤ V <3,60 Valid
3,60 ≤ V ≤4,00 Sangat Valid

14.4.5 Lembar Validasi Soal Evaluasi


Pengujian validitas lembar observasi menggunakan validitas konstruk
dengan pendapat ahli.
14.5 Analisis Data Tahap akhir
Setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi perlakuan yang berbeda,
maka dilaksanakan tes akhir. Dari hasil tes akhir ini akan diperoleh data yang
digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis dalam penelitian ini. Langkah-
langkahnya sebagai berikut:
14.5.1 Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menentukan uji selanjutnya apakah
dengan uji statistik parametrik atau nonparametrik. Rumus yang digunakan Chi
Kuadrat yaitu:
k
(Oi  Ei ) 2
2  
i 1 Ei
Keterangan:
Oi = hasil penelitian
Ei = hasil yang diharapkan
χ2 = harga Chi- kuadrat

Kriteria : Jika χ2hitung ≤ χ2tabel dengan dk = k-3 dan  = 5% maka data


berdistribusi normal (Sudjana. 2005).
14.5.2. Uji Kesamaan Dua Varians

30
31

Uji kesamaan dua varians data peningkatan hasil belajar bertujuan untuk
menentukan rumus t hitung pada uji perbedaan dua rata-rata.

Hipotesis yang diajukan yaitu :


Ho :  1 2 =  2 2

Ha :  1  2
2 2

Ho diterima apabila F  F1/2  (nb-1): (nk-1)

F = var ians terbesar


var ians terkecil
Kriteria pengujian; jika harga Fhitung <
Ftabel, maka kedua kelompok mempunyai varians yang sama (homogen) (Sudjana
2005: 250).
14.5.5 Analisis Hasil Belajar
14.5.5.1 Analisis Hasil Belajar Aspek Konten dan Aspek Konteks
Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan
bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa sebelum
dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor tes awal dan
tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah pembelajaran dihitung
dengan rumus faktor g (N-gain) yang dikembangkan oleh Hake (1999) dengan
rumus:

S post  S pre
 g 
S maks  S pre

Kriteria tingkat capaian N-Gain:


Spost = skor tes akhir
Spre = skor tes awal
Smaks = skor maksimum

31
32

Selanjutnya Kriteria gain akan ditentukan seperti pada Tabel 3.4.


Tabel 3.4. Kriteria Gain yang dinormalisasi
<g> Kriteria

g ≥ 0,7 tinggi
0,3  g < 0,7 Sedang
g < 0,3 rendah
Pengolahan dan analisis data menggunakan uji statistik dengan tahapan–
tahapan sebagai berikut

(1) Menghitung Skor Gain yang dinormalisasi


Peningkatan penguasaan konsep siswa yang dikembangkan melalui
pembelajaran dihitung berdasarkan skor gain dinormalisasi (Hake, 1999).

(2) Uji Perbedaan Dua Rata-rata (Uji Satu Pihak Kanan) Data Hasil Belajar
Uji perbedaan rata-rata hasil belajar (uji satu pihak), dalam hal ini uji
pihak kanan, bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar kelompok
eksperimen lebih baik daripada hasil belajar kelompok kontrol.
Hipotesis statistik yang diajukan adalah :
H0: 1 = 2 yang berarti rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen sama dengan
rata-rata hasil kimia belajar kelompok kontrol.
Ha: 1 > 2 yang berarti rata-rata hasil belajar kelompok eksperimen lebih tinggi
dari pada rata-rata hasil belajar kelompok kontrol.
Jika varians kedua kelompok sama, maka rumus t yang digunakan adalah
sebagai berikut:

t
x1  x 2 2

n1  1s1  n2  1s 2
2 2

; s
1 1 n1  n2  2
s 
n1 n 2

Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :


1) Ho diterima jika thitung < t(1-α), di mana t(1-α) diperoleh dari daftar distribusi t
dengan dk = (n1 + n2 – 2) dan peluang (1-α).
2) Untuk harga-harga t yang lainnya H0 ditolak.

32
33

(Sudjana 2005: 243)


Jika varians kedua kelompok tidak sama maka statistik yang digunakan
adalah t’ sebagai berikut:

t’hitung = X1  X 2 (Sudjana 2005: 243)


S 1
2
 
/ n1  S / n2
2
2 
Kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut :
w1t1  w2 t 2 S2 S2
1) Ho diterima jika t’ < , dengan w1 = 1 , w2 = 2 ,
w1  w2 n1 n2

t1 = t(1-),(n1-1),dan t2 = t(1-) (n2-1), peluang penggunaan daftar


distribusi t adalah (1-) dan dk-nya masing-masing (n1-1) dan (n2-1).
w1t1  w2 t 2
2) H0 ditolak jika t’ ≥ .
w1  w2
(Sudjana 2005: 243)
14.5.5.2 Analisis Hasil Data penilaian Aspek Proses Sains
Analisis data pengamatan kinerja siswa bertujuan untuk mendeskripsikan
proses sains siswa selama pembelajaran berlangsung. Penilaian dengan
menggunakan lembar observasi, Tiap skor diberi nilai :
1 = tidak baik
2 = kurang baik
3 = baik
4 = sangat baik
Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai afektif sebagai berikut.
jumlah skor
Nilai = x 100
skor total
Data yang diperoleh dianalisis dengan rumus faktor g (N-gain) yang
dikembangkan oleh Hake (1999).

14.5.5.3 Analisis Deskriptif Hasil Belajar Afektif


Pada analisis tahap akhir ini, digunakan data hasil belajar. Analisis yang
digunakan deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui nilai afektif dan

33
34

psikomotorik baik kelompok kontrol maupun eksperimen. Rumus yang digunakan


untuk menghitung nilai afektif sebagai berikut.
jumlah skor
Nilai = x 100
skor total

Tiap aspek dari hasil belajar afektif kedua kelas dianalisis untuk
mengetahui rata-rata nilai tiap aspek dalam satu kelas tersebut. Adapun rumus
yang digunakan yaitu:
jumlah nilai
Rata-rata nilai tiap aspek =
jumlah responden

Selain itu, dihitung pula rata-rata skor tiap aspek kemudian dikriteriakan sesuai
Tabel 3.5.
Tabel 3.5. Kriteria Rata-rata Skor Aspek Afektif
Rentang Nilai Angka Nilai Huruf
3,5-4,0 A Sangat baik
2,5-3,4 B Baik
1,5-2,4 C Cukup
0-1,4 K Kurang

14.5.6 Analisis respon siswa


Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif yang bertujuan untuk
mengetahui tanggapan siswa terhadap lembar kerja siswa yang diungkapkan
menggunakan angket.

Data respon siswa yang diperoleh melalui angket dianalisis secara


diskriptif menggunakan persentase. Persentase tiap respon siswa dihitung dengan
rumus sebagai berikut ;

skor yang diperoleh


% respon siswa =
skor maksimal
X 100% (Sugiyono, 2011: 226)

Pada penilaian respon siswa digunakan pilihan jawaban ; (5) Sangat


setuju, (4) Setuju, (3) Ragu-ragu (2) Kurang setuju, (1) tidak setuju. Berdasar data
persentase respon siswa, maka dapat diperkirakan kriteria respon siswa pada
Tabel 3.6.

34
35

Tabel 3.6. Persentse Kriteria respon siswa


Persentase Kriteria
0 - 39 Gagal
40 - 55 Kurang
56 - 65 cukup
66 - 79 Baik
80 - 100 Sangat Baik

14.6 Indikator Keberhasilan Penelitian


Penelitian ini dikatakan berhasil jika:
1. Lembar kerja siswa bermuatan etnosains kimia yang telah dikembangkan
memperoleh rata rata skor dari validator dalam kategori valid
2. Peningkatan aspek proses sains siswa dengan observasi mencapai kategori
sedang
3. Hasil belajar siswa untuk mengukur aspek konten dan aspek konteks mencapai
KKM ≥ 76 dengan ketuntasan klasikal 75%
4. Minimal 70% dari jumlah siswa memberikan respon positif terhadap
pembelajaran yang dilakukan.

35
36

DAFTAR PUSTAKA

Anderson, O.W & Krathwohl, D.R. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching,
and Assessing (A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational
Objectives). New York : Addision Wesley Longman, Inc.

Arikunto,Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.


Jakarta:Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

BSNP. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.


Jakarta:Depdiknas.

Christoper J, H & Deborah L,R. 2010. Managing Inquiry-Based Science:


Challengesin Enacting Complex Science Instruction in Elementaryand
Middle School Classrooms. J Sci Teacher Educ DOI 10.1007/s10972-
009-9172-5.

Damayanti, Gebi. 2010. Model Pembelajaran Inkuiri. Jakarta : Rineka Cipta.

Daryanto . 2013. Strategi dan Tahap Mengajar. Bandung :CV Yrama Widya.

Depdiknas. 2008. Teknik Penyusunan Modul. Jakarta: Direktorat Pembinaan


SekolahMenengahKejuruan.

Ennis, R. H. Dkk. 2005.Critical Thinking Test. USA: Bright Minds.

Fisher, A. Berpikir Kritis Sebuah Pengantar. Terjemahan Benyamin Hadinata


2008. Jakarta: Erlangga.

Muhfahroyin. 2009. Memberdayakan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Melalui


Pembelajaran Konstruktivistik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
16(1).

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum yang Disempurnakan. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

Mundilarto. 2010. Penilaian Hasil Belajar Fisika. Yogyakarta: Pusat


Pengembangan Instruksional Sains.

Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta


: PT Bina Aksara.

Nitko, A.J. & Brookhart, S.M. 2011. Educational Assessment of Student (6th ed).
Boston: Pearson Education.

36
37

Purwanto, M. N. 2009. Prinsip-Prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung:Rosdakarya.

Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar


ProsesPendidikan.Jakarta:PenerbitKencanaPrenadaMedia.

Scriven, M. & Paul, R. 1987. Defining critical thinking.Journal of Nursing


Education, 39, 352–359.

Senler, B. 2015. Middle School Students’ Views of Scientific Inquiry: An


International Comparative Study. Science Education InternationalVol.
26, Issue 2, 2015, 166-179.

Sitepu. 2012. Penulisan Buku Teks Pelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya.


Jakarta:Rineka Cipta.

Sudjana,Nana.2004.Dasar-DasarProsesBelajarMengajar.Bandung:CVSinarBaru.

Sudirman. 1990. Ilmu Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung : Alfabeta.

Suminar.2001.Prinsip-prinsip Kimia Modern.Jakarta : Erlangga.

Sun, D., Looi, C. K & Xie, W. 2014. Collaborative Inquiry with a Web-Based
Science Learning Environment: When Teachers Enact It Differently.
J.Educational Technology & Society, 17 (4), 390–403.

Sund & Trowbridge. 1973. Teaching Science by Inquiry in the Secondary School.
Columbus: Charles E. Merill Publishing Company.

Susanti, A., Sajidan & Sugiyarto. 2014. Pembelajaran Biologi Menggunakan


Inquiry Training Models Dengan Vee Diagram Dan Kwl Chart Ditinjau
Dari Keterampilan Berpikir Kritis Dan Kemampuan Penalaran Formal.
Jurnal Inkuiri ISSN: 2252-7893, 3(1) : 75-84.

Uswatun, D.A & Rohaeti. E. 2015. Perangkat Pembelajaran Ipa Berbasis Inkuiri
Untuk Meningkatkan Critical Thinking Skills Dan Scientific Attitude
Siswa. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA 1(2) : 138-152

Warsita, B. 2011. Pendidikan Jarak Jauh. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Wena, M. 2010. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta


Timur:PT Bumi Aksara.

37
38

Wijaya,I.R. 2000.Statistika Non-Parametik (Aplikasi Program


SPSS).Bandung:Alfabeta.

Winkel. 2009. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi.

Wulandari, A.D., Kurnia & Sunarya, Y. 2013. Pembelajaran Praktikum Berbasis


Inkuiri Terbimbing Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa SMA Pada Materi Laju Reaksi. Jurnal Riset dan Praktik
Pendidikan Kimia ISSN 2301-721X,1(1).

38

Anda mungkin juga menyukai