Anda di halaman 1dari 10

PENGKATAGORIAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF SISWA SMA

DALAM MENYELESAIKAN SOAL MATEMATIKA TIPE HOTS

Gst Ayu Mahayukti1), Gede Suweken2), I Putu Aditya Wiradarma3)


1)
Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha, Jalan
Udayana No. 11 Singaraja, Kode Pos
2)
Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha, Jalan
Udayana No. 11 Singaraja
3)
Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas MIPA, Universitas Pendidikan Ganesha, Jalan
Udayana No. 11 Singaraja, Kode Pos
*
gustiayumahayukti@undiksha.ac.id

Abstrak

Abstrak Tujuan peneliian ini yakni mengkatagorikan kemampuan berpikir kreatif matematika
siswa ketika menyelesaikan soal tipe HOTS. Penelitian ini tergolong penelitian Deskriptif.
Subyek peneltian yakni siswa kelas XI MIPA 1 SMA N 1 Blahbatuh sebanyak 36 siswa. Data
kemampuan berpikir kreatif siswa diperoleh dengan tes tipe HOTS pada materi
Trigonometri. Instrumen tes tersusun dari 5 soal uraian. Studi ini memaparkan bahwa
instrumen valid dengan thitung = 0,38 hingga 0,72, dan reliabel dengan kategori sedang
dengan nilai Cronsbach’s Alpha sebesar 0,56. Hasil memperlihatkan kategori kemampuan
berpikir kreatif matematika siswa tergolong sedang dengan persentase 63,90%, sedangkan
jika dilihat dari masing-masing indikator berpikir kreatif diperoleh untuk Originality
terkategori cukup dengan persentase sebesar 46,10%, untuk Fluency terkategori cukup
dengan persentase sebesar 44,36%, untuk Flexibility terkategori kurang dengan persentase
sebesar 23,47%, dan untuk Elaboration terkategori cukup dengan persentase sebesar
45,28%. Hasil analisis juga menunjukkan soal dengan indikator menyelesaikan persamaan
yang berkaitan dengan rasio trigonometri untuk menentukan besar suatu sudut, hanya
dijawab oleh 4 orang siswa dari 36 orang siswa, dan jawabannya juga masih salah.

Kata Kunci: berpikir kreatif, HOTS, pengkatagorian

PENDAHULUAN sebuah ide maupun inspirasi yang tidak


Kreativitas didefinisikan sebagai proses biasa dan juga bersifat personal-individual
seseorang berpikir atau menghasilkan (Sitompul, 2003: 93). Di sisi lain, Harris
yang dikutif oleh Lubis (2010: 45) siswa cenderung hanyalah berfokus pada
mendefinisikan kreativitas sebagai contoh soal dari guru. Hasil ini didukung
kapabilitas seseorang dalam membuat suatu juga dari beberapa hasil penelitian seperti
karya baru, menciptakan ide-ide baru, penelitian Arifin dan Retnawati (2017: 97)
mengembangkan ide melalui kombinasi yang menemukan bahwa keterampilan
ide-ide yang sudah ada sehingga berpikir tingkat tinggi siswa kelas X kurang
membutuhkan sikap-sikap seperti menerima baik, dengan nilai rerata sebanyak 26,38
adanya sesuatu yang berubah dan dalam skala 100. Begitu juga hasil
diperbaharui, mempunyai keinginan dalam penelitian (Musfiqi & Jailani, 2014: 55;
bermain ide, mampu membiasakan diri Riadi & Retnawati, 2014: 134)
dalam menikmati sesuatu dengan baik, mengungkapkan bahwa kemampuan
tidak pernah berhenti bekerja keras untuk berpikir tingkat tinggi siswa sebelum
mengembangkan ide sehingga perubahan mengikuti pembelajaran (pretest) yang
dan perbaikan akan tercipta sedikit demi berorientasi pada HOTS masih sangat
sedikit. rendah, dan Dipertegas juga dari hasil
Pelajaran matematika sebagai salah satu penelitian Suparman & Zanthy (2019) yang
pelajaran yang wajib diberikan di sekolah memaparkan rendahnya kapabilitas seseorang
membuat siswa mampu memiliki dalam menciptakan pemikiran yang tak hanya
pemahaman rumus, melakukan kreatif tetapi juga matematis, tingkat
penghitungan, membuat sebuah analisis, kemampuan berpikir kreatif matematis
mengklasifikasi benda, menciptakan model siswa masih rendah. Ada dugaan bahwa
matematika, dan lain-lain. Dalam lingkungan anak khususnya lingkungan
mempelajari matematika, berpikir menjadi keluarga dan sekolah yang kurang suportif
pokok penting. Tidak hanya pikiran dalam mendukung anak-anak berekspresi
konvergen (biasa) yang dibutuhkan, tetapi menjadi salah satu penyebab kreativitas
juga kapabilitas divergen (berpikir tinggi). anak-anak Indonesia tidak terlalu tinggi
Tetapi problematika utama yang dihadapi adalah lingkungan yang kurang menunjang
dalam proses belajar-mengajar matematika anak-anak tersebut (Rahman, 2012).
yakni prestasi matematika murid yang Pentingnya matematika dalam melayani
masih rendah dan kenyataan di lapangan ilmu pengetahuan membuat peranan
saat mahasiswa melakukan praktek matematika dalam membantu dan
lapangan, banyak ditemukan siswa yang membimbing ide-ide yang tercipta, serta
kemampuan berpikir tingkat tingginya membentuk sikap siswa, hal ini sesuai
masih tergolong rendah. Sebagai contoh dengan pendapat Handoko (2013:189)
siswa banyak yang masih kebingungan bahwa matematika dapat difungsikan untuk
dalam memahami suatu soal cerita mengembangkan kemampuan berpikir yang
(menentukan yang diketahui dan yang sistematis, logis, kreatif, disiplin, dan
ditanyakan), menentukan tahapan pertama kerjasama yang efektif dalam kehidupan
dalam mengerjakan soal, membuat salah yang modern dan kompetitif.
dalam mengerjakan operasi hitung, serta
Sehubungan dengan hal itu, proses c) mampu memecahkan masalah-masalah
pembelajaran matematika seyogyanya non rutin. Berdasarkan hal itu, dapat
direncanakan dan dilaksanakan dengan dikatakan bahwa creativity merupakan hal
baik, sebab salah satu fungsi dari belajar penting yang harus ditekankan pada setiap
matematika adalah mengembangkan aspek kehidupan masyarakat khususnya
kemampuan berpikir kreatif dan pada bidang pendidikan. Srategi yang tepat
matematika salah satu pelajaran yang dapat ditentukan melalui kemampuan
menekankan pada keterampilan berpikir berpikir kreatif sehingga masalah mudah
kreatif. Selain itu pada abad ke-21 ini dan rumit bisa teratasi (Prihatiningsih, dkk,
seseorang yang memiliki keterampilan 2020).
berpikir kreatif mampu berpacu dan Berpikir kreatif merupakan sebuah
bersaing untuk kebutuhan hidupnya, proses dengan melibatkan unsur-unsur
menjadi seseorang yang lebih produktif, orisinalitas, kelancaran, fleksibelitas, dan
dan memahami isu-isu kompleks yang elaborasi (Susanto (2013:110). Hal tersebut
berkaitan dengan masyarakat global. Dalam menunjukan bahwa berfikir kreatif dapat
kurikulum 2013 telah dirumuskan mengembangkan daya pikir yang
kemampuan yang ingin dicapai masing- mencangkup wawasan dengan unsur unsur
masing mata pelajaran seperti mata yang luas. Dipertegas lagi oleh
pelajaran Matematika pada pembelajaran Eragamreddy (2013) bahwa seseorang
abad 21 merupakan pembelajaran yang yang kreatif mempunyai karakteristik
mengintegrasikan kemampuan literasi, diantaranya adalah mampu melihat sesuatu
kecakapan pengetahuan, keterampilan dan dari sudut pandang mana pun baik itu
sikap, serta penguasaan terhadap teknologi. melalui proses pendekatan yang baru
Keterampilan abad 21 atau dikenal dengan maupun dari perspektif baru.
4C (Communication, Berpikir kreatif mampu mendorong
Collaboration,Critical Thinking and munculnya pemikiran bermutu, hal tersebut
Problem Solving, dan Creativity and didukung oleh Sani (2014:15) bahwasanya
Inovation). Diperkuat juga oleh berpikir kreatif ialah kemampuan
pendapatnya Santyasa (2020) bahwa pada mengembangkan ide yang tak
abad 21 siswa dalam pembelajaran biasa, serta memiliki kualitas. Di sekolah-
membutuhkan pemahaman tentang a) sekolah ada kecenderungan siswa
konsep-konsep matematika yang kompleks, hanyalah diajarkan cara berpikir konvergen
dan kemampuan bekerja secara kreatif, yakni agar dapat menjawab persoalan yang
untuk menghasilkan ide baru, dan ada, ataupun disebut pemikir logis. Siswa
pengetahuan baru, b) mampu tidak dirangsang dengan kuat agar berpikir
menggevaluasi secara kritis dan kreatif “divergen” atau dengan kata lain berpikir
konsep dan prinsip matematika yang kreatif, yakni kemampuan menemukan
mereka baca, mampu mengekspresikan beragam jawaban akan sebuah persoalan,
secara jelas baik secara lisan dan tertulis (Sudiarta, 2007). Dengan pemikiran
serta memahami pemikiran matematis, dan divergen/kreatif ini cakrawala pemikiran
siswa terbentang serta memunculkan kemampuan berpikir kreatif matematis ialah
kemungkinan-kemungkinan yang baru. kemampuan menyelesaikan permasalahan
Sehingga, individu kreatif merupakan matematika menggunakan lebih dari satu
seseorang yang bisa membangun hubungan penyelesaian sekaligus kemampuan berpikir
antar ide sekaligus bisa melihat sesuatu dari lancar, luwes, berelaborasi, serta orisinal
bermacam-macam perspektif melalui dalam menjawab, yang dipertegas lagi oleh
pendekatan baru. pendapat Munandar (2012:192) bahwa
Setiap siswa pada proses terdapat empat kajian kreatif pada kajian
pembelajaran matematika diharuskan matematika diantaranya kelancaran
memiliki pemikiran yang kreatif (Rahma, (Fluency) menjawab, keluwesan jawaban
Farida, & Suherman, 2017), karena dengan (Fleksibilitas), keaslian dalam berpikir
berpikir kreatif, siswa tak hanya paham (Originality) dalam berpikir matematis, dan
materi pembelajaran, namun juga cara kemampuan berpikir terperinci (Elaborasi).
menghadapi permasalahan yang ada. Maka Hasil wawancara dengan guru mata
dari itu, dengan memiliki pemikiran yang pelajaran matematika di SMA khususnya di
kreatif, mampu membuat siswa menjadi kawasan Gianyar, pada kegiatan
lebih aktif dan tak hanya terpaku untuk pembelajaran matematika umumnya siswa
belajar. diberikan soal-soal uraian rutin, dan masih
Jadi, dapat dikatakan bahwasanya sangat minim dalam memberikan soal tipe
pada proses pembelajaran memerlukan cara HOTS. Hal ini dikarenakan kurangnya
yang mampu memotivasi siswa agar bisa durasi guru dalam penyusunan, pembahasan
paham dengan masalah yang ada, memiliki soal tipe HOTS, adanya tuntutan
kemampuan berpikir kreatif yang kurikulum serta administrasi guru. Hasil
meningkat, serta membuat siswa terlibat penelitian oleh (Sumaryanta, 2018)
aktif dalam penyelesaian suatu masalah menunjukkan bahwa guru jarang
atau siswa dilatih untuk menyelesaikan melakukan penilaian terhadap kemampuan
soal-soal tipe HOTS. Dengan diberikannya siswa dalam mengerjakan kategori soal
soal-soal HOTS pada proses belajar, HOTS. Kondisi tersebut tentu bertentangan
kemampuan berpikir kreatif siswa dapat dengan kepentingan siswa, karena siswa
dilatih secara rutin, sehingga siswa ketika mengikuti UTBK soal-soal yang
menjadi terbiasa dalam mengerjakan soal- diberikan tergolong soal HOTS, begitu juga
soal HOTS. Siswa disebut mempunyai jika siswa ingin mengikuti Seleksi
kemampuan berpikir kreatif jika Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
mempunyai banyak gagasan serta ide, (SBMPTN). Sehubungan dengan itu,
imajinatif, perasaan ingin tahu yang tinggi, seyogyanya siswa harus disiapkan dan
percaya diri pada kemampuannya, positif dibiasakan untuk menjawab soal-soal yang
thinking, selalu menantang permasalahan tergolong HOTS untuk meningkatkan
yang komplek sekaligus selalu bekerja kemampuan berpikir siswa kedepannya
keras (Hendriana dkk, 2017). Senada (Widana, 2017). Dalam pembelajaran
dengan Hendriana, menurut Sudiarta (2007) matematika, siswa sering dihadapkan pada
permasalahan rumit ataupun permasalahan pengumpulan data dilakukan melalui daring
yang tak rutin. Sehingga, kemampuan moodle dan google classroom. Karakteristik
berpikir kreatif sangat diperlukan dalam indikator kemampuan berpikir kreatif peserta
menghadapi masalah yang semakin didik disajikan pada Tabel 1.
kompleks, apalagi adanya perubahan yang Tabel 1. Karakteristik indikator kemampuan
sangat cepat, maka penting bagi peserta berpikir kreatif
didik untuk beradaptasi dengan lingkungan, Aspek yang
Respon siswa terhadap soal
dan situasi baru sehingga siswa dituntut diukur
Siswa dapat menjawab apabila
untuk mampu untuk berpikir kreatif.
Kelancaran terdapat pertanyaan serta lancar
Peneliti pun berkeinginan untuk (Fluency) menyampaikan gagasan –
mengkaji kemampuan berpikir kreatif gagasannya.
matematika peserta didik SMA ketika Siswa memiliki jawaban yang
menyelesaikan persoalan tipe HOTS pada Keluwesan serupa, namun memiliki arah
materi Trigonometri. Aspek berpikir kreatif (Flexibility) pemikiran (melalui cara) yang
dalam penelitian ini hanya difokuskan pada tak serupa
kelancaran (Fluency) menjawab, keluwesan Siswa menjawab dengan caranya
jawaban (Fleksibilitas), keaslian dalam masing-masing, yang jarang
Keaslian
diberi orang pada umumnya
berpikir (Originality) dalam berpikir (Oiginality)
(menjawab dengan cara/idenya
matematis, serta kemampuan berpikir
sendiri)
terperinci (Elaborasi). Siswa mampu menemukan arti
lebih mendalam pada pemecahan
Kerincian
METODE PENELITIAN masalah melalui langkah-
(Elaboration)
Penelitian ini merupakan penelitian langkah yang tepat
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Penelitian ini dilakukan guna menjelaskan Analisis kemampuan berpikir kreatif
kemampuan berpikir kreatif peserta didik ketika matematika peserta didik bisa terlihat
menyelesaikan soal HOTS. Subjek penelitian melalui skor yang didapatkan siswa setelah
ini yakni siswa kelas XI MIPA 1 SMAN menyelesaikan soal matematika tipe HOTS
Blahbatuh Gianyar tahun ajaran 2019/2020. yang bertujuan mengukur kemampuan
Adapun prosedur penelitiannya terdiri dari tahap berpikir kreatif matematika peserta didik.
persiapan, tahap pelaksanaan, tahap analisis data, Skor siswa dihitung untuk mengukur
serta tahap penyusunan laporan. Analisis kemampuan berpikir kreatif matematika
datanya terdiri dari beberapa tahapan yakni data peserta didik. Data tentang kemampuan
reduction, conclusion, dan drawing/verification. berpikir kreatif matematika peserta didik
Pada tahap persiapan dan pelaksanaan dimulai dianalisis berdasarkan nilai yang diperoleh
pertama mengembangkan soal HOTS pada ( X ) , mean ideal ( M i) , dan standar
materi. Tahap kedua uji pakar dan uji empirirs.
( i)SD
Dari hasil uji coba instrumen diperoleh kelima deviasi yang ditentukan
soal valid dengan reliabilitas sebesar 0,52 dan berdasarkan kriteria (Candiasa, 2010)
tergolong dalam kategori sedang. Teknik
Nilai maksimum tes kemampuan orang siswa memiliki kemampuan berpikir
berpikir kreatif yakni 100 dan skor kreatif dengan kategori tinggi, 63,9 %
minimum yang digunakan adalah 0, orang siswa memiliki kemampuan berpikir
sehingga didapat data kemampuan berpikir kreatif pada kategori sedang,dan 33,3 %
kreatif siswa dapat digolongkan seperti orang siswa memiliki kemampuan berpikir
pada Tabel 2. kreatif kategori rendah. Selanjutnya pada
Tabel 6 disajikan pengkategorian
Tabel 2. Kriteria Tingkat Kemampuan Berpikir kemampuan berpikir kreatif matematika
Kreatif siswa didasarkan pada masing-masing
Rentang Skor Kategori indikator yang digunakan.
X ≥66,67 Tinggi Tabel 6. Interpretasi Kemampuan Berpikir
33,33≤X <66 ,67 Sedang Kreatif berdasarkan Indikator
X <33,33 Rendah Indikator Persentase Interpretasi
Originality 46,1 % Cukup
Kemampuan berpikir kreatif (keaslian)
matematika siswa,jika dilihat dari masing- Fluency 44,36 % Cukup
masing indikator diinterpretasikan sebagai (kelancaran)
berikut. Flexibility 23,47 % Kurang
Tabel 3. Kriteria Kemampuan Berpikir Kreatif (kelenturan)
Berdasarkan Indikator Elaboration 45,28 % Cukup
(elaborasi)
Persentase Interpretasi
Ketercapaian kemampuan berpikir
81%-100% Sangat baik
kreatif peserta didik ketika menjawab
61%-80% Baik
41%-60% Cukup persoalan tipe HOTS dari masing-masing
21%-40% Kurang indikator berada pada interpretasi cukup
0%-20% Sangat Kurang dan kurang. Indikator Originality (keaslian)
(Riduwan, 2010) dimiliki oleh 46,1% siswa yang telah cukup
mampu menjawab permasalahan dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN soal, sehingga terinterpretasi cukup.
Pengkategorian kemampuan berpikir Indikator Fluency (kelancaran) dimiliki
kreatif matematika peserta didik sebagai oleh 44,36% siswa yang telah cukup
berikut. mampu menjawab permasalahan dalam
Tabel 5 Rekapitulasi Pengkategorian soal, sehingga terinterpretasi cukup.
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa Indikator Flexibility (kelenturan) masih
Tipe Soal Uraian berada diinterpretasi kurang karena hanya
Kategori Tinggi Sedang Rendah
23,47% siswa yang mampu menjawab
Frekuensi 1 23 12
Persentase 2,78 % 63,9 % 33,3 % permasalahan dalam soal. Indikator
Elaboration (elaborasi) dimiliki oleh
Berdasarkan Tabel 5 tampak 45,28% siswa yang telah cukup mampu
kemampuan berpikir kreatif matematika menjawab permasalahan dalam soal,
peserta didik ketika menyelesaikan soal sehingga terinterpretasi cukup.
HOTS dari 36 orang siswa hanya 2,78 %
Dari Tabel 6 juga menunjukkan menemukan beberapa kesalahan peserta
bahwa indikator yang memiliki persentase didik yang mengakibatkan kesalahan ketika
terendah adalah Flexibility (kelenturan) menjawab, yakni kurangnya ketelitian
sebesar 23,47%, yang diakibatkan oleh peserta didik ketika menghitung, misalkan
indikatornya yang mengharuskan siswa siswa salah menentukan nilai dari tan 300
dapat menjawab satu permasalahan dengan yang mengakibatkan keseluruhan jawaban
berbagai cara atau penyelesaian yang benar, menjadi salah. Di samping itu, kesalahan
sedangkan sangat sedikit siswa yang lainnya yakni siswa kurang paham
mampu menjawab satu permasalahan atau pertanyaan atau permasalahan yang
persoalan dengan menggunakan dua atau diberikan, misalnya diperintahkan untuk
lebih cara tanpa ada perintah di dalam soal. mencari panjang sisi suatu segi-6, siswa
Peneliti melakukan wawancara terhadap 4 menjawab dengan cara mencari panjang
orang siswa dengan skor terendah yang keseluruhan sisi dari segi-6 tersebut. Dari 5
diambil secara random siswa terkait soal yang di tes kan ternyata soal nomor 2
indikator Flexibility (kelenturan) ini, dengan indikator menyelesaikan persamaan
diperoleh hasil bahwa siswa tidak yang berkaitan dengan rasio trigonometri
memikirkan untuk menjawab satu soal untuk menentukan besar suatu sudut
dengan cara yang berbeda yang diberikan ternyata tergolong soal yang paling sedikit
oleh guru apalagi jika diminta denagn dua terjawab, hanya 4 peserta didik dari 36 yang
cara yang berbeda, tanpa adanya perintah menjawab soal nomer tersebut, dan itupun
yang tertera pada soal, siswa juga masih terdapat kekeliruan dalam
menyatakan bahwa menjawab soal dengan perhitungannya.
satu cara saja masih sulit, apalagi jika harus Peneliti melakukan wawancara
menjawab satu soal dengan dua cara yang terhadap salah satu siswa yang mendapat
berbeda. Indikator Flexibility (kelenturan) nilai terendah dalam menjawab soal HOTS
ini adalah indikator yang mengharuskan tipe uraian ini, siswa tersebut mengatakan
siswa dapat menjawab satu permasalahan sangat sulit jika diberikan soal yang
dengan minimal dua cara penyelesaian yang berbentuk soal cerita dikarenakan selain
berbeda jika ingin mendapatkan nilai harus memikirkan rumus yang digunakan,
maksimal dalam indikator ini. Jadi siswa tersebut juga harus dapat mengartikan
indikator Flexibility (kelenturan) ini maksud dari soal yang diberikan, waktu
menjadi indikator yang sulit dicapai oleh yang dibutuhkan sangat lama, dan soal
siswa. Hal ini disebabkan tidak terbiasanya cerita juga jarang dan jka diberikan juga
siswa menghadapi permasalahan hanya satu atau dua soal yang diberikan
menggunakan berbagai cara yang berbeda. saat ulangan harian. Hal inilah yang
Hasil analisis juga memperlihatkan mengakibatkan siswa tidak terbiasa dalam
persentase terbesar kemampuan berpikir menjawab soal-soal cerita, apalagi soal
kreatif peserta didik terkategori sedang HOTS, dan untuk soal nomor 2, siswa yang
dengan 63,9%, dan dari hasil koreksi diwawancari juga mengatakan belum
terhadap jawaban siswa, peneliti pernah mendapat soal sejenis itu, yang
mengakibatkan siswa tersebut tidak bisa dikutif pada Kartini (2011:146)
menjawabnya. Oleh karena itu, peneliti memaparkan agar bisa berpikir kreatif,
mendapatkan kesimpulan bahwa belum memerlukan stimulus agar memicu peserta
maksimalnya kemampuan berpikir kreatif didik berpikir. Stimulus bisa berbentuk
siswa dalam menjawab soal tipe HOTS, memberikan permasalahan menantang di
bisa jadi karena siswa kurang terbiasa awal proses belajar. Dengan diberikan
menyelesaikan soal/masalah tipe HOTS. stimulus/rangsangan kepada siswa berupa
Hal tersebut didukung dari beberapa hasil masalah atau soal tipe HOTS dalam proses
penelitian seperti penelitian Prastiti, pembelajaran, tentu dapat memacu tumbuh
Tresnaningsih, & Mairing (2018) yang dan meningkatnya kemampuan berpikir
menemukan bahwa 80,1% siswa SMAN di kreatif matematis siswa.
Surabaya tergolong kurang kreatif atau
tidak kreatif, dan Suparman & Zanthy SIMPULAN
(2019) memaparkan bahwasanya tingkatan Kemampuan berpikir kreatif
kemampuan berpikir kreatif matematis matematika peserta didik menjawab soal
peserta didik masihlah rendah. Hal tersebut matematika HOTS yaitu 2,78% tergolong tinggi,
dikarenakan penyelesaian permasalahan 63,9% tergolong sedang, dan 33,3% tergolong
terfokus pada rumus yang dipelajari. rendah. Kemampuan berpikir kreatif matematika
Peserta didik belum memaparkan siswa dalam menjawab soal matematika HOTS
pemahamannya akan permasalahan dengan berdasarkan indikator dalam berpikir kreatif
bentuk gambar ataupun table. Peserta didik yaitu Originality (keaslian dalam berpikir)
juga belum bisa memanfaatkan sebesar 46,1% terkategori cukup, Fluency
pengetahuan yang berkaitan, (kelancaran) sebesar 44,36% terkategori cukup,
strategi/pendekatan memecahkan masalah, Flexibility (kelenturan) sebesar 23,47%
serta pengalaman memecahkan masalah. terkategori kurang, dan Elaboration (elaborasi)
Sehingga, pemilihan stategi serta sebesar 45,28% terkategori cukup.Oleh karena
model pembelajaran sangatlah penting dan itu, dalam pembelajaran matematika, berpikir
memiliki andil besar melatih siswa untuk kreatif harus dikembangkan mulai dari sejak
berpikir kreatif. Sebab model pembelajaran dini. Pengembangan kemampuan berpikir
yang inovatif menuntut peserta didik tak kreatif dalam pembelajaran matematika sangat
hanya hafal serta mengerjakan latihan soal diperlukan, dikarenakan materi matematika serta
rutin saja, akan tetapi peserta didik berpikir kreatif ialah dua hal yang tak dapat
diharapkan agar menggunakan kemampuan dipisahkan, materi matematika dipahami dengan
berpikir tingkat tingginya untuk berpikir kreatif serta berpikir kreatif terlatih
menyelesaikan suatu masalah. Masalah dengan belajar matematika. Sehingga,
yang disajikan dalam pembelajaran kemampuan berpikir kreatif ialah salah satu
haruslah bermakna. Hal ini bertujuan agar penting untuk siswa karena ketika berpikir
peserta didik mampu mengembangkan kreatif peserta didik akan mempunyai beraneka
kemampuan berpikir kreatif dan perasaan ragam penyelesain terhadap suatu masalah dan
ingin tahu yang dimilikinya. Fisher yang siswa dituntut dapat mengeluarkan ide-ide atau
gagasan yang dimilikinya untuk menyelesaikan Handoko, H. 2013. Pembentukan Kemampuan
masalah yang diberikan. Berpikir Kreatif Pada Pembelajaran
Matematika Model SAVI Berbasis
Discovery Strategy di Laboratorium
Teezania. Prosiding Seminar Nasional
UCAPAN TERIMA KASIH
Matematika VII UNNES, pp: 287-291.
Ucapan terimakasih kami sampaikan Hendriana, H., & Rohaeti, E. E., &
kepada kepala SMAN 1 Blahbatuh, Guru Sumarmo, U. 2017. Hard Skill dan
Matematika, yang telah banyak membantu Soft Skill Matematik Siswa (1st ed.).
dalam pengumpulan data dan teman-teman Bandung: Refika Aditama.
yang tidak dapat disebutkan satu-persatu Kartini. 2011. Peningkatan Kemampuan
sehingga penelitian ini dapat terlaksana Berpikir Kreatif Matematis Siswa
SMA Melalui Pembelajaran Inkuiri
dengan baik sesuai rencana.
Model Alberta. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Matematika
STKIP Siliwangi Bandung. Vol. 1,
pp:145-153.
DAFTAR PUSTAKA Lubis, I. P. 2010. “Meningkatkan
Arifin, Z. dan Retnawati, H. 2017. Kemampuan dan Kreativitas Belajar
“Pengembangan Instrumen Pengukur Siswa melalui Metode Tutor Sebaya.”
Higher Order Thinking Skills Jurnal Penelitian Peningkatan
Matematika Siswa SMA Kelas X”. Kualitas Pembelajaran di
PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Kelas. Vol. 2 (2), pp: 45-49.
Matematika. Vo.12 (1), pp: 98-108. Munandar, U. 2012. Pengembangan
Budiman, A., & Jailani, J. 2014. Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
“Pengembanagn Instrumen Asesmen Rineka Cipta.
Higher Order Thinking Skill (HOTS) MusFiqi, S. & Jailani, J. 2014.
pada mata pelajaran matematikaSMP “Pengembangan Bahan Ajar
Kelas VIII Semester I”. Jurnal Riset Matematika yang Berorientasi pada
Pendidikan Matematika. Vol. 1(2). Karakter dan Higher Order Thinking
[Online]Tersedia:http://journal.uny.ac.i Skills (HOTS).” PYTHAGORAS:
d/index.php/jrpm/article/view/2671 (8 Jurnal Pendidikan Matematika.Vol.
September 2020). 9(1), pp:45-59. [Online] Tersedia:
Candiasa, I Made. 2010. Statistik Univariat /index.php/Pythagoras/article/view/90
dan Bivariat Disertai Aplikasi SPSS. 63/7398 (4 Desember 2020).
Singaraja: Unit Penerbitan Universitas Prastiti, T.D., Tresnaningsih, S., Pasini, J.
Pendidikan Ganesha Singaraja. 2018. “Tingkat Kemampuan Berpikir
Eragamreddy, N. 2013. “Teaching Creative Kreatif Mate.matis Siswa SMAN di
Thinking Skills”. International Surabaya.” Jurnal AdMathEdu, Vol.
Journal of English Language and 8(01), pp:83-94
Translation Studies. Vol. 2(1),pp:124- Prihatiningsih, M., Ratu, N., Kristen, U., &
145 [Online] Tersedia: Wacana, S. 2020. Analisis Tingkat
https://www.academia.edu/4481527/Te Berpikir Kreatif Siswa Ditinjau dari
aching_Creative_Thinking_Skills Gaya Kognitif Field Dependent dan
(5 Nopember 2020) Field Independent. Jurnal Cendekia:
Jurnal Pendidikan Matematika. Pendidikan dan Kebudayaan. No. 069,
Vol.04(01), pp:353–364. pp: 1004-1024.
Rahma, S., Farida, F., & Suherman, S. Sumaryanta. 2018. “Penilaian HOTs Dalam
2017. Analisis Berpikir Kritis Siswa Pembelajaran Matematika.”
dengan Pembelajaran Socrates Indonesian Digital Journal of
Kontekstual di SMP Negeri 1 Mathematics and Education.
Padangaratu Lampung Tengah. In Vol.8(8), pp:500-509.
Prosiding Seminar Nasional Susanto. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran
Matematika dan Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Fajar
Matematika ,Vol.1(1),pp:121-128. Interpratama Mandiri.
Rahman, R. 2012. Hubungan Antara Self- Widana, I. W. 2017. Modul Penyusunan
Concept Terhadap Matematika Soal Higher Order Thinking Skills
Dengan (HOTS). Jakarta: Direktorat
Kemampuan Berpikir Kreatif Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan
Matematik Siswa. Infinity Jurnal Dasar dan Menengah Departemen
Ilmiah Program Studi Matematika Pendidikan dan Kebudayaan.
STKIP Siliwangi Bandung, Vol.
1(1),pp:19–30.
Riduwan. 2012. Belajar Mudah Penelitian
untuk Guru-Karyawan dan Peneliti
Pemula. Bandung: Alfabeta
Sani. 2014. Pembelajaran Saintifik untuk
Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta:
Bumi Aksara.
Santyasa, IW. 2020. Pendidikan Guru dan
Kompetensi Guru Fisika di Era Merdeka
Belajar: Arah Inovasi Riset Berbasis
pada keterampilan Abad 21. Makalah
disajikan pada Senadika oleh Prodi
Pendidikan Fisika Undiksha pada tanggal
27 Oktober.
Siswono, T. Y. E. 2005. “Upaya Meningkatkan
Kemampuan Berpikir Kreatif siswa
melalui Pengajuan Masalah.” Jurnal
Pendidikan Matematika dan Sains
(JMPS). Vol. 10 (1), pp: 1-9.
Sitompul, R. 2003. “Memacu Potensi Kreatif
melalui Pembelajaran.” Pelangi
PPendidikan. Vol. 10 (3), pp: 93-97.
Sudiarta, I G. P. 2007. “Pengembangan
Pembelajaran Berpendekatan Tematik
Berorientasi Pemecahan Masalah
Matematika Terbuka untuk
Mengembangkan Kompetensi Berpikir
Divergen, Kritis dan Kreatif.” Jurnal

Anda mungkin juga menyukai