Anda di halaman 1dari 10

KONTEN RANAH KOGNITIF: ABTRAKSI,KONSEP,GENERALISASI,FAKTA

Makalah ini dibuat guna memenuhi tugas mata kuliah Strategi Pembelajaran PAI
Dosen Pengampun: Dr.Rofik, M.Ag.

Disusun Oleh;
Latif Fadlan Hidayat (21104010066)
Nu’man Fatih (21104010092)
Haekal Syuhada Uhud (21104010087)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kami hanturkan
puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada
kita, sehingga kita dapat menyelesaikan makalah tentang “Konten Ranah Kognitif: Abtraksi,
Konsep, Generalisasi, Fakta”.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari materi
maupun teknik penyajiannya, mengingat kurangnya pengetahuan dan pengalaman saya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat ataupun inspirasi terhadap
pembaca.

Yogyakarta,10 Oktober 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi pengembangan kemampuan
manusia. Dengan pendidikan diharapkan manusia memiliki kemampuan dan keterampilan
memadai sebagai manusia seutuhnya yang siap bersaing menghadapi tantangan zaman.
Pendidikan sebagai prioritas dalam bidang pembangunan nasional bangsa Indonesia.
Pendidikan di sekolah terkait erat dengan rancangan pembelajaran berupa kurikulum
dengan fokus mengembangkan sumber daya manusia seperti kognitif, psikomotor, dan
afektif (Arifin, 2018:53). Aspek kognitif merupakan tujuan pembelajaran terkait dengan
proses yang dimulai dari mengingat sampai dengan mencipta1.Proses pembelajaran
diakhiri dengan evaluasi atau penilaian yang mengukur hasil belajar peserta didik.
Penilaian dimaknai Sudjana (2014:3) sebagai proses menentukan nilai suatu objek. Dalam
penentuan nilai objek dibutuhkan suatu ukuran atau kritera. Perolehan hasil belajar
berkaitan dengan kemampuan peserta didik mengolah informasi pada aspek kognitif yang
dipelajari. Oleh karena itu, pakar pendidikan kemudian mengembangkan metode
klasifikasi pendidikan yang disebut dengan istilah taksonomi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penjelasan mengenai ranah pembelajaran ranah kognitif dan pejelasan
pengukuran kognitif?
2. Bagaimana penjelasan mengenai abtraksi, konsep, generalisasi, fakta ?

C. Tujuan
1. Mengetahui penjelasan mengenai ranah pembelajaran ranah kognitif.
2. Mengetahui penjelasan mengenai abtraksi,konsep,generalisasi,fakta

1
(Uno & Koni, 2012:60).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Ranah Kognitif dan Pengukuran Kognitif


1. Ranah Kognitif
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak) seperti kemampuan
berpikir, memahami, menghapal, mengaplikasi, menganalisa, mensintesa, dan
kemampuan mengevaluasi. Menurut taksonomi Bloom, segala upaya yang mengukur
aktifitas otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam
jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai jenjang yang paling tinggi.
Keenam jenjang tersebut yaitu: pengetahuan (knowledge), pemahaman (comprehension),
penerapan (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), dan penilaian
(evaluation).
Hasil belajar kognitif adalah perubahan perilaku yang terjadi dalam kawasan kognisi,
hasil belajar kognitif tidak merupakan kemampuan tunggal melainkan kemampuan yang
menimbulkan perubahan perilaku dalam domain kognitif yang meliputi beberapa jenjang
atau tingkat (Purwanto, 2010: 50). Tujuan pengukuran ranah kognitif adalah untuk
mendapatkan informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional
oleh siswa pada ranah kognitif khususnya pada tingkat hapalan pemahaman, penerapan,
analisis, sintesa dan evaluasi. Manfaat pengukuran ranah kognitif adalah untuk
memperbaiki mutu atau meningkatkan prestasi siswa pada ranah kognitif khususnya pada
tingkat hapalan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesa dan evaluasi.
Ranah kognitif dapat diukur melalui dua cara yaitu dengan tes subjektif dan objektif. Tes
subjektif biasanya berbentuk esay (uraian), namun dalam pelaksanaannya tes ini tidak
dapat mencakup seluruh materi yang akan diujikan. Oleh karena itu instrument dalam
penelitian ini tidak akan menggunakan tes subjektif, melainkan menggunakan tes objektif.
Hal ini memang dimaksudkan untuk mengatasi kelemahankelemahan dari tes bentuk
isey2.Karena dalam penggunaan tes objektif jumlah soal yang diajukan jauh lebih banyak
dari pada tes esay. Menurut Suharsimi Arikunto ada beberapa macam tes objektif
diantaranya yaitu: tes benar salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan tes isian. Diantara
macam-macam tes objektif tersebut peneliti akan menggunakan tes pilihan ganda (multiple
choice test). Tes pilihan ganda terdiri atas suatu keterangan atau pemberitahuan tentang
suatu pengertian yang belum lengkap. Dan untuk melengkapinya harus memilih satu dari
beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Adapun kemungkinan jawaban
(option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh
(distractor).

2
(Suharsimi Arikunto, 2009: 162-164).
2. Pengukuran Ranah Kognitif
David R. Krathwohl (1974: 247), berpendapat bahwa ranah afektif adalah ranah yang
berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat
diramalkan perubahannya jika seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi.
Cirriciri hasil belajar afektif tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti:
perhatian terhadap mata pelajaran, kedisiplinan dalam mengikuti proses belajar,
motivasinya dalam belajar, penghargaan atau rasa hormatterhadap guru, dan sebagainya
3
.Krathwohl dan kawan-kawan (1974), mengelompokkan ranah afektif ini menjadi lima
jenjang yaitu: (1) menerima atau memperhatikan (receiving); (2) menanggapi
(responding); (3) menailai atau menghargai (valuing); (4) mengatur atau
mengorganisasikan (organization); dan (5) karakterisasi dengan suatu nilai atau kelompok
nilai (characterization). Ada lima tipe karakteristik afektif yang penting yaitu: sikap, minat,
konsep diri, nilai dan moral (Depdiknas, 2008: 4).
Tujuan pengukuran ranah afektif selain untuk mendapatkan informasi yang akurat
mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh siswa pada ranah afektif khususnya
pada tingkat penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi juga dapat
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, bekerja sama, menempatkan siswa
dalam situasi belajar-mengajar yang tepat, sesuai dengan tingkat pencapaian dan
kemampuan serta karakteristik siswa. Manfaat dari pengukuran ranah afekitif adalah untuk
memperbaiki pencapaian tujuan instruksional oleh siswa pada ranah afektif khususnya
pada tingkat penerimaan, partisipasi, penilaian, organisasi dan internalisasi selain itu juga
dapat memperbaiki sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral siswa. Instrumen yang
digunakan dalam pengukuran ranah afektif adalah berupa observasi, sebab observasi dalam
pengambilan datanya tidak terbatas pada orang saja, tetapi juga dapat digunakan pada alam
sekitar atau lingkungan alam. Observasi yaitu kegiatan pemusatan perhatian terhadap suatu
objek dengan menggunakan seluruh alat indera. Menurut Sutrisno Hadi (2004: 158-168),
ada tiga jenis pokok dalam observasi yang masing-masing umumnya cocok untuk keadaan-
keadaan tertentu, yaitu: observasi partisipan, observasi sistematis, dan observasi
eksperimental. Dari ketiga jenis observasi ini, peneliti akan menggunakan observasi
sistematis, karena observasi sistematis dilakukan dengan menggunakan pedoman sebagai
instrumen pengamatan. Masih menurut Sutrisno Hadi (2005: 169-173), ada beberapa
macam alat observasi yang dapat digunakan dalam situasi-situasi berbeda, beberapa
diantaranya adalah: Anecdotal Records, Catatan Berkala, Check Lists, Rating Scale,
Mechanical Devices. Dari beberapa macam alat observasi ini, peneliti akan menggunakan
observasi tipe rating scale, karena rating scale lebih fleksibel, tidak terbatas untuk pengukur
sikap saja tetapi untuk mengukur persepsi responden terhadap fenomena lainnya, seperti
skala untuk mengukur status sosial ekonomi, kelembagaan, kemampuan, pengetahuan,
proses kegiatan dan lain-lain.

3
(Anas Sudjono, 2006: 54).
B. Abtraksi, Konsep, Generalisasi, Fakta
Pembelajaran ranah kognitif melibatkan pengembangan pemahaman dan kemampuan
berpikir. Empat aspek penting dalam ranah kognitif adalah abstraksi, konsep, generalisasi,
dan fakta. Berikut penjelasan singkat mengenai masing-masing4:
1. Abstraksi
Abstraksi adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan memahami pola atau
makna yang lebih tinggi dalam informasi atau data yang diberikan. Ini melibatkan
kemampuan untuk menyederhanakan informasi kompleks menjadi konsep-konsep
atau ide-ide yang lebih umum.
Berikut beberapa hal yang perlu dipahami lebih lanjut tentang abstraksi dalam konteks
pembelajaran kognitif:
1. Identifikasi Pola: Abstraksi melibatkan kemampuan untuk mengenali pola-pola
yang mendasari data atau informasi. Ini dapat mencakup mengidentifikasi hubungan,
tren, atau kesamaan di antara berbagai elemen.

2. Pemahaman Konsep-Konsep: Abstraksi juga terkait dengan kemampuan untuk


memahami dan menerapkan konsep-konsep atau prinsip-prinsip yang lebih abstrak.
Misalnya, dalam matematika, abstraksi melibatkan pemahaman konsep-konsep
seperti bilangan rasional, irasional, atau eksponensial.

3. Menggeneralisasi: Proses abstraksi sering kali melibatkan kemampuan untuk


menggeneralisasi. Ini berarti mengambil informasi spesifik dan menggunakannya
untuk membuat pernyataan yang lebih umum. Misalnya, dari sejumlah contoh,
seseorang dapat menggeneralisasi bahwa semua burung memiliki sayap.

4. Pemecahan Masalah: Abstraksi juga dapat membantu dalam pemecahan masalah.


Ketika menghadapi masalah yang kompleks, individu dapat menggunakan
kemampuan abstraksi untuk mengidentifikasi elemen-elemen kunci dan pola-pola
yang relevan untuk mencari solusi.

5. Pemahaman Tingkat Tinggi: Abstraksi membantu individu dalam mencapai


pemahaman tingkat tinggi. Ini melibatkan kemampuan untuk melihat suatu situasi
atau konsep dengan sudut pandang yang lebih luas dan lebih mendalam, bukan hanya
pemahaman permukaan.

Abstraksi adalah kemampuan penting dalam pembelajaran kognitif karena


memungkinkan individu untuk menyederhanakan informasi kompleks, memahami
konsep-konsep yang lebih dalam, dan menerapkan pemahaman tersebut dalam
berbagai konteks. Ini juga merupakan keterampilan yang sangat relevan dalam

4
Yanti and Syahrani.
berbagai bidang, termasuk ilmu pengetahuan, matematika, seni, dan pemecahan
masalah sehari-hari.5
2. Konsep
Konsep adalah ide atau gambaran mental yang menggambarkan suatu objek,
peristiwa, atau kategori. Konsep membantu dalam mengelompokkan dan
mengorganisasi informasi. Contohnya, "buah" adalah sebuah konsep yang mencakup
apel, pisang, jeruk, dan sebagainya.
Pemahaman konsep adalah landasan bagi kemampuan berpikir tingkat tinggi dan
pemecahan masalah yang lebih kompleks. Ini membantu individu untuk
menghubungkan informasi, membuat prediksi, dan memahami hubungan antara
berbagai konsep dalam berbagai domain pengetahuan. Pemahaman yang mendalam
tentang konsep-konsep ini membantu dalam pengembangan pengetahuan yang lebih
luas dan aplikasi yang lebih baik dalam berbagai situasi.6
3. Generalisasi
Generalisasi adalah kemampuan untuk menerapkan konsep atau prinsip yang
dipelajari pada situasi atau contoh yang berbeda. Ini melibatkan penggunaan
pemahaman yang diperoleh untuk memahami dan menyelesaikan masalah yang lebih
luas.
Generalisasi dimulai dengan kemampuan untuk mengidentifikasi pola atau kesamaan
dalam informasi atau pengalaman yang berbeda. Ini melibatkan pengenalan bahwa
ada elemen-elemen yang serupa atau prinsip-prinsip umum yang berlaku di berbagai
situasi.7 Setelah mengidentifikasi pola atau kesamaan, individu dapat menerapkan
konsep atau prinsip yang telah dipelajari dari satu situasi ke situasi lain yang serupa.
Ini membantu dalam memahami bagaimana prinsip-prinsip tertentu berlaku secara
umum. Generalisasi juga relevan dalam pemecahan masalah. Ketika individu
menghadapi masalah baru, mereka dapat menggunakan prinsip-prinsip atau strategi
yang telah mereka generalisasikan dari pengalaman sebelumnya untuk membantu
mereka mencari solusi. Melalui generalisasi, individu dapat mengembangkan
pengetahuan yang lebih luas dan lebih abstrak. Mereka tidak hanya mengandalkan
informasi yang spesifik pada situasi tertentu, tetapi juga memahami prinsip-prinsip
yang dapat diterapkan secara lebih umum. Generalisasi juga melibatkan fleksibilitas
dalam berpikir. Ini berarti individu dapat mengadaptasi pemahaman mereka dan
menerapkan konsep-konsep yang telah mereka generalisasikan pada situasi yang
berubah atau berbeda. Ini membantu mereka berpikir abstrak, beradaptasi dengan
perubahan, dan mengembangkan pemahaman yang mendalam dalam berbagai
domain pengetahuan.
4. Fakta
Fakta adalah informasi yang dapat diverifikasi dan dianggap benar. Mempelajari
fakta-fakta adalah bagian penting dari pembelajaran kognitif karena fakta-fakta ini
membentuk dasar pengetahuan yang lebih dalam.

5
Muhibibin Syah.
6
Sri Esti Wuryani Djiwandono,
7
S. Nasution, Kurikulum Dan Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h. 59.
Akuisisi fakta adalah proses mempelajari dan mengingat informasi yang bersifat
faktual. Ini melibatkan penerimaan informasi yang benar dan valid dari berbagai
sumber seperti buku, guru, sumber daring, atau pengalaman langsung. Setelah fakta-
fakta dipelajari, mereka disimpan dalam memori jangka pendek dan jangka panjang.
Pemeliharaan fakta dalam memori menjadi landasan bagi pemahaman yang lebih
dalam dan penerapan dalam konteks yang relevan.
Kemampuan untuk mengingat fakta-fakta yang telah dipelajari adalah kunci dalam
pembelajaran kognitif. Individu perlu memiliki retensi yang baik sehingga mereka
dapat mengakses informasi tersebut ketika diperlukan. Fakta-fakta sering digunakan
sebagai dasar dalam pemecahan masalah. Mereka dapat membantu dalam membuat
keputusan, menjawab pertanyaan, atau memecahkan masalah yang timbul dalam
berbagai konteks. Fakta-fakta membentuk dasar pengetahuan individu. Pengetahuan
ini dapat diperluas dan digunakan untuk memahami konsep-konsep yang lebih dalam
atau untuk menggeneralisasikan prinsip-prinsip yang lebih luas.
Dalam era informasi yang terus berkembang, individu perlu mampu memperbarui
pengetahuan mereka dengan fakta-fakta baru yang relevan. Kemampuan ini
memungkinkan pembelajaran berkelanjutan.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Ranah kognitif adalah kerangka kerja yang digunakan untuk memahami dan
menggambarkan tingkatan berpikir dan pemahaman manusia. Ini mencakup berbagai
tingkatan, mulai dari pemahaman fakta-fakta hingga kemampuan untuk menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta konsep-konsep baru. Ranah kognitif adalah alat yang
berguna dalam konteks pendidikan dan pengembangan pribadi karena memungkinkan
kita untuk merancang pengalaman belajar yang sesuai dengan tingkat pemahaman
individu.
Tingkatan dalam ranah kognitif, seperti yang dijelaskan dalam Taksonomi Bloom,
mencakup: mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan
mencipta. Pemahaman yang mendalam tentang ranah kognitif membantu kita
mengembangkan keterampilan berpikir kritis, kemampuan pemecahan masalah, dan
kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan dalam berbagai konteks.
Ranah kognitif juga relevan dalam konteks penelitian, pembelajaran, dan
pengembangan pribadi. Ini membantu kita mengukur dan menilai kemajuan dalam
pemahaman, serta membantu dalam perencanaan pengajaran dan pengembangan
kurikulum yang efektif. Dengan memahami tingkatan dalam ranah kognitif, kita dapat
memaksimalkan potensi belajar dan pemahaman kita dalam berbagai bidang
pengetahuan dan kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Anas Sujono. (2006). Pengantar evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raya Grafindo Persada.
__________. (2008). Pengembangan perangkat penilaian kognitif. Jakarta: Depdiknas.
Purwanto. (2010). Metodologi penelitian kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhibibin Syah. Psikologi Belajar. Jakarta: Rajawali Pers, 2012
Nasution, S (1989). Kurikulum dan Pengajaran, Jakarta: Bina Aksara
Sri Esti Wuryani Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia, 2006).
Choli, Ifham. “PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI PENDIDIKAN ISLAM.”
Tahdzib Al-Akhlaq: Jurnal Pendidikan Islam 2, no. 2 (November 6, 2019): 35–52.
https://doi.org/10.34005/tahdzib.v2i2.

Anda mungkin juga menyukai