Anda di halaman 1dari 7

NAMA : RAUDHATUL JANNAH

NIM : 170205093

METODOLOGI PENELITIAN

ANALISIS GAYA KOGNITIF SISTEMATIS-INTUITIF SISWA DALAM


PEMBELAJARAN MATEMATIKA

A. LATAR BELAKANG

Pendidikan menurut (Äüôú, 2003) undang No.20 Tahun 2003 tentang system
pendidikan nasional adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangakan potensi pada dirinya
untuk memiliki kekuatan keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia,serta keterampilan pada dirinya , masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan
merupakan sebagai salah satu dari sumber untuk meningkatkan suatu kualiatas sumber daya
manuasi. Dimana pendidikan itu telah ditanamkan sejak kecil,dikarenakan dengan adanya
pendidikan manusia lebih mempertoleh pendidikan yang sesungguhnya. Oleh sebab itu
pentingnya peran seorang guru dalam pendidikan adalah dituntun untuk mendidik peserta
didik dengan cara yang baik dan memiliki kemampuan dalam pengalaman teoritis dan
kemampuan praktis.Tujuan pendidikan menurut (Äüôú, 2003) UU No.20 .pasal 3 Tahun
2003 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia yang
seutuhnya yakni takwa kepada Tuhan yang Maha esa, memiliki pengetahuan, sehat jasmani
dan rohani, memiliki budi pekerti , mandiri dan bertanggung jawab.

(Tahmir, Dassa, Matematika, Pascasarjana, & Negeri, 2017) Menurut Suradi Tahmir
Pembangunan nasional dewasa ini lebih diarahkan pada pendidikan yang menitikberatkan
peningkatan mutu pada setiap jenis dan jenjang pendidikan yang berorientasi pada
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan merupakan suatu proses yang
dapat mengubah pola pikir sesorang untuk selalu melakukan perubahan dan perbaikan dalam
segala aspek kehidupan. Pendidikan bagi siswa bertujuan untuk memberikan bekal untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pelajaran matematika perlu diajarkan di
semua jenjang pendidikan formal, mulai dari sekolah dasar sampai ke perguruan tinggi.
Materi-materi dalam pelajaran matematika tersusun secara hirarkis dan konsep matematika
yang satu dengan yang lainnyaa berkorelasi membentuk satu konsep baru yang lebih
kompleks. Pemecahan masalah merupakan bagian yang sangat penting dalam pelajaran
matematika. Siswa dituntut memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi
kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.

(Tahmir et al., 2017) Dalam menyelesaikan masalah matematika banyak hal yang
perlu diperhatikan mengingat materi-materi dalam pelajaran matematika yang tersusun secara
hirarkis dan konsep matematika yang satu dengan yang lainnya berkorelasi membentuk satu
konsep baru yang lebih kompleks. Siswa tidak dapat menyelesaikan masalah mungkin
dikarenakan karena dari tingkat kemampuan awal matematika siswa yang masih kurang.
Siswa harus dapat menghubungkan apa yang telah dimiliki dalam struktur berpikirnya yang
berupa konsep matematika, dengan permasalahan yang dia hadapi. Berdasarkan penjelasan
tersebut bahwa kemampuan awal matematika siswa perlu mendapat perhatian karna dapat
mempengaruhi kemampuannya dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Tingkat
kecakapan menyelesaikan masalah matematika juga berbeda-beda. Perbedaan – perbedaan
siswa dalam cara menyusun dan mengelolah informasi disebut dengan gaya kognitif.

(Dependent & Waedi, 2017) Gaya kognitif adalah salah satu karakteristik dari siswa
yang khas.Gaya kognitif adalah cara penerimaan dan cara memproses informasi yang
didapatkan individu. Menurut Keefe (Uno, 2012:185), gaya kognitif merupakan cara siswa
yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan cara penerimaan dan pengolahan
informasi, sikap terhadap informasi, maupun kebiasaan yang berhubungan dengan
lingkungan belajar. Sedangkan menurut Slameto sebagaimana yang dikutip oleh Abdul
Rahman (2013:245), gaya kognitif adalah perbedaan-perbedaan antar pribadi yang bersifat
menetap pada diri seseorang mengenai cara menerima, menyusun, dan mengolah informasi
serta pengalaman. Menurut Lusiana sebagaimana yang dikutip oleh Ratumanan (2003:2),
gaya kognitif mempunyai peranan yang sangat penting dalam keberhasilan pembelajaran
matematika.
(Kamandoko & Suherman, 2017) Proses berpikir analitik dan logika memainkan
peranan penting dalam mempresentasikan struktur pengetahuan matematika. Dengan demi
kian dalam memecahkan masalah matematika memerlukan proses mental sadar yang berupa
proses berpikir analitik dan logika. Namun demikian, hanya menggunakan proses berpikir
analitik dan logika saja belum tentu selalu diperoleh jawaban dari masalah, karena dalam
memecahkan masalah terkadang diperlukan dugaan atau klaim suatu pernyataan tanpa harus
dengan membuktikan. Oleh karena itu ada aktivitas mental berbeda dari kognisi formal dalam
mengoperasikan kegiatan matematika, termasuk pula dalam memecahkan masalah
matematika. Aktivitas yang berbeda dari kognisi formal tersebut disebut intuitive cognition
(kognisi intuitif), atau intuition (intuisi) (Budi Usodo, 2012:12).
(Tahmir et al., 2017) Hal ini penting juga diperhatikan dalam rangka pemahaman
untuk menanamkan konsep,rumus dan prosedural kepada siswa, guru perlu mengetahui
tingkat perkembangan intelektual dan struktur kognitif siswa yang akan mempelajari
konsep,rumus dan prosedural tersebut, agar strategi pelajaran yang di inginkan sesuai dengan
kognitif siswa. Jadi, dalam menyelesaikan masalah matematika selain kemampuan
kemampuan awal matematika siswa seorang guru juga harus memperhatikan gaya kognitif
siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Perlunya guru memperhatikan gaya kognitif siswa
dalam proses pembelajaran diharapkan dapat membantu siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran secara maksimal. Gaya kognitif yang sangat berkaitan dengan kemampuan
belajar siswa adalah gaya kognitif menurut pengertian Witkin (dalam Natsir, 2010:30) yaitu
gaya kognitif tipe field dependent (FD) dan gaya kognitif field independent (FI). Kedua gaya
kognitif tersebut menjadi perhatian dalam penelitian ini.Banyak faktor yang mempengaruhi
individu untuk memecahkan masalah matematika. Salah satunya adalaha gaya kognitif, gaya
kognitif adalaha cara seseorang melakukan berbagai aktivitas mental (berpikir, mengingat,
memecahka masalah , membuat keputusan, mengorganisasikan dan memproses informasi dan
seterusnya) yang bersifat konsisiten dan berlangsung lama.
Pengetahuan tentang gaya kognitif siswa diperlukan dalam merancang atau memodifikasi
materi, tujuan dan metode pembelajaran. Dengan adanya interaksi antara gaya kognitif
dengan faktor materi, tujuan dan metode pembelajaran, kemungkinan hasil belajar siswa
dapat dicapai dengan optimal. Ini menunjukan bahwa gaya kognitif merupakan salah satu
faktor yang perlu dipertimbangkan oleh guru dalam merancang pembelajaran.Terdapat dua
tipe gaya kognitif yang dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan yangdapat
mencerminkan cara analisis seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya, yaitu
Gaya field dependent (FD) dan field independent (FI).
Pencapaian pemahaman konsep matematika dapat diukur dengan indikator pencapaian
pemahaman konsep menurut Depdiknas (Sri Wardhani, 2010:20). Indikator pencapaian
pemahaman tersebut adalah sebagai berikut: (1) menyatakan ulang sebuah konsep, (2)
mengklasifikasi obyek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, (3) memberi
contoh dan bukan contoh dari konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk
representasi matematis, (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep,
(6) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (7)
mengaplikasikan konsep atau algoritma ke pemecakan masalah.

Berdasarkan beberapa penelitian di bidang psikologi, ditemukan bahwa individu


dengan gaya kognitif Field Independent cenderung lebih analitis dalam melihat suatu masalah
dibandingkan individu dengan gaya kognitif Field Dependent (Darma Andreas Ngilawajan,
2013:73). Pada gaya kognitif Field Independent dan Field Dependent diduga mampu
memecahkan masalah matematika. Hal tersebut dapat dilihat dari katakteristik yang dimiliki
kedua gaya kognitif tersebut. Karakteristik dasar dari kedua gaya kognitif tersebut sangat
cocok untuk diterapkan dalam penelitian yang melibatkan proses berpikir dalam pemecahan
masalah matematika.

Ficshbein telah menyajikan karakteristik umum kognisi intuisi dalam matematika,


yangmerupakan suatu yang dasar dan yang sangat jelas dalam suatu kognisi intuisi.
Karakteristikintuisi umum tersebut, (Budi Usodo, 2012,3-4) antara lain :

1. Direct, self evident cognitions (kognisi langsung, kognisi self evident ).


Kognisi langsung, kognisi self evident yang dimaksud adalah bahwa intuisi adalah
kognisiyang diterima sebagai feeling individual tanpa membutuhkan pengecekan
dan pembuktianlebih lanjut. Sebagai contoh: jarak terdekat antara dua titik adalah
garis lurus. Hal tersebut adalah self evident, pernyataan yang diterima secara
langsung.
2. Intrinsic certainty. Kepastian kognisi intuisi biasanya dihubungkan dengan
perasaan tertentu akan kepastian intrinsik. Pernyataan tentang garis lurus di atas
adalah subjektif, terasa seperti sudah menjadi ketentuan. Intrinsik bermakna
bahwa tidak ada pendukung eksternal yang diperlukan untuk memperoleh
semacam kepastian langsung (baik secara formal atauempiris).
3. Coerciveness. Intuisi mempunyai sifat menggiring ke arah sesuatu yang diyakini.
Hal ini berarti bahwa individu cenderung menolak interpretasi alternatif yang
akan mengkontradiksi intuisinya. Biasanya siswa dan bahkan orang dewasa
percaya bahwa perkalian akan menjadikan lebih besar dan pembagian akan
menjadikan lebih kecil. Hal ini ,karena pada masa kanak-kanak terbiasa dengan
mengoperasikan bilangan asli. Di kemudian hari setelah belajar bilangan rasional
masih dirasa untuk memperoleh keyakinan yang sama, yang secara jelas
sudahtidak sesuai lagi.
4. Extrapolativeness. Sifat penting kognisi intuitif adalah kemampuan untuk
meramalkan di balik suatu pendukung empiris. Sebagai contoh: pernyataan
”melalui satu titik di luar garis hanya dapat di gambar satu dan hanya satu garis
sejajar dengan garis tersebut” mengekspresikan kemampuan ekstrapolasi dari
intuisi. Tidak ada bukti empiris dan formal yang dapat mendukung pernyataan
tersebut. Walaupun demikian, hal tersebut dapat diterima secara intuitif, suatu
kepastian, sebagai self evident.
5. Globality. Intuitif adalah kognisi global yang berlawanan dengan kognisi yang
diperoleh secara logis, berurutan dan secara analitis.
Sebagai contoh: Salah satu anak berumur 4-5 tahun diberikan dua lembar kertas A
dan B yang sama. Pada kertas A anak tersebut diminta menggambar titik (P1) dan
selanjutnya di minta untuk menggambar titik (P2) pada kertas B yang letaknya
sama persis dengan titik P1 di lembar A. Anak tersebut biasanya akan
menggambar titik P2 pada lembar B kurang lebih tempatnya sama. Jika anak
tersebut diminta untuk menjelaskan mengapai meletakkan titik tersebut di lembar
B, anak tersebut tidak dapat memberikan penjelasan. Dia memecahkan masalah
tersebut secara intuitif,secara langsung melalui perkiraan secara global.

Hassan (2002: 172) menyebutkan banyak peneliti yang menyatakan bahwa siswa
dengan gaya kognitif yang berbeda, menerima proses informasi dan pemecahan masalah
dengan cara yang berbeda. Permasalahannya adalah guru belum memperhatikan gaya
kognitif siswa dalam pembelajaran. Guru masih menganggap siswa memiliki kemampuan
yang sama dalam menerima pelajaran dan memecahkan masalah matematika. Rostampour
dan Niroomand (2014: 52) menyatakan bahwa guru harus menjadikan perbedaan individu
sebagai pertimbangan sehingga guru dapat mengadopsi dan menerapkan metode
pembelajaran yang sesuai dengan peserta didik yang memiliki gaya kognitif yang berbeda.

(Dependent & Waedi, 2017) Pada penelitian ini, menggunakan variabel gaya kognitif
yang dibedakan menjadi gaya kognitif field independent dengan field dependent yang
dikembangkan oleh Witkin (Saracho, 1997:10). Witkin (Sanang & Loekmono, 2012:15)
mendefinisikan gaya kognitif field independent dengan field dependent. Berikut ini definisi
masing-masing gaya kognitif menurut Witkin:
1. Gaya Kognitif Field Independent
Gaya kognitif field ndependent adalah gaya kognitif seseorang yang memiliki
kecenderungan dalam merespon stimulus menggunakan persepsi yang dimilikinya sendiri,
lebih analitis, dan menganalisis pola berdasarkan komponen-komponennya.
2. Gaya Kognitif Field Dependent
Gaya kognitif field dependent adalah gaya kognitif seseorang yang mempunyai
kecenderungan dalam merespon suatu stimulus menggunakan syarat lingkungan sebagai
dasar dalam persepsinya dan kecenderungan memandang suatu pola sebagai keseluruhan,
tidak memisahkan bagian-bagiannya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ngilawajan (2013) menunjukkan bahwa


siswa dengan gaya kognitif FI memahami masalah lebih baik bila dibandingkan dengan siswa
gaya kognitif FD. Penelitian yang dilakukan oleh Arifin et al. (2015) menunjukkan bahwa
siswa dengan gaya kognitif FI memiliki respon pemecahan masalah matematika yang lebih
kompleks dibandingkan dengan siswa gaya kognitif FD yang cara pengerjaannya lebih
umum. Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Vendiagrys et al. (2015) memberikan hasil
sebagai berikut :

1. untuk siswa dengan gaya kognitif FI dalam menyelesaikan masalah memiliki


profil: dapat memahami pernyataan verbal dari masalah dan mengubahnya ke
dalam kalimat matematika, lebih analitis dalam menerima informasi, dapat
memperluas hasil pemecahan masalah dan pemikiran matematis, memberikan
suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks
kehidupan nyata, dan memperoleh jawaban yang benar;
2. untuk siswa dengan gaya kognitif FD dalam menyelesaikan masalah memiliki
profil: dapat memahami pernyataan verbal dari masalah, tetapi tidak dapat
mengubahnya ke dalam kalimat matematika, lebih global dalam menerima
informasi, mudah terpengaruh manipulasi unsur pengecoh karena memandang
secara global, tidak dapat memperluas hasil pemecahan masalah, memberikan
suatu pembenaran berdasarkan pada hasil, memecahkan masalah dalam konteks
kehidupan nyata, dan sering tidak dapat memperoleh jawaban yang benar.
DAFTAR PUSTAKA

Äüôú, Ö. (2003). No Title 中 国 儒 家 教 育 文 化 对 职 业 教 育 的 影 响 .


https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004

Dependent, P. P. K. M. S. D. dari G. K. antara F. I. dengan F., & Waedi. (2017).


artikel1413153111. 06(1), 1–11.

Kamandoko, & Suherman. (2017). rofil Intuisi Matematis Siswa Dalam Pemecahan Masalah
Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif Field Independent Dan Field Dependent.
Jurnal Penelitian LPPM IKIP PGRI Madiun, 5(1), 2.

Rahman, A. (2013). Pengajuan Masalah Matematika Ditinjau Gaya Kognitif dan Kategori
Informasi. Jurnal Ilmu Pendidikan, (2), 244–251.

Ratumanan, T. G. (2003). Pengaruh Model pembelajaran dan Gaya Kognitif terhadap Hasil
Belajar Matematika Siswa SLTP Di Kota Ambon. Jurnal Pendidikan Dasar, 5(1), 1–10.

Sanang, Y., & Loekmono, L. (2012). Hubungan Gaya Kognitif, Kecerdasan Emosional
dengan Prestasi Belajar Fisika Siswa IPA SMA Kristen Barana Rantepao Toraja. 28(2),
111–125.

Saracho, O. N. (1997). Teachers’ and Students’ Cognitive Styles in Early Childhood


Education. London: Bergin & Garvey Westport Connecticut.

Sri Wardhani. (2010). SMP/MTs, Teknik Pengembangan Instrumen Penilaian Hasil Belajar
Matematika di. 1–32.

Tahmir, S., Dassa, A., Matematika, P. P., Pascasarjana, P., & Negeri, U. (2017). 1 1) , 2) , 3).
5(1), 14–26.

Uno, H. B. (2012). Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai