Anda di halaman 1dari 16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Pengertian Meningkatkan
Menurut seorang ahli bernama Adi S (2003:67) meningkatkan atau
peningkatan berasal dari kata tingkat yang artinya lapis atau lapisan dari
sesuatu yang kemudian membentuk susunan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) Meningkatkan dapat diartikan menaikkan (derajat, taraf
dan sebagainya), mempertinggi, memperhebat (produksi dan sebagainya),
mengangkat diri.
2. Hakikat Pemahaman
Proses belajar seorang siswa atau seorang anak didik selain harus
mengetahui apa yang sudah dipelajari mereka juga harus memahami hal
yang mereka pelajari. Seorang siswa dikatakan paham sesuatu yang telah
dipelajari dan diketahui apabila siswa tersebut mampu menjelaskan atau
menguraikan kembali apa yang telah dipelajari menggunakan bahasa sendiri
tetapi maknanya sama.
Seperti yang sudah dijelaskan oleh Ngalim Purwanto (2013: 44)
pemahaman adalah tingkat kemampuan yang mengharapkan testee mampu
memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya.
Benjamin S. Bloom (Anas Sudijono, 2009: 50) mengatakan bahwa:
Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti
atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat. Dengan
kata lain, memahami adalah mengerti tentang sesuatu dan dapat melihatnya
dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih
rinci tentang hal itu dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Menurut Taksonomi Bloom (Daryanto, 2008: 106): Pemahaman
(Comprehension) kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam
proses belajar mengajar. Siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa
yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat
memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-hal lain.
Bentuk soal yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan ini adalah
pilihan ganda dan uraian.

Benyamin Bloom (Daryanto, 2008: 106) mengklasifikasikan


kemampuan hasil belajar kedalam tiga kategori, yaitu;
1) Ranah kognitif, meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep
atau prinsip yang telah dipelajari dan kemampuan intelektual.
2) Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang terdiri atas
aspek penerimaan, tanggapan, penilaian, pengelolaan, dan penghayatan
(karakterisasi).
3) Ranah psikomotorik, mencakup kemampuan yang berupa keterampilan
fisik (motorik) yang terdiri dari gerak refleks, keterampilan gerakan
dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta
ekspresif dan interperatif.
Taksonomi tujuan pembelajaran dalam kawasan kognitif menurut
Bloom (Daryanto, 2008: 107) terdiri dari enam tingkatan yaitu (1)
Pengetahuan, (2) Pemahaman, (3) Penerapan, (4) Analisis, (5) Sintesis, dan
(6) Evaluasi.

Evaluasi

Sintesis
Analisis
Penerapan

Pemahaman

Pengetahuan

Gambar 1. Tingkatan Ranah Kognitif


(Sumber: Daryanto, 2008: 107)
Berdasarkan gambar di atas dapat diketahui tingkatan pemahaman
berada satu tingkat di atas pengetahuan, jadi dapat dikatakan bahwa
pemahaman itu meliputi pengetahuan-pengetahuan suatu permasalahan
yang sedang dihadapi.

Pemahaman merupakan salah satu patokan pencapaian siswa dalam


mengikuti kegiatan pembelajaran. Setiap siswa memiliki kemampaun yang
berbeda-beda dalam memahami sesuatu yang telah siswa tersebut pelajari,
ada yang paham secara menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari bahkan
ada yang sama sekali tidak paham, sehingga siswa tersebut hanya sebatas
mengetahui saja. Terdapat tingkatan-tingkatan dalam pemahaman, seperti
yang dikemukanan oleh Nana Sudjana (2013: 24-25) kemampuan
pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu:
1) Menerjemahkan (translation)
Tingkat terendah dalam pemahaman adalah pemahaman terjemahan
dalam arti yang sebenarnya, misal dari bahasa inggris ke dalam bahasa
Indonesia, mengartikan Bhineka Tunggal Ika, mengartikan merah putih,
menerapkan prinsip-prinsip listrik dalam memasang sakelar.
2) Menginterpretasi
Yakni menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui
berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan
kejadian, membedakan yang pokok dan yang bukan pokok.
3) Ekstrapolasi
Merupakan tingkat pemahaman yang tertinggi. Dengan ekstrapolasi
diharapkan seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat
membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas presepsi
dalam arti waktu, dimensi, kasus ataupun masalahnya.
Menurut pendapat-pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa
pemahaman adalah kemampuan seseorang untuk memahami suatu arti atau
konsep yang telah diketahui dan diingat serta mempu menjelaskan dengan
bahasa sendiri. Jadi sebagai guru membuat siswa menjadi paham itu
menjadi tantangan tersendiri karena guru tidak hanya memberikan
pengetahuan melalui teori-teori saja tetapi j u g a h a r u s membuat siswa
dapat memahami dan mengerti konsep dari materi yang dijabarkan tersebut.
a. Tingkatan Kognitif Anak Sekolah Dasar
Orang dewasa menerima banyak aspek kehidupan seperti apa adanya.
Orang dewasa mengetahui bahwa lengan merupakan bagian dari tubuh,
mengetahui bahwa jika pergi meninggalkan rumah dan menyebrang jalan,
harus berbelok untuk sampai kembali kerumah, mengetahui bahwa bola besi
lebih berat dari pada bola plastik. Fakta itu, yang diterima orang dewasa apa
adanya, dan merupakan masalah besar bagi anak. Anak belajar memahami
dunia mereka maju dengan kecepatan yang luar biasa dari mulai
pengetahuan yang diperoleh dengan memanipulasi objek sampai pada jenis
pemikiran trak yang merupakan ciri orang dewasa. (Kartini Kartono, 2007:
96).
Anak-anak dalam memahami dunianya secara aktif menggunakan
skema (kerangka kognitif atau kerangka refrensi). Skema (schema) adalah
konsep atau kerangka yang sudah ada di dalam pikiran masing- masing yang
dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi.
(Diana Mutiah, 2010: 49-50).
Piaget, (Diana Mutiah, 2010: 50) mengatakan ada dua proses yang
terjadi atas cara anak menggunakan dan mengadaptasi skema mereka yaitu;
asimilasi dan akomodasi. Asimilasi maksudnya, anak menggabungkan atau
memasukan informasi yang baru ke dalam informasi yang sudah ada.
Akomodasi terjadi ketika anak menyesuaikan diri terhadap informasi baru.
Berikut beberapa ide pokok tentang tingkatan perkembangan kognitif
anak menurut Piaget (Diana Mutiah, 2010: 52):
1) Anak-anak adalah pembelajar yang aktif, maksudnya anak adalah
partisipan aktif dalam pembelajaran dan banyak belajar dari aktivitas
yang mereka lakukan.
2) Anak mengorganisir apa yang dipelajari dari pengalaman anak tersebut.
3) Anak menyesuaikan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
4) Anak kritis berinteraksi dengan lingkungan yang dapat mengembangkan
kemampuan kognitif anak.
5) Anak kritis berinteraksi dengan orang lain.
6) Proses ekuilibration mengarahkan kemajuan ke arah berpikir yang lebih
kompleks.
7) Anak berpikir sesuai tingkatan umurnya.
Kesimpulannya adalah tingkatan kognitif anak sekolah dasar termasuk
dalam praoperasional dan operasional konkret karena dilihat dari anak
sekolah yang masih berumur 5 sampai 7 tahun. Anak dalam usia tersebut
sudah berpikir secara logis sesuai apa yang anak tersebut lihat dan anak
tersebut alami.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemahaman
Secara prosedural, siswa dapat dikatakan berhasil dalam belajar ketika
mereka dapat mencapai tujuan pembelajaran yang ditentukan, baik melalui
tes yang diberikan oleh guru secara langsung dengan tanya jawab atau
melalui tes sumatif dan formatif yang diadakan oleh sekolah. Kategori ini
dapat dilihat dengan tingkat ketercapaian Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM), untuk itu terdapat hal-hal yang melatarbelakangi keberhasilan
belajar siswa.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pemahaman sekaligus
keberhasilan belajar siswa ditinjau dari segi kemampuan pendidikan
menurut Syaiful Bahri dan Aswan (2014: 109-118) sebagai berikut:
1) Tujuan
Tujuan adalah pedoman sekaligus sebagai sasaran yang akan dicapai
dalam kegiatan belajar megajar. Perumusan tujuan akan mempengaruhi
kegiatan penggajaran yang dilakukan oleh guru sekaligus
mempengaruhi kegiatan belajar siswa.
2) Guru
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan pada peserta didik di sekolah. guru adalah orang yang
berpengalaman dalam bidang profesinya. Siswa memiliki pemahaman
dan kemampuan yang berbeda antara siswa satu dengan yang lainnya.
Keadaan yang demikian seorang guru dituntut untuk memberikan
suatu pendekatan atau pembelajaran yang sesuai dengan keadaan
peserta didik, sehingga semua peserta didik akan mencapai tujuan
pembelajaran.
3) Siswa
Siswa adalah orang yang sengaja datang ke sekolah untuk belajar
bersama guru dan teman sebayanya. Siswa satu dengan yang lainnya
memiliki latar belakang yang berbeda, karakteristik, kepribadian,
bakat, minat dan potensi yang berbeda pula. Hal ini mengakibatkan
cara berfikir atau tingkat pemahaman tiap peserta didik juga berbeda.
4) Kegiatan pengajaran
Kegiatan pengajaran adalah proses terjadinya interaksi antara guru
dengan peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Kegiatan
pengajaran ini merujuk pada proses pembelajaran yang diciptakan
guru dan sangat dipengaruhi oleh bagaimana keterampilan guru
dalam mengolah kelas. Komponen-komponen tersebut meliputi:
pemilihan strategi pembelajaran, penggunaan media dan sumber
belajar, pembawaan guru, dan sarana prasaran pendukung, semua itu
akan sangat menentukan kualitas belajar siswa.
5) Suasana pembelajaran
Hal ini berkaitan dengan konsentrasi dan kenyamanan siswa,
keadaan kelas yang tenang, aman dan disiplin juga berpengaruh
terhadap tingkat pemahaman peserta didik pada materi ujian yang
sedang siswa tersebut kerjakan. Jika hasil belajar siswa tinggi, maka
tingkat keberhasilan proses belajar mengajar akan tinggi.
6) Bahan dan alat penilaian
Bahan dan alat penilaian adalah salah satu komponen yang terdapat
dalam kurikulum yang digunakan untuk mengukur pemahaman siswa.
Alat penilaian meliputi cara-cara dalam menyajikan bahan penilaian,
misal dengan memberikan soal dalam bentuk benar-salah, pilihan
ganda, menjodohkan, melengkapi, dan essay. Guru dalam
menggunakan alat penilaian tidak harus memilih hanya satu tetapi
bisa menggabungkan lebih dari satu alat penilaian. Contoh pada soal
essay, apabila siswa mampu menjawab jawaban dengan bahasa
sendiri tetapi konsep dan maksud jawaban mengarah ke jawaban yang
benar maka siswa dapat dikatakan paham terhadap materi yang telah
diberikan.
3. Pengertian Belajar
Belajar merupakan upaya dan usaha untuk memperoleh kepandaian
atau ilmu yang mampu merubah tingkah laku yang didasari dari
pengalaman. Belajar juga dapat didefinisikan sebagai sebuah proses
perubahan di dalam keperibadian manusia dan perubahan tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan kemampuan-kemampuan yang
lain.
Pengertian belajar menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah
tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
Menurut Ihsana (2017:4) “Belajar adalah suatu aktivitas di mana
terdapat sebuah proses dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti
menjadi mengerti, tidak bisa menjadi bisa agar mencapai hasil yang
optimal”.
a. Prinsip – prinsip Belajar
Seseorang yang melakukan kegiatan belajar, harus terlebih dahulu
memahami prinsip-prinsip belajar. Dimyati dan Mudjiono (2015:42-50)
mengemukkan prinsip-prinsip belajar sebagai berikut:
1. Perhatian dan motivasi, perhatian terhadap pembelajaran akan timbul
pada siswa apabila bahan pembelajaran sesuai dengan kebutuhannya
sedangkan motivasi berkaitan dengan minat, siswa yang mempuyai
minat terhadap suatu pembelajaran akan memuculkan perhatian dan
dengan demikian timbul motivasi untuk mempelajari pembelajaran
tersebut.
2. Keaktifan, siswa yang belajar selalu menunjukkan keaktifan dalam
kegiatannya, baik secara fisik maupun fisikis.
3. Keterlibatan langsung, keterlibatan yang dimaksudkan adalah kegiatan
kongnitif, fisik, emosional dalam pembentukan sikap dan nilai.
4. Pergaulan, dapat melatih daya-daya jiwa dan membentuk respon yang
benar serta membentuk kebiasaan-kebiasaan.
5. Tantangan, siswa yang mendapatkan tantangan akan lebih bergairah
untuk mengatasi bahan belajar baru.
6. Perbedaan individu, setiap invidu unik yang artinya tidak akan ada
manusia yang sama persis, setiap manusia memiliki perbedaan dengan
yang lain.
b. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Belajar
Belajar memerlukan kemampuan siswa untuk menentukan
keberhasilan
dalam mencapai tujuan pembelajaran, guna mencapai hal tersebut banyak
faktor yang mempengaruhinya. Ihsana (2017:33-45) menjelaskan faktor
yang mempengaruhi proses belajar dibagi menjadi dua yaitu:
Faktor Internal (dalam diri individu), dapat digolongkan ke dalam
menjadi 3 yaitu:
1. Faktor Jasmani dibagi lagi menjadi dua, yaitu kesehatan dan cacat
tubuh. Proses belajar akan tergangu apabila kesehatan terngangu dan
memiliki cacat tumbuh seperti buta, tuli, bisu dan pincang.
2. Faktor Psikologis, meliputi: intelegensi, minat, emosi, bakat,
kematangan dan kesiapan.
3. Faktor Kelelahan, meliputi: kelelahan jasmani dan rohani. Kelelahan
jasmani bisa karena kelaparan, sedangkan kelelahan rohani dapat
dilihat dengan kebosanan sehingga menghilangkan minat.
Faktor Eksternal (dari luar diri individu), dapat digolongkan ke dalam
menjadi 3 yaitu:
1. Faktor lingkungan keluarga, karena keluarga merupakan lembaga
pendidikan yang pertama dan utama bagi anak. Adapun bagian dari
faktor keluarga yakni: cara orang tua mendidik, hubungan antara
anggota keluarga, suasana rumah dan keadaan ekonomi keluarga.
2. Faktor lingkungan sekolah, merupakan tempat bagi anak untuk
belajar secara formal. Faktor sekolah meliputi: kurikulum, keadaan
sarana prasarana, waktu sekolah, metode pembelajaran, hubungan
pendidik dengan peserta didik, hubungan peserta didik dengan
peserta didik.
3. Faktor lingkungan masyarakat, dalam hal ini pengawasan orang tua
sangat dibutuhkan untuk mengontrol secara proporsional teman
bergaul anak.
4. Hakikat IPA atau Sains
Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains merupakan mata pelajaran yang
dimaksudkan agar siswa mempunyai pengetahuan, gagasan dan konsep
yang terorganisasi tentang alam sekitar, yang diperoleh dari pengalaman
melalui serangkaian proses ilmiah antara lain penyelidikan, penyusunan
dan penyajian serta gagasan-gagasan. Pendidikan IPA diarahkan untuk “
mencari tahu dan berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk
memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.
Menurut Susanto (2015:166) Ilmu Pengetahuan Alam adalah usaha
manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan yang tepat
pada sasaran, serta menggunakan prosedur dan dijelaskan dengan
penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan.
Sedangkan Maslichah Asy’ari (2006:7) juga menjelaskan bahwa sains
atau Ilmu Pengetahuan Alam adalah pengetahuan manusia tentang alam
yang diperoleh dengan cara terkontrol. Penjelasan ini mengandung
maksud bahwa sains selain sebagai produk juga sebagai proses. Sains
sebagai produk yaitu pengetahuan manusia dan sebagai proses yaitu
bagaimana mendapatkan pengetahuan tersebut.
Menurut Wahyana ( dalam Trianto 2014:136-137) mendefinisikan
IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara
umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir, dan berkembang melalui
metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap
ilmiah.
Samatowa (2011) menjelaskan bahwa pembelajaran IPA yang baik
harus mengaitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang
segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun ketrampilan yang
diperlukan dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi
sangat perlu dan penting untuk dipelajari. Pembelajaran IPA disekolah
dasar seharusnya difokuskan pada kemampuan berfikir siswa dan
keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Tetapi hal tersebut
belum dilaksanakan sepenuhnya oleh guru dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pemaparan para ahli mengenai hakikat IPA maka dapat
disimpulkan bahwa IPA merupakan hasil dari kegiatan manusia berupa
pengetahuan, gagasan dan konsep yang terstruktur mengenai alam sekitar
yang diperoleh dari pengalaman melalui serangkaian proses ilmiah antara
lain penyelidikan, penyususnan dan penyajian gagasan. Pembelajaran IPA
di sekolah hendaknya dapat memberikan memberikan pengalaman
langsung pada siswa agar siswa dapat menemukan sendiri jawabannya
sebagai proses lebih lanjut yang dapat dikembangkan dalam kehidupan
sehari-hari.
a. Ruang Lingkup Pembelajaran IPA
IPA adalah salah satu materi bahan ajar yang memiliki cakupan yang
sangat luas. Untuk mempelajarinya harus memperhatikan tingkatannya.
Menurut Mulyasa (2007:112) ruang lingkup untuk bahan ajar kajian IPA
untuk SD/MI meliputi aspek-aspek berikut:
a. Makhluk hidup dan proses kehidupan, yaitu: manusia, hewan,
tumbuhan dan interaksinya dengan lingkungan serta kesehatan.
b. Benda/materi, sifat-sifat dan kegunaanya meliputi : padat,cair dan
gas.
c. Energi dan perubahannya meliputi: gaya, bunyi, panas, magnet,
listrik, cahaya, dan pesawat sederhana.
d. Bumi dan alam semesta meliputi : tanah, bumi, tata surya, dan benda-
benda langit lainnya.
Berdasarkan yang telah dikemukakan oleh Mulyasa (2007:112) maka
dapat dikatakan ruang lingkup IPA adalah semua yang ada di alam
semesta. Dari ruang lingkup tesebut, IPA merupakan ilmu pengetahuan
yang mengkaji tentang konsep dan prinsip dasar yang esensial tentang
semua gejala alam semesta. Dari aspek-aspek yang umum sampai aspek
khusus proses kehidupannya. Dari fakta dasar hingga fakta yang lebih
mendalam tentang alam semesta.
b. Tujuan Pembelajaran IPA
Tujuan pembelajaran IPA dinyatakan dalam tujuan kurikuler mata
pelajaran IPA Sekolah Dasar yang dinyatakan dalam Peraturan Menteri
Permendiknas No. 22 tahun 2006 Tentang Standar Isi sebagai cakupan
kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Kelompok
mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi pada SD/MI/SDLB
dimaksudkan untuk mengenal, menyikapi dan mengapresiasi ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaaan berfikir dan
berperilaku ilmiah yang kritis dan kreatif.
Berdasarkan Permendiknas No. 22 Tahun 2006, mata pelajaran IPA
di SD/MI/SDLB bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1. Memperoleh keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang
berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
2. Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA
yang bermanfaat dan dapat di terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3. Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang
adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA,
lingkungan, teknologi dan masyarakat.
4. Mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan.
5. Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara,
menjaga dan melestarikan lingkungan alam.
6. Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala
keteraturaanya sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
7. Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan ketrampilan IPA sebagai
dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTS.
Berdasarkan pada tujuan IPA, pembelajaran IPA lebih menekankan
siswa untuk dapat mengelola pengetahuan serta ketrampilan dalam
memecahkan masalah. Dari pengetahuan tersebut siswa dapat
memanfaatkannya untuk lebih mencintai alam, melestarikan lingkungan
yang ada di sekitarnya serta mampu menjaga lingkungan.
5. Metode Pembelajaran Eksperimen
Metode eksperimen adalah suatu cara mengajar dimana siswa
melakukan percobaan tentang suatu hal, mengamati dan mengalami
prosesnya, membuktikan sendiri sesuatu yang telah dipelajarinya,
kemudian dari hasil pengamatan dan percobaan tersebut disampaikan ke
kelas untuk dievaluasi bersama. Melalui metode eksperimen siswa
diberikan kesempatan untuk belajar sendiri, mengikuti proses, mengamati
objek, menganalisis, menarik pembuktian, dan mengambil kesimpulan
sendiri dari proses yang dilakukan.
Menurut Sagala (2005), metode eksperimen adalah suatu cara
mengajar, dimana siswa melakakukan suatu percobaan tentang suatu hal,
mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya, kemudian
hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.
Menurut Asmani (2001), metode eksperimen adalah metode
pemberian kesempatan kepada peserta didik, baik perorangan maupun
kelompok, untuk dilatih melakukan suatu proses atau percobaan. Dengan
metode ini, peserta didik diharapkan dapat sepenuhnya terlibat dalam
perencanaan eksperimen, melakukan fakta, mengumpulkan data dan
memecahkan masalah yang dihadapi secara nyata.
Menurut Djamarah dan Zain (2010), metode eksperimen adalah cara
penyajian dimana siswa dapat melakukan percobaan dengan mengalami
dan membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajarinya. Dalam proses
belajar mengajar dengan metode ini siswa diberi kesempatan untuk
mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati
objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan sendiri
mengenai proses yang dialaminya.
Menurut Moedjiono dan Dimyanti (1992) tujuan dari metode
eksperimen adalah:
1. Mengajarkan bagaimana menarik kesimpulan dari berbagai fakta,
informasi atau data yang berhasil dikumpulkan melalui pengamatan
terhadap proses eksperimen yang dilaksanakan.
2. Mengajarkan bagaimana menarik kesimpulan dari fakta yang
terdapat pada hasil eksperimen, melalui kegiatan eksperimen yang
sama.
3. Melatih peserta didik merancang, mempersiapkan, melaksanakan,
dan melaporkan, hasil percobaan.
4. Melatih peserta didik menggunakan logika induktif untuk menarik
kesimpulan dari fakta, informasi atau data yang terkumpul melalui
kegiatan percobaan.
Menurut Suparno(2007), metode eksperimen dibagi menjadi dua jenis,
yaitu:
1. Eksperimen Terbimbing
Metode eksperimen terbimbing adalah metode yang seluruh jalannya
percobaan telah dirancang oleh guru sebelum percobaan dilakukan
oleh peserta didik, baik dari langkah-langkah percobaan, peralatan
yang harus digunakan, apa yang harus diamati dan diukur semuanya
sudah ditentukan sejak awal.
2. Eksperimen Bebas
Metode eksperimen bebas adalah metode eksperimen dimana guru
tidak memberikan petunjuk pelaksanaan percobaan terinci, dengan
kata lain peserta didik harus lebih banyak berfikir sendiri, bagaimana
akan merangkai rangkaian, apa yang harus diamati, diukur, dan
dianalisis serta disimpulkan. Dengan percobaan bebas menantang
peserta didik untuk merancang percobaan sendiri tanpa banyak
dipengaruhi oleh arahan gurur dan dapat membangun kreativitas
peserta didik.
Menurut Hamdayana (2016), kelebihan dan kekurangan metode
eksperimen adalah sebagai berikut:
a. Kelebihan metode eksperimen
- Metode ini dapat membuat anak didik lebih percaya atas kebenaran
atau kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri dari pada
menerima kata guru atau buku.
- anak didik dapat mengembangkan sikap untuk mengadakan studi
eksplorasi (menjelajahi) tentang ilmu dan teknologi, suatu sikap
yang dituntut dari seorang ilmuan.
- Dengan metode ini akan terbina manusia yang dapat membawa
terobosan yang baru dengan penemuan sebagai hasil dari
percobaanya yang diharapkan dapat bermanfaat bagi kesejahteraan
hidup manusia.
b. Kekurangan metode eksperimen
- Terbatasnya alat dan bahan sehingga kurangnya kesempatan pada
anak didik untuk mengdakan eksperimen.
- Terbatasnya waktu saat melakukan eksperimen.
- Metode eksperimen hanya sesuai untuk menyajikan bidang ilmu dan
teknologi.
B. Kerangka Berfikir
Berdasarkan observasi yang telah dilakukan oleh peneliti di SDN 04
Tegalsari di kelas 4 dengan jumlah peserta didik 20 siswa yang terdiri dari
12 siswa perempuan dan 8 siswa laki-laki, ditemukan berbagai masalah
pada saat pembelajaran IPA. Hal ini terlihat kurangnya pemahaman serta
minat anak dalam mengikuti pembelajaran karena menganggap sulit
pelajaran IPA. Masalah lain yang ditemukan pada saat pembelajaran yaitu
guru belum menggunakan media serta metode yang mampu menarik
minat siswa, guru hanya menggunakan metode ceramah serta
mengandalkan buku pegangan guru sebagai acuan dalam melakukan
kegatan pembelajaran. Oleh karena itu peneliti akan melakukan penelitian
sehingga dapat membantu dalam peningkatan pemahaman siswa
mengenai pembelajaran IPA.
Metode yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu metode
eksperimen bebas alasan peneliti memilih metode eksperimen bebas agar
siswa lebih dapat mengeskplore lingkungan sekitar dengan
kemampuannya sendiri, mengembangkan kemampuan berfikir kreatif
secara mandiri serta mampu menganalisis kondisi lingkungan yang ada di
sekitarnya.
Kerangka pikir dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut:

Pemahaman dan minat Pemahaman dan minat


siswa belum meningkat siswa meningkat

Pembelajaran Tindakan
Kelas dengan Metode
Eksperimen

Gambar 2.1 Kerangka Pikir


Guru belum Anak/siswa yang diteliti
Kondisi
menggunakan matode pemahaman dan minat
Awal
eksperimen pada pelajaran IPA
rendah

Mulai menggunakan Siklus I


Tindakan metode eksperimen

Siklus II

Dengan menggunakan
Kondisi metode eksperimen
Akhir pemahaman dan minat
siswa meningkat

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir Tindakan Kelas

C. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir diatas diajukan
hipotesis tindakan sebagai berikut: Diduga setelah menggunakan metode
eksperimen di Kelas IV dapat meningkatkan pemahaman serta minat siswa
pada pelajaran IPA di SDN 04 Tegalsari.

Anda mungkin juga menyukai