Anda di halaman 1dari 10

PENILAIAN RANAH AFEKTIF

Oleh: Shania, NIM. 1830202293

A. Pendahuluan
Pengukuran, penilaian dan evaluasi merupakan tiga kata yang saling
terkait dalam melihat proses dan keberhasilan suatu program, termasuk di
dalamnya adalah program pembelajaran.1 Penilaian adalah upaya atau tindakan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan itu tercapai atau
tidak. Dengan kata lain, penilaian berfungsi sebagai alat untuk mengetahui
keberhasilan proses dan hasil belajar siswa. Dalam sistem pendidikan nasional
rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional,
menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis
besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan
ranah psikomotorik.
Salah satu prinsip dasar yang harus senantiasa diperhatikan dan
dipegangi dalam rangka evaluasi hasil belajar adalah prinsip kebulatan, dengan
prinsip evaluator dalam melaksanakan evaluasi hasil belajar dituntut untuk
mengevaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi
pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan
(aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif), dan
pengamalannya (aspek psikomotor). 2
Ketiga aspek atau ranah kejiwaan itu erat sekali dan bahkan tidak
mungkin dapat dilepaskan dari kegiatan atau proses evaluasi hasil belajar.
Benjamin S. Bloom dan kawan-kawannya berpendapat bahwa pengelompokan
tujuan pendidikan itu harus senantiasa mengacu kepada tiga jenis domain
(daerah binaan atau ranah) yang melekat pada diri peserta didik, yaitu:
1. Ranah proses berpikir (cognitive domain)

1
Teori Bagus, Penilaian Afektif, diakses dari http://teoribagus.com/penilaian-afektif pada
31 Oktober 2020 pkl. 22.30 WIB
2
Akhmad Sudrajat, Pembelajaran dan Penilaian Ranah Afektif, diakses dari
https://www.google.com/amp/s/akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/15/penilaian-ranah-
afektif/amp/ pada 1 November 2020 pkl. 10.10 WIB

1
2. Ranah nilai atau sikap (affective domain)
3. Ranah keterampilan (psychomotor domain)
Dalam konteks evaluasi hasil belajar, maka ketiga domain atau ranah
itulah yang harus dijadikan sasaran dalam setiap kegiatan evaluasi hasil belajar.
Ketiga ranah tersebut menjadi obyek penilaian hasil belajar. Diantara ketiga
ranah itu, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru disekolah
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Dengan demikian, dalam realita yang kita jumpai bahwa beberapa
pendidik bisa dikatakan sudah sangat mahir dalam melakukan penilaian
terhadap aspek kognitif, tetapi kurang kemampuan untuk aspek afektif dan
psikomotor. Sehingga penilaian yang seperti ini kurang memberikan masukan
dan manfaat yang berarti terhadap guru dan peserta didik tentang aspek sikap
yang seharusnya dimiliki anak setelah pembelajaran berlangsung. Secara
autentik, urutan penilaian dimulai dari penilaian sikap, penilaian pengetahuan,
dan yang terakhir penilaian keterampilan. Lalu, bagaimana penilaian ranah
afektif tersebut? Maka tulisan ini akan menyajikan tentang penilaian non
kognitif khususnya penilaian afeksi peserta didik, sehingga memberikan
pemahaman kepada kita tentang penilaian ranah afektif ini.

B. Pengertian Penilaian Ranah Afektif


Afektif atau sikap merupakan suatu kecenderungan tingkah laku untuk
berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia
sekitarnya.3 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Afektif adalah berkenaan
dengan rasa takut atau cinta, mempengaruhi keadaan, perasaan dan emosi, serta
mempunyai gaya atau makna yang menunjukkan perasaan. Sikap merupakan
reaksi seseorang dalam menghadapi suatu objek. Menurut Sumarna bahwa
objek sikap yang perlu dinilai dalam proses pembelajaran adalah:4

3
Teori Bagus, op.cit.,
4
ibid.,

2
1. Sikap terhadap materi pelajaran, peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap materi pelajaran. Dengan sikap positif peserta didik akan tumbuh
minat belajar, akan lebih mudah diberi motivasi, dan akan lebih mudah
menyerap materi pelajaran yang di ajarkan.
2. Sikap terhadap guru atau pengajar. Peserta didik perlu memiliki sikap positif
terhadap guru. Peserta didik yang tidak memiliki sikap positif terhadap guru
akan cenderung mengabaikan hal- hal yang diajarkan. Dengan demikian,
peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru/pengajar akan sukar
menyerap materi pelajaran yang diajarkan oleh guru tersebut.
3. Sikap terhadap proses pembelajaran. Peserta didik perlu memiliki sikap
positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses
pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi dan
teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menarik,
nyaman dan menyenangkan dapat menumbuhkan belajar peserta didik,
sehingga dapat mencapai hasil belajar yang maksimal.
4. Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu
materi pelajaran.

Dengan demikian penilaian efektif adalah penilaian terhadap reaksi


seseorang atau peserta didik yang berkaitan dengan sikap atau nilai (dari suatu
objek yang telah diuraikan di atas). Sikap bermula dari perasaan (suka atau tidak
suka) yang terkait dengan kecenderungan seseorang dalam merespon
sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai atau pandangan hidup yang
dimiliki oleh seseorang. Sikap dapat dibentuk, sehingga terjadi perilaku atau
tindakan yang diinginkan. Sikap terdiri dari tiga komponen yaitu: afektif,
kognitif dan konatif. Komponen afektif adalah perasaan yang dimiliki oleh
seseorang atau penilaian terhadap suatu objek, komponen kognitif adalah
kepercayaan atau keyakinan seseorang mengenai objek. Adapun komponen
konatif kecenderungan untuk berperilaku atau berbuat dengan cara-cara tertentu
berkenaan dengan kehadiran objek sikap. Menurut Sudaryono, sikap
merupakan variabel tersembunyi yang tidak dapat diamati secara langsung,
tetapi dapat disimpulkan melalui tingkah laku.

3
Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap
merupakan keadaan internal seseorang, berupa kecenderungan atau kesiapan
memberikan respon meliputi kognitif, afeksi dan konatif terhadap suatu
stimulus dari lingkungan sekitarnya. Yang harus digarisbawahi adalah penilaian
sikap tidak berdiri sendiri. Penilaian sikap terintegrasi dengan penilaian
pengetahuan dan penilaian keterampilan.

C. Tujuan Penilaian Ranah Afektif


Seorang pendidik sebaiknya mengetahui afektif peserta didik sehingga
dapat diketahui status afektif peserta didiknya. Jika afektif tinggi maka perlu
mempertahankannya, jika rendah perlu upaya untuk meningkatkannya.
Suharsimi Arikunto menjelaskan pengukuran ranah afektif tidak dapat
dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah
laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Pengubahan sikap seseorang
memerlukan waktu yang relatif lama. Demikian juga pengembangan minat dan
penghargaan serta nilai-nilainya. Sasaran penilaian afektif adalah perilaku
peserta didik bukan pengetahuannya.
Sesuai dengan karakteristik afektif dalam proses pembelajaran adalah
minat, sikap, konsep diri dan nilai maka tujuan penilaian afektif adalah untuk
memperoleh informasi minat peserta didik terhadap mata pelajaran yang
digunakan untuk meningkatkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran
yang minatnya rendah. 5 Selain itu, tujuan dilaksanakannya penilaian hasil
belajar afektif adalah untuk mengetahui capaian hasil belajar dalam hal
penguasaan domain afektif dari kompetensi yang diharapkan dikuasai oleh
setiap peserta didik setelah kegiatan pembelajaran berlangsung. Ciri-ciri hasil
belajar afektif akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku.6

5
Sukanti, Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Akuntansi, dalam Jurnal Pendidikan
Akuntasi Indonesia, Vol. IX, No. 1, 2011, hlm. 77-78
6
Sumardi, Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik, diakses dari
http://sumardi28.blogspot.com/2011/01/ranah-penilaian-kognitif-afektif-dan.html?m=1 pada 1
November 2020 pkl. 10.20 WIB

4
D. Kegunaan Penilaian Ranah Afektif
Penilaian ranah afektif digunakan untuk menilai perilaku dan sikap
siswa dalam segala interaksi selama menimba ilmu di sekolah. Guna melihat
perkembangan anak tersebut dan membantunya selama pembentukan jati diri
dalam masa belajar di sekolah. Penilaian sikap pada Kurikulum 2013 meliputi
penilaian sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap spiritual adalah sikap kepada
Tuhan, yang tentu saja berisikan penilaian dalam hal ibadah. Sikap sosial adalah
sika kepada sesamanya, yang tentu saja berisikan sikap dalam berinteraksi
sosial.7
Penilaian ranah afektif mampu mengukur dengan baik dan akurat
terhadap perilaku dan sikap siswa dalam interaksinya di sekolah. Dalam hal ini
pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam hal ini
pengukuran dilakukan dengan formal) karena perubahan tingkah laku siswa
tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Karena perubahan sikap seseorang
memerlukan waktu yang relatif lama. Ranah afektif (pengukuran sikap) perlu
diperhatikan dalam penyampaian pembelajaran. Hal yang dapat dinilai pada
ranah ini yaitu seperti menerima, menanggapi, menilai, mengelola dan
menghayati. Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam merancang
program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik, pendidik
harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

E. Indikator Penilaian Ranah Afektif


Menurut Krathwohl bila ditelusuri hampir semua tujuan kognitif
mempunyai komponen afektif. Dalam pembelajaran sains, misalnya, di
dalamnya ada komponen sikap ilmiah. Sikap ilmiah adalah komponen afektif.
Tingkatan ranah afektif menurut taksonomi Krathwohl ada lima, yaitu receiving
(attending), responding, valuing, organization, dan characterization.8
1. Receiving atau attending

7
Maya Saftari dan Nurul Fajriah, Assessment of Affective Domain in Attitude Scale
Assessments to Assess Learning Outcomes, dalam Edutainment: Jurnal Ilmu Pendidikan dan
Kependidikan, Vol. 7, No. 1, 2019, hlm. 75
8
Teori Bagus, op.cit.,

5
Receiving atau attending (menerima atau memperhatikan), adalah
kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang
datang kepada dirinya dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain.
Termasuk dalam jenjang ini misalnya adalah kesadaran dan keinginan untuk
menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau
rangsangan yang datang dari luar. Receiving atau attending juga sering
diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan
atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia
menerima nilai atau nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka, dan mereka
mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri
dengan nilai itu.
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki
keinginan memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya
kegiatan belajar, kegiatan musik, kegiatan olahraga, dan sebagainya. Tugas
pendidik mengarahkan perhatian peserta didik pada fenomena yang menjadi
objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik mengarahkan peserta didik
agar senang membaca buku, senang bekerja sama, dan sebagainya.
Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan, yaitu
kebiasaan yang positif.
2. Responding
Responding (menanggapi) merupakan partisipasi aktif peserta didik,
yaitu sebagai bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak
saja memperhatikan fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil
pembelajaran pada ranah ini menekankan pada pemerolehan respons,
berkeinginan memberi respons, atau kepuasan dalam memberi respons.
Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah minat, yaitu hal-hal yang
menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada aktivitas khusus.
Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang membantu
teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3. Valuing

6
Valuing (menghargai) adalah sesuatu yang memiliki manfaat atau
kepercayaan atas manfaat sesuatu. Hal ini menyangkut pikiran atau tindakan
yang dianggap sebagai nilai keyakinan atau sikap dan menunjukkan derajat
internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari menerima
suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan, sampai
pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi
dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini
berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal
secara jelas. Dalam tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan
sebagai sikap dan apresiasi.
Valuing merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada
receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar,
peserta didik di sini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi
mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu
baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan
mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta
didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan
(internalized) dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil
dalam peserta didik.
4. Organization
Organization (mengatur atau mengorganisasikan), artinya mempertemukan
perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang
membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan
merupakan pengembangan dari nilai ke dalam satu sistem organisasi,
termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan
dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Hasil pembelajaran pada tingkat
ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai. Misalnya
pengembangan filsafat hidup.
5. Characterization
Characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan
suatu nilai atau komplek nilai), yakni keterpaduan semua sistem nilai yang

7
telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan
tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat
tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten
pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Ini merupakan tingkat
efektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar
bijaksana. Ia telah memiliki phyloshopphy of life yang mapan. Jadi pada
jenjang ini peserta didik telah memiliki sistem nilai yang telah mengontrol
tingkah lakunya untuk suatu waktu yang lama, sehingga membentuk
karakteristik “pola hidup” tingkah lakunya menetap, konsisten dan dapat
diramalkan. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berkaitan dengan pribadi,
emosi, dan sosial.

F. Makna Penilaian Sikap


Secara skematis kelima jenjang afektif sebagaimana telah di kemukakan
di atas, menurut A.J Nitko, 9 ranah afektif tidak dapat diukur seperti halnya
ranah kognitif, karena dalam ranah afektif kemampuan yang diukur adalah
menerima (memperhatikan), merespon, menghargai, mengorganisasi, dan
karakteristik suatu nilai. Skala yang digunakan untuk mengukur ranah afektif
seseorang terhadap kegiatan suatu objek diantaranya skala sikap. Hasilnya
berupa kategori sikap, yakni mendukung (positif), menolak (negatif), dan netral.
Sikap pada hakikatnya adalah kecenderungan berperilaku pada seseorang. Ada
tiga komponen sikap, yakni kognisi, afeksi, dan konasi. Kognisi berkenaan
dengan pengetahuan seseorang tentang objek yang dihadapinya. Afeksi
berkenaan dengan perasaan dalam menanggapi objek tersebut, sedangkan
konasi berkenaan dengan kecenderungan berbuat terhadap objek tersebut. Oleh
sebab itu, sikap selalu bermakna bila dihadapkan kepada objek tertentu.
Skala sikap dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh
responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolaknya, melalui rentangan
nilai tertentu. Oleh sebab itu, pernyataan yang diajukan dibagi ke dalam dua

9
Sumardi, op.cit.,

8
kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap
yang sering digunakan adalah skala Likert. Dalam skala Likert, pernyataan-
pernyataan yang diajukan, baik pernyataan positif maupun negatif, dinilai oleh
subjek dengan sangat setuju, setuju, tidak punya pendapat, tidak setuju, sangat
tidak setuju.
Perubahann sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan
yang ingin dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap
adalah penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap
mata pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Sikap peserta
didik ini penting untuk ditingkatkan. Sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran, misalnya pendidikan agama Islam, harus lebih positif setelah peserta
didik mengikuti pembelajaran pendidikan agama Islam dibanding sebelum
mengikuti pembelajaran. Perubahan ini merupakan salah satu indikator
keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran. Untuk itu
pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk pengalaman belajar
peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata pelajaran
menjadi lebih positif.

G. Penutup
Secara umum pengertian afektif adalah segala sesuatu yang berkaitan
dengan sikap dan nilai. Sehingga penilaian ranah afektif dapat diartikan sebuah
penilaian yang fokus pada ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Tujuan
dilaksanakannya penilaian hasil belajar afektif adalah untuk mengetahui
capaian hasil belajar dalam hal penguasaan domain afektif dari kompetensi
yang diharapkan dikuasai oleh setiap peserta didik setelah kegiatan
pembelajaran berlangsung.
Penilaian ranah afektif digunakan untuk menilai perilaku dan sikap
siswa dalam segala interaksi selama menimba ilmu di sekolah. Guna melihat
perkembangan anak tersebut dan membantunya selama pembentukan jati diri
dalam masa belajar di sekolah. Penilaian ranah afektif mampu mengukur
dengan baik dan akurat terhadap perilaku dan sikap siswa dalam interaksinya di

9
sekolah. Dalam hal ini pengukuran ranah afektif tidak dapat dilakukan setiap
saat (dalam hal ini pengukuran dilakukan dengan formal) karena perubahan
tingkah laku siswa tidak dapat berubah sewaktu-waktu. Karena perubahan sikap
seseorang memerlukan waktu yang relatif lama. Ranah afektif (pengukuran
sikap) perlu diperhatikan dalam penyampaian pembelajaran. Hal yang dapat
dinilai pada ranah ini yaitu seperti menerima (receiving), menanggapi
(responding), menghargai (valuing), mengatur/mengelola (organization) dan
characterization by evalue or calue complex (karakterisasi dengan suatu nilai
atau komplek nilai). Untuk mencapai hasil belajar yang optimal, dalam
merancang program pembelajaran dan kegiatan pembelajaran bagi peserta
didik, pendidik harus memperhatikan karakteristik afektif peserta didik.

Bibliografi
Sukanti. 2011. Penilaian Afektif dalam Pembelajaran Akuntansi. Jurnal Pendidikan
Akuntasi Indonesia. Vol. IX. No. 1

Saftari, Maya dan Nurul Fajriah. 2019. Assessment of Affective Domain in Attitude
Scale Assessments to Assess Learning Outcomes. Edutainment: Jurnal Ilmu
Pendidikan dan Kependidikan. Vol. 7. No. 1

Akhmad Sudrajat. 2008. Pembelajaran dan Penilaian Ranah Afektif. Diakses dari
https://www.google.com/amp/s/akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/1
5/penilaian-ranah-afektif/amp/ pada 1 November 2020 pkl. 10.10 WIB

Sumardi. 2011. Ranah Penilaian Kognitif, Afektif, dan Psikomotorik. Diakses dari
http://sumardi28.blogspot.com/2011/01/ranah-penilaian-kognitif-afektif-
dan.html?m=1 pada 1 November 2020 pkl. 10.20 WIB

Teori Bagus. 2020. Penilaian Afektif. Diakses dari http://teoribagus.com/penilaian-


afektif pada 31 Oktober 2020 pkl. 22.30 WIB

10

Anda mungkin juga menyukai