Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga kata yang saling terkait
dalam melihat proses dan keberhasilan suatu program, termasuk di dalamnya adalah
program pembelajaran. Kita sering dikaburkan oleh makna mengukur, menilai dan
mengevaluasi, yang identik kita lihat adalah untuk menilai dengan pemberian tes atau
menilai dengan angka terhadap aspek kognitif saja.
Namun secara hakekatnya, mengukur, menilai dan evaluasi harus dilakukan
untuk ketiga ranah pembelajaran, yaitu kogniif, afekif dan psikomotor. Pada beberapa
pendidik ada yang memahami bahwa yang bisa di ukur itu adalah aspek kogniif dari
siswa atau peserta didik, karena mudah dilakukan melalui pemberian tes dan mudah
diberikan nilai atau skor. Jika pendidik melakukan penilaian hanya pada ranah kognitif
saja, maka proses dan hasil belajar bisa dikatakan belum terukur secara menyeluruh atau
komprehensif, yang secara idealnya harus terukur ketiga aspek baik kognitif, afektif dan
psikomotor dari peserta didik. Yang pada akhirnya betul-betul akan bisa di tarik sebuah
kesimpulan bahwa peserta didik berhasil atau kurang berhasil dalam pembelajaran
berdasarkan ketiga aspek tersebut.
Dengan demikian dalam realita yang kita jumpai bahwa beberapa pendidik bias
dikatakan sudah sangat mahir dalam melakukan penilaian terhadap aspek kognitif, tapi
kurang kemampuan untuk aspek afektif dan psikomotor. Sehingga penilaian yang
seperti ini kurang memberikan masukan dan manfaat yang berarti terhadap guru dan
peserta didik tentang aspek sikap yang seharusnya dimiliki anak setelah pembelajaran
berlangsung. Secara autentik, urutan penilaian dimulai dari penilaian sikap, penilaian
pengetahuan, dan yang terakhir penilaian keterampilan. Sekarang yang jadi pemikiran
bagi kita adalah bagaimana kita bisa menilai sikap? Bagaimana instrumennya? Ini
adalah problema yang seringkali menghinggapi benak kita. Secara logis kita tidak akan
bisa mengukur perubahan sikap siswa dengan memberi soal-soal sebagaimana kita
mengukur pengetahuan. Sikap siswa itu ditunjukkan dengan perbuatan, bukan
ditunjukkan dengan pemahaman dan ingatan.

1
Berdasarkan hal tersebut, maka makalah ini akan menyajikan tentang penilaian
non kognitif khususnya penilaian afeksi peserta didik, sehingga memberikan
pemahaman kepada kita tentang penilaian ranah afektif ini.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Apa pengertian afektif dan penilaian afektif?
2. Bagaimana pentingnya penilaian afektif?
3. Apa jenis dan tingkatan ranah afektif?
4. Bagaimana Penyusunan instrumen Afektif,
5. Bagaimana skala yang digunakan dan teknik penskoran instrumen afektif?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1. Menjelaskan pengertian afektif dan penilaian afektif.
2. Menjelaskan pentingnya penilaian afektif.
3. Menjelaskan jenis dan tingkatan ranah afektif.
4. Menjelaskan cara penyusunan instrument afektif.
5. Mengetahui skala yang digunakan dan teknik penskoran instrumen afektif.

1.4 Manfaat Penulisan Makalah


1. Manfaat Teoritis
Dapat mengetahui dan memahami Penilaian Afeksi dan penyusunan instrument
serta skala yang digunakan.
2. Manfaat Praktis
Manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini adalah agar pembaca
terutama insan pendidikan dapat menerapkan pengetahuan yang diperoleh sebagai
acuan pendidikan dan pedoman dalam melakukan kegiatan evaluasi pendidikan dan
pembelajaran.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Afektif dan Penilaian Afektif


Afektif atau sikap merupakan suatu kecendrungan tingkah laku untuk berbuat
sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan dengan rasa takut atau cinta,
mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta mempunyai gaya atau makna yang
menunjukkan perasaan. Muhajir (1992) menjelaskan bahwa sikap merupakan
kecendrungan afeksi, suka atau tidak suka pada suatu objek social. Harvey dan Smith
(1991) berpendapat bahwa sikap adalah kesiapan merespons secara konsisten dalam
bentuk positif atau negative terhadap objek atau situasi. Eagly & Chaiken (1993) sikap
adalah “ a psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity
with some degree of favor or disfavor”.
Keempat pendapat tersebut memiliki kesamaan, yaitu bahwa sikap merupakan
reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek. Menurut Sumarna (2004) bahwa objek
sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah :
1) Sikap terhadap materi pelajaran, peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan Siokap positif peserta didik akan tumbuh
minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah
menyerap materi pelajaran yang di ajarkan.
2) Sikap terhadap guru atau pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru
akan cendrung mengabaikan hal- hal yang diajarkan. Dengan dimikian, peserta
didik yang memiliki sikap negative terhadap guru/ pengajar akan sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
3) Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup
suasana pembelajaran, strategi, metodologi dan teknik pembelajaran yang
digunakan. Proses pembelajaran yang menarik, nyaman dan menyenangkan
dapat menumbuhkan belajar peserta didik, sehingga dapat mencapai hasil
belajar yang maksimal.

3
4) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi
pelajaran.
Dengan demikian penilaian efektif adalah penilaian terhadap reaksi seseorang
atau peserta didik tentang suatu objek yang telah diuraikan di atas. Sikap bermula dari
perasaan (suka atau tidak suka ) yang terkait dengan kecendrungan seseorang dalam
merespon sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai atau pandangan hidup
yang dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau
tindakan yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: afektif, kognitif dan
konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh seseorang atau peni;aian
terhadap suatu objek, Kompenen kognitif adalah kepercayaan atau keyakinan seseorang
mengenai objek. Adapun komponen konatif kecendrungan untuk berperilaku atau
berbuat dengan cara-cara tertentu berkenaan dengan kehadiran objek sikap.
(Rusgiyanto, 2005). Menurut Sudaryono (2012) sikap merupakan variable tersembunyi
yang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi dapat disimpulkan melalui tingkah
laku.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
merupakan keadaan internal seseorang, berupa kecendrungan atau kesiapan
memberikan respon meliputi kognitif, afeksi dan konatif terhadap suatu stimulus dari
lingkungan sekitarnya, Yang harus digarisbawahi adalah penilaian sikap tidak berdiri
sendiri. Penilaian sikap terintegrasi dengan penilaian pengetahuan dan penilaian
keterampilan.

2.2 Pentingnya Penilaian Afektif


Sebenarnya guru dalam melaksanakan proses penilaian tidak hanya mencakup
penilaiain kognitif saja, namun idealnya guru juga dapat melakukan peniliaian pada
aspek afektif (sikap). Hasil belajar menurut Bloom (1976) mencakup prestasi belajar,
kecepatan belajar, dan hasil afektif. Aderson (1981) berpendapat bahwa karakteristk
manusia meliputi cara yang tipikal dari berpikir, berbuat, dan perasaan. Tipikal perasaan
berkaitan dengan ranah afektif. Penilaian afektif dilakukan oleh pendidik melalui
pengamatan terhadap perkembangan afeksi peserta didik. Komponen penilaian afektif
seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan (Permendiknas Nomor 23
Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan); meliputi:

4
1) memiliki keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
ajaran agama masing-masing yang tercermin dalam perilaku sehari-hari,
2) menunjukkan sikap percaya diri dan bertanggung jawab atas perilaku, perbuatan,
dan pekerjaannya,
3) menunjukkan sikap kompetitif dan sportif untuk mendapatkan hasil yang terbaik
dalam bidang pendidikan jasmani, olah raga, dan kesehatan,
4) menganalisis sikap positif terhadap penegakan hukum, peradilan nasional, dan
tindakan anti korupsi,
5) mengevaluasi sikap berpolitik dan bermasyarakat madani sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, sikap cermat dan menghargai hak
atas kekayaan intelektual,
6) menunjukkan sikap toleran dan empati terhadap keberagaman budaya yang ada
di masyarakat setempat dalam kaitannya dengan budaya nasional,
7) menunjukkan sikap peduli terhadap bahasa dan dialek, dan
8) menunjukkan sikap kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil
yang terbaik dalam bidang iptek (Lampiran Permendiknas Nomor 23 Tahun
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan);
Pengukuran ranah afektif dilakukan melalui metode observasi dan metode
laporan diri. Penggunaan metode observasi berdasarkan pada asumsi bahwa karateristik
afektif dapat dilihat dari perilaku atau perbuatan yang ditampilkan dan atau reaksi
psikologi. Mungkin pada KTSP, penilaian afektif belum terlalu diperhatikan, namun
seiring dengan dikembangkannya pendidikan karakter bangsa, penilaian afektif menjadi
lebih penting dan harus dilakukan guru agar dapat diketahui keberhasilan pembelajaran
yang dapat diwujudkan melalui internalisasi sikap yang ditunjukan oleh peserta didik
setelah mengikuti proses pembelajaran.

2.3 Tingkatan dan Jenis Ranah Afektif


2.3.1 Tingkatan Ranah Afektif
Menurut Krathwohl (1973) bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif
mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di dalamnya ada
komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif. Tingkatan ranah afektif

5
menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu: receiving (attending), responding,
valuing, organization, dan characterization.
2.3.1.1 Tingkat Receiving
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah kepekaan
seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya
dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk dalam jenjang ini
misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan
menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau
attenting juga sering diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu
kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka mau
menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu.
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kegiatan belajar,
kegiatan musik, kegiatan olahraga, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan
perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif.
Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang
bekerjasama, dan sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang
diharapkan, yaitu kebiasaan yang positif.
2.3.1.2 Tingkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai bagian dari
perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan fenomena khusus
tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada
pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi
respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang
menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus. Misalnya
senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu teman, senang dengan
kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
2.3.1.3 Tingkat Valuing
Valuing adalah sesuatu yang memiliki manfaat atau kepercayaan atas manfaat
sesuatu. Hal ini menyangkut pikiran atau tindakan yang dianggap sebagai nilai
keyakinan atau sikap dan menunjukan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat

6
rentangannya mulai dari menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan
keterampilan, sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada
internalisasi dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini
berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas.
Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan
responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik di sini tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk
menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah
mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti
bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta
didik.

2.3.1.4 Tingkat Organization


Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada
perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari
nilai ke dalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan
nilai lain, pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Hasil pembelajaran
pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.
2.3.1.5 Tingkat Characterization
Characterization (karakterisasi dengan suatu nilai atau komplek nilai), yakni
keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi
pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati
tempat tertinggi dalam suatu hirarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada
sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkat efektif tertinggi,
karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana. Ia telah
memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada jenjang ini peserta didik telah
memiliki sistem nilai yang telah mengontrol tingkah lakunya untuk suatu waktu yang
lama, sehingga membentu karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap,

7
konsisten dan dapat diramalkan. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan
pribadi, emosi, dan sosial.

2.3.2 Jenis Ranah Afektif


Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan
sebagai ranah afektif (Andersen, 1981: 4). Pertama, perilaku melibatkan perasaan dan
emosi seseorang. Kedua, perilaku harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang
termasuk ranah afektif adalah intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajat
atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta
lebih kuat dari senang atau suka. Sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang
lebih kuat dibanding yang lain.
Arah perasaan berkaitan dengan orientasi positif atau negatif dari perasaan yang
menunjukkan apakah perasaan itu baik atau buruk. Misalnya senang pada pelajaran
dimaknai positif, sedang kecemasan dimaknai negatif. Bila intensitas dan arah perasaan
ditinjau bersama-sama, maka karakteristik afektif berada dalam suatu skala yang
kontinum. Target mengacu pada objek, aktivitas, atau ide sebagai arah dari perasaan.
Bila kecemasan merupakan karakteristik afektif yang ditinjau, ada beberapa
kemungkinan target. Peserta didik mungkin bereaksi terhadap sekolah, matematika,
situasi sosial, atau pembelajaran. Tiap unsur ini bisa merupakan target dari kecemasan.
Kadang-kadang target ini diketahui oleh seseorang namun kadang-kadang tidak
diketahui. Seringkali peserta didik merasa cemas bila menghadapi tes di kelas. Peserta
didik tersebut cenderung sadar bahwa target kecemasannya adalah tes.
Objek ranah afektif menurut Krathwohl (1973: 24) unsur-unsurnya terdiri dari
minat (interest), sikap (attitude), nilai (value), apresiasi (apresiation), dan penyesuaian
(adjustmen). Fishbein dan Ajzen (1975) membagi dalam kepercayaan (belief), sikap
(attitude), keinginan/maksud (intention), dan perilaku (behaviour). Berbeda dengan
Fishbein dan Ajzen, Hammond (Worthen dan Sanders, 1973) menyatakan bahwa objek
afektif meliputi unsur perhatian, minat (interest), sikap (attitude), perasaan (feeling),
dan emosi (emotion). Menurut Hopkins dan Antes (1990), unsur-unsur ranah afektif
meliputi emotion, interest, attitude, value, character development, dan motivation.
Mardapi (2011: 183) menambahkan bahwa karakter juga merupakan bagian dari ranah
afektif. Berdasarkan uraian di atas, dapat diidentifikasikan bahwa unsur-unsur ranah

8
afektif paling tidak meliputi: perhatian/minat, sikap, nilai, apresiasi, karakter,
kepercayaan, perasaan, emosi perilaku, keinginan, dan penyesuaian.

2.3.2.1 Karakter
Karakter adalah tabiat, watak, akhlak, atau kepribadian seseorang terbentuk dari
hasil internalisasi berbagai kebajikan yang diyakini sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, dan bertindak. Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai dan norma (Pusat
Pengembangan Kurikulum, 2010: 3). Aristotle, filsof Yunani, menyatakan bahwa
karakter yang baik merupakan pengamalan tingkah laku yang benar (Lickona, 1991:50).
Tingkah laku yang benar dilihat dari sisi orang lain dan lingkungan.
Lebih lanjut Aristotle mengatakan bahwa kehidupan pada zaman modern
cenderung melupakan budi pekerti termasuk orientasi diri, seperti kontrol diri, sikap
dermawan, dan rasa sosial. Karakter adalah seperangkat trait yang menentukan sosok
seseorang sebagai individu (Kurtus, 2010). Karakter menentukan apakah sesorang
dalam mencapai keinginannya menggunakan cara yang benar menurut lingkungannya
dan mematuhi hukum dan aturan kelompok. Jadi, karakter merupakan sifat atau watak
seseorang yang bisa baik dan bisa tidak baik berdasarkan penilaian lingkungannya.
Karakter berkaitan dengan personalitas walaupun ada perbedaannya.
Personalitas merupakan trait bawaan sejak lahir, sedang karakter merupakan perilaku
hasil pembelajaran. Sesorang lahir dengan trait personaliti tertentu, Seseorang ada yang
pemalu dan ada yang terbuka dan mudah bicara. Klasifikasi lain adalah apakah sesorang
beroritentasi pada tugas atau senang kegiatan sosial. Hal ini yang menjadikan sesorang
memiliki sifat ingin menguasai, ingin mempengaruhi, personaliti stabil atau patuh.
Karakter pada dasarnya diperoleh melalui interaksi dengan orang tua, guru,
teman, dan lingkungan. Karakter diperoleh dari hasil pembelajaran secara langsung atau
pengamatan terhadap orang lain. Pembelajaran langsung dapat berupa ceramah dan
diskusi tentang karakter, sedang pengamatan diperoleh melalaui pengalaman sehari-hari
apa yang dilihat di lingkungan termasuk media televisi. Karakter berkaitan dengan sikap
dan nilai. Sikap merupakan predisposisi terhadap suatu objek atau gejala, yaitu positif
atau negatif. Nilai berkaitan dengan baik dan buruk yang berkaitan dengan keyakinan
individu. Jadi, karakter seseorang dibentuk melalui pengalaman sehari-hari, apa yang

9
dilihat dan apa yang didengar terutama dari seseorang yang menjadi acuan atau idola
seseorang.
Karakter yang baik melibatkan pemahaman, perhatian, dan bertindak sesuai
dengan nilai-nilai etika. Peserta didik berkembang untuk memahamai nilai inti dengan
mempelajarinya, mendiskusikannya, mengamati model perilaku, dan memecahkan
masalah yang mencakup nilai-nilai. Jadi, peserta didik harus paham nilai inti dan
komitmen mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Karakter sering didefinisikan sebagai melakukan yang benar tanpa ada yang
melihat. Etika yang baik adalah selalu mengikuti aturan yang telah disepakati,
menghargai hak dan kebutuhan orang lain, tidak takut hukuman atau ingin mendapat
pujian saja. Peserta didik diharapkan menjadi orang selalu berbuat baik kepada orang
lain. Untuk itu, sekolah harus bekerja sama dengan peserta didik dalam memahami
aturan, dan kesadaran akan pengaruh tingkah laku seseorang terhadap orang lain.
Tanamkan keyakinan bahwa untuk memperoleh perlakukan yang baik harus memberi
kebaikan kepada orang lain.
Karakter yang selalu dikaitkan dengan pendidikan karakter sering digunakan
untuk menyatakan seberapa baik seseorang. Atau dengan kata lain, seseorang yang
menampilkan kualitas personal yang cocok dengan yang diinginkan masyarakat dapat
dinyatakan memiliki karakter yang baik dan mengembangkan kualitas karakter sering
dilihat sebagai tujuan pendidikan. Komponan ini merupakan bagian dari aspek afektif
pada standar nasional pendidikan.
Pendidikan karakter adalah bagian dari ranah afektif (Mardapi, 2011: 183).
Namun demikian, perhatian terhadap domain ini masih hanya sekedar pada usaha untuk
memupuk sikap dan karakter siswa selama proses pembelajaran. Padahal untuk
menentukan sejauh mana hasil dan kualitas pembelajaran terlebih untuk menentukan
langkah lanjutan maupun langkah perbaikan, mutlak bersandar pada proses dan hasil
evaluasi yang memadai dan relevan.
2.3.2.2 Sikap
Anastasi (1982) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan untuk bertindak
secara suka atau tidak suka terhadap suatu objek. Sikap dapat dibentuk melalui cara
mengamati dan menirukan sesuatu yang positif, kemudian melalui penguatan serta
menerima informasi verbal. Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran,

10
tujuan yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya.
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap adalah suatu predisposisi yang
dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi,
konsep, atau orang. Sikap peserta didik terhadap objek misalnya sikap terhadap sekolah
atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta didik ini penting untuk ditingkatkan
(Popham, 1999: 204). Sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa
Inggris, harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pembelajaran bahasa Inggris
dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu
indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar peserta
didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran menjadi lebih positif.
2.3.2.3 Minat
Getzel (1966: 98), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir melalui
pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus, aktivitas,
pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian. Sedangkan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990: 583), minat atau keinginan adalah
kecenderungan hati yang tinggi terhadap sesuatu. Hal penting pada minat adalah
intensitasnya. Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki
intensitas tinggi.
Penilaian minat dapat digunakan untuk:
1. Mengetahui minat peserta didik sehingga mudah untuk pengarahan dalam
pembelajaran
2. Mengetahui bakat dan minat peserta didik yang sebenarnya
3. Pertimbangan penjurusan dan pelayanan individual peserta didik
4. Menggambarkan keadaan langsung di lapangan/kelas
5. Mengelompokkan peserta didik yang memiliki minat sama
6. Acuan dalam menilai kemampuan peserta didik secara keseluruhan dan memilih
metode yang tepat dalam penyampaian materi
7. Mengetahui tingkat minat peserta didik terhadap pelajaran yang diberikan
pendidik

11
8. Bahan pertimbangan menentukan program sekolah
9. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik

2.3.2.4 Persepsi
Persepsi atau tanggapan adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia
yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar, merasakan, memberi,
serta meraba (kerja indra) disekitar kita. Yusuf (2007) menyatakan bahwa persepsi
adalah persepsi sebagai proses seseorang menjadi sadar akan segala sesuatu dalam
lingkungannya melalui indra-indra yang dimilikinya. Lebih lanjut Sunaryo (2004)
mendefinisikan persepsi sebagai proses akhir dari pengamatan yang diawali oleh
penginderaan, yaitu proses diterimanya stimulus oleh alat indera, kemudian individu ada
perhatian dan diteruskan ke otak, selanjutnya individu menyadari tentang adanya
sesuatu. ,elalui persepsi individu menyadari dan dapat mengerti tentang keadaan
lingkungan yang ada disekitarnya maupun tentang hal-hal yang ada dalam diri individu
yang bersangkutan.
Persepsi mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut Marliani (2010), ciri-ciri persepsi
adalah:
1) Proses pengorganisasian berbagai pengalaman
2) Proses menghubung-hubungkan antara pengalaman masa lalu dengan yang baru
3) Proses pemilihan informasi
4) Proses teorisasi dan rasionalisasi
5) Proses penafsiran atau pemaknaan pesan verbal dan nonverbal
6) Proses interaksi dan komunikasi berbagai pengalaman internal dan eksternal
7) Melakukan penyimpulan atau keputusan-keputusan, pengertian-pengertian dan
yang membentuk wujud persepsi individu
Persepsi merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan
tanggapan setelah rangsangan diterapkan kepada manusia. Persepsi dan kognisi
diperlukan dalam semua kegiatan kehidupan (Sobur, 2009). Dalam proses persepsi
terdapat 3 komponen utama yaitu:
1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar,
intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

12
2) Interpretasi (penafsiran), yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga
mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor
seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian,
dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk
mengadakan pengkategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses
mereduksi informasi yang komplek menjadi sederhana.
3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku
sebagai reaksi yaitu bertindak sehubungan dengan apa yang telah di serap yang
terdiri dari reaksi tersembunyi sebagai pendapat/sikap dan reaksi terbuka sebagai
tindakan yang nyata sehubungan dengan tindakan yang tersembunyi
(pembentukan kesan).

2.4 Langkah-langkah Menyusun Instrumen Penilaian Afektif


Ada sebelas langkah yang harus diikuti dalam mengembangkan instrumen
penilaian afektif, yaitu: menentukan spesifikasi instrumen, menulis instrumen,
menentukan skala instrumen, menentukan sistem penskoran, menelaah instrumen,
merakit instrumen, melakukan ujicoba, menganalisis hasil ujicoba, memperbaiki
instrumen, melaksanakan pengukuran, dan menafsirkan hasil pengukuran.
1. Menentukan spesifikasi instrumen
Spesifikasi instrumen terdiri atas tujuan dan kisi-kisi instrumen. Dalam bidang
pendidikan pada dasarnya pengukuran afektif ditinjau dari tujuannya, contohnya
instrumen sikap.

2. Menulis instrumen
Tabel 2.1. Kisi-kisi Instrumen Afektif
No Indikator Jumlah Butir Pertanyaan/Pernyataan Skala
1
2
3
4
5

13
3. Menentukan skala instrumen
Secara garis besar skala instrumen yang sering digunakan dalam penelitian, yaitu:
a) Skala Likert, digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi
seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Contoh :
Preferensi
1. Sangat Setuju
2. Setuju
3. Tidak Setuju
4. Sangat Tdk Setuju
Dengan skala Likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi
indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk
menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan, baik
bersifat favorable (positif) bersifat bersifat unfavorable (negatif).
Jawaban setiap item instrumen yang mengunakan skala Likert mempunyai
gradasi dari sangat positif sampai sangat negative. Sistem penilaian dalam skala Likert
adalah sebagai berikut:
Item Favorable: sangat setuju (4), setuju (3), tidak setuju (2), sangat tidak setuju (1)
Item Unfavorable: sangat setuju (1), setuju (2), tidak setuju (3), sangat tidak setuju (4).
Contoh :
No Pernyataan SS S TS STS
1 Pelajaran Kimia bermanfaat
2 Pelajaran Kimia sulit
3 Tidak semua harus belajar Kimia
4 Pelajaran Kimia harus dibuat mudah
5 Sekolah saya menyenangkan
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
Kriteria :
No. Skor peserta didik Kategori Sikap atau Minat
1. Lebih besar dari 35 Sangat tinggi/Sangat baik
2. 28 sampai 35 Tinggi/Baik
3. 20 sampai 27 Rendah/Kurang
4. Kurang dari 20 Sangat rendah/Sangat kurang

14
b) Skala Guttman, Skala pengukuran dengan tipe ini, akan di dapat jawaban
yang tegas, yaitu ya atau tidak, benar atau salah, pernah atau tidak, positf atau
negatif, dan lain-lain. Data yang diperoleh dapat berupa data interval atau
rasio dikhotomi (dua alternatif). Jadi kalau pada skala Likert terdapat interval
1,2,3,4 interval, maka dalam skala Gutmann hanya ada dua interval yaitu
“setuju atau tidak setuju”. Jika pertanyaan bermakna positif maka setuju (2),
tidak setuju (1). Sebaliknya jika pertanyaan bermakna negatif maka setuju
(1), tidak setuju (2). Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila
ingin mendapatkan jawaban yang tegas terhadap suatu permasalahan yang di
tanyakan.
Contoh :
Apakah anda setuju dengan kenaikan harga BBM ?
a. Setuju b. tidak setuju

Penilaian:
1. Jumlah skor maksimal = Jumlah pernyataan x 2
2. Skor sikap = (Jumlah skor perolehan/jumlah skor maksimal) x 4. Skor sikap
ditulis dengan dua desimal. Rentang skor sikap: 2.00 – 4.00
3. Kode nilai/predikat:
3.50 - 4.00 = SB (Sangat baik)
3.00 – 3.49 = B (Baik)
2.50 – 2.99 = C (Cukup)
2.00 – 2.49 = K (Kurang)

c) Skala Thurstone, Skala Thurstone adalah skala yang disusun dengan


memilih butir yang berbentuk skala interval.
Contoh : minat siswa terhadap pelajaran kimia,
No. Pernyataan Jawaban
9 8 7 6 5 4 3 2 1
1 Saya senang belajar kimia
2 Pelajaran kimia bermanfaat
3 Saya berusaha hadir tiap pelajaran

15
kimia
4 Saya berusahan memiliki buku
pelajaran kimia
Contoh lain : Angket yang disajikan menggunakan skala thurstone
Petunjuk : Pilihlah 5 (lima) buah pernyataan yang paling sesuai dengan sikap anda
terhadap pelajaran matematika, dengan cara membubuhkan tanda cek (v) di depan
nomor pernyataan di dalam tanda kurung.
( ) 1. Saya senang belajar matematika
( ) 2. Matematika adalah segalanya buat saya
( ) 3. Jika ada pelajaran kosong, saya lebih suka belajar matematika
( ) 4. Belajar matematika menumbuhkan sikap kritis dan kreatif
( ) 5. Saya merasa pasrah terhadap ketidak-berhasilan saya dalam matematika
( ) 6. Penguasaan matematika akan sangat membantu dalam mempelajari bidang
studi lain
( ) 7. Saya selalu ingin meningkatkan pengetahuan & kemampuan saya dalam
matematika
( ) 8. Pelajaran matematika sangat menjemukan
( ) 9. Saya merasa terasing jika ada teman membicarakan matematika
Misalkan pembuat angket menentukan bahwa skor yang akan dipakai untuk
pernyataan yang kontribusinya paling tinggi adalah 9 dan untuk yang paling rendah
diberi skor 1, sehingga skor tengahnya sama dengan 5. Hasil pertimbangannya, ia
menyatakan bahwa pernyataan yang paling tinggi kontribusinya terhadap sikap positif
untuk biologi adalah pernyataan nomor 2 sehingga ia memberi bobot skor 9. Agar hasil
pertimbangan itu lebih objektif, ia meminta bantuan kepada teman seprofesinya yang
dianggap mampu atau lebih mampu daripada dirinya sendiri. Misalkan ada 4 orang yang
diminta pertimbangan itu, hasil pertimbangan untuk butir nomor 2 dari keempat orang
itu masingmasing 8, 8, 9 dan 9. Dengan demikian skor untuk butir soal nomor 2 itu
adalah
9 8 8 9 9 = 8, 6 > 5
Untuk butir nomor 8 pembuat angket memberi skor 2 karena ia menganggap
kontribusinya rendah terhadap sikap siswa dalam biologi. Keempat teman lainnya
masing-masing memberi skor 3, 4, 1, 2 sehingga skor untuk butir nomor 8 adalah

16
2 3 4 1 2 = 2,4 < 5
Begitulah seterusnya cara pemberian skor untuk setiap butir pernyataan. Misalkan skor
untuk setiap butir soal, berturut-turut dari butir soal nomor 1 sampai dengan nomor 9
adalah sebagai berikut : 9,0; 8,6; 8,2; 7,6; 4,5; 6,0; 7,6; 2,4; 4,0; 5,3 Setelah angket
diberikan kepada responden (siswa), misalkan untuk subjek A memilih butir-butir
nomor 1, 4, 6, 7 dan 10. Rerata skor dari subyek A adalah
9,0 7,6 6,0 7,6 5,3 = 7,1 > 5
Ini berarti sikap A terhadap biologi positif, karena skornya lebih daripada skor tengah
(= 5).

d) Semantik Diferensial, Skala diferensial yaitu skala untuk mengukur sikap,


tetapi bentuknya bukan pilihan ganda maupun checklist, tetapi tersusun dalam
satu garis kontinum di mana jawaban yang sangat positif terletak dibagian kiri
garis, dan jawaban yang sangat negative terletak dibagian kanan garis, atau
sebaliknya. Data yang diperoleh melalui pengukuran dengan skala semantic
differential adalah data interval.
Contoh : Penggunaan skala Semantik Diferensial mengenai gaya kepemimpinan kepala
sekolah.
Demokrasi 7 6 5 4 3 2 1 Otoriter
Bertanggung Jawab 7 6 5 4 3 2 1 Tidak Bertanggung Jawab
Memberi Kepercayaan 7 6 5 4 3 2 1 Mendominasi
Menghargai Bawahan 7 6 5 4 3 2 1 Tidak Menghargai Bawahan
Keputusan Diambil 7 6 5 4 3 2 1 Keputusan Diambil Sendiri
Bersama
Contoh:
Bagaimana pendapat anda tentang mata pelajaran Matematika?
Menyenangkan 54321 Membosankan
Bermanfaat 54321 Tidak bermanfaat
Menarik 54321 Tidak menarik
Perlu dipelajari 54321 Tidak perlu dipelajari
Menantang 54321 Tidak menantang
Perlu disebarluaskan 54321 Tidak perlu disebarluaskan

17
Skor = 1 + 2 + 2 + 3 + 2 + 3 = 13

Nilai afektif siswa terhadap mata pelajaran matematika dilihat dari rentang
sekornya kemudian dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pada contoh kasus
di atas sekor maksimum 30 dan sekor minimum 6. Dengan demikian mediannya adalah (6
+30)/2 atau sebesar 18. Bila dibagi menjadi 4 kategori, maka diperoleh kriteria minat siswa
terhadap mata pelajaran matematika sebagai berikut.

Skor kriteria
6-12 Sangat baik (tinggi)
13-18 Baik (sedang)
19-24 Kurang baik (rendah)
25-30 Tidak baik (sangat rendah)

Karena sekor yang diperoleh siswa 13, berada pada rentang 13 – 18 ,maka dapat dikatakan
bahwa afektif siswa pada mata pelajaran matematika adalah baik atau sedang.

4. Menentukan sistem penskoran


Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran. Apabila
digunakan skala Thurstone, maka skor tertinggi untuk tiap butir 7 dan skor terendah 1.
Demikian pula untuk instrumen dengan skala beda semantik, tertinggi 7 terendah 1.
Untuk skala Likert, pada awalnya skor tertinggi tiap butir 5 dan terendah 1. Dalam
pengukuran sering terjadi kecenderungan responden memilih jawaban pada katergori
tiga 3 (tiga) untuk skala Likert. Untuk menghindari hal tersebut skala Likert
dimodifikasi dengan hanya menggunakan 4 (empat) pilihan, agar jelas sikap atau minat
responden.
Menurut Ericson (dalam Nasoetion dan Suryanto, 2002), penilaian afektif dapat
dilakukan dengan cara.
1. Pengamatan langsung, yaitu dengan memperhatikan dan mencatat sikap dan
tingkah laku siswa terhadap sesuatu,benda, orang, gambar atau kejadian. Dari
tingkah laku yang muncul kemudian dicari atribut yang mendasari tingkah laku
tersebut.
2. Wawancara, dilakukan dengan memberikan pertanyaan terbuka atau tertutup.
Pertanyaan tersebut digunakan sebagai pancingan.

18
3. Angket atau kuesioner, merupakan suatu perangkat pertanyaan atau isian yang
sudah disediakan pilihan jawaban baik berupa pilihan pertanyaan atau pilihan
bentuk angka.
4. Teknik proyektil, merupakan tugas atau pekerjaan atau objek yang belum pernah
dikenal siswa. Para siswa diminta untuk mendiskusikan hal tersebut menurut
penafsirannya.
5. Pengukuran terselubung/ jurna merupakan pengamatan tentang sikap dan
tingkah laku seseorang dimana yang diamati tdak tahu bahwa ia sedang diamati.

5. Menelaah instrumen
Kegiatan pada telaah instrumen adalah menelaah apakah: a) butir
pertanyaan/pernyataan sesuai dengan indikator, b) bahasa yang digunakan komunikatif
dan menggunakan tata bahasa yang benar, c) butir pertanyaaan/pernyataan tidak bias, d)
format instrumen menarik untuk dibaca, e) pedoman menjawab atau mengisi instrumen
jelas, dan f) jumlah butir dan/atau panjang kalimat pertanyaan/pernyataan sudah tepat
sehingga tidak menjemukan untuk dibaca/dijawab.
Telaah dilakukan oleh pakar dalam bidang yang diukur dan akan lebih baik bila
ada pakar penilaian. Telaah bisa juga dilakukan oleh teman sejawat bila yang diinginkan
adalah masukan tentang bahasa dan format instrumen. Bahasa yang digunakan adalah
yang sesuai dengan tingkat pendidikan responden. Hasil telaah selanjutnya digunakan
untuk memperbaiki instrumen.
6. Merakit instrumen
Setelah instrumen diperbaiki selanjutnya instrumen dirakit, yaitu menentukan
format tata letak instrumen dan urutan pertanyaan/pernyataan. Format instrumen harus
dibuat menarik dan tidak terlalu panjang, sehingga responden tertarik untuk membaca
dan mengisinya. Setiap sepuluh pertanyaan sebaiknya dipisahkan dengan cara memberi
spasi yang lebih, atau diberi batasan garis empat persegi panjang. Urutkan
pertanyaan/pernyataan sesuai dengan tingkat kemudahan dalam menjawab atau
mengisinya.
7. Melakukan ujicoba
Setelah dirakit instrumen diujicobakan kepada responden, sesuai dengan tujuan
penilaian apakah kepada peserta didik, kepada guru atau orang tua peserta didik. Untuk
itu dipilih sampel yang karakteristiknya mewakili populasi yang ingin dinilai. Bila yang

19
ingin dinilai adalah peserta didik SMA, maka sampelnya juga peserta didik SMA.
Sampel yang diperlukan minimal 30 peserta didik, bisa berasal dari satu sekolah atau
lebih.
8. Menganalisis hasil ujicoba
Analisis hasil ujicoba meliputi variasi jawaban tiap butir pertanyaan/
pernyataan. Jika menggunakan skala instrumen 1 sampai 7, dan jawaban responden
bervariasi dari 1 sampai 7, maka butir pertanyaan/pernyataan pada instrumen ini dapat
dikatakan baik. Namun apabila jawabannya hanya pada satu pilihan jawaban saja,
misalnya pada pilihan nomor 3, maka butir instrumen ini tergolong tidak baik. Indikator
yang digunakan adalah besarnya daya beda. Bila daya beda butir instrumen lebih dari
0,30, butir instrumen tergolong baik.
Indikator lain yang diperhatikan adalah indeks keandalan yang dikenal dengan
indeks reliabilitas. Batas indeks reliabilitas minimal 0,70. Bila indeks ini lebih kecil dari
0,70, kesalahan pengukuran akan melebihi batas. Oleh karena itu diusahakan agar
indeks keandalan instrumen minimal 0,70.
9. Memperbaiki instrumen
Perbaikan dilakukan terhadap butir-butir pertanyaan/pernyataan yang tidak baik,
berdasarkan analisis hasil ujicoba. Bisa saja hasil telaah instrumen baik, namun hasil
ujicoba empirik tidak baik. Untuk itu butir pertanyaan/pernyataan instrumen harus
diperbaiki. Perbaikan termasuk mengakomodasi saran-saran dari responden ujicoba.
Instrumen sebaiknya dilengkapi dengan pertanyaan terbuka.
10. Melaksanakan pengukuran
Pelaksanaan pengukuran perlu memperhatikan waktu dan ruangan yang
digunakan. Waktu pelaksanaan bukan pada waktu responden sudah lelah. Ruang untuk
mengisi instrumen harus memiliki cahaya (penerangan) yang cukup dan sirkulasi udara
yang baik. Tempat duduk juga diatur agar responden tidak terganggu satu sama lain.
Diusahakan agar responden tidak saling bertanya pada responden yang lain agar
jawaban kuesioner tidak sama atau homogen. Pengisian instrumen dimulai dengan
penjelasan tentang tujuan pengisian, manfaat bagi responden, dan pedoman pengisian
instrumen.

20
11. Menafsirkan hasil pengukuran
Hasil pengukuran berupa skor atau angka. Untuk menafsirkan hasil pengukuran
diperlukan suatu kriteria. Kriteria yang digunakan tergantung pada skala dan jumlah
butir pertanyaan/pernyataan yang digunakan. Misalkan digunakan skala Likert yang
berisi 10 butir pertanyaan/ pernyataan dengan 4 (empat) pilihan untuk mengukur sikap
peserta didik. Skor untuk butir pertanyaan/pernyataan yang sifatnya positif:

21
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. merupakan keadaan internal seseorang, berupa kecendrungan atau kesiapan
memberikan respon meliputi kognitif, afeksi dan konatif terhadap suatu stimulus
dari lingkungan sekitarnya, Yang harus digarisbawahi adalah penilaian sikap tidak
berdiri sendiri. Penilaian sikap terintegrasi dengan penilaian pengetahuan dan
penilaian keterampilan.
2. Penilaian sikap sangat penting dilakukan agar keberhasilan pembelajaran dapat
diketahui, dan disesuaikan dengan standar kelulusan yang sudah ditetapkan dalam
permendiknas. Objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah:
sikap terhadap materi pelajaran, terhadap guru/pengajar, terhadap proses
pembelajaran, terhadap nilai dan norma yang berhubungan dengan suatu materi
pelajaran.
3. Penilaian Afektif mencakup, karakter, sikap minat dan persepsi.
4. Dalam penilaian sikap perlu disusun instrument dengan skala yang sesuai dengan
aspek yang akan diukur, dapat digunakan skala Likert, Skala Trustone, Skala
Guttman atau Sematik Differensial.

3.2 Saran
Makalah ini berisi materi dari kajian pustaka yang bertujuan untuk menambah
wawasan dan sebagai acuan dalam pembelajaran. Namun, makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagai mana manusia yang tidak luput dari kesalahan. Oleh karena itu,
kami penyusun makalah Pengembangan Assesmen Afektif sangat mengharapkan kritik
dan saran dari para pembaca untuk kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat berguna bagi kita semua terutama bagi penulis dalam
mendukung proses belajar mengajar.

22
DAFTAR PUSTAKA
Andersen, Lorin. W. 1981. Assessing Affective Characteristic in the Schools. Boston:
Allyn and Bacon
Arifin, Zaenal. 2009. Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Eagly, A.H. & Chaiken, S. 1993. The Psycology of Attitudes. New York; Harcourt
Brace Javanovich College Publishers.
Erickson, B.H., dan Nosamchuk, T.A. (1981). Memahami data Statistik Untuk Jlmu So.
Fishbein, M and Ajzen I. 1975. Beliefe, Attitude, Intention, and Behaviour: An
Introduction to Theory and Research, Reading, MA
Harvey, JH, & Smith, WP. 1991. Social Psycology. Terjemahan oleh Abu Ahmad.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hopkins, C. D., & Antes, R. L. 1990. Classroom Testing: Construction. Itasca, IL: F. E.
Peacock Publishers
Krathwohl, D. R. ed. Et al. 1964. Taxonomy of Educational Objectives: Handbook II,
Affective Domain. New York: David McKay
Mardapi, Djemari. 2011. Penilaian Pendidikan Karakter Pendidikan Karakter,
Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktek. Yogyakarta: UNY
Press.
Nasution, N. dan Suryanto, A. (2002). Evaluasi Pengajaran. Jakarta: PPUT.
Popham, W. James. 1999. Classroom Assessment. Boston: Allyn & Bacon
Rusgiyanto, 2005. Hubungan Antara Sikap Terhadap Matematika, Penalaran, dan
aktivitas Belajar Matematika dengan Hasil Belajar Matematika. Jurnal Teknologi
Pendidikan, Vol 7. No. 2 Agustus.
Sobur, Alex. 2009. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia
Sudjana, Djuju. 2008. Evaluasi Program Pendidikan Luar Sekolah, Cet-2. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Sudaryono. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Sukardi, M. 2008. Evaluasi Pendidikan Prinsip dan Operasionalnya. Jakarta: Bumi
Aksara
Sulistyorini. 2009. Evaluasi Pendidikan Dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.
Yogyakarta: Sukses Offset.

23
Lampiran
INSTRUMEN PENILAIAN AFEKTIF
Kompetensi Inti
KI 2:Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli
(gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan
menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan
dalamberinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam
menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia.

Kompetensi Dasar
KD 2.1: Menunjukkan perilaku ilmiah (memiliki rasa ingin tahu, disiplin, jujur,
objektif, terbuka, mampu membedakan fakta dan opini, ulet, teliti, bertanggung
jawab, kritis, kreatif, inovatif, demokratis, komunikatif) dalam merancang dan
melakukan percobaan serta berdiskusi yang diwujudkan dalam sikap sehari-hari.
KD 2.2: Menunjukkan perilaku kerjasama, santun, toleran, cinta damai dan peduli
KD 2.3 :Menunjukkan perilaku responsifdan pro-aktif serta bijaksana sebagai wujud
kemampuan memecahkan masalah dan membuat keputusan

Indikator
2.1.1.Menunjukkan sikap rasa ingin tahu dengan mencari informasi terkait materi
kesetimbangan kimia dan mengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang
dipahami
2.1.2. Menunjukkan prilaku disiplin dengan tepat waktu mengumpulkan tugas yang
diberikan oleh guru
2.1.3. Menunjukkan prilaku jujur dengan berusaha maksimal dalam mengerjakan tugas
tanpa mencontek orang lain
2.1.4. Menunjukkan prilaku teliti dengan mengerjakan tugas sesuai dengan hasil yang
diharapkan dan terstruktur
2.1.5. Menunjukkan prilaku kreatif dengan menghubungkan fenomena alam yang ada
yang berhubungan dengan reaksi kesetimbangan
2.1.6. Menunjukkan kerjasama dalam memecahkan masalah yang dijumpai secara
bersama dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru

24
2.1.7. Menunjukkan prilaku proaktif dengan memberikan pendapat pada saat proses
pembelajaran

25
KISI-KISI LEMBAR OBSERVASI SISWA

Indikator sikap
No. Indikator
yang diamati
1. Rasa ingin tahu mencari informasi terkait materi kesetimbangan kimia
mengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang dipahami
Menghubungkan fenomena alam yang ada yang
berhubungan dengan reaksi kesetimbangan
2. Disiplin mengumpulkan tugas tepat waktu
3. Jujur berusaha maksimal dalam mengerjakan tugas tanpa
mencontek orang lain
4. Teliti Memeriksa kembali tugas sebelum dikumpulkan
Mengerjakan tugas secara terstruktur
5. Kerjasama memecahkan masalah yang dijumpai secara bersama dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru
6. Proaktif Menunjukkan prilaku proaktif dengan memberikan pendapat
pada saat proses pembelajaran

26
LEMBAR OBSERVASI SIKAP SISWA
KESETIMBANGAN KIMIA

Nama Siswa : …………………….


Kelas : …………………….
Tanggal : …………………….

Pedoman pengisian :
Pengisian lembar observasi dilakukan dengan memberikan tanda cheklist (√) pada kolom
sesuai dengan skor sikap yang ditunjukkan oleh siswa.

No. Kriteria Penilaian Kadang- Tidak


Selalu Sering
kadang pernah
1 mencari informasi terkait materi
kesetimbangan kimia
2 mengajukan pertanyaan untuk hal
yang kurang dipahami
3 mengumpulkan tugas tepat waktu
4 berusaha maksimal dalam
mengerjakan tugas tanpa
mencontek orang lain
5 Memeriksa kembali tugas
sebelum dikumpulkan
6 Mengerjakan tugas secara
terstruktur
7 Menghubungkan fenomena alam
yang ada yang berhubungan
dengan reaksi kesetimbangan
8 memecahkan masalah yang
dijumpai secara bersama dalam
menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh guru
9 Menunjukkan prilaku proaktif
dengan memberikan pendapat
pada saat proses pembelajaran

27
Pedoman penskoran:
Hasil penilaian Skor
Selalu 4
Sering 3
Kadang-kadang 2
Tidak pernah 1

Penghitungan skor akhir siswa akan didapatkan dengan menggunakan persamaan:


𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑑𝑎𝑝𝑎𝑡𝑘𝑎𝑛
𝑆𝑘𝑜𝑟 = ×4
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Kriteria predikat yang didapatkan siswa sesuai dengan Permendikbud No. 81A Tahun 2013
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Predikat Kode Skor
Sangat Baik SB 3,33 < skor ≤ 4,00
Baik B 2,33 < skor ≤ 3,33
Cukup C 1,33 < skor ≤ 2,33
Kurang K Skor ≤ 1,33

28
KISI-KISI LEMBAR PENILAIAN DIRI(SELF ASSESSMENT)

Jenis Nomor
Sikap Indikator Butir Pernyataan
Pernyataan Pernyataan
Rasa ingin tahu mencari informasi terkait Saya mencari informasi lebih terkait materi kesetimbangan kimia+ 7
Saya hanya mendengarkan penjelesan yang diberikan oleh guru
materi kesetimbangan kimia - 14
terkait materi kesetimbangan kimia
mengajukan pertanyaan Saya mengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang dipahami + 1
untuk hal yang kurang Saya lebih memilih diam dalam proses pembelajaran walau
- 8
dipahami belum paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru

Menghubungkan fenomena Saya mengetahui adanya fenomena alam yang berhubungan


+ 5
alam yang ada yang dengan reaksi kesetimbangan
berhubungan dengan reaksi Saya tidak tau ada hubungan reaksi kesetimbangan fenomena
- 10
kesetimbangan yang ada di alam
Disiplin mengumpulkan tugas tepat Saya mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai dengan batas
+ 9
waktu yang telah diberikan oleh guru
waktu
Saya mengumpulkan tugas walau tidak sesuai dengan batas
- 2
waktu yang diberikan oleh guru
Jujur berusaha maksimal dalam Saya berusaha maksimal dalam mengerjakan tugas tanpa
+ 12
mengerjakan tugas tanpa mencontek orang lain
mencontek orang lain Saya mengerjakan tugas dengan mencontek tugas teman saya - 3
Teliti Memeriksa kembali tugas Saya memeriksa kembali tugas sebelum dikumpulkan kepada
+ 6
guru
sebelum dikumpulkan
Saya mengumpulkan tugas tanpa diperiksa kembali - 15

29
Mengerjakan secara Saya mengerjakan tugas secara terstruktur sesuai dengan
tugas
+ 4
langkah-langkah yang telah dicontohkan oleh guru
terstruktur
Saya membuat mengerjakan tugas sesuka hati - 17
Kerjasama memecahkan masalah yang
Saya berdiskusi dengan teman dalam memecahkan masalah yang
+ 18
dijumpai secara bersama dijumpai saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
dalam menyelesaikan tugas
Saya mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh guru - 11
yang diberikan oleh guru
Proaktif Menunjukkan prilaku
Saya mengeluarkan pendapat pada saat proses pembelajaran
+ 16
proaktif dengan memberikan berlangsung
pendapat pada saat proses
Saya tidak banyak komentar pada saat pembelajaran berlangsung - 13
pembelajaran

30
LEMBAR PENILAIAN DIRI (SELF ASESSMENT)
KESETIMBANGAN KIMIA

Nama Siswa : …………………….


Kelas : …………………….
Tanggal : …………………….

Petunjuk pengisian :
1. Baca pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan baik, teliti, dan cermat.
2. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan sikap dan kebiasaanmu pada kolom pilihan di
sebelah kanan pernyataan dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang
sesuai
3. Jika pernyataan kurang jelas, Tanyakan atau laporkan kepada guru

Keterangan jawaban :
SS : Sangat setuju TS : Tidak setuju
S : Setuju STS : Sangat tidak setuju

No Pernyataan SS S TS STS
Saya mengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang
1
dipahami
Saya mengumpulkan tugas walau tidak sesuai dengan batas
2
waktu yang diberikan oleh guru
3 Saya mengerjakan tugas dengan mencontek tugas teman saya
Sayamengerjakan tugas secara terstruktur sesuai dengan
4
langkah-langkah yang telah dicontohkan oleh guru
Saya mengetahui adanya fenomena alam yang berhubungan
5
dengan reaksi kesetimbangan
Saya memeriksa kembali tugas sebelum dikumpulkan kepada
6
guru
7 Saya mencari informasi terkait materi kesetimbangan kimia
Saya lebih memilih diam dalam proses pembelajaran walau
8
belum paham dengan apa yang dijelaskan oleh guru
Saya mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai dengan batas
9
waktu yang telah diberikan oleh guru
Saya tidak tau ada hubungan reaksi kesetimbangan fenomena
10
yang ada di alam
11 Saya mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh guru
Saya berusaha maksimal dalam mengerjakan tugas tanpa
12
mencontek orang lain
Saya tidak banyak komentar pada saat pembelajaran
13
berlangsung

31
No Pernyataan SS S TS STS
Saya hanya mendengarkan penjelesan yang diberikan oleh
14
guru terkait materi kesetimbangan kimia
15 Saya mengumpulkan tugas tanpa diperiksa kembali
Saya mengeluarkan pendapat pada saat proses pembelajaran
16
berlangsung
17 Saya membuat mengerjakan tugas sesuka hati
Saya berdiskusi dengan teman dalam memecahkan masalah
18 yang dijumpai saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh
guru

Pedoman Penskoran :
 Pernyataan Positif
SS =4
S =3
TS =2
STS = 1
 Pernyataan negatif
SS =1
S =2
TS =3
STS = 4
Skor siswa didapatkan dengan menggunakan rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 = ×4
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

32
KISI-KISI LEMBAR PENILAIAN TEMAN SEJAWAT (PEER ASSESSMENT)

Jenis Nomor
Sikap Indikator Butir Pernyataan
Pernyataan Pernyataan
Rasa ingin tahu mencari informasi terkait Teman sayamencari informasi di internet dan media lain terkait
+ 7
materi kesetimbangan kimia
materi kesetimbangan kimia
Teman saya mencari informasi di internet tentang dunia sosial - 14
mengajukan pertanyaan Teman sayamengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang
+ 1
dipahami
untuk hal yang kurang
Teman sayadiam saat proses pembelajaran berlangsung walau
dipahami - 8
dia terlihat tidak mengerti
Menghubungkan fenomena Teman sayamengemukakan kalau adafenomena alam yang
alam yang ada yang berhubungan dengan reaksi kesetimbangan dalam kehidupan + 5
sehari-hari
berhubungan dengan reaksi Teman sayatidak ada mengemukakan fenomena alam yang
kesetimbangan berhubungan dengan reaksi kesetimbangandalam kehidupan - 10
sehari-hari
Disiplin mengumpulkan tugas tepat Teman saya mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai dengan
+ 9
batas waktu yang telah diberikan oleh guru
waktu
Teman sayamengumpulkan tugas walau tidak sesuai dengan
- 2
batas waktu yang diberikan oleh guru
Jujur berusaha maksimal dalam Teman sayaberusaha dalam mengerjakan tugas sendiri tanpa
+ 12
mengerjakan tugastanpa mencontek orang lain
mencontek orang lain Teman saya mengerjakan tugas dengan mencontek tugas orang
- 3
lain
Teliti Memeriksa kembali tugas Teman sayamemeriksa kembali tugas sebelum dikumpulkan
+ 6
kepada guru
sebelum dikumpulkan
Teman Saya mengumpulkan tugas tanpa diperiksa kembali - 15
Mengerjakan tugas secara Teman sayamengerjakan tugas secara terstruktur sesuai dengan
+ 4
langkah-langkah yang telah dicontohkan oleh guru

33
terstruktur Teman saya mengerjakan tugas sesuka hati - 17
Kerjasama memecahkan masalah yang
Teman sayaberdiskusi dalam memecahkan masalah yang
+ 18
dijumpai secara bersama dijumpai saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru
dalam menyelesaikan tugas
Teman saya mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh guru - 11
yang diberikan oleh guru
Proaktif Menunjukkan prilaku
Teman sayamengeluarkan pendapat pada saat proses
+ 16
proaktif dengan memberikan pembelajaran berlangsung
pendapat pada saat proses
Teman sayalebih memilih diam pada saat pembelajaran
pembelajaran - 13
berlangsung

34
LEMBAR PENILAIAN TEMAN SEJAWAT (PEER ASESSMENT)
KESETIMBANGAN KIMIA

Nama Siswa : …………………….


Nama teman yang dinilai : …………………….
Kelas : …………………….
Tanggal : …………………….

Petunjuk pengisian :
1. Baca pernyataan-pernyataan di bawah ini dengan baik, teliti, dan cermat.
2. Pilihlah jawaban yang sesuai dengan sikap dan kebiasaanmu pada kolom pilihan
di sebelah kanan pernyataan dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom
yang sesuai
3. Jika pernyataan kurang jelas, Tanyakan atau laporkan kepada guru

Keterangan jawaban :
SS : Sangat setuju TS : Tidak setuju
S : Setuju STS : Sangat tidak setuju

No Pernyataan SS S TS STS
Teman sayamengajukan pertanyaan untuk hal yang kurang
1
dipahami
Teman sayamengumpulkan tugas walau tidak sesuai dengan
2
batas waktu yang diberikan oleh guru
Teman sayaberusaha dalam mengerjakan tugas sendiri tanpa
3
mencontek orang lain
Teman sayamengerjakan tugas secara terstruktur sesuai
4
dengan langkah-langkah yang telah dicontohkan oleh guru
Teman sayamengemukakan kalau adafenomena alam yang
5 berhubungan dengan reaksi kesetimbangan dalam kehidupan
sehari-hari
Teman sayamemeriksa kembali tugas sebelum dikumpulkan
6
kepada guru
Teman sayamencari informasi di internet dan media lain
7
terkait materi kesetimbangan kimia
Teman sayadiam saat proses pembelajaran berlangsung
8
walau dia terlihat tidak mengerti
Teman saya mengumpulkan tugas tepat waktu sesuai dengan
9
batas waktu yang telah diberikan oleh guru
10 Teman sayatidak ada mengemukakan fenomena alam yang

35
No Pernyataan SS S TS STS
berhubungan dengan reaksi kesetimbangan dalam kehidupan
sehari-hari
Teman saya mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh
11
guru
Teman sayaberusaha dalam mengerjakan tugas sendiri tanpa
12
mencontek orang lain
Teman saya lebih memilih diam pada saat pembelajaran
13
berlangsung
Teman saya mencari informasi di internet tentang dunia
14
sosial
15 Teman Saya mengumpulkan tugas tanpa diperiksa kembali
Teman sayamengeluarkan pendapat pada saat proses
16
pembelajaran berlangsung
17 Teman saya mengerjakan tugas sesuka hati
Teman saya berdiskusi dalam memecahkan masalah yang
18
dijumpai saat mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru

Pedoman Penskoran :
 Pernyataan Positif
SS =4
S =3
TS =2
STS = 1
 Pernyataan negatif
SS =1
S =2
TS =3
STS = 4
Skor siswa didapatkan dengan menggunakan rumus:
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ
𝑆𝑘𝑜𝑟 = ×4
𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙

36
FORMAT PENILAIAN AFEKTIF

Komponen penilaian
Nama Penilaian
No Penilaian Nilai Predikat
siswa Observasi teman
diri
sejawat
1
2
3
4

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑎𝑓𝑒𝑘𝑡𝑖𝑓 = (0,5 × 𝑂𝑏𝑠) + (0,25 × 𝑃𝐷) + (0,25 × 𝑃𝑇𝑆)


dimana:
Obs = nilai observasi
PD = nilai dari penilaian diri
PTS = nilai dari penilaian teman sejawat
Predikat penilaian dibagi dengan kriteria sebagai berikut:
Sangat Baik : skor 3,33< skor ≤ 4,00
Baik : skor 2,33< skor ≤ 3,33
Cukup : skor 1,33< skor ≤ 2,33
Kurang : skor skor ≤ 1,33

37

Anda mungkin juga menyukai