Anda di halaman 1dari 17

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kompetensi Dasar Ranah Kognitif

Kognitif sering kali diartikan sebagai kecerdasan berpikir. Teori kognitif


berhubungan dengan bagaimana kita memperoleh, memproses, dan menggunakan
(Lefrancois et al., 1997). Kemampuan kognitif merupakan suatu proses berpikir,
yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan
dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan
berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar (Susanto,
2012).

Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan


anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan
dengan masalah berpikir. Perkembangan kognitif mengacu pada tahapan-tahapan
dan proses-proses yang terlibat di dalam intelektual anak Perkembangan kognitif
dimulai dari proses-proses berpikir secara konkrit sampai dengan yang lebih
tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis. Kemampuan atau perkembangan
kognitif sebagai hasil dari hubungan perkembangan otak dan sistem nervous dan
pengalaman – pengalaman yang membantu individu untuk beradaptasi dengan
lingkungan. Perkembangan kognitif tersebut diperlukan sebuah evaluasi untuk
melihat seberapa jauh perkembangan yang telah dicapai oleh setiap individu.

Kompetensi yang dimaksud dalam kegiatan belajar menurut Baeti et al.


(2014) merupakan perilaku-perilaku yang meliputi aspek pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang ditampilkan oleh peserta didik. Kompetensi diartikan sebagai
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang yang
telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku
pengetahuan, sikap, dan keterampilan dengan sebaik-baiknya.
Kompetensi inti merupakan operasionalisasi standar kompetensi lulusan
(SKL) dalam bentuk kualitas yang harus dimiliki mereka yang telah
menyelesaikan pendidikan pada satuan pendidikan tertentu atau jenjang
pendidikan tertentu, gambaran mengenai kompetensi utama yang dikelompokkan
ke dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan (afektif, kognitif, dan
psikomotor) yang harus dipelajari peserta didik untuk suatu jenjang sekolah, kelas
dan mata pelajaran. Kompetensi dasar merupakan kompetensi yang diturunkan
dari kompetensi inti pada setiap mata pelajaran. Menurut Tim Kementerian dan
Kebudayaan dalam Kurikulum 2013 (2013) mendefinisikan kompetensi dasar
adalah konten atau kompetensi yang terdiri atas sikap, pengetahuan, dan
keterampilan yang bersumber pada kompetensi inti (KI) yang harus dikuasai
peserta didik. Kompetensi yang harus dicapai dalam proses pembelajaran terdiri
atas tiga ranah kompetensi yaitu ranah pengetahuan, ranah sikap, dan ranah
ketrampilan.
Proses pengetahuan menurut Widoyoko (2014) merupakan cara yang
dipakai peserta didik secara aktif dalam proses mengonstruksi makna. Peserta
didik melakukan proses pengetahuan secara aktif, yakni memperhatikan informasi
relevan yang diterima, menata informasi menjadi gambaran yang koheren, dan
memadukan informasi tersebut dengan pengetahuan yang telah dimilikinya.
Terdapat enam subranah proses pengetahuan menurut Surmiyati et al., (2014)
mulai dari jenjang yang paling rendah ke jenjang yang paling tinggi. Enam
jenjang tersebut meliputi:
1. Pengetahuan (ingatan)
Pengetahuan diartikan sebagai kemampuan untuk mengingat bahan-bahan
yang pernah dipelajari sebelumnya.
2. Pemahaman
Pemahaman didefinisikan sebagai kemampuan untuk menangkap pengertian
dari sesuatu. Hal ini dapat ditunjukkan dalam bentuk menerjemahkan sesuatu,
menafsirkan sesuatu dengan cara menjelaskan atau membuat intisari, dan
memperkirakan kecenderungan di masa mendatang.
3. Penerapan
Penerapan diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahan-bahan
yang telah dipelajari dalam situasi baru dan nyata.
4. Analisis (Penguraian)
Analisis atau penguraian didefinisikan sebagai kemampuan untuk
menguraikan suatu pokok atas berbagai bagiannya dan menelaah bagian
tersebut serta menghubungkan antar bagian untuk memperoleh pengertian
yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan.
5. Penyatuan (Sintesis)
Penyatuan atau sintesis merupakan kemampuan untuk mempersatukan bagian
yang terpisah guna membangun suatu kesuluruhan yang utuh.
6. Penilaian (Evaluasi)
Penilaian atau evaluasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengkaji nilai
atau harga dari sesuatu seperti pertanyaan, cerita, novel, puisi, dan laporan
penelitian untuk suatu tujuan.
Pencapaian kompetensi dasar pengetahuan peserta didik dapat dinilai
melalui evaluasi pembelajaran untuk mengukur aspek kognitif peserta didik. Soal
evaluasi yang digunakan disesuaikan dengan indikator-indikator yang terdapat
pada aspek kognitif.
Evaluasi dalam KBBI memiliki arti penilaian. Evaluasi dalam
pembelajaran secara lebih luas merupakan penentuan sejauh mana tujuan
pendidikan telah tercapai. Selain itu evaluasi mencakup masalah informasi dan
kebijakan, yaitu informasi pelaksanaan dan keberhasilan program kemudian
diaplikasikan pada kebijakan setelahnya. Tujuan evaluasi di antaranya adalah :

1. Menghimpun data dan informasi yang akan dijadikan sebagai bukti mengenai
taraf perkembangan atau kemajuan yang dialami peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu
2. Mengetahui tingkat efektifitas proses pembelajaran yang telah dilakukan oleh
pendidik dan peserta didik

Tes merupakan salah satu prosedur evaluasi dalam pendidikan yang


komprehensif, sistematik, dan objektif yang hasilnya dapat dijadikan sebagai
dasar dalam pengambilan keputusan dalam proses pengajaran yang dilakukan oleh
pendidik (Djaali dan Muljono, 2008). Tes dapat berupa sejumlah pertanyaan atau
permintaan melakukan sesuatu untuk mengukur pengetahuan, ketrampilan,
intelegensi, bakat, atau kemampuan lain yang dimiliki oleh seseorang. Dalam
pengerjaan tes tersebut akan ada batas minimal sebagai batas ketuntasan. Hasil tes
bukan hanya menunjukkan berapa skor yang benar dan salah dari setiap peserta
didik, namun memberikan informasi pola pencapaian ketuntasan kemampuan
peserta didik. Informasi tersebut dapat membantu peserta didik dan guru untuk
memahami lebih baik makna dari skor itu sendiri dalam kaitannya dengan
peningkatan hasil belajar.

2.2. Pemahaman Konsep

Pemahaman konsep terdiri dua kata pemahaman dan konsep. Dalam


kamus Besar Bahasa Indonesia, paham berarti mengerti dengan tepat. Pemahaman
merupakan pengertian terhadap hubungan antar faktor, antar konsep, dan antar
data, hubungan sebab akibat, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan konsep
merupakan suatu abstraksi yang menggambarkan ciri-ciri, karakter atau atribut
yang sama dari sekelompok objek dari suatu fakta, baik merupakan suatu proses,
peristiwa, benda atau fenomena di alam yang membedakannya dari kelompok
lainnya. Setiap individu pertama kali akan melewati proses pembelajaran dari
lingkungannya untuk kemudian mulai membangun sendiri gagasan yang diperoleh
melalui pengalamannya. Gagasan-gagasan yang telah dimiliki oleh seorang
individu bisa disebut sebagai prakonsepsi (pengetahuan awal) (Rohmawati dan
Suyono, 2012). Prakonsepsi ini bisa digunakan sebagai pemahaman awal
seseorang peserta didik untuk memulai proses pembelajaran di kelas formal dan
membantu mereka dalam memahami konsep. Konsep disusun secara berurutan
sehingga konsep sebelumnya akan digunakan untuk mempelajari konsep
selanjutnya. Oleh sebab itu, belajar harus mengerti secara makna dan filosofinya,
maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan peserta
didik memahami suatu situasi (Agustin, 2018).

Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dari tiga aspek penilaian
kimia. Penilaian pada aspek pemahaman konsep ini bertujuan mengetahui sejauh
mana peserta didik mampu menerima dan memahami konsep dasar kimia yang
telah diterima peserta didik (Kuswana, 2012). Pemahaman terhadap sutau konsep
dapat berkembang baik jika terlebih dahulu disajikan konsep yang paling umum
sebagai jembatan antara informasi baru dengan informasi yang telah ada pada
struktur kognitif peserta didik atau pada pengetahuan peserta didik. Dan
keberhasilan peserta didik dalam memahami konsep yang lebih kompleks
didasarkan pada pemahaman konsep dasar yang dikuasainya (Ulva, 2016).

Di dalam salah satu ranah kognitif yang mengacu pada taksonomi Bloom
adalah pemahaman, yang merupakan kemampuan untuk menangkap arti materi
yang dapat berupa kata, angka, dan menjelaskan sebab akibat. Belajar konsep
merupakan kemampuan seseorang mengembangkan ide abstrak yang
memungkinkannya untuk mengelompokkan/menggolongkan suatu objek. Bahwa
konsep adalah berjenjang, dapat dilihat dari contoh konsep tentang fungsi bijektif
dikembangkan dari konsep relasi dan sebagainya (Setiawan, 2008).

Kemampuan peserta didik dalam memahami suatu konsep kimia sangat


menentukan dalam proses menyelesaikan persoalan kimia. Keberhasilan
pembelajaran kimia dapat diukur dari kemampuan peserta didik dalam memahami
dan menerapkan konsep dalam memecahkan masalah. Dengan demikian,
pemahaman konsep kimia peserta didik dapat dikatakan baik apabila peserta didik
dapat mengerjakan soal-soal yang diberikan dengan baik dan benar.

Kesalahan dalam memahami konsep berbeda dengan miskonsepsi.


Miskonsepsi merupakan pengetahuan konseptual yang tidak konsisten dan
berbeda dengan kesepakatan ilmuan, sedangkan tidak paham konsep merupakan
kondisi yang menunjukan bahwa peserta didik benar-benar tidak memahami
konsep bahkan tidak hafal atau tidak mengetahui. Terdapat enam tingkat kriteria
pemahaman konsep yang dikemukakan oleh Abraham (1992). Enam tingkat
kriteria pemahaman konsep ditunjukkan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kriteria pemahaman konsep

No Derajat Pemahaman Kriteria Pemahaman


1. Tidak ada respon Kosong
Tidak tahu
Tidak mengerti
2. Tidak paham Mengulangi pertanyaan
Respon tidak relevan
3. Miskonsepsi Respon yang diberikan tidak logis atau
informasi tidak benar
4. Paham sebagian dengan Jawaban menunjukan ada konsep yang
miskonsepsi dikuasai tetapi ada pernyataan yang
menunjukkan miskonsepsi
5. Paham sebagian Jawaban menunjukan komponen yang
diinginkan tetapi tidak lengkap
6. Paham Respon menunjukan konsep yang
dipahami dengan penjelasan benar
Berikut ini indikator peserta didik yang memahami suatu konsep menurut
Badan Standar Nasional Pendidikan dalam model penilaian kelas (BSNP, 2006)

1. Menyatakan ulang sebuah konsep.


2. Mengklasifikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai dengan
konsepnya.
3. Memberi contoh dan non contoh dari konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
6. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur tertentu.
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah.

Di antara indikator tersebut, dapat dijabarkan sebagai indikator-indikator


soal dalam tes diagnostic, seperti ditanpilkan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Indikator pemahaman konsep peserta didik

No Indikator Pemahaman Indikator Soal Pemahaman Konsep


Konsep
1. Mengklasifikasikan sebuah a. Mengidentifikasi reaksi
objek-objek menurut disproporsionasi
sifatsifat tertentu b. Membedakan zat yang bertindak
sebagai oksidator dan reduktor dari
suatu reaksi redoks
2. Mengaplikasikan konsep a. Menyusun bilangan oksidasi unsur
dalam ion dan senyawa
3. Menggunakan, a. Membedakan tata nama senyawa ion,
memeanfaatkan, dan kovalen, dan poliatomik
memilih prosedur b. Membedakan tata nama senyawa asam,
basa, dan oksida
4. Memberi contoh dari a. Membedakan reaksi yang termasuk
konsep reaksi redoks dan bukan redoks
b. menetapkan peristiwa yang melibatkan
reaksi redoks dalam kehidupan sehari-
hari.
Ilmu kimia terdapat dua jenis pemahaman yang harus dikuasai oleh peserta
didik, yaitu pemahaman konseptual dan pemahaman algoritmik. Pemahaman
konseptual merupakan pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan
konsep, yaitu arti, sifat, dan uraian suatu konsep dan juga kemampuan dalam
menjelaskan teks, diagram, dan fenomena yang melibatkan konsep-konsep pokok
yang bersifat abstrak dan teori-teori dasar sains. Pemahaman algoritmik
merupakan pemahaman tentang prosedur atau serangkaian peraturan yang
melibatkan perhitungan matematika untuk memecahkan suatu masalah (Zidny,
2013).

Terdapat dua jenis pemahaman konsep, yaitu pemahaman instrumental dan


pemahaman rasional. Pemahaman instrumental dapat diartikan sebagai
pemahaman atas konsep yang saling terpisah dan hanya rumus yang dihafal dalam
melakukan perhitungan sederhana, sedangkan pemahaman rasional termuat satu
skema atau strukstur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih
luas. Suatu ide, fakta, atau prosedur matematika dapat dipahami sepenuhnya jika
dikaitkan dengan jaringan dari sejumlah kekuatan koneksi. Tingkatan pemahaman
rasional peserta didik ini benar-benar memahami konsep terbukti dapat memilih
jawaban dengan alasan yang keduanya berkaitan dan benar.

2.3. E-Diagnostic Test

Tes diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kekuatan dan
kelemahan peserta diidk ketika mempelajari sesuatu, sehingga hasilnya dapat
digunakan sebagai dasar tindak lanjut. Tes ini dapat berupa sejumlah pertanyaan
atau permintaan untuk melakukan sesuatu. Tes diagnostik biasanya dilakukan
sebelum tes sumatif (Yeany & Miller, 2006). Tujuan tes diagnostic adalah melihat
kemajuan belajar peserta didik yang berkaitan dengan proses menemukan
kelemahan peserta didik pada materi tertentu. Pendekatan yang dilakukan
pendidik dalam mendiagnosis kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik. Lima
pendekatan tes diagnosis yaitu pendekatan profil materi, pendekatan prasyarat
pengetahuan, pendekatan pencapaian tujuan pembelajaran, pendekatan identifikasi
kesalahan, dan pendekatan pengetahuan berstruktur (Depdiknas, 2002).

Tes diagnostik memiliki dua fungsi utama, yaitu :


a. Mengidentifikasi masalah atau kesulitan yang dialami peserta didik
b. Merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai dengan
masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi.

Karakteristik tes diagnostic adalah sebagai berikut :

a. Mendeteksi kesulitan
b. Dikembangkan berdasarkan analisis terhadap sumber-sumber kesulitan
c. Menggunakan bentuk soal uraian atau jawaban singkat
d. Jika mneggunakan bentuk soal pilihan ganda disertai alasan pemilihan
e. Disertai rancangan tindak lanjut sesuai dengan kesulitan yang teridentifikasi.

(Rusilowati, 2015)

Langkah-langkah pengembangan tes diagnostik dimulai dari kompetensi


dasar yang bermasalah

a. Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum tercapai ketuntasan


Tercapainya kompetensi dasar disajikan dari munculnya sejumlah indikator
maka bila kompetensi dasar tidak tercapai perlu didiagnosis indikator-
indikator mana saja yang tidak mampu dimunculkan. Masalah hanya terjadi
pada indikator tertentu maka cukup pada indikator tersebut saja yang disusun
untuk tes diagnostic.
b. Menentukan kemungkinan sumber masalah
Menentukan kemungkinan sumber masalah dari kompetensi dan indikator
yang bermasalah. Ada tiga sumber utama yang sering menimbulkan masalah
dalam pembelajaran sains yaitu tidak terpenuhinya kemampuan prasyarat,
terjadinya miskonsepsi, dan rendahnya kemampuan memecahkan masalah.
c. Menentukan bentuk dan jumlah soal yang sesuai
Butir tes dapat berupa tes pilihan, uraian, maupun kinerja sesuai dengan
sumber masalah yang diduga dan pada dimensi mana masalah yang terjadi
d. Menyusun kisi-kisi soal
Kisi-kisi disusun sebelum membuat butir soal dalam tes diagnostic. Kisi-kisi
harus memuat kompetensi daar dan indikator yang diduga bermasalah, materi
pokok yang terkait, dugaan sumber masalah, bentuk dan jumlah soal, dan
indikator soal

e. Menulis soal
Setiap butir soal tes memliliki karakteristik dan memiliki fungsi diagnosis
sehingga soal tes diagnostic memberi informasi yang dibutuhkan yaitu
pemahaman konsep peserta didik.
f. Mengulas soal
Butir soal yang baik tentu memenuhi validasi isi, maka soal yang sudah
disusun harus divalidasi oleh seorang pakar di bidangnya.
g. Menyusun kriteria penilaian
Kriteria penilaian memuat rentang skor yang menggambarkan pada rentang
berapa peserta didik dikatakan tuntas atau belum.
2.3.1. Three-Tiers Multiple Choice
Tes diagnostik merupakan tes yang digunakan untuk mengidentifikasi
kelemahan-kelemahan konsep siswa sehingga dapat menentukan penyebabnya.
Instrumen three-tier diagnostic test memiliki tiga tahapan menurut (Türker
(2005), Astari (2012), Scaffer (2013), dan Kirbulut (2014), yaitu :
a. Tahap satu, berupa kalimat soal dan pilihan jawaban.
b. Tahap dua, berupa pilihan alasan atas pilihan jawaban yang telah terpilih pada
tahap satu.
c. Tahap tiga, berupa pertanyaan penegasan yakin atau tidak yakin dari jawaban
yang telah dipilih pada tahap satu dan dua.
Hal ini menjadikan instrumen diagnostik lebih efektif dalam memberikan
pengetahuan sebagai alasan yang mendasari jawaban peserta didik (Marsita,
2010). Tes dengan tiga tahap ini lebih efektif untuk membedakan antara siswa
yang mengalami miskonsepsi dengan yang kurang paham atau tidak paham
konsep (Lemma, 2012).
2.3.2. Computer Based Test
Tes lekat dihubungkan dengan cara pengukuran terhadap penguasaan
materi tertentu. Hasil dari tes salah satunya digunakan untuk membuat keputusan
sekolah atau pendidik terhadap peserta didiknya. Hasil tes dianggap sebagai bukti
yang valid dari individu yang dapat digunakan misalnya untuk kenaikan kelas,
promosi jabatan, dan kelulusan. Sebelum adanya tes berbasis komputer, biasanya
tes dilakukan secara tertulis dalam kertas, tetapi seiring dengan perkembangan
teknologi informasi tes tertulis mulai bergeser digantikan dengan tes berbasis
komputer bahkan internet (Hernawati, 2006).
Model tes berbasis komputer dan internet yang dikembangkan menurut
Bartram (2001) ada empat bentuk, yaitu:
a. Model terbuka
Tes dengan model terbuka seperti ini, dapat diikuti siapapun dan tanpa
pengawasan siapapun, contohnya tes yang dapat diakses secara terbuka di
internet. Peserta tes tidak perlu melakukan registrasi peserta.
b. Model terkontrol
Tes dengan model seperti ini, sama dengan tes dengan model terbuka yaitu
tanpa pengawasan siapapun, tetapi peserta tes hanya yang sudah terdaftar,
dengan cara memasukkan nama pengguna dan kata sandi.
c. Model terawasi
Model ini terdapat supervisor yang mengidentifikasi peserta tes untuk
diotentikasi dan memvalidasi kondisi pengambilan tes. Tes di internet mode
ini menuntut administrator tes untuk meloginkan peserta dan mengkonfirmasi
bahwa tes telah diselesaikan dengan benar pada akhir tes.
d. Model terkelola
Model ini biasanya tes dilaksanakan secara terpusat. Organisasi yang
mengatur proses tes dapat mendefinisikan dan meyakinkan unjuk kerja dan
spesifikasi peralatan di pusat tes. Mereka juga melatih kemampuan pegawai
untuk mengontrol jalannya tes.

B.4. Materi Redoks


Materi kimia yang memiliki banyak aplikasi dalam kehidupan sehari-hari
salah satunya adalah reaksi reduksi-oksidasi (redoks). Pada materi redoks ini
menjelaskan berbagai fenomena dalam kehidupan nyata dan memiliki aplikasi
yang sangat luas dalam berbagai bidang kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajaran redoks di kelas dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing
dapat melatih peserta didik untuk membangun jawaban dan berpikir cerdas dalam
menemukan berbagai alternatif solusi atas permasalahan yang diajukan oleh guru,
mengembangkan keterampilan pemahaman konsep (understanding skills),
membangun rasa tanggung jawab (individual responsibility), dan melatih proses
penyampaian konsep yang ditemukan (Bilgin, 2009).
b.4.1. Perkembangan Teori Redoks
Pengertian reaksi reduksi-oksidasi (redoks) dapat dijelaskan dengan tiga
konsep yang digunakan, yaitu pengikatan dan pelepasan oksigen, perpindahan
elektron, dan perubahan bilangan oksidasi.

a. Konsep Pengikatan dan Pelepasan Oksigen


Pengikatan dan pelepasan oksigen adalah konsep awal pada definisi reaksi
redoks. Hal ini didasarkan pada kemampuan gas oksigen untuk bereaksi dengan
berbagai unsur membentuk suatu oksida. Berdasarkan konsep pengikatan dan
pelepasan oksigen, suatu zat dikatakan mengalami oksidasi jika dalam reaksinya
zat ini mengikat oksigen. Sementara itu, suatu zat dikatakan mengalami reduksi
jika dalam reaksinya zat ini melepaskan oksigen. Berikut ini adalah contoh dari
reaksi redoks berdasarkan konsep pengikatan dan pelepasan oksigen.

Reaksi oksidasi:
Perkaratan logam, misalnya besi
4Fe(s) + 3O2(g) → 2Fe2O3(s)
Pembakaran senyawa karbon
CH4(g) + 2O2(g) → CO2(g) + 2H2O(g)
Reaksi reduksi:
Fotosintesis pada tanaman hijau dengan bantuan sinar UV
6CO2(g) + 6H2O(g) → C6H12O6(aq) + 6O2(g)
Reduksi besi(III) oksida oleh atom karbon menghasilkan logam besi dan gas
karbon dioksida
Fe2O3(s) + 3C(s) → 2Fe(s) + 3CO2(g)
b. Konsep Perpindahan Elektron
Reaksi oksidasi: reaksi yang mengalami pelepasan elektron
Contoh: Cu(s) → Cu2+(aq) + 2e
Reaksi reduksi: reaksi yang mengalami penerimaan elektron
Contoh: Cl2(s) + 2e → 2Cl-(aq)
c. Konsep Perubahan Bilangan Oksidasi
Pengertian reaksi redoks selanjutnya berkembang menjadi lebih luas.
Konsep reaksi redoks yang terakhir dan masih digunakan sampai sekarang adalah
berdasarkan perubahan bilangan oksidasi (biloks). Atom-atom dalam suatu
senyawa mengemban muatan listrik tertentu. Hal itu sangat jelas dalam senyawa
ion, misalnya dalam NaCl, natrium bermuatan positif (Na+) dan klorin bermuatan
negatif (Cl-). Dalam senyawa kovalen, atom-atom juga mengemban muatan listrik
parsial karena adanya polarisasi ikatan, misalnya dalam HCl, atom hidrogen
mengemban muatan positif, sedangkan klorin mengemban muatan negatif
(keelektronegatifan klorin lebih besar daripada hidrogen). Besarnya muatan yang
diemban oleh suatu atom dalam suatu senyawa, jika semua elektron ikatan
didistribusikan kepada unsur yang lebih elektronegatif, disebut bilangan oksidasi
(Purba, 2006). Bilangan oksidasi merujuk pada jumlah muatan yang dimiliki suatu
atom dalam molekul (senyawa ionik) jika elektron-elektronnya berpindah
seluruhnya.
Aturan penentuan bilangan oksidasi:
a) Biloks unsur bebas adalah 0. Contoh: Fe, Cu, Zn.
b) Biloks H dalam senyawa= +1 (kecuali dalam senyawa hidrida).
Contoh: Biloks H dalam H2O, NH3, dan HCl = +1.
Biloks H dalam hidrida NaH dan CaH2 = -1
Alasan: karena NaH terionisasi menjadi Na+ dan H- (berdasarkan
ionisasinya)
c) Biloks O dalam senyawa= -2 (kecuali dalam senyawa peroksida, superoksida
dan senyawa biner dengan F). Contoh:
Biloks O dalam H2O = -2
Biloks O dalam H2O2 = -1 (peroksida)
Biloks O dalam KO2 = -1/2 (superoksida)
Alasan: karena dalam senyawa H2O2 dan KO2 keelektronegatifan O lebih
besar daripada H dan K (berdasarkan pembentukan ikatan kovalen)
Biloks O dalam OF2 = +2
Alasan: karena keelektronegatifan F lebih besar daripada O (berdasarkan
pembentukan ikatan kovalen)
d) Jumlah biloks dalam senyawa= 0, dalam ion= muatan.
Contoh: Jumlah biloks atom Cu dan O dalam CuO adalah 0
Jumlah biloks atom O dan H dalam ion OH- adalah -1
e) Biloks logam (golongan IA dan IIA= elektron valensi).
Contoh: Biloks K dalam KCl, dan KNO3 = +1
Biloks Mg dalam MgSO4 dan Ca dalam CaSO4 = +2
Berdasarkan konsep perubahan biloks, suatu zat dikatakan mengalami reaksi
oksidasi apabila dalam reaksi tersebut zat ini mengalami kenaikan bilangan
oksidasi, sedangkan reaksi reduksi adalah reaksi yang mengalami penurunan
bilangan oksidasi. Contoh reaksi redoks berdasarkan konsep perubahan biloks
adalah reaksi antara logam seng (Zn) dengan larutan CuSO 4. Reaksi yang
terjadi dapat dituliskan sebagai berikut.
Cu2+(aq) + Zn(s) → Cu(s) + Zn2+(aq)
Pada reaksi tersebut, baik Zn maupun Cu mengalami perubahan biloks. Atom
Zn mengalami penambahan biloks dari 0 menjadi +2, sedangkan atom Cu
mengalami penurunan biloks dari +2 menjadi 0. Ini dapat disimpulkan bahwa
Zn mengalami reaksi oksidasi menjadi Zn2+, sedangkan Cu2+ mengalami
reaksi reduksi menjadi Cu.
b.4.2. Oksidator Reduktor
Oksidator atau pengoksidasi adalah zat yang menyebabkan zat lain
mengalami reaksi oksidasi dan zat itu sendiri mengalami reduksi, sedangkan
reduktor atau pereduksi adalah zat yang menyebabkan zat lain mengalami reaksi
reduksi dan zat itu sendiri mengalami oksidasi. Contohnya pada reaksi berikut.
Cu2+(aq) + Zn(s) → Cu(s) + Zn2+(aq)
Pada reaksi tersebut, Zn berfungsi sebagai reduktor karena menyebabkan zat lain
(Cu) mengalami reaksi reduksi, sedangkan Cu berfungsi sebagai oksidator karena
menyebabkan zat lain (Zn) mengalami oksidasi. Hal ini dapat disimpulkan bahwa
oksidator adalah zat yang mengalami reduksi, sedangkan reduktor adalah zat yang
mengalami oksidasi.
b.4.3. Autoredoks
Pada beberapa reaksi redoks, zat-zat bertindak sebagai oksidator dan
reduktor merupakan zat yang sama. Reaksi redoks seperti itu disebut dengan
reaksi autoredoks (reaksi disproporsionasi), sedangkan kebalikannya disebut
dengan reaksi konproporsionasi. Contoh reaksi disproporsionasi adalah pada
reaksi berikut.
3I2(g) + 6KOH(aq) → 5KI(aq) + KClO3(aq) + 3H2O(l)
I2 dalam reaksi di atas mengalami oksidasi sekaligus mengalami reduksi. Ini
berarti atom I mengoksidasi atom I yang lain dan sebaliknya mereduksi yang lain.
Contoh reaksi konproporsionasi adalah pada reaksi berikut.
H2S(g) + SO2(g) → 3S(s) + 2H2O(l)
H2S dalam reaksi di atas mengalami oksidasi menjadi belerang (S) dan SO 2
mengalami reaksi reduksi menjadi belerang (S). Belerang dalam reaksi di atas
merupakan zat hasil oksidasi dan reduksi sehingga reaksi tersebut disebut dengan
reaksi konproporsionasi.
b.4.4. Tatanama Senyawa
b.4.4.1. Penamaan Senyawa Ion Biner yang Unsur Logamnya Berbiloks
Lebih dari Satu
Penamaan senyawa yang mengandung unsur logam berbiloks lebih dari
satu macam didasarkan pada sistem stock. Caranya dengan membubuhkan angka
Romawi yang sesuai dengan bilangan oksidasi logam dalam tanda kurung di
belakang nama logam dan diikuti dengan nama unsur nonlogam, lalu diberi
akhiran –ida.
b.4.4.2. Penamaan senyawa ion poliatomik yang unsur non logamnya
berbiloks lebih dari satu
Senyawa ion poliatomik pada umumnya tersusun atas logam yang
berbiloks satu jenis dan ion poliatomik yang salah satu unsurnya berbiloks lebih
dari satu jenis. Penamaan senyawa seperti itu juga menggunakan sistem stock,
yaitu bubuhkan angka Romawi yang sesuai dengan bilangan oksidari unsur dalam
tanda kurung di belakang nama anion poliatomik.
b.4.4.3. Penamaan senyawa kovalen biner yang unsur non logamnya
berbiloks lebih dari Satu
Penamaan senyawa kovalen yang mengandung unsur nonlogam berbiloks
lebih dari satu macam juga didasarkan pada sistem stock. Caranya adalah dengan
menuliskan unsur nonlogam bermuatan positif diikuti oleh angka Romawi yang
sesuai dengan bilangan oksidasinya dalam tanda kurung, sedangkan unsur
nonlogam yang bermuatan negatif diletakkan dan diberi akhiran –ida.

b.5. Kajian Penelitian Yang Relevan


Penelitian yang dilakukan oleh Marsita (2010) mengenai analisis kesulitan
siswa dalam memahami materi larutan penyangga dilakukan dengan tes tertulis
dengan menggunakan two-tier multiple choice diagnostic instrument, yaitu pilihan
ganda yang terdiri dari dua tingkat. Bagian pertama dari instrumen ini berisi
pertanyaan yang mengandung berbagai pilihan jawaban. Bagian kedua berisi
alasan-alasan yang mengacu pada jawabanjawaban yang terdapat pada bagian
pertama. Tes ini diberikan kepada siswa sebanyak 20 soal setelah proses
pembelajaran berlangsung yang sebelumnya telah divalidasi dan diuji
reliabilitasnya. Selain dengan menggunakan tes tertulis, analisis ini juga dilakukan
dengan wawancara. Wawancara ini berfungsi untuk melengkapi dan memperkuat
data hasil dari tes tertulis, serta mengungkapkan hal-hal yang tidak terungkap
dalam tes tertulis. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran bahwa siswa
mengalami kesulitan pada konsep massa saja.
Penelitian tesebut dilakukan pada materi larutan penyangga di SMA N 1
Pemalang. Dari hasil analisis data pada penelitian tersebut disimpulkan terdapat
berbagai faktor penyebab kesulitan belajar kimia, antara lain : (a) kurangnya
minat dan perhatian siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung, (b)
kurangnya kesiapan siswa dalam menerima konsep baru, (c) konsep-konsep
penting yang merupakan konsep prasyarat untuk mempelajari konsep selanjutnya,
(d) penanaman konsep yang kurang mendalam, (e) strategi belajar secara hafalan,
dan (f) kurangnya latihan soal-soal yang bervariasi dan cara penyelesaian soal
oleh siswa.
Program komputer yang dikembangkan dalam rangka untuk mendiagnosis
kesulitan belajar siswa secara komputerais telah dapat digunakan dan memberikan
hasil yang dapat dipertanggungjawabkan. Para pengembang tes terutama tes
diagnostik, perlu dikembangkan lagi tes-tes diagnostik yang lebih luas seperti tes
diagnostik pembelajaran biologi untuk kelas X semester I, pembelajaran biologi
untuk kelas XI IPA, pembelajaran biologi untuk kelas XII IPA, atau tes diagnostik
untuk bidang studi yang lain. Untuk mengembangkan tes diagnostik yang
berbentuk the two-tier diagnostic tests perlu keahlian melakukan interview kepada
para siswa untuk mengungkap miskonsepsi yang ada pada diri siswa. Miskonsepsi
yang diperoleh dari siswa nantinya dapat digunakan untuk menyusun alternatif
pilihan pada multiple choice yang dikembangkan (Sunarto, 2014).
Penelitian yang dilakukan Hidayah (2018) ini dilakukan di MAN
Purworwjo dengan hasil analisis tingkatan pemahaman konsep.Tes diagnostik
digunakan untuk mengidentifikasi apa pengetahuan dan kemampuan yang sudah
dikuasai dan kemungkinan alasan untuk tidak menguasainya. Tes diagnostik bisa
dilakukan dalam bentuk pre-test atau angket.Informasi tentang kemampuan dan
kebutuhan siswa juga bisa dikumpulkan oleh observasi guru dan analisis dari
catatan prestasinya. Diantara 6 instrumen diagnostik lainnya, wawancara berperan
penting dalam mendeteksi miskonsepsi pada siswa karena dengan wawancara
dapat mengungkap pemahaman siswa secara mendalam.

b.6. Kerangka Berpikir


Kemampuan kognitif dapat terukur dari ketuntasan klasikal peserta didik,
namun pemahaman konsep belum dapat dipastikan dari ketuntasan tersebut. Maka
diperlukan suatu konsep tes diagnostik yang dapat menganalisis pemahaman
konsep. Teknis pelaksanaan tes diagnostik perlu sebuah inovasi untuk
mengefisienkan waktu, mengecek hasil pengerjaan soal secara otomatis, sehingga
hasil tes dapat keluar lebih cepat. Pendidik lebih mudah dalam melakukan
persiapan, pengolahan, dan pengambilan kebijakan akademik bagi peserta didik
yang nilainya masih di bawah KKM. Maka kerangka berpikir penelitian dan
pengembangan ini disajikan pada Gambar 2.1
Materi reduksi oksidasi memiliki pokok bahasan yang cukup
banyak dengan pemahaman bertingkat

Belum dapat dipastikan kesesuaian antara ketercapaian


kompetensi dasar aspek kognitif dan pemahaman konsep

Diperlukan sebuah instrument yang dapat menganalisis kompetensi


dasar aspek kognitif dan pemahaman konsep peserta didik

1. Instrumen tes three tiers multiple choice dapat digunakan untuk


menganalisis pemahaman konsep
2. Penggunaan sistem CBT dapat mempermudah akumulasi data
untuk analisis

Pengembangan instrument tes three tiers multiple choice berbasis


CBT untuk analisis kompetensi dasar aspek kognitif dan
pemahaman konsep

Gambar 2.1. Kerangka berpikir

Anda mungkin juga menyukai